94114669-enzim-sifat-dan-cara-kerja.pdf
TRANSCRIPT
ENZIM (SIFAT – SIFAT UMUM)
Kontribusi : Wheny
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Enzim merupakan polimer biologik yang mengatalisis lebih dari satu proses
dinamik yang memungkinkan kehidupan seperti yang kita kenal sekarang. Sebagai
determinan yang menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik,
enzim memainkan peranan sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan
makanan untuk memasok energi serta unsur-unsur kimia pembangunan tubuh (building
blocks); perakitan building blocks tersebut menjadi protein, membran sel, serta DNA
yang mengkodekan informasi genetik; dan akhirnya penggunaan energi untuk
menghasilkan gerakan sel, semua ini dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim
yang terkoordinasi secara cermat. Sementara dalam keadaan sehat semua proses
fisiologis akan berlangsung dalam cara yang tersusun rapi serta teratur dan homeostatis
tetap dipertahankan, homeostatis dapat mengalami gangguan berat pada keadaan
patologis. Sebagai contoh, cedera jaringan hebat yang mencirikan penyakit sirosis
hepatis dapat menimbulkan gangguan berat pada kemampuan sel membentuk enzim-
enzim yang mengatalisis berbagai proses metabolisme penting seperti sintesis ureum.
Ketidakmampuan mengubah ammonia yang toksik menjadi ureum yang nontoksik
sebagai akibat dari penyakit tersebut akan diikuti dengan intoksikasi ammonia, dan
akhirnya koma hepatikum. Suatu spektrum penyakit genetik langka tetapi yang sering
sangat menurunkan keadaan umum penderitanya dan kerap fatal, memberi contoh-
contoh tambahan dramatis tentang konsekuensi fisiologis drastis yang dapat menyertai
gangguan terhadap aktivitas bahkan hanya satu enzim.
Menyusul suatu cedera jaringan berat (misal, infark jantung atau paru, cedera
remuk pada anggota gerak) atau pertumbuhan sel yang tidak terkendali (misal,
karsinoma prostat), enzim yang mungkin khas bagi jaringan tertentu akan dilepas ke
dalam darah. Dengan demikian, pengukuran terhadap enzim intrasel ini didalam serum
dapat memberikan informasi diagnostik dan prognostic yang tidak ternilai bagi dokter.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1) Klasifikasi Enzim berdasarkan tipe dan mekanism reaksi.
2) Enzim memerlukan koenzim.
3) Enzim murni berfungsi sangat penting bagi pemahaman struktur, fungsi,
mekanisme reaksi, dan pengaturan enzim.
4) Enzim dapat ditemukan di dalam organel spesifik
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusam masalah maka makala ini bertujuan sebagai berikut:
1) Mengetahui Klasifikasi Enzim berdasarkan tipe dan mekanism reaksi.
2) Mengetahui bahwa Enzim memerlukan koenzim.
3) Mengetahui Enzim murni berfungsi sangat penting bagi pemahaman struktur,
fungsi, mekanisme reaksi, dan pengaturan enzim.
4) Mengetahui Enzim dapat ditemukan di dalam organel spesifik
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ENZIM DIKLASIFIKASIKAN BERDASARKAN TIPE DAN
MEKANISME REAKSI
Satu abad lalu, baru ada beberapa enzim yang dikenal dan kebanyakan di
antaranya mengatalisis reaksi hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini diidentifikasi
dengan penambahan akhiran –ase pada nama substansi atau substrat yang
dihidrolisisnya. Jadi, lipase menghidrolisis lemak (Yunani lipos), amilase
menghidrolisis pati (Yunani amylon), dan protease menghidrolisis protein. Meskipun
banyak sisa peristilahan ini masih tetap bertahan sampai sekarang, pemakaiannya sudah
terbukti tidak memadai ketika ditemukan berbagai enzim yang mengatalisis reaksi yang
berbeda terhadap substrat yang sama, misal, oksidasi atau reduksi terhadap fungsi
alcohol suatu gula. Sementara akhiran -ase tetap digunakan, nama enzim yang ada
sekarang ini lebih menekankan pada tipe reaksi yang dikatalisisnya. Sebagai contoh,
enzim dehidrogenase mengatalisis pengeluaran hidrogen, sementara enzim transferase
mengatalisis reaksi pemindahan gugus. Dengan semakin banyaknya enzim yang
ditemukan, ketidakjelasan juga semakin tak terelakkan, dan kerap kali tidak jelas enzim
mana yang tengah dibicarakan oleh seorang penyelidik. Untuk mngatasi permasalahan
ini, International Union of Biochemistry (IUB) telah mengadopsi sebuah sistem yang
kompleks tetapi tidak meragukan bagi peristilahan enzim yang didasarkan pada
mekanisme reaksi. Meskipun kejelasan dan pengurangan keraguan tersebut membuat
sistem nomenklatur IUB dipakai untuk ujian riset, nama yang lebih pendek tetapi
kurang begitu jelas tetap digunakan dalam buku ajar dan laboratorium klinik. Karena
alasan tersebut, sistem IUB hanya disampaikan secara sepintas.
1) Reksi dan enzim yang mengatalisis reaksi tersebut membentuk enem kelas,
masing-masing mempunyai 4-13 subkelas.
2) Nama enzim terdiri atas 2 bagian. Nama pertama menunjukkan substrat.
Nama kedua, yang berakhir dengan akhiran –ase, menyatakan tipe reaksi yang
dikatalisis.
3) Informasi tambahan, bila diperlukan untuk menjelaskan reaksi, dapat
dituliskan dalam tanda kurung pada bagian akhir; misal, enzim yang mengatalisis reaksi
3
L-malat + NAD+ → piruvat + CO2 + NADH + H + diberi nama 1.1.1.37 L-malat: NAD+
oksidoreduktase (dekarboksilasi).
4) Setiap enzim mempunyai nomor kode (EC) yang mencirikan tipe reaksi ke
dalam kelas (digit pertama), subkelas (digit kedua), dan subsubkelas (digit ketiga). Digit
keempat adalah untuk enzim spesifik. Jadi, EC 2.7.1.1 menyatakan kelas 2
(transferase), subkelas 7 (transfer fosfat), subsubkelas 1 (alcohol merupakan aseptor
fosfat). Digit terakhir menyatakan heksokinase atau ATP: D-heksosa 6-fosfotrasferase,
sebuah enzim yang mengatalisis pemindahan fosfat dari ATP ke gugus hidroksil pada
atom karbon keenam molekul glukosa.
2.2 ENZIM MEMERLUKAN KOENZIM
Banyak enzim yang megatalisis proses pemindahan gugus dan reaksi lain
memerlukan, di samping substratnya, sebuah molekul organik sekunder yang dikenal
sebagai koenzim karena tanpa koenzim, enzim tersebut tidak aktif. Koenzim akan
memperbesar kemampuan katalitik sebuah enzim sehingga menjadi jauh melebihi
kemampuan yang ditawarkan hanya oleh gugus fungsional asam aminonya, yang
menyusun massa enzim tersebut. Koenzim yang berikatan secara erat dengan enzim
lewat ikatan kovalen atau gaya nonkovalen kerap kali disebut sebagai gugus prostetik..
Koenzim yang mampu berdifusi secara bebas umumnya berfungsi sebagai unsur
pembawa (yang didaur ulang secara kontinu) hydrogen (FADH), hidrida (NADH dan
NADPH), atau unit-unit kimia seperti gugus asil (koenzim A) atau gugus metil (folat),
membawanya bolak-balik antara tempat pembentukannya dan pemakaiannya. Oleh
karena itu, koenzim yang disebut belakangan ini dapat dianggap sebagai substrat
sekunder.
Jenis-jenis enzim yang membutuhkan koenzim adalah enzim yang mengatalisis
reaksi oksidoreduksi, pemindahan gugus serta isomerisasi, dan reaksi yang membentuk
ikatan kovalen (kelas IUB 1,2,5, dan 6). Reaksi lisis, termasuk reaksi hidrolisis yang
dikatalisis oleh enzim-enzim pencernaan, tidak memerlukan koenzim.
2.2.1 Koenzim Dapat dianggap Sebagai Subtrat Sekunder
Untuk dua laasan penting, akan sering kali membantu untuk menganggap
koenzim sebagai substrat sekunder. Alasan pertama, perubahan kimia di dalam koenzim
terjadi tepat mengimbangi perubahan kimia yang berlangsung di dalam substrat.
4
Sebagai contoh, dalam reaksi oksideruduksi, jika satu molekul substrat dioksidasi, satu
molekul koenzim akan direduksi.
Aalsan kedua untuk memberi koenzim penghargaan yang sama adalah bahwa
aspek reaksi ini mungkin mempunyai makna fisiologik mendasar yang lebih besar.
Sebagai contoh, peran penting kmampuan otot yang bekerja secara anaerob untuk
mengubah piruvat menjadi laktat tidak terletak pada piruvat ataupun laktat. Reaksi
tersebut semata-mata bertujuan mengoksidasi koenzin NADH yang tereduksi menjadi
NAD+. Tanpa NAD+ glikolisis tidak dapat berlanjut dan sintesis ATP Anaerob (dan
dengan demikian, aktivitas kerjannya) akan terhenti. Di bawah keadaan anaerob,
reduksi piruvat menjadi laktat menghasilkan oksidasi ulang NADH dan memunkinkan
sintesis ATP. Reaksi lain dapat melakukan funsi ini sama baiknya. Sebagai contoh pada
bakteri atau ragi yang tumbuh secara anaerob, metabolit yang berasal dari piruvat
bertindak secara oksidan bagi NADH dan mereka sendiri berada dalam keadaan
tereduksi.
OH O
CH O C O
H3C C H3C C
I-Laktat Piruvat
NAD+ NADH + H+
Gambar : NAD+ bekerja sebagai kosubstrat dalam reaksi laktat hidrogenase.
5
Tabel . Mekanisme bagi regenerasi Anaerob NAD+
Oksidan Produk Tereduksi Bentuk KehidupanPiruvat
Asetaldehid
Dihidroksiasoton fosfat
Fruktosa
Laktat
Etanol
α-Gliserofosfat
Matinol
Otot, bakteri laktat, ragi
(yeast) Eschrichia coli
bakteri heterolaktat
2.2.2 Fungsi Koenzim sebagai Reagensia Pemindah Gugus
Tipe reaksi biokimia pemindahan gugus
D – G + A A – G + D
Yang memindahkan gugus molekul fungsional (G) dari molekul donor (D-G)
kepada sebuah molekul aseptor akhir (misal, reaksi dahidrogenasi) atau sebagai
pembawa gugus intermediet (misal, reksi transaminasi). Diagram berikut melukiskan
konsep yang disebut terakhir ini.
D – H KoE A – H
D KoE - H A
Meskipun diagram ini mengesankan pembentukan hanya satu kompleks KoE-G
tunggal saat berlangsungnya seluruh reaksi, sebenarnya ada berbagai kompleks
intermediet KoE-G yang dapat terlibat dalam suatu reaksi tertentu (misal, transaminasi).
Jika gugus yang dipindahkan merupakan hydrogen, adalah biasa untuk
menggambarkan hanya “separuh reaksi” di sebelah kiri:
D – H KoE
D KoE - H
6
Bahwa hal ini sebenarnya merepresentasikan hanya suatu kasus khusus dari
pemindahan gugus yang biasa dapat paling mudah dipahami dalam pengertian reksi
yang berlangsung di dalam sel utuh.
2.2.3 Koenzim Dapat Diklasifikasikan Menurut Gugus yang Pemindahannya
Dipermudah oleh Koenzim tersebut
Berdasarkan konsep di atas, kita dapat mengklasifikasikan koenzim sebagai
berikut:
Untuk pemindahan gugus bukan hydrogen:
Gula fosfat
KoA-SH
Tiamin pirofosfat
Piridoksal fosfat
Koenzim folat
Biotin
Koenzim kobamida (B12)
Asam lipoat
Untuk pemindahan hidrogen:
NAD+, NADP+
FMN, FAD
Asam lipoat
Koenzim Q
2.2.4 Banyak Koenzim Merupakan Derivat Vitamin B dan Derivat Adenosin
Monofosfat
Vitamin B membentuk bagian dalam struktur banyak koenzim. Vitamin B
nikotinamida, tiamin, riboflafin dan asam pantotenat merupakan unsur esensial
yang membentuk koenzim bagi oksidasi serta reduksi biologik, dan koenzim kobamida
serta asam folat berfungsi dalam metabolisme satu karbon. Banyak koenzim
mengandung adenin, ribose, serta fosfat, dan merupakan darivat adenosin monofosfat
(AMP). Contoh-contohnya mencakup NAD+ dan NADP+.
7
2.3 ENZIM MENGATALISIS REAKSI SPESIFIK ATAU REAKSI TIPE
Kesanggupan enzim mengatalisis satu reaksi spesifik dan pada hakikatnya tidak
mengatalisis reaksi yang lain mungkin merupakan sifat enzim yang paling signifikan.
Laju proses metabolisme karenanya dapat diatur oleh perubahan dalam efisiensi
katalitik enzim spesifik. Banyak enzim mengatalisis jenis reaksi yang sama
(pemindahan fosfat, reduksi-oksidasi, dl) dengan hanya sejumlah kecil substrat yang
secara structural berhubungan, kendati sering pada kecepatan reaksi yang secara
bermakna lebih rendah. Berbagai reaksi dengan substrat alternatif ini cenderung terjadi
kalau substrat terdapat dalam konsentrasi yang tinggi. Meskipun kadar sedemikian
jarang ditemukan di dalam sel hidup, kadar ini dapat diciptakan di laboratorium. Disini,
substrat alami dan sintetik alternatif digunakan untuk memfasilitasi pendeteksian enzim
dan penelitian mengenai mekanisme katalitiknya.
Gambar : Pelekatan tiga titik sebuah substrat ke tapak – aktif enzim yang berbentuk
planar
2.3.1 Enzim Memperlihatkan Spesifisitas Optis
Kecuali enzim epimerase (rasemase) yang mengatalisis interkonversi isomer
optis, umumnya semua enzim akan memperlihatkan spesifisitas optis absolut untuk
paling tidak suatu porsi molekul substrat. Dengan demikian, enzim dari lintasan
glikolisis dan oksidasi langsung akan mengatalisis interkonversi gulafosfat-D tetapi
tidak gulafosfat-L. Dengan beberapa pengecualian (misal, enzim D-asam amino
oksidase pada ginjal), kebanyakan enzim mamalia bekerja pada isomer-L asam amino.
Spesifisitas optis dapat meluas hingga satu porsi tertentu atau hingga keseluruhan
melekul substrat tersebut. Enzim glikosidase menggambarkan kedua ujung ekstrem.
Enzim ini mengatalisis hidrilisis ikatan glikosida antara gula dan alcohol, bersifat
8
sangat spesifik untuk bagian gula serta untuk ikatan (α atau β), tetapi relatif nonspesifik
untuk aglikon (porsi alcohol).
2.3.2 Enzim Bersifat Spesifik bagi Tipe Reaksi yang Dikatalisisnya
Enzim untuk proses lisis (enzim lisis) bekerja pada kelompok kimia khusus,
misal, enzim glikosidase pada glikosida, pepsin serta tripsin pada ikatan peptida, dan
esterase pada senyawa-senyawa ester. Berbagai substrat peptida yang berbeda dapat
diserang oleh hanya satu enzim sehingga mengurangi jumlah enzim pencernaan yang
seharusnya diperlukan. Enzim protease dapat pula mengatalisis proses hidrolisis
senyawa ester. Penggunaan ester sebagai substrat untuk sintesis telah mempermudah
penelitian terhadap mekanisme kerja enzim protease.
Enzim-enzim lisis tertentu memperlihatkan spesifisitas yang lebih tinggi. Enzim
kimotripsin menghidrolisis ikatan peptida; pada reaksi ini, gugus karboksil berasal dari
asam amino aromatik fenilalanin, tirosin, atau triptofan. Enzim karboksipeptidase dan
aminopeptidase melepas asam-asam amino satu persatu, masing-masing secara
berturutan, dari ujung terminal karboksil atau terminal amino rantai polipeptida.
Meskipun beberapa enzim oksidoreduktase memanfaatkan NAD+ dan NADP+
sebagai akseptor elektronnya, kebanyakan hanya menggunakan salah satu di antaranya.
Secara umum, enzim oksidoreduktase yang berfungsi dalam proses biosintesis sistem-
sistem mamalia (misal, sintesis asam lemak atau sterol) menggunakan NADPH sebagai
reduktan sementara enzim yang berfungsi dalam proses penguraian (misal, glikolisis,
oksidasi asam lemak) menggunakan NAD+ sebagai oksidan.
2.4 AKTIVITAS KATALITIS YANG DIMILIKI ENZIM MEMFASILITASI
PENDETEKSIAN ENZIM TERSEBUT
Jumlah enzim yang kecil di dalam sel mempersulit pengukuran kadarnya di
dalam ekstrak jaringan atau cairan. Untungnya, aktivitas katalitis yang dimiliki enzim
dapat menjadi sarana pemeriksaan yang sensitive dan spesifik bagi pengukuran kadar
enzim itu sendiri. Kemampuan mengatalitis transformasi ribuan, puluhan ribu, atau
bahkan lebih molekul substat menjadi produk dalam periode waktu yang singkat
memberikan kepada setiap molekul enzim kemampuan untuk secara kimiawi
menguatkan keberadaannya.
9
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
200 250 300 350 400
Panjang gelombang (nm)
De
ns
itas
Op
tik
Untuk mengukur kadar enzim di dalam sebuah sampel ekstrak jaringan atau
cairan biologik lain, kecepatan reaksi yang dikatalitis oleh enzim dalam sampel tersebut
harus ditentukan. Dalam kondisi yang tepat, hasil pengukuran kecepatan reaksi harus
sebanding dengan jumlah enzim yang ada. Karena jumlah molekul atau massa enzim
yang ada sukar ditentukan, hasil pengukuran tersebut dinyatakan dalam unit enzim..
Jumlah relatif enzim dalam berbagai ekstrak kemudian dapat dibandingkan.
International Union of Biocemistry mengartikan satu unit aktivitas enzim sebagai 1
mikromol (1 µmol; 10-6) substrat yang bereaksi atau produk yang ditransformasikan per
menit.
2.4.1 Kadar Dehidrogenase Tergantung-NAD+ Diukur pada 340 nm
Dalam reaksi yang melibatkan NAD+ atau NADP+ (enzim-enzim dehidrogenase),
sifat NADH atau NADPH (tetapi bukan NAD+ atau NADP+ ) yang menyerap cahaya
dengan panjang gelombang 340 nm (Gambar 8-4) membawa manfaat. Oksidasi NADH
menjadi NAD+ terjadi disertai dengan penurunan densitas optik (OD, optical density)
pada 340 nm, yang proporsional dengan jumlah NADH yang dioksidasi. Demikian
pula, kalau NAD+ direduksi, OD pada 340 nm akan meningkat sebanding dengan
jumlah NADH yang terbentuk. Perubaahan OD pada 340 nm ini dapat dimanfaatkan
bagi pemeriksaan analisis kuantitatif setiap enzim dehidrogenase yang bergantung
NAD+ atau NADP+ sebagai berikut. Bagi enzim dehidrogenase yang mengatalitis
oksidasi NADH oleh substratnya yang teroksidasi, kecepatan penurunan OD pada 340
nm akan berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Oleh karena itu, hasil pengukuran
kecepatan oenurunan OD pada 340 nm memungkinkan kita menyimpulkan kuantitas
enzim, yang dinyatakan dengan unit aktivvitas, yang terdapat di dalam sampel biologik
tertentu seperti serum atau ekstrak jaringan
.
10
NADH
NAD+
Gambar : Spektrum Absopsi NAD+ dan NADH. Densitas yang tampak di sini adalah
untuk 44 Mg/L, larutan di dalam sebuah sel dengan lintasan cahaya 1 cm NADP+
mempunyai spectrum yangmasing-masing analog dengan spectrum NAD+ dan NADH.
2.4.2 Kadar Banyak Enzim Dapat Diukur dengan Merangkaikannya pada Enzim
Dehidrogenase
Pada contoh diatas, laju pembentukan produk (NADH) diukur untuk menentukan
aktivitas enzim. Enzim selain dehidrogenase diukur kadarnya lewat pengukuran
kecepatan kemunculan produk (atau, yang lebih jarang dilakukan, lewat pengukuran
kecepatan hilangnya substrat). Sifat-sifat fisiokimiawi produk atau substrat akan
menentukan metode spesifik yang dipilih untuk mengukur kadar enzim. Cara yang
sering dan mudah dilakukan adalah “merangkaikan” (coupling) produk reaksi dengan
sebuah enzim dehidrogenase, dengan produk srbagai substrat.
11
2.5 ENZIM MURNI BERFUNGSI SANGAT PENTING BAGI PEMAHAMAN
STRUKTUR, FUNGSI, MEKANISME REAKSI, DAN PENGATURAN
ENZIM.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pemurnian enzim adalah mengisolasi enzim
spesifikasi dan ekstra sel “Mentah” (crude) yang mengandung banyak komponen lain.
Molekul-molekul kecil dapat disingkirkan lewat dialysis atau filtrasi gel, asam nukleat
melalui pngendapan dengan antibiotik streptomisin, dan seterusnya. Permaslahannya
adalah memisahkan enzim yang kita kehendaki dari ratusan protein yang mempunyai
stuktur kimia dan fisika yang seupa.
Perjalanan suatu pemurnian tipikal dan enzim hati dengan pemulihan yang baik
serta pemurnian keseluruhan yang besarnya mencapai 490 kali lipat.
Glukosa
ATP, Mg 2+
ADP, Mg2+
Glukosa-6-Fosfat
NADP+
+ H+
6-Fosfoglukonolakton
Enzim Diperoleh dari Sumber-Sumber Alami atau dari Sel Tempat Enzim
Tersebut Siekspresikan oleh Gen yang diKlon.
Dulu, riset awal terhadap enzim terbatas pada protein yang dapat dimurnikan dari
sel-sel binatang, tanaman, atau bakteri tempat enzim tersebut terdapat secara alami.
Sekarang, teknologi DNA rekombinan telah memungkinkan ilmuwan memprouksi
protein di dalam sel tempat protein tersebut normalnya tidak ditemukan. Sel-sel hospes
tipikal adalah bakteri dan ragi yang secara kuantitas mudah tumbuh. Kemmapuan
mengekspresikan protein rekombinan pada tingkat yang relatif tinggi menjadikan para
ilmuwan mempu mengisolasi enzim yang sulit dimurnikan karena konsentrasi
rendahnya di dalam sel tempat mereka ditemukan secara alami. Lebih lanjut, melalui
perubahan DNA yang mengkodekan protein melalui mutagenesis berorientasi –tapak
12
NADP
GLUKOSA-6-FOSFAT DEHIDROGENAE
HEKSOKINASE
(site-directed mutagenesis), para Ilmuwan dapat menambah, menghilangkan, atau
mengubah asam-asam amino spesifik dalam enzim rekombinan untuk untuk
memfasilitasi penentuan peran fungsional dan strukturalnya. Perubahan dapat pula
dilakukan untuk membuat protein lebih mudah dimurnikan. Bagaimanapun, pmurnian
enzim dan sumbernya yang alami tetap merupakan hal yang penting, khususnya guna
mengidentifikasi sifat serta peran modifikasi posstranslasi yang yang berfungsi
mengatur lokasi enzim serta efisiensi katalik.
Pemurnian Dilakukan menggunakan Kromatografi pada pertukaran Ion atau
pada Penyangga Penyisih Ukuran.
Porosdur pemurnian klasik yang bermanfaat adalah pengendapan dengan berbagai
konsentrasi garam (umumnya garam ammonium atau natrium sulfat) atau pelarut
(aseton atau etanol), pemanasan diferensial atau denaturasi PH Diferensil, sentifugasi
diferensial, filtrasi gel, dan elektroferosis. Adsopsi selektif dan elusi protein dari zat
penukar anio selulosa, yaitu deitilaminoetil (DEAE) selulosa dan zat penukar anion
selulosa, yaitu karboksimetil selulosa (CMC, carbokxymethylcellulose) juga telah
memberikan hasil yang sangat baik bagi pemurnian protein secara cepat dalam jumlah
besar.
Sebagi contoh,PH ekstrak ekuesosa jaringan hati diatur hingga 7, 5 yang pada PH ini,
sebagian besar protein akan memiliki muatan netto negatif. Campuran protein dapat
larut ini kemudian dialirkn lewat kolom selulosa DEAE pada PH 7.5 bemuatan negatif
akan terikat ke DEAE lewat interkasi muatan yang berlawanan, sementara protein yang
tidak bermuatan atau yang mempunyai muatan positif mengalir langsung lewat kolom
tersebut. Kemudian, kolom selulosa DEAE ini dielusikan menggunakan gradien NaCl,
yang memiliki kisaran dari konsntrasi rendah hingga tinggi, dan dilarutkan dalam
pendapan denganPH 7,5. karena Cl- bersaing dengan protein untuk berikatan ke
penyangga yang bermuatan positif, protein untuk elusikan secara selektif; protein yang
memiliki ikatan paling lemah diikat paling awal, dan protein yang memiliki ikatan
paling kuat diikat palinh akhir. Pemisahan protein analog dolakukan mengyunakn
penyangga bermuatan negatif seperti karboksimetilselulosa atau fosfoselulosa pada PH
yang sedikit lebih rendah untuk memastikan bahwa protein bermuatan lebih positif.
Pemisahan protein dapat pula dilakukan pada baha berpori yang dikenal sebagai
“ayakan molecular”.. Kalau campuran protein dialirkan lewat kolom yang mengandung
ayakan molecular, protein yang berukuran kecil akan tersebar baik di dalam ruang antar
13
partikel maupun di dalam ruang internal atau pori-pori penyangga. Ketika campuran
protein dengan ukuran yang berbeda-beda mengalir lewat kolom, mobilitas protein
yang berukuran kecil akan terhambat, relatif terhadap protein yang ukurannya terlalu
besar untuk masuk ke dalam pori- poi ini. Dengan demikian,protein berukuran besar
akan muncul dari dalam kolom sebelum protein yang berukuran kecil.
Tabel : Rangkuman skema pemurnian enzim tipikal
Fraksi Enzim Aktivitas
Total (mU)1
Protein
Total (mg)
Aktivitas
Spesifik
(mU/mg)
Pemulihan
Keseluruhan
Homogenat hati mentah
Cairan supernatan, pemusingan 100.000 x g
Endapan [NH4]2SO4 40 – 50 %
Endapan aseton 20 – 35 %
Fraksi kolom DEAE 80 – 110
Endapan [NH4]2SO4 43 – 48 %
Kristal pertama
Rekritalisasi
100.000
98.000
90.000
60.000
58.000
52.000
50.000
49.000
10.000
8.000
1.500
250
29
20
12
10
10
12, 2
60
240
2.000
2.600
4.160
4.900
(100)
98
90
60
58
52
50
49
Penyangga Kromatografi Afinitas Mampu Mengenali Regio Enzim Spesifik
Ciri yang menonjol pada kromatografi afinitas adalah kemampuannya untuk
secara selektif mengeluarkan satu protein tertentu, atau yang paling sering, sejumlah
kecil protein tertentu, dari campuran protein yang kompleks. Teknik ini menggunakan
suatu ligand tak bergerak yang mengadakan interaksi spesifik dengan enzim yang ingin
dimurnikan. Kalau campuran protein tersebut dipanjankan pada ligand tersebut. Protein
yang tidak di kehendaki akan mengalir lewat kolom dan dibuang. Protein yang di
kehendaki kemudian akan dielusikan dari ligan yang tak bergerak memakai cairan elusi
yang umumnya berupa larutan garam atau ligand berbentuk larut dengan konsentrasi
tinggi. Permunian yang dicapai melalui teknik kromatografi afinitas ini sangat
mengesankan dan sering melebihi hasil yang mungkin di peroleh dengan pemakaian
sejumlah teknik klasik secara berturutan
Ligand yang di suka adalah substrat serta derivat koenzim atau zat perwarna
organic yang bertindak sebagai nukleotida atau analog koenzim yang berikatan secara
kovalen dengan sebuah penyangga inert (misal, NAD-Spandex, Blue Sepharose).
Ligand ini secara khas berikatan dengan penyangga lewat molekul penghubung.Yang
mempunyai panjang tiga hingga delapan atom karbon.
14
Pada kromatografi yang bersifat hidrofobik, hidrokarbon, alkil atau aril akan
terikat ke penyangga seperti sephadex. Retensi protein pada penyangga ini melibatkan
interaksi hidrofobik antara rantai alkil dan regio hidrofobik pada protein tersebut.
Protein kemudian di masukan ke dalam larutan yang menggandung garam dengan
konsentrasi tinggi (misal, [NH4]2SO4) dan dielusikan dengan garam yang sama yang
memiliki gradien menurun.
Teknologi DNA Rekombinan Dapat Menjadi Sumber Enzim Yang Kaya
Banyak gen yang mengkodekan enzim telah diklon, ditentukan rangkaiannya, dan
disisipkan ke dalam vector yang berasal dari plasmid atau faga tempat gen tersebut
dapat di kontrol oleh suatu promoter yang kuat. Promoter tersebut dapat “mendorong”
produksi enzim rekombinan hingga mencapai taraf yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan yang terdapat pada sumber – sumber alam. Dengan menggunakan promoter
yang diatur oleh zat penginduksi (inducer) kimia spesifik, ekspresi enzim rekombinan
dapat diatur secara cermat. Umumnya vector ekspresi semacam ini disisipkan ke dalam
mikroorganisme yang mudah tumbuh seperti Escherichia coli atau ragi untuk
memproduksi enzim rekombinan.
Protein Fusi Rekombinan Dimurnikan dengan kromatograsi afinitas
Disamping menghasilkan sumber yang kaya akan enzim, yang sangat memfasilitasi
pemurnian, teknologi DNA rekombinan dapat digunakan untuk menciptakan protein
termodifikasi yang dapat dimurnikan dengan kromatografi afinitas. Cara yang umum
dilakukan adalah dengan mengikatkan kepada gen, sejumlah rangkaian nukleutida yang
k\mengkodekan ekstensi protein sehingga terbentuk protein fusi yang merupakan ligand
yang baik bagi penyangga afinitas spesifik. Salah satu pendekatan yang popular adalah
denngan mengikatkan rantai yang terdiri atas lima atau enam asam amino histidin atau
sebagai alternatif lain, domain pengikat substrat untuk enzim glutation S-trasferase
kepada gugus terminal amino atau karboksil enzim yang bersangkutan. Protein fusi
rekombinan trsebut kemudian dapat dimurnikan pada kolom afinitas yang berisi ion
logam bivalen terikat seperti Ni2+ (untuk fusi dengan polihistidin) atau glutation terikat
(untuk protein fusi glutation S-trasferase) (Gambar 8-6).Protein fusi sering mengandung
tapak (site) pembelahan untuk protease yang sangat spesifik seperti trombin, pada regio
yang menghubungkan kedua bagian dari protein fusi tersebut. Hal ini memungkinkan
pengeluaran domain fusi tambahan tersebut setelah pemurnian afinitas.
15
EnzimGST
GST yang mengkodekan plasmid DNA Hasil klon
Dengan tapak trombin yang mengkodekan enzim
Ligasikan menjadi satu
Lakukan tranfeksi sel, tambahkan zatPenginduksi, kemudian lakukan pemecahan zat
Alirkan kedalam kolom afinitas glutation
(GSH)
lakukan alusi dengan GSH proses dengan
trombin
Gambar : Penggunaan protein –fusi glutation S-tranferae (GST) untuk pemurnian
enzim rekombinan
16
GST T Enzim
GSTEnzi
mGST
EnzimGSTGST
Elektroforesis Gel Poliakrilamida Dapat Mendeteksi Kontaminan
Penilaian homogeneitas protein paling baik dilakukan dengan elektroforesis gel
poliakrilamida (PAGE, polyacrylida gel electrophoresis) di bawah berbagai kondisi.
Yang paling popular di antaranya adalah elektroforesis gel poliakrilamida atau PAGE
dengan sodium dodesil sulfat (SDS), suatu detergen ion yang memisahkan protein
multimerik menjadi protomer. Karena setiap ikatan peptida mengikat kurang lebih dua
buah molekul SDS, polipeptida tersebut memiliki muatan negatif yang kuat. Dengan
demikian, jarak yang ditempuh setiap polipeptida ketika bermigrasi kearah anoda
bergantung pada massa molecular relatifnya (Mr). Sebagai alternatif lain, PAGE dapat
dilaksanakan dalam kondisi asli yaitu, tanpa adanya SDS atau denaturan lain sehingga
struktur kuaterner dan kerap kali pula aktivitas katalitik enzimnya dapat dipertahankan.
Dalam PAGE dua dimensi (O’Farrell), dimensi pertama memisahkan protein yang
terdenaturasi berdasarkan nilai pl-nya dengan melakukan ekuilibrasi protein tersebut di
dalam medan listrik yang mengandung urea dan dengan gradien pH yang dipertahankan
oleh amfolit terpolimerisasi. Setelah pemrosesan dengan SDS selesai, dimensi kedua
kemudian memisahkan protein berdasarkan ukuran molecular unit protomernya.
2.6 ENZIM DAPAT DITEMUKAN DI DALAM ORGANEL SPESIFIK
Susunan spasial dan kompartementalisasi enzim, substrat, serta kofaktor di dalam
sel mempunyai makna yang teramat penting. Sebagai contoh, di dalam sel-sel hati,
enzim untuk glikolisis terdapat di dalam sitoplasma sedangkan enzim untuk siklus asam
sitrat di dalam mitokondria. Distribusi enzim diantara berbagai organel subselular dapat
dipelajari setelah dilakukan fraksionasi homogenat sel melalui sentrifugasi
berkecepatan tinggi. Kandungan enzim pada setiap fraksi kemudian diperiksa.
Penentuan lokasi suatu enzim tertentu didalam sebuah sel atau jaringan pada
keadaan yang relatif tetap acapkali dilakukan dengan prosedur histokimiawi
(“histoenzimologi”). Sayatan tipis jaringan yang dibekukan (frozen section) dengan
ketebalan 2 hingga 10µm diproses dengan substrat untuk suatu suatu enzim tertentu. Di
mana terdapat enzim, di situ akan terbentuk produk dari reaksi yang dikatalisis enzim
tersebut. Jika terwarna dan tidak larut, produk akan tetap berada di tempat
pembentukannya dan mengungkap lokasi enzim. Histoenzimologi menghasilkan
gambar grafik dan pola yang relatif bersifat fisiologik mengenai distribusi enzim.
17
2.7 ISOZIM MERUPAKAN BENTUK YANG MEMPUNYAI PERBEDAAN
FISIK TETAPI DENGAN AKTIVITAS KATALISIS YANG SAMA
Kalau teknik pemurnian enzim diaplikasikan, sebagai contoh kepada enzim malat
dehidrogenase yang berasal dari sumber yang berbeda (misal, hati tikus dan escherichia
coli), kita akan melihat dengan jelas bahwa sekalipun enzim malat dehidrogenae yang
berasal dari hati tikus maupun E coli akan mengatalisis reaksi yang sama, sifat-sifat
fisik dan kimiamereka memperlihatkan banyak perbedaan bemakna. Bnetuk – bentuk
fisik berbeda dari aktivitas yang ama juga dapat ditemukan dalam berbagai jaringan
organisme yang sama, dalam tipe-tipe sel yang berbeda, dalam kompartemen
sunselular, atau dalam organisme prokaryotik seperti E coli. Temuan ini diperoleh
sebagai hasil penerapan prosedur pemisahan elektroforentik pada pemisahan bentuk-
bentuk aktivitas enzimatik tertentu yang berbeda secara elektroforetis.
Pemisahan dan Identifikasi Isoenzim memiliki Nilai Diagnostik
Isozim laktat dehidrogenase dalam serum dapat dilihat dengan melakukan
elektroforesis terhadap sampel serum pada bahan penyangga pati, agar atau gel
poliakrilamoda, yang biasanya dilakukan dengan PH 8,6. isozim tersebut mempunyai
muatan yang belainan pada pH 8,6 ini dan bermigrasi menuju lima daerah yang
berlainan pada elektoferogram. Isozim tersebut dideteksi berdasarkan kemampuan
masing –masing isozim. Mengatalisis proses reaksi suatu zat pewarna yang tidak
berwarna menjadi bentuk yang berwarna dan tidak larut.
Campuran Assay dehidrogenase tipikal mengandung NAD+ suatu substrat
terteduksi , bentuk teroksidasi zat pewarna redoks seperti nitroblue tetrazolium (NBT),
pembawa (carrier) electron intermediet yang diperlukan bagi pemindahan elektron dari
NADH ke NBT, serta pendapat serta ion pengaktif jika dibutuhkan..
(Laktat) SH2 S (piruvat)
18
LAKTAT DEHIDROGENASE
NAD+ NADH + H+
PMS Tereduksi PMS Teroksidasi
NBT Teroksidasi NBT tereduksi
(Tidak berwarna) (Formazan Biu)
Gambar : reaksi yang dirangkaiakn untuk mendeteksi aktivitas laktat dehidrogenase
pada sebuan elektroferogram. (NBT, netroblue tetrazolium, PMS, phenazine
methosulfate).
Isozim merupakan produk dari gen yang berkerabat erat.
Enzim oligomerik dengan protomer yang tidak sama bisa terdapat. Yang sering,
satu jaringan mengahsilkan terutama satu jenis protomer, sementara jaringan lain
menghasilkan protomer lain. Bila protomer-protomer ini dapat brgabung melalui
berbagai cara untuk membangun sebuah enzim yang aktif (misal, tetramer),
terbentuklah isozim dengan aktifitas enzimatik tersebut.
Isozim laktat dehidrogenase memiliki perbedaan pada tingkat stuktur kuanternernya.
Molekul oligomerik laktat dehidrogenase stuktur kuanternernya. Molekul oligomerik
laktat dehidrogenase (berat molekul 130.000) terdiri atas empat protomer dengan dua
tipe, yaitu tipe H dan M (berat molekul sekitar 34.000). hanya molekul tetramiklah yang
mempunyai aktivitas katalitik. Jika urutan tidak penting, protomer ini dapt
dikambinasikan melaLui cara berikut :
HHHH
HHHM
HHMM
HMMM
MMMM
Markert telah menggunakan sejumlah kondisi yang diketahui dapat membongkar
dan membentuk kembali struktur kuanterner untuk menerangkan hubungan antar isozim
19
laktat dehidrogenase. Pemecahan dan pembentukan kembali laktat dehidrogenase –I1
atatu laktat dehidrogenase –I5 homogen tidak emnghasilkan isozim yang baru.
2.8 ANALISIS KUANTITATIF ENZIM PLASMA TERTENTU MEMPUNYAI
MAKNA DIAGNOSTIK.
Enzim plasma nonfungsional tidak melakukan sembanrang fungsi fisiologik ynag
diketahui di dalam darah. Substrat sering tidak ditemukan di dalam plasma, dan enzim
sendiri terdapat di dalam darah manusia normal dengan kadar sampai sejuta kali lipat
lebih rendah daripada kadar di jaringan. Keberadaan enzim di dalam plasma dengan
kadar yang meningkat diatas nilai normalnya menunjukkan peningkatan laju kerusakan
jaringan.
2.9 ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI MEMFASILITASI PENEGAKAN
DIAGNOSIS PENYAKIT GENTIK
Penegakan diagnosis penyakit genetic telah memperoleh dorongan yang luar biasa
dari perkembangan teknologi DNA rekombinan. Meskipun semua penyakit molecular
telah lama diketahui terjadi sbagai akibat perubahan DNA, teknik untuk pemeriksan
langsung terhadap rangkaian DNA, teknik untuk pemeriksaan langsung terhadap
rangkaian DNA baru belakangan ini tersedia. Pengembangan pelacakan hibridasi untuk
fragmen DNA telah menghasilkan sejumlah teknik penapisan prenatal dengan
sensitivitas yang memedai guna menentukan ada tidaknya kalainan herediter, teknik ini
dilakukan dengan memetakan enzim retriksi DNA yang berasal dari sel-sel janin dalam
cairan amnion atau dengan memeriksa produk yang dihasilkan menggunakan
oligonukleotida sebagai senyawa primer untuk reaksi rantai polimerase, (PCR,
polymerase chain reaction). Pada prinsipnya berbagai pelacak terhadap DNA dapat
dilakukan untuk menengakan diagnosis sebagaian besar penyakit genetik. Sebuah
pelacak terhadap DNA yang dibuat terhadap suatu bagian gen untuk sub unit
hemoglobin normal dapat mendeteksi fragmen restrisik yang emmendek atau tidak ada
akibat delesi di dalam gen tersebut, sebagaiman terjadi pada sebagian penyakit
talasemia-α, dan pada tipe-tipe talasemia -β serta -β, ∆ yang langka.
HASIL DIGESTI RESTRIKSI YANG SUDAH TERLACAK DAPAT
MENGUNGKAPKAN GEN HOMOLOG DENGAN RANGKAIAN BASA
BERBEDA.
Pelacak DNA dapat pula digunakan mendeteksi rangkaian DNA yang
behubungan erat dengan gen. Pemeriksaan analisis ini dapat dikembangkan untuk
20
mendeteksi berbagai variasi kromosom spesifik (perbedaan dalam rangkaian antar
kromosom homolog). Digesti DNA oleh enzim retriksi endonuklease akan
menghasilkan peta restriksi berbeda-beda (pola fragmen DNA) dari gen-gen
homologyang mengandung rangkaian basa yang berlainan . fenomena ini diberi nam
“polimorfisme panjang fragmen restriksi”. Bagi penyakit genetic yang berhubungan
dengan RFLP,seorang manusia yang menjadi pembawa penyakit tersebut akan
membawa satu kromosom dengan gen normal dan satu kromosom lagi dengan gen
cacat.
RNA KATALITIK
Meskipun jelas bukan merupakan protein, asam ribonukleat (RNA) tertentu
akan memperlihatkan aktivitas katalitik yang sangat spesifik bagi substrat tertentu.
RNA ini yang memenuhi semua kriteria klasik untuk didefinisi sebagai enzim, disebut
ribozim. Meskipun substrat yang dikatalisis oleh ribozim hanya terbatas pada ikatan
fosfodiester RNA, spesifitas kerjanya sepenuhnya sebanding kerja enzim yang klasik.
Ribozim mengatalisis reaksi trans esrterifikasi dan akhirnya reaksi hidrolisis ikatan
fosfodiester dalam molekul RNA. Reaksi ini diperlancar oleh gugus OH.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Enzim merupakan katalisator yang mengatur kecepata berlangusngnaya berbagai
proses fisiologik
2. Cacat pada fungsi enzim sering menyebabkan penyakit
3. Enzim yang mengatalisis reaksi yang melibatkan pemindahan gugus isomerisasi,
oksido-reduksi, atau sintesis ikatan kovalen memerlukan substrat yang dikenal
dengan koenzim
4. Sebagian besar enzim bersifat sangat spesifik terhadap substratnya, koenzim serta
tipe reaksi yang dikatalisisnya. Meskipun demikian, beberapa enzim protease juga
memecah ester. Bagi enzim yang bekerja pada substrat dapat pula ikut bereaksi,
tetapi umumnya dengan kecepatan yang lebih rendah.
5. Pengukuran aktivitas enzim merupakan hal sentral bagi penentuan kuantitas
enzim dalam riset atau laboratorium klinik.
6. Aktivitas enzim dehidrogenase yang bergantung –NAD(P)+ diperiksa secara
spektrofotomentris dengan mengukur perubahan absorbsi pada 330 mm yang
menyertai oksidasi atau reduksi NAD (P)H.
7. Perangkaian enzim lain pada dehidrogenase dapat memperlancar analisisnya.
8. Untuk menyelidiki struktur mekanisme kerja, dan pengaturan aktivitasnya, enzim
harus dimurnikan hingga mencapai homogeneitas sekitar 95%.
9. teknik pemurnian enzim mencakup presipitasi selektif dengan pelarut garam atau
organic dan kromatografi pada penyangga pertukaran ion, filtrasi gel, afinitas
substrat, ligand zat warna, atau interaksi hidrofobik.
10. kemampuan memanfaatkan teknik rekombinan DNA untuk mengekspresikan
enzim dalam tubuh hospes yang dipilih telah membawa revolusi dalam teknik
pemurnian enzim dengan menghasilkan enzim dalan jumalh besar yang dalam
sebagian besar keadaan, mudah dimurnikan hingga mencapa homogeneitas.
11. Kemajuan pemurnian dinilai dengan mengukur peningkatan aktifitas spesifik
suatu enzim (aktivitas per unit masa) dan homogenitas akhir lewat elektroforesis
gel poliakrilamida (PAGE).
12. Penentuan lokasi enzim intrasel yang tepat disimpulkan lewat teknik histokimia
dan fraksionasi sel, yang dirangkaiakn dengan analisis enzimatik, terhadap
22
sayatan jaringan atau fraksi homogenat sel, isozim, bentuk yang secara fisik
berbeda pada enzim nonfungsional di dalam serum menunjukan kerusakan pada
jaringan tertentu manusia, dan memberikan informasi diagnostik seta prognostic
yang berharga.
13. Kemampuan enzim restriksi endonuklease mendeteksi perubahan yang sangat
kecil pada struktur gen telah memungkinkan dokter mendiagnosis penyakit
genetic akibat mutasi yang menghasilkan enzim yang cacat atau enzim
nonfungsional.
14. RNA katalitik yang dikenl sebagai ribozim mengatalisis reaksi hidrolisis yang
sangat spesifik ikatan fosfodiester pada RNA. Reaksi ini amat penting dalam
berbagai pristiwa pemrosesan yang terlibat di dalam maturasi pra-mRNA
3.2 SARAN
Peranan enzim dalam kesehatan sangat penting, untuk itu manusia hendaknya
lebih menjaga kesehatan. Dan kami penyusun mengharapkan masukan untuk
penyempurnaan makalah ini.
23
KEPUSTAKAAN
Murray, Robert K, 1996, Harper’s, Biochemistry
Mc. Gilvery, Robert W, And Gerald W, 1983
Page David, 1981.
Triman Jr, 2007 Materi Biokimia, Surabaya
24
25
26