a. latar belakang - · pdf filea. latar belakang hutan rawa merupakan ... pada habitat ramin...

45
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan rawa merupakan salah satu sumber keanekaragaman hayati di Indonesia. Lahan rawa gambut di Indonesia cukup luas, yaitu sekitar 20,6 juta ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut tersebut sebagian besar terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3% dan Papua 30% (Wibowo dan Suyatno, 1998 dalam Wahyunto, Ritung, Suparto dan Subagjo, 2005). Menurut Soerianegara & Lemmens (1993) dalam Adinugroho (2011) diperkirakan terdapat sekitar 4.000 jenis pohon yang berpotensi sebagai penghasil kayu gergajian dan pertukangan baik di hutan rawa maupun tipe hutan lainnya. Dari jumlah tersebut baru sekitar 400 jenis diantaranya yang sudah dikenal secara ekonomi, termasuk sekitar 260 jenis yang sudah dikategorikan sebagai penghasil kayu-kayu perdagangan. Akan tetapi banyak jenis pohon yang dahulu kondisinya melimpah dan bernilai ekonomis saat ini sulit untuk ditemukan, termasuk didalamnya adalah ramin (Gonystylus bancanus). Pohon ramin di hutan rawa gambut Kalimantan dan Sumatera sebelum dilakukan penebangan merupakan salah satu jenis pohon yang mendominasi struktur hutan di lapisan atas. Namun setelah beberapa kali dilakukan penebangan, ramin pada tingkat pohon dan tiang menjadi sangat berkurang bahkan di beberapa tempat sudah sulit ditemukan. Jenis ini ditebang karena nilai ekonominya yang tinggi. Penebangan yang dilakukan secara berlebihan yang dimulai pada era tahun 1970 tersebut menyebabkan potensi ramin menurun tajam. Selain kegiatan eksploitasi, kerusakan lahan gambut akibat dari pembukaan lahan untuk perkebunan dan aktivitas perladangan

Upload: dokhanh

Post on 15-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan rawa merupakan salah satu sumber keanekaragaman hayati di Indonesia.

Lahan rawa gambut di Indonesia cukup luas, yaitu sekitar 20,6 juta ha atau 10,8% dari

luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut tersebut sebagian besar terdapat di empat

pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3% dan Papua 30%

(Wibowo dan Suyatno, 1998 dalam Wahyunto, Ritung, Suparto dan Subagjo, 2005).

Menurut Soerianegara & Lemmens (1993) dalam Adinugroho (2011)

diperkirakan terdapat sekitar 4.000 jenis pohon yang berpotensi sebagai penghasil kayu

gergajian dan pertukangan baik di hutan rawa maupun tipe hutan lainnya. Dari jumlah

tersebut baru sekitar 400 jenis diantaranya yang sudah dikenal secara ekonomi,

termasuk sekitar 260 jenis yang sudah dikategorikan sebagai penghasil kayu-kayu

perdagangan. Akan tetapi banyak jenis pohon yang dahulu kondisinya melimpah dan

bernilai ekonomis saat ini sulit untuk ditemukan, termasuk didalamnya adalah ramin

(Gonystylus bancanus).

Pohon ramin di hutan rawa gambut Kalimantan dan Sumatera sebelum

dilakukan penebangan merupakan salah satu jenis pohon yang mendominasi struktur

hutan di lapisan atas. Namun setelah beberapa kali dilakukan penebangan, ramin pada

tingkat pohon dan tiang menjadi sangat berkurang bahkan di beberapa tempat sudah

sulit ditemukan. Jenis ini ditebang karena nilai ekonominya yang tinggi. Penebangan

yang dilakukan secara berlebihan yang dimulai pada era tahun 1970 tersebut

menyebabkan potensi ramin menurun tajam. Selain kegiatan eksploitasi, kerusakan

lahan gambut akibat dari pembukaan lahan untuk perkebunan dan aktivitas perladangan

2

serta illegal logging merupakan ancaman yang sangat serius terhadap kelestarian ramin.

Kegiatan pembersihan lahan untuk perkebunan dan perladangan telah memusnahkan

permudaan ramin mulai dari tingkat semai sampai dengan tingkat tiang.

Taman Nasional Sebangau merupakan salah satu kawasan hutan rawa gambut

tropika yang tersisa di Provinsi Kalimantan Tengah. Ekosistem gambut Sebangau

dengan kondisinya yang relatif masih baik merupakan kawasan yang memiliki peranan

yang sangat penting sebagai reservoir biodiversitas dan sebagai tempat penyimpanan

karbon. Ekosistem hutan rawa gambut Taman Nasional Sebangau mengandung

keanekaragaman jenis flora yang unik/khas seperti ramin (Gonystylus bancanus),

jelutung (Dyera lowii), belangeran (Shorea balangeran), bintangur (Calophyllum

sclerophyllum), meranti (Shorea spp.), nyatoh (Palaquium spp), keruing (Dipterocarpus

stellatus), agathis (Agathis spp), dan menjalin (Xanthophyllum spp.) (BTNS, 2007).

Taman Nasional Sebangau merupakan kawasan pelestarian alam yang berfungsi

sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan sumber daya alam hayati

beserta ekosistemnya secara lestari. Dalam menjalankan fungsinya untuk pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, Taman Nasional

Sebangau sebagai habitat asli ramin memiliki peran yang sangat penting dalam

konservasi in-situ ramin termasuk ekosistem dimana tumbuhan tersebut tumbuh dan

berkembang sehingga dapat menunjang sarana pendidikan, penelitian, wisata dan

sumber plasma nutfah yang saat ini telah mulai langka diseluruh tipe hutan gambut di

Indonesia (BTNS, 2007). Berdasarkan hal tersebut, guna mendukung fungsi Taman

Nasional Sebangau sebagai kawasan konservasi in-situ ramin perlu dilakukan

3

identifikasi sehingga dapat diketahui potensi, khususnya jumlah indifidu pada setiap

tingkat pertumbuhannya.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data mengenai populasi ramin

(Gonystylus bancanus) dan komposisi serta keanekaragaman vegetasi yang ditemui

pada habitat ramin yang terdapat di SPTN Wilayah I Palangka Raya, kawasan Taman

Nasional Sebangau.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi

pengelola Balai Taman Nasional Sebangau dalam melakukan monitoring dan evaluasi

pertumbuhan ramin serta sebagai salah satu acuan pelestarian ramin di kawasan Taman

Nasional Sebangau.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ciri-ciri Fisik Ramin

Ramin (Gonystylus spp.) merupakan jenis yang berasal dari famili

Thymelaeaceae. Jumlah spesies Ramin tercatat 31 spesies, dan 27 spesies dapat

ditemukan di Kalimantan (Komar, 2007 dalam BPPK, 2010). Ramin umumnya

memiliki habitus pohon dan sebagian semak. Diantara spesies-spesies tersebut, enam

spesies merupakan spesies komersil, yakni G. affinis, G. forbessi, G. macrophyllus, G.

maingayi, G. velutinus dan G. bancanus (BPPK, 2010). Gonystylus bancanus telah

diperdagangkan secara besar-besaran dengan nama perdagangan “Ramin”. Istilah

“Ramin” kemudian dipergunakan untuk menamakan spesies yang termasuk dalam

genus Gonystylus.

Menurut Soerianegara dan Lemmens (1994) dalam Herujono (2009), ramin

memiliki ciri-ciri antara lain tinggi mencapai 40-45 m, batang bulat lurus, tinggi bebas

cabang dapat mencapai 21 m, diameter batang setinggi dada dapat mencapai 60-120 cm.

Pohon kadang membentuk lekukan memanjang pada permukaan batang bawah, banyak

memiliki akar menonjol ke luar permukaan tanah (pneumatophores). Permukaan kulit

batang sering pecah dan berwarna keabu-abuan sampai merah coklat. Kulit batang

bagian dalam berserabut, warna kuning. Kayu gubal warna pucat krem atau putih.

Bentuk daun elips berukuran antara 4-14,5x2-7 cm, bagian dasar berbentuk setengah

lingkaran ujung meruncing, panjang tangkai 8-18 mm. Panjang rangkaian bunga sampai

9 cm, berbulu halus pendek. Panjang tangkai individu bunga antara 8-14 mm, daun

mahkota meruncing dan tidak berbulu sebanyak 13-20 kelopak. Buah berbentuk agak

bulat, panjang sampai 4,5 cm, dengan 3-4 rongga, permukaan agak kasar tetapi tidak

5

membentuk lekukan yang memanjang. Sedangkan biji berbentuk telur berwarna hitam

dengan ukuran 28x22x6 mm dalam setiap kilo gram terdapat 250-300 benih.

Gambar 1.Beberapa Bagian Pohon Ramin

Keterangan: 1 : Pohon ramin 3 : Bagian bunga

2 : Daun ramin 4 : Bagian buah dan biji

Menurut Soerianegara dan Lemmens (1994) dalam Herujono (2009) taksonomi

tumbuhan ramin diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Thymelaeaceae

Genus : Gonystylus

Spesies : Gonystylus bancanus

6

Secara alami musim berbunga dan berbuah ramin tidak tetap, ditunjukkan oleh

bulan berbunga yang berbeda serta musim berbunga tidak terjadi setiap tahun.

Di Kalimantan Barat dilaporkan, musim berbunga terjadi antara bulan Agustus-

Desember dan berbuah antara bulan Oktober-Januari sedangkan di Kalimantan Tengah

musim berbunga terjadi antara bulan April-Mei dan berbuah antara bulan Juni-Agustus

(Nurhasybi, Tajudin dan Evalin, 2010). Karena belum dibudidayakan secara luas umur

pohon mulai berbunga dan menghasilkan benih belum diketahui secara pasti. Namun

secara umum ukuran pohon dengan diameter batang dan tinggi tertentu serta tajuk

pohon dapat dijadikan petunjuk mulai berbunga dan berbuahnya ramin. Ramin dengan

ukuran diameter lebih dari 30 cm diperkirakan sudah berbunga dan berbuah. Ketika

masak, buah membuka dan melepaskan benih. Benih yang telah jatuh dan masih segar

dikumpulkan dari lantai hutan.

B. Penyebaran dan Habitat Ramin

Ramin adalah salah satu jenis pohon yang tumbuh di hutan rawa. Di Indonesia,

saat ini jenis kayu Ramin hanya dapat dijumpai di kawasan hutan rawa pulau Sumatera,

Kepulauan selat Karimata, dan Kalimantan. Di Pulau Sumatera, jenis kayu ramin

dijumpai di kawasan sebelah Timur, mulai dari Riau hingga Sumatera Selatan,

sedangkan di Pulau Kalimantan, kayu jenis ramin dapat dijumpai di wilayah Kalimantan

Barat, Kalimantan Tengah, dan sedikit di Kalimantan Timur. Sebaran tempat tumbuh

ramin dapat mencapai ketinggian 100 m di atas permukaan laut, dan berasosiasi dengan

beberapa jenis pohon dominan lainnya seperti galam dan belangeran (Nurhasybi, et. al.,

2010).

7

Menurut Istomo (2006) ketebalan gambut mempengaruhi pertumbuhan diameter

pohon ramin. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada ketebalan 50-100 cm,

pertumbuhan diameter hanya mencapai 0,47 cm/tahun, sedangkan pada ketebalan 100-

200 cm pertumbuhan diameter bisa mencapai 0,90 cm/tahun. Oleh karena itu menurut

Istomo (2006) bahwa penyebaran dan pertumbuhan ramin di hutan rawa gambut

tersebut dipengaruhi oleh ketebalan gambut.

C. Pemanfaatan Ramin

Kayu ramin dapat digunakan untuk berbagai keperluan, khususnya peralatan

rumah tangga dan dekorasi di dalam rumah. Warna kayunya yang putih dan mudah

mengerjakannya, menyebabkan kayu ramin sangat banyak diminati dan dibutuhkan baik

didalam maupun diluar negeri (Mu’in, 2009). Berbagai bentuk yang dihasilkan dari

bahan baku kayu ramin antara lain furniture, hiasan interior, panel dinding, lantai,

mainan anak, bingkai lukisan dan meja gambar pintu dan jendela, moulding, langit-

langit, dan dinding pemisah ruangan.

Produksi kayu jenis ramin sudah mengalami penurunan drastis yang disebabkan

adanya eksploitasi sangat tinggi dan pengurangan habitat untuk dikonversi guna

keperluan lainnya, termasuk diantaranya adalah mega proyek pembukaan lahan

gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah untuk daerah persawahan yang hingga

kini terbengkalai. Menyadari ancaman terhadap kelestarian ramin, maka Departemen

Kehutanan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No. 127/Kpts-V/2001 melakukan

penghentian sementara (moratorium) kegiatan penebangan dan perdagangan ramin.

Pada tanggal 6 Agustus 2001 ramin Indonesia masuk dalam Appendix III CITES.

Selanjutnya, pada tanggal 15 Januari 2005 resmi terdaftar dalam Appendix II CITES.

8

Ketentuan dalam Appendik II mewajibkan perdagangan kayu ramin dimonitor melalui

sebuah sistem lisensi untuk menjamin bahwa perdagangan ramin tidak menimbulkan

kerusakan terhadap ekosistemnya, artinya pemanenan ramin harus memenuhi ketentuan

Pengelolaan Hutan Alam Lestari (PHAPL). Pemanenan dan perdagangan kayu ramin

hanya dapat diperbolehkan bagi pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

(IUPHHK) yang memperoleh sertifikat ekolabel dapat melakukan kegiatan pemanenan

ramin berdasarkan rekomendasi dari LIPI (Zulfikar, 2009).

9

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian populasi ramin (Gonystylus bancanus) dan komposisi vegetasi yang

ditemui pada habitat ramin ini dilaksanakan di SPTN Wilayah I Palangka Raya kawasan

Taman Nasional Sebangau khususnya di Resort Sebangau Hulu, sebagaimana peta

lokasi penelitian yang terdapat pada Lampiran 1.

Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini kurang lebih 3 (tiga) bulan yaitu

mulai bulan April sampai dengan bulan Juni 2012 meliputi kegiatan persiapan,

pelaksanaan penelitian, sampai dengan pengolahan data.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Global Positioning System (GPS)

2. Kompas

3. Tally sheet

4. Alat tulis (milimeter block, ballpoint/pensil, buku tulis dan Clip Board).

5. Peta lokasi penelitian

6. Roll meter

7. Parang

8. Kamera

9. Phi band

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah patok kayu dan cat

minyak/pilok.

10

C. Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan teknik penarikan contoh bertingkat dengan

peletakan/pemilihan satuan contoh tingkat pertama dilakukan secara terarah dan satuan

contoh tingkat kedua dilakukan secara sistematik (Bustomi et al. 2006 dalam

Subiandono dan Heriyanto, 2009). Satuan contoh berbentuk bujur sangkar dengan

ukuran 500 m x 500 m atau 25 ha. Di dalam plot bujur sangkar dibuat 5 jalur ukur yang

diletakkan secara sistematik dengan jarak antar jalur 100 m, lebar jalur 20 m dan

panjang 500 m. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode garis berpetak.

Untuk mengetahui keadaan hutan dilakukan analisis vegetasi, yaitu dengan

mengukur variabel komponen vegetasi, yakni:

1. Pohon (Trees), dengan kriteria diameter setinggi dada (1,3 m) lebih dari 20 cm,

ukuran petak 20 m x 20 m.

2. Tiang (Poles), yaitu pohon muda dengan diameter setinggi dada (1,3 m) antara 10-20

cm, ukuran petak 10 m x 10 m.

3. Pancang (Sapling), yaitu permudaan yang tingginya lebih dari 1,5 m sampai pohon

muda dengan diameter kurang dari 10 cm, ukuran petak 5 m x 5 m.

4. Semai (Seedling), yaitu permudaan mulai dari kecambah sampai tinggi kurang dari

1,5 m, ukuran petak 2 m x 2 m.

D. Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dan diukur dalam penelitian ini adalah seluruh vegetasi

yang terdapat dalam jalur pengamatan dengan melakukan pengukuran diameter pada

11

tumbuhan tingkat pohon dan tingkat tiang, sedangkan pada tumbuhan tingkat pancang

dan tingkat semai dicatat jenis dan jumlah individu masing-masing jenis.

E. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan

Semua bahan dan peralatan penelitian yang diperlukan untuk pengumpulan data

terlebih dahulu dipersiapkan sebelum penelitian dilaksanakan.

2. Penentuan Lokasi Penelitian

Penempatan jalur pengamatan ditentukan secara Purposive Sampling, yaitu

letaknya terpilih dan ditentukan terlebih dahulu sedemikian rupa sehingga dapat

mewakili keadaan vegetasi yang sesungguhnya (Soerianegara dan Indrawan, 1978).

3. Pembuatan Jalur Ukur

Pembuatan jalur ukur dalam penelitian ini dibuat dengan lebar jalur 20 m dan

panjang jalur 500 m, sedangkan jumlah jalur yang dibuat sebanyak 5 jalur dengan

jarak antar jalur 100 m. Dengan mempertimbangkan efisiensi, pengambilan data

dilakukan dengan cara melompati tiap satu petak dalam jalur ukur, sehingga luas

petak contoh yang diamati adalah 400 m² x 13 petak x 5 jalur = 26.000 m². Dengan

demikian jumlah petak contoh seluruhnya adalah 65 petak. Letak koordinat dari

masing-masing jalur adalah sebagai berikut:

a. Jalur Pengamatan I berada pada koordinat UTM 49 M = S 0738620, E 9804980

b. Jalur Pengamatan II berada pada koordinat UTM 49 M = S 0738720, E 9804938

c. Jalur Pengamatan III berada pada koordinat UTM 49 M = S 0739007, E 9805107

d. Jalur Pengamatan IV berada pada koordinat UTM 49 M = S 0739169, E 9804931

e. Jalur Pengamatan V berada pada koordinat UTM 49 M = S 0739716, E 9804765

12

Untuk lebih jelasnya tata letak jalur dapat dilihat pada gambar berikut ini:

500 m

500 m

Gambar 2. Jalur Ukur Pengamatan Vegetasi

4. Pembuatan Petak Ukur Pengamatan Semai, Pancang, Tiang dan Pohon

Pembuatan petak ukur pengamatan semai, pancang, tiang dan pohon dilakukan

bersamaan pada saat pembuatan jalur ukur. Pada setiap petak ukur ditandai dengan

patok kayu bulat yang mana pada bagian atasnya ditandai dengan pita warna,

dimana untuk tingkat semai berwarna putih, tingkat pancang berwarna kuning,

tingkat tiang berwarna biru dan tingkat pohon berwarna hijau. Bentuk dan ukuran

petak pengamatan pada setiap jalur ukur dapat dilihat pada gambar berikut ini:

100 m 100 m 100 m 100 m

JU I JU II JU III JU IV JU V

20 m 20 m 20 m 20 m 20 m

Keterangan: JU = Jalur Ukur Pengamatan vegetasi 20 m x 500 m

13

Arah rintis

Gambar 3. Petak Ukur Pengamatan Vegetasi

Keterangan:

A = Petak Ukur Vegetasi tingkat Semai (2x2) m

B = Petak Ukur Vegetasi tingkat Tiang (5x5) m

C = Petak Ukur Vegetasi tingkat Pancang (10x10) m

D = Petak Ukur Vegetasi tingkat Pohon (20x20) m

5. Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan secara langsung terhadap seluruh vegetasi yang

dijumpai pada seluruh petak ukur, yaitu tumbuhan tingkat semai, pancang, tiang dan

pohon dengan dibantu 2 (dua) orang masyarakat sebagai tenaga rintis dan pengenal

jenis.

F. Analisis Data

Menurut Gopal dan Buhardwaj dalam Indriyanto (2006), untuk kepentingan

deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam parameter

kuantitatif antara lain: densitas (kerapatan), frekwensi dan dominansi. Data yang telah

diperoleh dari pengukuran di lapangan, kemudian dianalisis dengan menggunakan

rumus Soerianegara dan Indrawan (2005) dalam Andre (2009), yakni sebagai berikut:

D

D

C

B

A

D

CC C

B B

A

14

1. Kerapatan Spesies (K) = Jumlah individu suatu jenis Luas petak contoh 2. Kerapatan Relatif (KR) = Kerapatan satu jenis

x 100 Kerapatan seluruh jenis 3. Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu Jenis Luas petak contoh 4. Dominansi Relatif (DR) = Dominansi suatu jenis

x 100 Dominansi seluruh jenis 5. Frekuensi (F) = Jumlah petak penemuan suatu jenis Jumlah seluruh petak contoh 6. Frekuensi relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis

x 100 Frekuensi seluruh jenis 7. Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis

terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan

kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. INP dihitung berdasarkan

penjumlahan dari:

a. INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi Relatif (untuk tingkat

tiang dan pohon).

b. INP = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif (untuk tingkat semai dan pancang).

8. Keanekaragaman Jenis (H')

Keanekaragaman jenis adalah parameter yang berguna untuk mengetahui

kestabilan/ kemantapan suatu komunitas. Perhitungan keanekaragaman jenis dalam

penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Shanon dan Wiener (1949)

dalam Bratawinata (2001), yakni sebagai berikut:

15

ni ni H' = -∑ Log N N

Keterangan :

H' = Indeks Keanekaragaman

ni = Jumlah individu suatu jenis

N = Jumlah individu seluruh jenis

Makin besar H' suatu komunitas maka semakin mantap komunitas suatu vegetasi.

16

IV. DISKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Kawasan

Taman Nasional Sebangau ditetapkan pada tahun 2004 oleh Menteri Kehutanan

melalui perubahan fungsi kawasan hutan produksi dengan luas + 568.700 hektar.

Penunjukkan Taman Nasional Sebangau sebagai kawasan Taman Nasional pada tahun

2004 belum memiliki unit pengelola sendiri. Pengelolaan Taman Nasional Sebangau

sejak ditetapkan dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan

Tengah, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Pada bulan Oktober 2006 baru ditunjuk

Kepala Balai Taman Nasional Sebangau dan dilakukan pengelolaan sendiri (BTNS,

2007).

B. Letak dan Luas

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 423/Menhut-II/2004

tanggal 19 Oktober 2004, Taman Nasional Sebangau terletak antara Sungai Sebangau

dan Sungai Katingan, dan berada pada Wilayah Administrasi Kabupaten Katingan,

Kabupaten Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah tepatnya

pada koordinat 113°18'-114°03' BT dan 01°55'-03°07' LS serta memiliki luas +

568.700 hektar (BTNS, 2007).

C. Topografi, Iklim, Geologi dan Tanah

Keadaan topografi kawasan Taman Nasional Sebangau sebagian besar datar

dengan kelerengan kurang dari 2%, ketinggian antara 0-35 meter di atas permukaan

17

laut. Sedangkan sebagian kecil bergelombang pada tempat yang memiliki ketinggian di

atas 35 meter di atas permukaan laut.

Menurut pembagian tipe iklim dari Schmidt dan Ferguson, kawasan Taman

Nasional Sebangau termasuk tipe A, yaitu daerah yang memiliki bulan basah (CH > 100

mm) 9-12 bulan dengan bulan kering (CH < 60 mm) 0-1 bulan. Menurut sistem

Koppen, sebagian besar termasuk ke dalam tipe Aw. Tipe ini menunjukkan daerah yang

memiliki curah hujan tahunan kurang dari 2.500 mm, curah hujan pada bulan terkering

kurang dari 60 mm serta suhu udara rata-rata bulanan terendah lebih dari 18° C (BTNS,

2007).

Menurut peta Geologi Taman Nasional Sebangau skala 1 : 250.000 (BTNS,

2007), kawasan TNS terbentuk oleh formasi endapan alluvium (Qa) yang terdiri dari:

a. Endapan alluvium sungai dan endapan gambut dan/atau bahan organik, yang terdiri

dari pasir dan liat.

b. Endapan bahan organik berwarna hitam sampai hitam kemerahan dengan kedalaman

mencapai 12 meter dan membentuk kubah gambut (Peat Dome).

Satuan lahan alluvial membentuk dataran rawa (floodplain) dan tanggul sungai (levee).

Lahan di kawasan TNS juga merupakan satuan lahan kubah gambut (gambut ombrogen

atau oligotrofik) dengan tingkat kematangan fibrik sampai saprik.

Jenis tanah di kawasan Taman Nasional Sebangau termasuk ke dalam kelompok

histosol (tanah gambut) yang terbentuk dari sisa-sisa tanaman atau lapukan bahan

organik pada daerah cekungan yang selalu tergenang dalam jangka waktu yang lama.

Tanah di kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki kandungan bahan organik tanah

antara 12-18 % dengan ketebalan minimal 40 atau 60 cm yang dibedakan menjadi tiga

18

bagian berdasarkan tingkat kematangannya, yaitu fibrik, hemik, dan saprik (BTNS,

2007).

D. Vegetasi

Ekosisem hutan rawa gambut Taman Nasional Sebangau menurut Pusat Penelitian

Biologi LIPI (2006) dalam (BTNS, 2007) kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki

beberapa jenis flora, antara lain ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera lowii),

belangeran (Shorea balangeran), bintangur (Calophyllum sclerophyllum), meranti

(Shorea spp.), nyatoh (Palaquium spp.), keruing (Dipterocarpus cornutus), agathis

(Agathis spp.), kantong semar (Nepenthes sp.) dan menjalin (Xanthophyllum spp.).

Kawasan Taman Nasional Sebangau memiliki tujuh tipe sub vegetasi hutan dari

hasil penelitian Page et. a.l (1999) dalam (BTNS, 2007) yaitu :

a. Sub Vegetasi Riparian

Sub vegetasi ini terletak di antara hutan rawa air tawar dengan hutan rawa

gambut. Lokasinya terletak dekat dengan sungai 0-1 km dari tepi sungai. Daerah

ini selalu tergenang air pada saat musim hujan, dengan kedalaman gambut 0-1,5

meter.

b. Sub Vegetasi Transisi (Hutan Riparian - Hutan Rawa Campuran)

Sub vegetasi ini pada umumnya mendominasi areal yang sangat sempit, yaitu

1-1,5 km dari tepi sungai dengan kedalaman gambut umumnya sampai 2 meter.

Daerah dengan tipe hutan ini merupakan daerah perbatasan pasang surut.

19

c. Sub Vegetasi Rawa Campuran

Sub vegetasi ini umumnya dapat dijumpai mulai dari batas tepi kubah gambut

sampai 4 km ke dalam dengan kedalaman gambut umumnya berkisar antara 2-6

meter. Umumnya tegakan di dalam sub vegetasi ini tinggi-tinggi dan berlapis.

d. Sub Vegetasi Transisi (Hutan Rawa Campuran-Hutan Pole Rendah)

Sub vegetasi ini umumnya dijumpai di daerah yang berjarak antara 4-6 km

dari tepi sungai dengan kondisi degradasinya yang lambat mulai dari hutan rawa

campuran sampai dengan hutan pole rendah. Kompossi lapisan tajuk atas dan

tengah umumnya relatif sama dengan hutan rawa campuran.

e. Sub Vegetasi Pole Rendah

Sub vegetasi ini umumnya djumpai di daerah yang letaknya antara 6-11 km

dari tepi sungai dengan kedalaman gambut berkisar antara 7-10 meter. Tinggi

permukaan air (water–table) pada umumnya tinggi secara permanen dan lantai

hutan sangat tidak menentu.

f. Sub Vegetasi Tegakan Tinggi (Tall Interior Forest)

Sub vegetasi ini umumnya terletak di sisi miring kubah gambut lebih dari 12

km dari tepi sungai, dimana terdapat perubahan tipe hutan yang jelas sampai lebih

dari 24,5 km dengan kedalaman gambut dapat mencapai lebih dari 12 meter.

g. Sub Vegetasi Kanopi Sangat Rendah

Sub vegetasi ini relatif terbuka dan terletak diantara dua sistem sungai.

Sedikit tumbuhan yang dapat melebihi ketinggian 1,5 meter.

20

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Populasi Ramin (Gonystylus bancanus)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Resort Sebangau Hulu

kawasan Taman Nasional Sebangau, dalam 5 jalur dan 65 plot pengamatan (0.65 ha)

ditemui populasi ramin (Gonystylus bancanus) sebanyak 232 individu, yaitu tingkat semai

104 individu (44,7%), tingkat pancang 96 individu (41,6%), tingkat tiang 12 individu

(5,1%), dan tingkat pohon 20 individu (8,6%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 1 dan Gambar 4.

Seperti yang dikemukakan Muin (2009) bahwa ramin merupakan spesies pohon

yang hidup dan berkembang dengan baik pada hutan rawa gambut dengan ketinggian

sampai dengan 100 m dari muka laut dan tapak hutan yang selalu tergenang air tawar

secara periodik dengan ketebalan gambut yang bervariasi.

Tabel 1. Populasi Ramin Tingkat Semai, Pancang, Tiang dan Pohon yang Ditemukan pada Tiap Jalur Pengamatan

No Tingkat

Pertumbuhan

Jalur Ditemukan Jumlah

I II III IV V Individu Persentase

1 Semai 9 22 21 24 28 104 44,7%

2 Pancang 12 33 14 26 11 96 41,6%

3 Tiang 1 4 0 5 2 12 5,1%

4 Pohon 2 3 6 6 3 20 8,6%

Jumlah 24 62 41 61 44 232 100%

Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa populasi permudaan tingkat semai

ditemukan paling banyak, yaitu sejumlah 104 semai dan permudaan paling sedikit

ditemukan adalah tingkat tiang, sejumlah 12 batang. Jika dilihat dari masing-masing

jalur pengamatan populasi ramin yang diketemukan pada masing-masing jalur

bervariasi antara 24 individu sampai dengan 62 individu.

21

Pada jalur I tegakan ramin yang ditemukan sangat sedikit, hal tersebut diduga

disebabkan oleh adanya bekas jalan sarad/ rel yang sudah lapuk sebagai dampak dari

eksploitasi hutan sebelum lokasi tersebut ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional

Sebangau sehingga merusak vegetasi yang dilewatinya. Selain hal tersebut di atas,

faktor ketebalan gambut juga mempengarui penyebaran ramin, seperti yang

dikemukakan Istomo (2006) bahwa penyebaran dan pertumbuhan ramin di hutan rawa

gambut dipengaruhi oleh ketebalan gambut. Menurutnya ramin ditemukan pada

ketebalan gambut 1.2 m - 6 m dimana semakin tebal gambut penyebaran dan

pertumbuhannya semakin bagus. Lokasi pada jalur pertama termasuk dalam sub

vegetasi riparian dimana letaknya dimulai dari tepi sungai utama dan memiliki

ketebalan gambut antara 0-1,5 m sedangkan pada jalur selanjutnya terletak pada sub

vegetasi transisi antara hutan riparian dan hutan rawa campuran dengan kedalaman

gambut mencapai 2 m yang merupakan habitat ideal bagi ramin. Populasi ramin

tertinggi ditemui pada jalur II, namun pada jalur tersebut didominasi oleh permudaan

ramin pada tingkat semai dan tingkat pancang.

Permudaan tingkat semai diketemukan dengan jumlah paling tinggi karena

kawasan Taman Nasional Sebangau khususnya di lokasi penelitian merupakan

ekosistem hutan sekunder bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pengusahaan

Hutan Tanaman Industri (HPHTI) dimana penutupan tajuk dari tegakan hutannya tidak

terlalu rapat sehingga sinar matahari masih dapat masuk sampai ke lantai hutan. Kondisi

yang demikian merupakan tempat tumbuh yang dapat memacu bagi permudaan ramin

tingkat semai. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Muin et. al. (2001) dalam Muin

(2009) bahwa intensitas cahaya berpengaruh kepada pertumbuhan permudaan ramin.

22

Permudaan ramin ternyata tumbuh lebih baik di tempat yang agak terbuka,

dibandingkan dengan di tempat terbuka dan di bawah naungan.

Gambar 4. Presentese Jumlah Populasi Ramin pada Semua Tingkat Pertumbuhan Tabel 2. Luas Bidang Dasar (Lbds) Ramin Tingkat Tiang

No Jalur

Ditemukan Plot

Ditemukan Diameter

(cm)

Lbds (m²)

Individu Jumlah

Lbds /Jalur

1 I 5 10 0.008 0.008

2

II

19 14 0.015

0.077 3 22 19 0.028

4 23 12 0.011

5 23 17 0.023

6

IV

44 18 0.025

0.104

7 45 14 0.015

8 47 17 0.023

9 49 17 0.023

10 49 15 0.018

11 V

59 13 0.013 0.036

12 60 17 0.023

JUMLAH 0.225

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa diameter batang permudaan

ramin tingkat tiang berkisar antara 10-19 cm. Ramin tingkat tiang ditemukan sangat

Semai44,7%

Pancang41,6%

Tiang5,1%

Pohon8,6%

1 Semai

2 Pancang

3 Tiang

4 Pohon

23

sedikit dan tidak semua jalur terdapat permudaan tingkat ini, pada jalur III tidak ditemui

sama sekali permudaan tingkat tiang.

Luas Bidang Dasar (Lbds) ramin tingkat tiang yang ditemui pada semua jalur

penelitian adalah 0.225 m². Pada jalur I, Lbds ramin tingkat tiang ditemukan paling

kecil, yaitu 0.008 m² hal ini disebabkan karena pada jalur I hanya ditemukan 1 (satu)

tegakan ramin tingkat tiang dengan diameter kecil. Sedangkan Lbds terbesar ditemui

pada jalur IV yaitu, 0.104 m² hal ini menunjukkan bahwa pada jalur IV ditemukan

tegakan ramin tingkat tiang paling banyak dan diameter setinggi dada lebih besar dari

pada yang ditemukan pada jalur I.

Tabel 3. Luas Bidang Dasar (Lbds) Ramin Tingkat Pohon

No Jalur

Ditemukan Plot

Ditemukan Diameter

(cm)

Lbds (m²)

Individu Jumlah

Lbds /Jalur

1 I

3 40 0.126 0.176

2 7 25 0.050

3

II

15 33 0.086

0.251 4 15 27 0.057

5 19 37 0.108

6

III

28 71 0.396

2.451

7 30 94 0.694

8 46 64 0.322

9 37 63 0.312

10 37 67 0.353

11 38 69 0.374

12

IV

41 24 0.045

0.295

13 43 31 0.075

14 45 21 0.035

15 49 22 0.038

16 50 24 0.045

17 51 27 0.057

18

V

53 27 0.057

0.180 19 54 27 0.057

20 58 29 0.066

JUMLAH 3.353

24

Ramin merupakan jenis pohon yang berukuran relatif besar dengan diameter

dapat mencapai lebih dari 100 cm dan ketinggian sampai dengan 40 meter.

Pertumbuhan ramin termasuk lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan meranti

rawa, jelutung, galam dan lain-lain Nurhasybi et. al., (2010). Berdasarkan Tabel 4 di

atas ditemukan 20 pohon induk ramin dengan diameter berkisar antara 21- 94 cm.

Disini dapat dilihat bahwa populasi ramin masih relatif baik karena masih ditemukan

pohon induk ramin dengan diameter 50 cm up.

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa luas bidang dasar (Lbds) ramin

tingkat pohon yang ditemui pada semua jalur penelitian adalah 3.353 m². Lbds terendah

ditemui pada jalur I, yaitu 0.176 m², sama dengan tegakan ramin tingkat tiang pada jalur

pertama ditemukan paling sedikit tegakan ramin tingkat pohon, yaitu sebanyak 2 (dua)

tegakan. Sedangkan Lbds tertinggi ditemukan pada jalur III, yaitu 2.451 m². Jumlah

pohon yang ditemui pada jalur III dan jalur IV sama, yaitu 6 tegakan namun Lbdsnya

sangat jauh berbeda, hal ini dikarenakan diameter setinggi dada tegakan ramin tingkat

pohon pada jalur III lebih besar dari pada yang ditemui pada jalur IV.

B. Komposisi Jenis dan Keanekaragaman Vegetasi

B.1 Susunan Jenis

Dari hasil penelitian vegetasi, pada pertumbuhan tingkat semai

ditemukan sebanyak 25 jenis, pancang 33 jenis, tiang 31 jenis dan pohon 31

jenis. Sedangkan vegetasi yang ditemukan pada semua tingkat pertumbuhan

sebanyak 38 jenis, diantaranya; gentalang (Garcinia parvifolia), terantang

(Campnosperma coriaceum), meranti (Shorea sp), nyatoh (Palaquium spp),

pasir-pasir (Stemonurus scorpioides), ramin (Gonystylus bancanus), malam-

25

malam (Diospyros sp), jambu-jambu (Euginia spp), pisang-pisang (Mezzetia

leptopoda), resak (Vatica rassak), ketiau (Ganua mottleyana), bintan (Licania

splenden), belangeran (Shorea balangeran), dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya

data komposisi vegetasi yang ditemui pada habitat ramin dapat dilihat pada

Lampiran 2. Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan pada lokasi penelitian terebut

jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pusat

Penelitian Biologi (LIPI) di Taman Nasional Sebangau pada Tahun 2006 dimana

ditemukan sebanyak 809 jenis flora.

B.2 Dominansi Jenis

Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menetapkan dominansi

suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting

menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Hasil

perhitungan INP vegetasi yang ditemui pada habitat ramin dapat dilihat pada

Lampiran 3. Berikut ini secara berurutan 6 vegetasi tingkat semai yang memiliki

INP lebih dari 10%, yaitu: jambu-jambu (51,69%), malam-malam (26,37%),

kemuning (22,53%), pasir-pasir (19,41%), ramin (16,65%) dan gentalang

(14,43%). Disini dapat dilihat bahwa permudaan ramin tingkat semai menduduki

urutan ke-5 dalam komunitas dengan nilai indeks 16,65 %. Untuk lebih jelasnya

INP vegetasi tingkat semai dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Semai

Pada tingkat pancang

INP lebih dari 10% adalah: j

bunga (19,73%

dan nyatoh (10,95

ke 5 dalam komu

Gambar 6. Jenis Tumbuhan Dominan

19.41 %

16.65 %

15.48 %

14.16 %

Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Semai

tingkat pancang sebagaimana Gambar 6, vegetasi

lebih dari 10% adalah: jambu-jambu (23,15%), gentalang (2

bunga (19,73%), pasir-pasir (15,7%), ramin (15,48%), malam

yatoh (10,95%). Pada permudaan tingkat pancang ramin menempati urutan

ke 5 dalam komunitas dengan nilai indeks 15,48%.

Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Pancang

51.69 %

26.37 %22.53 %

19.41 %

16.65 %

14.43 %

1 Jambu

2 Malam

3 Kemuning

4 Pasir

5 Ramin

6 Gentalang

23.15 %

20.99 %

19.73 %15.7 %

15.48 %

14.16 %

10.95 %1 Jambu

2 Gentalang

3 Meranti

4 Pasir

5 Ramin

6 Malam

7 Nyatoh

26

vegetasi yang memiliki

entalang (20,99%), meranti

alam-malam (14,16%)

Pada permudaan tingkat pancang ramin menempati urutan

Tingkat Pancang

1 Jambu-jambu

2 Malam-malam

3 Kemuning

4 Pasir-pasir

5 Ramin

6 Gentalang

1 Jambu-jambu

2 Gentalang

3 Meranti

4 Pasir-pasir

5 Ramin

6 Malam-malam

7 Nyatoh

Pada permudaan tingkat tiang, ramin memiliki nilai indeks kurang

10% yaitu sebesar 8,61%. S

memiliki INP

nyatoh (26,85%), p

(16,45%) dan t

Gambar 7. Jenis Tumbuhan Dominan

Berdasarkan Penghitungan Indeks Nilai Penting (INP) s

disajikan dalam Lampiran

dari 15% ditemukan sebanyak 6 pohon, sedangkan Nilai Penting Jenis (

ramin menempati urutan ke 13 dalam komunitas, yaitu sebesar 10,5

Gambar 8, secara berurutan vegetasi tingkat pohon yang mendominasi pada

habitat ramin adalah

ketiau (17.15%) dan b

18.95 %

17.88 %

16.45 %

Pada permudaan tingkat tiang, ramin memiliki nilai indeks kurang

10% yaitu sebesar 8,61%. Sesuai Gambar 7, vegetasi

lebih dari 15% adalah: pasir-pasir (42,39%), gentalang (33,89%),

nyatoh (26,85%), pisang-pisang (18,95%), malam-malam (17,88%), m

(16,45%) dan tetumbu (15,51%).

Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Tiang

Berdasarkan Penghitungan Indeks Nilai Penting (INP) s

disajikan dalam Lampiran 3, vegetasi tingkat pohon yang memiliki INP lebih

dari 15% ditemukan sebanyak 6 pohon, sedangkan Nilai Penting Jenis (

ramin menempati urutan ke 13 dalam komunitas, yaitu sebesar 10,5

secara berurutan vegetasi tingkat pohon yang mendominasi pada

habitat ramin adalah nyatoh (38.11%), malam-malam (31.02%),

ketiau (17.15%) dan bintan (16.06%).

42.39 %

33.89 %

26.85 %

18.95 %

17.88 %

16.45 %15.51 %

27

Pada permudaan tingkat tiang, ramin memiliki nilai indeks kurang dari

vegetasi tingkat tiang yang

pasir (42,39%), gentalang (33,89%),

malam (17,88%), meranti

Berdasarkan Penghitungan Indeks Nilai Penting (INP) seperti yang

vegetasi tingkat pohon yang memiliki INP lebih

dari 15% ditemukan sebanyak 6 pohon, sedangkan Nilai Penting Jenis ( NPJ)

ramin menempati urutan ke 13 dalam komunitas, yaitu sebesar 10,57%. Sesuai

secara berurutan vegetasi tingkat pohon yang mendominasi pada

malam (31.02%), resak (17.89%),

1 Pasir-pasir

2 Gentalang

3 Nyatoh

4 Pisang-pisang

5 Malam-malam

6 Meranti

7 Tetumbu

Gambar 8. Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Pohon

Berdasarkan hasil perhitungan

(H’) vegetasi yang ditemui pada habitat ramin

pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Indeks Keanekaragaman Ramin Untuk Semua Tingkat Pertumbuhan.

No Tingkat Pertumbuhan

1 Pohon

2 Tiang

3 Pancang

4 Semai

Tabel 4 menunjukkan bahwa vegetasi tingkat pohon memiliki indeks

keanekaragaman lebih tinggi

kemudian tingkat pancang 1,303

tersebut dapat diketahui bahwa vegetasi yang

17.89 %

17.15 %

Jenis Tumbuhan Dominan Tingkat Pohon

C. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)

Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 4 indeks keanekaragaman jenis

yang ditemui pada habitat ramin untuk semua tingkat pertumbuhan dilihat

berikut ini:

Keanekaragaman Jenis Vegetasi yang Ditemui pada ntuk Semua Tingkat Pertumbuhan.

Tingkat Pertumbuhan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis

(H')

1,335

1,307

1,303

1,079

menunjukkan bahwa vegetasi tingkat pohon memiliki indeks

keanekaragaman lebih tinggi dengan nilai indeks 1,335 diikuti tingkat

pancang 1,303 dan semai 1,079. Berdasarkan indeks keanekaragaman

tersebut dapat diketahui bahwa vegetasi yang ditemui pada habitat

38.11 %

31.02 %17.89 %

17.15 %

16.06 %

1 Nyatoh

2 Malam

3 Resak

4 Ketiau

5 Bintan

28

keanekaragaman jenis

semua tingkat pertumbuhan dilihat

itemui pada Habitat

Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis

menunjukkan bahwa vegetasi tingkat pohon memiliki indeks

diikuti tingkat tiang 1,307

Berdasarkan indeks keanekaragaman

ditemui pada habitat ramin untuk tingkat

1 Nyatoh

2 Malam-malam

3 Resak

4 Ketiau

5 Bintan

29

pohon, tiang, pancang dan semai di Resort Sebangau Hulu, Balai Taman Nasional

Sebangau secara umum dapat dikategorikan sedang. Asumsi ini sesuai dengan pendapat

Sogianto (1994), yang memberikan batasan bahwa kriteria indeks keanekaragaman jika

H’ ≤ 1 menunjukkan keanekaragaman spesies rendah, jika nilai 1 < H’< 3 menunjukkan

keanekaragaman spesies sedang dan jika H’ ≥ 3 menunjukkan keanekaragaman spesies

tinggi.

Soegianto (1994), berpendapat bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai

keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies

dengan kelimpahan yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas ini disusun

oleh sangat sedikit spesies dan dominasinya terdapat pada suatu jenis dominan maka

keanekaragaman jenis rendah.

30

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian di Resort Sebangau Hulu, SPTN Wilayah I Palangka

Raya Kawasan Taman Nasional Sebangau, jumlah populasi ramin (Gonystylus

bancanus) ditemukan sebanyak 232 individu, yaitu tingkat semai 104 individu

(44,7%), tingkat pancang 96 individu (41,6%), tingkat tiang 12 individu (5,1%), dan

tingkat pohon 20 individu (8,6%).

2. Indeks Nilai Penting (INP) ramin dalam komunitas untuk tingkat tiang menempati

urutan terendah (8,61%) sedangkan INP ramin tingkat pohon (10,57%), tingkat

pancang (15,48%) dan INP ramin tertinggi ditemukan pada tingkat semai (16,65%).

3. Komposisi vegetasi pada semua tingkat pertumbuhan yang ditemui pada habitat

ramin ditemukan sebanyak 38 jenis antara lain, gentalang (Garcinia parvifolia),

meranti (Shorea sp), pasir-pasir (Stemonurus scorpioides), ramin (Gonystylus

bancanus), malam-malam (Diospyros sp), nyatoh (Palaquium spp), dan lain-lain.

4. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) vegetasi yang ditemui pada habitat ramin pada

semua tingkat pertumbuhan termasuk sedang, tingkat pohon (1,335), tingkat tiang

(1,307), tingkat pancang (1,303) dan tingkat semai (1,079).

5. Vegetasi jenis lain yang mendominasi pada tingkat pohon adalah nyatoh (38,11%),

tingkat tiang adalah pasir-pasir (42,39%), tingkat pancang adalah jambu-jambu

(23,15%) dan tingkat semai juga didominasi jambu-jambu (51,69%).

31

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempertimbangkan sub tipe vegetasi,

ketebalan gambut dan intensitas cahaya sehingga dapat diperoleh data yang lebih

beragam dan lengkap.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu bahan kajian

dalam rangka konservasi in situ ramin (Gonystylus bancanus) yang berfungsi

sebagai sarana pendidikan, penelitian, wisata dan sumber plasma nutfah tumbuhan

ramin.

32

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho W.C., 2011. Menyelamatkan Ramin dengan Melakukan Penunjukan

Kawasan Konservasi Hutan [email protected]. Tanggal Akses: 10 April 2011.

Andre, 2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisa Vegetasi.

www.andre_fahutan.com. Tanggal Akses: 10 April 2011. Balai Taman Nasional Sebangau, 2007. Rencana Pengelolaan Taman Nasional

Sebangau Periode 2007-2026. Balai Taman Nasional Sebangau, Palangka Raya. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kerjasama dengan ITTO, 2010.

Panduan Penilaian Non-Detrimantal Finding untuk Ramin (Gonystylus spp). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan kerjasama dengan ITTO, Bogor.

Bratawinata A.A., 2001. Ekologi Hutan Hujan Tropis dan Metoda Analisis Hutan.

Departemen Pendidikan Nasional. Herujono H., 2009. Strategi Konservasi, Persyaratan Legal dan Administratif.

Prosiding Lokakarya Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan ITTO – CITES Project, Bogor.

Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara, Jakarta. Istomo, 2006. Evalusi Penyelesaian Praktek/Sistem Silvikultur Hutan Rawa

Gambut di Indonesia Khususnya untuk Jenis Ramin. Prosiding Lokakarya Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan ITTO – CITES Project, Bogor.

Kartiko H.D.P., 2001. Informasi Singkat Benih Gonystylus bancanus Miq.Kurz.

Kerjasama Indonesia Forest Seed Project (IFSP) dan Balai Teknologi Perbenihan, Bogor.www. dephut.go.id. Tanggal Akses: 10 April 2011.

Muin A., 2009. Tinjauan Ekologi dan Persyaratan Tapak Uji Coba Penanaman

Ramin. Prosiding Lokakarya Nasional “Identification of Information Gaps Toward the SFM on Ramin and Thematic Programs to be Included into 2009 and 2010 Workprogram of ITTO-CITES Project”. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan ITTO, Bogor.

Nurhasybi, Tajudin E.K. dan Evalin S.S.S., 2010. Manual Monitoring Musim

Berbunga-Berbuah dan Produksi Benih Ramin (Gonystylus bancanus). ITTO bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Bogor.

Sogianto, A., 1994. Ekologi Kuatitatif. Usaha Nasional, Surabaya.

33

Soerianegara I. dan Indrawan A., 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Laboraturium

Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian, Bogor. Subiandono E., dan Heriyanto N.M., 2009. Kajian Tumbuhan Obat Akar Kuning

(Areangelisia flava Merr) di Kelompok Hutan Gelawan, Kabupaten Kampar, Riau. Jurnal.pdii.lipi.go.id. Tanggal Akses: 10 April 2011

Wahyunto, Ritung S., Suparto dan Subagjo H., 2005. Sebaran Gambut dan

Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan 2004. Wetlands International, Bogor.

www. plantamor.com, 2008. Ramin (Gonystylus bancanus). www.plantamor.com.

Tanggal Akses: 28 September 2011 Zulfikar A., 2009. Statistik Perdagangan Kayu Ramin dan Monitoringnya.

Prosiding Lokakarya Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam bekerjasama dengan ITTO – CITES Project, Bogor.

34

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian di Resot Sebangau Hulu, SPTN Wilayah I Palangka Raya, Taman Nasional Sebangau.

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian di Resot Sebangau Hulu, SPTN Wilayah I

Palangka Raya, Taman Nasional Sebangau.

35

Lampiran 2. Komposisi Vegetasi yang Ditemui pada Habitat Ramin pada Semua Tingkat Pertumbuhan

No Nama Jenis

Jumlah Individu Lokal Ilmiah

1 Nyatoh Gagas Palaquium cochlearifolium 2 2 Tagula Xylopia cf. malayana 4 3 Rambutan hutan Xerospermum noronhianum 5 4 Tumih Combretocarpus rotundatus 5 5 Papung Cocceras borneensis 10 6 Ehang Syzygium sp 11 7 Jangkang Xylopia ferruginea 12 8 Gemor Alseodaphne sp 17 9 Kajalaki Adina fagifolia 19

10 Lunuk Ficus sp 20 11 Belangeran Shorea balangeran 22 12 Cempedak air Paratocarpus venenosus 30 13 Meranti Shorea sp 30 14 Rahanjang Xylopia puspa 32 15 Jinjit Calophyllum hosei 40 16 Pelawan Merah Tristaniopsis obovata 41 17 Punak Tetramerista glabra 43 18 Ketiau Ganua mottleyana 46 19 Bintan Licania splenden 47 20 Terentang Campnosperma coriaceum 53 21 Jelutung Dyera lowii 56 22 Gerunggang Cratoxylum arborescen 57 23 Katepung Belum diketahui 61 24 Madang Actinodaphne glomerata 61 25 Mendarahan Horsefielda grandis 65 26 Pelawan Putih Tristaniopsis grandifolia 78 27 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 80 28 Galam tikus Eugenia spicata 85 29 Resak Vatica rassak 87 30 Tetumbu Zyzygium havilandii 94 31 Kemuning Kibessia sp 109 32 Meranti bunga Shorea teysmanniana 191 33 Nyatoh Palaquium spp 219 34 Ramin Gonystylus bancanus 232 35 Gentalang Garcinia parvifolia 245 36 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 295 37 Malam-malam Diospyros sp. 319 38 Jambu-jambu Euginia spp 626

JUMLAH 3449

36

Lampiran 3. Indeks Nilai Penting Vegetasi yang Ditemui Pada Habitat Ramin 1. Tingkat Semai

No

Nama Jenis Jumlah

Individu

KR

FR

INP

Lokal Ilmiah KR+FR

(%) (%) (%)

1 Rahanjang Xylopia puspa 1 0.09 0.31 0.4

2 Resak Vatica rassak 1 0.09 0.31 0.4

3 Rambutan hutan Xerospermum noronhianum 2 0.17 0.62 0.79

4 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 4 0.34 0.62 0.96

5 Galam tikus Eugenia spicata 6 0.52 0.62 1.14

6 Gerunggang Cratoxylum arborescen 6 0.52 0.62 1.14

37

7 Bintan Licania splenden 3 0.26 0.92 1.18

8 Jelutung Dyera lowii 4 0.34 0.92 1.26

9 Mendarahan Horsefielda grandis 9 0.78 0.92 1.7

10 Ketiau Ganua mottleyana 9 0.78 0.92 1.7

11 Madang Actinodaphne glomerata 9 0.78 0.92 1.7

12 Belangeran Shorea balangeran 8 0.69 1.85 2.54

13 Tetumbu Syzygium sp 25 2.15 1.23 3.38

14 Katepung Belum diketahui 14 1.21 2.77 3.98

15 Lunuk Ficus sp 19 1.64 2.46 4.1

16 Jinjit Calophyllum hosei 12 1.03 3.08 4.11

17 Punak Tetramerista glabra 25 2.15 3.08 5.23

18 Meranti Shorea sp 30 2.58 4 6.58

19 Nyatoh Palaquium spp 38 3.27 3.38 6.65

20 Gentalang Garcinia parvifolia 64 5.51 8.92 14.43

21 Ramin Gonystylus bancanus 104 8.96 7.69 16.65

22 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 86 7.41 12 19.41

23 Kemuning Kibessia sp 108 9.3 13.23 22.53

24 Malam-malam Diospyros sp 149 12.83 13.54 26.37

25 Jambu-jambu Euginia spp 425 36.61 15.08 51.69

JUMLAH 1161 100,0 100,0 200,0

2. Tingkat Pancang

No

Nama Jenis Jumlah Individu

KR FR INP

Lokal Ilmiah (%) (%) KR+FR

(%)

1 Kajalaki Adina fagifolia 1 0.08 0.20 0.29

2 Lunuk Ficus sp 1 0.08 0.20 0.29

3 Terantang Campnosperma coriaceum 1 0.08 0.20 0.29

4 Ketiau Ganua mottleyana 2 0.16 0.41 0.57

5 Rahanjang Xylopia puspa 3 0.24 0.41 0.65

6 Rambutan hutan Xerospermum noronhianum 3 0.24 0.41 0.65

7 Tagula Xylopia cf. malayana 4 0.32 0.41 0.73

8 Balangeran Shorea balangeran 3 0.24 0.61 0.86

38

9 Ehang Syzygium sp 4 0.32 0.82 1.14

10 Bintan Licania splenden 6 0.49 1.23 1.71

11 Papung Cocceras borneensis 10 0.81 1.43 2.24

12 Cempedak air Paratocarpus venenosus 15 1.21 1.23 2.44

13 Jinjit Calophyllum hosei 16 1.29 1.43 2.73

14 Gerunggang Cratoxylum arborescen 13 1.05 2.05 3.10

15 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 19 1.54 1.84 3.38

16 Gemor Alseodaphne sp 17 1.37 2.05 3.42

17 Jelutung Dyera lowii 21 1.70 1.84 3.54

18 Mendarahan Horsefielda grandis 19 1.54 2.05 3.59

19 Pelawan merah Tristaniopsis obovata 23 1.86 1.84 3.70

20 Punak Tetramerista glabra 14 1.13 2.87 4.00

21 Madang Actinodaphne glomerata 26 2.10 3.07 5.18

22 Tetumbu Zyzigium havilandri 44 3.56 2.25 5.81

23 Katepung Belum diketahui 35 2.83 3.48 6.31

24 Resak Vatica rassak 34 2.75 3.69 6.44

25 Pelawan putih Tristaniopsis grandifolia 43 3.48 4.10 7.57

26 Galam tikus Eugenia spicata 47 3.80 5.33 9.13

27 Nyatoh Palaquium spp 67 5.42 5.53 10.95

28 Malam-malam Diospyros sp 89 7.19 6.97 14.16

29 Ramin Gonystylus bancanus 96 7.76 7.79 15.48

30 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 103 8.33 7.38 15.70

31 Meranti bunga Shorea teysmanniana 130 10.51 9.22 19.73

32 Gentalang Garcinia parvifolia 143 11.56 9.43 20.99

33 Jambu-jambu Euginia spp 185 14.96 8.20 23.15

JUMLAH 1237 100.0 100.0 200.0

3. Tingkat Tiang

No

Nama Jenis Jumlah KR FR DR INP

Lokal Ilmiah Individu % % % KR+FR+DR

%

1 Jangkang Xylopia ferruginea 1 0.24 0.31 0.24 0.79

2 Kemuning Kibessia sp. 1 0.24 0.31 0.27 0.82

3 Tumih Combretocarpus rotundatus 1 0.24 0.31 0.37 0.92

4 Punak Tetramerista glabra 2 0.48 0.31 0.31 1.10

5 Ehang Syzygium, sp 3 0.72 0.61 0.34 1.67

6 Pelawan putih Tristaniopsis grandifolia 2 0.48 0.61 0.58 1.67

39

7 Kajalaki Adina fagifolia 3 0.72 0.92 0.79 2.43

8 Ketiau Ganua mottleyana 4 0.97 0.92 0.71 2.60

9 Jambu-jambu Euginia spp 4 0.97 0.92 0.75 2.64

10 Pelawan merah Tristaniopsis obovata 4 0.97 1.22 1.19 3.38

11 Belangeran Shorea balangeran 5 1.21 1.53 1.14 3.88

12 Rahanjang Xylopia puspa 7 1.69 2.14 1.23 5.06

13 Cempedak air Paratocarpus venenosus 5 1.21 1.53 2.75 5.49

14 Galam tikus Eugenia spicata 8 1.93 2.14 1.63 5.70

15 Bintan Licania splenden 8 1.93 2.45 1.65 6.03

16 Katepung Belum diketahui 8 1.93 1.83 2.69 6.45

17 Resak Vatica rassak 10 2.42 2.14 1.99 6.55

18 Jinjit Calophyllum hosei 10 2.42 2.75 2.13 7.30

19 Ramin Gonystylus bancanus 12 2.90 3.06 2.65 8.61

20 Mendarahan Horsefielda grandis 16 3.86 4.28 1.13 9.27

21 Jelutung Dyera lowii 14 3.38 3.67 3.22 10.27

22 Terentang Campnosperma coriaceum 15 3.62 3.67 3.96 11.25

23 Madang Actinodaphne glomerata 18 4.35 4.28 3.25 11.88

24 Gerunggang Cratoxylum arborescen 15 3.62 4.28 4.41 12.31

25 Tetumbu Zyztgium havilandri 23 5.56 5.81 4.14 15.51

26 Meranti bunga Shorea teysmanniana 22 5.31 5.81 5.33 16.45

27 Malam-malam Diospyros sp. 25 6.04 6.42 5.42 17.88

28 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 26 6.28 6.42 6.25 18.95

29 Nyatoh Palaquium spp 40 9.66 7.95 9.24 26.85

30 Gentalang Garcinia parvifolia 36 8.70 9.17 16.02 33.89

31 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 66 15.94 12.23 14.22 42.39

JUMLAH 414 100.0 100.00 100.00 300.0

3. Tingkat Pohon

No

Nama Jenis Jumlah KR FR DR INP

Lokal Ilmiah Individu % % % KR+FR+DR

%

1 Punak Tetramerista glabra 2 0.31 0.46 0.03 0.8

2 Tetumbu Zyzygium havilandii 2 0.31 0.46 0.1 0.87

3 Jinjit Calophyllum hosei 2 0.31 0.46 0.11 0.88

4 Gentalang Garcinia parvifolia 2 0.31 0.46 0.13 0.9

5 Nyatoh Gagas Palaquium cochlearifolium 2 0.31 0.46 0.25 1.02

6 Tumih Combretocarpus rotundatus 4 0.63 0.46 0.25 1.34

40

7 Katepung Belum diketahui 4 0.63 0.92 0.51 2.06

8 Cempedak air Paratocarpus venenosus 10 1.57 0.46 0.2 2.23

9 Ehang Syzygium sp 4 0.63 0.92 0.88 2.42

10 Balangeran Shorea balangeran 6 0.94 1.38 1.12 3.44

11 Jangkang Xylopia ferruginea 11 1.73 2.3 0.93 4.96

12 Madang Actinodaphne glomerata 8 1.26 1.15 3.3 5.71

13 Jambu-jambu Euginia spp 12 1.88 2.53 1.6 6.01

14 Pelawan Putih Tristaniopsis grandifolia 33 5.18 1.84 0.74 7.76

15 Jelutung Dyera lowii 17 2.67 3.22 2.05 7.93

16 Kajalaki Adina fagifolia 15 2.35 2.76 3.36 8.47

17 Mendarahan Horsefielda grandis 21 3.3 4.37 1.8 9.47

18 Gerunggang Cratoxylum arborescen 23 3.61 3.22 2.65 9.48

19 Ramin Gonystylus bancanus 20 3.14 4.14 3.3 10.57

20 Rahanjang Xylopia puspa 21 3.3 4.14 4.08 11.52

21 Terantang Campnosperma coriaceum 37 5.81 3.91 2.59 12.31

22 Galam tikus Eugenia spicata 24 3.77 5.06 3.92 12.75

23 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 31 4.87 5.06 3.1 13.03

24 Meranti bunga Shorea teysmanniana 39 6.12 4.37 3.95 14.43

25 Pelawan Merah Tristaniopsis obovata 14 2.2 5.75 6.7 14.64

26 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 40 6.28 5.06 3.39 14.73

27 Bintan Licania splenden 30 4.71 5.29 6.07 16.06

28 Ketiau Ganua mottleyana 31 4.87 5.75 6.54 17.15

29 Resak Vatica rassak 42 6.59 5.29 6.01 17.89

30 Malam-malam Diospyros sp. 56 8.79 8.05 14.19 31.02

31 Nyatoh Palaquium spp 74 11.62 10.34 16.14 38.11

JUMLAH 637 100.0 100.0 100.0 300.0

Lampiran 4. Hasil Perhitungan Keanekaragaman Jenis Untuk Semua Vegetasi

yang Ditemui Pada Semua Tingkat Pertumbuhan

1. Tingkat Semai

No

Nama Jenis Jumlah Individu

INP ni/N Ln

ni/N

(ni/N) LN

(ni/N) Lokal Ilmiah

1 Rahanjang Xylopia puspa 1 0,4 0,002 -2,699 0,005

2 Resak Vatica rassak 1 0,4 0,002 -2,699 0,005

3 Rambutan hutan Xerospermum noronhianum 2 0,79 0,004 -2,403 0,009

4 Bintan Licania splenden 3 1,18 0,006 -2,229 0,013

41

5 Jelutung Dyera lowii 4 1,26 0,006 -2,201 0,014

6 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 4 0,96 0,005 -2,319 0,011

7 Galam tikus Eugenia spicata 6 1,14 0,006 -2,244 0,013

8 Gerunggang Cratoxylum arborescen 6 1,14 0,006 -2,244 0,013

9 Belangeran Shorea balangeran 8 2,54 0,013 -1,896 0,024

10 Mendarahan Horsefielda grandis 9 1,7 0,009 -2,071 0,018

11 Ketiau Ganua mottleyana 9 1,7 0,009 -2,071 0,018

12 Madang Actinodaphne glomerata 9 1,7 0,009 -2,071 0,018

13 Jinjit Calophyllum hosei 12 4,11 0,021 -1,687 0,035

14 Katepung Belum diketahui 14 3,98 0,020 -1,701 0,034

15 Lunuk Ficus sp 19 4,1 0,021 -1,688 0,035

16 Punak Tetramerista glabra 25 5,23 0,026 -1,583 0,041

17 Tetumbu Syzygium sp 25 3,38 0,017 -1,772 0,030

18 Meranti Shorea sp 30 6,58 0,033 -1,483 0,049

19 Nyatoh Palaquium spp 38 6,65 0,033 -1,478 0,049

20 Gentalang Garcinia parvifolia 64 14,43 0,072 -1,142 0,082

21 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 86 19,41 0,097 -1,013 0,098

22 Ramin Goystylus bancanus 104 16,65 0,083 -1,080 0,090

23 Kemuning Kibessia sp. 108 22,53 0,113 -0,948 0,107

24 Malam-malam Diospyros sp. 149 26,37 0,132 -0,880 0,116

25 Jambu-jambu Euginia spp 425 51,69 0,258 -0,588 0,152

JUMLAH 1161 200 1,079

2. Tingkat Pancang

No

Nama Jenis Jumlah Individu

INP ni/N Ln

ni/N

(ni/N) LN

(ni/N) Lokal Ilmiah

1 Kajalaki Adina fagifolia 1 0,29 0,001 -2,839 0,004

2 Lunuk Ficus sp 1 0,29 0,001 -2,839 0,004

3 Terantang Campnosperma coriaceum 1 0,29 0,001 -2,839 0,004

4 Ketiau Ganua mottleyana 2 0,57 0,003 -2,545 0,007

5 Balangeran Shorea balangeran 3 0,86 0,004 -2,367 0,010

6 Rahanjang Xylopia puspa 3 0,65 0,003 -2,488 0,008

7 Rambutan hutan Xerospermum noronhianum 3 0,65 0,003 -2,488 0,008

8 Ehang Syzygium sp 4 1,14 0,006 -2,244 0,013

42

9 Tagula Xylopia cf. malayana 4 0,73 0,004 -2,438 0,009

10 Bintan Licania splenden 6 1,71 0,009 -2,068 0,018

11 Papung Cocceras borneensis 10 2,24 0,011 -1,951 0,022

12 Gerunggang Cratoxylum arborescen 13 3,1 0,016 -1,810 0,028

13 Punak Tetramerista glabra 14 4 0,020 -1,699 0,034

14 Cempedak air Paratocarpus venenosus 15 2,44 0,012 -1,914 0,023

15 Jinjit Calophyllum hosei 16 2,73 0,014 -1,865 0,025

16 Gemor Alseodaphne sp 17 3,42 0,017 -1,767 0,030

17 Mendarahan Horsefielda grandis 19 3,59 0,018 -1,746 0,031

18 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 19 3,38 0,017 -1,772 0,030

19 Jelutung Dyera lowii 21 3,54 0,018 -1,752 0,031

20 Pelawan merah Tristaniopsis obovata 23 3,7 0,019 -1,733 0,032

21 Madang Actinodaphne glomerata 26 5,18 0,026 -1,587 0,041

22 Resak Vatica rassak 34 6,44 0,032 -1,492 0,048

23 Katepung Belum diketahui 35 6,31 0,032 -1,501 0,047

24 Pelawan putih Tristaniopsis grandifolia 43 7,57 0,038 -1,422 0,054

25 Tetumbu Zyzigium havilandri 44 5,81 0,029 -1,537 0,045

26 Galam tikus Eugenia spicata 47 9,13 0,046 -1,341 0,061

27 Nyatoh Palaquium spp 67 10,95 0,055 -1,262 0,069

28 Malam-malam Diospyros sp. 89 14,16 0,071 -1,150 0,081

29 Ramin Gonystylus bancanus 96 15,55 0,078 -1,109 0,086

30 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 103 15,7 0,079 -1,105 0,087

31 Meranti bunga Shorea teysmanniana 130 19,73 0,099 -1,006 0,099

32 Gentalang Garcinia parvifolia 143 20,99 0,105 -0,979 0,103

33 Jambu-jambu Euginia spp 185 23,15 0,116 -0,936 0,108

JUMLAH 1237 200,0 1,303

3. Tingkat Tiang

No

Nama Jenis Jumlah Individu

INP ni/N Ln

ni/N

(ni/N) LN

(ni/N) Lokal Ilmiah

1 Jangkang Xylopia ferruginea 1 0,79 0,003 -2,579 0,007

2 Kemuning Kibessia sp. 1 0,82 0,003 -2,563 0,007

3 Tumih Combretocarpus rotundatus 1 0,92 0,003 -2,513 0,008

4 Punak Tetramerista glabra 2 1,1 0,004 -2,436 0,009

5 Pelawan putih Tristania grandifolia 2 1,67 0,006 -2,254 0,013

6 Ehang Syzygium sp 3 1,67 0,006 -2,254 0,013

7 Kajalaki Adina fagifolia 3 2,43 0,008 -2,092 0,017

8 Jambu-jambu Euginia spp 4 2,64 0,009 -2,056 0,018

43

9 Ketiau Ganua mottleyana 4 2,6 0,009 -2,062 0,018

10 Pelawan merah Tristaniopsis grandifolia 4 3,38 0,011 -1,948 0,022

11 Belangeran Shorea balangeran 5 3,88 0,013 -1,888 0,024

12 Cempedak air Paratocarpus venenosus 5 5,49 0,018 -1,738 0,032

13 Rahanjang Xylopia puspa 7 5,06 0,017 -1,773 0,030

14 Bintan Licania splenden 8 6,03 0,020 -1,697 0,034

15 Galam tikus Eugenia spicata 8 5,7 0,019 -1,721 0,033

16 Katepung Belum diketahui 8 6,45 0,022 -1,668 0,036

17 Jinjit Calophyllum hosei 10 7,3 0,024 -1,614 0,039

18 Resak Vatica rassak 10 6,55 0,022 -1,661 0,036

19 Ramin Gonystylus bancanus 12 8,61 0,029 -1,542 0,044

20 Jelutung Dyera lowii 14 10,27 0,034 -1,466 0,050

21 Gerunggang Cratoxylum arborescen 15 12,31 0,041 -1,387 0,057

22 Terentang Campnosperma coriaceum 15 11,25 0,038 -1,426 0,053

23 Mendarahan Horsefielda grandis 16 9,27 0,031 -1,510 0,047

24 Madang Actinodaphne glomerata 18 11,88 0,040 -1,402 0,056

25 Meranti bunga Shorea teysmanniana 22 16,45 0,055 -1,261 0,069

26 Tetumbu Zyztgium havilandri 23 15,51 0,052 -1,287 0,067

27 Malam-malam Diospyros sp. 25 17,88 0,060 -1,225 0,073

28 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 26 18,95 0,063 -1,200 0,076

29 Gentalang Garcinia parvifolia 36 33,89 0,113 -0,947 0,107

30 Nyatoh Palaquium spp 40 26,85 0,090 -1,048 0,094

31 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 66 42,39 0,141 -0,850 0,120

JUMLAH 414 300,0 1,307

4. Tingkat Pohon

No

Nama Jenis Jumlah

Individu INP ni/N Ln ni/N

(ni/N) LN

(ni/N) Lokal Ilmiah

1 Gentalang Garcinia parvifolia 2 0,9 0,003 -2,523 0,008

2 Jinjit Calophyllum hosei 2 0,88 0,003 -2,533 0,007

3 Punak Tetramerista glabra 2 0,8 0,003 -2,574 0,007

4 Nyatoh Gagas Palaquium cochlearifolium 2 1,02 0,003 -2,469 0,008

5 Tetumbu Zyzygium havilandii 2 0,87 0,003 -2,538 0,007

6 Ehang Syzygium sp 4 2,42 0,008 -2,093 0,017

7 Katepung Belum diketahui 4 2,06 0,007 -2,163 0,015

8 Tumih Combretocarpus rotundatus 4 1,34 0,004 -2,350 0,010

44

9 Balangeran Shorea balangeran 6 3,44 0,011 -1,941 0,022

10 Madang Actinodaphne glomerata 8 5,71 0,019 -1,720 0,033

11 Cempedak air Paratocarpus venenosus 10 2,23 0,007 -2,129 0,016

12 Jangkang Xylopia ferruginea 11 4,96 0,017 -1,782 0,029

13 Jambu-jambu Euginia spp 12 6,01 0,020 -1,698 0,034

14 Pelawan Merah Tristaniopsis obovata 14 14,64 0,049 -1,312 0,064

15 Kajalaki Adina fagifolia 15 8,47 0,028 -1,549 0,044

16 Jelutung Dyera lowii 17 7,93 0,026 -1,578 0,042

17 Ramin Gonystylus bancanus 20 10,58 0,035 -1,453 0,051

18 Mendarahan Horsefielda grandis 21 9,47 0,032 -1,501 0,047

19 Rahanjang Xylopia puspa 21 11,52 0,038 -1,416 0,054

20 Gerunggang Cratoxylum arborescen 23 9,48 0,032 -1,500 0,047

21 Galam tikus Eugenia spicata 24 12,75 0,043 -1,372 0,058

22 Bintan Licania splenden 30 16,06 0,054 -1,271 0,068

23 Ketiau Ganua mottleyana 31 17,15 0,057 -1,243 0,071

24 Pisang-pisang Mezzetia leptopoda 31 13,03 0,043 -1,362 0,059

25 Pelawan Putih Tristaniopsis grandifolia 33 7,76 0,026 -1,587 0,041

26 Terantang Campnosperma coriaceum 37 12,31 0,041 -1,387 0,057

27 Meranti bunga Shorea teysmanniana 39 14,43 0,048 -1,318 0,063

28 Pasir-pasir Stemonurus scorpioides 40 14,73 0,049 -1,309 0,064

29 Resak Vatica rassak 42 17,89 0,060 -1,225 0,073

30 Malam-malam Diospyros sp. 56 31,02 0,103 -0,985 0,102

31 Nyatoh Palaquium spp 74 38,11 0,127 -0,896 0,114

JUMLAH 637 300,0 1,335

45