acs

16
Referat ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS) Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian/ SMF Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Disusun oleh : Yudi Pratama (0907101010065) Pembimbing: dr. Adi Purnawarman, Sp. JP-FIHA BAGIAN/ SMF ILMU BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2014

Upload: cut-fanny

Post on 22-Jul-2016

66 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PDF

TRANSCRIPT

Page 1: ACS

Referat

ACUTE CORONARY SYNDROME

(ACS)

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian/ SMF Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh :

Yudi Pratama

(0907101010065)

Pembimbing:

dr. Adi Purnawarman, Sp. JP-FIHA

BAGIAN/ SMF ILMU BAGIAN KARDIOLOGI DAN

KEDOKTERAN VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2014

Page 2: ACS

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk

kumpulan simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut. SKA yang terjadi

akibat infark otot jantung disebut infark miokard. Termasuk di dalam SKA adalah

unstable angina pektoris, infark miokard non elevasi segmen ST (Non STEMI),

dan infark miokard elevasi segmen ST (STEMI). ST elevation myocardial

infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum sindroma koroner akut yang

paling berat. Sindroma koroner akut adalah terminology yang digunakan pada

keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara

acut. Berbeda dengan angina perkoris stabil, gangguan aliran darah ke miokard

pada SKA bukan disebabkan oleh penyempitan yang statis namun akibat

pembentukan thrombus dalam arteri koroner yang sifatnya dinamis.1

Penyakit jantung koroner (PJK) menunjukkan peningkatan dari tahun ke

tahun. Angka kematian karena di seluruh dunia meningkat setiap tahun. The

American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk

Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang

yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun.

Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun dan

tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun. Penyakit jantung

koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.

Jenis-jenis penyakit arteri koroner yang banyak dijumpai antara lain angina

pektoris stabil, silent ischemia, angina tak stabil, infark miokard, gagal jantung,

dan kematian mendadak (sudden death).2

Sindrom Koroner Akut (SKA) atau Acute Coronary Syndrome (ACS)

dibedakan menjadi ST-segmentelevation myocardial infarction (STEMI), Non

ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI), serta unstable angina.2

Dari ketiga varian ACS di atas, STEMI memiliki angka mortalitas di rumah sakit

dan angka morbiditas yang lebih tinggi dibandingkan NSTEMI (7% vs 3-5%).3

Page 3: ACS

2

Sindrom koroner akut dibagi berdasarkan gambaran EKG, yaitu: dengan

elevasi segmen ST (STEMI) dan tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) atau angina

pectoris tidak stabil. Klasifikasi ini akan mempercepat dan mempermudah

identifikasi pasien pasien STEMI, oklusi total arteri koroner, yang memerlukan

revaskularisasi segera.1

Page 4: ACS

3

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi dan Klasifikasi

Acute Coronary Syndrome (ACS) atau yang lebih dikenal dengan sindrom

koroner akut (SKA) merupakan manifestasi klinis dari fase kritis pada penyakit

arteri koroner. Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya plak atau

erosi karena serangkaian pembentukan trombus sehingga menyebabkan

penyumbatan parsial ataupun total pada pembuluh darah. Berdasarkan

pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) dan marker biokimia jantung, maka Acute

Coronary Syndrome (ACS) dibedakan menjadi ST-segment elevation myocardial

infarction (STEMI), Non ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI),

serta unstable angina.4

2.2. Patofisiologi 5-6

1. Inisiasi proses aterosklerosis : peran endotel

Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri

besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai

akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4

tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein)

ke dalam tunika intima, respons inflamatorik dan pembentukan kapsul fibrosis.

Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis,

antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya infeksi

dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel. Faktor-faktor risiko ini

dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi

endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses

aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dan

proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya

menyebabkan pertumbuhan plak.

Page 5: ACS

4

2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses inflamasi

Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi

menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif

endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami

differensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang

juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya

membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat

kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor

necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin

mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel

otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler)

pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika

media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis

yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh

darah. Makrofag juga menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim

yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak

3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur

Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos

dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan

kecenderungan untuk mengalami ruptur. LDL yang termodifikasi meningkatkan

respons inflamasi oleh makrofag. Respons inflamasi ini memberikan umpan balik,

menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya

mengalami modifikasi lagi dan seterusnya (Brieger et al., 2004). Di sisi lain, sel

otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fibrosis,

merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak mudah

terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada

plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini

menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses

antiinflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas

plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses inflamasi yang

terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses

penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika

Page 6: ACS

5

bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen

pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur.

4. Disrupsi plak, trombosis dan SKA

Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring

berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis

lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak

aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari

50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap

stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti

lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan

predisposisi untuk terjadinya rupture (Brieger et al., 2004).

Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial

akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit

yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.

Trombosit berperan dalam proses hemostasis primer. Selain trombosit,

pembentukan trombus juga melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi

plasma merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan

bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi trombosit.

Proses pembentukan atherosklerosis pertama sekali sudah terjadi pada

awal kehidupan manusia, namun progresivitas perkembangan antara individu

yang satu dengan individu yang lain berbeda tergantung dari faktor

kerentanannya, seperti faktor genetik dan gaya hidup (Burke et al., 2003).

2.3 Manifestasi Klinis

Riwayat perjalanan nyeri dada sangat penting untuk membedakan ACS

dengan sejumlah penyakit lainnya. Gejalanya berupa gejala khas angina, yaitu

nyeri dada tipikal yang berlangsung selama ± 20 menit atau lebih yang terasa

seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa diperas dan

terpelintir. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat dan

dapat dicetus oleh serangkaian faktor seperti latihan fisik, stress, emosi, udara

dingin, dan sesudah makan. Sebanyak dua pertiga pasien STEMI memiliki gejala

Page 7: ACS

6

angina dalam beberapa minggu sebelumnya. Secara keseluruhan sebanyak 20%

hanya memiliki gejala kurang dari 24 jam.7

2.4 Diagnosis

Diagnosa SKA merupakan “rule out diagnosis”, yang digambarkan atas

hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG dan enzim petanda jantung. Atas dasar

unsur-unsur tersebut, maka dapat dikategorikan dalam tiga tingkat kemungkinan

suatu keadan SKA yang ditunjukkan oleh tabel berikut ini.

Tabel 1. Panduan dalam menegakkan diagnosis SKA

A.

Kemungkinan

besar

B.

Kemungkinan

sedang

C.

Kemungkinan

kecil

Didapatkan salah

satu temuan

berikut:

Tidak didapatkan

temuan pada

kolom A, tetapi

didapatkan salah

satu temuan

berikut:

Tidak didapatkan

pada kolom A

atau B, tetapi

didapatkan salah

satu temuan

berikut:

Anamnesa Keluhan utama

berupa nyeri atau

rasa tidak nyaman

di dada atau lengan

kir, ditambah:

Riwayat nyeri dada

sebelumnya, dan

pasien dikenal

sebagai pengidap

PJK, termasuk

riwayat IMA

Keluhan utama

berupa nyeri atau

rasa tidak nyaman

di dada atau

lengan kiri,

ditamkah:

Usia > 70 tahun

Laki-laki

DM

Keluhan iskemi

tidak jelas

Riwayak

pemakaian

kokain

Pemeriksaan

Fisik

Regurgitasi

mitral transien.

Hipotensi.

Keringatan

dingin

Edema paru atau

rongki basah

halus.

Penyakit vascular

ekstra-kardiak

Rasa tidak

nyaman di dada

akibat berdebar-

debar

Page 8: ACS

7

EKG Deviasi segmen ST

(>0,5 mm) transien

atau baru atau

inverse gel

T(>2mm) dengan

keluhan

Gelombang Q

Abnormalitas

segmen ST atau

gelombang T

lama

EKG normal atau

gelombang T

mendatar atau

terbalik pada

sadapan dengan

gelombang R

yang dominan

Enzim Jantung Peningkatan

troponin I atau T

Peningkatan CK-

MB

Normal Normal

Diagnosis infark miokard akut didasarkan atas sejumlah hal,dimulai dari

anamnesa gejala klinis yang khas, pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG), serta

pemeriksaan biomarker jantung. Sebagian besar pasien SKA dating dengan

keluhan nyeri dada, rasa berat, atau rasa seperti ditekan, rsa seperti dicengkram di

belakang sternum bias menjalar ke ranhang, bahu, punggung atau lengan, nyeri

dada tipikal yang berlangsung selama ± 20 Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan

istirahat atau obat nitrat (lili). Maka, nyeri dada tersebut dicurigai sebagai suatu

nyeri dada pada ACS. Selanjutnya segera lakukan pemeriksaan EKG, jika

dijumpai adanya ST elevasi atau adanya suatu LBBB (Left Bundle Branch Block)

baru, maka diagnosanya adalah STEMI, namun jika tidak dijumpai adanya ST

elevasi namun dijumpai adanya ST depresi, T inverted atau gambaran EKG yang

normal, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan biomarker jantung, yaitu

Troponin I atau Troponin T. Jika terdapatnya peningkatan nilai biomarker tersebut

maka diagnosanya adalah NSTEMI, namun jika nilai biomarker normal, maka

diagnosanya menjadi Unstable Angina (UAP).7

Pada pemeriksaan laboratorium, perbedaan antara angina pectoris tidak

stabil dengan infark miokard tanpa elevasi ST (NSTEMI) adalah pada beratnya

iskemik. Pada NSTEMI, iskemia yang terjadi cukup berat sehingga

mengakibatkan kerusakan miokard ditandai dengan peningkatan enzim petanda

jantung (CK-MB, troponin). Pada pasien yang dating dalam 4 jam setelah awitan

gejala, diagnosis APTS dan STEMI sulit dibedakan karena peningkatan troponin

T dan CK-MB baru erdeteksi 4-6 jam setelah awitan.1

Page 9: ACS

8

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang

dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.

Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.7

Gambar 2.1. Alur Diagnosa STEMI 7

Gambar 2.2 Gambaran ST elevasi pada EKG 2

Page 10: ACS

9

2.5 Penatalaksanaan

Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hamper sama baik pra

maupun saat di rumah sakit hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana

STEMI lebih ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik dengan

medikamentosa (trombolisis) atau intervensi (percutaneus coronary intervention-

PCI). Berdasarkan rekomendasi AHA/ACC tahun 2010, sangat ditekankan waktu

efektif reperfusi terapi.

Tatalaksana SKA dibagi atas:

1. Prehospital

- Monitoring dan amankan ABC, persiapkan RJP dan defibrilasi

- Berikan Aspirin dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin dan

morfin jika diperlukan

- Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan interpretasi

- Lakukan pemberitahuan ke Rumah sakit untuk persiapan

penerimaan pasien dengan STEMI

2. Hospital

- Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen

- Pasang intravena

- Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah

- Lengkapi check list fibrinolitik, cek kontraindikasi

- Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan pembekuan

darah

- Pemeriksaan sinar X (<30 menit setelah pasien sampai IGD)

- Berikan Aspirin 160-325 mg dikunyah

- Nitrogliserin sublingual

- Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang

Page 11: ACS

10

Adapun penatalaksanaan STEMI antara lain sebagai berikut:7

a. Terapi Reperfusi

Terapi reperfusi merupakan hal yang sangat penting dalam penanganan

STEMI tahap awal karena fase inilah yang menentukan progresivitas perburukan

area infark. Bagi pasien dengan manifestasi klinis STEMI <12 jam dengan ST

elevasi persisten atau adanya LBBB (Left Bundle Branch Block) baru, maka

Percutaneous Coronary Intervention (PCI) primer atau terapi reperfusi secara

farmakologi harus dilakukan sesegera mungkin. Penanganan reperfusi STEMI

dalam 24 jam pertama sebelum pasien tiba di rumah sakit dan setelah tiba di

rumah sakit ditunjukkan oleh Gambar 5. Terapi PCI primer diindikasikan

dilakukan dalam dua jam pertama terhitung jarak pertama sekali pasien

mendapatkan terapi (first medical contact). Dalam dua jam pertama tersebut terapi

reperfusi dengan PCI primer lebih diutamakan dibandingkan dengan terapi dengan

menggunakan fibrinolisis. Sebelum dilakukan PCI primer maka dianjurkan

pemberian dual antiplatelet therapy (DAPT) meliputi aspirin dan adenosine

diphosphate (ADP).7

b. Terapi Non-reperfusi

Terapi non reperfusi ini dilakukan jika onset serangan sudah melibihi 12

jam. Obat-obat yang digunakan meliputi antitrombotik, meliputi aspirin,

clopidogrel, serta agen antithrombin seperti UFH, enoxaparin, atau fondaparinux

harus diberikan sesegera mungkin (Bottiger et al., 2008).

c. Terapi STEMI untuk Jangka waktu yang Lama

Terapi STEMI untuk jangka waktu yang lama terdiri dari (Steg et al., 2012):

a) Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko, meliputi berhenti merokok, kontrol

diet dan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, kontrol tekanan darah,

intervensi faktor psikososial.

b) Terapi Antitrombolitik, meliputi pemberian aspirin.

c) Pemberian Beta-Blocker.

d) Pemberian agen untuk merendahkan kadar lemak tubuh.

e) Pemberian Nitrat

Page 12: ACS

11

f) Pemberian Calcium Channel Blocker

g) Pemberian Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACE-inhibitor) dan

Angiotensin Receptor Blocker (ARB).

h) Pemberian Aldosteron Antagonist

i) Pemberian Magnesium, glukose-insulin-pottasium, lidocaine.

2.7 KOMPLIKASI

Adapaun komplikasi STEMI antara lain sebagai berikut) adalah sebagai

berikut: 3,4,7

a. Gagal jantung

Beberapa derajat kelainan pada saat fungsi ventrikel kiri terjadi pada lebih

dari separuh pasien dengan infark miokard. Tanda klinis yang paling umum

adalah ronki paru dan irama derap S3 dan S4. Kongesti paru juga sering terlibat

pada foto thoraks dada. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri dan tekanan

arteri pulmonalis merupakan temuan hemodinamik karakteristik, namun

sebaiknya diketahui bahwa temua ini dapat disebabkan oleh penurunan

pemenuhan diastolik ventrikel dan atau penurunan isi sekuncup dengan dilatasi

jantung sekunder. Diuretik sangat efektif karena mengurangi kongesti paru-paru

dengan adanya gagal jantung sistolik dan diastolic.

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut

berdasarkan suara ronkhi dan S3 gallop:

1. Derajat I : tidak ada rhonki dan S3 gallop

2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronkhi di basal paru (setengah lapangan paru

bawah), S3 galopdan peningkatan tekananvena pulmonalis.

3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru di seluruh lapangan paru.

4. Derajat IV :Gagal jantung berat dengan edema paru di seluruh lapangan paru

disertai dengan syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik ≤ 90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).

Page 13: ACS

12

b. Stroke iskemik

Konsultasi neurologis perlu dilakukan pasd pasien STEMI yang mengalami

strole iskemik akut (level of evidence C).Pasien STEMI yang mengalami stroke

iskemi akut dan AF persisten harus mendapat terapi warfarin seumur hidup (INR

2-3) (level of evidence A).Pasien STEMI dengan atau tanpa stroke iskemik akut

yang memiliki sumber AF d jantung, trombus mural/ akinetik segmen harus

mendapat terapi warfarin intensitas sedang.Durasinya tergantung kondisi klinis

(minimal 3bulan untuk pasien dengan thrombus mural/akinetik segmen dan tidak

terbatas pada pasien AF persisten).Pasien harus mendapat LMWH/UFH sampai

antikoagulasi dengan warfarin adekuat (level of evidence B).Cukup beralasan

untuk menilai risiko stroke iskemik pasien STEMI (level of evidence A).Cukup

beralasan untuk pasien STEMI dengan risiko stroke iskemik akut

nonfatalmenerima terapi suportif untuk menuunkan komplikasi dan meningkatkan

outcome fungsional (level of evidence C).Angioplasty karotis 4-6 minggu setelah

stroke iskemik dapat dipertimbangkan pada pasien STEMI yang mengalami stroke

iskemik akut karena stenosis pada a.carotis inferior min 50% dengan risiko tiggi

morbiditas/mortalitas setelah STEMI (level of evidence C).2

2.8 Prognosis

Prognosis dapat diperkirakan dengan menggunakan TIMI score

(Thrombolysis in Myocardial Infarction). TIMI skor risiko untuk mengidentifikasi

STEMI signifikan gradien dari risiko kematian dengan menggunakan variabel

yang menangkap sebagian besar informasi prognostik yang tersedia di

multivariabel model. Kapasitas prediksi risiko ini skor stabil selama beberapa titik

waktu, pada pria dan wanita, dan pada perokok dan bukan perokok. Selain

itu,TIMI skor risiko dilakukan baik dalam data eksternal yang besar ditetapkan

pasien dengan STEMI.8

Page 14: ACS

13

Gambar 2.3 Skor TIMI

Selain menggunakan skor TIMI, stratifikasi risiko pada STEMI dapat dinilai

dengan menggunakan Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) score.

Skor ini menyajikan stratifikasi risiko baik saat masuk, selama perawatan,

maupun saat keluar dengan lebih akurat.1,2,7

Page 15: ACS

14

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit kardiovaskuar saat ini merupakan penyebab banyak kematian di

negara berkembang dan diperkirakan menjadi semakin banyak pada tahun 2020.

Pada saat ini coronary artey disease (CAD) merupakan prevalensi paling banyak

dan berhubungan dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi.

Unstable angina/STEMI adalah sindrom klinis bagian dari sindrom koroner

akut biasanya, tetapi tidak selalu disebabkan oleh aterosklerosis pada CAD dan

berhubungan dengan peningkatan resiko kematian jantung dan infark miokard

lanjut. Pada spektrum SKA, UA/NSTEMI adalah ditemukan melalui

elektrokardiografi dengan depresi segmen ST atau inversi gelombang T prominen

dan atau hasil positif dari biomaker nekrosis (troponin) pada ketidakhadiran

elevasi segmen ST dan pada kelainan klinis yang sesuai.

Angina pektoris tak stabil dan infark miokard akut tanpa elevasi ST

diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan

gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak

berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA

menunjukkan bukti nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.

Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak

menetap akibat ketidak seimbangan kebutuhan dan suplai oksigen miokardium.

Pada dasarnya terdapat empat terapi utama yang harus dipertimbangkan

pada pasien NSTEMI : Terapi anti-iskemia, terapi antiplatelet/antikoagulan, terapi

nonvasiv (kateterisasi dini/revaskularisasi), perawatan sebelum meninggalkan

rumah sakit dan sesudah perawatan rumah sakit.

Page 16: ACS

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Rilantono I. Lili. 2012. Penyakit Kardiovaskular. FKUI. Jakarta.

2. Hamm CW., Bassand JP., Agewall S., Bax J., Boersma E. 2011. ESC

Guidelines for the Management of Acute Coronary Syndromes in Patients

Presenting Without persistent ST-segment Elevation. European Heart

Journal. 2011; 32: 2999-3054.

3. McManus DD., Gore J., Yarzebski J.,Spencer F., Lessard D et al. 2011.

Recent Trends in The Incidence, treatment, and Outcome of Patients with

STEMI and NSTEMI. Am J Med. 124:40-47.

4. Lilly S Leonard. 2011. Pathophysiology of Heart Disease 5th Edition.

Harvard Medical School. Philadelphia.

5. Alwi, Idrus. 2006. Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST.

dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

6. Harrisons, Prinsiples of Internal Medicine, 17th ed, Philadelphia, McGraw

Hill, 2000, 1387–97.

7. Steg G., James SK., Atas D., Badano LP., Lundqvist., Borger MA. 2012.

ESC Guidelines for the Management of Acute Myocardial Infarction in

Patients Presenting with ST-segment Elevation. European Heart Journal.

33:2569-2619.

8. Morrow, David. Antman Elliott. Charlesworth, Andrew, et al. 2011. TIMI

Risk Score for ST-Elevation Myocardial Infarction: A Convenient, Bedside,

Clinical Score for Risk Assessment at Presentation. Diambil

darihttp://circ.ahajournals.org.