repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · bab ii tinjauan pustaka...

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (tahan karat) (Agoes, 2008; Ditjen POM, 1995). Tablet adalah sediaan padat kompak yang dibuat secara kompa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan yang berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, dan zat pembasah (Ditjen POM, 1979). Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan farmasetika yang sesuai (Ansel, 1989). Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisika dan kimia, secara ekonomi dapat menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung obat dalam jumlah yang benar dalam penerimaan kepada pasien (ukuran, bentuk, rasa, warna), dan untuk mendorong pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaian obat (Agoes, 2008). Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 25-Feb-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet adalah sediaan padat yang

mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode

pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak

dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam

cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau

granul menggunakan cetakan baja (tahan karat) (Agoes, 2008; Ditjen POM, 1995).

Tablet adalah sediaan padat kompak yang dibuat secara kompa cetak

dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, mengandung satu jenis obat atau lebih

dengan atau tanpa zat tambahan yang berfungsi sebagai zat pengisi, zat

pengembang, zat pengikat, zat pelicin, dan zat pembasah (Ditjen POM, 1979).

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

dibuat dengan penambahan bahan farmasetika yang sesuai (Ansel, 1989).

Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisika dan kimia, secara ekonomi

dapat menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung

obat dalam jumlah yang benar dalam penerimaan kepada pasien (ukuran, bentuk,

rasa, warna), dan untuk mendorong pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan

pemakaian obat (Agoes, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

2.1.1 Jenis-Jenis Tablet

Menurut Ansel (1989), ada 13 jenis tablet, yaitu:

1. Tablet Kompresi

Yaitu tablet kompresi dibuat dengan sekali tekanan menjadi berbagai

bentuk tablet dan ukuran, biasanya kedalam bahan obatnya diberi tambahan

sejumlah bahan pembantu.

Bahan tambahan pembantu pada tablet kompresi antara lain:

(a) Pengencer atau pengisi, yang ditambahkan jika perlu kedalam formulasi

supaya membentuk ukuran tablet yang diinginkan.

(b) Pengikat atau perekat, yang membantu pelekatan partikel dalam formulasi.

(c) Penghancur, membantu menghancurkan tablet setelah pemberian sampai

menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.

(d) Antirekat pelincir atau zat pelincir, yaitu zat yang meningkatkan aliran bahan

memasuki cetakan tablet.

(e) Bahan tambahan lain, seperti zat warna dan zat pemberi rasa.

2. Tablet Kompresi Ganda

Yaitu tablet kompresi berlapis, dalam pembuatannya memerlukan lebih

dari satu kali tekanan. Hasilnya menjadi tablet dengan beberapa lapisan atau tablet

didalam tablet.

3. Tablet Salut Gula

Tablet kompresi ini mungkin diberi lapisan gula berwarna dan mungkin

juga tidak, lapisan ini larut dalam air dan cepat terurai begitu ditelan. Gunanya

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

melindungi obat dari udara dan kelembaban atau untuk menghindari gangguan

dalam pemakaiannya akibat rasa dan bau dari bahan obat. Kerugian dari lapisan

gula ini adalah pengolahannya membutuhkan waktu dan keahlian serta menambah

berat serta ukuran tablet.

4. Tablet Diwarnai Coklat

Yaitu lapisan coklat merupakan hal yang penting dalam sejarah karena

diwaktu itu hanya coklat yang dipakai untuk menyalut dan mewarnai tablet.

5. Tablet Salut Selaput

Tablet kompresi ini disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut

atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet.

Kelebihannya ialah lebih tahan lama, bahan yang digunakan lebih sedikit, dan

waktu yang lebih sedikit untuk penggunaannya.

6. Tablet Salut Enterik

Tablet salut enterik adalah tablet yang disalut dengan lapisan yang tidak

melarut dan tidak hancur di lambung tetapi di usus. Gunanya menghindari

terjadinya iritasi pada lambung.

7. Tablet Sublingual Atau Bukal

Yaitu tablet yang disisipkan di pipi dan di bawah lidah biasanya berbentuk

datar, agar di absorbsi melalui mukosa secara oral. Cara ini berguna untuk

penyerapan obat yang dirusak oleh cairan lambung atau sedikit sekali diabsorbsi

oleh saluran pencernaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

8. Tablet Kunyah

Tablet dikunyah lembut segera hancur ketika dikunyah atau dibiarkan

melarut dalam mulut, menghasilkan dasar seperti krim dari mannitol yang berasa

dan berwarna khusus.

9. Tablet Effervescent

Yaitu tablet berbuih dibuat dengan cara kompresi granul yang

mengandung garam effervescent atau bahan lain yang mampu melepaskan gas

ketika bercampur dengan air.

10. Tablet Triturat

Tablet ini bentuknya kecil dan biasanya silinder, dibuat dengan cetakan

atau dibuat dengan kompresi dan biasanya mengandung sejumlah kecil obat keras.

Tablet triturat harus mudah larut seluruhnya dalam air.

11. Tablet Hipodermik

Yaitu tablet yang dimasukkan di bawah kulit untuk digunakan oleh dokter

dalam membuat larutan parenteral secara mendadak.

12. Tablet Pembagi

Yaitu tablet untuk membuat resep lebih tepat, guna untuk pencampuran,

dan tidak pernah diberikan kepada pasien sebagai tablet itu sendiri. Tablet ini

relatif mengandung sejumlah besar bahan obat keras.

13. Tablet Dengan Penglepasan Terkendali

Yaitu tablet dan kapsul yang penglepasan obatnya secara terkendali.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

2.1.2 Komponen Tablet

Komponen-komponen dalam formulasi tablet kempa terdiri atas zat aktif,

bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur, dan bahan pelicin. Selain itu,

tablet dapat juga mengandung bahan pewarna yang diizinkan, bahan pengaroma,

dan bahan pemanis.

1. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit dikempa.

Berfungsi untuk memperbesar volume massa agar mudah dicetak. Contohnya:

laktosa, selulosa mikrokristal, dan pati.

2. Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu

digranulasikan serta menambah daya kohesi pada bahan pengisi. Misalnya:

gelatin, sukrosa, metil selulosa, dan gelatin.

3. Bahan penghancur membantu tablet agar hancur setelah ditelan. Contohnya:

pati, pati dan selulosa yang dimodifikasi secara kimia, asam alginat, dan

selulosa mikrokristal.

4. Bahan pelicin berfungsi mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet

dan juga berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan.

Misalnya: asam stearat, dan minyak nabati terhidrogenasi.

5. Bahan pewarna ditambahkan untuk meningkatkan nilai estetika atau untuk

memberikan identitas produk.

6. Bahan pengaroma berfungsi untuk menutupi rasa dan bau zat khasiat yang

tidak enak, biasanya digunakan untuk tablet yang penggunaannya lama di

mulut. Misalnya: macam-macam minyak atsiri (Syamsuni, 2006; Syamsuni,

2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

2.2 Antihistamin

Histamin (suatu autacoid atau hormon lokal) adalah suatu amin nabati

yang ditemukan oleh dr. Paul Ehrlich (1878) dan merupakan produk normal dari

pertukaran zat histisin melalui dekarboksilasi enzimatis. Asam amino ini masuk

kedalam tubuh terutama dalam daging (protein) yang kemudian diubah secara

enzimatis menjadi histamin (Tan, 2007).

Antihistamin digunakan dalam pengobatan penyakit alergi tertentu.

Kerjanya, menekan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh histamin, suatu zat kimia

yang dilepas selama proses reaksi antibodi dari respon alergi (Ansel, 1989).

Histamin bekerja dengan menduduki reseptor tertentu pada sel yang

terdapat pada permukaan membran. Saat ini didapatkan 3 jenis reseptor histamin

H1, H2, H3, reseptor tersebut termasuk golongan reseptor yang berpasangan dengan

protein (Setiabudy, 2008).

Obat antihistamin yang hingga kini dikenal dapat dibedakan menjadi dua.

Yang satu dirancang untuk antagonistik terhadap histamin yang berinteraksi

dengan reseptor H1, yang biasanya digunakan untuk mengurangi reaksi alergi

karena disebabkan oleh terlepasnya histamin dalam tubuh. Sedangkan yang lain

adalah antagonis terhadap histamina yang berinteraksi dengan reseptor H2

(Sardjoko, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

Obat ini menghambat secara selektif sekresi asam lambung yang

meningkat akibat histamin, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di

lambung. Efeknya adalah menurunkan tekanan darah. Senyawa ini banyak

digunakan pada terapi tukak lambung atau usus, gunanya sebagai zat pelindung

tambahan pada terapi. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan

adalah: simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin, dan roksatidi yang merupakan

senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin (Tan, 2007).

2.3 Ranitidin HCl

Gambar 1. Struktur Ranitidin Hidroklorida

Menurut Ditjen POM (1995), ranitidin hidroklorida memiliki informasi yaitu:

Rumus Molekul : C13H22N4O3S.HCl

Nama Umum : Ranitidin

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai kuning pucat, praktis tidak

berbau, peka terhadap cahaya dan kelembaban. Melebur

pada suhu lebih kurang 140ºC, dan disertai peruraian.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, cukup larut dalam etanol,

dan sukar larut dalam kloroform.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, dan tidak tembus cahaya.

Indikasi : Sebagai antagonis reseptor-H2

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

Ranitidin HCl (ranin, rantin, renatac, zantac, zantadin) merupakan

antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H2 sehingga secara efektif

dapat menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan volume

sekresi lambung. Ranitidin digunakan untuk tukak lambung atau usus dan

keadaan hipersekresi yang bersifat patologis. Efek samping dari ranitidin antara

lain adalah nyeri kepala, pusing, mual, dan diare. Setelah pemberian oral, ranitidin

diserap 39-87%. Ranitidin mempunyai masa kerja cukup panjang, pemberian

dosis 150 mg, efektif menekan sekresi asam lambung selama 8-12 jam.

Dosis: 150 mg 2 dd atau 300 mg sebelum tidur (Siswandono, 1995).

Ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif. Perangsangan reseptor

H2 akan merangsang sekresi asam lambung sehingga pada pemberian ranitidin

sekresi asam lambung akan dihambat (Setiabudy, 2008; Tan, 2007).

Daya menghambat senyawa ini terhadap sekresi asam lebih kuat. Tidak

merintangi perombakan oksidatif dari obat-obat lain sehingga tidak

mengakibatkan interaksi yang tidak diinginkan. Resorpsinya pesat dan baik (Tan,

2007).

Semua antagonis reseptor H2 mengatasi tukak lambung dengan cara

mengurangi sekresi asam lambung sebagai akibat penghambat reseptor

histamin H2. Terapi antagonis reseptor H2 dapat membantu proses penyembuhan

tukak lambung. Efek samping antagonis reseptor H2 adalah diare, gangguan

saluran pencernaan, sakit kepala, pusing, dan rasa letih (Depkes RI, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah

cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin diekskresi terutama melalui ginjal.

Karena ekskresi antagonis reseptor H2 terutama melalui ginjal maka pada pasien

gangguan fungsi ginjal dosis perlu dikurangi (Setiabudy, 2008).

2.4 Disolusi

Disolusi adalah persyaratan utama untuk dapat melewati dinding usus

pada tahap pertama. Pengujian disolusi digunakan untuk membuktikan kesesuaian

spesifikasi, dan dapat merupakan persyaratan dalam registrasi obat (Agoes, 2008).

Laju disolusi merupakan tahap yang menentukan laju, akibatnya laju

disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas, dan lama respons. Cara pengujian

disolusi tablet dinyatakan dalam masing-masing monografi obat. Pengujian

merupakan alat yang objektif dalam menetapkan sifat disolusi suatu obat yang

berada dalam sediaan padat. Tablet harus memenuhi persyaratan seperti yang

terdapat dalam monografi untuk kecepatan disolusi (Ansel, 1989).

Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan

disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan

kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah (Ditjen POM,

1995).

Pengujian kehancuran yang dicantumkan dalam seluruh farmakope

menggambarkan kriteria kualitas yang penting untuk peroralia (tablet, tablet salut,

granulat, dan kapsul), meskipun demikian pernyataannya dalam pandangan

terhadap ketersediaan terbatas. Suatu kehancuran total menawarkan persyaratan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

yang lebih baik untuk pelepasan, meskipun bahan pembantu dapat membungkus

bahan obat sedemikian rupa, sehingga melarutnya keluar dari produk hancur

sangat terhambat. Oleh karena itu, kecepatan pelarutan dari bahan aktif sering kali

menggambarkan langkah penentu kecepatan (Voigt, 1994).

2.4.1 Alat Uji Disolusi

Menurut Ditjen POM (1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan

yang tertera dalam masing-masing monografi, yaitu:

a. Alat 1 (metode basket)

Alat terdiri atas wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan

lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak dan

keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam tangas air

sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah 37°C ± 0,5° selama

pengujian berlangsung. Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat

diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan, atau getaran

signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Wadah

disolusi dianjurkan berbentuk silinder dengan dasar setengah bola,

tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 nm hingga 106 mm, dan

kapasitas nominal 1000 ml. Batang logam berada pada posisi tertentu sehingga

sumbunya tidak lebih dari 2 mm, berputar dengan halus dan tanpa goyangan

yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga

memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing

monografi dalam batas lebih kurang 4%.

b. Alat 2 (metode dayung)

Sama seperti alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri atas

daun dan batang sebagai pengaduk. Batang dari dayung tersebut sumbunya

tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar

dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Dayung memenuhi spesifikasi pada

jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dengan bagian dalam dasar wadah, dan

mempertahankan suhu dalam wadah 37°C ± 0,5° selama pengujian

berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan dapat

disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam

ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar.

2.4.2 Faktor Pengujian Disolusi

Menurut Agoes (2008), faktor yang mempengaruhi pengujian disolusi

suatu obat dari sediaan dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok:

1. Faktor terkait pada sifat fisiko kimia obat.

2. Faktor terkait pada formulasi obat.

3. Faktor terkait dengan bentuk sediaan.

4. Faktor terkait pada alat uji disolusi.

5. Faktor terkait pada parameter pengujian disolusi.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

2.4.3 Kegunaan Uji Disolusi

1. Uji disolusi digunakan untuk memenuhi persyaratan resmi sediaan yang tertera

dalam Farmakope Indonesia.

2. Uji disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu tetap dalam praktik

manufaktur obat yang baik.

3. Data disolusi berguna dalam tahap awal pengembangan zat formulasi.

4. Memberikan sarana untuk mengevaluasi parameter penting seperti ketersediaan

hayati yang memadai, dan memberikan informasi yang penting untuk

formulator dalam pengembangan bentuk sediaan yang mempunyai daya terapi

yang lebih optimal.

5. Berhubungan dengan ketersediaan hayati suatu produk sehingga uji disolusi

dapat memastikan ketersediaan hayati produk antar bets yang memenuhi

kriteria disolusi (Siregar, 2010).

2.4.4 Media Disolusi

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, media disolusi yang digunakan

adalah media yang tertera pada masing-masing monografi. Bila media disolusi

berupa larutan dapar. pH larutan harus diatur sehingga berada dalam batas 0,05

satuan pH yang tertera pada masing-masing monografi. Pada umumnya, media

disolusi adalah air atau dapar yang sesuai, dan jumlah media disolusi sebanyak

900 ml dalam tiap wadah disolusi (Ditjen POM, 1995; Siregar, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

2.4.5 Kecepatan Pengadukan

Untuk tiap uji disolusi dalam Farmakope Indonesia edisi IV, kecepatan

pengadukan ditetapkan dengan satuan rpm. Jika ditetapkan, kecepatan 100 rpm

untuk Alat 1 (metode basket), dan 50 rpm untuk Alat 2 (metode dayung).

Kecepatan pengadukan harus seragam selama pengujian. Kadang–kadang motor

pemutar pengaduk dapat secara berkala lambat atau cepat. Oleh karena itu, harus

dicek pada awal dan akhir tiap pengujian (Siregar, 2010).

Menentukan kecepatan disolusi obat pada rentang pH larutan sangat

penting karena dapat digunakan untuk mengetahui berapa persentase zat aktif

dalam obat yang dapat terlarut dan terabsorbsi masuk ke dalam peredaran darah

untuk memberikan efek terapi pada tubuh (Kurniawan, 2009).

2.4.6 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang

diuji sesuai dengan tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap,

kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 atau S2. Harga Q adalah jumlah

zat aktif yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi,

dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam tabel

adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama

dengan Q (Ditjen POM, 1995).

Pada tahap 1 (S1), 6 tablet diuji dengan kriteria tiap unit sediaan tidak

kurang dari Q + 5%. Bila pada tahap ini tidak memenuhi syarat, maka akan

dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap 2 (S2). Pada tahap ini 6 tablet

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

tambahan diuji lagi, dengan kriteria rata-rata dari 12 unit tablet (S1 + S2) adalah

sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil

dari Q – 15%. Bila tetap tidak memenuhi syarat, maka pengujian dilanjutkan lagi

ke tahap 3 (S3). Pada tahap ini 12 tablet tambahan diuji lagi, dengan kriteria rata-

rata dari 24 unit tablet (S1 + S2 + S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q,

tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satu

unitpun yang lebih kecil dari Q – 25% (Ditjen POM, 1995).

Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah

ini.

Tabel 1. Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan

S1

6

Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2

6

Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%

S3

12

Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satu unitpun yang lebih kecil dari Q – 25%

Keterangan: S1 : Tahap pertama S2 : Tahap kedua S3 : Tahap ketiga Q : Jumlah zat aktif yang terlarut yang tertera dalam masing-masing monografi.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

2.4.7 Alat Penetapan Laju Disolusi

1. Alat pendisolusi zat aktif, adalah alat untuk melepaskan dan melarutkan zat

aktif dalam media. Alat ini disebut alat uji disolusi.

2. Alat untuk menganalisis konsentrasi zat aktif dalam sampel media disolusi

yang diambil sampelnya pada beberapa titik waktu yang telah ditetapkan atau

pada satu titik waktu seperti uji disolusi pada umumnya di Farmakope

Indonesia edisi IV. Metode ini disebut metode disolusi satu titik, dimana alat

analisis yang digunakan adalah spektrofotometer, spektrofluorometer atau

kromatografi cair kinerja tinggi (Siregar, 2010).

2.5 Spektrofotometri UV

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan

fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang

gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang

diabsorbsi. Spektrofotometer yaitu suatu alat yang digunakan untuk menentukan

suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan cara mengukur

absorbansi dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi (Khopkar, 2008).

Spektrofotometri UV adalah pengukuran panjang gelombang, intensitas

sinar ultraviolet, dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet

berada pada panjang gelombang 200-400 nm (Dachriyanus, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 38893... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet2013-10-26 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia

Prosedur dasar dalam analisa kuantitatif secara spektroskopi adalah

membandingkan absorbsi energi radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu

oleh suatu larutan contoh terhadap suatu larutan standar. Pada daerah spektrum

ultraviolet banyak senyawa yang mampu menyerap radiasi, sehingga perlakuan

pendahuluan yang diperlukan melibatkan pemisahan dari zat pengganggu

(Sudarmadji, 1989).

Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat, dan sangat cocok untuk

digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai

gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan

spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).

Spektrum UV merupakan korelasi antara absorbansi dengan panjang

gelombang. Penyerapan sinar UV pada umumnya dihasilkan oleh eksitasi

elektron-elekron ikatan, akibatnya panjang gelombang yang mengabsorbsi dapat

dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada dalam suatu molekul (Rohman,

2007).

Spektrofotometri UV dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan

sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Pada aspek kualitatif, data

spektrofotometri UV secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk identifikasi

kualitatif obat. Sedangkan pada aspek kuantitatif, radiasi yang diserap oleh

cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan

dengan intensitas sinar yang diserap (Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara