a11mpe_bab ii tinjauan pustaka

10
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Acacia mangium Tanaman A. mangium termasuk dalam sub Divisi Angiospermae, Famili Leguminosae, Sub famili Mimosoideae. Daerah penyebarannya meliputi daerah Queensland Australia bagian utara, Irian Jaya bagian utara, Kepulauan Aru, Maluku Selatan, Seram bagian barat, dan daerah Bentuas Kalimantan Timur (Jensen, 1999). Tanaman ini mampu bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen (Rhizobium) dan melaksanakan proses penambatan N 2 dari udara, sehingga tanaman dapat memenuhi kebutuhan unsur N melalui penambatan secara hayati dan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk N buatan. Selain itu, A. mangium perakarannya luas, mampu beradaptasi pada tanah yang miskin unsur hara dan tahan terhadap kekeringan, serta mempunyai nilai ekonomi tinggi, kayunya mempunyai kualitas yang cukup baik khususnya sebagai bahan pulp/kertas maupun mebel (Purwaningsih, 2004). Kertas yang dihasilkan A. mangium memiliki kualitas yang tinggi karena menghasilkan bubur kayu yang berwarna putih dan bersih. Manfaat lain A. mangium adalah daunnya biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak serta dapat juga digunakan untuk tanaman reklamasi lahan bekas tambang batu bara atau untuk penghijauan lahan kritis (Anonim, 2010 b ). Pada umumnya A. mangium dapat tumbuh pada daerah dataran rendah yaitu sekitar 300 m di atas permukaan laut (Khaerudin, 1994). Ciri-ciri dari tanaman ini adalah bentuk batangnya bulat, lurus, bercabang banyak (simpodial), berkulit tebal agak kasar, dan kadang-kadang beralur kecil dengan warna coklat muda. Pohon acacia yang dewasa tingginya dapat mencapai 30 m dengan diameter batang >75 cm. Tajuk dari acacia menyerupai kerucut sampai lonjong. Pada masa persemaian tanaman yang masih muda memiliki daun majemuk ganda, sedangkan setelah dewasa akan muncul daun semu tunggal atau yang disebut juga phyllodia (Jensen, 1999). Persyaratan tumbuh A. mangium relatif lebih mudah. Acacia mampu tumbuh pada lahan bekas tebangan, bekas perladangan liar, tanah yang jelek dan

Upload: ridha-wahyuni

Post on 26-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A11mpe_BAB II Tinjauan Pustaka

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Acacia mangium

Tanaman A. mangium termasuk dalam sub Divisi Angiospermae, Famili

Leguminosae, Sub famili Mimosoideae. Daerah penyebarannya meliputi daerah

Queensland Australia bagian utara, Irian Jaya bagian utara, Kepulauan Aru,

Maluku Selatan, Seram bagian barat, dan daerah Bentuas Kalimantan Timur

(Jensen, 1999).

Tanaman ini mampu bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen

(Rhizobium) dan melaksanakan proses penambatan N2 dari udara, sehingga

tanaman dapat memenuhi kebutuhan unsur N melalui penambatan secara hayati

dan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk N buatan. Selain itu,

A. mangium perakarannya luas, mampu beradaptasi pada tanah yang miskin unsur

hara dan tahan terhadap kekeringan, serta mempunyai nilai ekonomi tinggi,

kayunya mempunyai kualitas yang cukup baik khususnya sebagai bahan

pulp/kertas maupun mebel (Purwaningsih, 2004).

Kertas yang dihasilkan A. mangium memiliki kualitas yang tinggi karena

menghasilkan bubur kayu yang berwarna putih dan bersih. Manfaat lain A.

mangium adalah daunnya biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak serta dapat

juga digunakan untuk tanaman reklamasi lahan bekas tambang batu bara atau

untuk penghijauan lahan kritis (Anonim, 2010b).

Pada umumnya A. mangium dapat tumbuh pada daerah dataran rendah yaitu

sekitar 300 m di atas permukaan laut (Khaerudin, 1994). Ciri-ciri dari tanaman ini

adalah bentuk batangnya bulat, lurus, bercabang banyak (simpodial), berkulit

tebal agak kasar, dan kadang-kadang beralur kecil dengan warna coklat muda.

Pohon acacia yang dewasa tingginya dapat mencapai 30 m dengan diameter

batang >75 cm. Tajuk dari acacia menyerupai kerucut sampai lonjong. Pada

masa persemaian tanaman yang masih muda memiliki daun majemuk ganda,

sedangkan setelah dewasa akan muncul daun semu tunggal atau yang disebut juga

phyllodia (Jensen, 1999).

Persyaratan tumbuh A. mangium relatif lebih mudah. Acacia mampu

tumbuh pada lahan bekas tebangan, bekas perladangan liar, tanah yang jelek dan

Page 2: A11mpe_BAB II Tinjauan Pustaka

5

lahan yang ditumbuhi alang-alang. Acacia memiliki kemampuan adaptasi yang

cukup tinggi dan mampu tumbuh pada tanah dengan pH 4.2 (tanah masam).

Acacia akan tumbuh dengan sangat baik pada daerah dengan curah hujan yang

tinggi yaitu 1500-4000 mm/thn dengan temperatur antara 13-34 0C (Retnowati,

1988).

Penyakit yang biasa menyerang A. mangium antara lain „Pink disease’ yang

disebabkan oleh Corticium salmonicolor yang dapat menyebabkan kematian

tajuk, „Powdery Mildew’ oleh genus Oidium yang akan menyerang anakan

Acacia sp yang berumur empat bulan ke bawah. Bagian tanaman yang diserang

adalah daun dan pucuk yang masih muda. Pertumbuhan daun akan terhambat akan

terserapnya zat-zat makanan yang ada di dalam oleh cendawan dan terganggunya

proses fotosintesis pada daun karena permukaan daun ditutupi oleh miselium

cendawan (Retnowati, 1988).

Beberapa pengalaman dan pengamatan di lapang menunjukkan keunggulan

A. mangium dari beberapa species lainnya baik dari segi tumbuhan, kemudahan

penanganan di persemaian, produksi kayu, dan lainnya (Siregar, 1992).

2.2. Rhizobium

2.2.1. Karakteristik Rhizobium

Berdasarkan taksonominya, Rhizobium termasuk dalam divisi Protophyta,

kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, grup α proteobacteria, famili

Rhizobiaceae, dan genus Rhizobium. Klasifikasi Rhizobium didasarkan kepada

pengelompokkan inokulasi silang (cross inoculation). Kelompok inokulasi silang

adalah kelompok leguminosa dengan satu species Rhizobium membentuk bintil

dengan semua leguminosa dalam kelompok tersebut (Anonim, 2010c). Menurut

Gordon et al. (2001), kelompok bakteri tanah yang bersimbiosis dengan tanaman

legum terdiri dari 5 genus yaitu Rhizobium, Mesorhizobium, Allorhizobium,

Bradyrhizobium, dan Azorhizobium.

Akan tetapi menurut Brockwell et al. (2005), kelompok bakteri tanah yang

membentuk bintil akar (rhizobia) dan bersimbiosis dengan tanaman legum yang

dapat memfiksasi N setidaknya ada 6 genus yang termasuk dalam Rhizobiaceae:

Rhizobium, Bradyrhizobium, Sinorhizobium, Mesorhizobium, Allorhizobium, dan

Page 3: A11mpe_BAB II Tinjauan Pustaka

6

Azorhizobium. Selain itu Ngom et al. (2004), mengemukakan bahwa belakangan

ini ada bakteri selain rhizobium yang dapat diisolasi dari bintil akar tanaman A.

mangium, bakteri yang diisolasi termasuk dalam kelompok Ochrobactrum.

Prinsip pengelompokkan inokulasi silang didasarkan pada kemampuan suatu

isolat Rhizobium untuk membentuk bintil pada genus-genus yang terbatas dari

species legum yang satu sama lain berkerabat dekat. Rhizobium hidup bebas

dalam tanah dan dalam daerah perakaran tumbuh-tumbuhan legum maupun bukan

legum. Walaupun demikian, bakteri Rhizobium hanya dapat bersimbiosis dengan

tumbuh-tumbuhan legum dengan menginfeksi akarnya dan membentuk bintil akar

di dalamnya (Subba Rao, 1994).

Menurut Somasegaran dan Hoben (1985) berdasarkan sifat-sifat

pertumbuhannya Rhizobium dibagi menjadi 2 kelompok. Grup I memiliki ciri

antara lain menghasilkan asam dalam media manitol ekstrak khamir (YEMA)

yang mengandung bromtimol biru (BTB), membentuk kekeruhan yang jelas pada

medium cair 2-3 hari inkubasi, waktu ganda 2-4 jam, bentuk sel seperti tongkat

sampai pleomorf, bergerak dengan menggunakan flagella (peritricus) dan tumbuh

baik pada glukosa, manitol dan sukrosa sebagai sumber karbon. Karakteristik grup

II yaitu tumbuh lambat, menghasilkan basa dalam media YEMA yang

mengandung BTB, mempunyai waktu ganda 6-7 jam, bergerak dengan satu

flagella pada kutub ataupun subpolar dan tumbuh baik dalam medium yang

mengandung pentosa.

Koloni Rhizobium dalam media YEMA berbentuk bundar dan cembung,

tepian licin, konsistensi lengket dan berlendir serta dapat mencapai diameter

koloni 2-4 mm dengan masa inkubasi 3-5 hari. Rhizobium mempunyai morfologi

sel berbentuk batang berukuran 0.5-0.9 x 0.2-3.0 µm, penataan sel dapat tunggal

atau berpasangan, bersifat gram negatif dan tidak berspora. Sel bakteri tersebut

mengandung poli β-hidroksi butirat yang berfungsi sebagai cadangan makanan

dalam sel. Bakteri ini hidup secara aerobik dan heterotropik dengan

memanfaatkan beberapa macam karbohidrat seperti manitol, glukosa, dan fruktosa

sebagai sumber karbon (Subba Rao, 1994; Somasegaran dan Hoben, 1985).

Hal yang serupa juga dipaparkan dalam penelitian DeVries et al. (1980) dan Bao

Ling et al. (2007), yang menyatakan bahwa koloni rhizobium yang telah

Page 4: A11mpe_BAB II Tinjauan Pustaka

7

ditumbuhkan pada media YEMA yang diinkubasi pada temperatur 29.40

C selama

2 hari akan memiliki penampilan lengket dan berlendir. Morfologi dari koloni

mempunyai bentuk bulat, koloni akan berwarna putih selama pertumbuhan

berumur 3-4 hari dan akan mulai berubah warna menjadi agak kekuningan setelah

hari ke-4. Koloni berdiameter antara 5-7 mm. pH dari medium untuk tumbuhnya

isolat rhizobia akan mengalami penurunan pH dari pH 7 menjadi pH 6, hal ini

menunjukkan bahwa rhizobium mempunyai karakteristik mengeluarkan asam

selama pertumbuhannya.

2.2.2. Pembentukan Bintil Akar

Tanaman legum tidak semuanya dapat membentuk bintil pada akarnya.

Sekitar 10-12% tanaman legum telah diuji berkaitan dengan pembentukkan bintil

akar (nodulasi), diketahui bahwa 10% mimosoideae, 65% caesalpinodeae dan 6%

papilionoideae tidak memiliki bintil pada akarnya (Subba Rao, 1994). Menurut

Imas et al. (1989), bahwa tidak semua bakteri bintil akar mampu menginfeksi

tanaman pepolongan. Di samping itu galur bakteri yang infektif belum tentu

efektif, jadi adanya bintil tidak menjamin pepolongan dapat memanfaatkan N2.

Faktor gejala pengenalan khusus antara galur Rhizobium dengan inangnya

yang homolog dilakukan oleh lektin tanaman (protein) yang secara spesifik

berkaitan dengan reseptor karbohidrat pada sel Rhizobium. Hal ini terbukti bahwa

reseptor-reseptor ikatan-ikatan khusus lektin semanggi dan lektin kedelai dengan

Rhizobium merupakan polisakarida dari kapsul bakteri (Subba Rao, 1994).

Menurut Subba Rao (1994) dan Gordon et al. (2001), terbentuknya bintil

akar diawali oleh peningkatan jumlah Rhizobium di sekitar akar yang distimulasi

oleh senyawa triptopan dan senyawa lain hasil ekskresi akar. Triptopan digunakan

Rhizobium dan diubah menjadi Asam Indol Asetat (IAA) dengan bantuan substrat

asam-2-ketoglurat dan asam glutamat. IAA inilah yang mempengaruhi

penggulungan dan deformasi rambut akar “tongkat gembala” yang merupakan

langkah awal Rhizobium untuk masuk ke dalamnya. Melalui bulu-bulu akar,

Rhizobium membentuk benang-benang infeksi dan masuk sel korteks yang

dipandu oleh nukleus.

Page 5: A11mpe_BAB II Tinjauan Pustaka

8

Bentuk dan ukuran bintil akar sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah dan

karakteristik dari interaksi antara strain Rhizobium dengan varietas tanaman

sehingga bintil akar tanaman legum akan memiliki bentuk dan ukuran yang

berbeda-beda. Bintil dapat berbentuk bola, silindris, datar, dan sering bundar atau

dengan cabang seperti karang atau dapat juga memiliki bentuk tidak beraturan.

Menurut Madigan et al. (2000) gen yang berperan dalam pembentukkan

bintil akar oleh Rhizobium disebut dengan gen nod. Gen nod yang berperan dalam

menginduksi terjadinya pembengkokan akar rambut dan pembelahan sel tanaman

adalah gen nod ABC yang disebut sebagai faktor Nods.

Di dalam bintil akar, bakteri akan membentuk struktur yang menggembung

serta dapat mengikat nitrogen dari udara yang dikenal dengan nama bakteroid.

Bintil akar yang aktif menambat nitrogen umumnya besar dan berwarna merah

muda yang dikarenakan oleh leghemoglobin (Alexander,1978; Graham, 1998).

Berdasarkan penelitian Bull dan Rice (1991) dikemukakan bahwa tanaman

legum tidak selalu sama merespon rhizobia yang akan menginfeksi akar. Karena

tanaman legum mengenali dan memilih rhizobia manakah yang lebih

menguntungkan bagi tanaman tersebut saat rhizobia mulai memasuki akar.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses nodulasi. Salah

satunya adalah salinitas. Seperti yang dipaparkan oleh Hashem et al. (1998)

bahwa “cekaman salinitas” dapat menurunkan efisiensi dari simbiosis antara

rhizobium dengan tanaman legum, yang berakibat menurunkan pertumbuhan

tanaman dan menghambat proses fotosintesis dengan menurunkan kelangsungan

hidup dan proliferasi rhizobia baik yang terdapat dalam tanah maupun yang

berada di rhizosfer. Selain itu juga dengan cara menghambat proses awal

simbiosis seperti kemotaksi dan kolonisasi rambut akar, sehingga secara langsung

akan menganggu fungsi bintil akar. Hal ini juga diperkuat oleh Singh et al. (2008)

yang juga mengatakan bahwa “cekaman salinitas” yang tinggi secara signifikan

dapat menurunkan fiksasi nitrogen dan proses nodulasi pada tanaman legum.

Page 6: A11mpe_BAB II Tinjauan Pustaka

9

2.2.3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Bintil Akar

Temperatur dan Cahaya

Temperatur dan cahaya dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, bintil

akar dan penambatan N. Pengaruh suhu terhadap tanaman legum bervariasi

tergantung kepada jenis legumnya. Sistem simbiotik lebih sensitif terhadap suhu

dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman. Pada suhu yang rendah (<10oC)

proses pembelahan sel dari bakteri pada rizosfer akan terhambat sehingga

menyebabkan terhambatnya proses infeksi dan menurunnya berat bintil,

sedangkan pada suhu >24 o

C merangsang infeksi rambut akar oleh Rhizobium.

Rentang temperatur yang paling menguntungkan untuk pembentukan jaringan

bakteroid di dalam bintil adalah 20-30 oC (Subba Rao, 1994).

Kelembaban Tanah

Kelembaban tanah sangat berperan dalam pembentukan bintil akar.

Permasalahan utama stress kelembaban yaitu kekeringan dan jenuh air. Menurut

Gibson et al. (1982), terjadi penurunan infeksi akar dan nodulasi seiring dengan

penurunan kelembaban tanah (kekeringan), bahkan tidak terbentuk bintil akar

pada tanah yang mengalami kekeringan. Hal ini disebabkan oleh kegagalan proses

infeksi rambut akar. Keadaan yang demikian juga dapat menekan proses fiksasi

nitrogen dan menurunkan fotosintesis. Defisiensi kelembaban tanah sangat

mempengaruhi fiksasi N2 sebab pembentukan bintil awal, perkembangan bintil

dan aktifitas nitrogenase lebih sensitif terhadap stress kelembaban tanah daripada

sistem metabolisme akar dan pucuk secara umum. Stress yang ringan hanya

menurunkan jumlah bintil sedangkan stress sedang dan berat menurunkan baik

jumlah maupun ukuran bintil akar tanaman.

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh berupa asam indol asetat (IAA) dan giberelin telah

dapat dideteksi dalam bintil akar. Bintil akar mengandung lebih banyak IAA

daripada perakaran yang bersebelahan dengannya. Beberapa zat tumbuh

merangsang pembentukan bintil sedangkan yang lainnya menghambat, tergantung

pada konsentrasi zat kimia yang digunakan.

Page 7: A11mpe_BAB II Tinjauan Pustaka

10

Kemasaman Tanah

Kemasaman tanah berpengaruh terhadap perkembangan akar tanaman dan

ketersediaan hara tanah. Pada pH yang rendah, beberapa jenis legum tidak dapat

berkembang walaupun Rhizobium cukup toleran, sehingga proses pembentukan

bintil terhambat. Jumlah dan ukuran bintil mungkin dipengaruhi oleh reaksi

substrat tempat tumbuh legum. Kondisi masam dan defisiensi kalsium

berpengaruh langsung terhadap pembentukan simbiosis (Gibson et al., 1982).

Faktor Biologi

Faktor biologi dapat menjadi faktor pembatas seperti persaingan antara

bakteri pengikat N, serangan nematoda maupun bakteri parasit lainnya.

Rhizobium juga memiliki musuh alami dapat menurunkan populasi Rhizobium

dalam tanah.

Biasanya legum sangat hemat dalam penggunaan nitrogen tanah sehingga

suatu tanaman berkadar protein tinggi dapat diperoleh atau dipanen tanpa terlalu

banyak menguras N dari tanah. Sehingga legum dapat dikatakan sebagai penabung

N dan ini merupakan aksioma kesuburan tanah yang penting (Soepardi, 1983).

Faktor ekologis

Penggunaan pestisida merupakan usaha yang dilakukan untuk

mengendalikan hama dan penyakit tanaman dan beberapa senyawa kimia ini

mungkin mempengaruhi proses mikrobiologis dalam tanah. Tetapi dengan dosis

yang direkomendasikan pestisida tidak mempengaruhi nodulasi. Sebaliknya,

herbisida mempengaruhi proses pembentukan bintil dan fiksasi nitrogen pada

legum. Pada percobaan menunjukkan bahwa penggunaan Dalapon dapat

mengurangi pembentukkan bintil dan cenderung mengurangi efisiensi fiksasi

nitrogen. Hal ini terlihat dari autoradiograf herbisida ditranslokasikan dengan

cepat dan dapat dideteksi dalam daun dan bintil (Subba Rao, 1994).

Ketersediaan Hara Lainnya

Ketersediaan fosfor (P) merupakan faktor penting dalam pembentukkan

bintil dan pertumbuhan tanaman terutama pada tanah-tanah masam. Kandungan P

dalam bintil 2-3 kali lebih besar daripada kandungan P pada akar (Gibson et al.,

Page 8: A11mpe_BAB II Tinjauan Pustaka

11

1982). Menurut Zahran (1999) bahwa aplikasi KH2PO4 25 ppm di tanah-tanah

masam meningkatkan dengan signifikan persentase pembentukkan bintil pada

Trifolium subterraneum yang diinokulasikan Rhizobium leguminosarum bv.

Trifolii. Hal yang sama, pembentukkan bintil dan fiksasi N2 (aktivitas

nitrogenase) pada Trifolium vesiculosum akan meningkat secara signifikan setelah

ditambahkan P (100 ppm) dan K (300 ppm) sedangkan aktivitas nitrogenase

meningkat dua kali pada saat konsentrasi P dinaikkan menjadi 400 ppm.

Kandungan N dalam tanah (khususnya dalam bentuk NO3-) dapat

menghambat proses nodulasi dan fiksasi N2 oleh bakteri rhizobia yang

bersimbiosis dengan tanaman legum. Selain itu Molibdenum merupakan unsur

mikro yang sangat esensial untuk semua tanaman dan sangat dibutuhkan untuk

pembentukkan bintil akar dan fungsi enzim kompleks nitrogenase dari bakteri

rhizobia. Tanah yang kekurangan Mo akan menurunkan populasi rhizobia

sehingga tanaman yang terinfeksi tidak ternodulasi efektif (Somasegaran dan

Hoben, 1994).

Interaksi Mikroorganisme

Setiap inokulasi strain Rhizobium ke media tanah akan mengalami beberapa

kendala untuk mencapai keberhasilan nodulasi akar. Menurut Chowdury (1976)

ada tiga kendala utama yaitu : (1) rhizobia tidak berhasil bertahan hidup di daerah

rhizosfer maupun membentuk bintil akar tanaman inang. (2) Inokulan Rhizobium

berhasil bertahan hidup di daerah rhizosfer dan menghasilkan bintil akar yang

baik tetapi gagal bertahan hidup di media tanah sekitarnya. (3) Inokulan

Rhizobium gagal bersaing dengan rhizobia asli untuk membentuk bintil akar.

Indikasi kemampuan kompetitif dan daya efektivitas strain rhizobia

tergantung dari karakter strain itu sendiri, namun tanaman inang lebih menyeleksi

beberapa strain yang terbaik dari campuran populasi strain efektif dan strain tidak

efektif (Robinson, 1968).

Ada beberapa jenis fungi terutama Penicillium dan Aspergillus bersifat

antagonis terhadap R. trifoli atau R. lupini. Fungi tersebut membentuk koloni pada

tanah atau daerah sekitar rhizosfer yang mengakibatkan berkurangnya daya

simbiosis yaitu berkurangnya pembentukkan bintil, leghaemoglobin bintil,

kandungan nitrogen dan pertumbuhan tanaman inang (Robinson, 1968).

Page 9: A11mpe_BAB II Tinjauan Pustaka

12

Pengaruh Sterilisasi terhadap Kandungan Unsur Hara

Hasil penelitian Toharisman (1989), menunjukkan bahwa sterilisasi dengan

autoklaf lebih efektif dalam membunuh bakteri dan fungi dibandingkan dengan

pemberian fumigasi (Basamid, Phostoxim, Nuvantop dan Kloroform). Pengaruh

intensitas sterilisasi autoklaf akan meningkatkan pH dan kelarutan Fe, Mn, dan Zn

serta cenderung menurunkan Cu. Perubahan kelarutan unsur mikro tersebut relatif

lebih kecil pada tanah yang tidak dikapur kecuali Mn. Pada tanah yang tidak

dikapur, kenaikan intensitas sterilisasi autoklaf menurunkan tinggi tanaman, bobot

kering akar dan bobot kering bagian tanaman kedelai dan jagung. Namun

penurunan ketiga peubah tersebut tidak terjadi pada tanah yang dikapur.

Pemberian kapur sebelum sterilisasi dapat mengurangi pengaruh buruk autoklaf

terutama menurunkan keracunan Mn.

2.3. Nitrogen

Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara esensial yang dibutuhkan

bagi pertumbuhan tanaman, sehingga bila kekurangan unsur tersebut

menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Nitrogen diserap oleh

tanaman dalam bentuk bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3

-). Kebutuhan

nitrogen tanaman diperoleh dari beberapa sumber di antaranya dari pupuk dan

secara alami melalui proses simbiosis antara tanaman dengan organisme tanah.

Menurut Sanchez (1976) nitrogen merupakan unsur hara penentu produksi atau

sebagai faktor pembatas utama produksi. Nitrogen merupakan salah satu unsur

pupuk yang diperlukan dalam jumlah paling banyak namun keberadaannya dalam

tanah sangat mobil sehingga mudah hilang dari tanah melalui pencucian maupun

menguap ke udara.

Pemberian nitrogen yang berlebihan dapat menyebabkan pertumbuhan

vegetatif tanaman sangat hebat dan warna daun menjadi hijau tua. Kelebihan N

dapat memperpanjang umur tanaman akan tetapi memperlambat proses

kematangan karena tidak seimbang dengan unsur lain seperti P, K, dan S.

Sedangkan kekurangan unsur nitrogen dapat mengakibatkan tanaman mengalami

gejala defisiensi yang ditunjukkan oleh klorosis (menguning) pada daun, yang

dimulai dari daun tertua. Kekurangan unsur nitrogen juga menyebabkan tanaman

Page 10: A11mpe_BAB II Tinjauan Pustaka

13

kerdil, daun yang lebih tua atau seluruh tanaman berwarna hijau kekuningan, daun

yang masih muda berukuran sempit, pendek, tegak, dan berwarna hijau

kekuningan.

Unsur N yang ditemukan dalam tanah secara umum dapat dibagi menjadi

dua bagian besar, yaitu bentuk N-organik dan N-inorganik. Bentuk N-organik

meliputi asam amino atau protein asam amino bebas, gula amino, dan senyawa

kompleks yaitu amonium yang berasosiasi dengan lignin dan polimer-polimernya.

Bentuk N-inorganik terdapat dalam bentuk amonium (NH4+), nitrat (NO3

-), nitrit

(NO2-), oksida nitrous (N2O), oksida nitrit (NO), dan gas N2 akibat perombakan

mikrobia. Gas N2O dan N2 adalah bentuk yang hilang dari tanah sebagai akibat

dari proses denitrifikasi (Leiwakabessy et al., 2003).

Menurut hasil penelitian Imelda et al. (2006), simbiosis antara A. mangium

dan rhizobium dapat efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman di tiga bulan

pertama saat persemaian tanpa pengaplikasian pupuk N. Namun hal ini harus

didukung tersedianya unsur hara makro lain seperti P dan K dalam tanah. Di mana

nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dapat difiksasi dari udara

bebas oleh tanaman yang dinokulasi.

Fiksasi N2 menjadi ammonium secara biologis menyediakan sekitar 65% N

di biosfer. Sebagian besar ammonium berasal dari simbiosis antara tanaman

legum dengan rhizobia, yang diinisiasi dari tanaman inang diinfeksi oleh bakteri

rhizobia sehingga terjadi pembentukkan bintil akar. Di dalam bintil akar, rhizobia

berperan dalam fiksasi N2 bebas, di mana kebutuhan karbon (C) dan energinya

rhizobia mengambil dari tanaman dalam bentuk asam dikarboksilat. Sebaliknya

tanaman inang memperoleh ammonium dari rhizobia. Hubungan ini merupakan

simbiosis mutualisme antara tanaman inang dengan bakteri rhizobia (Lodwig et

al., 2003).