adapun peranan guru sebagai motivator adalah
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Adapun peranan guru sebagai motivator adalah:
1. Bersikap terbuka, dalam arti guru harus melakukan tindakan yang mampu mendorong
kemauan siswa untuk mengungkapkan pendapatnya, menerima siswa dengan segala
kekurangan dan kelebihannya, mau menanggapi pendapat siswa secara positif, dalam batas
tertentu berusaha memahami kemungkinan terdapatnya masalah pribadi dari siswa,
menunjukkan perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi siswa, dan menunjukkan sikap
ramah serta penuh pengertian terhadap siswa.
2. Membantu siswa agar mampu memahami dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya
secara optimal, dalam arti guru harus mampu memberikan gambaran tentang kemampuan dan
kelemahan para siswanya, mendorong siswa untuk sekali waktu mengungkapkan perasaannya,
membantu siswa agar memiliki rasa percaya diri dan memiliki keberanian dalam membuat
keputusan.
3. Menciptakan hubungan yang serasi dan penuh kegairahan dalam interaksi belajar mengajar
di kelas, dalam menunjukkan kegiatan antara lain, menangani perilaku siswa yang tidak
diinginkan secar positif, menunjukkan kegairahan dalam mengajar, murah senyum, mampu
mengendalikan emosi, dan mampu bersifat proporsional sehingga berbagai masalah pribadi
dari guru itu sendiri dapat didudukan pada tempatnya.
Arti negara menurut Aristoteles
adalah persekutuan dari keluarga dan desa untuk mencapai kehidupan sebaik-baiknya.
Aristoteles menggunakan istilah Polis untuk untuk negara kota (city state) yang berfungsi
sebagai tempat tinggal bersama warga negara dengan pemerintahan dan benteng untuk
menjaga keamanan dan serangan musuh. Menurut Aristoteles, negara terjadi berkat adanya
sifat kodrati setiap individu untuk hidup bersama. Ini secara tidak langsung telah menjelaskan
bahwa manusia bukan semata-mata makhluk yang hanya ingin survive, melainkan makhluk
yang mempunyai rasio dan berdasarkan itu mampu saling mengerti dan berdiskusi untuk
mencapai kesejahteraan bersama.
Latar belakang partai politik
Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan
kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, derngan sendirinya menuntut pelembagaan
sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman
di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak
bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.
Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan
menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut
pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem
untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi
politik. Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas.
Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan
segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan
partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi
kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang
kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna
mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.
1. Definisi Partai Politik
Partai politik yaitu organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan
tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Sedangkan definisi partai politik menurut ilmuwan politik yaitu:
Friedrich : partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil dengan
tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pemimpin
partainya, dan berdasarkan kekuasaan tersebut akan memberikan kegunaan materil dan idil
kepada para anggotanya.
Soltau : partai politik sebagai kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan,
yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk
memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijakan umum yang
mereka buat.
Tujuan dari pembentukan partai polik ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik – (biasanya) dengan cara konstitusionil – untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka
2. Fungsi Partai Politik
Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan prinsip-
prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai
dapat mengetahui prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya untuk
menciptakan ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti ini menggunakan media
partai itu sendiri atau media massa yang mendukungnya.
Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat
dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat
(interest aggregation) dan merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang
teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan
penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk
dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.
Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan,
pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik
yang terjadi di tengah masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses
menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image (citra) bahwa ia memperjuangkan
kepentingan umum.
Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan
mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai
perbedaan pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya
hal ini dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk
kepentingan umum.
3. Tujuan Pembentukan Partai Politik
Tujuan dari pembentukan partai politik menurut Undang-undang no.2 tahun 2008 tentang
partai politik, yaitu
mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
pembukaan undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945
menjaga dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia
mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik Indonesia
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan
memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara
membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara
Selain itu ada juga tujuan partai politik menurut basis sosial dibagi menjadi empat tipe yaitu :
Partai politik berdasarkan lapisan masyarakat yaitu bawah, menengah dan lapisan atas.
· Partai politik berdasarkan kepentingan tertentu yaitu petani, buruh dan pengusaha.
Partai politik yang didasarkan pemeluk agama tertentu.
Partai politik yang didasarkan pada kelompok budaya tertentu.
4. Sejarah Terbentuknya Partai Politik
di Dunia
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan gagasan
bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini partai
politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain
pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap sebagai menifestasi
dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat.
Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan
aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan kepentingan golongan bangsawan
terhadap tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut
meluas dan berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan
oleh perlunya dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat.
Dengan demikian terjadi pergeseran dari peranan yang bersifat elitis ke peranan yang
meluas dan populis.
Perkembangan selanjutnya adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi dan berkembang
di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di negara-negara jajahan
sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan
nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di Indonesia (waktu itu
masih Hindia Belanda) serta India. Dan dalam perkembanganya akhir-akhir ini partai politik
umumnya diterima sebagai suatu lembaga penting terutama di negara-negara yang
berdasarkan demokrasi konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu
negara.
Di Indonesia
Perkembangan partai politik di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode
perkembangan, dengan setiap kurun waktu mempunyai ciri dan tujuan masing-masing, yaitu
: Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan masa merdeka.
Masa penjajahan Belanda.
Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu
Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu
semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah,
ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai
Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.
Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional
untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat ,
gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat
beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni
Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto
dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan
menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite
Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan
gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islami) yang merupakan
gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis
Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh.
Masa pendudukan Jepang
Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi
kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.
Masa Merdeka (mulai 1945).
Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk
mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan
demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai.
Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa
tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena
partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui
sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik
tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak
dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat
berjaan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959,
yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di
pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan
NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada
masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah
kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965).
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih
leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah
munculnya organisasi kekuatan politik bar yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan
umum thun 1971, Golkar munculsebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar
yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai
politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai
Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati
Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia)
bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3
organisasi keuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997.
Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim
Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai terus berlanjut hingga pemilu 2004 nanti.
Berikut ini adalah nama-nama partai politik yang mengikuti pemilu
Pemilu 1955
Pemilu 1955 diikuti oleh 172 kontestan partai politik. Empat partai terbesar diantaranya
adalah: PNI (22,3 %), Masyumi (20,9%), Nahdlatul Ulama (18,4%), dan PKI (15,4%).
Pemilu 1971
Pemilu 1971 diikuti oleh 10 kontestan, yaitu:
Partai Katolik
Partai Syarikat Islam Indonesia
Partai Nahdlatul Ulama
Partai Muslimin Indonesa
Golongan Karya
Partai Kristen Indonesia
Partai Musyawarah Rakyat Banyak
Partai Nasional Indonesia
Partai Islam PERTI
Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
Pemilu 1977-1997
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 diikuti oleh 3 kontestan yang sama, yaitu:
Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi
Indonesia
Pemilu 1999
Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik, yaitu:
1. Partai Indonesia Baru
2. Partai Kristen Nasional Indonesia
3. Partai Nasional Indonesia – Supeni
4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia
5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
6. Partai Ummat Islam
7. Partai Kebangkitan Ummat
8. Partai Masyumi Baru
9. Partai Persatuan Pembangunan
10. Partai Syarikat Islam Indonesia
11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
12. Partai Abul Yatama
13. Partai Kebangsaan Merdeka
14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15. Partai Amanat Nasional
16. Partai Rakyat Demokratik
17. Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18. Partai Katolik Demokrat
19. Partai Pilihan Rakyat
20. Partai Rakyat Indonesia
21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi
22. Partai Bulan Bintang
23. Partai Solidaritas Pekerja
24. Partai Keadilan
25. Partai Nahdlatul Ummat
26. Partai Nasional Indonesia – Front Marhaenis
27. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28. Partai Republik
29. Partai Islam Demokrat
30. Partai Nasional Indonesia – Massa Marhaen
31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak
32. Partai Demokrasi Indonesia
33. Partai Golongan Karya
34. Partai Persatuan
35. Partai Kebangkitan Bangsa
36. Partai Uni Demokrasi Indonesia
37. Partai Buruh Nasional
38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
39. Partai Daulat Rakyat
40. Partai Cinta Damai
41. Partai Keadilan dan Persatuan
42. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43. Partai Nasional Bangsa Indonesia
44. Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46. Partai Nasional Demokrat
47. Partai Ummat Muslimin Indonesia
48. Partai Pekerja Indonesia
Pemilu 2004
1. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme
Didirikan: Jakarta, 20 Mei 2002
Asas: Marhaenisme Ajaran Bung Karno
Ketua Umum: DM Sukmawati Soekarnoputri
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 24 provinsi
2. Partai Buruh Sosial Demokrat Indonesia
Didirikan: Jakarta, 1 Mei 2001
Asas: Pancasila dan UUD 1945
Ketua Umum: Muchtar Pakpahan
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 22 provinsi
3. Partai Bulan Bintang
Didirikan: Jakarta, 17 Juli 1998
Asas: Islam
Ketua Umum: Hamdan Zoelvan
Keterangan: Electoral Threshold
4. Partai Merdeka
Didirikan: Jakarta, 10 Oktober 2002
Asas: Pancasila
Ketua Umum: Adi Sasono
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 22 provinsi
5. Partai Persatuan Pembangunan
Didirikan: Jakarta, 5 Januari 1973
Asas: Islam
Ketua Umum: Hamzah Haz
Keterangan: Electoral Threshold
6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan
Didirikan: Jakarta, 23 Juli 2002
Asas: Pancasila
Ketua Umum: M Ryaas Rasyid
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 23 provinsi
7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru
Didirikan: Jakarta, 23 September 2002
Asas: Keadilan, Demokrasi, dan Kemakmuran
Ketua Umum: Sjahrir
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 22 provinsi
8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan
Didirikan: Jakarta, 27 Juli 2002
Asas: Marhaenisme Ajaran Bung Karno
Ketua Umum: Eros Djarot
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi
9. Partai Demokrat
Didirikan: Jakarta, 9 September 2001
Asas: Pancasila
Ketua Umum: S Budhisantoso
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 25 provinsi
10. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
Didirikan: Jakarta, 9 September 2002
Asas: Pancasila
Ketua Umum: Jend TNI (Purn) Edi Sudrajat
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 23 provinsi
11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia
Didirikan: Jakarta, 10 Januari 2003
Asas: Pancasila
Ketua Umum: H Dimmy Haryanto
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi
12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia
Didirikan: Jakarta, 5 Maret 2003
Asas: Islam
Ketua Umum: KH Syukron Ma’mun
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 22 provinsi
13. Partai Amanat Nasional
Didirikan: Jakarta, 23 Agustus 1998
Asas: Pancasila
Ketua Umum: Soetrisno Bachir
Keterangan: Electoral Threshold
14. Partai Karya Peduli Bangsa
Didirikan: Jakarta, 9 September 2002
Asas: Pancasila
Ketua Umum: Jend TNI (Purn) HR Hartono
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 23 provinsi
15. Partai Kebangkitan Bangsa
Didirikan: Jakarta, 23 Juli 1998
Asas: Pancasila
Ketua Umum: Alwi Abdurrahman Shihab
Keterangan: Electoral Threshold
16. Partai Keadilan Sejahtera
Didirikan: Jakarta, 20 April 2002
Asas: Islam
Ketua Umum: Tifatul Sembiring
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 23 provinsi
17. Partai Bintang Reformasi
Didirikan: Jakarta, 20 Januari 2002
Asas: Islam
Ketua Umum: KH Zainuddin MZ
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 23 provinsi
18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Didirikan: Jakarta, 10 Januari 1973
Asas: Pancasila
Ketua Umum: Megawati Soekarnoputri
Keterangan: Electoral Threshold
19. Partai Damai Sejahtera
Didirikan: Jakarta, 1 Oktober 2001
Asas: Pancasila
Ketua Umum: Ruyandi Hutasoit
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi
20. Partai Golongan Karya
Didirikan: Jakarta, 20 Oktober 1964
Asas: Pancasila
Ketua Umum: Jusuf Kalla
Keterangan: Electoral Threshold
21. Partai Patriot Pancasila
Didirikan: Jakarta, 1 Juni 2001
Asas: Pancasila
Ketua Umum: KRMH Japto S Soerjosoemarno
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi
22. Partai Sarikat Indonesia
Didirikan: Surabaya, 17 Desember 2002
Asas: Pancasila
Ketua Umum: H Rahardjo Tjakraningrat
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 22 provinsi
23. Partai Persatuan Daerah
Didirikan: Jakarta, 18 November 2002
Asas: Pancasila
Ketua Umum: Oesman Sapta
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi
24. Partai Pelopor
Didirikan: Jakarta, 29 November 2002
Asas: Pancasila
Ketua Umum: Rachmawati Soekarnoputri
Keterangan: Lolos verifikasi faktual di 21 provinsi
Pemilu 2009
Pemilu 2009 diikuti oleh 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh, yaitu:
Partai politik nasional:
1. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
2. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)*
3. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
4. Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
5. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
6. Partai Barisan Nasional (Barnas)
7. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)*
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)*
9. Partai Amanat Nasional (PAN)*
10. Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB)
11. Partai Kedaulatan
12. Partai Persatuan Daerah (PPD)
13. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)*
14. Partai Pemuda Indonesia (PPI)
15. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI Marhaenisme)*
16. Partai Demokrasi Pembaruan (PDP)
17. Partai Karya Perjuangan (PKP)
18. Partai Matahari Bangsa (PMB)
19. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)*
20. Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)*
21. Partai Republika Nusantara (RepublikaN)
22. Partai Pelopor*
23. Partai Golongan Karya (Golkar)*
24. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)*
25. Partai Damai Sejahtera (PDS)*
26. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBK Indonesia)
27. Partai Bulan Bintang (PBB)*
28. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)*
29. Partai Bintang Reformasi (PBR)*
30. Partai Patriot
31. Partai Demokrat*
32. Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)
33. Partai Indonesia Sejahtera (PIS)
34. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)
41. Partai Merdeka
42. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI)
43. Partai Sarikat Indonesia (PSI)
44. Partai Buruh
Partai Aceh:
35. Partai Aceh Aman Seujahtra (PAAS)[2]
36. Partai Daulat Aceh (PDA)
37. Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA)
38. Partai Rakyat Aceh (PRA)[3]
39. Partai Aceh (PA)
40. Partai Bersatu Aceh (PBA)
Catatan : Tanda * menandakan partai yang mendapat kursi di DPR pada Pemilu 2004
Tahapan peristiwa yang menciptakan proses difusi
1. Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai
melihat, dan mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media massa.
Pengadopsi awal biasanya merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan
menonton televisi, sehingga mereka bisa menangkap inovasi baru yang ada. Jika
sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal itu tidak akan
diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru merupakan
hal mudah, maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi
bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara
fisik.
2. Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka
pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh
beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat,
semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga
dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan seseorang. Sebelum seseorang
memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri
mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka
bisa melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain
itu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi
inovasi. Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi
baru untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga
dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah
inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia
tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk
mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya. [3]
3. Pengembangan Jaringan Sosial: Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi
akan menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga
sebuah inovasi bisa secara luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak
lepas dari proses penyampaian dari satu individu ke individu lain melalui hubungan
sosial yang mereka miliki. Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan
dekat satu sama lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi
inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat
mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal memengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang
sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.