abses leher dalam

27
Kelompok Kepaniteraan Bagian THT Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi Periode 9/September/2013 – 11/Oktober/2013

Upload: adhito-karistomo

Post on 22-Nov-2015

138 views

Category:

Documents


32 download

DESCRIPTION

tugas THT

TRANSCRIPT

  • Kelompok Kepaniteraan Bagian THT Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi Periode 9/September/2013 11/Oktober/2013

  • Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam.

    Abses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat.

    Etiologi kuman golongan Streptococcus, Staphylococcus, Kuman anaerob Bacterioides atau kuman campuranAbses leher dapat berupa : 1.) Abses Peritonsil 2.) Abses Retrofaring 3.) Abses Parafaring 4.) Abses Submandibula 5.) Angina Ludovici ( Ludwigs angina )

  • 1.) Abses Peritonsil ( QUINSY ) Etiologi Sebagai komplikasi tonsilitis akut / Infeksi yg bersumber dari kel. Mukus Weber di kutub atas tonsil.

    Kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis ( dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob. PatologiDaerah superior dan lateral fossa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, maka infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum molle membengkak.Walaupun sangat jarang, abses peritonsil dapat terbentuk di bagian inferior

  • Pada stadium permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan yang hiperemis.

    Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul trismus.

    Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.

  • GEJALA DAN DIAGNOSIS

    Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, terdapat juga odinofagia (nyeru menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.Pada pemeriksaan fisis kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, karenatrismus. Palatum molle tampak membengkak dan menonjol kedepan, dapat teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong kesisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis,mungkin banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan dan bawah.

  • Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis tinggi, dan obat simtomatik.Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan compres dingin pada leher. Pemilihan antibiotik yang tepat tergantung dari hasil kultur mikroorganisme pada aspirasi jarum.

    Penisilin merupakan drug of chioce pada abses peritonsilar dan efektif pada 98% kasus jika yang dikombinasilakn dengan metronidazole. Dosis untuk penisilin pada dewasa adalah 600mg IV tiap 6 jam selama 12-24 jam, dan anak 12.500-25.000 U/Kg tiap 6 jam. Metronidazole dosis awal untuk dewasa 15mg/kg dan dosis penjagaan 6 jam setelah dosis awal dengan infus 7,5mg/kg selama 1 jam diberikan selama 6-8 jam dan tidak boleh lebih dari 4 gr/hari.TERAPI

  • Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir.Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi a chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi a tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi a froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.

  • Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi paru, atau piema.

    Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum menimbulkan mediastinitis.

    Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.KOMPLIKASI

  • 2.) Abses RetrofaringAbses Retrofaring biasanya ditemukan pada anak yang berusia dibawah 5 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa masing-masing 2-5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustachius dan telinga tengah. Pada usia di atas 6 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi.

  • Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses retrofaring ialah : infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring.

    (2) Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea dan endoskopi.

    (3) Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas ( Abses Dingin ) dimana pus secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior. Selain itu abses dapat terjadi akibat infeksi TBC pada kelenjarlimfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe servikal.Etiologi

  • Gejala dan TandaGejala utama abses retrofaring ialah rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil, rasa nyeri menyebabkan anak menangis (rewel) dan tidak mau makan atau minum. Juga terdapat demam, leher kaku,dan nyeri.

    Dapat timbul sesak napas karena sumbatan jalan napas, terutama di hipofaring. Bila proses peradangan berlanjut hingga mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh abses juga dapat mengganggu resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara.Pada dinding belakang faring tampak benjolan, biasanya unilateral. Mukosa terlihat bengkak dan hiperemis.

  • Diagnosis

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran napas bagian atas atau trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto rontgen jaringan lunak leher lateral. Pada foto rontgen akan tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 7 mm pada anak dan dewasa serta pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan lebih dari 22 mm pada orang dewasa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal.

    Diagnosis banding

    AdenoiditisTumorAneurisma aorta

  • Terapi

    Terapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan tindakan bedah. Sebagai terapi medikamentosa diberikan antibiotik dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob, diberikan secra parenteral. Selain itu dilakukan pungsi dan insisi abses melalui laringoskopi langsung dalam posisi pasien baring Trendelenburg. Pus yang keluar segera diisap, agar tidak terjadi aspirasi. Tindakan dapat dilakukan dalam analgesia lokal atau anestesia umum. Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda.

    Komplikasi

    Komplikasi yang mungkin terjadi ialah (1) penjalaran ke ruang parafaring, ruang vaskuler visera, (2) mediastinitis, (3) obstruksi jalan napas sampai asfiksia, (4) bila pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi dan abses paru.

  • 3.) ABSES PARAFARINGEtiologi

    Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara :

    Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yamg telah terkomtaminasi kuman menembus lapisa otot tipis (m. Konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fossa tonsilaris. 2) Proses supurasi kelenjar limfe leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring.

    3) Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.

  • Gejala dan Tanda

    Gejala dan tanda yang utama ialah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring, sehingga menonjol ke arah medial.

    Diagnosis

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda klinik. Bila meragukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen jaringan lunak AP atau CT scan.

  • Komplikasi

    Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum.

    Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.

  • Terapi

    Untuk terapi diberi antibiotika dosis tinggi secara parenteral terhadap kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam 28-48 jam dengan cara eksplorasi dalam narkosis melalui insisi dari luar dan intra oral.

    Insisi dari luar dilakukan dua setengah jari di bawah dan sejajar mandibula. Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m.pterigoid interna mencapai ruang parafaring dengan terabanya prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahan insisi horozontal ke bawah di depan m.sternokleidomastoideus (cara Mosher).

  • Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan memakai klem arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus m.konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior. Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan terhadap insisi eksternal.

    Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda.

  • 4.) ABSES SUBMANDIBULARuang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari rung submaksila oleh otot miohioid.Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.

    Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula dan membagi ruang submandibulla atas ruang submental dan ruang submaksila saja.

    Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.

    Etiologi

    Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelanjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.

  • Gejala dan tanda

    Terdapat demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi. Trismus sering ditemukan.

    Terapi

    Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral.

    Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dingkat dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas.

    Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses.Paien dirawat inap 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.

  • 5.) ANGINA LUDOVICIAngina ludovici ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada perabaan submandibula.

    Etiologi

    Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob dan anaerob.

  • Gejala dan tanda

    Terdapat nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di daerah submandibula yang btampak hiperemis dan keras pada perabaan.

    Dasar mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan sesak napas, karena sumbatan jalan napas.

    Diagnosis

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi, mengorek atau cabut gigi, gejala dan tanda klinik.

    Pada Pseudo Angina Ludovici dapat terjadi fluktuasi.

  • Terapi

    Sebagai terapi dapat diberikan antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob, dan diberikan secara parenteral. Selain itu dilakukan eksplorasi yang dilakukan untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evakuasi pus (pada angina Ludovici jarang terdapat pus) atau jaringan nekrosis.

    Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi os hioid (3-4 jari di bawah mandibula). Perlu dilakukan pengobatan terhadap sumber infeksi (gigi) untuk mencegah kekambuhan.

    Pasien dirawat inap sampai infeksi reda.

  • Komplikasi

    Komplikasi yang sering terjadi ialah :

    sumbatan jalan napas,

    (2) penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum, dan (3) sepsis.

    *