90000618-urosepsis
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
Definisi
Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus urinarius sehingga
menyebabkan bakteremia dan syok septik. Insiden urosepsis 20-30 % dari seluruh kejadian
septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di traktus urinarius.
Tabel 1. Kelainan struktur dan fungsi traktus urinarius yang berhubungan dengan sepsis
Obstruksi Kongenital: striktur uretra, fimosis, ureterokel,
policystic kidney disease
Didapat: calkulus, hipertrofi prostat, tumor traktus
urinarius, trauma, kehamilan, radioterapi
Instrumentasi Kateter ureter, stent ureter, nephrostomy tube,
prosedur urologik.
Impaired voiding Neurogenic bladder, sistokel, refluk vesikoureteral
Abnormalitas metabolik Nefrokalsinosis, diabetes, azotemia
Imunodefisiensi Pasien dengan obat-obatan imunosupresif,
neutropenia.
Mortalitasnya mencapai 20-49 % bila disertai dengan syok. Oleh karena itu pertolongan
harus cepat dan adekuat untuk mencegah kegagalan organ dan komplikasi lebih lanjut.
Etiologi
Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman penyebabnya sama dengan kuman
penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kuman coliform gram negatif seperti
Eschericia coli (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%), dan Pseudomonas
aeruginosa (5%). Bakteri gram positif juga terlibat tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%.
Penelitian The European Study Group on Nosocomial Infections (ESGNI-004 study) dengan
membandingkan antara pasien yang menggunakan kateter dan non-kateter ditemukan bahwa E.coli
sebanyak 30,6% pada pasien dengan kateter dan 40,5% pada non-kateter, Candida spp 12,9% pada
pasien dengan kateter dan 6,6% pada non-kateter, P.aeruginosa 8,2% pada pasien dengan kateter
dan 4,1% pada non-kateter.
Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes dan
immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima obat-
obatan antikanker dan imunosupresan.
Faktor resiko
Sejumlah faktor meningkatkan risiko mengembangkan urosepsis. Tidak semua orang dengan faktor
risiko akan mendapatkan urosepsis. Faktor risiko untuk urosepsis meliputi:
Tingkat lanjut usia sistem kekebalan tubuh berkompromi karena kondisi seperti HIV dan
AIDS, minum kortikosteroid, transplantasi organ, atau kanker dan pengobatan kanker
Diabetes
tinja inkontinensia (ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar)Jenis kelamin
perempuan
Imobilitas
pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau retensi urin
Penyakit ginjal polikistik
Kehamilan
Operasi atau prosedur yang melibatkan saluran kemih
Obstruksi saluran kemih oleh batu, pembesaran prostat, penyebab uretra jaringan parut,
atau lainnya
Penggunaan kateter untuk mengalirkan urin
Patogenesis
Patogenesa dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya endotoksin, suatu
komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk ke dalam sirkulasi darah.
Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang akan menyebabkan:4
1. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara lain tumor
necrosis factor alfa (TNF α) dan interlaukin I (IL I). Sitokin inilah yang memacu reaksi berantai
yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika tidak segera dikendalikan akan mengarah pada
sepsis berat, syok sepsis, dan akhirnya mengakibatkan disfungsi multiorgan atau multi organs
dysfunction syndrome (MODS).
2. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi
trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor koagulasi.
3. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena terdapatnya
resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan
sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa terjadi proses glukoneogenesis yang
bahannya berasal dari asam lemak dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak
berupa lipolisis dan katabolisme protein.
Manifestasi
Diagnosis dari urosepsis dibuat berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium
dan rontgenologik. Dari anamnesa, data yang positif adalah adanya demam, panas badan dan
menggigil dengan didahului atau disertai gejala dan tanda obstruksi aliran urin seperti nyeri
pinggang, kolik dan atau benjolan diperut atau pinggang. Hanya 1/3 pasien yang mengeluh demam
dan menggigil dengan hipotensi. Keluhan febris yang terjadi setelah gejala infeksi saluran kencing
bagian bawah yaitu polakisuria dan disuria juga sangat mencurigakan terjadinya urosepsis. Demikian
pula febris yang menyertai suatu manipulasi urologik.
Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan dapat sangat bervariasi berupa takipneu, takikardi,
dan demam kemerahan dengan gangguan status mental. Pada keadaan yang dini, keadaan umum
penderita masih baik, tekanan darah masih normal, nadi biasanya meningkat dan temperatur
biasanya meningkat antara 38-40 C.
Urosepsis banyak gejala yang sama seperti jenis lain sepsis, termasuk detak jantung yang
cepat, napas cepat, denyut nadi lemah, berkeringat banyak, kecemasan yang tidak biasa, perubahan
status mental atau tingkat kesadaran, dan penurunan atau output urin absen saham. Sebelum
perkembangan gejala ini, Anda mungkin mengalami gejala infeksi saluran kemih.
Gejala umum dari infeksi saluran kemih. Gejala infeksi saluran kemih bervariasi dari individu
ke individu.Gejala infeksi saluran kemih yang umum termasuk:
• Nyeri perut, panggul atau punggung atau kram
• Urin berdarah atau merah muda (hematuria)
• Sulit atau buang air kecil sakit, atau rasa panas saat kencing (disuria)
• Demam dan menggigil
• Urin yang berbau busuk
• Sering buang air kecil
• Nyeri selama hubungan seksual
• Mendesak kebutuhan untuk buang air kecil
Gejala infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, termasuk rasa panas saat buang air kecil,
kebutuhan untuk pergi ke kamar mandi sering atau mendesak, urin keruh, dan ketidaknyamanan
perut panggul atau lebih rendah. Demam mungkin ada. Jika pielonefritis (infeksi ginjal) hadir,
punggung atau nyeri perut, mual dan muntah, demam tinggi, menggigil, berkeringat di malam hari,
dan kelelahan juga dapat terjadi. Gejala-gejala tersebut bisa mendahului pengembangan urosepsis.
Sepsis yang telah lanjut memberikan gejala atau tanda-tanda berupa gangguan beberapa fungsi
organ tubuh, antara lain gangguan pada fungsi kardiovaskuler, ginjal, pencernaan, pernapasan dan
susunan saraf pusat.
Tabel 2. Definisi Sepsis
Keadaan Kriteria
SIRS (Systemic
Inflammatory
Respond Syndrome)
Terdapat paling sedikit dua dari beberapa kriteria dibawah ini :
1. suhu tubuh > 38 ° C atau <>
2. Denyut nadi > 90 x/’
3. Frekuensi nafas > 20 x/’ atau PaCO2 <>
4. Leukosit > 12000/mm3 atau <4000/mm3 atau lekosit muda > 10%
MODS (Multiple
Organ Dysfunction
Sydrome)
SIRS dengan disfungsi organ dan hemostasis tidak dapat dipertahankan
tanpa adanya intervensi
Sepsis SIRS dengan tanda-tanda infeksi
Sepsis Berat Sepsis disertai dengan hipotensi (sistole <>
Syok Septik Sepsis disertai dengan hipotensi dan hipoperfusi
Dikutip dari : concencus Conference Criteria Defining Sepsis dalam Lazaron V dan Barke RS.Uro Clin of
N Am 1999, 26, hal 688
Kriteria urosepsis
Kriteria I : terbukti bakteremia atau dicurigai sepsis dari keadaan klinik.
Kriteria II : Synstemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Suhu tubuh ≥38o C atau ≤ 36o C
Takikardia ≥90 detak per menit
Tacypnea ≥20 nafas per menit
Alkalosis respiratorik PaCO2 ≤ 32 mm Hg
Leukosit ≥ 12.000 /mm3 atau ≤ 4000 /mm3
Kriteria III : Multiple Organ dysfunction syndrome (MODS)
Jantung, sirkulasi
tekanan darah sistolik arteri ≤ 99 mm Hg atau mean arterial preasure ≤ 70 mm Hg,
selama ≥1 jam walaupun carian adekuat atau resusitasi agen vasopressure diberikan.
Ginjal
Produksi urin < 0,5 Ml/kgBB/ jam wlalupun resusitasi cairan adekuat.
Paru-paru
Tekanan parsial O2 arterial (PaO2) ≤75 mm Hg (udara ruangan) atau
Konsentrasi inspirasi O2 (FiO2) ≤250 (pernapasan bantuan)
Platelet
Thrombosit < 80.000/ mm3 atau berkurang ≥ 50 % dalam 3 hari
Asidosis metabolic
Ph darah ≤7,30 atau plasma laktat ≥ 1,5 kali normal.
Encephalopathy
Somnolen, kebingungan, bergejolak, coma.
Dari kriteria di atas sepsis syndrome dibedakan jadi 3, yaitu :
1. Sepsis
Kriteria I + ≥ 2 kriteria II
2. Sepsis berat
Kriteria I + ≥ 2 kriteria II + ≥ 1 kriteria III
3. Syok septic
Kriteria I + ≥ 2 kriteria II + hipotensi refraktori arterial ≤ 90 mm Hg.
Pemeriksaan status lokalis daerah abdomen sepanjang traktus urinarius penting untuk
menentukan pre eksisting anomalinya dan yang diketemukan sangat bervariasi tergantung kelainan
primernya. Dilakukan palpasi pada daerah costophrenikus, abdomen bawah, regio pubis, kelenjar
limfe inguinal, genital, serta pemeriksaan transvaginal dan transrektal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosa urosepsis adalah adanya lekositosis
dengan hitung deferensial ke kiri, lekosituria dan bakteriuria.
Untuk menegakkan diagnosis urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang berada dalam
darah (kultur darah) sama dengan bakteri yang ada dalam saluran kemih (kultur urin).
Kultur urin disertai dengan test kepekaan antibiotika sangat penting untuk menentukan jenis
antibiotika yang diberikan.
Pemeriksaan rontgen yang sederhana yang dapat dikerjakan adalah foto polos abdomen.
Pemeriksaan ini membantu menunjukkan adanya kalsifikasi, perubahan posisi dan ukuran dari
batu saluran kemih yang mungkin merupakan fokus infeksi. Yang diperhatikan pada hasil foto
adalah adanya bayangan radio opak sepanjang traktus urinarius, kontur ginjal dan
bayangan/garis batas muskulus psoas.
Pemeriksaan pyelografi intravena (IVP) dapat memberikan data yang penting dari kaliks, ureter,
dan pelvis yang penting untuk menentukan diagnosis adanya refluk nefropati dan nekrosis
papilar. Bila pemeriksaan IVP tidak dapat dikerjakan karena kreatinin serum terlalu meningkat,
maka pemeriksaan ultrasonografi akan sangat membantu menentukan adanya obstruksi dan
juga dapat untuk membedakan antara hidro dan pyelonefrosis.
Selain pemeriksaan tersebut juga dapat dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI.
Penatalaksanaan
Penanganan penderita urosepsis harus cepat dan adekuat. Pada prinsipnya penanganan
terdiri dari:
1. Penanganan gawat (syok) ; resusitasi ABC
2. Pemberian antibiotika
3. Resusitasi cairan dan elektrolit
4. Tindakan definitif (penyebab urologik)
Pemberian antibiotik sebagai penanganan infeksi ditujukan unuk eradikasi kuman penyebab
infeksi serta menghilangkan sumber infeksi. Pemberian antibiotik harus cepat dan efektif sehingga
antibiotika yang diberikan adalah yang berspektrum luas dan mencakup semua kuman yang sering
menyebabkan urosepsis yaitu golongan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin)
golongan ampicilin yang dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam, golongan sefalosforin
generasi ke III atau golongan florokuinolon. Sefalosforin generasi ke-3 dianjurkan diberikan 2 gr
dengan interval 6-8 jam dan untuk golongan cefoperazone dan ceftriaxone dengan interval 12 jam.
Penelitian oleh Naber et al membuktikan bahwa pemberian antibiotik injeksi golongan florokuinolon
dan piperacillin/tazobaktam direkomendasikan untuk terapi urosepsis. Penelitian selanjutnya oleh
Concia dan Azzini terhadap levofloksasin membuktikan bahwa levofloksasin sebagai terapi tambahan
memiliki efek pada ekskresi renal dan tersedia dalam bentuk injeksi intravena dan oral.
Resusitasi cairan, elektrolit dan asam basa adalah mengembalikan keadaan tersebut menjadi
normal. Urosepsis adalah penyakit yang cukup berat sehingga biasanya “oral intake” menurun.
Keadaan demam/febris juga memerlukan cairan ekstra. Kebutuhan cairan dan terapinya dapat
dipantau dari tekanan darah, tekanan vena sentral dan produksi urine. Bila penderita dengan
hipotensi atau syok (tensi <>2O dan diberikan larutan kristaloid dengan kecepatan 15-20 ml/menit.
Bila terdapat gangguan elektrolit juga harus dikoreksi. Bila K serum 7 meq/L atau lebih perlu
dilakukan hemodialisa. Hemodialisa juga diperlukan bila terdapat Kreatinin serum > 10 mg%, BUN >
100 mg% atau terdapat edema paru. Drainase yang segera perlu dikerjakan bila terdapat timbunan
nanah misalnya pyonefrosis atau hidronefrosis berat (derajat IV). Pyonefrosis dan hidronefrosis yang
berat menyebabkan terjadinya iskemia sehingga mengurangi penetrasi antibiotika. Drainase dapat
dikerjakan secara perkutan atau dengan operasi biasa (lumbotomi). Penderita yang telah melewati
masa kritis dari septikemia maka harus secepatnya dilakukan tindakan definitif untuk kelainan
urologi primernya.
Komplikasi
Usia dan kesehatan umum dapat berperan dalam resiko komplikasi potensial. Pada beberapa orang,
terutama orang dewasa yang lebih tua, orang dengan penyakit kronis, dan mereka dengan sistem
kekebalan tubuh lemah, komplikasi urosepsis tidak diobati bisa serius, bahkan mengancam nyawa
dalam beberapa kasus. Komplikasi urosepsis meliputi:
o Koagulasi intravaskular diseminata (DIC; gangguan pembekuan menyebabkan pembentukan
bekuan darah ganda dalam aliran darah)
o Kerusakan ginjal
o Ginjal atau kegagalan organ lain
o perirenal abses (pengumpulan nanah di dekat ginjal)
o prostat abses (pengumpulan nanah di prostat)
o Ginjal abses (pengumpulan nanah pada ginjal)
o Jaringan parut pada saluran kemih
o Syok
Reference
Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, et al. the Surviving Sepsis Campaign Management Guidelines
Commi' ee. Crit Care Med 2004; 32:858-873.
Johnson. CC, MD. Definitions, Classification and Clinical Presentation of Urinary Tract Infections.
Med. Clin of North Am 1991; 75:2. 241-52.
Lavy MM, et al, 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS Internatonal Sepsis Definitions Conference, Crit
CareMed 2003 Vol. 31, No. 4 ; 1250-1256
McBryde C, Redington J. Diagnosis and management urinary tract infections: asymptomatic
bacteriuria, cystitis and pyelonephritis. Primary Care Case Review 2001 (4); 3 – 14.
Naber KG, Bergman B, Bishop MC, Johansen TEB, Botto H, Lobel B (ed). European Association of
Urology: Guidelines on Urinary and Male Genital Tract Infections. 2001.
Purnomo B. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. 2008. Sagung Seto. Jakarta
Rivers et al. Early Goal Directed Therapy in the Treatment of Severe SepsiS dan Septic Shock. N Engl
JMed, Vol. 345, No. 19, 2001
Tseng CC, et al. Role of Host and Bacterial Virulence Factors in the Development of Upper Urinary
Tract Infection Caused by E. Coli. Am J of Kidney Dis 2002; 39:4. 744-752.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, jenis kelamin, suku bangsa.
2. Keluhan utama
Klien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan menggigil, demam, nyeri pinggang, kolik dan atau
benjolan diperut atau pinggang, polisuria, disuria dan penurunan kesadaran
3. Riwayat penyakit
Faktor predisposisi timbulnya terdiri dari infeksi bakteri non spesifik (misalnya E coli,
Pseudomonas, Proteus, Klebsiella), PMS (Penyakit Menular Seksual), virus (misalnya Mumps), TB
(Tuberculosis), penyakit infeksi lain (seperti Brucellosis, Coccidioidomycosis, Blastomycosis,
Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV), obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital),
vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak), penggunaan Amiodarone dosis
tinggi, prostatitis, tindakan pembedahan seperti prostatektomi, kateterisasi dan instrumentasi,
dan blood borne infection.
4. Data fokus :
Data subjektif :- Klien mengeluh demam dan menggigil
- Klien mengatakan setiap berkemih dirasakan seperti ada rasa terbakar dan perih
- Klien mengatakan frekuensi berkemihnya meningkat
- Klien mengeluh nyeri ketika berkemih
- Klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang dan terdapat benjolan di perut atay pinggang
- Klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual
- Klien mengungkapkan perubahan dalam respon seksual
- Klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit
- Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya
Data objektif :- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak gelisah
- Skala nyeri klien 1-10
- Suhu tubuh klien > 38 oC
- Denyut nadi klien > 100 x/menit
- Klien tampak menggigil
- Kulit klien teraba hangat
- Frekuensi nafas > 20x/menit
- Terjadi penurunan status mental
5. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosa urosepsis adalah adanya lekositosis
dengan hitung deferensial ke kiri, lekosituria dan bakteriuria.
Untuk menegakkan diagnosis urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang berada dalam
darah (kultur darah) sama dengan bakteri yang ada dalam saluran kemih (kultur urin).
Kultur urin disertai dengan test kepekaan antibiotika sangat penting untuk menentukan
jenis antibiotika yang diberikan.
Pemeriksaan rontgen yang sederhana yang dapat dikerjakan adalah foto polos abdomen.
Pemeriksaan ini membantu menunjukkan adanya kalsifikasi, perubahan posisi dan ukuran
dari batu saluran kemih yang mungkin merupakan fokus infeksi. Yang diperhatikan pada
hasil foto adalah adanya bayangan radio opak sepanjang traktus urinarius, kontur ginjal dan
bayangan/garis batas muskulus psoas.
Pemeriksaan pyelografi intravena (IVP) dapat memberikan data yang penting dari kaliks,
ureter, dan pelvis yang penting untuk menentukan diagnosis adanya refluk nefropati dan
nekrosis papilar. Bila pemeriksaan IVP tidak dapat dikerjakan karena kreatinin serum terlalu
meningkat, maka pemeriksaan ultrasonografi akan sangat membantu menentukan adanya
obstruksi dan juga dapat untuk membedakan antara hidro dan pyelonefrosis.
Pemeriksaan CT scan dan MRI.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat epididimitis ditandai
dengan suhu tubuh klien > 37,5 oC, klien tampak menggigil, kulit klien teraba hangat, tampak
ada pembengkakan pada skrotum klien, kulit sekitar skrotum klien tampak kemerahan, nadi
klien > 100 x/menit.
2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih ditandai dengan klien tampak
meringis kesakitan, klien tampak gelisah, skala nyeri klien 4, denyut nadi klien > 100 x/menit.
3) PK Infeksi
4) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit akibat
epididimitis ditandai dengan klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual, klien
mengungkapkan perubahan dalam respon seksual, klien mengungkapkan rendahnya batas
kemampuan karena penyakit.
5) Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpapar informasi ditandai dengan klien mengatakan kurang mengetahui mengenai
penyakitnya, klien tampak bingung ketika ditanya tentang penyakitnya.
Intervensi
1) Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat epididimitis ditandai
dengan suhu tubuh klien > 37,5 oC, klien tampak menggigil, kulit klien teraba hangat, tampak
ada pembengkakan pada skrotum klien, kulit sekitar skrotum klien tampak kemerahan, nadi >
100 x/menit.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan suhu tubuh klien kembali
normal dengan kriteria hasil :
Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,5 oC-37,5 oC)
Klie tidak tampak menggigil
Klien melaporkan panas badannya turun
Tidak tampak pembengkakan pada skrotum klien
Tidak terdapat kemerahan di kulit sekitar skrotum klien
Nadi klien dalam batas normal (60-100 x/menit)
Mandiri :
1. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan respirasi secara berkala (minimal tiap 2 jam)
Rasional :
Suhu diatas 37,5oC menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil sering
mendahului puncak suhu.
2. Pantau suhu lingkungan, batasi penggunaan selimut.
Rasional :
Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal.
3. Berikan kompres hangat
Rasional :
Membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat membantu mengurangi demam
4. Anjurkan klien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat
Rasional :
Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena suhu tubuh yang tinggi
Kolaborasi :
1. Berikan antipiretik dan antibiotic sesuai indikasi
Rasional :
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih ditandai dengan klien tampak
meringis kesakitan, klien tampak gelisah, skala nyeri klien 4, nadi klien > 100 x/menit.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol
dengan kriteria hasil :
Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
Klien tidak tampak meringis
Klien tidak tampak gelisah
Klien melaporkan skala nyeri berkurang (skala nyeri 1-3), hilang (skala nyeri 0), atau dapat
dikontrol
Nadi klien dalam rentang normal (60-100 x/menit)
Mandiri :
1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas, faktor pencetus, dan
intensitas nyeri
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindakannya.
2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri klien
Rasional :
Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri klien, dapat mencegah
terjadinya faktor pencetus dan menentukan intervensi apabila nyeri terjadi.
3. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri
Rasional :
Dengan mengeliminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat mengurangi risiko munculnya
nyeri (mengurangi awitan terjadinya nyeri)
4. Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided imagery, terapi music,
dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri datang.
Rasional :
Dengan teknik manajemen nyeri, klien bisa mengalihkan nyeri sehingga rasa nyeri yang
dirasakan berkurang
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri
3) PK Infeksi
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan tidak ada tanda-tanda
infeksi dengan kriteria hasil : Tidak terjadi komplikasi infeksi
Mandiri :
1. Pantau tanda dan gejala infeksi lanjut
Rasional :
Agar dapat memberikan intervensi yang tepat untuk klien
2. Pantau tanda-tanda vital klien secara berkala
Rasional :
Takikardia, takipnea, demam, nadi cepat dan lemah menunjukkan terjadi sindroma
peradangan sistemik.
3. Pantau tanda-tanda sepsis
Rasional :
Sepsis menandakan radang sistemik dengan gejala demam, menggigil, nadi lemah dan
cepat, hipotensi, lemah serta gangguan mental.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional :
Agen antibiotik membantu mengeliminasi bakteri sebagai penyebab penyakit klien
4) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit akibat
epididimitis ditandai dengan klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual, klien
mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan fungsi seksual klien efektif
dengan kriteria hasil :
Fungsi seksual
Klien mengungkapkan penerimaan diri terhadap penyakit
Klien mengungkapkan percaya diri dengan fungsi seksualnya
Adaptasi terhadap ketidakmampuan fisik
Klien mampu beradaptasi terhadap keterbatasannya
Mengungkapkan penurunan stress akibat ketidakmampuan fungsi seksual
Intervensi :
Konseling seksual
1. Bangun hubungan terapeutik dengan klien
Rasional :
Hubungan terapeutik yang baik dapat membangun kepercayaan klien terhadap perawat
untuk mengungkapkan masalah seksual klien
2. Berikan privasi dan pastikan kerahasiaan terhadap masalah klien
Rasional :
Menjaga privasi klien sangat penting karena masalah seksual merupakan masalah yang
sensitive
3. Mulailah dari topic yang kurang sensitive ke paling sensitive
Rasional :
Pembicaraan dari topic yang kurang sensitive membantu agar klien merasa nyaman
mengungkapkan masalahnya
4. Diskusikan efek penyakit terhadap respon seksual
Rasional :
Pemberian penkes mengenai proses penyakit membantu klien memahami penyebab
disfungsi seksualnya
5. Diskusikan pengobatan yang diperlukan klien
Rasional :
Pengobatan pada penyakit klien atau pemilihan pengobatan masalah seksual perlu
didiskusikan agar klien merasa terlibat dan aktif dalam pengobatannya.
Manajemen perilaku : seksual
1. Berikan sex education tentang hubungan fungsi seksual terhadap fungsi penyakit
Rasional :
Pemberian penkes mengenai proses penyakit membantu klien memahami penyebab
disfungsi seksualnya
2. Diskusikan pada pasien secara privasi mengenai penerimaan kondisi seksual
Rasional :
Memfasilitasi klien untuk penerimaan kondisi seksual klien untuk tidak terlalu stress dan
meningkatkan percaya diri klien mengenai masalh seksualnya
5) Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpapar informasi mengenai penyakit epididimitis ditandai dengan klien mengatakan kurang
mengetahui mengenai penyakitnya, klien tampak bingung ketika ditanya tentang penyakitnya.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan klien memiliki
pengetahuan adekuat tentang epididimitis dengan kriteria hasil :
Klien dapat memahami dan menjelaskan kembali penyakit epididimitis, tanda dan gejala
epididimitis
Klien dapat menyebutkan penatalaksanaan termasuk pengobatan epididimitis
Mandiri :
1. Mulai memberikan penjelasan ketika klien menunjukkan kesiapan untuk belajar
Rasional :
Kesiapan klien untuk belajar mempermudah klien dalam proses pembelajaran
2. Memberikan klien informasi dasar tentang epididimitis
Rasional :
Informasi yang diberikan dapat memberikan klien gambaran tentang anatomi fisiologi serta
komplikasi yang potensial terjadi
3. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya dan diskusi
Rasional :
Bertujuan untuk mengetahui informasi yang kurang dimengerti oleh klien
4. Jawab pertanyaan klien dengan singkat dan jelas
Rasional :
Untuk mempermudah klien mengerti akan jawaban yang kita berikan