a k a d i j a r a h
TRANSCRIPT
![Page 1: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/1.jpg)
A K A D I J A R A H
M A K A L A H
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah
“Fikih Ekonomi dan Keuangan Islam ”
Dosen Pembimbing : Dr. H. Oni Sahroni, MA.
Oleh :
Laily Khumairoh (211610109)
Mudrikah (21161016)
Nur Alina Nailil Farah (211610133)
KONSENTRASI ILMU SYARIAH
STUDI ILMU AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
1433 H / 2012 M
![Page 2: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut para fuqaha kontemporer dan ahli dalam keuangan Islam, akad ijarah
memiliki potensi besar sebagai alternatif terhadap bunga dalam sistem keuangan yang
sesuai dengan syariah yang sedang berkembang. Akad ijarah diperbolehkan menurut
ijma’ para fuqaha dan ulama. Berdasarkan pandangan Imam Syafi’i dan banyak fuqaha
lain, dua ayat Al-Qur’an, karena sifat dasar umumnya, mengacu pada legalitas ijarah.
Sebagai sebuah akad, ia mengacu pada pengupahan atau penyewaan asset untuk
mendapatkan hak pemanfaatan atasnya. Ia juga mencakup penyewaan tenaga kerja dan
kontrak kerja untuk siapapun dengan balasan imbalan (upah). Karenanya secara umum
peraturan dan prinsip tenaga kerja, penyewaan, ju’alah, dan semua kontrak lain untuk hak
pemanfaatan barang dan jasa tercakup dalam istilah ijarah. Istilah lain yang jarang
digunakan untuk kontrak yang demikian adalah Kira’a dan Istijar.
Dalam bahasan kali ini, kita akan membahas secara singkat mengenai peraturan
yang berkenaan dengan ijarah dari segi karakteristik akad serta persamaan dan
perbedaannya dengan jula beli. Selain itu, akan dibahas juga mengenai berbagai akad
(kontrak) yang termasuk dalam rumpun akad ijarah.
1
![Page 3: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dan Prinsip Ijarah
Ijarah berasal dari kata ajr yang berarti ”imbalan”, inilah definisinya menurut
bahasa. Sedangkan menurut syariat :
اإلجارة هي عقد على منفعة معلومة مقصودة
1.قابلة للبذل وإلباحة بعوض معلوم
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa tertentu
dalam kurun waktu yang tertentu pula, dengan adanya pembayaran upah (ujrah),
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu
sendiri.2
Menurut Fatwa DSN Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa
diikuti pemindahan kepemilikan barang tersebut.3
Sebagai kontrak (akad), ia mengacu pada pengupahan atau penyewaan aset atau
komoditas untuk mendapatkan hak atas pemanfaatannya. Ia juga mencakup
penyewaan tenaga kerja dan kontrak kerja unutk siapa pun dengan balasan imbalan
(upah). Karena, secara umum peraturan dan prinsip tenaga kerja, penyewaan, ju’alah,
dan semua kontrak llain untuk hak pemanfataan barang dan jasa tercakup dalam
istilah Ijarah.4
Hampir semua fuqaha sepakat bahwa Ijarah bersifat sah untuk barang yang
memiliki manfaat dan yang dapat disewa atau dimanfaatkan tanpa mengonsumsi
badan atau substansinya.5 Barang-barang sperti lilin, katun, makanan, atau bahan
bakar cocok untuk dijual, tapi bukan untuk disewa. Fuqaha Hanafi, menjelaskan
1 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, (Beirut : Dar al-Fikr, 1999), juz III, h. 74
2 Dumairi Nor, dkk, Ekonomi Syariah versi Salaf, (Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2007), h. 1183Himpunan Fatwa dewan Syariah Nasional, Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, (Jakarta: DSN-MUI, 2001), h. 55 4 Muhamad ayub, Understanding Islamic Finance, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009),
h. 4305Wahbah Zuhayli, Al Fiqhul Islami wa adillatuhu, (Damaskus: Darul Fikr, 1985), h.387-388
2
![Page 4: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/4.jpg)
bahwa dirham, dinar, batangan logam mulia, dan sebagainya yang bersifat ’Ain
bukanlah hak pemanfaatan, dan semua barang yang tidak bisa dimanfaatan kecuali
dengan cara dikonsumsi tidak dapat disewakan. Selain itu, jenis subjek (aset yang
disewakan) dan uang sewanya seharusnya tidak sama, misalnya rumah untuk
disewakan hanya untuk ditempati, mobil disewa untuk diambil kemanfaatannya di
perjalanan, bukan untuk dimiliki.6
Maka, penyewaan tidak dapat diterapkan pada uang, barang yang dapat dimakan,
bahan bakar, dan sebagainya, karena penggunaannya tidaklah mungkin untuk
dikonsumsi. Jika barang-barang tersebut disewakan maka transaksi tersebut dianggap
sebagai pinjaman, dan semua hukum yang berkaitan dengan transaksi pinjaman akan
berlaku padanya, uang sewa yang digunakan dalam transaksi pinjaman dianggap
sama dengan bunga. Selain itu barang yang hak pemanfaatanya sangat sulit untuk
diambil tidak dapat dijadikan sebagai objek ijarah, misal tanah yang mengadung
salititas (kadar garam) yang tidak dapat digunakan untuk produksi sehingga tidak
dapat disewakan.7
B. Dalil Hukum Ijarah
telah disyariatkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan Sabda Rasulullah,
diantaranya sebagai berikut :
1. Q.S. At-Talaq : 6
...
“Jika perempuan menyusukan akan anak kamu hendaklah
kamu memberi upah (sewa) kepada mereka.”
2. Hadits Rasulullah
اعطوا األجير أجره قبل أن يجّف$ عرقه
”Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya mengering”. (H.R.
Ibnu Majah).
C. Rukun dan Syarat Ijarah
6 Wahbah Zuhayli, Al Fiqhul Islami wa adillatuhu, h. 4027 Alauddin Abu Bakr bin Mas’ud Al-Kasani, Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartib Ash-Shara’i, (Karachi :
H.M. Saeed Company, 1993), h. 458
3
![Page 5: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/5.jpg)
Jumhur ulama mengemukakan bahwa Ijarah mempunyai 3 rukun umum dan 6
rukun khusus. Pertama adalah shighat (ucapan) yang terdiri dari tawaran (ijab)
dan penerimaan (qabul). Kedua adalah pihak yang berakad (berkontrak) yang
terdiri dari pemberi sewa (lessor-pemilik asset), serta penyewa (lesee-pihak yang
mengambil manfaat dari penggunaan asset). Ketiga adalah objek sewa yang
terdiri dari manfaat dari penggunaan asset dan pembayaran sewa (harga sewa).8
1. Shighat (ucapan), yang tediri dari :
a. Ijab (penawaran yang dinyatakan dari pemilik asset)
b. Qabul (penerimaan yang dinyatakan dari penyewa)
Syarat-syaratnya :
1) Shighat akad ijarah adalah pernyataan niat dari dua pihak yang berkontrak,
baik secara verbal ataupun tulisan. Pernyataan tersebut berupa penawaran
(ijab) dari pemilik asset dan penerimaan (qabul) yang dinyatakan oleh
penyewa.
2) Shighat ijab dan qabul dilaksanakan diawal kesepakatan atas akad ijarah.
2. a. Penyewa (musta’jir)
b. Pemilik barang (mu’ajir)
Syarat-syaratnya :
1) Untuk kedua orang yang berakad, menurut ulama Syafi’iyah dan Hanbali,
disyaratkan telah baligh dan berakal.
2) Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad ijarah. Selain itu, masing-masing pihak harus mempunyai
wewenang untuk melakukan kontrak. Ini berasal dari pandangan madzhab
Hanafi dan Maliki yang mengatakan bahwa kewenangna bertindak adalah
syarat bagi kontrak untuk bisa dilaksanakan.
3) Pemilik objek sewa dapat meminta penyewa meyerahkan jaminan atas
ijarah untuk menghindari resiko kerugian
3. Objek sewa (manfaat)
8 Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyat al-Bai djuri ala Ibni Qasim, (Surabaya : Nurul Huda, t.th), h. 27
4
![Page 6: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/6.jpg)
Syarat-syaratnya :
a. Jumhur ulama mengatakan bahwa objek sewa dalam akad Ijarah adalah
bukan barang yang disewakan melainkan manfaat dari barang yang
disewakan tersebut.
b. Objek Ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsung
manfaatnya dan tidak rusak (cacat). Bila dalam waktu tertentu manfaat
tersebut tidak dapat dipenuhi, misalnya karena kerusakan aset, pemberi
sewa harus menyediakan penggantian. Misalnya : tidak boleh
menyewakan mobil yang sudah rusak mesinnya, karena apabila mesin
mobil tersebut rusak maka tidak dapat diambil manfaatnya dan tidak bisa
digunakan secara langsung atau menyewakan hewan tunggangan yang
cacat kakinya atau lumpuh atau dalam kondisi sedang sakit sehingga tidak
bisa diambil manfaatnya secara utuh bahkan dapat menyebabkan
mudharat, atau menyewakan rumah yang atapnya rusak.
c. Objek Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Misal: tidak boleh
menyewa seseorang untuk membunuh orang lain dan tidak boleh
menyewakan rumah kepada non muslim untuk dijadikan tempat ibadah
mereka. Objek Ijarah itu merupakan manfaat atas sesuatu yang biasa
disewakan, seperti: Rumah, Mobil, dan Hewan tunggangan.
d. Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui secara sempurna dan
jelas, sehingga tidak muncul perselisihan di kemudian hari.
e. Manfaat yang menjadi objek Ijarah adalah manfaat terhadap sesuatu yang
diperbolehkan berdasarkan ketentuan syara’. Misal: tidak boleh menyewa
penari atau penyanyi yang gerakan atau lagunya menyalahi ketentuan
hukum Islam yang dilarang.
f. Ukuran jenis objek sewa (Ijarah) harus secara jelas diketahui dan
tercantum didalam akad Ijarah. Misal: menyewakan mobil Innova.
4. Harga sewa/ upah (Ujrah)
5
![Page 7: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/7.jpg)
Syarat-syaratnya:a. Harga Sewa (Ujrah) dapat didefinisikan sebagai
imbalan yang diperjanjikan dan dibayar oleh si penyewa sebagai harta atas
manfaat yang dinikmatinya.
b. Harga sewa (Ujrah) harus dinyatakan secara jelas
dan sesuatu yang bernilai harta serta pembayarannya dilakukan sesuai
dengan kesepakatan. Sesuai dengan Hadits Rasullullah S.a.w: Dari Abi
Said, Rasulullah berkata: “Bila kamu menyewa seorang pekerja harus
memberi tahu upahnya”. (Hadist An-Nasai, no 3797, kitab Imam dan
Nazar).
c. Jika manfaat sewa telah dinikmati, sedangkan nilai
sewa tidak ditentukan, maka besarnya sewa dari manfaat yang senilai
harus dibayarkan.
d. Kebanyakan ulama membolehkan membayar ujrah
selain dalam bentuk uang, yaitu dalam bentuk manfaat yang serupa
dengan objek kontrak. Mis: harga sewa rumah selama sehari sebesar 300
ribu, kemudian si pemilik rumah membutuhkan mobil untuk kebutuhan
nikah anaknya selama satu hari dan kebetulan si penyewa rumah memiliki
mobil dan dengan kesepakatan harga sewa kedua belah pihak akhirnya
harga sewa rumah dibayar dengan harga sewa mobil.
e. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan ujrah
dapat ditentukan dalam ukuran waktu, tempat, dan jarak. Misalnya,
seseorang berkata kepada lainnya: ”jika anda menjahitkan baju ini untuk
saya pada hari ini, upahnya Rp 30.000,00. Sedangkan jika Anda
menjahitkannya besok, upahnya Rp 20.000,00”. Atau jika Anda tinggal
dirumah ini sebagai pedagang emas, maka sewanya adalah Rp 2 juta,
sedangkan jika Anda sebagai pembuat parfum, sewanya Rp 1juta ”, dan
sebagainya.
f. Pembayaran Ujrah di muka dibolehkan dalam
syariah. Hal tersebut dapat merupakan pembayaran di muka dari total
Ujrah. Dalam ujrah semua pembayaran adalah sewa yang dapat dipercepat
6
![Page 8: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/8.jpg)
atau ditunda, baik keseluruhannya atau sebagian (jika ia merupakan bagian
dari total Ujrah). Pembayaran itu dapat dilakukan secara angsuran atau
ditangguhkan setelah yang bersangkutan mengambil manfaat dari jasa
tersebut.
D. Rumpun Akad Ijarah
1. Ijarah Murni
Yang dimaksud dengan Ijarah murni adalah akad ijarah yang umumnya
kita ketahui (sesuai dengan definisi di atas).
2. Ijarah Muntahiya Bittamlik
Akad Ijarah Muntahiya Bi al-Tamlik adalah turunan dari akad Ijarah
murni. Akad ini merupakan sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan
sewa, atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan
penyewa atas barang yang disewa melalui akad yang dilaksanakan di akhir
masa penyewaan.9
Dalam Ijarah Muntahiya Bi al-Tamlik, pemindahan hak milik barang
terjadi dengan salah satu dari dua cara sebagai berikut :
1. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan
tersebut pada akhir masa sewa;
2. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Pilihan untuk menjual barang di akhir masa sewa biasanya diambil bila
kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil karena
sewa yang dibayarkan relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah
dibayarkan sampa akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang
tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Karena itu, untuk
menutupi kekurangan tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang
tersebut, ia harus membeli barang itu diakhir periode.
Pilihan untuk menghibahkan barang diakhir masa sewa, biasanya
diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif
9Dumairi Nor, dkk, Ekonomi Syariah versi Salaf, h. 123
7
![Page 9: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/9.jpg)
lebih besar. Karena sewa yang dibayarkan relatif besar, akumulasi sewa
diakhir periode sewa sudah mencukupi untuk menutup harga beli barang dan
margin laba yang ditetapkan oleh bank. Dengan demikian, bank dapat
menghibahkan barang tersebut diahir masa periode sewa kepada pihak
penyewa.10
3. Ju’alah
Artinya janji hadiah atau upah. Pengertian secara etimologi berarti upah
atau hadiah yang diberikan kepadanseseorang karena orang tersebut
mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Secara terminologi
fikih berarti suatu iltizam (tanggung jawab dalam bentuk janji memberikan
imbalan upah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil
melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat
dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.11
4. Samsarah
Samsarah (agen/makelar/distributor) adalah perantara perdagangan (orang
yang menjual barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual
dan pembeli untuk memudahkan jual beli. Akad ini biasa digunakan dalam
bisnis pialang dan Multi Level Marketing (MLM). Pada dasarnya, para ulama
seperti Ibn Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, memandang boleh jasa ini,
dengan ketentuan produk dan sistemnya halal dan tidak ada penipuan.12
5. Wakalah bil Ajr
Merupakan akad perwakilan dengan pemberian imbalan. Dalam aplikasi
perbankan akad ini terjadi bila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukaan L/C, inkasso, transfer
uang. Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak
nasabah.13
10Adiwarman A. karim, Bank Islam, Analisis Fikih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.149
11 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), 371
12 Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta : PT Pena Pundi Aksara, 2009), jilid III, h. 15913 H. R. Daeng Naja, Akad Bank Syariah, (Jakarta : PT Buku Seru, 2011), 56
8
![Page 10: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/10.jpg)
E. Aplikasi Ijarah dalam Lembaga Keuangan Syariah
1. Ijarah
Dalam praktek pembiayaan diperbankkan syariah, akad Ijarah muncul akibat
adanya kebutuhan barang oleh nasabah yang tidak memiliki kecukupan
financial. Secara teknis praktek ijarah merupakan perubahan cara pembayaran
sewa dari tunai dimuka menjadi angsuran dan atau pengunduran periode
waktu pembayaran. Nasabah mengajukan permintaan untuk menyewa barang
kepada bank. Bank kemudian mencari barang keinginan nasabah untuk
disewa, kemudian bank membayar sewa tersebut dimuka secara penuh kepada
pemilik barang. Selanjutnya, bank mengadakan akad sewa terhadap nasabah
dengan ketentuan angsuran hingga jatuh tempo (ijarah bil Ijarah/ ijarah
paralel).
2. Ijarah Muntahiya Bittamlik
IMBT pada dasarnya merupakan perpaduan antara ijarah dan jual beli. Dari
sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak pada opsi untuk membeli barang
dimaksud pada akhir periode. Sedangkan dari sisi jual-beli, perbedaan IMBT
terletak pada adanya pengunaan barang yang dimaksud terlebih dahulu
melalui akad ijarah, sebelum transaksi jual-beli dilakukan. Dalam pelaksanaan
IMBT tidak diperbolehkan adanya persyaratan oleh bank yang mengharuskan
nasabah membeli barang tersebut pada akhir periode. Hal ini, harus dihindari
karena berakibat pada pelanggaran ketentuan syariah dimana terjadi dua akad
di dalam satu transaksi (shafqatain fi shafqat).
9
![Page 11: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/11.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Al-Baijuri, Ibrahim, Hasyiyat al-Baidjuri ala Ibni Qasim, Surabaya : Nurul Huda, tanpa tahun.
Al-Jaziri, Abdurrahman, Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut : Dar al-Fikr, 1999.
Al-Kasani, Alauddin Abu Bakr bin Mas’ud, Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartib Ash-Shara’i, Karachi : H.M. Saeed Company, 1993.
Ayub, Muhamad, Understanding Islamic Finance, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Himpunan Fatwa dewan Syariah Nasional, Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, Jakarta: DSN-MUI, 2001.
Karim, Adiwarman A., Bank Islam, Analisis Fikih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Naja, H. R. Daeng, Akad Bank Syariah, Jakarta : PT Buku Seru, 2011.
Nor, Dumairi, dkk, Ekonomi Syariah versi Salaf, Pasuruan: Pustaka Sidogiri, 2007.
Sabiq, Sayyid Fiqh Sunnah, Jakarta : PT Pena Pundi Aksara, 2009.
Sholihin, Ahmad Ifham Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Zuhayli, Wahbah, Al Fiqhul Islami wa adillatuhu, Damaskus: Darul Fikr, 1985.
10
![Page 12: A k a d i j a r a h](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55721204497959fc0b8fe55e/html5/thumbnails/12.jpg)
11