absorpsi dan adsorpsi

6
CONTOH PROSES ABSORPSI DI DALAM INDUSTRI 1. Studi Proses Pemisahan Gas CO2 dari Gas Buang Industri Besi Baja melalui Optimalisasi Rancangan Kontaktor Membran Metode penelitian tahun kedua ini secara garis besar dirancang melalui beberapa tahapan sebagai berikut: Simulasi alternative rancangan kontaktor membran pada proses menggunakan software Hysys 3.2 Analisa ekonomi dari alternative system rancangan dengan menggunakan bantuan program Excel dan Matlab Pemilihan rancangan kontaktor membrane terbaik berdasarkan analisa luas area kontaktor membran yang dibutuhkan Simulasi proses dijalankan dengan menggunakan batasan variable dan kondisi operasi dari hasil simulasi tahun pertama. Material membran yang digunakan adalah Polyvinyltrimethylsilane (PVTMS), dengan pelarut MEA. Terdapat beberapa variabel sistem proses yang dianalisa dalam parameter aspek ekonomi, termasuk diantaranya adalah kebutuhan energi (Qi dan Henson,1998). Hal-hal tersebut antara lain : 1. Persen penyisihan CO2 2. Area membran 3. Harga instalasi membran 2. Solubilitas Gas CO2 dalam Larutan Potassium Karbonat Secara garis besar pada penelitian ini terlebih dahulu melakukan eksperimen absorbsi gas CO2 dengan menggunakan larutan K2CO3 sebagai pelarut pada tekanan atmosferik dan suhu tertentu untuk mendapatkan data jumlah mol CO2 yang terserap dengan reaksi kimia pada kondisi kesetimbangan. Selanjutnya melakukan estimasi komposisi kesetimbangan reaksi kimia dengan menggunakan persamaan ENRTL dan membandingkan hasilnya dengan data hasil eksperimen Pada tahap eksperimen, skema peralatannya dapat dilihat pada Gambar 1. Peralatan utama yang digunakan adalah sebuah kolom absorpsi tipe wetted wall column (WWC) yang mengacu pada peneliti sebelumnya di bidang perpindahan massa, termodinamika dan kinetika reaksi pada proses absorpsi gas CO2 dengan larutan K2CO3 (Cullinane, 2002). Pada penelitian ini, digunakan aliran gas karbondioksida murni dengan laju alir tetap yaitu 6 SLPM (Standart Liter Per Minute) memberikan sejumlah mol CO2 dalam gas yang konstan, dan larutan K2CO3

Upload: rofiqq-wildand

Post on 11-Jan-2016

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aghcxj

TRANSCRIPT

Page 1: Absorpsi Dan Adsorpsi

CONTOH PROSES ABSORPSI DI DALAM INDUSTRI

1. Studi Proses Pemisahan Gas CO2 dari Gas Buang Industri Besi Bajamelalui Optimalisasi Rancangan Kontaktor Membran

Metode penelitian tahun kedua ini secara garis besar dirancang melalui beberapa tahapan sebagai berikut: Simulasi alternative rancangan kontaktor membran pada proses menggunakan softwareHysys 3.2 Analisa ekonomi dari alternative system rancangan dengan menggunakan bantuanprogram Excel dan Matlab Pemilihan rancangan kontaktor membrane terbaik berdasarkan analisa luas area kontaktor membran yang dibutuhkan Simulasi proses dijalankan dengan menggunakan batasan variable dan kondisi operasi dari hasil simulasi tahun pertama. Material membran yang digunakan adalah Polyvinyltrimethylsilane (PVTMS), dengan pelarut MEA.Terdapat beberapa variabel sistem proses yang dianalisa dalam parameter aspek ekonomi, termasuk diantaranya adalah kebutuhan energi (Qi dan Henson,1998). Hal-hal tersebut antara lain :1. Persen penyisihan CO22. Area membran3. Harga instalasi membran

2. Solubilitas Gas CO2 dalam Larutan Potassium Karbonat

Secara garis besar pada penelitian ini terlebih dahulu melakukan eksperimen absorbsi gas CO2 dengan menggunakan larutan K2CO3 sebagai pelarut pada tekanan atmosferik dan suhu tertentu untuk mendapatkan data jumlah mol CO2 yang terserap dengan reaksi kimia pada kondisi kesetimbangan. Selanjutnya melakukan estimasi komposisi kesetimbangan reaksi kimia dengan menggunakan persamaan ENRTL dan membandingkan hasilnya dengan data hasil eksperimen

Pada tahap eksperimen, skema peralatannya dapat dilihat pada Gambar 1. Peralatan utama yang digunakan adalah sebuah kolom absorpsi tipe wetted wall column (WWC) yang mengacu pada peneliti sebelumnya di bidang perpindahan massa, termodinamika dan kinetika reaksi pada proses absorpsi gas CO2 dengan larutan K2CO3 (Cullinane, 2002).

Pada penelitian ini, digunakan aliran gas karbondioksida murni dengan laju alirtetap yaitu 6 SLPM (Standart Liter Per Minute) memberikan sejumlah mol CO2 dalam gas yang konstan, dan larutan K2CO3 dialirkan kedalam kolom sehingga berkontak secara counter-current dengan aliran gas. Larutan K2CO3 yang dipakai adalah 10, 15, 20, 25 dan 30 % sedangkan temperatur dijaga pada 30, 40, 50 dan 60 °C dengan mensirkulasikan air pemanas dibagian annulus.

Page 2: Absorpsi Dan Adsorpsi

CONTOH ADSORPSI DI DALAM INDUSTRI

1. ADSORPSI ZAT WARNA OLEH KARBON AKTIFAda berbagai metode untuk mengilah limbah zat warna, yaitu koagulasi dan flokulasi,

reverse osmosis, dan adsorpsi. Metode yang paling banyak digunakan saat ini adalh adsorpsi. Pada umumnya adsorpsi menggunakan karbon aktif sebagai adsorben. Akan tetapi proses adsorpsi dengan karbon aktif ini memerlukan biaya yang mahal (Widjanarko, dkk., 2006).

Disamping kondisi kesetimbangan dari proses adsorpsi (isoterm adsorpsi), kinetika adsorpsi juga merupakan salah satu faktor yang turut berpengaruh dalam merancang suatu proses adsorpsi dalam industri pengolahan limbah.penentuan kinetika adsorpsi memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan laju penyerapan polutan (zat warna) dari larutan untuk mendesain proses adsorpsi di industri. Kinetika adsorpsi pada pengolahan limbah juga berguna untuk mengrtahui reaksi kimia dan mekanisme adsorpsi yang terjadi (Widjanarko, dkk., 2006).

Salah satu contoh kinetika adsorpsi adalah kinetika adsorpsi diazon oleh adsorben Ca-bentonit dan kitosan-bentonit yang ditentukan melaliu pengaruh variasi waktu kontak larutan diazinon dengan kedua adsorben tehadap jumlah diazinon yang teradsorpsi. Waktu kontak diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi dijadikan sebagai penentu kecepatan laju reaksi. Kesetimbangan telah tercapai jika dengan semakin lama waktu kontak, jumlah dianizon yang teradsorpsi pada adsorben tidak bertambah secara signifikan (Nurlamba, dkk.,2010).

Istilah adsorpsi digunakan untuk menjelaskan kenyataan bahwa ada konsentrasi yang lebih besar dari molekul yang teradsorpsi pada permukaan padatan daripada dalam fasa gas atau dalam badan larutan. Secara umum, adsorben padatan dengan ukuran partikel kecil digunakan dan sering dengan ketidaksempurnaan permukaan seperti keretakan dan lubang yang dapat meningkatkan luas permukaan persatuan massa. Partikel-partikel berpori yang kecil tersebut mempunyai luas permukaan spesifik antara 10 – 1000 m2 g-1. Beberapa contoh adsorben yang umum digunakan adalah karbon aktif, silika gel (SiO2), alumina (Al2O3), zeolit dan penyaring molekul (Taba, 2011).

Dalam fisisorpsi yang merupakan kependekan dari adsorpsi fisika, terdapat interaksi van der Waals (contohnya, dispersi atau antaraksi dipolar) antara adsorbat dan substrat. Antaraksi van der Waals mempunyai jarak jauh, tetapi lemah, dan energi yang dilepaskan jika partikel terfisisorpsi mempunyai orde besaran yang sama dengan entalpi kondensasi. Kuantitas energi sekecil ini dapat diadsorpsi sebagai vibrasi kisi dan dihilangkan sebagai gerakan termal. Molekul yang melambung pada permukaan seperti batuan itu, akan kehilangan energinya perlahan-lahan dan akhirnya teradsorpsi pada permukaan itu, dalam proses yang disebut akomodasi. Entalpi fisisorpsi dapat diukur dengan mencatat kenaikan temperatur sampel dengan kapasitas kalor yang diketahui dan nilai khas berada sekitar 20 kJ mol-1. Perubahan entalpi yang kecil ini tidak cukup untuk menghasilkan pemutusan ikatan, sehingga molekul yang terfisisorpsi tetap mempertahankan identitasnya, walaupun molekul itu dapat terdistorsi dengan adanya permukaan (Atkins, 1997).            Dalam kimisorpsi yang merupakan kependekan dari adsorpsi kimia, partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen), dan cenderung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasinya dengan substrat. Entalpi kimisorpsi jauh lebih besar dibandingkan fisisorpsi, dan nilai khasnya sekitar -200 kJ/mol. Molekul yang terkimisorpsi, dapat terpisah karena tuntutan valensi atom permukaan yang tidak terpenuhi. Adanya fragmen molekul pada permukaan, sebagai hasil kimisorpsi, merupakan salah satu alasan mengapa permukaan mengkatalisa reaksi (Atkins, 1997).            Absorpsi radiasi berhubungan dengan perubahan hanya dalam energi rotasional. Suatu spektrum absorpsi vibrasi yang khas terdiri dari pita-pita kompleks dan bukan garis-garis tunggal (Day dan Underwood, 1994).

Laju absorpsi θ merupakan laju perubahan penutupan permukaan dan dapat ditentukan dengan mengamati perubahan penutupan terfraksi terhadap waktu. Laju tertutupnya permukaan oleh adsorbat, bergantung pada kemampuan substrat untuk menghamburkan energi partikel datang sabagai gerakan termal, saat partikel itu menabrak permukaan. Jika energi itu tidak dihamburkan dengan cepat, partikel itu bermigrasi di atas permukaan, sampai sebuah vibrasi mengeluarkannya ke dalam gas pelapis, atau partikel itu mencapai tepian. Perbandingan antara

Page 3: Absorpsi Dan Adsorpsi

tabrakan dengan permukaan yang menghasilkan adsorpsi, disebut peluang melekat s (Atkins, 1997):

2. ADSORPSI KAROTENOID DARI METIL ESTER MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN ATAPULGIT DAN MAGNESIUM SILIKAT SINTETIK

Krisis energi yang melanda dunia disertai dengan isu global warming memunculkan biodiesel sebagai salah satu sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak. Biodiesel terbuat dari minyak nabati dan memiliki sifat yang mirip dengan minyak solar. Beberapa komoditas yang sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel antara lain minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak biji bunga matahari, minyak jarak dan minyak goreng bekas.

Minyak sawit lebih prospektif dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel karena produktivitasnya lebih besar dibandingkan bahan baku lainnya, yaitu 4 ton per hektar. Metil ester yang dihasilkan dalam produksi biodiesel berbahan baku minyak sawit masih mengandung zat pengotor berupa sisa katalis, sabun, asam lemak bebas, air, dan beberapa zat tak tersabunkan seperti tokoferol, sterol, karotenoid, dan mineral. Zat pengotor tersebut perlu dihilangkan karena dapat menurunkan mutu metil ester dan mengganggu kinerja mesin diesel.

Karotenoid sebagai salah satu zat tak tersabunkan dalam metil ester akan meningkatkan titik tuang dan titik kabut metil ester sehingga mengganggu sistem pembakaran. Dengan nilai titik tuang dan titik kabut yang tinggi, metil ester yang dihasilkan tidak dapat terbakar secara sempurna, bahkan pada suhu rendah dapat mengkristal. Pembakaran yang kurang sempurna akan menghasilkan endapan dalam mesin diesel. Hal ini tentu sangat merugikan. Padahal, karotenoid sangat potensial untuk dikembangkan, terutama dalam bidang farmasi dan kosmetika. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian tentang usaha pemurnian biodiesel agar karotenoid yang terdapat dalam metil ester minyak sawit bisa dimanfaatkan dengan baik.

Kajian tentang pemurnian metil ester minyak sawit hasil proses transesterifikasi telah dilakukan dengan menggunakan molekuler destilasi dan nanofiltrasi. Namun, proses tersebut membutuhkan alat relatif mahal dan rumit. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang lebih sederhana dan murah.

Penggunaan proses adsorpsi dalam pemurnian metal ester, terutama pengambilan β-karoten merupakan salah satu metode yang lebih murah dan relatif sederhana. Proses tersebut telah banyak dikaji, baik menggunakan bleaching clay, adsorben buatan, maupun adsorben alami seperti abu sekam.

Atapulgit merupakan salah satu clay yang sering dimanfaatkan dalam proses bleaching. Atapulgit sangat potensial digunakan sebagai adsorben β-karoten. Sedangkan magnesium silikat sintetik merupakan adsorben yang banyak digunakan dalam proses dry washing biodiesel. Magnesium silikat sintetik mampu mengadsorp gliserol, gliserol bebas, logam, sabun, klorofil, asam lemak bebas, bau, warna, methanol, dan air.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pengadukan optimum, faktor-faktor yang berpengaruh dan kondisi optimum pemurnian karotenoid metil ester minyak sawit dengan proses adsorpsi menggunakan atapulgit danmagnesium silikat sintetik sebagai adsorben. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dua tingkat dengan tiga faktor, yaitu suhu, nisbah rasio adsorben, dan waktu reaksi. Nilai rendah untuk suhu, nisbah rasio adsorben, dan waktu reaksi secara berturut turut adalah 70 °C, 1:2 (atapulgit : magnesium silikat sintetik), dan 20 menit, sedangkan nilai tingginya adalah 90 °C, 3:2 (atapulgit : magnesium silikat sintetik), dan 60 menit. Metode yang digunakan untuk mengetahui kondisi optimum adalah metode permukaan respon.

Berdasarkan hasil analisis statistik, suhu, nisbah rasio adsorben, dan waktu reaksi memiliki pengaruh yang signifikan untuk adsorpsi karotenoid metil ester minyak sawit pada selang kepercayaan 99.39%, 99.73%, dan 99.52%. Dari hasil analisis metode permukaan respon, diketahui bahwa kondisi terbaik untuk adsorpsi karotenoid metil ester minyak sawit adalah titik belok (sadle point) pada persen adsorpsi karotenoid sebesar 21.95% dengan nilai faktor suhu reaksi 94.6 °C, nisbah rasio adsorben 2.09:1(atapulgit : magnesium silikat sintetik), dan waktu reaksi 60 menit.