a. latar belakang masalah -...

15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 Ayat (2) Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam Amandemen UUD 1945 tentang Ketenagakerjaan juga disebutkan dalam Pasal 28 d Ayat (2) Undang Undang Dasar 1945. Hal tersebut berimplikasi pada kewajiban negara untuk memfasilitasi warga negara agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, perlu perencanaan matang di bidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan kewajiban negara tersebut. 1 Berdasarkan pengertian di atas maka sangatlah penting bahwa tiap-tiap warga negara haruslah mempunyai hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagai pekerja atau disebut buruh. Menurut Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatakan “ Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 2 Pada dasarnya, pekerja/buruh, maupun karyawan adalah sama. Namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. Sedangkan pekerja, dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja, akan tetapi pada intinya sebenarnya baik pekerja maupun karyawan 1 Adrian Sutedi,Hukum Perburuhan. Jakarta. Sinar Grafika. 2009. Hal 1 2 Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 1 Aayat (3) Nomor 13 Tahun 2003

Upload: hakiet

Post on 03-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan

merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27

Ayat (2) Undang Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap warga negara

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam

Amandemen UUD 1945 tentang Ketenagakerjaan juga disebutkan dalam Pasal 28 d

Ayat (2) Undang Undang Dasar 1945. Hal tersebut berimplikasi pada kewajiban negara

untuk memfasilitasi warga negara agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak bagi

kemanusiaan. Oleh karena itu, perlu perencanaan matang di bidang ketenagakerjaan

untuk mewujudkan kewajiban negara tersebut.1 Berdasarkan pengertian di atas maka

sangatlah penting bahwa tiap-tiap warga negara haruslah mempunyai hak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagai pekerja atau disebut buruh. Menurut

Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatakan “ Pekerja/buruh

adalah setiap orang yang bekerja menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.2

Pada dasarnya, pekerja/buruh, maupun karyawan adalah sama. Namun dalam

kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan

sebagainya. Sedangkan pekerja, dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih

tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam

melakukan kerja, akan tetapi pada intinya sebenarnya baik pekerja maupun karyawan

1 Adrian Sutedi,Hukum Perburuhan. Jakarta. Sinar Grafika. 2009. Hal 1

2 Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 1 Aayat (3) Nomor 13 Tahun 2003

Page 2: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

mempunyai arti satu yaitu buruh. Hal ini terutama merujuk pada Undang-Undang

Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di

Indonesia.

Berbicara mengenai perjanjian kerja sebagaimana diatur pada Pasal 1 Angka 14

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa:

“Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau

pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.

Lebih lanjut Undang-Undang Ketenagakerjaan ini juga memuat definisi mengenai

hubungan kerja yang terjalin setelah adanya perjanjian kerja, lebih tepatnya termuat

dalam Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dinyatakan bahwa:

“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh

berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan

kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh yang

mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian, agar dapat disebut

perjanjian kerja harus dipenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu sebagai berikut:

1. Adanya orang di bawah pimpinan orang lain

Adanya unsur perintah menimbulkan adanya pimpinan orang lain.

2. Penunaian kerja

Penunaian kerja maksudnya melakukan pekerjaan.

3. Adanya upah

Page 3: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh

yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja.3

Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang

dibuat secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, sedangkan perjanjian kerja secara lisan

harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian kerja yang

termuat di dalam Pasal 56 Angka 1 dan 2 Undang-Undang Ketenagakerjaan,

perjanjian kerja terdiri atas:

1. Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu.

2. Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tidak tertentu.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 Angka 1

Undang-Undang Ketenagakerjaan didasarkan:

a. Jangka waktu; atau

b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Berbicara mengenai perjanjian kerja waktu tertentu pengusaha tidak dapat

mensyaratkan adanya masa pencobaan kerja bagi pekerja. Dalam hal ini masa

pencobaan kerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu yang dijadikan syarat maka akan

batal demi hukum.4 Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat dalam bentuk tertulis.

Upah terbagi menjadi 4 bentuk, yaitu gaji, tunjangan dalam bentuk natura (seperti

beras,gula,dan pakaian), fringe benefits (dalam bentuk dana yang disisihkan pengusaha

untuk pensiun, asuransi kesehatan, kendaraan, dan kondisi lingkungan kerja. Sistem

3 F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, Sinar Grafika, Jakarta, Maret, 2005, Hal 8-9 4 Pasal 58 Angka 1 dan 2 UU Ketenagakerjaan

Page 4: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

penggajian di Indonesia pada umumnya mempergunakan gaji pokok yang didasarkan

pada kepangkatan dan masa kerja.5

Di dalam upah sendiri juga ada kebijakan

pengupahan yang mengatur guna melindungi pekerja/buruh yang apabila hak dan

kewajibannya sebagai pekerja/buruh tidak dipenuhi. Kebijakan pengupahan yang

melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 Ayat (2)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan meliputi:

1. Upah minimum;

2. Upah kerja Lembur;

3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;

4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;

5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;

6. Bentuk dan cara pembayaran upah;

7. Denda dan potongan upah;

8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah

9. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;

10. Upah untuk membayar pesangon; dan

11. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.6

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa prinsip kebijkan pengupahan harus sesuai

dengan kebutuhan hidup yang layak yang diperoleh sehingga pekerja/buruh memenuhi

5 R Joni Bambang,Hukum Ketenagakerjaan. Bandung. Penerbit Pustaka setia Bandung. 2013. Hal 15 6 Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003. Bab X-Bagian Kedua Pengupahan Pasal 88

Page 5: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maksud dari penghidupan yang layak, di

mana jumlah pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya mampu untuk

memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar, meliputi

makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan

jaminan hari tua.7

Pekerja/buruh selain berbicara tentang pengertian umum dan upah yang harus

diberikan, penulis juga melihat bahwa pekerja/buruh harus ada

perlindungan-perlindungan hukum apabila terjadi pemutusan hubungan kerja. Salah

satu bidang di antara banyak bidang Hukum Ketenagakerjaan yang sangat penting jika

dikaitkan dengan perlindungan pekerja/buruh adalah bidang pemutusan hubungan

kerja, terutama pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha. Persoalan pemutusan

hubungan kerja menjadi masalah utama jika pengusaha ingin memutuskan

(mengakhiri) hubungan kerja, padahal pekerja/buruh masih ingin tetap bekerja.

Mengedepannya persoalan ini terletak pada : keinginan pengusaha yang lazimnya serba

kuat berhadapan dengan keinginan pekerja/buruh yang lazimnya serba lemah. Padahal,

hukum yang bersifat memaksa (dwingendrecht) yang dapat mengekang keinginan

pengusaha itu merupakan benteng perlindungan yang terakhir agar pekerja/buruh tetap

mempunyai pekerjaan, yang berarti menjamin kelangsungan perolehan nafkah.8

Jika berbicara tentang prinsip no work no pay yang terdapat dalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bisa diartikan bahwa

apabila pekerja/buruh tidak melakukan kewajibannya sebagai pekerja/buruh maka

pekerja/buruh juga tidak akan mendapatkan upah atau haknya sebagai pekerja/buruh.

7 Abdul Khakim, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan indonesia. Bandung. Penerbit PT Citra Aditya Bakti.2014. Hal 122 8 Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuan di Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo. 1995. Hal 113

Page 6: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

Walaupun terdapat prinsip “no work no pay” dalam sistem pengupahan, karena alasan

tertentu pekerja/buruh tetap berhak menerima upah dari pengusaha.

Pengecualian prinsip “no work no pay” diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Pasal 93 Ayat (2) tentang Ketenagakerjaan:

(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha

wajib membayar upah apabila:

a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa

haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;

c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah,

menikahkan,

mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran

kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau

mertua

atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;

d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang

menjalankan kewajiban terhadap negara;

e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan

ibadah yang diperintahkan agamanya;

Page 7: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi

pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri

maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;

g. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;

h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas

persetujuan pengusaha; dan

i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Jadi, pihak yang mengakhiri Perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan,

wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai

batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan

pengusaha yang memiliki perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran

diri,pemberhentian oleh perusahaan, atau habis kontrak.9

Menurut Pasal 61 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai tenaga kerja,

Perjanjian kerja dapat berakhir apabila:

1) Pekerja meninggal dunia

2) Jangka waktu kontrak kerja telah berakhir

3) Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan

hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

9 R. Joni Bambang. Hukum Ketenagakerjaan.Penerbit Pustaka Bandung. Hal 299

Page 8: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

4) Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan

berakhirnya hubungan kerja.

Ketentuan dalam Pemutusan Hubungan Kerja juga diatur dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Bab XII tentang Pemutusan Hubungan Kerja Pasal 151 yang

berbunyi :

1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan

segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak

dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh

pengusaha dan serikat pekerja/buruh atau dengan pekerja/buruh apabila

pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat

buruh.

3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) benar-benar tidak

menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja

dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian

perselisihan hubungan industrial.10

Apabila memang pemutusan hubungan kerja tidak bisa dihindari dan di bawa ke jalur

hukum/ pengadilan maka selama putusan pemutusan hubungan kerja belum

berkekuatan hukum tetap, pekerja dan pengusaha tetap wajib melakukan segala

kewajibannya, sesuai dengan bunyi pasal 155 Ayat (2) Undang-Undang

Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatakan :

10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Bab XII. Pemutusan Hubungan Kerja. Pasal 151

Page 9: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

“selama putusan pemutusan hubungan kerja belum berkekuatan hukum tetap, pekerja

dan pengusaha tetap wajib melaksanakan segala kewajibannya”.

Makna Pasal 155 Ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu bahwa sebelum

Pemutusan Hubungan Kerja berkekuatan hukum tetap, pekerja wajib melakukan

pekerjaannya sehingga pekerja berhak untuk memperoleh upah dari pengusaha yang

merupakan kewajiban pengusaha.

Terhadap Pasal 155 Ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan telah dijudicial

review oleh Mahkamah Konstitusi yang dituangkan dalam Putusan Nomor

37/PUU-IX/2011 antara Pemohon drg. Ugan Gandar, Ir. Eko Wahyu, dan Ir. Rommel

Antonius Ginting yang berisi :

Di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 155 ayat

(2), Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum

ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala

kewajibannya. Pada Ayat (3) Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada

pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib

membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

Bila tadi penulis telah menjelaskan pengertian pekerja/buruh, pengertian pemutusan

hubungan kerja, dan tentang upah proses yang tertuang didalam Pasal 155 Ayat 2

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka selanjutnya

penulis ingin mengulas tentang latar belakang kasus yang sebenarnya terjadi di dalam

Putusan Nomor 01/G/2013/PHI.Yk. antara Abdul Jalil melawan Hotel Ogh Doni Jogja.

Page 10: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

Latar belakang kasus ini bermula penggugat/pemohon mendapatkan surat

peringatan dari pihak tergugat/termohon pada tanggal 11 oktober 2011 dengan alasan

penggugat/pemohon datang terlambat, pulang awal tanpa ada pemberitahuan kepada

atasan/security, lalai menjalankan tugas, merugikan tamu dikarenakan pada saat terjadi

pemadaman lampu dari PLN tidak ada staff engineering yang jaga untuk menyalakan

genzet. Bahwa atas kejadian tersebut pada tanggal 31 Januari 2012 pihak

Tergugat/Termohon melakukan pemanggilan kepada Penggugat/Pemohon dan

sekaligus memberikan surat yang berisi penggugat/pemohon diminta untuk

mengundurkan diri dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang engineering dan

di dalam surat tersebut sekaligus menerangkan perihal hak-hak pengunduran diri dan

penggugat/pemohon diminta agar berkoordinasi dengan pihak personalia dan security

koordinator. Setelah hal tersebut dikoordinasikan dengan pihak personalia, alhasil

didapati nilai yang ditawarkan pihak Tergugat/Termohon adalah sebesar Rp. 1.000.000

(Satu Juta Rupiah) atau 2 (dua) kali gaji Penggugat/Pemohon, dan kemudian tawaran

uang tersebut ditolak oleh Penggugat/Pemohon dengan alasan dan pertimbangan

lamanya waktu Penggugat/Pemohon bekerja. Kemudian Penggugat/Pemohon

mengupayakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan

tergugat/termohon, namun tidak ada titik temu, sehingga akhirnya penggugat/pemohon

mencatatkan permasalahan perselisihan hubungan industrial tersebut ke Dinas Sosial,

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta sekitar awal bulan April tahun 2012.

Menindaklanjuti pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial tersebut, Dinas Sosial,

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta telah melakukan klarifikasi dengan

memanggil Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon ke kantor Dinas Sosial,

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta dan kemudian beberapa kali diadakan

pertemuan/pemanggilan untuk mediasi/sidang, pertama pada tanggal 09 Mei 2012,

Page 11: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

kedua tanggal 11 Juni 2012, ketiga tanggal 15 Juni 2012, keempat tanggal 28 Juni

2012), kelima 10 Juli 2012, keenam 11 Juli 2012, dan pada hari Kamis 19 Juli 2012

bertempat di ruang Pertemuan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, namun

pertemuan atau mediasi yang telah diupayakan tetap tidak membuahkan hasil. Atas

permasalahan tersebut, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta

telah mengeluarkan Surat Anjuran Nomor : 565/7321 tertanggal 07 November 2012

dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota

Yogyakarta dan Mediator yang ditujukan kepada Tergugat/Termohon dan

Penggugat/Pemohon yang berisi anjuran agar Pihak Tergugat/Termohon membayarkan

hak-hak Penggugat/Pemohon sebesar Rp. 33.215.143,15 (Tiga Puluh Tiga Juta Dua

Ratus Lima Belas Ribu Seratus Empat Puluh Tiga Rupiah Lima Belas Sen) dan

Tergugat/ Termohon hanya menawarkan uang kompensasi sebesar Rp. 5.000.000

(Lima Juta Rupiah), Kemudian diadakan beberapa kali pertemuan/mediasi/sidang,

Pertemuan PERTAMA tanggal 27 Juni 2012, KEDUA tanggal 04 Juli, KETIGA

tanggal 19 Juli dan KEEMPAT tanggal 25 Juli 2012, Penggugat/Pemohon tetap pada

sikapnya yakni meminta hak-hak pekerja sesuai dengan Peraturan Perundang-udangan.

Sementara sikap Tergugat/Termohon-pun tetap yakni hanya memberi uang kompensasi

sebesar Rp. 5.000.000 (Lima Juta Rupiah) kepada Penggugat/Pemohon yang mana hal

tersebut sesuai dengan Surat Risalah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

tertanggal 30 November 2012 terlampir yang ditandatangani oleh Mediator Hubungan

Industrial Bpk. R. Irwantono, SH.

Oleh karena mediasi tidak menghasilkan kesepakatan selanjutnya Abdul jalil

menggugat pengusaha Hotel Ogh Doni Jogja di Pengadilan Hubungan Industrial pada

Pengadilan Negeri Jogjakarta. Pada surat gugatan Abdul Jalil, diuraikan permintaan

upah proses di posita gugatan, namun tidak dirumuskan pada petitum gugatan.

Page 12: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

Selanjutnya, dalam Putusan Nomor 01/G/2013/PHI.YK, hakim mempertimbangkan

permintaan upah proses pada bagian pertimbangan hukumnya yang isinya menolak

permintaan upah proses oleh Abdul Jalil.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang pertimbangan Hakim Pengadilan Hubungan Industrial

dalam menjatuhkan Putusan Nomor 01/G/2013/PHI.Yk yang dituangkan ke dalam

skripsi dengan judul “STUDI KASUS PERTIMBANGAN HAKIM TENTANG

UPAH PROSES PADA PUTUSAN NOMOR 01/G/2013/PHI.YK. ANTARA

ABDUL JALIL MELAWAN HOTEL OGH DONI JOGJA.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

- Apakah pertimbangan hakim tidak mengabulkan permohonan upah proses Abdul

Jalil sesuai dengan ketenntuan Pasal 155 ayat (2) dan (3) Undang-Undang

Ketenagakerjaan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu, untuk mengetahui pertimbangan hakim atas Putusan

Nomor 01/G/2013/PHI.YK. apakah sesuai dengan Ketentuan Pasal 155 Ayat (2) dan

(3) Undang-Undang ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003.

Page 13: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penulisan ini diharapkan untuk membantu menambah pengetahuan dan wawasan

mengenai Hukum Ketenagakerjaan khususnya tentang prinsip no work no pay

dalam kaitannya dengan pemberian upah proses.

2. Manfaat Praktis

Penulisan ini diharapkan untuk memberikan pemikiran yuridis terhadap hakim dalam

memutuskan putusan tentang kebijakan upah proses pekerja/buruh.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan yang digunakan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif karena yang

diteliti ialah pertimbangan hakim.

2. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu, data sekunder, berupa:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti

norma-norma, peraturan dasar, dan peraturan perundang-undangan.

Page 14: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum

primer seperti rancangan undang-undang, hasil penelitian, karya dari kalangan

hukum, dan sebagainya.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap hukum primer dan sekuunder, seperti Ensiklopedia, kamus,

dan lain-lainnya.

Sedangkan teknik pengumpulan data dengan studi pustaka.

3. Unit Amatan dan Unit Analisis.

a. Unit Amatan dari penelitian ini yaitu:

i. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

ii. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XI/2011.

iii. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri

Yogyakarta Nomor 01/G/2013/PHI.YK.

iv. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor

:Kep-150/Men/2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja

Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti

Kerugian di Perusahaan.

b. Unit Analisis

Unit Analisis dalam penelitian ini yaitu pertimbangan hakim tentang upah proses

dalam Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 01/G/2013/PHI.YK..

Page 15: A. Latar Belakang Masalah - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11608/1/T1_312012058_BAB I.pdf · harus dibuat surat pengangkatan. Berkaitan dengan perjanjian

F. Sistematika Penulisan

Untuk memahami tulisan ini, sistematika penulisan terdiri dari, yaitu:

BAB I : Pada bab ini berisikan uraian orientasi tentang penelitian yang akan dilakukan,

meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metode penelitian.

BAB II : Prinsip Pengupahan dan Analisis Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta

Nomor 01/G/2013/PHI.YK..

BAB III : Penutup berisi Simpulan dan Saran.

Daftar Pustaka.