documenta

11
A. Definisi dan Fungsi Mastikasi Definisi mastikasi adalah suatu kompleksitas dari neuromuskular dengan bantuan seluruh fungsi rahang atas, rahang bawah, bersama- sama dengan temporomandibular, lidah, Sircumoral muskular, otot-otot mastikasi, dan gigi. Pemakaian kata fungsi mastikasi yang tepat dalam literatur-literatur sangat kurang bahkan 'fungsi mastikasi' sering digantikan dengan kata 'kemampuan mengunyah', 'efisiensi mengunyah', atau 'performans mengunyah'. Carlson mendefinisikan kemampuan mengunyah sebagai suatu kemampuan individu itu sendiri dalam menilai fungsi mastikasi mereka. Bates et al mendefinisikan performans mastikasi sebagai suatu ukuran partikel distribusi makanan pada saat dikunyah. Adapun fungsi mastikasi adalah memotong dan menggiling makanan, membantu mencerna sellulosa, memperluas permukaan, merangsang sekresi saliva, mencampur makanan - saliva, melindungi mukosa, dan mempengaruhi pertumbuhan jaringan mulut. B. Proses Mastikasi Proses mastikasi merupakan suatu proses kombinasi gerak antar dua rahang yang terpisah, termasuk proses biofisik dan biokimia dari penggunaan bibir, gigi, pipi, lidah, langit-langit mulut, serta seluruh struktur pembentuk oral, untuk mengunyah makanan dengan tujuan menyiapkan makan agar dapat ditelan. Lidah berfungsi mencegah tergelincirnya makanan, mendorong makanan kepermukaan kunyah, membantu mencampur makanan dengan saliva, memilih makanan yang halus untuk ditelan, membersihkan sisa makanan, membantu proses bicara dan membantu proses menelan. Pada waktu mengunyah kecepatan sekresi saliva 1,0 - 1,5 liter / hari, pH 6 - 7,4. Saliva berfungsi mencerna polisakarida, melumatkan makanan, menetralkan asam dari makanan, melarutkan makanan, melembabkan mulut dan anti bakteri. Pada proses mastikasi terjadi beberapa stadion antara lain stadion volunter dimana makanan diletakkan diatas lidah kemudian didorong ke atas dan belakang pada palatum lalu masuk ke faring, di mana hal ini dapat dipengaruhi oleh kemauan. Selanjutnya pada stadium pharyngeal bolus pada mulut masuk ke faring dan merangsang reseptor sehingga timbul refleks-refleks antara lain terjadi gelombang peristaltik dari otot-otot konstriktor faring sampai nafas berhenti sejenak. Proses ini sekitar 1 - 2 detik dan

Upload: deaswastika

Post on 07-Dec-2014

34 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentA

A. Definisi dan Fungsi Mastikasi

Definisi mastikasi adalah suatu kompleksitas dari neuromuskular dengan bantuan seluruh fungsi rahang atas, rahang bawah, bersama-sama dengan temporomandibular, lidah, Sircumoral muskular, otot-otot mastikasi, dan gigi.

Pemakaian kata fungsi mastikasi yang tepat dalam literatur-literatur sangat kurang bahkan 'fungsi mastikasi' sering digantikan dengan kata 'kemampuan mengunyah', 'efisiensi mengunyah', atau 'performans mengunyah'. Carlson mendefinisikan kemampuan mengunyah sebagai suatu kemampuan individu itu sendiri dalam menilai fungsi mastikasi mereka. Bates et al mendefinisikan performans mastikasi sebagai suatu ukuran partikel distribusi makanan pada saat dikunyah. Adapun fungsi mastikasi adalah memotong dan menggiling makanan, membantu mencerna sellulosa, memperluas permukaan, merangsang sekresi saliva, mencampur makanan - saliva, melindungi mukosa, dan mempengaruhi pertumbuhan jaringan mulut.

B. Proses Mastikasi

Proses mastikasi merupakan suatu proses kombinasi gerak antar dua rahang yang terpisah, termasuk proses biofisik dan biokimia dari penggunaan bibir, gigi, pipi, lidah, langit-langit mulut, serta seluruh struktur pembentuk oral, untuk mengunyah makanan dengan tujuan menyiapkan makan agar dapat ditelan. Lidah berfungsi mencegah tergelincirnya makanan, mendorong makanan kepermukaan kunyah, membantu mencampur makanan dengan saliva, memilih makanan yang halus untuk ditelan, membersihkan sisa makanan, membantu proses bicara dan membantu proses menelan. Pada waktu mengunyah kecepatan sekresi saliva 1,0 - 1,5 liter / hari, pH 6 - 7,4.

Saliva berfungsi mencerna polisakarida, melumatkan makanan, menetralkan asam dari makanan, melarutkan makanan, melembabkan mulut dan anti bakteri. Pada proses mastikasi terjadi beberapa stadion antara lain stadion volunter dimana makanan diletakkan diatas lidah kemudian didorong ke atas dan belakang pada palatum lalu masuk ke faring, di mana hal ini dapat dipengaruhi oleh kemauan. Selanjutnya pada stadium pharyngeal bolus pada mulut masuk ke faring dan merangsang reseptor sehingga timbul refleks-refleks antara lain terjadi gelombang peristaltik dari otot-otot konstriktor faring sampai nafas berhenti sejenak. Proses ini sekitar 1 - 2 detik dan tidak dipengaruhi oleh kemauan. Kemudian pada stadium oesophangeal terjadi gelombang peristaltik primer yang merupakan lanjutan dari gelombang peristaltik faring dan gelombang peristaltik sekunder yang berasal dari dinding oesophagus sendiri. Proses ini sekitar 5 - 10 detik dan tidak dipengaruhi oleh kemauan. Setelah melalui proses ini makanan siap untuk ditelan. Mekanisme dalam pengunyahan secara normal dan yang mengalami kelainan sendi temporomandibula pada pasien yang mengunyah satu sisi berbeda. Terlihat perbedaan aktivitas otot-otot pengunyahan pada yang normal dan abnormal. Pada dasarnya dapat dilihat dari 3 fase, yaitu fase membuka saat gigi meninggalkan kontak dengan lawannya dan mandibula turun, kedua fase menutup, saat mandibula bergerak kembali ke atas sampai terjadinya kontak pertama antara gigi - geligi bawah dan gigi - geligi atas, dan fase ketiga fase oklusi, yaitu saat mandibula kembali ke posisi interkupasi maksimal dengan dipandu oleh bergesernya kontak gigi-geligi bawah dan gigi - geligi atas. Pada kondisi normal pergerakan sendi yaitu gerak rotasi terjadi pada kondilus dengan permukaan bawah discus à disebut struktur kondilus disckomplek (sendi bawah). Gerakan menggelincirkan terjadi pada sendi bagian atas antara kondilus disckomplek dengan fosa glenoidalis. Pada kasus mengunyah dengan satu sisi pada fase membuka mulut terjadi rotasi dimana discus bergerak sedikit ke posterior, kondilus ke anterior

Page 2: DocumentA

m.pterygoideuslateral inferior dan m.pterygoideuslateral superior berkontraksi. Dan terjadi translasi dimana discus beserta kondilus bergerak ke anterior mengikuti guiding line sampai eminentia artikular. Semua ototnya dalam keadaan kontraksi. Pada fase menutup mulut discus artikularis bergerak ke anterior dan kondilus ke posterior untuk mempertahankan posisi kondilus agar tetap berada pada zona intermediet, maka m.pterygoideus lateral superior kontraksi dan m.pterygoideus lateral inferior relaksasi.

C. Jenis Jenis dari pengunyahan

pada satu sisi rahang adalah pengunyahan yang menggunakan satu sisi rahang kanan, dan satu sisi rahang sebelah kiri. Yang masing - masing dalam setiap sisi nya memiliki sepasang sendi rahang baik di sisi kanan dan sisi sebelah kiri. Dan dilihat dari struktur dan fungsinya persendian yang terdapat dalam tiap rahang yaitu pada bagian atas, antara Fossa glenoid dan eminensia artikularis, dengan permukaan atas diskus artikularis. Pada bagian bawah, yang merupakan bagian kedua antara permukaan bawah diskus artikularis dengan kepala kondil. Dan apabila terjadi penyimpangan seperti mengunyah pada salah satu sisi rahang saja dan berjalan lama maka posisi akhir kondilus kanan dan kiri akan menjadi asimetris yang diikuti oleh diskus artikularnya. D. Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Fungsi Mastikasi 1. Kehilangan Gigi Gigi merupakan organ manusia yang terpenting. Tanpa gigi, manusia tidak dapat mencerna makanan. Gigi berfungsi untuk mengunyah setiap makanan yang masuk ke dalam mulut untuk diteruskan ke dalam tubuh manusia, tentunya makanan yang sudah halus. Proses ini akan berlangsung mulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Manfaat utama gigi adalah untuk mengunyah beraneka ragam makanan yang tekstur dan nilai gizinya berbeda-beda. Dengan terjadinya kehilangan gigi maka menurunlah efisiensi pengunyahan. Kehilangan gigi merupakan penyebab terbanyak menurunnya fungsi mastikasi, karena berhubungan erat dengan masalah karies dan penyakit periodontal. Kehilangan gigi tidak selalu memuaskan dengan adanya kompensasi penggantian gigi palsu karena sering menimbulkan perasaan yang kurang nyaman dari pemakai, sehingga fungsi gigi belum dapat sepenuhnya digantikan oleh gigi tiruan ditinjau dari segi efektifitas dan efisiensinya. Makanan yang dikonsumsi sebelum masuk lebih dalam menuju alat pencernaan harus melewati mulut. Di rongga mulut ini makanan sudah mulai menjalani proses pencernaan. Kelancaran pengunyahan makanan di dalam rongga mulut tergantung pada kelengkapan susunan gigi. Jumlah gigi geligi yang tidak lengkap akan menurunkan keefektifan fungsi pengunyahan. Belum lagi soal penurunan selera makan yang pada umumnya banyak menghinggapi mereka yang berusia tua. Gangguan fungsi pengunyahan dapat pula disebabkan karena penurunan fungsi dari lidah, mukosa mulut, otot-otot pengunyah, kelenjar ludah, dan sistem susunan saraf. Sekalipun dengan gigi palsu berkualitas baik, penderita edentulisme tetap mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan yang bertekstur keras atau kenyal. Prevalensi edentulisme di Kanada mencapai 17% pada tahun 1990, dan di Amerika Serikat sekarang prevalensinya mencapai 9,7% pada kelompok usia 18 tahun ke atas. Prevalensi kondisi ini meningkat secara dramatis mengikuti pertambahan usia, dan 33,1% bangsa Amerika yang berusia 65 tahun ke atas menderita edentulisme; prevalensi pada kelompok usia inilah yang paling banyak terserang, dan kelompok usia ini paling banyak menampakkan akibat fisik yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut . Lebih lanjut, kelompok lansia akan menjadi bagian terbesar dari jumlah total populasi dikarenakan terus berkembangnya generasi baby boomer dimana angka kelahiran lebih tinggi dari angka kematian bayi pada tahun tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 1998 Thompson dan Kreisel memprediksi peningkatan populasi tua di Kanada sebesar 36,5% sampai pada tahun 2015. Meskipun peningkatan mutu layanan kesehatan beserta peningkatan dalam hal frekuensi pemanfaatannya belakangan ini

Page 3: DocumentA

telah dapat menurunkan laju pertambahan jumlah edentulisme, bertambahnya jumlah populasi lansia diperkirakan akan dapat meningkatkan kebutuhan akan beragam bentuk layanan kesehatan mulut. 2. Penyakit Dalam Rongga Mulut Berbagai macam unsur fisik terlibat dalam proses makan khususnya unsur-unsur dalam rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, dan tenggorokan; sistem saraf dan otak; sistem hormonal / endokrin, dan enzim yang berkaitan dengan penerimaan makanan dan proses metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jika ada kelainan atau penyakit pada unsur-unsur organik tersebut, pada umumnya akan disertai dengan adanya gangguan / kesulitan mengunyah. Adapun kelainan / penyakit pada gigi geligi dan unsur-unsur lain dalam rongga mulut, yaitu : 1. Kelainan bawaan Labioschizis (bibir sumbing), Frenulum lidah pendek, makroglosia, dll. 2. Penyakit infeksi stomatitis, gingivitis, tonsilitas, dll. 3. Kelainan / Penyakit Neuromuskuler paresis / paralisis lidah dan otot-otot sekitar faring dan larynx. 4. Penyakit / kelainan non infeksi a) Penyakit bawaan di luar rongga mulut dan saluran cerna: Penyakit jantung bawaan, Sindroma Down b) Penyakit Neuromuskuler: Cerebrum serebral 3. Faktor Psikologis Selain karena faktor fisik, masalah gangguan fungsi mastikasi juga disebabkan karena proses perkembangan selera dan kemampuan makan yang berkembang sejalan dengan perkembangan organ fisik termasuk sistem pencernaan. Disinilah sering timbul masalah sulit makan yang sering kali dibarengi dengan gangguan psikologis. Gangguan psikologis dapat timbul karena kompleksitas masalah kehidupan yang dihadapi dan sering kali terus dipikirkan sehingga mempengaruhi selera makan dan kegiatan mengunyah pada saat makan. Pada umumnya seseorang dengan gangguan psikologis, makanan yang mereka telan kurang sempurna pengunyahannya, sehingga sistem pencernaanlah yang akan memperbaiki pengunyahan makanan yang tidak lengkap dalam mulut. Definisi xerostomia secara harfiah berasal dari bahasa Yunani, "xeros" yang berarti kering dan "stoma" yang berarti mulut. Kondisi ini bukan merupakan suatu penyakit, melainkan tanda atau gejala dari proses patofisiologi yang terjadi dan disebabkan oleh berbagai macam faktor, semisal gangguan pada sistem syaraf, medikasi, gangguan kelenjar ludah, terapi radiasi terutama pada leher dan kepala. Pada kondisi normal, produksi saliva adalah 500-1500 ml / hari dan rata-rata saliva yang ada di rongga mulut adalah 1 ml. Seseorang dikatakan menderita xerostomia jika produksi salivanya kurang dari setengah standar normal produksi saliva. xerostomia dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat reversibel dan ireversibel. Reversibel yaitu kekeringan mulut masih dalam taraf rendah dan bersifat sementara. Ini biasanya terjadi pada pasien yang menderita gangguan emosi, gangguan keseimbangan cairan elektrolit, bernafas menggunakan mulut dalam jangka waktu cukup lama, merokok, dan mengonsumsi obat-obatan tertentu. Sedangkan ireversibel yaitu kekeringan mulut berada pada taraf permanen yang bisa disebabkan oleh pasien yang menderita sindroma Sjogren, sarkoidosis, setelah terapi radiasi, obstruksi kelenjar saliva, dan kerusakan syaraf autonom. Mesh Mulut kering dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Keadaan-keadaan fisiologis seperti berolahraga, berbicara terlalu lama, bernafas melalui mulut, stress dapat menyebabkan keluhan mulut kering. Penyebab yang paling penting diketahui adalah adanya gangguan pada kelenjar saliva yang dapat menyebabkan penurunan produksi saliva, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, penyakit lokal pada kelenjar saliva dan lain-lain. Berikut jabaran faktor-faktor yang berperan sebagai penyebab timbulnya keluhan mulut kering. a. Radiasi pada daerah leher dan kepala Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran. Hubungan antara dosis iradiasi dan sekresi saliva (Amerongan, 1991). Dosis gejala - <10 Gray Reduksi tidak tetap sekresi saliva - 10 -15

Page 4: DocumentA

Gray Hiposialia yang jelas dapat ditampilkan - 15 -40 Gray Reduksi masih terus berlangsung, reversibel -> 40 Gray Perusakan irreversibel jaringan kelenjar Hiposialia irreversibel b. Efek samping obat-obatan Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi sativa yang dapat menyebabkan terjadinya mulut kering. Seperti obat antidepresan, antihipertensi, antihistamin dan lain-lain. Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar. c. Gangguan lokal pada kelenjar saliva Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih umum mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel Asíni dan penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva. Sindrom Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel Asíni kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang. d. Kesehatan umum yang terganggu Pada orang-orang yang menderita penyakit-penyakit yang menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare yang terlalu lama, diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik lainnya dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan dalam pengaturan air dan elektralit, yang diikuti dengan terjadinya keseimbangan air yang negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva (Amerongan, 1991). Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva drpengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat. Penderita gagal ginjal kronis terjadi penurunan output. Untuk menjaga agar keseimbangan cairan tetap terjaga pertu intake cairan dibatasr. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental. Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa kering. Pada rnfeksi pemafasan bagian atas, penyumbatan hidung yang terjadi menyebabkan penderita bernafas melalui mulut e. Kondisi Fisiologi Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh kondisi-kondisi fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering. Bernapas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering Gangguan emosionil, seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. f. Usia Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging. Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Kondisi ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva (Pedersen dan Loe, 1986; Sonis dkk, 1995). Selain itu, penyakit-penyakit sistemis yang diderita pad a usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemis dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut (Ernawati, 1997). Klasifikasi xerostomia dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu: a. Reversibel xerostomia dengan kekeringan masih dalam taraf rendah dan bersifat sementara, kondisi ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami gangguan emosi, gangguan keseimbangan cairan elektrolit elektrolit, bernafas melalui mulut, merokok, mengkonsumsi obat-obatan seperti antihistamin, antihipertensi, antiparkinson, dekongestan, penenang dan lain-lain. b. Ireversibel xerostomia dengan kekeringan dalam taraf tinggi dan bersifat permanen, keasaan ini dapat terjadi pada pasien sindroma sjogren, sarkoidosis, setelah terapi radiasi, obstruksi atau aplasi kelenjar

Page 5: DocumentA

saliva, kerusakan syaraf autonom, dan lain-lain. Patofisiologi Kelenjar saliva diinervasi oleh sistem syaraf simpatis dan parasimpatis. Stimulasi parasimpatis menginduksi sekresi yang lebih berair, sedangkan stimulasi simpatis menyebabkan sekresi menjadi lebih viscous. Oleh karena itu, sensasi kekeringan dapat terjadi, misalnya, selama periode stress maupun anxietas akut, yang dapat menyebabkan perubahan dalam komposisi saliva akibat stmulasi predominan syaraf simpatis. Gejala kurangnya saliva dapat menimbulkan dehidrasi mukosa oral, yang terjadi ketika sekresi saliva dari kelenjar mayor dan minor menurun dan lapisan saliva yang melindungi mukosa menjadi berkurang. Berkurangnya saliva menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Kondisi ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi infeksi dan proteksi dari saliva. Proses pengunyahan dan konsumsi, apalagi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak dan makanan kering dan kental akan sulit dilakukan. Rasa stamping dan proses bicara juga akan terganggu. Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih dari saliva berkurang, sehingga terjadi peradangan yang kronis dari selaput lendir yang disertai keluhan mulut terasa seperti terbakar. Pada penderita yang memakai gigi palsu, akan timbul masalah dalam hal toleransi terhadap gigi palsu. Mukosa yang kering menyebabkan pemakaian gigi palsu tidak menyenangkan, karena gagal untuk membentuk selapis tipis lendir untuk tempat gigi palsu melayang pada permukaannya. Selain itu karena turunnya tegangan permukaan antara mukosa yang kering dengan permukaan gigi palsu. Susunan mikroflora mulut mengalami perubahan, dimana mikro organisme kariogenik seperti streptokokus mutans, laktobacillus den candida meningkat. Selain. itu, fungsi bakteriostase dari saliva berkurang. Akibatnya pasien yang menderita mulut kering akan mengalami peningkatan proses karies gigi, infeksi candida dan gingivitis. Penyakit yang menyerang kelenjar saliva dapat berakibat pada berkurangnya saliva, yang akan menimbulkan berbagai gejala dalam mulut seperti terjadinya infeksi yang disebabkan oleh bakteri sialanenitis bakterial. Kelenjar-kelenjar ludah tersebut terletak di bawah lidah, daerah otot pipi dan di daerah dekat langit-langit. Sekitar 99,5% air ludah terdiri dari air dan sisanya terdiri atas zat-zat seperti kalsium, fosfor, natrium, dan magnesium. Selain itu juga ada mucin, enzima-enzima seperti enzima amylase. Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Kondisi ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva. Mulut kering disebabkan karena bernapas melalui mulut yang terus menerus, tetapi juga oleh gangguan fungsi kelenjar ludah mayor. Perasaan mulut kering terjadi bila kecepatan resorpsi air oleh mukosa mulut bersama-sama dengan penguapan air mukosa mulut lebih besar daripada kecepatan sekresi ludah. Normal diproduksi 500-600 ml ludah tiap hari. Bila sekresi ludah besarnya 20-90 ml / hari maka ini disebut hiposialia. Pada sekresi ludah kurang dari 0,06 ml / menit (= 3 ml / jam) akan timbul keluhan mulut kering. Bila produksi kurang dari 20 ml / hari dan berlangsung dalam waktu lama, maka kondisi ini disebut xerostomia. Adapun xerostomia yang disebabkan oleh pelaksanaan terapi radiasi cenderung lebih permanen dibandingkan penyebab lainnya. Terapi radiasi, semisal kemoterapi, terutama di daerah leher dan kepala, dapat menyebabkan perubahan kualitas maupun kuantitas saliva di dalam rongga mulut Gejala Gejala umum xerostomia adalah saliva kental dan berbusa, bibir kering dan pecah, rasa terbakar, yang cenderung menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan dalam menelan (disfagia), terkadang rasa sakit di mulut, dan juga gangguan fungsi stamping. Disfagia akan sangat dirasakan bagi penderita yang benar-benar kekurangan saliva. Ini menyebabkan seluruh aspek yang berhubungan dengan proses makan mengalami kesulitan, mulai dari mengunyah sampai menelan. Adanya xerostomia ini juga menyebabkan peningkatan resiko karies gigi dan beberapa iritasi juga infeksi lainnya pada penderitanya. Tanda - tanda klinis penderita xerostomia antara lain adalah

Page 6: DocumentA

ditemukannya saliva berbusa, kental, bibir kering, rasa terbakar, lidah berfisura dan berlobul, pipi yang kering dan pucat, kelenjar saliva bengkak atau nyeri, mukosa berubah menjadi daerah kering dan berfisura. A. Bibir yang kering dan pecah B. Lidah yang kering, berfisura, dan berlobul Penatalaksanaan Jika xerostomia disebabkan oleh pengaruh pemberian obat tertentu, semisal antidepressants dan antihistamines, dianjurkan untuk segera berkonsultasi ke dokter untuk menghentikan atau mengganti jenis obat yang dikonsumsi. penderita. Waktu pemakaian obat dapat dirubah untuk menyesuaikannya dengan waktu makan, sehingga memungkinkan stimulasi saliva melalui proses makan untuk menghalangi efek kekeringan. Penggunaan obat saat tidur harus dihindari, dikarenakan sekresi saliva berada di level terendah saat tidur. Pada pengobatan, biasanya penderita akan diberikan beberapa obat penstimulasi saliva bila menderita xerostomia ireversibel, semisal obat cemiveline, anethole trithione, dan yohimbine. Penatalaksanaan xerostomia (mulut kering) sebaiknya dimulai dengan identifikasi dan penatalaksanaan penyebab yang mendasari, meskipun hal ini tidak selalu mungkin. Tidak ada perawatan definitif untuk pasien dengan xerostomia karena terapi radiasi ataupun SS. Perawatan ditujukan melalui stimulasi kelenjar saliva secara lokal dan sistemik, meredakan keluhan simptomatik dan mencegah dan menanggulangi komplikasi hiposalivasi. Diantaranya dapat dilakukan: a. Pasien xerostomia sebaiknya menjalani evaluasi bagian oral yang rutin untuk diagnosis awal komplikasi oral. Pasien sebaiknya didukung untuk melakukan pemeriksaan mandiri adanya ulkus rongga mulut, lesi ataupun gigi berlubang dan melaporkan adanya penemuan yang tidak biasa. b. Pencegahan karies dapat diupayakan melalui kontrol plak dan perawatan kebersihan mulut. Pasien diinstruksikan untuk menyikat gigi setidaknya dua kali sehari menggunakan sikat gigi lembut dan pasta gigi tinggi flouride dan rendah abrasi atau gel seperti Prevident. Sebagai tmbahan, penggunaan obat kumur sodium flouride atau gel flouride dapat mengurangi lubang gigi. c. Gel yang mengandung flouride topikal yang ideal mengandung 0,4 hingga 1,25 persen flouride, memiliki pH netral dan diaplikasikan pada mouth-guard. Pada pasien resiko tinggi, seperti individu yang menjalani terapi radiasi harian, perawatan flouride sangat direkomendasikan. Penggunaan flouride dan klorheksidin - keduanya efektif pada pasien iradiasi resiko tinggi. Pasien sebaiknya dianjurkan untuk menghindari alkohol dan rokok dan menjalani diet rendah gula untuk mengontrol karies. d. Permen karet xylitol efektif untuk pencegahan karies dan biasanya dianjurkan untuk pasien sebagai rutinitas. Protesa gigi sebaiknya tidak dipakai paa malam hari. Bersih protesa gigi dijaga melalui penyikatan dan pembersih gigi. Dalam kasus candidiasis, protesa gigi dapat dibersihkan dengan klorheksidin 0,2 persen semalam atau klorheksidin gel 1 persen dua kali sehari. Kandidiasis oral dapat diterapi dengan agen antijamur topikal seperti nystatin krim dan azole gel dan pada kasus yang dulit disembuhkan, terapi sistemik dengan fluconazole dapat digunakan. Komplikasi Umumnya perhatian terhadap saliva sangat kurang. Perhatian terhadap saliva baru timbul ketika terjadi penurunan sekresi saliva yang akan menimbulkan gejala mulut kering atau xerostomia. Berbagai macam masalah akan timbul bagi penderita keluhan mulut kering ini seperti yang terlihat dibawah ini: b. Mukosa mulut kering, mudah teriritasi c. Sulit berbicara d. Sulit mengunyah dan menelan e. Persoalan dengan protesa f. Penimbunan lendir Rasa seperti terbakar g. Gangguan stamping h. Perubahan jaringan lunak i. Pergeseran dalam mikroflora mulut j. Karies gigi meningkat Kehilangan gigi sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan dampak, seperti dampak fungsional, sistemik dan emosional.11-132.3.1 Fungsional Kesehatan mulut yang rendah berdampak pada kehilangan gigi yang dapat menyebabkan masalah pada pengunyahan dan pola makan sehingga mengganggu status nutrisi. Individu yang kehilangan gigi sebagian atau seluruhnya hanya dapat memakan makanan yang lembut sehingga nutrisi bagi tubuh menjadi terbatas.26 Populasi yang mengalami kehilangan gigi terutama kehilangan seluruh gigi akan mengubah pola

Page 7: DocumentA

konsumsinya, sehingga makanan yang keras dan kasar seperti buah-buahan, sayur - sayuran dan daging yang merupakan sumber vitamin, mineral dan protein menjadi sesuatu hal yang sulit bahkan tidak mungkin untuk dikunyah.27 Hasil penelitian Osterberg dkk (1996) menemukan bahwa kemampuan mengunyah pada pasien yang kehilangan seluruh gigi hanya 1/6 dari pasien yang memiliki gigi asli. Kekuatan gigit pada pemakai GTP hanya sekitar 20% jika dibandingkan dengan subjek yang masih bergigi. Hal ini dapat menjelaskan mengapa orang yang kehilangan gigi - geliginya mengeluhkan kesulitan dalam mengunyah makanan yang keras.12 2.3.2 Sistemik Dampak sistemik yang timbul akibat kehilangan gigi berupa penyakit sistemik seperti defisiensi nutrisi, osteoporosis dan penyakit kardiovaskular (artherosclerosis). Penyebabnya adalah status gigi yang buruk dan perubahan pola konsumsi.14-15 Kurangnya konsumsi kalsium dan vitamin D yang berasal dari buah - buahan dan sayur - sayuran akibat kehilangan gigi dapat meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis.28 Selain itu, penyakit kardiovaskular dapat disebabkan bersatunya agen infeksius dalam bentuk atheroma dan faktor predisposisi genetik terhadap penyakit periodontal dan penyakitkardiovaskular. Penyebaran bakteri dari penyakit periodontal akan masuk ke sirkulasi pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan resiko sistemik.29 2.3.3 Emosional Dampak emosional adalah perasaan atau reaksi yang ditunjukkan pasien sehubungan dengan status kehilangan seluruh gigi yang dialaminya.30 Kehilangan gigi dapat merubah bentuk wajah, tinggi muka dan vertikal dimensi serta rahang yang prognasi sehingga menimbulkan reaksi seperti merasa sedih dan depresi, kehilangan kepercayaan diri, merasa tua, perubahan perilaku, merasa tidak siap untuk menerima kehilangan gigi dan tidak ingin orang lain melihat penampilannya saat tidak memakai gigitiruan serta mengubah perilaku dalam bersosialisasi. Fiske dkk (1998) menyatakan bahwa hilangnya gigi dan pemakaian gigitiruan berdampak pada psikososial seseorang.12 Penelitian oleh Davis dkk (2000) menunjukkan bahwa ada pengaruh emosional yang signifikan sebagai konsekuensi kehilangan gigi, 45% dari pasien kehilangan seluruh gigi di London sulit untuk menerima kehilangan gigi.