repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26046/1/afiati... · pada...
TRANSCRIPT
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
nikmat yang telah diberikan, yang mengizinkan peneliti untuk belajar hingga tepat
pada waktunya peneliti harus menuliskan laporan penelitian ini. Peneliti
menyadari, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka penelitian ini
tidak akan pernah terselesaikan. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, Sp.And, dr. M. Djauhari Widjajakusumah,
DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan
Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Devy Ariany, M. Biomed selaku pembimbing 1 yang telah memberikan
masukan dan nasihat serta meluangkan banyak waktu, pikiran, dan tenaga untuk
membimbing saya dalam penelitian ini.
4. dr. Achmad Luthfi, Sp.B.KBD selaku pembimbing 2 yang telah memberikan
motivasi serta mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing
peneliti dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan penelitian ini.
5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggungjawab modul Riset yang selalu
mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan penelitian.
6. dr. Ahmad Harifudin, Sp.B selaku ketua komite medik RSUD Serang yang
telah memberikan izin dan arahan dalam pengambilan data penelitian.
7. dr. Fikri selaku ketua laboratorium patologi anatomi RSUD Serang yang telah
mengizinkan peneliti dalam pengambilan data.
vi
8. Bu Indri selaku kepala bagian rekam medis RSUD Serang yang telah
mengizinkan peneliti dalam pengambilan data.
9. Pa Zainudin dan Teh Leni selaku laboran di RSUD Serang yang telah
membantu peneliti dalam pengambilan data.
10. Kedua orang tua, Ahmad Harifudin dan Titin Asiah, terima kasih untuk kasih
sayang dan doa yang terus menerus dipanjatkan, serta pengorbanan yang penuh
keikhlasan dan ridho yang menjadikan kelancaran dalam setiap langkah hidup
saya.
11. Adik tercinta, Alkahfi Harifudin , terima kasih untuk doa dan dukungan yang
selalu diberikan.
12. Teman-teman kelompok riset, Helvia Septarini dan Lara Shofy Wahyuni.
Terimakasih atas kerja sama, dukungan, dan semangat yang luar biasa. Semoga
kekompakan kita menjadi awal untuk kesuksesan kita selanjutnya.
Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat peneliti
harapkan. Demikian laporan penelitian ini peneliti susun, semoga memberikan
sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Dan semoga Allah SWT berkenan
memasukkannya sebagai amal jariyah di akhirat kelak. Amiin.
Ciputat, 1 September 2014
Afiati
vii
ABSTRAK
Afiati. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil
Pemeriksaan Patologi Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang
Tahun 2013. 2014.
Latar Belakang : Apendisitis akut merupakan penyebab paling sering dari nyeri
abdomen akut. Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Salah satu upaya untuk mendiagnosis
apendisitis akut secara mudah dan cepat ialah dengan menggunakan skor
Alvarado. Sistem skoring ini didasarkan pada 8 faktor yang umumnya ada pada
pasien apendisitis akut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada
pasien apendisitis akut. Metode : Penelitian ini bersifat analitik dengan desain
cross sectional dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks
pasca apendektomi sebagai gold standar. Pengumpulan data diperoleh dari data
rekam medis 111 pasien apendisitis akut yang telah dilakukan apendektomi di
RSUD Serang tahun 2013. Data kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok
sesuai dengan skor Alvarado dan dianalisa dengan uji Chi-square. Hasil : Hasil
uji chi square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara skor
Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks dengan
nilai p=0.003. Simpulan : Adanya hubungan yang bermakna antara skor Alvarado
dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks
Kata kunci : apendisitis akut, skor Alvarado, apendektomi, pemeriksaan patologi
anatomi.
viii
ABSTRACT
Afiati. Medical Education Study Programme. Correlation between Alvarado
Score and Anatomical Pathology Examination Result in Acute Appendicitis
Patients at RSUD Serang 2013 . 2014.
Background : Acute appendicitis is the most common cause of acute abdominal
pain. The diagnosis of acute appendicitis is based on history, clinical
examination, and laboratory investigations. Alvarado scoring system is one of the
instruments used to diagnose acute appendicitis simply and quickly. Alvarado
scoring system is based on eight factors that commonly occur in acute
appendicitis patients. This study is aimed to acknowledge the correlation between
Alvarado score and anatomical pathology examination result in acute
appendicitis patients. Method : This analytical and cross sectional designed
research uses anatomical pathology examination result as a gold standard. This
research’s data is based on the medical records of 111 acute appendicitis patients
that have underwent appendectomies at RSUD Serang in 2013. Thereafter, the
data is divided into two groups according to the Alvarado score and analyzed
using Chi-square test. Result : Chi square test’s result shows that there is a
significant correlation between the Alvarado scores and anatomical pathology
examination result in acute appendicitis patients with p-value = 0.003.
Conclusion : There is a significant correlation between the Alvarado scores and
anatomical pathology examination result in acute appendicitis patients.
Keywords : acute appendicitis, Alvarado score, appendectomy, anatomical
pathology.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL....................................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................
ABSTRAK................................................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................
DAFTAR TABEL.....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………..
1.3 Hipotesis……............................................................................................
1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................................
1.4.1 Tujuan Umum……………………………………………………..
1.4.2 Tujuan Khusus.................................................................................
1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………………….
1.5.1 Bagi Peneliti…………………………………………………….....
1.5.2 Bagi Institusi………………………………………………………
1.5.3 Bagi Masyarakat..............................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori .........................................................................................
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks.....................................................
2.1.2 Apendisitis Akut…………………………………………………...
2.1.2.1 Epidemiologi………………………………………………
2.1.2.2 Etiologi…………………………………………………….
2.1.2.3 Patologi……………………………………………………
2.1.2.4 Gambaran Klinis…………………………………………..
2.1.2.5 Pemeriksaan……….……………........................................
2.1.3 Skor Alvarado..................................................................................
2.1.4 Pemeriksaan Patologi Anatomi........................................................
2.2 Kerangka Konsep......................................................................................
2.3 Definisi Operasional..................................................................................
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian.......................................................................................
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................
3.3 Populasi dan Sampel..................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vii
ix
xi
xii
xiii
1
3
3
3
3
3
4
4
4
4
5
5
7
7
9
11
12
13
14
16
18
19
21
21
21
x
3.3.1 Populasi……………………………………………………………
3.3.2 Sampel……………………………..………………………………
3.3.3 Kriteria Sampel……………………………………………………
3.4 Cara Kerja Penelitian.................................................................................
3.5 Pengolahan dan Analisa Data....................................................................
3.5.1 Pengolagan Data…………………………………………………...
3.5.2 Analisa Data...………...........………………………………...........
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan.............................................................
4.1.1 Prevalensi Kasus Gawat Bedah Abdomen di Poli Bedah RSUD
Serang Tahun 2013.......................................................................
4.1.2 Prevalensi Apendisitis Akut di Poli Bedah RSUD Serang Tahun
2013……………………………………………………………….
4.1.3 Karakteristik Subjek Penelitian Apendisitis Akut di RSUD
Serang Tahun 2013……………………………………………….
4.1.4 Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi
Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun
2013……………………………………………………………….
4.1.5 Uji Diagnostik…………………………………………………….
4.2 Keterbatasan Penelitian...........................................................................
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ..................................................................................................
5.2 Saran.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
LAMPIRAN ...........................................................................................................
21
21
23
23
24
24
24
26
26
26
27
31
33
36
37
37
38
42
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gambaran Klinis Apendisitis Akut............................................... 13
Tabel 2.2 Skor Alvarado ...........…………………………..……………….. 15
Tabel 2.3 Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan Skor Alvarado.......... 16
Tabel 3.1 Hasil Akhir Uji Diagnostik……………………………………... 25
Tabel 4.1.1 Prevalensi Kasus Gawat Bedah Abdomen di RSUD Serang
Tahun 2013…………………………………………………… 26
Tabel 4.1.2 Prevalensi Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun 2013….. 26
Tabel 4.1.3 Karakteristik Subjek Penelitian………………………………. 27
Tabel 4.1.4 Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi
Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut..................................... 31
Tabel 4.1.5.1. Uji Diagnostik Skor Alvarado Pada Pasien Apendisitis Akut
Berdasarkan Usia………………………………………….. 33
Tabel 4.1.5.2. Uji Diagnostik Skor Alvarado Pada Pasien Apendisitis Akut
Berdasarkan Jenis Kelamin………………………………… 35
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Letak Jaringan Apendiks..............……………………………... 6
Gambar 2.2. Suplai Darah Pada Jaringan Apendiks………………….………
Gambar 2.3. Apendisitis Akut………………………………………………..
6
17
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Statistik............................……………………………..
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian……………………………………………...
42
43
Lampiran 3 Daftar Riwayat Hidup…………………………………………… 44
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nyeri akut abdomen merupakan keluhan utama yang paling sering
pada kasus kegawatdaruratan bedah abdomen, dimana apendisitis akut
merupakan salah satu penyebab dari keluhan nyeri akut abdomen yang
memerlukan tindakan operasi segera.1
Menurut kamus kedokteran
Dorland, apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks
vermiformis.2 Di Amerika Serikat, setiap tahunnya dilaporkan sebanyak
250.000 kasus apendisitis per 1 juta pasien. Insidensi apendisitis akut telah
menurun terus sejak akhir tahun 1940, dimana kejadian apendisitis akut
saat ini yaitu 1,1 kasus per 1000 penduduk per tahun. Sedangkan di negara
Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut lebih rendah karena letak
geografinya dan penduduknya yang memiliki kebiasaan untuk memakan
makanan berserat.3 Di Indonesia, kasus kegawatan abdomen tertinggi
adalah apendisitis dengan keluhan utama berupa nyeri akut abdomen.
Menurut data RSPAD Gatot Subroto tahun 2008 jumlah pasien yang
menderita penyakit apendisitis adalah 32% dari jumlah pasien yang
datang.4
Semua kelompok usia mulai dari bayi, anak, remaja, dewasa
hingga lansia dapat terkena apendisitis akut. Insidensi puncak apendisitis
akut ada pada kelompok usia dewasa yaitu pada dekade kedua sampai
ketiga dan berkurang pada usia selanjutnya.1 Sedangkan berdasarkan jenis
kelamin, kejadian apendisitis akut antara laki-laki dan perempuan
umumnya sama, namun pada laki-laki usia 20-30 tahun kejadiannya lebih
sering, dimana rasio kejadiannya antara laki-laki dan perempuan adalah
1,5 : 1.3,5
Angka mortalitas apendisitis secara keseluruhan adalah 0,2-
0,8% yang disebabkan oleh komplikasi pada intervensi bedah dan
2
keterlambatan diagnostik. Pada pasien anak, angka mortalitasnya 0,1%-1%
sedangkan pada pasien dengan usia diatas 70 tahun, angka mortalitasnya
menjadi diatas 20%, hal ini terjadi terutama karena keterlambatan
diagnostik dan terapi.3
Untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada
apendisitis akut maka perlu dibuat diagnosis yang tepat. Diagnosis
apendisitis ditegakkan sebagian besar berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium sebagai pemeriksaan penunjang.
Salah satu upaya untuk mendiagnosis apendisitis akut secara mudah,
cepat, dan tidak invasif ialah dengan menggunakan skor Alvarado. Pada
tahun 1986, Alfredo Alvarado membuat sistem skoring sederhana untuk
mendiagnosis apendisitis akut yang didasarkan pada 8 faktor yang
umumnya didapatkan pada pasien apendisitis akut yaitu 3 gejala
diantaranya migrasi nyeri dari periumbilikus atau epigastrium ke kuadran
kanan bawah abdomen, mual disertai muntah, dan anoreksia, 3 tanda
diantaranya nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, nyeri lepas, dan
meningkatnya suhu tubuh 37.50C, dan 2 temuan laboratorium berupa
leukositosis dan pergeseran ke kiri neutrofil.1 Interpretasi skor Alvarado
ditetapkan dengan nilai skor 1-3 sebagai ‘’very unlikely acute
appendicitis’’ 4-6 sebagai ‘’probable acute appendicitis’’ dan 7-10
sebagai ‘’high probable (definitely) acute appendicitis’’.6 Sejak adanya
sistem skoring sederhana tersebut, banyak penelitian mengenai skor
Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis akut dengan pemeriksaan
patologi anatomi sebagai gold standar. Pada penelitian sebelumnya yaitu
Olakolu tahun 2010 menyatakan sistem skoring Alvarado dapat
menurunkan nilai negatif apendektomi dari 35.8% menjadi 30.2% dimana
skor 8-9 memiliki akurasi cukup tinggi (71-94%) karena hasil pemeriksaan
patologi anatominya sesuai yaitu berupa radang akut.7 Pada penelitian
yang lainnya yaitu, Jan H tahun 2007 dengan desain cross section
memperoleh nilai sensitifitas skor Alvarado 77,5% dan spesitifitas skor
Alvarado 89,65% dan Zikrullah tahun 2012 memperoleh nilai sensitifitas
3
skor Alvarado 59,57% , spesitifitas skor Alvarado 85,13%, dan didapatkan
nilai p < 0.05 pada uji Chi-square.6,8
Berkenaan dengan adanya sistem skoring tersebut, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara skor Alvarado
dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada pasien apendisitis akut di
RSUD Serang tahun 2013.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara skor Alvarado dengan hasil
pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks pada pasien apendisitis
akut di RSUD Serang tahun 2013 ?
1.3. Hipotesis
Terdapat hubungan skor Alvarado terhadap hasil pemeriksaan
patologi anatomi jaringan apendiks pada pasien apendisitis akut di RSUD
Serang 2013.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara skor Alvarado dengan hasil
pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks pada pasien apendisitis
akut di RSUD Serang tahun 2013.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui kejadian apendisitis akut berdasarkan usia pada pasien
apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.
2. Mengetahui kejadian apendisitis akut berdasarkan jenis kelamin pada
pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.
3. Mengetahui kejadian apendisitis akut berdasarkan kelompok skor
Alvarado pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.
4
4. Mengetahui kejadian apendisitis akut berdasarkan hasil pemeriksaan
patologi anatomi pada jaringan apendiks pada pasien apendisitis akut di
RSUD Serang tahun 2013.
5. Mengetahui hubungan antara diagnosis pra operasi apendektomi dengan
hasil pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks setelah
operasi apendektomi pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun
2013.
6. Mengetahui nilai sensitifitas, spesitifitas, nilai duga positif, dan nilai duga
negatif skor Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis akut pada pasien
apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.
7. Mengetahui nilai sensitifitas dan spesifisitas skor Alvarado berdasarkan
jenis kelamin pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.
8. Mengetahui nilai sensitifitas dan spesifisitas skor Alvarado berdasarkan
usia pada pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
1. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian di bidang kesehatan.
1.5.2. Bagi Institusi
1. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai skor Alvarado dalam
menegakkan diagnosis apendisitis akut.
2. Penelitian ini dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan penelitian
lebih dalam bagi peneliti lain.
1.5.3. Bagi Masyarakat
1. Sebagai pengetahuan mengenai tanda dan gejala yang timbul pada
penyakit apendisitis akut.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung dimana bentuk
lumennya menyempit pada bagian proksimal dan melebar pada bagian
distal, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan panjang rata-
rata apendiks adalah 8-10 cm (berkisar 2-20 cm) dan berpangkal di sekum.
Apendiks muncul selama bulan kelima masa gestasi dan beberapa folikel
limfoid tersebar di mukosanya. Folikel limfoid tersebut meningkat
jumlahnya ketika individu berusia 8-20 tahun. Lapisan otot apendiks
terbagi menjadi dua, bagian luar berbentuk longitudinal sedangkan bagian
dalamnya berbentuk sirkular, diantara kedua lapisan otot tersebut terdapat
lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan limfoepitelial. Lapisan
mukosanya terdiri dari epitel kolumnar dengan beberapa kelenjar dan sel
argentaffin neuroendokrin.1,3
Bentuk anatomis apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada
bagian proksimal dan menyempit pada bagian distal. Keadaan ini dapat
menjadi sebab rendahnya insidensi apendisitis pada bayi. Pada bayi dan
anak, dinding apendiks masih belum sempurna oleh karena lumen
apendiks yang masih tipis dan omentum yang belum berkembang.
Sedangkan pada lansia, lumen apendiks umumnya tidak dapat ditemukan
karena lumen apendiks seringkali sudah tertutup sepenuhnya.1,9
Sebagian besar yaitu sekitar 65%, letak apendiks di intraperitoneal
yang memungkinkan apendiks bergerak dengan ruang gerak yang
bergantung pada panjang mesoapendiks. Selain itu, letak apendiks ada
yang di retroperitoneal yaitu dibelakang sekum, dibelakang kolon asenden,
6
7
Pada jaringan apendiks, arteri apendiks terdapat di dalam lipatan
mesenterika, yang merupakan cabang terminal dari arteri ileokolika dan
berjalan berdekatan dengan dinding apendiks. Suplai darah apendiks
berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika terjadi sumbatan pada arteri tersebut, misalnya karena trombosis pada
infeksi, apendiks dapat menjadi gangrene. Drainase vena apendiks melalui
vena ileokolika dan vena kolik kanan ke vena portal, dan drainase limfatik
apendiks terjadi melalui nodus ileokolika sepanjang perjalanan
mesenterika arteri superior ke kelenjar celiac dan cisterna chyli.1,3
Dalam sehari mukus yang dihasilkan jaringan apendiks sekitar 1-2
mL. Pada keadaan normal, mukus tersebut mengalir ke dalam lumen dan
menuju sekum. Aliran mukus yang terhambat pada muara apendiks
berperan pada patogenesis apendisitis.1
GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) mensekresikan IgA pada
jaringan apendiks, dimana IgA sangat efektif sebagai proteksi terhadap
infeksi. Namun, sistem imun tubuh tidak terlalu dipengaruhi dengan
pengangkatan jaringan apendiks karena jumlah jaringan limfoid pada
apendiks hanya sebagian kecil dari jumlah jaringan limfoid yang ada di
sepanjang saluran cerna dan seluruh tubuh.1
2.1.2. Apendisitis Akut
2.1.2.1. Epidemiologi
Insidensi apendisitis akut kian menurun dalam tiga-empat
dasawarsa terakhir ini. Penurunan ini terjadi karena semakin meningkatnya
konsumsi makanan berserat pada penduduk dalam menu makanan sehari-
harinya. 1
Setiap tahunnya di Amerika Serikat, dilaporkan sebanyak
250.000 kasus yang mewakili 1 juta pasien. Sejak akhir tahun 1940,
insiden apendisitis akut terus menurun dan kejadian tahunan saat ini
adalah 10 kasus per 100.000 penduduk. Apendisitis terjadi pada 7% dari
penduduk AS, dengan kejadian 1,1 kasus per 1000 orang per tahun.
8
Sedangkan di negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut lebih
rendah karena letak geografinya dan penduduknya yang memiliki
kebiasaan untuk memakan makanan berserat.3 Di Indonesia, apendisitis
menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainnya.
Berdasarkan data di RSUD Serang tahun 2013 terdapat 18.167 pasien di
Instalasi Gawat Darurat, dengan kasus kegawatan bedah abdomen
sebanyak 429 kasus dimana kasus apendisitis akut merupakan kasus
kegawatan bedah abdomen akut tertinggi yaitu sebanyak 224 kasus.10
Apendisitis dapat terjadi pada semua kelompok usia, mulai dari
bayi, anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Menurut buku ajar ilmu bedah,
insidensi tertinggi apendisitis akut terjadi pada kelompok usia dewasa
yaitu usia 20-30 tahun dan akan berkurang pada usia selanjutnya. Hasil
studi Ivan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2009 melaporkan
bahwa distribusi usia kejadian apendisitis akut terbanyak ada pada
kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 21 orang dari 60 sampel (35%),
sedangkan untuk distribusi kejadian apendisitis akut terendah ada pada
kelompok usia diatas 61 tahun yaitu sebanyak 2 orang (3.3%). Penelitian
di RSUD Tugurejo Semarang tahun 2009-2011, kelompok usia terbanyak
menderita apendisitis akut adalah kelompok usia remaja dan dewasa yaitu
kelompok 15-24 tahun sebanyak 38,7%, dan di tempat kedua adalah
kelompok 25-44 tahun sebanyak 34,8%.1,11,12
Untuk pasien anak, apendisitis akut sering terjadi pada rentang
usia 6-10 tahun dan 50-85% kasus apendisitis akut pada anak baru
diketahui setelah terjadi perforasi. Tingginya kejadian perforasi apendiks
pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang belum sempurna
dimana lumen apendiks masih tipis, omentum belum berkembang, dan
daya tahan tubuh yang belum sempurna dapat membuat proses perforasi
berlangsung cepat. Selain itu, pasien anak biasanya kurang mampu untuk
menggambarkan rasa nyeri yang timbul sehingga memperlambat waktu
untuk diagnosis. Keadaan ini juga dapat terjadi pada pasien lansia dimana
dilaporkan kejadian perforasi apendiks sekitar 60%. Hal ini disebabkan
9
oleh karena pada pasien lansia telah terjadi perubahan anatomi apendiks
yaitu lumen apendiks menyempit, terjadi arteriosklerosis sehingga sering
menimbulkan gejala yang tidak spesifik dan keterlambatan diagnosis.1,3
Berdasarkan jenis kelamin, kejadian apendisitis akut umumnya
sama antara laki-laki dan perempuan. Namun, pada laki-laki dewasa usia
20-30 tahun insidensi apendisitis akut lebih tinggi yaitu 1.4 kali lebih
besar. Rasio perbandingannya antara laki-laki dan perempuan adala 3 : 2.
Sedangkan menurut buku ajar patologi, rasio kejadian apendisitis akut
antara laki-laki dan perempuan yaitu 1.5 : 1.1,5
Pada penelitian di Liaquat
University Hospital Hyderabad, Pakistan tahun 2003-2004 melaporkan
bahwa dari 227 pasien apendisitis akut yang diteliti terdiri dari 150 pasien
laki-laki (66.07%) dan 77 pasien perempuan (33.92%) dengan rata-rata
usianya 20.47 tahun.13
Hal ini sesuai juga dengan hasil penelitian di
teaching hospital, India Tengah tahun 2009-2010 melaporkan dari 200
pasien apendisitis akut terdiri dari 112 pasien laki-laki (56%) dan 88
pasien perempuan (44%) dengan rata-rata usianya 29.12 tahun dan rasio
insidensi apendisitis akut antara laki-laki dengan perempuan adalah 1.27 :
1.14
Angka mortalitas apendisitis secara keseluruhan 0,2-0,8% yang
disebabkan oleh komplikasi pada intervensi bedah dan keterlambatan
diagnostik. Pada pasien anak, angka mortalitasnya 0,1%-1%, pada pasien
dengan usia lebih dari 70 tahun, angka mortalitasnya diatas 20%, hal ini
terjadi terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapi.3
2.1.2.2 Etiologi
Apendisitis akut umumnya terjadi karena adanya infeksi bakteri.
Ada berbagai keadaan yang berperan sebagai faktor pencetusnya. Lumen
apendiks yang tersumbat merupakan faktor pencetus terjadinya apendisitis
akut. Keadaan yang dapat membuat sumbatan pada lumen apendiks yaitu
hiperplasia jaringan limfe, adanya fekalit, tumor apendiks, dan cacing
askaris pada jaringan apendiks. Selain itu, erosi pada mukosa apendiks
10
akibat parasit seperti E.histolytica diduga dapat pula menimbulkan
peradangan pada apendiks.1
Studi epidemiologi menyatakan bahwa kebiasaan mengkonsumsi
makanan rendah serat dapat menimbulkan kejadian konstipasi yang
berpengaruh terhadap kejadian apendisitis. Tekanan intrasekal akan
meningkat karena adanya konstipasi yang dapat berakibat timbulnya
obstruksi fungsional pada jaringan apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal pada kolon.1
a. Obstruksi Lumen Apendiks
Obstruksi lumen apendiks adalah penyebab utama apendisitis akut.
Obstruksi lumen akan menstimulus sekresi mukus pada mukosa apendiks.
Hal tersebut akan meningkatkan tekanan dalam lumen dimana tekanannya
melebihi tekanan pada submukosa venula dan limfatik sehingga
menyebabkan distensi jaringan apendiks. Keadaan itu membuat semakin
meningkatkan tekanan pada dinding apendiks dan dapat menyebabkan
gangguan vaskularisasi dan limfatik sehingga dapat terjadi iskemia pada
mukosa apendiks dan berakhir dengan nekrosis jaringan. Dalam keadaan
normal, kapasitas lumen apendiks sekitar 0.1 mL dan jaringan apendiks
dapat menghasilkan sekitar 1-2 mL mukus perhari. Adanya obstruksi pada
lumen apendiks akan meningkatkan produksi mukus sekitar 0,5 mL, yang
akan meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menstimulus serabut
saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri
difus pada abdomen di bawah epigastrium.1,15
Apendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik
untuk pertumbuhan bakteri. Ketika tekanan intraluminal meningkat, maka
akan mengganggu aliran limfatik sehingga terjadi edema yang lebih hebat.
Hal tersebut semakin meningkatkan tekanan intraluminal apendiks dan
menyebabkan gangguan aliran vaskularisasi apendiks sehingga dapat
terjadi iskemia jaringan intraluminal apendiks, infark, dan gangrene.
Setelah itu bakteri dapat melakukan invasi ke dinding apendiks. Invasi
11
bakteri akan menstimulasi pelepasan mediator inflamasi. Dan ketika
eksudat inflamasi yang berasal dari dinding apendiks terhubung dengan
peritoneum parietal, serabut saraf somatik akan teraktivasi sehingga terasa
nyeri lokal pada titik McBurney.
b. Peran Flora Normal Pada Kolon
Jaringan apendiks yang meradang memiliki flora yang berbeda
dengan flora normal apendiks pada umumnya, dimana 60% cairan aspirasi
dari apendisitis ditemukan bakteri jenis anaerob, sedangkan pada cairan
aspirasi apendiks normal hanya ditemukan sekitar 25%. Hal ini terjadi
ketika ada obstruksi pada lumen apendiks dapat meningkatkan tekanan
intraluminal dan menganggu aliran darah serta limfatik sehingga
pertahanan mukosa terganggu dan terjadi iskemia pada jaringan
intraluminal apendiks yang memudahkan bakteri untuk invasi ke mukosa
apendiks.15
Apendisitis merupakan penyakit infeksi dengan polimikrobial.
Dalam beberapa studi dilaporkan bahwa terdapat 14 mikroorganisme yang
berbeda yang ditemukan pada pasien apendisitis perforata. Bakteri yang
umumnya terdapat di jaringan apendiks normal, apendisitis akut, dan
apendisitis perforata adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis.15,16
2.1.2.3. Patologi
Peradangan pada jaringan apendiks diawali pada bagian mukosa,
kemudian mengenai seluruh lapisan dinding apendiks. Proteksi dari tubuh
dalam membatasi terjadinya proses peradangan tersebut yaitu adanya
omentum, usus halus, atau adneksa yang menutupi apendiks sehingga
terbentuk massa periapendikuler. Sementara itu, dalam waktu 24-48 jam
pertama, peradangan apendiks sudah dapat mengenai seluruh lapisan
dinding apendiks, dimana dapat terjadi nekrosis jaringan yang dapat
membentuk abses sehingga dapat terjadi perforasi pada tahap selanjutnya.
Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
12
periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri
secara lambat. Apendiks yang pernah mengalami peradangan tidak akan
kembali ke bentuk normal atau sembuh sempurna melainkan membentuk
jaringan parut yang melekat dengan jaringan sekitarnya. Perlekatan ini
dapat menimbulkan keluhan nyeri berulang di regio abdomen kanan
bawah. Jika terjadi peradangan akut kembali pada jaringan apendiks
tersebut maka dinyatakan sebagai eksaserbasi akut.1
2.1.2.4. Gambaran Klinis
Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di
daerah epigastrium atau di periumbilikus adalah gejala klasik dari
apendisitis yang dapat disertai dengan keluhan mual dan muntah. Selain
itu, nafsu makan pada penderita apendisitis akut akan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan migrasi ke titik McBurney yaitu pada kuadran
kanan bawah abdomen, dimana nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Rasa nyeri pada
kuadran kanan bawah abdomen bisa tidak begitu jelas apabila letak
apendiks di retrosekal retroperitoneal, rasa nyeri lebih dirasa kearah
abdomen sisi kanan dan timbul ketika sedang berjalan karena kontraksi
otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.1
Bila apendiks terletak di rongga pelvis, peradangan pada apendiks
dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum
sehingga peristalsis meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih
cepat. Bila jaringan apendiks melekat pada vesica urinaria, peradangan
pada apendiks dapat menimbulkan stimulus terhadap dinding vesica
urinaria sehingga untuk gejalanya terjadi peningkatan frekuensi urinasi.1
Pada bayi dan anak, gejala apendisitis akut tidak spesifik karena
bayi dan anak kurang mampu menggambarkan rasa nyeri yang dialaminya.
Gejala awalnya biasanya hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau
makan. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah dan menjadi lemah
13
dan letargik. Hal ini menyebabkan insidensi apendisitis perforasi tinggi
pada usia bayi dan anak yaitu sekitar 80-90%.1
2.1.2.5. Pemeriksaan
Tabel 2.1. Gambaran Klinis Apendisitis Akut
Gambaran Klinis Apendisitis Akut
Tanda awal
- Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai
mual dan anoreksia
Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda
rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney
- Nyeri tekan
- Nyeri lepas
- Defans muscular
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
- Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing sign)
- Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepaskan
(Blumberg sign)
- Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti
napas dalam, berjalan, batuk, mengedan
Sumber : Sjamsuhidayat, 2011
Pada pemeriksaan fisik untuk pasien apendisitis akut, umumnya
terjadi peningkatan suhu sekitar 37.5-38.50C, bila suhu lebih tinggi,
kemungkinan sudah terjadi perforasi. Tidak ditemukan gambaran spesifik
pada pemeriksaan inspeksi abdomen. Ditemukan adanya nyeri tekan pada
regio iliaka kanan, disertai nyeri lepas pada pemeriksaan palpasi abdomen.
Selain itu, ditemukan adanya defans muskular yang menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale. Ditemukan juga tanda Rovsing yaitu
ketika abdomen sebelah kiri bawah ditekan, akan dirasakan nyeri
diabdomen sebelah kanan bagian bawah. Pada pemeriksaan auskultasi
abdomen, umumnya bising usus normal, tetapi bisa saja hilang akibat
14
adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh
apendisitis perforata. Pada apendisitis pelvika, nyeri dapat dirasakan saat
pemeriksaan colok dubur. Namun, bila peradangan apendiks menempel
pada otot psoas mayor, maka akan ditemukan rasa nyeri pada uji psoas.
Uji psoas dilakukan dengan memberi stimulus pada otot psoas melalui
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Selain itu, bila apendisitis bersentuhan
dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul minor,
dapat dirasakan nyeri saat dilakukan uji obturator yaitu melalui gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang.1
2.1.3. Skor Alvarado
Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana untuk
mendiagnosis apendisitis akut pada usia dewasa. Sistem skoring ini dibuat
oleh Alfredo Alvarado pada tahun 1986 untuk mendiagnosis pasien
apendisitis pada penelitian kohort terhadap 305 pasien suspek apendisitis
di Nazareth Hospital, Philadelphia, United States of America. Sistem
skoring ini didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda, dan dua temuan
laboratorium sederhana yang sering didapatkan pada pasien apendisitis
akut.17
Pada penelitian di Armed Forces Hospital, Saudi Arabia tahun
2001-2002 pada 125 pasien suspek apendisitis menghasilkan sensitifitas
skor Alvarado 53.8% dan spesifisitas 80% untuk semua pasien, pada
pasien wanita sensitifitas skor Alvarado 48% dan spesifisitas 62.5%
sedangkan untuk pasien laki-laki sensitifitas skor Alvarado 54.6% dan
spesifisitas 100%.18
Penelitian di teaching hospital Saudi Arabia tahun
2011-2012 pada 121 pasien suspek apendisitis menghasilkan sensitifitas
skor Alvarado 59.57% dan spesifisitas 85.13%, nilai duga positif 71.79% ,
nilai duga negatif 76.82% dimana pada 39 pasien dengan skor Alvarado
≥7, ditemukan 28 pasien apendisitis akut (71.79%) dan pada 47 pasien
dengan skor Alvarado 4-6, ditemukan 16 pasien apendisitis akut (34.04%),
15
sedangkan untuk 35 pasien dengan skor Alvarado ≤ 3, hanya ditemukan 3
pasien apendisitis akut (8.57%).6 Ada juga penelitian yang melakukan uji
diagnositik pada salah satu faktor penilaian dalam skor Alvarado yaitu
batas angka leukosit pada apendisitis. Penelitian di RSUD Tugurejo
Semarang tahun 2009-2011 dengan 155 pasien yang terdiri dari 85 pasien
apendisitis akut dan 70 pasien apendisitis perforasi menghasilkan
sensitivitas batas angka leukosit cut off point 15.050/mm3, sensitivitasnya
90% dan spesitifitasnya 84.6%.11
Tabel 2.2. Skor Alvarado
Characteristics Score
3 Symptoms
Migration of pain to the right lower
quadrant
1
Nausea and vomiting 1
Anorexia 1
3 signs
Tenderness in right iliac fossa 2
Rebound tenderness in right iliac fossa 1
Elevated temperature 1
2 Laboratory finding
Leukocytosis 2
Shift to left of neutrophils 1
Total 10
Sumber : Tamanna Zikrullah, 2012
Sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sistem skoring
sederhana ini dapat menentukan tindakan selanjutnya pada pasien
apendisitis akut.
16
Tabel 2.3. Manajemen Apendisitis Akut Berdasarkan Skor Alvarado
Sumber : Michael, 2000.
Menurut kepustakaan, skor Alvarado dapat menurunkan kejadian
apendisitis perforasi, menurunkan angka mortalitas dalam 2 tahun terakhir
ini, dan dapat menurunkan nilai negatif apendektomi.17
Nilai negatif
apendektomi merupakan persentase ditemukannya gambaran jaringan
apendiks normal pada pemeriksaan patologi anatomi pasca apendektomi.19
Pada studi sebelumnya di Mandeville Regional Hospital tahun 2010
melaporkan bahwa nilai persentase negatif apendektomi 15-40% dan
sistem skoring Alvarado dapat menurunkan nilai negatif apendektomi dari
35.8% menjadi 30.2% dimana skor 8-9 memiliki akurasi cukup tinggi
sebesar 71-94% karena sesuai dengan hasil pemeriksaan patologi
anatomi.7
2.1.4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks sering
digunakan sebagai gold standar dalam uji diagnositik apendisitis akut,
karena memiliki sensitifitas paling baik diantara pemeriksaan lain.11
Skor Alvarado Manajemen
0-3 Pasien boleh dipulangkan, tidak dilakukan operasi
apendektomi, dan segera kembali ke dokter jika
tidak ada perbaikan dari gejala.
4-6 Observasi selama 12 jam dan setelah 12 jam dinilai
kembali skor Alvaradonya, jika skor tetap 4-6
dengan gejala yang sama tidak ada perbaikan maka
dilakukan apendektomi.
7-9 Untuk pasien anak dan laki-laki segera apendektomi,
sedangkan untuk pasien perempuan dilakukan
pemeriksaan laparoskopi terlebih dahulu kemudian
apendektomi.
17
18
terakhir negative appendicectomy artinya jaringan apendiks yang
ditemukan berupa jaringan normal. Selain itu, terdapat beberapa penyakit
yang memiliki gambaran klinis mirip dengan apendisitis akut, diantaranya
adalah limfadenitis mesenterium setelah infeksi virus sistemik,
gastroenteritis dengan adenitis mesenterium, penyakit radang pelvis
dengan keterlibatan tuba falopi dan ovarium, ruptur ovarium saat ovulasi,
kehamilan ektopik, dan divertikulitis Meckel.19
Penelitian di Khyber
Teaching Hospital Peshawar tahun 2003, pada 54 pasien dengan skor
Alvarado lebih 7, dimana terdapat 32 pasien wanita dan 20 pasien laki-
laki yang dilakukan pemeriksaan patologi anatomi didapatkan hasil berupa
adanya inflamasi pada jaringan apendiks pada 45 pasien dan pada 7 pasien
ditemukan jaringan apendiks yang normal.20
Penelitian yang dilakukan di
Liaquat University Hospital Hyderabad, Sindh, Pakistan tahun 2003-2004
diperoleh 178 pasien (96%) memiliki gambaran radang pada apendiks
yang terdiri dari radang akut 108 pasien (58,37%), perforasi apendiks 45
pasien (24.32%), gangrenosa apendiks 17 pasien (9.18%) dan massa
apendikular 8 pasien (4.32%), sedangkan terdapat 7 pasien (4%) yang
memiliki gambaran bukan radang akut, yaitu 2 pasien (1.08%) dengan
adenitis mesenterium, 1 pasien (0.54%) dengan ruptur kista ovarium, 1
pasien (0.54%) dengan divertikulitis Meckel, 1 pasien (0.54%) dengan
kista ovarium terpuntir, dan 2 pasien (1.08%) dengan normal apendiks.13
2.2. Kerangka Konsep
Variabel Independen
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Skor Alvarado
Variabel Dependen
Hasil pemeriksaan patologi
anatomi jaringan apendiks
pasca apendektomi
19
2.3. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur dan
Cara Ukur
Skala
Usia Usia pasien saat
pemeriksaan
dilakukan
Sesuai tertulis
dalam rekam medis
Ordinal
1. 5-14 tahun
2. 15-24 tahun
3. 25-44 tahun
4. 45-65 tahun
5. 65 tahun
Jenis Kelamin Indikasi jenis
kelamin ketika lahir:
Laki-laki
Perempuan
Sesuai tertulis
dalam rekam medis
Nominal
1. Laki-laki
2. Perempuan
Skor Alvarado Sistem skoring untuk
diagnosis apendisitis
akut, didasarkan pada
8 faktor yang sering
didapatkan pada
apendisitis akut yaitu
migrasi nyeri
ke kuadran
kanan bawah
abdomen
anoreksia
mual/muntah
nyeri tekan di
kuadran
kanan bawah
abdomen
nyeri lepas
cepat
suhu tubuh
37.50C
leukositosis
konfigurasi
leukosit
Sesuai tertulis
dalam rekam medis
Very
unlikely
acute
appendicitis
: 1-4
Probable
acute
appendicitis
: 5-6
Definitely
acute
appendicitis
: 7-8
Ordinal
1. Skor Alvarado 7
2. Skor Alvarado <7
20
bergeser ke
kiri.
Pemeriksaan
patologi anatomi
jaringan apendiks
Pemeriksaan patologi
anatomi pada
jaringan apendiks
yang dilakukan pasca
apendektomi.
Hasil laboratorium
patologi anatomi
pada jaringan
apendiks, sesuai
tertulis dalam
rekam medis.
Kriteria radang akut
yaitu adanya
infiltrasi neutrofilik
pada mukosa/
submukosa/
muskuluaris propia
pada jaringan
apendiks.
Nominal
1. Radang akut
2. Radang kronik
21
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik menggunakan desain
potong lintang (cross sectional) dengan hasil pemeriksaan patologi
anatomi pada jaringan apendiks pasca apendektomi sebagai gold standar.
Bahan diambil dari data sekunder pasien yang memiliki hasil pemeriksaan
klinis dengan diagnosis apendisitis akut, telah dilakukan apendektomi,
dan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan apendiks setelah operasi
di RSUD Serang.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian : RSUD Serang
Waktu Penelitian : Februari – Juli 2014
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita
dengan diagnosis apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua penderita dengan
diagnosis apendisitis akut yang dilakukan operasi apendektomi dan
setelah operasi dilakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap
jaringan apendiks di RSUD Serang tahun 2013.
22
Penghitungan besar sampel menggunakan metode analitik
kategorik tidak berpasangan :
( √ √
)
• Zα = 1.96 (kesalahan 5%)
• Zβ = 0.84 (kesalahan 20%)
• P2 = 0, 0123
• Q2 = 1- P2
• = 1-0,0123
• = 0,987
• P1- P2 = 0,2
• P1 = 0,0123 + 0,2
• = 0,2123
• Q1 = 1 – P1
• = 1 – 0,2123
• = 0,787
• P = (P1+P2)/2 = (0.2123+0.0123)/2 = 0.1123
• Q = 1 – P
• = 1- 0,1123
• = 0,887
23
= 37,8
= 37,8 x 2
= 75,6
= 76
Sehingga besar sampel minimal dengan penghitungan analitik kategorik
tidak berpasangan adalah 76 pasien.
3.3.3. Kriteria Sampel
3.3.3.1. Kriteria Inklusi
1. Semua penderita dengan diagnosis apendisitis
akut yang telah dilakukan apendektomi.
2. Ada hasil pemeriksaan patologi anatomi
terhadap jaringan apendiks.
3.3.3.2. Kriteria Eksklusi
1. Tidak adanya penilaian skor Alvarado dalam
rekam medis.
2. Tidak adanya hasil pemeriksaan patologi
anatomi terhadap jaringan apendiks dalam
rekam medis.
3.4. Cara Kerja Penelitian
Mendata sampel yang diambil dari data sekunder berdasarkan
pemeriksaan klinis terhadap semua penderita apendisitis akut yang
dilakukan operasi apendektomi dan setelah operasi dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks di RSUD
Serang tahun 2013.
24
Semua penderita dengan diagnosis apendisitis akut dengan skor
Alvarado diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu skor Alvarado
7 dan skor Alvarado < 7.
Semua penderita setelah operasi apendektomi yang dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi terhadap jaringan apendiks
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu radang akut dan
radang kronik.
Selanjutnya data dianalisa secara univariat, bivariat dan dilakukan
analisis uji sensitifitas dan spesifisitas.
3.5. Pengolahan dan Analisa Data
3.5.1. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan akan melalui proses
pengolahan yang meliputi :
1. Cleaning
Sebelum diolah, data yang telah terkumpul terlebih dahulu
dilakukan pengecekan agar tidak ada data yang double atau
yang tidak diperlukan.
2. Editing
Pengeditan dilakukan untuk mengecek kelengkapan,
kesinambungan, dan keseragaman data.
3. Coding
Memudahkan dalam pengelompokan data sesuai kategori
yang ada.
4. Entry data
Meng-input data ke computer untuk dianalisis
menggunakan program SPSS versi 16.
3.5.2. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa
Chi-square untuk mengetahui hubungan antara skor Alvarado
25
dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada pasien apendisitis
akut dan analisa uji sensitifitas dan spesifisitas. Sebelumnya
dilakukan uji normalitas data dengan uji Kolmogorov Smirnov.
Tabel 3.1. Hasil Akhir Uji Diagnostik
Sumber : Sopiyudin, 2010.
Sensitifitas adalah kemampuan suatu pemeriksaan untuk
mengidentifikasi secara benar orang-orang yang mempunyai
penyakit.21
Spesitifitas adalah kemampuan suatu pemeriksaan untuk
mengidentifikasi secara benar orang-orang yang tidak mempunyai
penyakit.21
Parameter uji diagnostik adalah
Sensitifitas : a/(a+c)
Spesifisitas : d/(b+d)
Nilai duga positif : a/(a+b)
Nilai duga negatif : d/(c+d)
Akurasi : (a+d) /
Status Penyakit Total
Positif Negatif
Hasil Uji Positif A B A+B
Negatif C D C+D
Total A+C B+D N
26
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
4.1.1. Prevalensi Kasus Gawat Bedah Abdomen di Poli Bedah RSUD Serang
Tahun 2013
Tabel 4.1.1. Prevalensi Kasus Gawat Bedah Abdomen di Poli Bedah
RSUD Serang Tahun 2013
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Kasus Gawat Bedah Abdomen 429 30.13
Bukan Kasus Gawat Bedah Abdomen 995 69.87
Total 1424 100.0
Berdasarkan tabel 4.1.1. dari 1424 pasien yang datang ke poli
bedah, sebanyak 429 pasien (30.13%) adalah pasien dengan kasus gawat
bedah abdomen.
4.1.2. Prevalensi Apendisitis Akut di Poli Bedah RSUD Serang Tahun 2013
Tabel 4.1.2. Prevalensi Apendisitis Akut di Poli Bedah RSUD Serang
Tahun 2013
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Apendisitis Akut 224 52.2
Bukan Apendisitis Akut 205 47.8
Total 429 100.0
Dari tabel 4.1.2. didapatkan bahwa prevalensi apendisitis akut
sebanyak 224 pasien (52.2%) dari 429 kasus gawat bedah abdomen di poli
bedah RSUD Serang tahun 2013.
27
4.1.3. Karakteristik Subjek Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun
2013
Jumlah pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013
sebanyak 224 pasien, terdapat 113 pasien tereksklusi karena pada data
rekam medis tidak ada hasil skor Alvarado dan tidak ada hasil
pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks, sehingga jumlah pasien
yang diikutsertakan dalam penelitian ini sebanyak 111 pasien.
Tabel 4.1.3. Karakterisitik Subjek Penelitian
Variabel Kategori Median
(Q 25% - Q 75%)
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Usia (Tahun) 5-14 24 (17-33) 23 20.7
15-24 37 33.3
25-44 41 36.9
45-64 8 7.2
65 2 1.8
Jenis
Kelamin
Laki-laki 48 43.2
Perempuan 63 56.8
Skor
Alvarado
Skor Alvarado 7 6 (5-7) 43 38.7
Skor Alvarado < 7 68 61.3
Hasil
Pemeriksaan
Patologi
Anatomi
Radang Akut 94 84.7
Radang Kronik 17 15.3
Total 111 100%
Berdasarkan uji normalitas data pada variabel usia dan skor
Alvarado pada 111 pasien apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013
dengan uji Kolmogorov-Smirnov, didapatkan nilai signifikansi p<0.05
maka distribusi data penelitian tidak normal.
Hasil pengolahan data sekunder pada tabel 4.1.3. terhadap 111
sampel, diperoleh kelompok usia yang paling banyak menderita
28
apendisitis akut adalah kelompok usia 25-44 tahun sebanyak 37 orang
(36,9%) dan kelompok usia yang paling sedikit menderita apendisitis akut
adalah kelompok usia diatas 65 tahun sebanyak 2 orang (1.8%). Hal ini
sesuai dengan penelitian di Allied Hospital, Punjab Medical College
Faisalabad, Pakistan tahun 2009 yang melaporkan bahwa kejadian
apendisitis akut terbanyak pada kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak
241 orang dari 500 sampel (48,2%) dan kejadian apendisitis akut paling
sedikit ada pada kelompok usia 61-70 tahun yaitu sebanyak 5 orang (1%).
Selain itu, hasil ini juga sesuai dengan penelitian di RSUP Haji Adam
Malik Medan Tahun 2009 yang menyatakan bahwa distribusi usia
kejadian apendisitis akut terbanyak pada usia kelompok 21-30 tahun yaitu
sebanyak 21 orang dari 60 sampel (35%), sedangkan untuk distribusi
kejadian apendisitis akut terendah ada pada kelompok usia diatas 61 tahun
yaitu sebanyak 2 orang (3.3%).12
Hasil tersebut juga tidak jauh berbeda
dengan penelitian pada tahun 2009-2011 di RSUD Tugurejo Semarang
yang menyatakan bahwa apendisitis akut banyak terjadi pada usia
kelompok remaja dan dewasa, yaitu kelompok usia 15-24 tahun sebanyak
60 orang (38.7%) dan kelompok usia 25-44 tahun sebanyak 54 orang
(34.8%).11
Penelitian ini melaporkan bahwa insidensi tertinggi apendisitis
akut terjadi pada usia dewasa yaitu dekade kedua dan sampai dekade
keempat. Hasil penelitian ini sesuai dengan buku Ajar Ilmu Bedah yang
menyatakan bahwa puncak insidensi apendistis akut pada usia 20-30 tahun
dan berkurang pada usia selanjutnya. Secara anatomis, bentuk lumen
apendiks yaitu menyempit pada bagian proksimal dan melebar pada bagian
distal. Namun, pada bayi bentuk lumen apendiks relatif lebar di bagian
proksimal dan menyempit di bagian distal. Hal ini menjadi sebab
rendahnya insidensi apendisitis akut pada bayi.1 Sedangkan pada lansia,
rendahnya insidensi apendisitis akut disebabkan oleh lumen apendiks yang
seringkali ditemukan sudah tertutup sepenuhnya sehingga untuk gejala
apendisitis akut sering samar dan baru didiagnosis setelah terjadi
perforasi.1,9
Sesuai dengan penelitian di RSUD Tugurejo, Semarang tahun
29
2009-2011 yang menyatakan bahwa pada usia diatas 65 tahun, dilaporkan
persentase insidensi apendisitis perforasi yaitu 60%.11
Distribusi frekuensi apendisitis akut menurut jenis kelamin (tabel
4.1.3.), didapatkan rasio angka kejadian apendisitis akut antara perempuan
dan laki-laki adalah 1,3 : 1 dengan distribusi kejadian apendisitis akut pada
perempuan lebih banyak yaitu 63 orang (56.8%) daripada laki-laki 48
orang (43.2%). Sesuai dengan hasil tahun 2011-2012 di Teaching
Hospital, Saudi Arabia menyatakan dari 121 orang yang diikutsertakan
dalam penelitian, terdapat 66 pasien perempuan (54.5%) dan 55 pasien
laki-laki (45.5%).6 Hasil ini juga sesuai dengan penelitian di Khyber
Teaching Hospital, Peshawar, Pakistan tahun 2003 melaporkan bahwa dari
100 sampel pasien apendisitis akut yang dilakukan penelitian, sebanyak 59
pasien perempuan (59%) dan 41 pasien laki-laki (41%) dengan rasio
insidensi apendisitis akut antara perempuan dan laki-laki adalah 1.4 : 1.20
Selain itu, ini juga sesuai dengan penelitian di RSUD Tugurejo, Semarang
tahun 2009-2011 yang melaporkan bahwa insidensi apendisitis akut lebih
sering pada perempuan yaitu sebanyak 81 orang (52,3%), sedangkan pada
laki-laki sebanyak 74 orang (47.7%).11
Secara anatomis, bentuk jaringan
apendiks normal pada perempuan dan laki-laki sama. Menurut buku Ajar
Ilmu Bedah, kejadian apendisitis akut antara perempuan dan laki-laki
umumnya sama, namun meningkat angka kejadiannya 1.4 kali lebih besar
pada laki-laki usia 20-30 tahun.1,3
Pada studi kali ini terdapat perbedaan
mengenai kejadian apendisitis akut dimana kejadiannya 1.3 kali lebih
besar pada perempuan. Hal ini dapat terjadi karena berdasarkan data
kunjungan pasien di RSUD Serang tahun 2013 pada poli bedah dengan
kasus kegawatan bedah abdomen terdapat 429 pasien dimana jumlah
pasien perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki, yaitu pasien
perempuan sebanyak 258 orang dan pasien laki-laki sebanyak 171 orang.10
Berdasarkan tabel 4.1.3., dari 111 sampel diperoleh bahwa jumlah
pasien pada kelompok skor Alvarado < 7 lebih banyak yaitu 68 pasien
(61.3%) daripada kelompok skor Alvarado 7, 43 pasien (38.7%). Hasil
30
ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian pada tahun 2007 di
University Teaching Hospital, Sagamu, Ogun State, Nigeria dilaporkan
bahwa kelompok pasien apendisitis akut dengan skor Alvarado < 7 lebih
banyak yaitu 44 pasien daripada kelompok pasien skor Alvarado 7, 30
pasien.23
Berbeda dengan penelitian di Government Medical College,
Jammu tahun 2008, dari 100 sampel dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
kelompok A skor Alvarado 1-4 sebanyak 14 pasien, kelompok B skor
Alvarado 5-6 sebanyak 26 pasien, dan kelompok C skor Alvarado 7-10
sebanyak 60 pasien.24
Pada penelitian ini, skor Alvarado paling banyak
yaitu 6 (35.1%) dimana menurut kepustakaan skor Alvarado 6 adalah
probable acute appendicitis dan manajemennya berupa observasi selama
12 jam dan setelah 12 jam pasien dinilai kembali skor Alvaradonya, jika
tidak ada perbaikan gejala maka dapat dilakukan apendektomi.24,25
Skor
Alvarado 6 disini masuk pada kelompok skor Alvarado < 7, sehingga
jumlah pasiennya lebih banyak dibandingkan dengan kelompok skor
Alvarado 7.
Hasil pemeriksaan patologi anatomi pada tabel 4.1.3. menunjukkan
bahwa terdapat gambaran radang akut pada jaringan apendiks sebanyak 94
(84.7%) dan gambaran radang kronik sebanyak 17 (15.3%). Hasil ini tidak
jauh berbeda dengan studi di poli bedah umum rumah sakit Miraj and
PVPGH, Sangli tahun 2011-2012 dilaporkan bahwa pada pemeriksaan
patologi anatomi dari 130 pasien apendisitis akut, 95 pasien memiliki
gambaran radang akut (73%) dan 35 pasien memiliki gambaran bukan
radang akut (27%).26
Selain itu penelitian yang dilakukan di Liaquat
University Hospital Hyderabad, Sindh, Pakistan tahun 2003-2004
diperoleh 178 pasien (96%) dengan gambaran radang pada apendiks terdiri
dari radang akut 108 pasien (58,37%), perforasi apendiks 45 pasien
(24.32%), gangrenosa apendiks 17 pasien (9.18%) dan massa apendikular
8 pasien (4.32%), sedangkan terdapat 7 pasien (4%) yang memiliki
gambaran bukan radang akut, yaitu 2 pasien (1.08%) dengan adenitis
mesenterika, 1 pasien (0.54%) dengan ruptur kista ovarium, 1 pasien
(0.54%) dengan divertikulitis Meckel’s, 1 pasien (0.54%) dengan kista
31
ovarium terpuntir, dan 2 pasien (1.08%) dengan normal apendiks.13
Menurut Alexandre, cut-off point skor Alvarado yaitu > 8 dan < 5, karena
dalam studinya pasien dengan skor Alvarado < 5 tidak memiliki gambaran
radang akut dan pasien dengan skor > 8 memiliki gambaran radang akut.27
4.1.4. Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi
Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUD Serang Tahun 2013
Tabel 4.1.4. Hubungan Skor Alvarado Dengan Hasil Pemeriksaan Patologi
Anatomi Pada Pasien Apendisitis Akut
*Uji Chi-square
Berdasarkan tabel 4.1.4., diperoleh pada kedua kelompok yang
memiliki hasil pemeriksaan patologi anatomi berupa gambaran radang
kronik sebanyak 17 pasien (15.3%), dimana untuk hasilnya terdapat
perbedaan yang signifikan pada kelompok dengan skor Alvarado < 7 lebih
tinggi (14.4%) daripada kelompok dengan skor Alvarado 7 (0.9%).
Dengan analisis Chi-square, diperoleh nilai significancy adalah
0.003, karena nilai p < 0.05 maka dinyatakan bahwa terdapat hubungan
antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada
pasien apendisitis akut. Hasil penelitian ini, sesuai dengan penelitian di
Teaching Hospital, Saudi Arabia pada tahun 2011-2012 yang melaporkan
bahwa adanya hubungan antara skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan
patologi anatomi pada pasien apendisitis akut dengan nilai significancy-
nya pada uji Chi-square adalah 0.000.6 Studi lain yang dilakukan di
Pakistan Institute of Medical Sciences tahun 2009-2010 diperoleh 157
Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi
Radang Akut Radang Kronik p*
N % N %
Skor
Alvarado
Skor Alvarado 7 42 37.8 1 0.9 0.003
Skor Alvarado < 7 52 46.8 16 14.4
Total 94 84.7 17 61.3
32
sampel adalah kelompok I skor Alvarado > 7 dan 105 sampel adalah
kelompok II skor Alvarado 5-7. Pada kelompok I, didapatkan 150 pasien
(96%) memiliki hasil pemeriksaan patologi anatomi berupa radang akut
dan 7 pasien (4%) sisanya memiliki hasil negatif berupa jaringan apendiks
normal. Sedangkan pada kelompok II, didapatkan 75 (71%) pasien
memiliki gambaran radang akut pada jaringan apendiks dan 30 pasien
(29%) memiliki gambaran jaringan apendiks normal. Hasil negatif pada
pemeriksaan patologi anatomi signifikan lebih tinggi pada kelompok II
dan pada penelitian tersebut diperoleh nilai p < 0.05 pada uji Chi-square
yang berarti terdapat hubungan antara skor Alvarado dengan pemeriksaan
patologi anatomi pada pasien apendisitis akut.28
Selain itu, hasil ini juga
sesuai dengan penelitian di Pakistan pada tahun 2009 menyatakan pasien
dengan skor Alvarado > 7 memiliki hasil negatif apendektomi 1,8%
dimana 53 pasien memiliki hasil positif pada pemeriksaan patologi
anatomi berupa radang akut dan 1 pasien dengan hasil negatif. Namun,
untuk pasien dengan skor Alvarado < 7 memiliki hasil negatif
apendektomi lebih besar yaitu 17%, 38 pasien hasil positif radang akut dan
8 pasien hasil negatif yaitu berupa jaringan apendiks normal.29
Menurut kepustakaan, sistem skoring Alvarado dapat menurunkan
nilai negatif apendektomi dimana interpretasi skor Alvarado ditetapkan
dengan nilai skor 1-3 sebagai ‘’very unlikely acute appendicitis’’ 4-6
sebagai ‘’probable acute appendicitis’’ dan 7-10 sebagai ‘’high probable
(definitely) acute appendicitis’’. Nilai negatif apendektomi merupakan
persentase ditemukannya gambaran jaringan apendiks normal pada
pemeriksaan patologi anatomi pasca apendektomi.6,7
Pada studi yang
dilakukan di Mandeville Regional Hospital tahun 2010 melaporkan bahwa
nilai persentase negatif apendektomi 15-40% dan sistem skoring Alvarado
dapat menurunkan nilai tersebut yaitu dari 35.8% menjadi 30.2% dimana
skor 8-9 memiliki akurasi cukup tinggi (71-94%) karena sesuai dengan
hasil pemeriksaan patologi anatomi. Studi tersebut menyatakan cut-off
point untuk skor Alvarado adalah 4 dan 8.7 Jadi, pada penelitian ini
33
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara skor
Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada pasien
apendisitis akut.
4.1.5. Uji Diagnostik
Tabel 4.1.5.1. Uji Diagnostik Skor Alvarado Pada Pasien Apendisitis
Akut Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis
Kelamin
Skor Alvarado Jumlah
Pasien
Hasil Pemeriksaan
Patologi Anatomi
Sensitifitas
(%)
Spesifisitas
(%)
Radang
Akut
Radang
Kronik
Laki-laki Skor Alvarado 7 20
28
19
20
1
8
48,71 88,88
Skor Alvarado < 7
Perempuan Skor Alvarado 7 23
40
23
32
0
8
41,81 100
Skor Alvarado < 7
Total Skor Alvarado 7 43 42 1 44,68 94,11
Skor Alvarado < 7 68 52 16
Pada tahun 1986, Alvarado membuat sistem skoring sederhana
untuk mendiagnosis apendisitis akut dengan melihat 8 faktor.17
Sejak saat
itu banyak penelitian yang dilakukan untuk melakukan uji diagnostik
terhadap skor Alvarado tersebut. Berdasarkan hasil uji diagnostik skor
Alvarado pada penelitian ini, didapatkan nilai sensitifitas skor Alvarado
44,68% menyatakan bahwa skor Alvarado dapat mendiagnosis penyakit
apendisitis akut dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi berupa radang
akut sebesar 44,68%. Nilai spesifisitas skor Alvarado 94,11% menyatakan
bahwa skor Alvarado spesifik untuk mendiagnosis pasien yang tidak
menderita apendisitis akut sebesar 94,11%. Nilai duga positif 97, 67%
menyatakan bahwa skor Alvarado dapat mengetahui probabilitas seorang
pasien menderita apendisitis akut sebesar 97,67% dan nilai duga negatif
34
23,52% menyatakan bahwa skor Alvarado dapat mengetahui probabilitas
seorang pasien tidak menderita apendisitis akut sebesar 23,52%. Hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian di Pakistan Institute of
Medical Sciences tahun 2009-2010 melaporkan bahwa nilai sensitifitas,
nilai spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif skor Alvarado
dalam mendiagnosis apendisitis akut yaitu 66%, 88%, 96%, dan 29%.28
Selain itu, hasil ini juga sesuai dengan studi tahun 2011-2012 di Teaching
Hospital, Saudi Arabia menyatakan nilai sensitifitas, nilai spesifisitas, nilai
duga positif, dan nilai duga negatif skor Alvarado dalam mendiagnosis
apendisitis akut yaitu 59.57%, 85.13%, 76.82% dan 75.2%.6
Pada tabel 4.1.5.1. diatas, uji diagnostik skor Alvarado pada pasien
apendisitis akut berdasarkan jenis kelamin di RSUD Serang tahun 2013
didapatkan bahwa nilai sensitifitas skor Alvarado lebih tinggi pada laki-
laki yaitu 48,71% dibandingkan pada perempuan yaitu 41,81%. Namun,
untuk nilai spesifisitas skor Alvarado lebih tinggi pada perempuan yaitu
100% dari pada laki-laki 88,88%. Hal ini sesuai juga dengan studi yang
dilakukan di teaching hospital, India Tengah tahun 2009-2010 melaporkan
bahwa nilai sensitifitas skor Alvarado pada laki-laki yaitu 74%, sedangkan
pada perempuan 55%.14
Selain itu, ini juga sesuai dengan penelitian di
Pakistan Institute of Medical Sciences tahun 2009-2010 yang menyatakan
bahwa sensitifitas skor Alvarado pada laki-laki lebih tinggi yaitu 97% dari
pada perempuan 92% walaupun perbedaannya tidak terlalu besar.28
Pada
studi ini, sistem skoring dengan skor Alvarado dalam mendiagnosis
apendisitis akut lebih sensitif pada pasien laki-laki. Menurut buku Ajar
Ilmu Bedah, sering terjadi kesalahan dalam mendiagnosis apendisitis akut
pada perempuan, karena perempuan memiliki lebih banyak diagnosis
banding yaitu masalah pada sistem genitalia interna diantaranya
menstruasi, kehamilan ektopik, endometriosis, kista ovarium terpuntir, dan
penyakit ginekologik lain. Hal ini menjadi sebab lebih rendahnya
sensitifitas skor Alvarado pada perempuan daripada laki-laki karena secara
anatomi letak organ reproduksi perempuan dekat dengan jaringan
35
apendiks, jika terkena infeksi kemungkinan akan menimbulkan gejala-
gejala yang hampir sama dengan gejala apendisitis akut.1
Tabel 4.1.5.2. Uji Diagnostik Skor Alvarado Pada Pasien Apendisitis Akut
Berdasarkan Usia
Hasil uji diagnostik skor Alvarado pada pasien apendisitis akut
berdasarkan usia (tabel 4.1.5.1.) di RSUD Serang tahun 2013 didapatkan
bahwa nilai sensitifitas skor Alvarado lebih tinggi pada kelompok usia 15-
24 tahun yaitu 50% dan untuk nilai spesifisitas skor Alvarado didapatkan
sama yaitu 100% pada kelompok usia 5-14 tahun, 15-24 tahun, dan 45-65
tahun, sedangkan untuk kelompok usia 25-44 tahun nilai spesifisitasnya
adalah 90%.
Usia Skor Alvarado Jumlah
Pasien
Hasil Pemeriksaan
Patologi Anatomi
Sensitifitas
(%)
Spesifisitas
(%)
Radang
Akut
Radang
Kronik
5-14
tahun
Skor Alvarado 7 9 9 0 42,85 100
Skor Alvarado < 7 14 12 2
15-24
tahun
Skor Alvarado 7 17 17 0 50 100
Skor Alvarado < 7 20 17 3
25-44
tahun
Skor Alvarado 7 14 13 1 41,93 90
Skor Alvarado < 7 27 18 9
45-65
tahun
Skor Alvarado 7 3 3 0 37.5 100
Skor Alvarado < 7 7 5 2
Total
Skor Alvarado 7
43
42
1
44,68
94,11
Skor Alvarado < 7 68 52 16
36
Menurut kepustakaan, sistem skoring Alvarado dapat
mendiagnosis apendisitis akut pada pasien dengan usia 4-80 tahun.30
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sistem skoring Alvarado sangat spesifik
dalam mendiagnosis apendisitis akut dari semua kelompok usia. Namun,
untuk sensitifitas skor Alvarado lebih sensitif untuk kelompok usia dewasa
muda yaitu usia 15-24 tahun. Hal ini terjadi karena untuk pasien anak
biasanya kurang mampu untuk menggambarkan rasa nyeri yang timbul
sehingga hasil penilaian skor alvaradonya kurang sensitif dan untuk pasien
lansia biasanya telah terjadi perubahan anatomi apendiks yaitu lumen
apendiks menyempit, terjadi arteriosklerosis sehingga sering menimbulkan
gejala yang tidak khas.1
4.2. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Serang ini mempunyai
keterbatasan dan kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Diantaranya yaitu penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam
medis dengan desain penelitian cross sectional dimana pada penelitian ini
hanya menggambarkan variabel yang diteliti, baik independen maupun
dependen pada waktu yang sama sehingga tidak bisa melihat adanya
hubungan sebab akibat.
37
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Terdapat hubungan yang bermakna antara skor Alvarado dengan
hasil pemeriksaan patologi anatomi jaringan apendiks pada pasien
apendisitis akut di RSUD Serang tahun 2013.
5.2. Saran
Pada penelitian ini, peneliti hanya melakukan analisis mengenai
hubungan skor Alvarado dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada
jaringan apendiks, sedangkan temuan klinis pada skor Alvarado yang
mungkin ada hubungannya dengan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada
jaringan apendiks tidak dilakukan. Maka, diharapkan adanya penelitian lebih
lanjut yang melakukan dan menyajikan data lebih lengkap.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Apendiks.
In: Riwanto I, editor. Buku ajar ilmu bedah sjamsuhidajat-dejong. Ed 3.
Jakarta: EGC; 2010. h.755-60.
2. Dorland WAN. Kamus saku kedokteran dorland. Ed 28. Jakarta: EGC; 2012.
Apendisitis; h.80.
3. Craig S. Appendicitis [Internet]. Medscape; 2012 [updated 2012 Oct 26; cited
2013 Aug 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#showall.
4. Sulistiyawati, Hasneli Y, Novayelinda R. Evektifitas mobilisasi dini terhadap
penyembuhan luka post operasi apendisitis [Internet]. Repository unri; 2013
[cited 2013 Agustus 27]. Available from:
http://repository.unri.ac.id/handle/123456789/1895.
5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Apendisitis akut. In: Hartanto H, editor.
Buku ajar patologi robbins. Ed 7. Jakarta: EGC; 2007. h. 660-61.
6. Tamanna Z, Eram U, Hussain AM, Khateeb SU, Buhary BM. Alvarado score
in diagnosis of acute appendicities. Int J Appl Basic Med Res 2012; 2(1): 66-
70.
7. Olakolu S, Llyold C, Day G, Wellington P. Diagnosis of acute appendicitis at
mandeville regional hospital clinical judgment versus alvarado score. Int J
Emerg Surg 2010; 27(1): 1-5.
8. Junias RS M. Hubungan antara skor alvarado dan temuan operasi apenisitis
akut di rumah sakit pendidikan fakultas kedokteran universitas sumatera utara.
Repository USU 2009; 1: 1-61.
39
9. Ellis H. The appendix. In: Sugden M, editor. Clinical anatomy applied
anatomy for students and junior doctor. 11th
ed. Oxford: Blackwell Publishing;
2006. p.80-81.
10. Gusmara A. Data pasien rsud serang tahun 2013. Serang: RSUD Serang;
2013.
11. Marisa, Junaedi HI, Setiawan MR. Batas angka leukosit antara apendisitis
perforasi di rumah sakit umum daerah tugurejo semarang selama januari 2009
- juli 2011. Jurnal unimus 2012; 1(1): 1-8.
12. Ivan. Apendisitis akut [Internet]. Repository USU; 2010 [cited 2013 Juli 3].
Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21908/3/Chapter%20III-
IV.pdf.
13. Soomro AG, Siddiqui FG, Abro AH, Abro S, Shaikh NA, Memon AS.
Diagnosis accuracy of alvarado scoring system in acute appendicitis. Pak J
Med Sci 2008; 1: 93-96.
14. Brahmachari S, Jajee AB. Alvarado score a valuable clinical tool for diagnosis
of acute appendicitis-a retrospective study. J Med Allied Sci 2013; 3(2): 63-
66.
15. Norton J, Barie PS, Bollinger RR, Chang AE, Lowry S, Mulvihill SJ, et al.
Surgery basic science and clinical evidence. 2nd
ed. New York: Springer
Science & Business Media; 2009. p. 994-96
16. Jaffe BM, Berger DH. The appendix in schwartz's principle of surgery. 9th
ed.
New York: McGraw Hill Companies Inc; 2009. p. 1073.
17. Keyzer C, Geve PA. Clinical presentation of acute appendicitis. In: Humes DJ,
Simpson J, editor. Imaging of acute apendicitis in adults and children. New
York: Springer Science & Business Media; 2011. p.17.
40
18. Al-Hashemy AM, Seleem MI. Appraisal of the modified alvarado score for
acute appendicitis in adults. Saudi Med J 2004; 25(9): 229-1231.
19. Humes DJ, Simpson J. Acute appendicitis. Br Med J 2006; 333: 530-34.
20. Khan I, Rehman AU. Application of alvarado scoring system in diagnosis of
acute appendicitis. J Ayub Med Coll Abbottabad 2005; 17(3): 1-4.
21. Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika; 2010. h.82.
22. Lateef AU, Arshad AR, Misbah J, Hamayun M. Role of leucocyte count in the
diagnosis of acute appendicitis. Pak J Med Sci 2009; 7(2): 140-42.
23. Tade AO. Evaluation of alvarado score as an admission criterion in patients
with suspected diagnosis of acute appendicitis. West Afr J Med 2007; 26(3):
210-12.
24. Singh K, Gupta S, Pargal P. Application of alvarado scoring system in
diagnosis of appendicitis. Indian J Med Surg 2008; 10(2): 84-86.
25. Lamparelli MJ, Hoque HM, Pogson CJ, Ball AB. A prospective evaluation of
the combined use of the modified alvarado score with selective laparoscopy in
adult females in the management of suspected appendicitis. Ann R Coll Surg
Engl 2000; 82: 192-95.
26. Gurav, Hombalkar, Dhandore P, Hamid M. Evaluation of right iliac fossa pain
with reference to alvarado score- can we prevent unnecessary
appendicectomies ?. Indian J Med Surg 2013; 2(2): 24-29.
27. Escriba A, Gamell AM, Fernandez Y, Quintilla JM, Cubells CL. Prospective
validation of two systems of classification for the diagnosis of acute
appendicitis. Pediatr Emer Care 2011; 27(3): 165-69.
41
28. Jalil A, Shah SA, Saaiq M, Zubair M, Riaz U, Habib Y. Alvarado scoring
system in prediction of acute appendicities. J Coll Physicians Surg Pak 2011;
21(12): 753-55.
29. Memon AA, Vohra LM, Khaliq T, Lehri AA. Diagnostic accuracy of alvarado
score in the diagnosis of acute appendicitis. Pak J Med Sci 2009; 25(1): 118-
121.
30. Thompson G. Clinical scoring systems in the management of suspected
appendicitis in children [Internet]. InTech; 2012 [updated 2012 Jan 11; cited
2014 Aug 27]. Available from: http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/25840.pdf.
42
LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil uji statistik
a. Uji Normalitas Data Usia Pasien Apendisitis Akut RSUD Serang Tahun
2013
Kolmogorov-Smirnov
P
Skor Alvarado 0.002
b. Uji Normalitas Data Skor Alvarado Pasien Apendisitis Akut RSUD
Serang Tahun 2013
Kolmogorov-Smirnov
P
Skor Alvarado 0.000
c. Uji Chi-square Hubungan Skor Alvarado dengan Hasil Pemeriksaan
Patologi Anatomi pada Pasien Apendisitis Akut RSUD Serang Tahun
2013
Value Df Asym.Sig (2-
sided)
Exact Sig.(2-
sided)
Exact Sig.(1-sided)
Pearson Chi-square 9.132 1 0.003
Continuity Correction 7.570 1 0.006
Likelihood Ratio 11.347 1 0.001
Fisher’s Exact Test 1 0.002 0.001
Linear-by-Linear
Association
9.049 1 0.003
N of Valid Cases 111
43
Lampiran 2
Surat izin penelitian
44
Lampiran 3
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Afiati
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 10 November 1993
Alamat : Jl. Garuda No. 15 A RT/RW 004/019 Kelurahan
Cimuncang, Serang-Banten
No. HP : +62 813 1630 6541
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. SDN 13 Serang (1998-2004)
2. SMP Islam Al-Azhar 11 Serang (2004-2007)
3. SMA al-muslim (2007-2011)
4. PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2011-sekarang)