aaa

87
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria dalam kehamilan adalah salah satu penyebab utama morbiditas pada ibu hamil di seluruh dunia, yang mengacu pada luaran persalinan yang buruk. Terdapat interaksi yang kompleks antara kehamilan dan parasit malaria, dimana semuanya menguntungkan parasit malaria tetapi merugikan wanita hamil tersebut. Wanita dengan dengan imunitas sebagian (semi-imun) akan kehilangan sebagian besar imunitasnya dan timbul malaria plasenta tanpa ditemukannya parasit pada darah tepi. Sedangkan wanita non-imun dan janinnya berada dalam risiko yang sangat serius akibat malaria falciparum. Malaria dalam kehamilan seringkali dipandang ringan baik sebagai masalah kesehatan masyarakat maupun oleh klinisi yang menangani kasus-kasus indivudual. Seorang wanita hamil secara bermakna berada dalam risiko 1

Upload: galih-wicaksono

Post on 31-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aaa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria dalam kehamilan adalah salah satu penyebab utama morbiditas pada ibu

hamil di seluruh dunia, yang mengacu pada luaran persalinan yang buruk.

Terdapat interaksi yang kompleks antara kehamilan dan parasit malaria, dimana

semuanya menguntungkan parasit malaria tetapi merugikan wanita hamil tersebut.

Wanita dengan dengan imunitas sebagian (semi-imun) akan kehilangan sebagian

besar imunitasnya dan timbul malaria plasenta tanpa ditemukannya parasit pada

darah tepi. Sedangkan wanita non-imun dan janinnya berada dalam risiko yang

sangat serius akibat malaria falciparum.

Malaria dalam kehamilan seringkali dipandang ringan baik sebagai masalah

kesehatan masyarakat maupun oleh klinisi yang menangani kasus-kasus

indivudual. Seorang wanita hamil secara bermakna berada dalam risiko terjangkit

malaria yang lebih besar dibandingkan wanita yang tidak hamil. Wanita non-imun

berada dalam risiko komplikasi malaria yang serius dan kehilangan bayinya.

Wanita dengan imunitas rata-rata akan kehilangan sebagian dari kekebalnnya

akibat kehamilannya, khususnya pada kehamilan pertama, yang mengakibatkan

mortalitas yang cukup tinggi. Abortus, kematian janin dalam rahim, IUGR, dan

persalinan prematur adalah hal sering terjadi akibat malaria dalam kehamilan,

selain tingginya kejadian anemia pada ibu akibat malaria. Kebanyakan dari

kematian maternal dan perinatal tersebut dapat dicegah, tetapi infeksi malaria

sampai saat ini masih merupakan problem klinik di negara-negara berkembang

1

Page 2: Aaa

terutama negara yang beriklim tropik, termasuk Indonesia. Di Indonesia penyakit

malaria masih merupakan penyakit infeksi utama di kawasan Timur. Kejadian

infeksi malaria di daerah Sulawesi Utara sampai saat ini masih cukup tinggi,

sekitar 9% kasus rawat inap di Rumah Sakit. Berdasarkan hal-hal tersebut maka

perlu dimengerti bahwa wanita hamil memerlukan perhatian yang ketat apabila

terjadi infeksi malaria selama dalam kehamilannya.

B. Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :

1. Mengetahui definisi kehamilan dengan malaria

2. Mengetahui jenis-jenis malaria

3. Mengetahui diagnosis kehamilan dengan malaria

4. Mengetahui penatalaksanaan kehamilan dengan malaria

5. Mengetahui farmakologi obat-obatan malaria dalam kehamilan

6. Mengetahui pencegahan kehamilan dengan malaria

2

Page 3: Aaa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang

menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam

darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan

hepatosplenomegali yang dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria

dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik

yang dikenal sebagai malaria berat. (2)

B. Epidemiologi

Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak

Negara di dunia terutama Afrika, Amerika Latin dan Asia. Setiap tahun kira-kira

300 juta sampai 500 juta orang di dunia terinfeksi malaria dan antara 750.000

sampai 2 juta jiwa meninggal dunia setiap tahun akibat malaria (WHO, 2004).

Kini malaria terutama dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah

dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina,

dan pulau-pulau di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh

dunia berkisar antara 160-400 kasus. Plasmodium vivax mempunyai distribusi

geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik

sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Plasmodium

falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika dan daerah-daerah tropis

lainnya. (3)

Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang

berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800

meter di atas permukaan laut. Angka Annual Parasite Incidence (API) malaria di

3

Page 4: Aaa

pulau Jawa dan Bali pada tahun 1997 adalah 0,120 per 1000 penduduk,

sedangkan di luar pulau Jawa angka Parasite Rate (PR) tetap tinggi yaitu 4,78%

pada tahun 1997, tidak banyak berbeda dengan angka PR tahun 1990 (4,84%).

Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan

Plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di Indonesia bagian timur,

Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nisa Tenggara Timur.

Angka kesakitan malaria untuk Jawa Bali diukur dengan API dan untuk luar

Jawa Bali diukur dengan PR. Insiden kejadia malaria tersebut meningkat 3-4 kali

lipat pada trimester II, III dan dua bulan post partum. Air tergenang dan udara

panas masing-masing diperlukan untuk pembiakan nyamuk menunjang

endemisitas penyakit malaria. Pada dua puluh lima tahun terakhir ini dijumpai

adanya resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin telah menyebar ke

berbagai negara endemis malaria termasuk Indonesia. Resistensi ini mungkin

karena munculnya gen yang telah mengalami mutasi. Akhir-akhir ini juga

dijumpai resistensi Plasmodium falciparum terhadap pirimetamin-sulfadoksin

meningkat di negara-negara Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika Sub-

Sahara. (4)

4

Page 5: Aaa

Gambar 1. Peta penyebaran infeksi malaria di Indonesia

http://www.depkes.go.id/downloads/whd_08/chart/Peta_Malaria.jpg

C. ETIOLOGI

Infeksi malaria dapat disebabkan oleh semua spesies Plasmodium penyebab

malaria, yaitu :

1. Plasmodium falciparum

2. Plasmodium vivax

3. Plajmodium ovale

4. Plasmodium malariae

Dari keempat spesies tersebut, Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax

merupakan penyebab tersering malaria. Insidens malaria tergantung dari

frekuensi relatif dari perbedaan spesies malaria, di negara Afrika, Plasmodium

falciparum merupakan penyebab paling sering namun di negara di luar Afrika

5

Page 6: Aaa

penyebab paling sering adalah Plasmodium vivax. Sedangkan jenis paling sering

penyebab malaria di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium

vivax. Sedangkan Plasmodium malariae hanya ditemukan di Nusa Tenggara

Timur dan Plasmodium ovale ditemukan di Papua. 2

D. Daur Hidup Plasmodium

Pada tahun 1898 Ronald Ross membuktikan keberadaan Plasmodium pada dinding

perut tengah dan kelenjar liur nyamuk Culex. Atas penemuan ini ia memenangkan

Hadiah Nobel Kedokteran pada tahun 1902, meskipun sebenarnya penghargaan itu

perlu diberikan kepada profesor Italia Giovanni Battista Grassi, yang membuktikan

bahwa malaria manusia hanya bisa disebarkan oleh nyamuk Anopheles. (5)

Siklus hidup Plasmodium amat rumit. Sporozoit dari liur nyamuk betina yang

mengigit disebarkan ke darah atau sistem limfa penerima. Penting disadari bahwa

bagi sebagian spesies vektornya mungkin bukan nyamuk. (5)

Nyamuk dalam genus Culex, Anopheles, Culiceta, Mansonia dan Aedes mungkin

bertindak sebagai vektor. Vektor yang diketahui kini bagi malaria manusia (>100

spesies) semuanya tergolong dalam genus Anopheles. Malaria burung biasanya

dibawa oleh spesies genus Culex. Siklus hidup Plasmodium diketahui oleh Ross

yang menyelidiki spesies dari genus Culex. (5)

Dalam daur hidup Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata dan nyamuk.

Siklus aseksual dalam proses hospes vertebrata dikenal sebagai skizogoni,

sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai

sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan ke dalam tubuh manusia melalui

ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai

skizon (stadium eko-eritrositer atau stadium pra-eritrositer). Sebagian sporozoit

tidak tumbuh dan tetap tidur (dormant) yang disebut hipnozoit. Plasmodium

falciparum hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan spesies lain

6

Page 7: Aaa

mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga pada suatu saat dapat aktif dan

terjadilah relaps. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit.

Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai

kromatin kecil dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin,

disebut tropozoit. Tropozoit membentuk skizon muda dan setelah matang,

membelah menjadi merozoit. Setelah pembelahan eritrosit akan hancur; merozoit,

pigmen dan sel sisa akan keluar dan berada di dalam plasma. Parasit akan

difagositosia oleh RES. Plasmodium yang dapat menghindar akan masuk kembali

ke dalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit

tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni yaitu

membentuk mikro dan makro gametosit (stadium seksual). Siklus tersebut disebut

masa tunas intrinsik.(4)

Dalam tubuh nyamuk, parasit parasit berkembang secara seksual (sporogoni).

Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makro dan

mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan

membentuk zigot yang disebut ookista, yang selanjutnya menembus dinding

lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit.

Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk kedalam kelenjar liur nyamuk.

Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik. Secara umum, pada dasarnya semua

orang dapat terkena malaria; walaupun terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi, yaitu: (4)

1. Ras atau suku bangsa. Di Afrika, apabila prevalensi hemoglobin S (HbS)

cukup tinggi, penduduknya lebih tahan terhadap infeski P. Falciparum.

Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa HbS menghambat perkembangan P.

Falciparum baik sewaktu invasi maupun sewaktu berkembang biak. (4)

2. Kurangnya suatu enzim tertentu. Kurangnya enzim G6PD (glucosa 6-phosphat

dehydrogenase) memberikan perlindungan terdapat infeksi P. falaciparum yang

berat. Walaupun demikian, sulfonamid dan primakuin oleh karena dapat terjadi

hemolisis darah. Definisi enzim G6PD ini merupakan penyakit genetik dengan

7

Page 8: Aaa

manifestasi utama pada perempuan. (4)

3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu menghancurkan

Plasmodium yang masuk atau menghalangi perkembangbiakannya. (4)

Gambar 2. Daur hidup plasmodium

8

Page 9: Aaa

D. Transmisi

Malaria dapat ditularkan melalui dua cara alamiah dan bukan alamiah.

1. Penularan secara alamiah), melalui gigitan nyamuk Anopheles. (3)

2. Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, yaitu:

a. Malaria bawaan (kongenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta

sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.

Selain melalui plasenta penularan dari ibu kepada bayi melalui tali pusat. (3)

b. Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik.

Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang

menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Infeksi malaria melalui transfusi hanya

menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan

siklus hati sehingga dapat diobati dengan mudah. (3)

c. Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium gallinasium),

burung dara (Plasmodium relection) dan monyet (Plasmodium knowlesi). (3)

Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah manusia lain yang

sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. (3)

E. Patogenesis dan Patologi

Selama skizogoni sirkulasi perifer menerima pigmen malaria dan produk samping

parasit, seperti membran dan isi sel-sel eritrosit. Pigmen malaria tidak toksik, tetapi

menyebabkan tubuh mengeluarkan produk-produk asing dan respon fagosit yang

intensif. Makrofag dalam sistem retikuloendotelial dan dalam sirkulasi menangkap

pigmen dan menyebabkan warna agak kelabu pada sebagian besar jaringan dan

organ tubuh. Pirogen dan racun lain yang masuk ke sirkulasi saat skizogoni, diduga

bertanggung jawab mengaktifkan kinin vasoaktif dan kaskade pembekuan darah. (6)

Mengenai patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan

permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskular. Oleh karena

skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya

anemia yang tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan

9

Page 10: Aaa

eritrosit selain yang mengandung parasit, pada percobaan binatang dibuktikan

adanya gangguan transportasi natrium sehingga keluar dari eritrosit yang

mengandung parasit dan tanpa parasit malaria. Diduga terdapat toksin malaria yang

menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui

limpa dan keluarlah parasit. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia

mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Suatu bentuk khusus

anemia hemolitik pada malaria adalah black water fever, yaitu bentuk malaria berat

yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, ditandai oleh hemolosis

intravaskular berat, hemoglobinuria, kegagalan ginjal akut akibat nekrosis tubulus,

disertai angka kematian yang tinggi. Telah lama dicurigai bahwa kini dapat

memprovokasi terjadinya black water fever. Sebagai tambahan, kasus meninggal

yang disebabkan malaria selalu menunjukkan adanya perubahan yang menonjol

dari sistem retikuloendotelial dan mungkin juga melibatkan berbagai sistem organ. (6)

Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan

pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam

makrofag dan sering terjadi fagisitosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang

tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari retikulum disertai

peningkatan makrofag. Pada sindrom pembesaran limpa di daerah tropis atau

penyakit pembesaran limpa pada malaria kronis biasanya dijumpai bersama dengan

peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi terhadap malaria ini mungkin

menimbulkan respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis. (6)

Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel Kupffer – seperti sel dalam sistem

retikuloendotelial – terlibat dalam respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati

menjadi berwarna kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Pada malaria kronis

terjadi infiltrasi difus oleh sel mononukleus pada periportal yang meningkat sejalan

dengan berulangnya serangan malaria. Hepatomegali dengan infiltrasi sel

mononukleus merupakan bagian dari sindrom pembesaran hati di daerah tropis.

Nekrosis sentrilobulus terjadi pada syok. (6)

10

Page 11: Aaa

Organ lain yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada malaria

serebral, otak berwarna kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai edema dan

hiperemis. Perdarahan berbentuk petekie tersebar pada substansi putih otak dan

dapat menyebar sampai ke sumsum tulang belakang. Pada pemeriksaan

mikroskopik, sebagian besar dari pembuluh darah kecil dan menengah dapat terisi

eritrosit yang telah mengandung parasit dan dapat dijumpai bekuan fibrin, dan

terdapat reaksi selular pada ruang perivaskular yang luas. Terserangnya pembuluh

darah oleh malaria tidak saja terbatas pada otak tetapi juga dapat dijumpai pada

jantung atau saluran cerna atau di tempat lain dari tubuh, yang berakibat pada

berbagai manifestasi klinik. (6)

Pada ginjal selain terjadi pewarnaan oleh pigmen malaria juga dijumpai salah satu

atau dua proses patologis yaitu nekrosis tubulus akut dan atau

membranoproliverative glomerulonephritis. Nekrosis tubulus akut dapat terjadi

bersama dengan hemolisis masif dan hemoglobinuria pada black water fever tetapi

dapat juga tanpa hemolisis, akibat berkurangnya aliran darah karena hipovolemia

dan hiperviskositas darah Plasmodium falciparum menyebabkan nefritis sedangkan

Plasmodium malariae menyebabkan glomerulonefritis kronik dan sindrom nefrotik. (6)

F. Patofisiologi

Gejala malaria tumbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala

yang paling mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen

endogen, yaitu TNF dan interleukin-1. Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer

yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi oleh parasit.

Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang

terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis

eritrosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi

penurunan jumlah trombosit dan leukosit neurtofit. Terjadinya kongesti pada organ

11

Page 12: Aaa

lain meningkatkan resiko terjadinya ruptur limpa. (6)

Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem

retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis Plasmodium dan

status imunitas pejamu. Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun,

sekuestrasi oleh limpa pada eritrosit yang terinfeksi maupun yang normal, dan

gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan

hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga sering ditemukan. (6)

Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan

karena sel darah merah yang terineksi menjadi kaku dan lengket, sehingga

perjalanannya dalam kapiler teganggu dan mudah melekat pada endotel kapiler

karena adanya penonjolan membran eritrosit. Setelah terjadi penumpukan sel dan

bahan pecahan sel, maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksia jaringan,

terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat terjadi perembesan cairan bahkan

pendarahan ke jaringan sekitarnya. Rangkaian kelainan patologis ini dapat

menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria serebral, edema paru, gagal ginjal

dan malabsorpsi usus. (6)

Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan

maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama

penting untuk melindungi anak kecil/bayi karena sifat khusus eritrosit yang relatif

resisten terhadap masuk dan berkembang-biaknya parasit malaria. Masuknya

parasit tergantung pada interaksi antara organel spesifik pada merozoit dan struktur

khusus pada permukaan eritrosit. Sebagai contoh eritrosit yang mengandung

glikoprotein A penting untuk masuknya Plasmodium falciparum. Individu yang

tidak mempunyai determinan golongan darah Duffy (termasuk kebanyakan negro

Afrika) mempunyai resistensi alamiah terhadap Plasmodium vivax; spesies ini

mungkin memerlukan protein pada permukaan sel yang spesifik untuk dapat masuk

ke dalam eritrosit. Resistensi relatif yang diturunkan pada individu dengan HbS

12

Page 13: Aaa

terhadap malaria telah lama diketahui dan pada kenyataannya terbatas pada daerah

endemis malaria. Seleksi yang sama juga dijumpai pada hemoglobinopati tipe lain,

kelainan genetik tertentu dari eritrosit, thalasemia, difisiensi enzim G-6-PD dan

difisiensi pirufatkinase. Masing-masing kelainan ini menyebabkan resistensi

membran eritrosit atau keadaan sitoplasma yang menghambat pertumbuhan parasit. (6)

Imunitas humoral dan seluler terhadap malaria didapat sejalan dengan infeksi

ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak dapat mengurangi gambaran klinis

infeksi ataupun dapat menyebabkan asimptomatik dalam periode panjang. Pada

individu dengan malaria dapat dijumpai hipergamaglobulinemia poloklonal, yang

merupakan suatu antibodi spesifik yang diproduksi untuk melengkapi beberapa

aktivitas opsonin terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap

dan hanya bersifat sementara bilamana tanpa disertai infeksi ulangan. Tendensi

malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian oleh tidak

adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap Plasmodium mungkin juga

merupakan salah satu faktor. Monosit/makrofag merupakan partisipan seluler yang

terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi. (3)

G. Manifestasi Klinis

Secara klinis, gejala malaria tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa

serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu

periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa

lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada pasien dengan

infeksi majemuk/campuran (lebih dari satu jenis Plasmodium atau satu jenis

Plasmodium tetapi infeksi berulang dalam waktu berbeda), maka serangan demam

terus menerus (tanpa interval), sedangkan pada pejamu yang imun gejala klinisnya

minimal. (3)

Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni stadium

13

Page 14: Aaa

dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat (sweating

stage). Paroksisme ini biasanya jelas terlihat pada orang dewasa namun jarang

dijumpai pada usia muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin

sering kali bermanifestasi sebagai kejang. Serangan demam yang pertama didahului

oleh masa inkubasi (intrinsik). Masa inkubasi bervariasi antara 9-30 hari tergantung

pada spesies parasit, paling pendek pada Plasmodium falciparum dan paling

panjang pada Plasmodium malariae. Masa inkubasi ini juga tergantung pada

intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, dan derajat

imunitas pejamu. Pada malaria akibat transfusi darah, masa inkubasi Plasmodium

faliciparum adalah 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari dan Plasmodium malariae 40

hari atau lebih setelah transfusi. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi

masing-masing spesies parasit, untuk Plasmodium falaciparum 12 hari,

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale 13-17 hari dan Plasmodium malariae 28-

30 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada anak besar dan orang dewasa timbul

gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium yaitu:

• Stadium dingin

Stadium ini diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin. Gigi

gemeretak dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian

dan selimut yang tersedia. Nadi cepat lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis,

kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi

kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. (3)

• Stadium demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka

merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali

terjadi mual dan muntah, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat

haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41oC atau lebih. Stadium ini

berlangsung antara 2-12 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon

dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam

14

Page 15: Aaa

aliran darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, skizon dari tiap

generasi menjadi setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga

terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium malariae, demam

terjadi pada 72 jam (setiap hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada

Plasmodium falciparum, setiap 24-48 jam. (3)

• Stadium berkeringat

Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah,

kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah

normal. (3)

Gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada setap pasien, tergantung pada spesies

parasit, berat infeksi dan usia pasien. Gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada

malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk

tropozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ-organ tubuh

tersebut. Gejala mungkin berupa koma, kejang sampai gangguan fungsi ginjal.

Kematian paling banyak disebabkan oleh malaria jenis ini. Black water fever yang

merupakan komplikasi berat, adalah munculnya hemoglobin pada urin sehingga

menyebabkan warna urin berwarna tua atau hitam. Gejala lain dari black water

fever adalah ikterus dan muntah berwarna seperti empedu. Black water fever

biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi Plasmodium falciparum

berulang dengan infeksi yang cukup berat. (3)

H. IMUNOPATOLOGI

Secara umum kekebalan terhadap parasit malaria dibagi dalam 2 golongan yaitu

kekebalan alamiah yang sudah ada sejak lahir dan terjadi tanpa kontak dengan

parasit malaria sebelumnya dan kekebalan didapat yang diperoleh setelah kontak

dengan parasit malaria, yang bersifat humoral ataupun seluler. Kekebalan seluler

dihasilkan oleh limfosit T yang cara kerjanya sebagi ‘helper’ sel limfosit B dalam

memproduksi zat anti atau melalui makrofag yang dapat membunuh parasit malaria

dalam sel darah.

15

Page 16: Aaa

1. Respon imun terhadap infeksi malaria selama kehamilan

Respon imun spesifik terdiri dari imunitas seluler yang dilaksanakan oleh limfosit T

dan imunitas humoral yang dilaksanakan oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan

menjadi limfosit T helper (CD4+) dan sitotoksik (CD8+) sedangkan berdasarkan

sitokin yang dihasilkannya dibedakan menjadi subset Th-1 ( menghasilkan IFN-

dan TNF-) dan subset Th-2 ( menghasilkan, IL-5, IL-6, IL-10). Sitokin tersebut

berperan mengaktifkan imunitas humoral.

CD4+ berfungsi sebagai regulator dengan membantu produksi antibody dan aktifasi

fagosit-fagosit lain sedangkan CD8+ berperan sebagai efektor langsung untuk

fagositosis parasit dan menghambat perkembangan parasit dengan menghasilkan

IFN-. Epitop-epitop antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B

yang berperan sebagai sel penyaji antigen kepada sel limfosit T dalam hal ini

CD4+. Selanjutnya sel T akan berdiferensiasi menjadi Th-1 dan Th-2. sel Th-2 akan

menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang mengacu pembentukan Imunoglobulin oleh

limfosit B. imunoglobulin tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis

makrofag. Sel Th-1 menghasilkan IFN- dan TNF- yang mengaktifkan

komponen imunitas seluler seperti makrofag dan monosit serta sel Natural Killer.

Wanita hamil memiliki kemungkinan terserang malaria falciparum lebih sering dan

lebih berat dibandingkan wanita tidak hamil. Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi

parasit banyak ditemukan di plasenta sehingga diduga respon imun terhadap parasit

di bagian tersebut mangalami supresi. Hal tersebut berhubungan dengan supresi

system imun baik humoral maupun seluler selama kehamilan sehubungan dengan

keberadaan fetus sebagai benda asing di dalam tubuh ibu.

Supresi sitem imun selama kehamilan berhubungan dengan keadaan hormonal.

Konsentrasi hormone progesterone yang meningkat selmaa kehmailan berefek

menghambat aktifasi limfosit T terhadap stimulasi antigen. Selain itu efek

imunosupresi kortisol juga berperan dalam menghambat respon imun.

16

Page 17: Aaa

Namun sebenarnya efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada tingkat

kekebalan ibu hamil terhadap penyakit itu. Kekebalan terhadap malaria lebih

banyak ditentukan dari tingkat transmisi malaria tempat wanita hamil tinggal /

berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar :

a. Transmisi stabil / endemik

- Orang-orang di daerah ini terus menerus terpapar malaria, sering menerima

gigitan nyamuk infektif setiap bulannya.

- Kekebalan terhadap malaria terbentuk secara signifikan

- Kelompok terbanyak yang berisiko rendah terhadap malaria di daerah seperti

ini adalah ibu hamil ( dimana kekebalan mereka berkurang menjadi semi

imun) dan anak-anak kurang dari 5 tahun (mereka hanya mempunyai

kekebalan yang didapat / acquired immunity terhadap malaria).

b. Transmisi tidak stabil, epidemik atau non-endemik

- Orang-orang di daerah ini jarang terpapar malaria, menerima rata-rata <1

gigitan nyamuk infektif / tahun.

- Kekebalan terhadap malaria tidak terbantuk secara signifikan pada orang

dewasa (mereka non-imun)

- Semua populasi penduduk berisiko terhadap malaria, termasuk malaria berat

- Wanita hamil lebih besar resikonya daripada dewasa lainnya

2. Peranan sitokin pada infeksi malaria

Peranan sitokin selain pada mekanisme patologi malaria juga berperan

menyababkan gangguan dalam kehamilan. Pada wanita hamil yang menderita

malaria terdapat kenaikan TNF-, IL-1, dan IL-8 yang sangat nyata pada jaringan

plasenta dibandingkan wanita hamil yang tidak menderita malaria. Sitokin-sitokin

tersebut terutama dihasilkan oleh makrofag hamozoin yang terdapat di plasenta.

Telah dijelaskan bahwa kadar TNF- yang sangat tinggi dapat meningkatkan

sitoadheren eritrosit yang terinfeksi parasit terhadap sel-sel endothel kapiler. Kadar

TNF- plasenta yang tinggi akan memacu proses penempelan eritrosit berparasit

pada kapiler plasenta dan kahirnya gangguan nutrisi janin. Bila proses berlanjut

17

Page 18: Aaa

dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan janin sehingga bayi yang dilahirkan

memiliki berat badan rendah. Selain itu peningkatan sintesis prostaglandin seiring

dengan peningkatan konsentrasi TNF- plasenta diduga dapat menyebabkan

kelahiran prematur.

Plasenta mempunyai fungsi sebagai barier proteksit dari berbagai kalinan yang

terdapat dalam darah ibu sehingga bila terinfeksi maka parasit malaria akan

ditemukan di plasenta bagian maternal dan hanya dapat masuk ke sirkulasi janin

bila terdapat kerusakan plasenta misalnya pada persalinan sehingga terjadi malaria

kongenital.

Prevalensi malaria plasenta biasanya ditemukan lebih tinggi daripada malaria pada

sediaan darah tepi wanita hamil, hal ini mungkin terjadi karena plasenta merupakan

tempat parasit bermultiplikasi. Diagnosis malaria plasenta ditegakkan dengan

menemukan parasit malaria dalam sel darah merah atau pigmen malaria dalam

monosit pada sediaan darah yang diambil dari plasenta bagian maternal atau darah

tali pusat. Infeksi P. falciparum sering mengakibatkan anemia maternal, abortus,

lahir mati, partus prematur, berat lahir rendah, serta kematian maternal.

Malaria ringan / tanpa komplikasi

Anamnesis :

- Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis

malaria dengan demam akut dalam segal bentuk, dengan / tanpa gejala-

gejala lain.

- Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam 2 minggu

terakhir

- Riwayat tinggal di daerah malaria

- Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria

Pemeriksaan fisik :

18

Page 19: Aaa

- Suhu badan > 37,50 C

- Dapat ditemukan pembesaran limpa

- Dapat ditemukan anemia

Gejala klinis pada umumnya :

Gejala klasik, ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah endemis

malaria atau yang belum mempunyai kekebalan atau yang baru menderita

malaria. Gejala fisik yang khas ini terdiri dari 3 stadium yang berurutan, yaitu :

a. Menggigil (15-60 menit)

b. Demam (2-6 jam)

c. Berkeringat (2-4 jam)

Di daerah endemis malaria dimana penderita telah mempunyai imunitas terhadap

malaria, gejala klasik diatas tidak timbul beruruttan, bahkan tidak semua gejala

tersebut ditemukan. Selain gejala klasik tersebut, dapat juga disertai gejala lain,

seperti : lemas, sakit kepala, myalgia, sakit perut, mual dan muntah, diare.

Malaria berat

Malaria berat / severe malaria / complicated malaria adalah bentuk malaria

falciparum yang serius dan berbahaya, yang memerlukan penenganan segera dan

intensif. Oleh karena itu pengenalan tanda dan gejala malaria berat sangat

penting diketahui bagi unit pelayanan kesehatan untuk menurunkan mortalitas

malaria.

Kemungkinan penderita untuk mengalami infeksi malaria berat dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti faktor parasit (intensitas transmisi, densitas parasit,

virulensi parasit) dan faktor host (endemisitas, genetik, umur, status nutrisi dan

imunologi)

WHO mendefinisikan malaria berat sebagai infeksi P.falciparum stadium

aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut :

19

Page 20: Aaa

1. Malaria serebral ditandai dengan koma yang tidak bisa dibangunkan, derajat

penurunan kesadaran berdasarkan GCS, atau koma > 30 menit setelah

serangan kejang yang tidak disebabkan penyakit lain.

2. Anemia berat (Hb < 5 g/dl atau hematokrit < 15%) pada keadaan hitung

parasit > 10.000/ul. Anemia jenis hipokromik dan/atau mikrositik dengan

mengesampingkan adanya anemia defisiensi besi, thalassemia atau

hemoglobinopati lainnya.

3. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/24 jam setelah dilakukan rehidrasi disertai

kreatinin > 3 mg/dl)

4. Edema paru / ARDS (Acute Respiratory distress Syndrome)

5. Hipoglikemia dimana gula darah < 40 mg/dl

6. Ikterus (Bilirubin > 3 mg%)

7. gagal sirkulasi atau syok dengan tekanan sistolik < 70 mmHg disertai keringat

dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa > 10 C

8. perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/atau disertai kelainan

leboratorik adanya ganguan koagulasi intravaskuler.

9. Kejang berulang lebih dari 2 x 24 jam setelah pendinginan pada hipotermia

10. Asidemia (pH < 7,25) atau asdosis (plasma bikarbonat < 15 mmol/L)

11. Kelemahan otot yang berat (severe prostration) tanpa kelainan neurologis

12. Hiperparasitemia > 5% pada daerah hipoendemik

13. Hiperpireksia (suhu > 400 C)

14. Makroskpik hemoglobinuria karena infeksi malaria akut (bukan karena obat

anti malaria pada G6PD)

15. Diagnosis postmortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada

pembuluh kapiler jaringan otak.

I. Diagnosis malaria dalam kehamilan

Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita

tentang asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke

daerah malaria, riawayat pengobatan kuratip maupun preventip.

20

Page 21: Aaa

Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :

Keluhan utama;

Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik

malaria;

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria;

Riwayat sakit malaria;

Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir;

Riwayat mendapat transfusi darah.

Pemeriksaan Fisik

Demam (perabaan atau pengukuran dengan termometer);

Pucat pada conjungtiva palpebrae atau telapak tangan;

Pembesaran limpa (Splenomegali);

Pembesaran hepar (Hepatomegali).

Pada malaria berat dapat ditemukan satu atau lebih tanda klinis

berikut :

Temperatur aksila ≥40°C;

Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada dewasa dan pada anak- anak <50

mmHg;

Nadi cepat dan lemah/kecil;

Frekuensi nafas >35 x per menit pada orang dewasa atau >40x per menit pada

balita, anak di bawah 1 tahun >50 x per menit.

a. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit

malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali

dengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria.

Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria

21

Page 22: Aaa

dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan

melalui :

1) Tetesan preparat darah tebal.

Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan

darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah

dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat

sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit

dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan

pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200

lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan

parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung

jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung

parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per

mikro-liter darah.

2) Tetesan preparat darah tipis.

Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah

tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit

(parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang

mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >

100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting

untuk menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan dilakukan

dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga

Romanowsky. Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa

laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang

cukup baik.

b. Tes Antigen : p-f test

Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II).

Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus,

sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen

vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan

22

Page 23: Aaa

mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara

immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL.

Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan

apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil

positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal

sebagai tes cepat (Rapid test).

c. Tes Serologi

Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik

indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya

antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat

minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody

baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama

untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200

dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-

metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test,

immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.

d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA,

waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.

Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan

hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk

pemeriksaan rutin.

J. Patogenesis Transmisi Malaria Intrauterin

Setelah 5-7 hari sejak masuknya sporozoid ke dalam tubuh manusia, maka parasit

akan berkembang biak di dalam sel-sel hati kemudian memasuki sel-sel darah

merah. Pada ibu hamil, eritrosit berparasit terjadi pada sisi maternal dari sirkulasi

dan pada intervili plasenta terdapat banyak eritrosit berisi parasit dan monosit.

Perubahan-perubahan pada plasenta akibat infeksi parasit dapat berupa deposit

makrofag intervili, deposit fibrin perivili yang disertai dengan pigmen malaria;

23

Page 24: Aaa

sekuestrasi parasit yang disertai nekrosis fokal trofoblast, kerusakan mikrovili

serta penebalan membran basalis trofoblas.4,5,6

Dahulu diduga bahwa kerusakan barier plasenta merupakan syarat mutlak untuk

terjadinya transmisi parasit namun ternyata malaria kongenital dapat terjadi

akibat transfusi maternal-fetal yang terjadi selama trimester ketiga kehamilan

ataupun selarna persalinan tanpa adanya kerusakan plasenta.10

Beberapa mekanisme yang diduga merupakan mekanisme transmisi parasit dari

ibu ke bayi pada malaria kongenital, yaitu:12

Penetrasi langsung parasit melalui vili korionik.

Pelepasan plasenta yang lebih dini.

Transfusi fisiologis eritrosit ibu pada sirkulasi janin intrauterin Janin saat

persalinan.

Dengan memakai teknik antibodi fluoresens dapat dideteksi adanya ring

falciparum pada 2 kasus dari 105 bayi (1,9%), dan hal ini menunjukkan adanya

transfer materno-fetal eritrosit. Selain itu eritrosit ibu dapat berpindah ke janin

saat terjadi pelepasan plasenta13

Perpindahan sel-sel dapat terjadi selama kehamilan, meningkat dengan

bertambahnya usia kehamilan dan hal ini mungkin merupakan akibat dari

kerusakan progresif lapisan trofoblas dimana transmisinya sangat

signifikan.3

faktor yang lain berhubungan dengan aliran darah menuju plasenta yang

mengalami kebocoran. Hal ini tergantung dari besarnya perbedaan

tekanan antara aliran darah janin dan ibu. Pada penelitian wanita hamil

dan bayi yang dilahirkan, ditemukan sel eritrosit ibu pada darah janin

3,6% sebaliknya pada saat yang sama sel eritrosit janin dapat ditemukan

dalam darah ibu sebesar 41,5%. Transmisi plasmodium transplasenta sangat

tergantung transfer pasif dari eritrosit yang terinfeksi.13

24

Page 25: Aaa

Patofisiologi malaria plasenta didasarkan pada kemampuan P.falciparum untuk

berikatan dengan ligan yang spesifik pada plasenta, khususnya chondroitin

sulphate A (CSA), meskipun hal ini bukan satu-satunya mekanisme.

Infeksi plasenta dapat dijumpai pada ibu yang menderia malaria, namun hanya

sekitar 1 - 4 % saja yang menyebabkan terjadinya malaria kongenital pada

bayi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan insidens malaria

pada ibu dan pada anak yang dilahirkan.14

lmunitas dari ibu

Imunitas humoral berperan penting pada pertahanan untuk melawan

malaria dan kekambuhan infeksi selama kehamilan disebabkan karena

kurangnya produksi antibodi, khususnya immunoglobulin G. Studi di Gambia

pada wanita hamil Gambia mendapatkan kadar IgG dan IgA signifikan rendah,

IgM dibandingkan kelompok kontrol wanita yang tidak hamil. wanita hamil

akan menurun secara bertahap dan mencapai terendah pada usia 10 minggu

kehamilan. Juga terjadi penurunan signifikan antibodi fluoresens indirek

(antibodi anti malaria yang spesifik) pada trimester ketiga kehamilan. Ibu

yang di daerah endemis memiliki imunitas yang lebih bak yang

berasal dari daerah non endemis. imunitas pada kehamilan kedua dan selanjutnya

juga lebih baik dari pada kehamilan pertama.14

Antibodi antimalaria (Imunoglobulin G) dapat ditransfer secara pasif dari ibu ke

janin baik prenatal maupun melalui ASI, menyebabkan manifestasi klinis tidak

timbul segera setelah lahir. Kadar antibodi ini akan menurun setelah bayi

dilahirkan darah mencapai kadar minimal pada usia 6 bulan. Pada keadaan

dimana terjadi infeksi plasenta yang berat, terdapat penurunan kadar artibodi

yang ditransfer dari ibu ke janin. 14

Barier plasenta

Plasenta merupakan suatu barier protektif yang mencegah

25

Page 26: Aaa

terjadinya transport parasit malaria dari ibu ke bayi.2 Miller B, dkk

menggambarkan fotomikrograf dari plasenta yang terinfeksi oleh parasit

malaria dan menunjukkan bahwa florid parasitemiae ditemukan pada rongga

plasenta ibu namun tidak ditemukan adanya parasit pada vili janin.11

Lanen RB mengatakan bahwa kadang-kadang terdapat adanya kebocoran

plasenta yang menyebabkan transmisi parasit dari ibu ke janin.1

Hemoglobin janin

Komposisi hemoglobin F dan rendahnya tekanan oksigen menyebabkan

eritiosit resisten terhadap enzim hemoglobinase yang dikeluarkan oleh parasit

malaria.12

Baru-baru ini efek malaria pada plasenta telah dipelajari secara invivo dengan

menggunakan Doppler ultrasound. Hubungan antara malaria plasenta dan

gambaran puncak-puncak Doppler arteri uterina bilateral menunjang bukti

dampak yang buruk terhadap sirkulasi uteroplasenta.

Gambaran histologik infeksi aktif berupa plasenta yang berwarna hitam / abu-

abu, sinusoid padat dengan eritrosit terinfeksi, eritrosit terinfeksi pada sisi

maternal dan tidak pada sisi fetal kecuali pada beberapa penyakit plasenta.

Tampak pigmen hemozoit dalam ruang intervili dan makrofag disertai infiltrasi

sel radang. Dapat terjadi simpul sinsitial disertai nekrosis fibrinosis dan

kerusakan serta penebalan membrana basalis trofoblas.

Sepsis puerperal dan perdarahan postpartum

Sepsis puerperal adalah infeksi bakteri dalam darah pada waktu melahirkan,

lebih sering fatal pada wanita hamil dengan anemia berat dan malaria.

Komplikasi ini sering merupakan penyebab nortalitas di negara berkembang.

K. Komplikasi pada kehamilan

Komplikasi pada Ibu

1. Anemia

26

Page 27: Aaa

Infeksi malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang mengandung

parasit sehingga akan menyebabkan anemia pada ibu. Jenis anemia yang

ditemukan adalah hemolitik normokrom, dari anemia ringan (Hb 10-12 g/dl),

sedang (Hb 7-10 g/dl), berat (Hb < 7 g/dl) dan sangat berat (Hb < 4 g/dl).

Pada infeksi P.falciparum dapat terjadi anemia berat karena semua umur

eritrosit dapat diserang. Eritrosit berparasit maupun tidak berparasit

mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik meningkat. Selain itu juga

dapat disebabkan peningkatan autohemolisis baik pada eritrosit berparasit

maupun tidak berparasit sehingga waktu hidup eritrosit menjadi lebih singkat

dan anemia lebih cepat terjadi. Pada infeksi P.vivax tidak terjadi destruksi

darah yang berat karena hanya retikulisit yang diserang. Anemia berat pada

infeksi P.vivax kronik menunjukkan adanya suatu sebab imunopatologik.

Malaria pada kehamilan dapat menyebabkan anemia berat terutama di daerah

endemis dan merupakan penyebab penting dari mortalitas. Anemia hemolitik

dan megaloblastik pada kehamilan mungkin karena sebab nutrisional atau

parasit terutama sekali pada wanita primipara.

Akibat anemia berat apda kehamilan (pada semua tingkat transmisi) dapat

terjadi gagal jantung segera setelah melahirkan, terutama pada Hb < 4 g/dl

dan dapat dipercepat oleh pemberian transfusi darah yang terburu-buru /

cepat. Akibat lainnya adalah syok hipovolemia akibat lehilangan darah

sewaktu melahirkan dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi

puerperalis/pneumonia Staphylococcus.

Diagnosis dan manajemen anemia dan malaria pada wanita hamil yang semi-

imun seringkali tidak jelas. Malaria plasenta dapat menimbulkan anemia berat

tanpa gejala klinis yang nyata dengan hasil laboratorium yang tidak mengarah.

Seorang wanita yang afebril dangan hapusan darah tepi tidak ditemukan

adanya parasit malaria masih menyimpan kemungkinan adanya malaria

sebagai faktor penyerta atau penyebab tunggal dari anemianya. Malaria adalah

27

Page 28: Aaa

penyakit yang umum di daerah miskin dengan sumber daya yang buruk

sehingga risikonya bertumpang tindih dengan penyakit parasit lainnya

( seperti cacing tambang) dan kekurangan gizi. Gambaran hapusan darah tepi

dengan mikrositik, makrositik, dan campuran, terutama bila disertai dengan

kondisi defisiensi folat pada seorang wanita yang semi-imun maka diagnosis

malaria tidak boleh dikesampingkan, maka pengobatan antimalaria harus

diberikan pada semua kasus dengan anemia berat meskipun telah dibuktikan

penyebabnya selain malaria.

2. Malaria serebral

Malaria serebral merupakan ensefalopati simetrik pada infeksi P.falciparum

dan memeiliki mortalitas 20-50%. Serangan sangat mendadak walaupun

biasanya didahului oleh episode demam malaria. Kematian dapat terjadi

dalam beberapa jam. Akan tetapi banyak dari mereka yang selamat

mengalami penyembuhan sempurna dalam beberapa hari. Mekanisme

patofisiologi pada kasus ini antara lain adalah obstruksi mekanis pembuluh

darah otak akibat kemampuan deformabilitas eritrosit berparasit berkurang

atau akibat adhesi eritrosit berparasit pada endothel vaskuler yang akan

melepaskan faktor-faktor toksik dan akhirnya menyebabkan permeabilitas

vaskuler meningkat, sawar darah otak rusak edema serebral dan menginduksi

respon radang pada dan disekitar pembuluh darah serebral. Kejadian malaria

serebral di RSUP Prof Dr RD Kandou Manado 50%.

Sindroma klinik malaria serebral merupakan suatu keadaan gawat darurat

yang memerlukan penanganan lebih lanjut, ditandai adanya

hiperbilirubinemia, kreatinemia, dan hipoglikemia, sindroma neurologi berupa

ensefalopati difus reversibel dan kehilangan kesadaran yang cepat. Penurunan

tingkat kesadaran dari apati, somnolen, delirium, konfusi sampai koma dapat

terjadi. Gangguan kesadaran ini dinilai dari skor koma Glasgow (GCS).

Penelitian Richie dkk di Minahasa yang meliputi 52 kasus malaria serebral

28

Page 29: Aaa

ditemukan 25 penderita (48%) dengan GCS 9-14 memiliki mortalitas 28%

sedangkan 27 penderita (52%) dengan GCS 3-8 memiliki mortalitas 67%.

Penderita tersebut cenderung mengalami takipnea ( respirasi > 35 x/mnt),

leukositosis dan gagal ginjal. Bila disertai kejang angka prognosis lebih

buruk.

3. Hipoglikemia

Pada wanita hamil umumnya terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang

menyebabkan kecenderungan terjadinya hipoglikemia terutama pada trimester

terakhir kehamilan. Selain itu, sel darah merah yang terinfeksi memerlukan

glukosa 75 kali lebih banyak daripada sel darah normal. Disamping ke 2

faktor tersebut, hipoglikemia dapat juga terjadi pada penderita malaria yang

diberi kina intravena.

Hipoglikemia karena kebutuhan metabolik parasit yang meningkat

menyebabkan habisnya cadangan glikogen hati. Hipoglikemia sering terjadi

pada wanita hamil khususnya pda primipara. Gejala hipoglikemia juga dapat

terjadi karena sekresi adrenalin yang berlebihan dan disfungsi susunan saraf

pusat. Mortalitas hipoglikemia pada malaria berat di Minahasa adalah 45%,

lebih baik daripada Papua sebesar 75%.

4. Edema paru

Pada infeksi P.falciparum, pneumonia merupakan komplikasi yang familiar

dan umumnya ditimbulkan oleh aspirasi atau bakteriemia yang menyebar dari

tempat infeksi lain. Gangguan perfusi oragan menyebabkan peningkatan

permeabilitas kapiler sehingga terjadi edema interstitial. Hal ini akan

menyebabkan disfungsi mikrosirkulasi paru.

Gambaran makroskopik paru berupa danya reaksi edematik, berwarna merah

tua dan konsistensi keras dengan bercak perdarahan. Gambaran mikroskopik

29

Page 30: Aaa

tergantung derajat parasitemia pada saat meninggal. Terdapat gambaran

hemozoit dalam makrofag pada septa alveoli. Alveoli menunjukkan gambaran

hemoragik disertai penebalan septa alveoli dan penekanan dinding alveoli

serta infiltrasi sel radang.

Edema paru dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu peningkatan

permeabilitas vaskuler sekunder terhadap emboli dan DIC, disfungsi berat

mikrosirkulasi, fenomena alergi, terapi cairan yang berlebihan bersamaan

dengan gangguan fungsi kapiler alveoli, kehamilan, malaria serebral, tingkat

parasitemia yang tinggi, hipotensi, asidosis dan uremia.

5. Ginjal

Kerusakan ginjal dapat terjadi sebagai akibat keterlibatan dengan hemolisis

intervaskuler dan atau parasitemia berat. Banyak faktor penyebab yang

berperan antara lain berkurangnya volume darah, hiperviskositas darah,

koagulasi intravaskuler, iskemi ginjal yang diinduksi oleh katekolamin,

hemolisis dan ikterus.

6. Infeksi plasenta

Efek merugikan malaria dalam kehamilan terutama disebabkan karena malaria

plasenta. Hal ini khususnya pada wanita semi-imun, dimana parasit malaria

seringkali ditemukan dalam jumlah besar terkumpul pada plasenta sedangkan

tidak satupun ditemukan dalam darah. Suatu penelitian tentang sensitivitas

diagnosis malaria didapatkan 47% untuk parasit dalam darah tepi, 63% pada

slide yang ditempelkan pada plasenta, dan 91% pada histologi plasenta. Hal

ini menunjukkan bahwa hapusan darah tepi yang negatif untuk parasit malaria

tidak mengesampingkan diagnosis malaria pada seorang wanita hamil yang

semi-imun.

Infeksi plasenta dengan parasit melaria lebih sering pada daerah endemik

tinggi daripada daerah non-endemik, dan lebih sering pada primigravida semi-

imun daripada multigravida semi-imun. Wanita semi-imun (yang tinggal

didaerah endemik) sering mermpunyai pola parasitemia perifer rendah dan

30

Page 31: Aaa

infeksi berat plasenta, sedangkan wanita non-imun ( di daerah non-endemik)

sering mempunyai pola kebalikannya. Infeksi plasenta menurunkan

persediaan oksigen dan glukosa untuk perkembangan janin melalui

mekanisme pemblokiran penebalan membran basal trofoblast, konsumsi

nutrien dan O2 oleh parasit di plasenta dan pemindahan O2 yang rendah oleh

eritrosit yang terinfeksi parasit di plasenta kepada janin.

Komplikasi pada janin :

1. Abortus

Abortus pada usia kehamilan trimester I lebih sering terjadi karena

hiperpiraksia maupun karena anemia berat.

2. Kematian janin dalam kandungan

Kematian janin intrauterin dapat terjadi sebagai akibat hiperpireksia, anemia

berat, penimbunan parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan

sirkulasi ataupun akibat terjadinya infeksi transplasental.

3. Berat badan lahir rendah

Penderita malaria biasanya menderita anemia dan hipoglikemia sehingga akan

menyebabkan gangguan sirkulasi nutrisi pada janin dan berakibat

terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan.

4. Prematuritas

Persalinan prematur umumnya terjadi sewaktu atau tidak lama setelah

serangan malaria. Beberapa hal yang menyebabkan persalinan prematur

adalah febris, dehidrasi, asidosis atau infeksi plasenta

5. Malaria kongenital

Diagnosis malaria kongenital ditegakkan dengan ditemukannya parasit malaria

(Plasmodium) pada darah bayi hingga usia 7 hari.7.14

31

Page 32: Aaa

Kecurigaan terhadap malaria kongenital bila bayi menderita panas dan ibu

berasal dari daerah endemis ataupun pemah bepergian ke daerah endemis ataupun

menerima transfusi darah selama kehamilan.3

Malaria kongenital dapat terjadi tanpa adanya manifestasi klinis malaria

pada ibu. Pemeriksaan mikroskopis sediaan darah perifer yang negatif tidak

dapat menyingkirkan adanya malaria. Pada kasus yang dilaporkan di Amerika

Serikat, tidak ditemukan adanya parasit pada sediaan darah perifer. Di Zaire,

17% kasus malaria kongenital tidak dijumpai malaria pada sediaan tetes tebal

dan biopsi plasenta. Pemeriksaan hapusan darah yang dilakukan salama 2 hari

berturut-turut negatif pada 42% kasus malaria kongenital. Sedangkan pada

pemeriksaan darah tali pusat negatif pada 30% kasus. Pada keadaan demikian

sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan PCR untuk mendiagnosis dini

malaria kongenital.s

Di daerah endemis kadang sukar membedakan infeksi malaria yang terjadi

kongenital atau di dapat setelah lahir disebabkar, merozoit dapat dijumpai di

darah setelah 9 hingga 16 hari tergigit oleh nyamuk. Sehingga untuk

daerah endemis, malaria kongenital hanya dapat ditegakkan bila dijumpai

adanya parasit malaria dalam minggu pertama kehidupan.

Malaria kongenital dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1. True congenital malaria

Yaltu malaria kongenital yang didapat selama kehamilan. Umumnya akibat

adanya kerusakan plasenta yang terjadi sebelum bayi dilahirkan. Parasit dapat

dijumpai pada darah perifer bayi dalam 48 jam setelah lahir serta gejala-gejala

dapat muncul pada saat lahir atau 1 - 2 hari setelah lahir. Jenis malaria ini

sangat jarang ditemukan.

2. "False congenital malaria"

32

Page 33: Aaa

Merupakan malaria kongenital yang didapat selama persalinan. Terjadi selama

pelepasan plasenta yang terlalu cepat atau pada persalinan lama. Transmisi

parasit malaria terjadi setelah pelepasan plasenta yaitu bercampurnya darah

ibu dan janin pada saat terjadi pelepasan plasenta.10,11

3. Fetal anemia

Kondisi anemia pada janin ditemukan bervariasi di daerah endemik malaria,

ditentukan dari kadar hemoglobin tali pusat pada waktu kelahiran,

berhubungan dengan anemia maternal dan kemungkinan disebabkan karena

malaria plasenta.

Primigravida pada

daerah endemik

Semua paritas pada

daerah non-endemik

Efek maternal:

Demam tinggi

Malaria berat :

- Anemia berat

- Malaria serebral

- Hipoglikemia

- Edema paru

- Gagal ginjal akut

Infeksi plasenta

Sepsis puerperalis

+

+++

-

+

-

-

+++

++

+++

+++

++

++

++

++

+

++

Efek janin :

33

Page 34: Aaa

- BBLR

- Abortus, IUFD

- Malaria kongenital

- Fetal anemia

+++

-

-

-

+++

++

+

+

L. Penatalaksanaan Malaria Dalam Kehamilan

Ada 4 aspek yang sama pentingnya untuk menangani malaria dalam kehamilan,

yaitu:

- Pencegahan transmisi

- Pengobatan malaria

- Pengobatan komplikasi

- Penangan proses persalinan

1. Pencegahan transmisi

terdapat upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan transmisi selama kehamilan,

yaitu:

2. Pemberian obat malaria profilaksis

Pemberian obat profilaksis selama kehamilan dianjurkan untuk mengurangi resiko

transmisi diantaranya dengan pemberian klorokuin basa 5mg/kgBB (2 tablet) sekali

seminggu, tetapi untuk daerah yang resisten, klorokuin tidak dianjurkan pada

kehamilan dini, tetapi setelah itu dapat diganti dengan meflokuin. Obat lain yang

sering digunakan untuk profilaksis adalah kombinasi sulfadoksin-pirimetamin dengan

dosis 1 tablet per minggu, tetapi tidak dianjurkan untuk trimester pertama karena

pirimetamin dapat menyebabkan teratogenik.

Pemberian profilaksis pada ibu hamil di atas 20 minggu dapat mengurangi malaria

falsiparum sampai 85% dan malaria vivaks sampai 100%. Profilaksis klorokuin

menurunkan infeksi plasenta yang asimptomatik menjadi 4% bila dibandingkan tanpa

profilaksis sebanyak 19%.

34

Page 35: Aaa

3. Pemakaian kelambu

Pemakaian kelambu dinilai efektif untuk menurunkan jumlah kasus malaria dan

tingkat kematian akibat malaria pada ibu hamil dan neonates. Penelitian di Afrika

memperlihatkan bahwa pemakaian kelambu setiap malam menurunkan kejadian berat

badan lahir rendah atau bayi premature sebanyak 25%. Kelambu sangat disarankan

terutama pada kehamilan dini dan bila memungkinkan selama kehamilan.

4. Terapi malaria

Obat-obat antimalarial yang sering digunakan tidak merupakan kontraindikasi bagi

perempuan hamil. Beberapa obat yang lebih baru memiliki aktivitas antifolat

sehingga secara teoritis dapat berperan menyebabkan anemia megaloblastik dan

kecacatan pada kehamilan dini. Akan tetapi, perlu difikirkan pada daerah dengan

resisten klorokuin, kesehatan ibu adalah yang utama sehingga pemakaian obat yang

efektif membunuh parasit tetap dianjurkan bila kondisis ibu memburuk.

Malaria dapat menimbulkan yang fatal bagi ibu hamil dan janinnya. Oleh karena itu,

setiap ibu hamil yang tinggal di daerah endemis malaria selama masa kehamilannya

harus dilindungi dengan kemoprofilaksis terhadap malaria. Hal ini merupakan bagian

penting dari perawatan antenatal di daerah yang tinggi penyebaran malarianya.

Obat antimalarial dalam kehamilan:

Semua trimester: kuinin, kuinidin, proguanil, atovakuon.

Trimester dua: meflokuin, pirimetamin/sulfadoksin

Trimester tiga: sama dengan trimester dua

Kontraindikasi: primakuin, tetrasiklin, doksisiklin, halofantrin.

5. Terapi pada komplikasi malaria

Malaria serebral

Didefinisikan sebagai unrousable koma pada malaria falsiparum, suatu perubahan

sensorium yaitu manifestasi tingkah laku abnormal pada seseorang penderita dari

yang paling ringan sampai koma yang dalam. Berbagai tingkatan penurunan

kesadaran berupa delirium, mengantuk spoor, dan berkurangnya rangsang terhadap

35

Page 36: Aaa

sakit terjadi pada keadaan ini. Gejala lain dapat berupa kejang, plantar

ekstensi/fleksi, pandangan divergen, kekauan leher, dan lain-lain.

Pasien dengan koma membutuhkan penanganan yang komprehensif dan keahlian

khusus. Akan tetapi, prinsip utamanya sama pada malaria lainnya yaitu

pemeberian antimalaria, sedangkan kondisi tidak sadar membutuhkan perawatan

khusus.

Edem Paru Akut

Dilakukan pemberian cairan yang dimonitor dengan ketat, tidur dengan posisi

tengah duduk, pemberian oksigen, diuretic, dan pemasangan ventilator bila

diperlakukan.

Hipoglikemia

Pemberian dekstrosa 25-50%, 50-100cc I.V., dilanjutkan infus dekstrosa 10%

Glukosa darah harus dimonitor setiap 4-6 jam untuk mencegah rekurensi

hipoglikemia.

Anemia

harus diberi transfuse bila kadar hemoglobin <5gr%

Gagal ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi prereal karena dehidrasi yang tidak terdeteksi atau renal

karena parasitemia berat. Penanganan merliputi pemberian cairan yang seksama,

diuretic dana dialysis bila diperlukan.

Syok septicemia, Hipotensi, Algid Malaria

infeksi bacterial sekunder, seperti infeksi saluran kemih dan pneumonia, sering

menyertai kehamilan dengan malaria. Sebagian dari pasien-pasien tersebut dapat

mengalami syok septicemia, yang disebut “algid malaria”. Penanganannya adalah

dengan pemberian sefalosporin generasi ketiga, pemberian cairan, monitoring

tanda-tanda vital, dan keluar masuknya cairan.

36

Page 37: Aaa

Koagulopati

Perdarahan dan koagulopati jarang ditemukan di daerah endemis pada Negara-

negara tropis. Sering terjadi pada penderita yang non-imun terhadap malaria.

Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat ditandai dengan manifestasi

perdarahan pada kulit berupa petekie, purpura, hematoma, perdarahan gusi dan

hidung, serta saluran pencernaan. Pemberian vitamin K 10mg intravena bila waktu

protombin atau waktu romboplastin parsial memanjang. Hindarkan pemberian

kortikosteroid untuk trombositopenia, perbaikan gizi penderita.

Ikterus

Manifestasi icterus pada malaria berat sering dijumpai di Asia dan Indonesia yang

mempunyai prognosis buruk. Tindakan: Tidak ada terapi spesifik untuk icterus.

Bila ditemukan hemolysis berat dan Hb sangat rendah, beri transfuse darah.

Transfusi ganti

transufsi ganti diindkasikan pada kasus malaria falsiparum berat untuk

menurunkan jumlah parasite. Darah pasien dikeluarkan dan diganti dengan packed

sel. Tindakan ini terutama bermanfaat pada kasus parasitemia yang sangat berat

(membantu membersihkan) dan impending edema paru (membantu menurunkan

jumlah cairan).

6. Penanganan saat persalinan

Anemia, hipoglikemia, edema paru, dan infeksi sekunder akibat malaria pada

kehamilan aterm dapat menimbulkan masalah baik bagi ibu maupun janin. Malaria

falsiparum berat pada kehamilan aterm menimbulkan resiko mortalitas yang

tinggi. Distres maternal dan fetal dapat terjadi tanpa terdeteksi. Oleh karena itu,

perlu dilakukan monitoring yang baik, bahkan untuk perempuan hamil dengan

malaria berat sebaiknya dirawat di unit perawatan intensif.

37

Page 38: Aaa

Malaria falsiparum merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan persalinan

premature. Frekuensi dan intensitas kontraksi tampaknya berhubungan dengan

tingginya demam. Gawat janin sering terjadi dan seringkali tidak terdeteksi. Oleh

karena itu, perlu dilakukan monitoring terhadap kontraksi uterus dan denyut

jantung janin untuk menilai adanya ancaman persalinan premature dan takikardia,

serta bradikardia atau deselerasi lambat pada janin yang berhubungan dengan

uterus karena hal ini menunjukkan adanya gawat janin. Harus diupayakan segala

cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cepat, bai dengan kompres dingin

maupun permberian antipiretika seperti parasetamol.

Pemberian cairan dengan seksama juga merupakan hal penting. Hal ini disebabkan

baik dehidrasi maupun overhidrasi harus dicegah dengan karena kedua keadaan

tadi dapat membahayakan baik bagi ibu maupun janin. Pada kasus parasitemia

berat, harus dipertimbangkan tindakan transfuse ganti.

Bila diperlukan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan. Kala

II harus dipercepat dengan persalinan buatan bila terdapat indikasi pada ibu atau

janin. Seksio sesarea dilakukan berdasarkan indikasi obstetrik.

N. Pengobatan Malaria Pada Kehamilan

Kehamilan mengubah imunitas wanita terhadap malaria menjadi lebih rentan.

Malaria dalam kehamilan terkait dengan berat badan lahir rendah, anemia,

peningkatan risiko komplikasi, meningkatkan resiko abortus dan kematian.

Malaria ringan biasanya tanpa gejala atau dengan gejala yang tidak spesifik.7,9

Pengobatan malaria untuk semua fase kehamilan yaitu klorokuin sebagai obat pilihan.

Jika parasit nya sensitif dan jika sesuai dengan jenisnya dan beratnya infeksi malaria.  Jika

resistensi klorokuin parasit kemungkinan atau telah dibuktikan, obat lain harus digunakan

untuk profilaksis dan pengobatan malaria.9

38

Page 39: Aaa

Organogenesis terjadi terutama pada trimester pertama, oleh karena itu

menjadi perhatian terbesar, meskipun perkembangan sistem saraf berlanjut

sepanjang kehamilan. Meskipun data dari studi prospektif terbatas, obat-obatan

antimalaria dianggap aman pada trimester pertama kehamilan adalah

kina, klorokuin, klindamisin dan proguanil. Ibu hamil pada trimester pertama

dengan malaria falciparum tanpa komplikasi yang harus ia diobati dengan kina

ditambah klindamisin selama tujuh hari.7,9,13

1. Pengobatan Trimester Pertama Pada Malaria Falciparum Tanpa

Komplikasi Pada Kehamilan

Turunan artemisinin dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai ACT

(misalnya artesunat ditambah sulphadoxine / pirimetamin, artesunat

ditambah mefloquine) pada trimester kedua dan ketiga kehamilan untuk

pengobatan resistan terhadap malaria falciparum. Selama trimester pertama,

artemisinin derivat hanya boleh digunakan jika tidak ada alternatif yang aman dan

efektif.  Untuk mengevaluasi perkembangan morfologi janin, pemeriksaan USG

rinci dapat dipertimbangkan setelah trimester pertama

paparan turunan artemisinin.9,13

 2. Pengobatan Kedua dan Trimester Ketiga Pada Malaria Falciparum

Tanpa Komplikasi Pada Kehamilan

Tabel 1. Pengobatan dosis terapeutik OAM dalam kehamilan

Obat Anti Malaria Dosis Oral Keamanan

Klorokuin 25 Mg base/kg selama 3 hari

(10 mg/kg hari I-II,

5 mg/kg hari III)

Aman untuk semua

trimester

Amodiakuin 25 Mg base/kg selama 3 hari Tidak direkomendasi

untuk trimester I

Sulfadoksin-

pirimetamin

Sulfadoksin: 25 mg/kg

Pirimetamin: 1 mg/kg

Tidak direkomendasi

untuk trimester I

Meflokuin 15-20 mg base/kg (dosis Tidak direkomendasi

39

Page 40: Aaa

tunggal) untuk trimester I

Kinin 10 mg garam/kg tiap 8

jam selama 5 -

7 hari

Aman untuk semua

Trimester

Artesunat

Atau:

Artemether

10-12 mg/kg per hari

selama 2-3 hari

Tidak direkomendasi

untuk trimester I

    Catatan :

1. Pemilihan obat seimbang antara efek samping untuk ibu & janin, biaya

pengobatan, efikasi obat termasuk resistensi, dan kemungkinan kepatuhan

pada pengobatan.

2. Kinin dapat dikombinasikan dengan antibiotik di daerah resisten kinin

3. Kebijakan pengobatan malaria di Indonesia hanya menganjurkan

pemakaian klorokuin untuk pengobatan dosis terapeutik dalam kehamilan,

sedang kinin untuk pengobatan malaria berat14

N. Farmakologi AntiMalaria

Kemoterapi malaria

malaria merupakan penyakit infeksi akut yg disebabkan oleh 4 spesies

protozoa genus plasmodium. parasite ditularkan ke manusia melalui gigitan

nyamuk anopheles betina, yang hidup di daerah rawa basah. plasmodium

falciparum merupakan spesies paling bahaya yang menyebabkan penyakit

akut, hebat dengan tanda-tanda panas tinggi kontinu, hipotensi ortostatik dan

eritrositosis massif (anggota gerak bengkak dan kemerahan). jika pengobatan

tidak segera dilakukan, infeksi Plasmodium falciparum dapat menimbulkan

obstruksi kapiler dan kematian. plasmodium vivax menyebabkan penyakit

yang lebih ringan. P. malariae sering terdapat di daerah tropis tetapi

plasmodium ovale jarang ditemukan. resistensi nyamuk terhadap insektisida

40

Page 41: Aaa

dan parasite terhadap obat menyebabkan tantangan baru dalam terapi

terutama pengobatan P.falciparum. 8

A. Siklus hidup parasite malaria

jika nyamuk yang terinfeksi menggigit, nyamuk memasukkan sporozoit

Plasmodium ke dalam aliran darah. sporozoit bergerak ke dalam darah ke

hati membentuk struktur seperti kista yang mengandung ribuan merozoit

(diagnosis tergantung pada identifikasi laboratorium adanya parasite dalam

sel darah merah pada preparat apus darah perifer). setelah lepas, tiap

merozoit menyerang sel darah merah, menggunakan hemoglobin sebagai

makanan. akhirnya, sel yang terinfeksi pecah, melepaskan hem dan merozoit

dan dapat memasuki eritrosit lain. Efektivitas obat ini terkait pada spesies

plasmodium yang menyerang dan tingkat siklus hidup. 8

B. Skizontisid jaringan: Primakuin

primakuin adalah 8-aminokuinolin yang memusnahkan bentuk eritrosit

primer P.Falciparum dan P. Vivax dan bentuk eksoeritrosit sekunder dari

malaria berulang (P.vivax dan P.Ovale). selain itu, bentuk seksual (gametosit

keempat plasmodium dihancurkan dalam darah atau tidak sampai

berkembang dalam nyamuk. karena aktivitasnya berkurang terhadap

skizontisid eritrosit, primakuin sering digunakan dalam hubungannya dengan

skizontisid. 8

1. cara kerja: hal ini belum diketahui. intermediet dianggap bekerja sebagai

oksidan yang bertanggung jawab untuk kerja skizontisidal serta untuk

hemolysis dan methemoglobinemia ditemukan sebagai toksisitas. 8

2. spectrum antimikroba: merkipun terdapat kesamaan struktur 4-

aminokuin (missal: klorokuin) 8-aminokuin hanya efektif untuk fase

eksoeritrositer jaringan dan tidak untuk tahaperitrositik malaria. obat ini

satu-satunya yang dapat menyebabkan penyembuhan radikal malaria

P.Vivax dan P.Ovale yang dapat menetap di dalam hati setelah bentuk

41

Page 42: Aaa

eritrositik penyakit dihapuskan. karena primakuin juga dapat membunuh

gamet keempat spesies plasmodia, penularan penyakit dihalangi. 8

3. farmakokinetik: primakuin mudah diabsorpsi per oral dan tidak ditimbun

dalam jaringan. obat ini secara cepat dioksidasi menjadi banyak

senyawa,yang utama adalah obat mengalami deaminasi.belum dikertahui

senyawa mana yang bersifat skizontosid. metabolit dikeluarkan dalam urine. 8

4. efek samping: efek samping primakuin kecil kecuali anemia hemolitik

akibat obat pada pasien dengan kadar enzim G-6-PD (Glukosa-6-Fosfat

dehydrogenase) rendah secara genetik. bentuk toksik lain terjadi setelah

penggunaan dosis besar seperti nyeri lambung, terutama kombinasi dengan

klorokuin (yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien), dan kadang-kadang

metheglobinemia, granulositopenia, hemoglobinopati dan agranulositosis

jarang terjadi kecuali pada pasien lupus atau atritis dan pada wanita hamil

fetusnya dapat menyebabkan G-6-PD sehingga beresiko hemolisis. 8

C. Skizontisid darah: Klorokuin

klorokuin adalah 4-aminokuinolin sintetik yang merupakan obat utama anti

malaria sampai munculnya strain resiten dari P. Falciparum. 8

1. cara kerja: beberapa organisme telah diketahui klorokuin membunuh

organisme setelah menumpuk dalam organisme. 8

a. kerusakan yang disebabkan penumpukan hem: klorokuin masuk sel

darah merah dan mengganggu enzim khusus yang penting untuk kehidupan

parasite dalam sel darah merah, parasite memakan hemoglobin dari sel

pejamu untuk mendapatkan asam amino sesnsial dan besi. Namun, proses ini

juga melepaskan sejumlah besar hem yang larut dan toksik untuk parasite.

untuk melindungi dirinya. parasite biasanya, mengadakan polimerisasi hem

menjadi hemozoin (suatu pigmen) yang pecah dalam vakuola makanan

parasite. klorokuin menghambat polymerase dan hem yang larut, membunuh

organisme dengan menghambat proteinase dalam vakuola makanan.

42

Page 43: Aaa

klorokuin juga terikat pada ferriprotoporfirin IX, yang dibentuk dari

pemecahan hemoglobin dalam eritrosit infeksi. kompleks yang terjadi akan

merusak membrane dan akhirnya menghancurkan parasite dalam sel darah

merah. 8

b. Alkalinasi vakuol makanan: klorokuin masuk vakuol makanan parasite

dengan sistem transport aktif, di dalam vakuola makanan yang asam ini, obat

yang sangat basa bersatu dengan protein dan terperangkap menyebabkan

alkalinasi oraganel ini. keadaan ini menyebabkan parasite tidak mampu

melakukan digesti hemoglobin. 8

c. penurunan sintesis DNA: obat ini dapat juga mengurangi sintesi DNA

dalam parasite dengan merusak struktur tersier asam nukleat. 8

2. Resistensi: resistensi plasmodia terhadap obat-obat yang beredar telah

menjadi masalah kesehatan yang serius di Asia dan beberapa Negara di

Amaerika Tengah dan Selatan. P.falciparum yang resisten terhadap

klorokuin mengandung P-glikoproteinparum yang resisten yang

berhubungan dengan membrane dan mengeluarkan obat dari organisme. 8

3. Spectrum antimikroba: klorokuin merupakan obat pilihan untuk

pengobatan malaria falsiparum erositik, kecuali pada strain yang resisten.

klorokuin kurang efektif terhadap P.vivax sangat spesifik untuk bentuk

aseksual dari P.vivax dan P.falciparum. obat ini juga efektif dalam

pengobatan amebiasis ekstraintestinal. sifat anti-inflamasi klorokuin kadang-

kadang digunakan untuk pada artritis rheumatoid dan discoid lupus

eritematous. 8

4. Farmakokinetik

a. pemberian dan distribusi: klorokuin diabsorpsi sempurna dengan cepat

setelah pemberian oral. Biasanya empat hari pengobatan sudah cukup untuk

mengobati penyakit tersebut. Obat ditimbun dalam eritrosit, hepar, lien,

renal, paru-paru dan jaringan yang mengandung melanin serta leukosit. Jadi,

43

Page 44: Aaa

obat ini mempunyai volume distribusi yang amat besar. Dapat menetap

dalam eritrosit. Obat ini juga masuk SSP dan melewati plasenta. 8

Klorokuin mengalami dealkilasi oleh enzim “hepatic mixed function

disease”, tetapi produk metabolit tetap aktif sebagai antimalaria. Obat asli

dan metabolit dikeluarkan terutama dalam urine. Ekskresi mengingkat dalam

urine yang asam. 8

5. Efek samping: efek samping pada dosis yang rendah digunakan untuk

kemosupresi malaria. Pada dosis tinggi, bahaya efek toksisk terjadi seperti

gangguan pencernaan, gatal-gatal, sakit kepala dan gangguan penglihatan.

Perubahan warna bantalan kuku dan membrane mukosa dapat terjadi pada

penggunaan jangka panjang. Penggunaan pada penderita penyakit hati harus

berhati-hati. demikian pula masalah pencernaan yang berat, penyakit

neurologi atau darah. Klorokuin dapat menyebabkan perubahan

elektrokardiografi, karena efeknya seperti kuinidin. obat ini juga

mengeksaserbasi dermatitis yang disebabkan oleh emas atau fenilbutason.

Pasien dengan psoriasis atau profiria kontraindikasi dengan klorokuin. 8

D. Skizontisi darah: Kuinin

Kuinin sekarang digunakan untuk jenis malaria yang resisten dengan obat

lain. obat ini mempengaruhi sintesis DNA.

1. Farmakokinetik: jika organisme resisten klorokuin ditemukan, terapi

biasanya terdiri atas kombinasi kuinin, pirimetamin dan sulfonamide. Semua

diberikan peroral agar mudah didistribusikan ke seluruh tubuh dan dapat

mencapat fetus melewati plasenta. Alkalinisasi urine akan menurunkan

ekskresi. 8

2. Efek samping: kinkonisme, suatu sindrom yang menyebabkan mual,

muntah, tinnitus dan vertigo. Efek ini reversible dan tidak dianggap sebagai

alas an menghentikkan terapi. Namun kuinin dhentikan jika terdapat tes

44

Page 45: Aaa

Coombs positif untuk anemia hemolitik. Diantara interaksi obat 1) retardasi

absorpsi jika kuinin diberikan bersama antasida yang mengandung

aluminium. 2) potensiasi penghambatan neuromuscular dan 3) peningkatan

kadar digoksin jika diminum secara bersamaan. Kuinin bersifat fetotoksik. 8

E. Skizontisid darah: meflokuin

Meflokuin memberikan harapan untuk digunakan sebagai obat tunggal yang

efektif menekan bentuk P.falciparum yang multiresisten. Mekanisme kerja

yang pasti belum jelas, tetapi mungkin merusak membrane parasite seperti

kuinin. Jenis yang resisten telah ditemukan. Meflokuin diabsorpsi dengan

baik setelah pemberian oral dan ditimbun dalam hati dan paru. Waktu paruh

panjang (17hari) karena konsentrasi diberbagai jaringan dank arena

sirkulasinya yang harus terus menerus melalui sistem enterohepatik dan

enterogastritik. Obat mengalami mengalami metabolism yang luas. Ekskresi

terutama dalam feses. Reaksi nonklinik pada dosis tinggi antara lain mulai

dari mual, muntah dan pusing sampai disorientasi, halusinasi dan depresi.

Kelainan elektrokardigrafi dan penghentian jantung terjadi jika meflokuin

diminum bersama kuinin atau kuinidin atau beta blocker. Obat ini tidak

dianjurkan untuk wanita hamil karena berefek teratogenik pada trimester

pertama. 8

F. Skizontisid darah dan sporontosid: Pirimetamin

Obat antifolat, pirimetamin, sering diberikan sebagai skizontisid darah untuk

mendapatkan penyembuhan radikal. Obat ini juga bekerja sebagai sporotosid

kuat dalam usus nyamuk jika nyamuk tersebut menghisap darah penjamu

yang mengandung obat tersebut. Pirimetamin menghambat dihidrofolat

reduktase plasmodium pada konsentrasi yang lebih rendah dari

penghambatan enzim yang sama pada mamalia. Penghambatan ini

menyebabkan protozoa kekurangan tetrahidrofolat, suatu kofaktor yang

diperlukan dalam biosintesis purin dan pirimidin, interversi asam amino

tertentu. Pirimetamin sendiri efektif terhadap P.falciparum jika diberikan

45

Page 46: Aaa

pada P.malariae dan toxoplasma gondii. Jika terjadi anemia megaloblastik,

dapat ditolong dengan leukovorin. 8

O. Anti malaria lain

1. Proguanil atau kloroguanid ialah turunan biguanid yang berefek

skizontisid melalui mekanisme antifolat. Obat ini mudah penggunaannya dan

hamper tanpa efek samping. Dahulu digunakan terutama untuk terapi

profilaksis dan supresi jangka panjang terhadap malaria tropika. Proguanil

mudah resisten, sehingga kegunaan proguanil telah tergeser sebagai antifolat

yang lebih efektif. Untuk profilaksis, proguanid dapat dikombinasikan

dengan klorokuin sebagai alternatif meflokuin. Proguanil tersedia sebagai

kombinasi tetap 100mg dengan atovakuon 250mg yang efektif untuk

profilaksis malaria, terutama falciparum. Selain itu, kombinasi ini juga

dicadangkan untuk mengobati serangan klinis malaria palcifarum. Efek

samping berupa gangguan neuropsikiatrik. Proguanil aman digunakan untuk

ibu hamil. Demikian juga penggunaannya bersama dengan klorokuin dan

atovakuon. 8

2. Halofantrin

Halofantrin adalah fenantrena methanol yang secara struktur mirip dengan

kina. Digunakan sebagai pilihan selain kina dan meflokuin untuk mengobati

serangan akut malaria yang resisten terhadap klorokuin dan falsiparum yang

resisten terhadap berbagai obat. Halofantrin mempunyai efektivitas yang

tinggi sebagai skizontisid darah, tetapi tidak untuk fase eksoeritrosit dan

gametosit. Penggunaan halofantrin terbatas, karena absorpsinya yang

ireguler dan potensinya menimbulkan aritmia jantung. Halofantrin tidak

digunakan untuk profilaksis. Setelah pemberian oral, kadar puncak plasma

dicapai dalam 4-8jam, waktu paruhnya berkisar antara 10-90 jam. Pada

manusia halofantrin diubah menjadi N-desbutil halofantrin suatu metabolit

utama yang memiliki efek antimalaria. Efek sampingnya antara lain mual,

46

Page 47: Aaa

muntah, nyeri abdomen, diare, pruritus dan ras. Halofantrin tidak dianjurkan

diberikan pada wanita hamil dan menyusui, pasien dengan gangguan

konduksi jantung serta pasien yang menggunakan meflokuin. Pada dosis

yang tinggi halofantrin dapat menimbulkan aritmia ventricular, bahkan

kematian. Untuk pengobatan malaria palsifarum diberikan 3 kali 500mg per

oral setiap 6 jam, dan pemberian dosis diulang lagi setelah 7 hari.

Lumefantrin adalah suatu arialkohol halofantrin yang tersedia dalam bentuk

kombinasi tetap dengan aretemeter. Kombinasi ini sangat efektif mengobati

malaria falsiparum dan belum ada laporan tentang adanya efek kardiotoksik. 8

3. Tetrasiklin

Doksisiklin digunakan untuk profilaksis bagi daerah-daerah yang endemic

terjangkit P. Falciparum yang resisten dengan berbagai obat. Dosis dewasa

adalah 100mg oral per hari, diberikan 2 hari sebelum masuk daerah endemic

sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik. Pemberian

dianjurkan tidak lebih dari 4 bulan. Dosis anak usia lebih dari 8 tahun ialah

2mg/kgBB peroral selama 7 hari. Doksisiklin tidak dianjurkan diberikan

pada anak usia kurang 8 tahun, wanita hamil dan mereka yang hipersensitif

terhadap tetrasiklin. 8

4. Kombinasi sulfadoksin-Pirimetamin

Obat ini sangat efektif untuk mengobati parasite malaria falsiparum yang

resisten terhadap klorokuin. Namun penggunaan rutin untuk keperluan

kemoprofilaksis malaria tidak dianjurkan sebab obat ini relatif toksik. Obat

ini bekerja dengan cara mencegah pembentukkan asam folinat (asam

tetrahidrofolat) dari PABA pada plasmodia. Pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal maupun hati.juga bila ada diskrasia darah, sebaiknya tidak

digunakan obat ini untuk keperluan kemoprofilaksis malaria, relatif toksik.

Sulfadoksin pirimetamin dibuat dalam bentuk tablet yang kombinasi tetap

500mg sulfadoksin dan 25mg pirimetamin. 8

47

Page 48: Aaa

a. Indikasi: terapi malaria falsiparum yang resisten terhadap klorokuin obat

ini diberikan dalam dosis tunggal, yaitu:

3 tablet untuk dewasa atau anakBB>45kg

Obat ini juga digunakan sebagai terapi tambahan untuk kina dalam

mengatasi serangan akut malaria tanpa implikasi oleh p.falsiparum yang

resisten klorokuin dapat diberikan sulfadoksin-pirimetamin 3 tablet sekali

setelah pemberian kina 3 x 650mg perhari selama 3-7hari. 8

Terapi persumptif untuk malaria falsiparum. Obat ini digunakan untuk

mengatasi demam yang diduga serangan akut malaria falsiparum.

Pengobatan ini dilakukan di daerah endemic malaria, dimana pasien tidak

mau memperoleh pelayanan medic yang layak. Dianjurkan setelah

pemakaian obat tersebut, pasien secepat mungkin memeriksakan dirinya

pada fasilitas medik yang lengkap untuk memperoleh diagnose yang pasti

dan pengobatan yang tepat. 8

Sulfadoksin-pirimetamin dikontraindikasikan bagi ibu menyusui, anak usia <

2 bulan, dan pasien yang punya riwayat reaksi buruk dengan sulfonamide.

Penggunaan kombinasi sulfadoksin-pirimetamin jangka lama sebagai

profilaksis malaria tidak dianjurkan, sebab sekitar 1:5000 pasien akan

mengealami reaksi kulit yang hebat bahkan mematikan seperti eritema

multiforme, sindroma steven jhonson atau nekrolisis epidermal toksik. Obat

ini dikontraindikasikan bagi pasien yang sebelumnya memperlihatkan reaksi

buruk terhadap sulfonamide, ibu menyusui dan bayi berumur kurang dari

dua bulan. 8

5. Artemisin dan derivatnya. Obat ini merupakan senyawa trioksan yang di

ekstrak dari tanamanobat, penggunaannya pada malaria telah lama di uji di

Cina dan akhir-akhir ini juga di Birma, Gambia, Vietnam, dan Nigeria.

Tanaman ini terdapat juga dibeberapa daerah di Indonesia. Senyawa ini

48

Page 49: Aaa

menunjukkan sifat skizontosid daerah yang cepat in vitro maupun in vivo

sehingga digunakan untuk malaria yang berat. Agaknya ikatan

endoperoksida dalam senyawa ini berperan dalam penghambatan sintesis

protein yang di duga merupakan mekanisme kerja antiparasit ini. Artesunat

adalah garam suksinil natrium artemisinin yang larut baik dalam air tetapi

tidak stabil dalam larutan. Sedangkan artemeter adalah metil eter artemsin

yang larut dalam lemak. 8

Dari beberapa uji klinikterlihat bahwa artemeter cepat sekali mengatasi

parasitemia pada malaria yang ringan maupun berat. Artemeter oral segera

diserap dan mencapai kadar puncak dalam 4-9 hari. Obat ini mengalami

demetilisasi di hati menjadi dihidro artemisin. Waktu paruh eliminasi

artemetersekitar 4 jam, sedangkan dihidroartemisinin sekitar 10 jam. Ikatan

protein plasma beragamantar spesies, pada manusia sekitar 77% terikat pada

protein. Kadar plasma artemeter pada penelitian dengan zat radioaktif sama

dengan dalam eritrosit, menunjukkan bahwa distribusi ke eritrsit baik.

Artemisin adalah obat yang paling efetif, aman, dan kerjanya cepat malaria

yang disebabkan oleh p.falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan

obat-obat yang lainnya, serta efektif terhadap malaria serebral. Relaps

seringkali terjadi pada pemberian jangka pendek bahkan bila terapi selama

5-7 hari sehingga atemisin dan derivatnya sebaiknya diberikan bersama

dengan obat lain untuk mencegah relaps misalnya meflokuin atau

doksisiklin. Karena masa paruhnya pendek artemisin tidak bermanfaat untuk

profilaksis. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah mual,

muntah, dan diare. Artemisin tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester

pertama kaarena embriotoksik. 8

6. Atovakuon

Atovakuon adalah hidroksi naflo kuinon. Obat ini hanya diberikan secara

oral. Bioavaibilitasnya rendah dan tidak menentu, tetapi abdorpsinya dapat

ditingkatkan oleh makanan berlemak. Sebagian besar obat terikat dengan

49

Page 50: Aaa

protein plasma memiliki waktu paruh 2-3 hari. Sebagian besar obat

dieliminasi dalam bentuk utuh ke dalam feses. Mekanisme kerja adalah

dengan menghambat transport electron pada membrane mitokondria

plasmodium. 8

Penggunaan awal atovakuon untuk terapi malaria, hasilnya mengecewakan.

Kegagalan ini rupanya berkaitan dengan resistensi parasit. Kombinasi tetap

atovakuon 250mg dengan proguanil 100mg per oral, menunjukkan hasil

yang sangat efektif untuk pengobatan malaria fasiparum ringan/sedang yang

resisten terhadap klorokuin atau oba-obat lainnya.8

P. Pencegahan Malaria

1. Insecticide-treated nets (ITNs)

Dari semua metode mencegah gigitan nyamuk, tidur dengan ITN kemungkinan

adalah yang paling efektif karena nyamuk menggigit malam hari saat wanita

tersebut tertidur. ITNs menurunkan kontak manusia dengan nyamuk dengan cara

membunuh nyamuk bila hinggap atau dengan mengusir nyamuk tersebut.

Meskipun kelambu bisa juga dapat memberikan proteksi terhadap nyamuk,

kelambu tersebut kurang efektif dibandingkan ITNs.

Perbandingan kelambu biasa dengan ITNs.

Kelambu Biasa ITNs

-         Memberikan sedikit proteksi

terhadap malaria

-         Tidak membunuh atau mengusir

nyamuk yang menyentuh kelambu

-         Tidak mengurangi jumlah nyamuk

-         Tidak membunuh serangga lain

seperti kutu, dan kecoa

-         Aman digunakan bagi wanita

hamil, anak-anak, dan bayi

-         Memberikan proteksi tinggi

terhadap malaria

-         Membunuh atau mengusir nyamuk

yang menyentuh kelambu

-         Mengurangi jumlah nyamuk di

dalam dan luar kelambu

-         Membunuh serangga lain seperti

kutu, dan kecoa

50

Page 51: Aaa

-         Aman digunakan bagi wanita

hamil, anak-anak, dan bayi

2. Intermitten Preventive Treatment (IPT)

Intermitten preventive treatment (IPT) malaria dalam kehamilan adalah

berdasarkan asumsi bahwa setiap wanita hamil yang tinggal di daerah dengan

transmisi malaria yang tinggi memiliki parasit malaria di dalam darah atau

plasentanya, baik wanita tersebut memiliki atau tidak memiliki gejala malaria.

Penelitian menunjukkan  bahwa  IPT adalah strategi yang efektif dan dapat

diterapkan untuk menurunkan resiko anemia berat pada primigravida yang tinggal

di area malaria. Bahkan wanita yang baru mendapat dosis satu kali oleh karena

terlambat memeriksakan kehamilannya, secara signifikan  mendapat manfaat dari

intervensi ini.

Oleh karena itu WHO merekomendasi bahwa semua wanita hamil sebaiknya

diberikan tiga dosis sulfadoksin-pirimetamin  (SP) setelah

gejala quickening (terasanya gerakan bayi pertama kali) dan paling sedikit 1 bulan

berikutnya. Mencegah parasit menyerang plasenta membantu fetus untuk

berkembang secara normal dan mencegah berat lahir rendah.

IPT sebaiknya diberikan pada semua wanita hamil, baik yang memiliki gejala-

gejala malaria maupun tidak, namun terutama sangat penting bagi wanita yang

memenuhi kondisi seperti berikut:

-         Hamil yang pertama atau kedua

-         HIV positif

-         Usia antara 10-24 tahun

-         Memiliki anemia yang tidak dapat dijelaskan selama kehamilan

-         Tinggal di daerah dengan transmisi malaria rendah

-         Pindah dari daerah dengan transmisi malaria rendah

Dosis dan waktu pemberian klorokuin (untuk pasien dengan alergi SP)

Nomor dosis Jumlah tablet klorokuin Saat pemberian klorokuin

51

Page 52: Aaa

(150 mg setiap tablet)

1 4 Kunjungan pertama setelah usia

kehamilan 16 minggu

2 4 Hari kedua setelah dosis pertama

3 2 Hari ketiga setelah dosis pertama

Tiap minggu 2 Tiap minggu untuk sampai melahirkan

3. Cara lain mencegah malaria

Wanita hamil memiliki resiko 2 kali lebih tinggi untuk digigit nyamuk disbanding

wanita tidak hamil kemungkinan oleh karena kulit wanita hamil lebih hangat

dibanding wanita tidak hamil.

-         Tutup pintu dan jendela dengan kawat nyamuk untuk mencegah nyamuk

masuk ke rumah

-         Menghindari keluarnya rumah malah hari. Bila akan keluar:

o       Gunakan pakaian yang menutupi seluruh lengan dan tungkai.

o       Gunakan repelen nyamuk berupa krim pada daerah kulit yang terekspos

o       Gunakan obat nyamuk bakar (terutama bila duduk di luar rumah) yang

mengeluarkan asap. Asap tersebut mengusir nyamuk atau membunuhnya sewaktu

terbang melewatinya.

-         Semprot kamar-kamar dengan insektisida sebelum tidur setiap malam. Oleh

karena semprotan tersebut hanya efektif untuk beberapa jam, metode ini hanya

digunakan sebagai kombinasi tindakan lain seperti pintu dan jendela yang berkawat

nyamuk.

-         Secara langsung bunuh nyamuk dalam rumah dengan memukulnya.

52

Page 53: Aaa

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pembuatan makalah ini adalah :

1. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium

yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual

di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam,

menggigil, anemia dan hepatosplenomegali yang dapat berlangsung akut

maupun kronik

2. Infeksi malaria dapat disebabkan oleh semua spesies Plasmodium penyebab

malaria, yaitu : Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium

ovale, Plasmodium malariae.

3. Diagnosis kehamilan dengan malaria ditegakkan mulai dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan apus darah tepi, serologi dll.

4. Penatalaksanaan kehamilan dengan malaria : Pencegahan transmisi,

Pengobatan malaria, Pengobatan komplikasi, Penangan proses persalinan.

5. Farmakologi obat-obatan malaria dalam kehamilan. Terapi klorokuin tetap

menjadi lini pertama jika belum resisten. Alternatif dari klorokuin adalah

kuinin, kuinidin, dan proguanil bisa untuk semua trimester.

Artesunat/artemeter, meflokuin, sulfadoksin hanya bisa trimester kedua dan

ketiga. Kontraindikasi pada malaria dalam kehamilan adalah golongan

primakuin, tetrasiklin, doksisiklin, dan halo fantrin.

6. Pencegahan kehamilan dengan malaria dapat menggunakan kelambu

berinsektisida (ITN) dan IPT

53

Page 54: Aaa

DAFTAR PUSTAKA

1. Review : Malaria in pregnancy. BJOG : International Journal of Obstetrics and

Gynaecology. Blackwell publishing. September 2005, Vol 112, 1189-95.

2. Stray-Pederson. Parasitic Infection. In: Cohn WR, eds. Cherry-Merkatz's

Complication of Pregnancy. 5 th ed. Philladelphia : Lippincott Williams and

Wilkins 2000: 699-724.

3. Warouw NN. Malaria dalam Kehamilan. Dalam: Tarjoto EH, Kosim

Muetiana P,eds. Naskah Lengkap K ongres Nasional VII Perhimpunan,

Perinatologi Indonesia dan Simposium lnternasional. Semarang; 2000:241-

54.

4. Mustadjab I. Malaria kongenital. Bagian ilmu kesehatan anak

FKUNSRAT Prof. Dr.RD Kandou, Manado.

5. Kothare SO, Kaliapur, 56, Bram SF, ed. Congenital Malaria. J Clin Med

1987; 33 : 158 - 61.

6. Viraraghavan, Jantausch B. Congenital Malaria : diagnosis and therapy. J

Pediatric Therapy(1) : 66 - 61.

7 . Hewson MP, Simmer K, Blackmore I. Kongenital malaria intra uterine. J.

Pediatr. Intl. 1997 : 28-33.

8. Sardjono, U.S., Handoko, T., Zubaidi, J., Sunaryo, Sukarban, S. 2007.

Farmakologi dan Terapi Edis 5 Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Gaya Baru : Jakarta.

9. WHO. Severe falciparum maiaria. Transactions of the Royal Society ed

Tropical Medicine and Hygiene 2000;V,4:S1 ~12

10. Kampenplan TH, Dianto. Congenital falciparum malaria with chloroquine

resistance type II. Paediatrica Indonesiana 4 - 2 0 .

11. Starr SR, Wheeler US. Index of Suspicious Case of Congenital Malaria.

Pediatr. Rev 1990; 19 (10) : 338 -60 .

12. Rampengan. Malaria. Dalam . Soemarno FS, Garnadi, Hadinegoro S, eds.

54

Page 55: Aaa

Buku ajar ilmu kesehatan anak : infeksi dan penyakit tropik.Edisi pertama

Jakarta : Balai penerbit FKUI Vol I : 44~9.

13. Singh N, Saxena N. Placental Plasmodium Vivax Infection.

Congenital Malaria in Central India. Ann Trop J ed. Parasitol. 2003; 7 (10) :

875 - 78.

14. Nugroho A, Harijanto PN, Datau EA. Imunologi pada Malaria.

Dalam : Harijanto PN, eds. Malaria : Epidemiologi, Patogenesis,

Manifestasi Klinis dan Penanganan. Edisi I. Jakarta : EGC 2000 : 129-

47.

15. Shah I. Congenital malaria with aparasitemia on peripheral smear.

JAMA 2002; 2007: 1520 - 21.

16. Ndyomugyeny: R, Magnussen P. Cloroquine prophylaxis, iron/folic-acid

supplementation or case management of malaria attack in primigravidae in

westem Uganda : effect on congenital malaria and infant haemoglobin

concentrations. Ann Trop Med Parasitol. 2004, 94 (18) : 759 - 68.

17. Naing T, Win H, New YY. Falciparum Malaria and Pregnancy :

Relationship and Treatment Response. Southeast Asian J Trop Med.

Vol 19 No.2 June 1988.

18. Haider M, Arishi A, Ibrahim S. Chloroquine resistant plasmodium falciparum

malaria in an extremely premature infant. Annals of Study medicine 1999;

19 : 215 - 7.

19. Quin JC, Bolinger RC. Parasitic diseases during pregnancy. In: Sciarra JJ.

Maternal Fet al Medicine. Vol 3. 1997.

55