a viliani

Upload: multazammansyuraddury

Post on 15-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 A Viliani

    1/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN 141

    Mencapai Pertumbuhan

    Ekonomi Berkualitas

    Aviliani1

    Abtraksi

    Perkembangan perekonomian Indonesia di usia ke 65 tahun

    cukup menggembirakan. Pertumbuhan yang dicapai saat ini menjadi

    landasan penting untuk mencapai target-target perekonomian ke

    depan. Permasalahan perekonomian Indonesia masih menumpuk,

    misal, relatif tingginya angka pengangguran di Indonesia mencapai

    7,41 persen, sementara tingkat kemiskinan mencapai 13,33

    persen. Permasalahan tersebut masih disebabkan karena struktur

    perekonomian Indonesia yang didominasi sektor konsumsi sehing-

    ga tidak menciptakan nilai tambah. Masalah lainnya terkait dengan

    penurunan kontribusi sektor investasi terhadap Produk DomestikBruto/PDB Indonesia karena belum membaiknya iklim investasi.

    Daya saing Indonesia masih dihadapkan pada masalah inefisiensi

    1 Peneliti Senior pada Institute for Development and Finance (INDEF), Jakarta.

  • 7/23/2019 A Viliani

    2/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN142

    birokrasi pemerintah serta ketersediaan dan kualitas infrastruktur.

    Pada bagian lain, sektor keuangan di Indonesia secara fundamenta-

    lis jauh membaik namun tidak dalam peranannya dalam membiayaipembangunan.

    Perkembangan Perekonomian Indonesia

    Perjalanan perekonomian Indonesia telah memasukiusia 65 tahun. Dalam proses tersebut telah banyak kinerja

    yang dicapai tetapi pekerjaan rumah pun masih menumpuk.PDB Indonesia hingga 2009 menurut harga berlaku mencapaiRp 1.450,8 triliun; naik dari Rp 1.099 triliun satu dekade

    yang lalu. Sementara menurut harga konstan 2000 mencapaiRp 558,1 triliun naik dari Rp 379 Triliun (harga konstan 1993)dalam jangka waktu yang sama.

    Peningkatan PDB menggiring Indonesia menjadi salahsatu anggota G-20. Gengsi semakin tinggi karena G-20 meru-pakan kumpulan negara-negara penyumbang 85 persen PDBdunia dan tempat 2/3 dari penduduk dunia. Dari segi populasipenduduk, Indonesia mencakup 3,41 persen dari populasipenduduk dunia. Hal tersebut menjadi pasar potensial untuk

    produk-produk terutama untuk konsumsi. China menjadi ne-gara berpenduduk terbesar mencapai 1,3 miliar jiwa disusulIndia dan Amerika Serikat masing-masing 1,1 miliar jiwadan 304 juta jiwa. Dari sisi PDB, Indonesia mencakup 0,85persen dari PDB dunia, tertingi adalah Amerika Serikat (AS)mencapai 23,44 persen disusul Jepang dan China masing-masing 8 persen dan 7,14 persen (Tabel 1).

    Ketahanan perekonomian Indonesia turut dipuji sesaatkrisis keuangan global yang merontokkan perekonomian AS,Uni Eropa, serta negara-negara utama di dunia. Saat ituIndonesia masih tumbuh 6,1 persen pada 2008 dan 4,5 persenpada 2009. Implikasi ketahanan perekonomian Indonesia ter-hadap berbagai gejolak cukup signifikan. Pada berbagai ulasandi dalam dan luar negeri, Indonesia diwartakan menjadi nega-ra yang setara dengan Brasil, India, Rusia, dan China (BIRC).Berbekal hal tersebut, kepercayaan investor terhadap pereko-nomian Indonesia mulai membaik. Beberapa hal itu dilihat

  • 7/23/2019 A Viliani

    3/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN 143

    Tabel 1.

    Distribusi Populasi Dunia dan PDB Dunia

    Sumber : Aviliani, 2009

    dari peningkatan sovereign rating Indonesia, khususnya daridua lembaga ratinginternational, yaituFitch dan Standard andPoor (S&P). Kedua lembaga peringkat internasional tersebutmemposisikan Indonesia satu level di bawah investment grade.Lain halnya dengan Japan Credit Rating Agency(JCR) mening-katkan peringkat investasi Indonesia menjadi investment grade.

    Outlookberaroma positif tersebut telah berbuah aliranmodal ke Indonesia. Sayangnya, sebagian besar dalam bentukaliran modal jangka pendek (hot money). Derasnya aliran hotmoney ini turut didorong oleh sentimen negatif atas krisisutang Yunani serta masalah pengangguran di AS. Tidak ada

    yang dapat melarang masuknya dana asing bermodus pencarirente karena mekanisme perekonomian terbuka telah me-maklumi keberadaannya. Namun, upaya-upaya antisipasiperlu dilakukan agar pengaruhnya tidak sederas alirannya.

    Peningkatan PDB Indonesia yang dijelaskan di atasselama ini belum memberikan pengaruh signifikan terhadap

  • 7/23/2019 A Viliani

    4/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN144

    upaya penurunan tingkat pengangguran dan tingkat kemis-kinan. Ini dikarenakan strukturnya yang didominasi oleh

    sektor konsumsi swasta. Sektor ini tidak dapat menciptakannilai tambah bagi perekonomian apalagi pemenuhannya darikeran impor. Ironisnya lagi, sektor-sektor penyerap tenagakerja (baca sektor tradeable) sejak beberapa tahun lalu menga-lami penurunan pertumbuhan, penurunan kontribusi terha-dap PDB, dan penurunan penyerapan tenaga kerja.

    Pada Februari 2010, jumlah pengangguran terbuka diIndonesia mencapai 8,59 juta orang atau 7,41 persen dariangkatan kerja. Demikian juga pada angka kemiskinan perMaret 2010 mencapai 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen dari

    jumlah penduduk Indonesia. Sebesar 19,93 juta jiwa atau16,56 persen dari penduduk miskin berada di pedesaan,sementara di perkotaan mencapai 11,10 juta jiwa atau 9,87persen dari penduduk miskin.

    Pada bagian lain, kinerja sektor moneter dan perbankansejak krisis moneter 1997/1998 menunjukkan perkembangansignifikan. Sektor moneter relatif stabil (walau sering tergon-cang pada kondisi tertentu, misalnya kenaikan harga minyakdan harga komoditas pangan internasional) sementara struk-

    tur fundamental perbankan semakin kuat. Selama 2002-2009kredit tumbuh hingga 287,52 persen, Dana Pihak Ketiga/DPK naik 136,07 persen sementara Capital Adequacy Ratio/CAR menurun 5,02 persen menjadi 17,42 persen. Sisi efisien-si (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional/BOPO) turut membaik menjadi 86,63 persen (Tabel 2).Namun, transmisi kebijakan moneter belum sepenuh sempur-na karena suku bunga perbankan yang masih tinggi sehinggafungsi intermediasinya belum banyak membaik.

    Uraian terhadap perkembangan perekonomian Indone-sia akan menjelaskan pencapaian dan pekerjaan rumah pe-merintah ke depan. Bagian pertama dijelaskan perkembang-an ekonomi sehingga dapat disimpulkan apakah kinerja pere-konomian yang selama ini sudah berkualitas atau tidak. Indi-kator tingkat keberkualitasan pertumbuhan diamati dari ke-mampuan pemerintah yang berjalan dalam menekan angka

  • 7/23/2019 A Viliani

    5/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN 145

    Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan 2004 dan 2009.

    pengangguran dan angka kemiskinan. Berikutnya, diuraikanperkembangan sektor keuangan dan diakhiri uraian investasi.

    Jalan Terjal Mencapai Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

    Setelah terkoreksi mendalam hingga 13,10 persen per-tumbuhan ekonomi Indonesia mulai membaik. Sejak 2004,

    Indonesia tumbuh di atas 4 persen per tahun, dengan pertum-buhan tertinggi pada 2007 sebesar 6,2 persen. Pencapaiantersebut belumlah memuaskan mengingat dua indikator uta-manya belum banyak membaik. Dengan pertumbuhan rata-rata 5,48 persen per tahun selama 2004-2009; hanya mampumenekan jumlah pengangguran 0,25 juta jiwa per tahun atau0,40 persen tahun. Penurunan jumlah penduduk miskin lebihkencang. Pada periode yang sama jumlah penduduk miskinmenyusut rata-rata 0,72 juta per tahun atau 0,50 persenper tahun (Gambar 1).

    Pertumbuhan ekonomi selama ini baru terpusat di Jawasetelahnya Sumatera. Data Badan Pusat Statistik/BPS (2010)mewartakan selama Triwulan I 2010 Jawa berkontribusi hing-ga 57,8 persen terhadap PDB nasional, Sumatera 23,6 persen;Bali dan Nusa Tenggara 2,8 persen; Kalimantan 9,5 persen;Sulawesi, Maluku dan Papua masing-masing 4,4 persen dan1,9 persen.

    Tabel 2.

    Indikator Perbankan 2002-2009

  • 7/23/2019 A Viliani

    6/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN146

    Belum berkualitasnya pertumbuhan ekonomi Indonesiasetidaknya disebabkan oleh tiga hal. Pertama, struktur pereko-nomian Indonesia yang rapuh. Kondisi tersebut dapat diamatidari dominasi sektor konsumsi dalam PDB. Pascakrisis ekono-mi 1997/1998 tumpuan perekonomian nasional terhadap sek-tor konsumsi semakin besar. Selama 2004-2009 sektor kon-sumsi berkontribusi 64,49 persen per tahun, dimana sektorkonsumsi swasta berkontribusi 58,45 persen per tahun, sisa-

    nya sektor konsumsi pemerintah 8,04 persen per tahun.Sektor Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB berkontribusi22,56 persen per tahun sementara ekspor bersih berkontribusi9,29 persen per tahun (ekspor berkontribusi 45,63 persenper tahun dan impor berkontribusi 36,35 persen per tahun).

    Kondisi yang sama juga terjadi di negara lain namun.Pada 2009 misalnya, kontribusi sektor konsumsi di Malaysiarelatif lebih tinggi daripada Indonesia, tetapi lebih rendah

    Gambar 1.

    Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi dan

    Indikator Kualitasnya

    Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik, 2010.

  • 7/23/2019 A Viliani

    7/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN 147

    daripada Filipina. Bila dianalisis, konsumsi swasta di Malaysiarelatif lebih kecil (53,52 persen); Indonesia (57,37 persen)

    dan Filipina (80,30 persen). Kekuatan Malaysia tergambardari kontribusi ekspor bersih yang mencapai 13,60 persen;dengan kontribusi ekspor barang dan jasa mencapai 107,38persen. Sementara kontribusi sektor ekspor bersih di Indone-sia dan Filipina cenderung lebih kecil (Tabel 3).

    Tabel 3.

    Distribusi PDB Menurut Pengeluaran

    Malaysia, Indonesia, dan Filipina, 2009

    Sumber: Diolah dari BPS, Bank Negara Malaysia, dan Central Bank Philippines.

    Kedua, kontribusi sektor padat kerja (baca sektor trade-able) terhadap PDB mulai menyusut. Memang pada beberapanegara seperti Malaysia dan Filipina mengalami kondisi yangsama dengan Indonesia. Pada 2008, sektor tradeabledi Indone-sia masih berkontribusi 48,72 persen; Malaysia 40,31 persendan 43,19 persen terhadap PDB. Sumbangan tersebut menu-

    run menjadi masing-masing 48,02 persen; 38,02 persen; dan42,37 persen. Sementara itu, kontribusi sektor non-tradeablepada 2009 mengalami peningkatan masing-masing untukMalaysia, Indonesia, dan Filipina menjadi 61,98 persen; 51,96persen; dan 58,54persen. Secara keseluruhan sektor industripengolahan pada ketiga negara tersebut menjadi kontributorutama terhadap PDB masing-masing (Tabel 4).

  • 7/23/2019 A Viliani

    8/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN148

    Menurut nilai tambahnya terhadap PDB 2007, nilai tam-bah tertinggi pada pertanian berada di Indonesia dan Filipina

    masing-masing 14 persen, sedangkan di Malaysia hanya 10persen. Sedangkan pada nilai tambah sektor industri tertinggiberada di Malaysia disusul Indonesia dan Filipina masing-masing 48 persen, 47 persen, dan 32 persen. Pada sektor

    jasa, Filipina menempati posisi tertinggi, dengan nilai tam-bahnya terhadap PDB mencapai 54 persen, disusul Malaysiadan Indonesia masing-masing 42 persen dan 39 persen.

    Tabel 4.

    Distribusi PDB Menurut SektoralMalaysia, Indonesia, dan Filipina, 2009

    Sumber: Diolah dari BPS, Bank Negara Malaysia, dan Central Bank Philippines.

    Lebih lanjut dijelaskan bahwa penurunan kontribusisektor tradeabledi Indonesia dapat diamati melalui beberapahal yaitu (i) pertumbuhan yang semakin menurun, (ii) kreditperbankan yang semakin menurun, (iii) ketimpangan distribu-

  • 7/23/2019 A Viliani

    9/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN 149

    si penanaman modal, dan (iv) masalah infrastruktur. Selama2006-2009 sektor pertumbuhan tradeabledi bawah 4 persen.

    Kondisi ini menggambarkan sektor tradeablesejak lama telahmengalami kemunduran (deindustrialisasi). Sektor pertanianmisalnya, dihadapkan pada masalah kencangnya konversilahan. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian ber-masalahan dengan kelestarian lingkungan sebelum dansesudah penambangan. Permasalahan pada industri pengo-lahan juga sangat kompleks, mulai dari regulasi hinggainfrastruktur.

    Berbeda dengan sektor tradeable, pertumbuhan sektornon-tradeable cukup menggembirakan. Dari beberapa sektor

    yang ada, hanya sektor perdagangan, hotel, dan restoranyang pertumbuhannya di bawah 6 persen. Pertumbuhan ter-tinggi adalah sektor pengangkutan dan telekomunikasi, rata-rata 15,09 persen per tahun selama 2006-2009. Fenomenapertumbuhan signifikan pada sektor pengangkutan dan komu-nikasi belum memberikan pengaruh yang sama terhadap per-ekonomian. Sektor yang berkarakteristik padat modal ini barudimanfaatkan untuk kepuasan pribadi, belum pada usaha-usaha produktif.

    Realisasi penanaman modal, baik Penanaman ModalDalam Negeri/PMDN maupun Penanaman Modal Asing/PMAsebagian besar terpusat pada sektor sekunder dan tersier.Data Badan Koordinasi Penanaman Modal/BKPM pada Mei2010 mewartakan bahwa 77,52 persen nilai PMDN beradapada sektor tersier; 15,79 persen pada sektor sekunder; danhanya 6,69 persen pada sektor primer. Kondisi yang relatifsama juga terjadi pada PMA, dimana sektor tersier tetap me-nyerap tertinggi mencapai 60,48 persen disusul sektor primerdan sekunder masing-masing 20,80 persen dan 18,72 persen.Padahal dalam kondisi tersebut, sektor primer mampumenyerap tenaga kerja daripada sektor sekunder maupuntersier (Tabel 5).

    Kondisi infrastruktur yang buruk di Indonesia memper-cepat terjadinya deindustrialisasi pada berbagai sektor.Dengan penggunaan listrik yang mencapai 80 persen, sektorindustri harus dihadapkan pada berbagai masalah, mulai dari

  • 7/23/2019 A Viliani

    10/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN150

    pemadaman bergilir hingga Tarif Dasar Listrik (TDL) yangterus melonjak. Sektor industri pada posisi tertentu tidakmempersalahkan kenaikan TDL tetapi harus diimbangi de-ngan supply listrik yang memadai. Infrastruktur dasar lainnyaadalah jalan raya buruk yang belum memeroleh perhatiankhusus. Infrastruktur yang buruk bukan saja berpengaruhterhadap cost of distributionbarang dan jasa, juga turut mem-

    pengaruhi harga barang ke konsumen, yang pada gilirannyamenentukan tinggi rendahnya inflasi di daerah. Infrastruktursektor pertanian juga belum banyak membaik. Data Kemente-rian Pekerjaan Umum (2007) mewartakan hampir 20 perseninfrastruktur pertanian dalam kondisi rusak baik, rusak ring-an, maupun rusak berat. Sebanyak 0,05 persen jaringan iriga-si dalam kondisi rusak berat sedangkan rusak ringan 17,4persen (Tabel 6).

    Dukungan Sektor Keuangan

    Sejak krisis 1997/1998 perkembangan sektor keuanganmenunjukkan perkembangan menggembirakan. Namun, padabeberapa indikator kinerja sektor keuangan Indonesia jauhdi bawah negara lain. Dari indikator total aset keuanganterhadap PDB hanya 80,5 persen, jauh di bawah Filipina 152persen, Thailand dan India masing-masing 152 persen dan

    Tabel 5.

    Perkembangan Proyek, Nilai, Penyerapan

    Tenaga Kerja PMDN dan PMA 2010:I

    Sumber: Diolah dari BKPM, 2010

  • 7/23/2019 A Viliani

    11/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN 151

    298,3 persen. Indikator lainnya seperti rasio kredit terhadapPDB juga masih jauh dari rata-rata negara sekawasan. Padarasio ini, Indonesia hanya mencapai 25,4 persen; jauh dibawah Thailand, Malaysia, dan China masing-masing di atas80 persen. Pada indikator rasio kapitalisasi pasar modal terha-dap PDB di Indonesia baru 48,9 persen; sekitar 30 persen dibawah Filipina. Sementara pada rasio obligasi swasta danobligasi negara terhadap PDB masing-masing 2,1 persen dan

    1,1, persen (Tabel 7).

    Tabel 6.

    Kondisi Beberapa Infrastruktur Pertanian Tahun 2007

    Sumber: Pulungan, 2008.

    Tabel 7.

    Rasio Sektor Keuangan Beberapa Negara

    Sumber: Umar et., al, 2010.*menurut CEIC Data dalam Laporan Tahunan Bank Indonesia, 2009.

  • 7/23/2019 A Viliani

    12/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN152

    Perkembangan sektor keuangan yang cukup baik nyata-nya tidak didukung oleh membaiknya peranan penyedia dana

    tersebut terhadap perekonomian. Hal ini dimaknai dari penu-runan rasio M2/PDB selama beberapa tahun setelah krisis1997/1998. Rasio M2/PDB menunjukkan besarnya rasio ke-wajiban likuid sistem keuangan; sekaligus menggambarkankondisi kedalaman sistem keuangan suatu negara. Pada1998, rasio M2/PDB nasional masih 60,4 persen menyusutmenjadi 38 persen pada 2009 (Gambar 2). Kondisi tersebutmenegaskan bahwa terjadinya pendangkalan sistem keuang-an di Indonesia. Jelaslah disimpulkan bahwa peran sistemkeuangan nasional terhadap pembiayaan pembangunan se-makin menurun.

    Fundamental sektor perbankan semakin kuat namunbermasalah dalam pemenuhan fungsi intermediasinya. Per-masalahan sektor perbankan diungkap dari beberapa hal yai-tu Pertama,struktur pendanaan yang didominasi dana jangkapendek. DPK perbankan sekitar 50 persen disusun oleh depo-sito 1 bulan sehingga menjerat perbankan untuk tidak berbis-nis pada proyek-proyek jangka panjang. Padahal sebagianbesar permintaan kredit di Indonesia berdurasi panjang atau

    multiyears.Kedua, pemupukan keuntungan jangka pendek. Perban-

    kan di Indonesia lebih mengejar keuntungan jangka sehinggacenderung mengabaikan keuntungan dan manfaat jangkapanjang dari fungsi intermediasinya. Hal ini diamati daritingkat NIM perbankan yang melangit mencapai 5,79 persen.Idealnya NIM perbankan 1 persen-2 persen. Pada Mei 2010,NIM Bank Persero mencapai 6,31 persen; Bank Umum SwastaNasional Devisa/BUSN-Dev sebesar 5,25 persen; Bank UmumSwasta Nasional Nondevisa/BUSN-Nondev sebesar 9,46persen; Bank Pembangunan Daerah/BPD 8,96 persen; BankCampuran dan Bank Asing masing-masing 3,76 peren dan3,66 persen. Koreksi BI Rateoleh otoritas moneter tidak begituterasa dalam penyesuaian suku bunga pinjaman karenaperbankan tidak lagi menjadikan BI Ratesebagai suku bungaacuan tetapi instrumen investasi.

  • 7/23/2019 A Viliani

    13/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN 153

    Dalam struktur penyaluran dana bank umum, dominasipenempatan di BI semakin meningkat, dari 15,99 persen pada2008 menjadi 17,43 persen pada 2009. Selama periode 2005-2009 penempatan dana perbankan di BI naik 21,54 persen

    Gambar 2.

    Perkembangan Rasio M2/PDB , Indonesia dan

    Beberapa Negara Lainnya

    Sumber : Laporan Tahunan Bank Indonesia 2009, 2010.

  • 7/23/2019 A Viliani

    14/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN154

    (yoy). Sedangkan porsi penyaluran kredit mulai melunglaimenjadi 63,01 persen setelah naik signifikan menjadi 64,89

    persen pada 2008. Selama 2005-2009 penyaluran kredit bankumum naik 20,21 persen (yoy) [Tabel 8].

    Tabel 8.

    Distribusi Penyaluran Dana Bank Umum

    Sumber: Diolah dari Statistik Perbankan Bank Indonesia, 2010.

    Ketiga, alasan perbankan terhadap iklim usaha yangtidak kondusif. Hingga kini perbankan masih menjadi iklim

    usaha yang tidak kondusif menjadi masalah utama dalammenyalurkan kredit. Bila probabilitas gagalnya meningkatmaka perbankan lebih memilih konsolidasi internal daripadamenyalurkan kredit.

    Pada bagian lain penyaluran kredit bank umum masihterfokus pada sektor non-tradeable, dengan cakupan utamapada sektor jasa-jasa lain dan sektor perdagangan. Pada sek-tor tradeablepangsa penyaluran kredit bank umum terbesarberada pada sektor perindustrian, sekitar 16,56 persen.

    Sedangkan dua sektor tradeablelainnya seperti sektor perta-nian, serta sektor pertambangan dan penggalian hanya mem-peroleh kurucan kredit masing-masing 5 persen dan 3,1persen (Tabel 9).

    Bila dijelaskan lebih lanjut, dua problema utama dalampenyaluran kredit adalah (i) prosedur dan mekanisme yangrumit, dan (ii) suku bunga kredit. Masyarakat Indonesia (teru-tama sektor usaha kecil) tidak begitu nyaman dengan meka-

  • 7/23/2019 A Viliani

    15/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN 155

    nisme kaku dalam pengajuan kredit. Kondisi tersebut diperpa-

    rah oleh tingginya suku bunga kredit sebagai kompensasiterhadap risiko kredit dan ekspektasi penerimaan bunga. Ko-reksi bunga oleh otoritas moneter tidak bertransmisi secarabaik ke suku bunga perbankan. Pada Mei 2010, hanya sektorlistrik, gas, dan air bersih yang suku bunga rill-nya di bawah4 persen. Hal ini menggambarkan bahwa sektor rill di Indone-sia belum begitu kondusif bagi bisnis perbankan.

    Jika dikomparasikan dengan negara lain, suku bungaperbankan di Indonesia tergolong tinggi. Pada 2008 misalnya,suku bunga deposito 12 bulan di Indonesia mencapai 10,43persen, tertinggi kedua setelah Vietnam 13,46 persen. Sukubunga deposito 12 bulan di Malaysia dan Filipina hanya 3,50persen dan 3,96 persen. Suku bunga simpanan yang relatiftinggi secara langsung berkesesuaian dengan suku bungakredit yang tinggi pula. Suku bunga kredit di Indonesia pada2008 mencapai 13,60 persen sedangkan di Malaysia dan Fili-pina adalah 6,08 persen dan 8,75 persen (Tabel 10).

    Tabel 9.

    Distribusi Nilai, Pangsa Kredit dan Suku Bunga Nominal,

    dan Suku Bunga Riil Sektoral Mei 2010

    Sumber: Diolah dari BI, 2010.

  • 7/23/2019 A Viliani

    16/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN156

    Tabel 10.

    Perkembangan Suku Bunga Deposito 12 Bulan dan

    Suku Bunga Kredit Beberapa Negara

    Sumber: ADB, 2009.

    Akumulasi berbagai permasalahan di atas bermuarapada minimnya pembiayaan usaha dari dana perbankan. Studi

    BI (2009) menyimpulkan bahwa terjadi pergerakan sumberpendanaan usaha di Indonesia. Sebelum 1997/1998 pembia-

    yaan perbankan masih sangat dominan. Kondisi tersebut ber-beda pascakrisis dimana pembiayaan perbankan mulai diting-galkan menuju pembiayaan internal. BI mengungkap bebera-pa kondisi yang mempengaruhi penurunan pembiayaan per-bankan yaitu meningkatnya kecenderungan bank untuk me-megang aset yang berisiko rendah dan likuid, misalnya SBIdan Surat Utang Negara/SUN. Alasan lain terkait denganpeningkatan risiko sektor riil serta konsolidasi internal per-bankan sebagai upaya memenuhi berbagai persyaratan yangditetapkan oleh BI maupun Basel seperti CAR dan NPL. Pada2009 sumber pembiayaan dari dana internal mencapai 59persen sedangkan dana afiliasi 8 persen. Sementara sumberpembiayaan bank dari dalam dan luar negeri masing-masing21 persen dan 2 persen; sedangkan dari pasar saham dansumber lainnya adalah 2 persen dan 8 persen (Gambar 3).

  • 7/23/2019 A Viliani

    17/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN 157

    Peningkatan Peran Investasi

    Upaya mengurangi dominasi peranan sektor konsumsidalam struktur perekonomian Indonesia menjadi dominasisektor investasi hanya dapat dilakukan yaitu memperbaikiiklim investasi. Pada paruh ke dua pemerintahan KabinetIndonesia Bersatu ditargetkan pencapaian realisasi rencanainvestasi Rp2.000 triliun per tahunnya selama periode 2010-2014. Target tersebut diarahkan untuk mencapai pertumbuh-an rata-rata 7 persen per tahun. Dalam kerangka tersebutPDB nominal Indonesia diproyeksikan menjadi Rp9.183 triliundengan PDB per kapita mencapai US$3.108 (Tabel 11).

    Upaya mencapai target-target tersebut tidak terlepasdari ketersediaan dana pembangunan. Dalam perkembangan-nya, sumber pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belan-

    ja Negara/APBN baru mampu mengisi pos-pos pengeluaran

    Gambar 3.

    Sumber Pembiayaan Investasi Perusahaan

    Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2009, 2010.

  • 7/23/2019 A Viliani

    18/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN158

    Tabel 11.

    Target Kebijakan Pemerintah 2010-2014

    Sumber: Aviliani, 2009.

    rutin pemerintah. Itu pun masih harus menggunakan danatambahan berupa utang, baik dari dalam maupun luar negeri.

    Tumpuan utamanya berada pada campur tangan swastabaik berupa PMDN maupun PMA. Oleh karena itu iklim inves-tasi harus segera diperbaiki pada seluruh lini. World EconomicForum/WEF (2009) mewartakan dua masalah daya saing Indo-nesia adalah inefisiensi birokrasi serta ketersediaan dankualitas infrastruktur di Indonesia. Hal tersebut relatif berbe-da dengan negara ASEAN lainnya dimana permasalahan daya

    saing sudah memasuki pada tahapan efisiensi (efficiency-driven economies), sedangkan Indonesia masih dalam tahapanpendorong perekonomian (factor-driven economies). Bahkanbeberapa negara diantara sudah memasuki faktor pendoronginovasi (innovation-driven economies) [Tabel 12].

    Faktor pendorong perekonomian (factor-driven economies)terdiri dari kelembagaan, infratruktur, stabilitas makroekono-mi, kesehatan dan pendidikan dasar. Sementara itu dari sisifaktor pendorong efisiensi (efficiency-driven economies) meliputi

    pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisi-ensi pasar tenaga kerja, ketangguhan pasar keuangan, kece-patan teknologi dan ukuran pasar. Sedangkan pada faktorinovasi (innovation-driven economies) terdiri dari poin yaitu ke-tangguhan bisnis dan inovasi.

  • 7/23/2019 A Viliani

    19/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN 159

    Tabel 12.

    Kinerja Faktor-Faktor Penentu Daya Saing

    Beberapa Negara

    Sumber: Diolah dari WEF, 2009.

    Penutup

    Upaya pencapaian pertumbuhan berkualitas membu-tuhkan proses panjang. Beberapa langkahnya dapat ditempuhmelalui beberapa hal seperti revitalisasi sektor tradeablemela-lui penguatan pembiayaan, penguatan sumber energi, hinggapenguatan infrastruktur. Sementara itu upaya meningkatkansumber dana dari swasta dapat ditempuh dari perbaikan ikliminvestasi. Dua hal yang harus diperhatikan adalah masalahinefisiensi birokrasi pemerintah serta ketersediaan dan kuali-tas infrastruktur.[]

  • 7/23/2019 A Viliani

    20/20

    Jurnal Sekretariat Negara RI | No. 17 | Agustus 2010

    NEGARAWAN160

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdul Manap Pulungan, Krisis Pangan Silent Tsunami danPelajarannya Bagi Indonesia, Jurnal Bisnis dan Ekono-mi Politik INDEF Juli 2008.

    Asian Development Bank, 2009, Key Indicators for Asia and thePacific 2009, Asian Development Bank, Filipina.

    Aviliani, 2010, Peluang dan Tantangan AC-FTA, Bahan Semi-nar pada Bank Rakyat Indonesia 07 Februari 2010,

    Tidak Dipublikasi.Badan Pusat Statistik, 2010, Berita Resmi Statistik BPS No.

    31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010, Badan Pusat Statistik,Jakarta.

    Bank Indonesia, 2003, Statistik Perbankan Indonesia Tahun2003, Bank Indonesia, Jakarta.

    _____________, 2010, Laporan Tahunan Bank Indonesia 2009,Bank Indonesia, Jakarta.

    Umar et., al, 2010, Sumber Pembiayaan Pembangunan,Makalah Subkomite 8 Komite Ekonomi Nasional, TidakDipublikasi.

    World Economic Forum, The Global Competitiveness Report20092010, Genewa, Switzerland.

    www.bkpm.go.idwww.bnm.gov.mywww.bsp.gov.phwww.pu.go.i