8holytrinitycommunity-na.weebly.com/uploads/8/9/9/7/... · web viewi. st. teresa dari avila st....

75
8.a. SPIRITUALITAS KARMEL II Menggapai Kekudusan di Jalan Karmel I. HIDUP DI HADIRAT ALLAH Hidup di hadirat Allah merupakan salah satu sarana untuk mencapai persatuan cinta kasih dengan Tuhan. Dan inilah yang ingin selalu diusahakan oleh para Karmelit, termasuk para anggota KTM, yang setiap hari memohonkannya dalam Doa Penyerahan: ‘Bimbingtah kami agar kami senantiasa sadar untuk hidup di hadiratMu. slang malam berjaga-jaqa dalam doa dan merenungkan hukumMu.’ Hidup di hadirat Allah berarti senantiasa menyadari kehadiran Allah, dengan berusaha mengarahkan hati dan pikiran selalu kepada Tuhan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Beata Elisabeth dari Trinitas, hati kita adalah tempat kediaman Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Kapanpun dan di manapun, Ia tidak pernah meninggalkan kita. Elisabeth dari Trinitas ini mencapai kekudusannya dengan jalan senantiasa menyadari kehadiran Allah yang bersemayam di hatinya. Hidup di hadirat Allah berarti hidup dalam kesucian yang besar,’ demikian ungkap Br. Lawrence dari Kebangkitan, seorang Karmelit yang hidup di sekitar ahad ke 16. Untuk bisa tinggal di hadirat Allah, kita perlu melatih diri. Doa Yesus sepanjang hari adalah salah satu cara untuk dapat selalu hidup di hadirat Allah. Selain itu kita juga bisa membiasakan diri bercakap-cakap dengan rendah hati namun penuh cinta kasih kepada Dia di segala waktu, terlebih saat dalam godaan, penderitaan, kekeringan, kecemasan, bahkan ketika kita sedang tidak setia dan berdosa. Dengan hati dan pikiran yang selalu terarah kepada Tuhan, kita 81

Upload: hoangnhan

Post on 31-Mar-2019

251 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

8.a. SPIRITUALITAS KARMEL II

Menggapai Kekudusan di Jalan Karmel

I. HIDUP DI HADIRAT ALLAH

Hidup di hadirat Allah merupakan salah satu sarana untuk mencapai persatuan cinta kasih dengan Tuhan. Dan inilah yang ingin selalu diusahakan oleh para Karmelit, termasuk para anggota KTM, yang setiap hari memohonkannya dalam Doa Penyerahan:‘Bimbingtah kami agar kami senantiasa sadar untuk hidup di hadiratMu. slang malam berjaga-jaqa dalam doa dan merenungkan hukumMu.’

Hidup di hadirat Allah berarti senantiasa menyadari kehadiran Allah, dengan berusaha mengarahkan hati dan pikiran selalu kepada Tuhan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Beata Elisabeth dari Trinitas, hati kita adalah tempat kediaman Allah Tritunggal Mahakudus, Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Kapanpun dan di manapun, Ia tidak pernah meninggalkan kita. Elisabeth dari Trinitas ini mencapai kekudusannya dengan jalan senantiasa menyadari kehadiran Allah yang bersemayam di hatinya. Hidup di hadirat Allah berarti hidup dalam kesucian yang besar,’ demikian ungkap Br. Lawrence dari Kebangkitan, seorang Karmelit yang hidup di sekitar ahad ke 16.

Untuk bisa tinggal di hadirat Allah, kita perlu melatih diri. Doa Yesus sepanjang hari adalah salah satu cara untuk dapat selalu hidup di hadirat Allah. Selain itu kita juga bisa membiasakan diri bercakap-cakap dengan rendah hati namun penuh cinta kasih kepada Dia di segala waktu, terlebih saat dalam godaan, penderitaan, kekeringan, kecemasan, bahkan ketika kita sedang tidak setia dan berdosa. Dengan hati dan pikiran yang selalu terarah kepada Tuhan, kita membuat seluruh keberadaan kita menjadi sebuah percakapan kecil dengan Allah, suatu komunikasi yang lahir dari hati yang murni dan sederhana. Hati kitapun akan menjadi lebih lepas bebas dan damai, tidak lagi terbeban dengan berhagai masalah duniawi.

Latihan ini perlu dilakukan dengan setia, agar akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Apabila kita setia melakukan latihan ini, maka hati akan terangkat kepada Allah, dan jiwa mengalami damai dan sukacita di dalam Allah, bahkan sekalipun kita tidak sedang berdoa. Segala pekerjaan dilakukan dengan tenang, lembut, dan penuh cinta kasih, sebagai persembahan kepada Allah sebagaimana yang diteladankan oleh St. Theresia dari

81

Lisieux. Perhatian yang terus menerus kepada Tuhan ini juga akan dapat memenggal kepala si jahat yang selalu mengintai dan menanti kelemahan kita.

Setiap kali ada kesempatan, Allah akan senang sekali jika kita menyempatkan diri untuk menyembah Dia yang hadir di kedalaman hati kita. Ini menunjukkan bahwa kita menyadari Ia hadir di sepanjang aktivitas kita. Walaupun sebentar saja, kita dapat masuk ke dalam hati kita. menjumpai Dia yang bersemayam di sana. Di sanalah jiwa berhicara dari hati ke hati dengan Allah dan menikmati kemuliaan Allah di lubuk hati yang terdalam.

Memang, latihan ini bukanlah hal yang mudah, Akan tetapi kita tidak usah berkecil hati jika mengalami kegagalan. Bila jatuh, kita bangkit lagi dan mencoba lagi, sebab kebiasaan ini akan lahir dari adanya usaha. Apabila sudah berhasil kelak, kita akan mendapatkan kepuasan ilahi, karena dapat mencintai Allah di atas segalanya, dapat menyadari kehadiranNya dan limpahan kasihNya terus rnenerus, sebagairnana yang dikatakan oleh Elisaheth dari Trinitas, ‘Jiwa Karmelit adalah jiwa yang senantiasa menyadari kehadiran Allah di lubuk jiwauya, dan yang matanya selalu menatap ke surga.’

II. PEMURNIAN

Orang-orang yang merindukan persatuan dengan Allah biasanya mengalami banyak pemurnian, yang oleh St. Yohanes dari Salib disebut dengan Malam Gelap. Malam Gelap ini dibagi menjadi Malam gelap Indrawi (pemurnian indrawi) dan Malam Gelap Rohani (pemurnian Rohani) dan juga menjadi Malam Gelap Aktif atau Pasif. Malam Gelap disebut aktif sejauh orang secara aktif mengusahakan pernurnian lewat pantang, puasa, penyangkalan diri; disebut pasif bila orang tersebut mengalami pemurnian lewat peristiwa-peristiwa atau campur tangan Allah demi kebaikannya sendiri. Dalam Malam Gelap lndrawi, jiwa dimurnikan dari 7 dosa pokok. yaitu kesombongan, keserakahan, percabulan, kemarahan, kerakusan, iri hati, dan kemalasan. Berikut akan diuraikan secara singkat mengenai pemurnian indrawi seturut ajaran St. Yohanes dari Salib.

II.1. Dosa Pokok

82

II.1.1 kesombongan

Para pemula dalam kehidupan rohani biasanya sangat rajin dan bersemangat sehingga tanpa disadari timbullah kesombongan dalam diri mereka. Mereka akan heran melihat orang lain tidak rajin berdoa seperti mereka; mereka senang membicarakan soal-soal rohani di depan banyak orang, dan seringkali mereka bagaikan orang Farisi masa kini yang bangga terhadap dirinya dibandingkan dengan pemungut cukai. Setan yang senang jika manusia jatuh dalam kesombongan akan terus membujuk dia untuk melakukan berbagai kegiatan rohani yang sangat banyak sehingga ia merasa diri begitu kudus dan orang lain tidak. Apabila orang yang lebih berpengalaman hidup rohaninya (misalnya imam, biarawan/wati, dsb.) memperingatkan, dia akan menolak dan menganggap yang menegur itu tidak mengerti dan kurang suci.

Kadang-kadang mereka ingin orang lain mengakui semangat dan devosi mereka. Oleh karena itu, seringkali mereka di depan umum menunjukkan kesalehannya dan mereka merasa puas sekali jika ada orang melihatnya. Lebih parah lagi. mereka main mengaku dosa apa adanya. Mereka cenderung untuk mengaku dosa dengan cara sedemikian rupa sehingga tampak suci di mata bapa pengakuannya. Mereka ini tidak suka memuji siapa pun tetapi senang mencari pujian.

Umumnya gejala kesombongan ini muncul pada kebanyakan para pemula. Ada yang kadarnya besar. ada yang kecil, namun hampir tidak ada pemula yang tidak jatuh dalam jurang kesombongan ini.

Jiwa yang rendah hati melakukan yang sebaliknya: semakin mereka melakukan kebajikan, bukannya semakin bangga tetapi justru semakin menyadari akan besarnya hutang budi mereka kepada Allah. Cinta kasih di hati mereka membuat mereka ingin melakukan segala sesuatu bagi Allah. Mereka tidak senang rnenggurui dan dengan rendah hati rela dituntun oleh orang lain yang lebih berpengalaman. Mereka senang jika orang lain dipuji, sebaliknya mereka sendiri tidak pernah mengejar pujian dan malu memamerkan perbuatan-perbuatan baik mereka yang menurut mereka tidak berarti.

Kepada jiwa-jiwa yaug rendah hati inilah Allah sangat berkenan, dan bersemayam di sana dengan seluruh kebijaksanaanNya.

83

II.1.2 keserakahan

Banyak pemula bersungut-sungut jika kurang mendapatkan penghiburan rohani. Mereka tidak pernah puas walau sudah mendapat banyak nasihat, ajaran. dan berbagai santapau rohani. Bahkan lebih daripada itu, mereka juga tidak pernah puas dengan barang-barang rohani yang dimilikinya. Jiwa mereka terikat berlebihan pada keindahan benda tertentu.

Semua kelekatan ini akan memberhalakan barang-barang duniawi sekalipun bentuknya rohani, dan menghambat jiwa untuk mengalami persatuan dengan Allah. Perhatian yang seharusnya terarah sepenuhnya kepada Allah menjadi terpecah-pecah dengan hal-hal lain yang bukan Allah. baik itu penghiburan rohani. gagasan-gagasan, barang-barang, dan sebagainya.

Jiwa yang benar dan berkenan pada Allah adalah mereka yang tidak membebankan diri pada benda-benda tersebut. tidak berusaha untuk mengetahui lebih dari apa yang dibutuhkannya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik demi Allah. Dengan murah hati mereka memberikan segala yang dimilikinya, dan kesukaannya adalah mencari jalan bagaimana caranya agar dapat mengasihi Allah dan sesama tanpa terikat pada segala benda yang fana.

II.1.3 percabulan

Seringkali para pemula dalam melakukan latihan rohani mengalami kenikmatan yang tidak suci di bagian indrawi jiwanya. bahkan bagi beberapa orang ada yang sangat mudah terhanyut dalam perasaan-perasaan yang tidak suci, atau juga pikirannya terkontaminasi dengan perkara-perkara yang tidak luhur. Setelah mendapat kepuasan rohani dalam doa, rnereka langsung mengalami kenikmatan yang memahukkan dan membelai-belai indra mereka. seolah mereka ditelan oleh kenikmatan dan kepuasan dosa itu.

Biasanya orang-orang yang mudah jatuh dalam kelemahan ini adalah mereka yang sensitif, sehingga perangai dan darahnya mudah terangsang setiap kali ada perubahan dalam tubuhnya. Mereka juga bisa menyukai orang lain dengan nafsunya, bukan karena roh. Untnk mernbedakannya cinta itu bisa dikenali berasal dari nafsu jika kita mengenangkan kembali perasaan itu, kita bukannya semakin dekat dan mengasihi Allah,

84

sebaliknya hati nurani jadi merasa bersalah. Cinta itu murni rohani hanya jika cinta itu tumbuh seiring dengan semakin besarya cinta kita kepada Allah.

Ada tiga suinber penyebab jatuhnya jiwa dalam kelemahan ini. Yang pertama aclalah kodrat manusiawinya. Roh, bagian yang lebih luhur dari jiwa, mengalami kepuasan dari Allah. Akan tetapi indra bagian yang lehih rendah. karena tidak tahu bagaimana mengalami kenikmatan ini, akhirnya mengambil kepuasan indrawi yang tidak suci. Sebagaimana seorang filsuf mengatakan, setiap bagian menerima segala sesuatu menurut caranya sendiri. Akan tetapi, apabila orang tersebut setia dan berserah kepada Allah, maka lewat Malam Gelap Allah akan memurnikan bagian ini sehingga seluruh keberadaan kita dapat menerima segala sesuatu dari Allah dengan cara ilahi.

Sumber yang kedua adalah setan. Biasanya roh jahat merangsang dengan pemikiran-pemikiran yang tidak suci sehingga jiwa gelisah dan berhenti berdoa. Jiwa yang memberikan perhatian sedikit saja kepada ulah setan ini akan sangat dirugikan karenanya, karena godaan akan semakin besar, hingga sampai titik tertentu jiwa bisa merasa bahwa setan sudah betul-betul menguasainya tanpa ia mampu mencegahnya sama sekali.Sumber yang ketiga adalah ketakutan dari dalam diri mereka sendiri. Ada orang yang takut terhadap hal ini sehingga akhirnya ia malah sangat terganggu karena dihantui oleh perkara-perkara yang tidak suci ini.

Semua ini akan hilang lenyap secara perlahan-lahan, jika Malam Gelap melanda jiwa, dan memurnikan semua kelemahan ini. Yang penting adalah tetap setia dan berserah kepada karya Roh Kudus yang bekerja di dalam jiwa kita masing-masing.

II.1.4 kemarahan

Kebanyakan pemula biasanya mengalami banyak kemanisan dan penghiburan di awal hidup rohaninya. Akan tetapi, jika suatu saat Tuhan menarik segala penghiburan rohani itu sehingga hidup doa mereka menjadi hambar, mereka menjadi kesal dan bersungut-sungut. Ada juga pemula yang bahkan cepat marah bila melihat kesalahan dan kelemahan orang lain. Dengan hati rnarah mereka mencela orang lain baik secara kasar maupun halus, dan menampilkan diri sebagai orang yang baik. Sikap ini sangat bertentangan dengan pribadi Roh Kudus yang lemah lembut.

85

Ada pula pemula yang ketika menyadari kelemahan diri, menjadi marah-marah dan jengkel terhadap dirinya sendiri. Dengan tidak sabar mereka seolah ingin menjadi kudus dalam waktu sehari,

Jiwa yang berkenan di hati Allah adalah mereka yang dengan rela dan rendah hati mau menerima kekurangan diri. dan dengan sabar menantikan saat-saat Allah akan mencurahkan rahmatNya seturut kehendakNya.

II.1.5 kerakusan

Hampir semua pemula jatuh dalam kerakusan rohani, karena mereka begitu terikat kepada kenikmatan dan kepuasan yang mereka peroleh dari hidup doa dan latihan-latihan rohani. Mereka lebih mementingkan dan bahkan mengejar penghihuran-penghihuran rohani itu, bukannya mengupayakan kesucian jiwa dan mencari Allah. Karena kerakusannya mereka melakukan matiraga atau puasa yang berlebihan, ataupun latihan-latihan rohani lainnya secara ekstrim. Apabila dilarang oleh pimpinannya mereka tidak mau taat dan tetap melakukannya secara diarn-diam.

Sesungguhnya Allah lebih berkenan kepada jiwa yang taat, karena ketaatan merupakan matiraga akal budi dan perasaan. Matiraga jenis ini lebih berharga daripada ribuan matiraga badani. Orang yang melakukan matiraga dan latihan rohani secara ekstrim lebih didorong oleh nafsunya untuk mendapatkan kenikmatan rohani sehingga mereka semakin bertumbuh dalam dosa kerakusan dan ke sombongan.

Lebih parah lagi, orang yang jatuh dalam kerakusan ini akhirnya tidak menyadari akan kehinaan dan kepapaan dirinya. Segala pengalaman rohani yang diterimanya membuat dirinya merasa begitu hebat dan lain daripada yang lain, Dalam doa maupun sesudah menerima komuni mereka cenderung untuk mencoba mendapatkan perasaan tertentu yang memberikan kepuasan dan bukannya dengan rendah hati memuji dan rnenyembah Allah. Jika mereka tidak merasakan apa-apa mereka mengira belum mendapat apa-apa sekalipun sudah menelan Hosti Kudus. Selain itu jiwa yang kekanak-kanakan ini memiliki kelemahan lain, yaitu mereka tidak tertarik pada salib dan penyangkalan diri. Mereka cenderung mencari kenikmatan rohani.

86

Oleh karena itulah. Allah seringkali menarik segala penghiburan dan kenikmatan rohani, agar jiwa dapat memandang Allah semata-mata melalui perantaraan iman yang murni. Melalui Malam Gelap, Tuhan akan menyembuhkan mereka lewat kekeringan, godaan. dan pencobaan lainnya hingga akhirnya jiwa sadar, bahwa kemajuan hidup rohaninva tidak tergantung kepada berapa banyak Ia mengalami penghiburan dan kenikmatan rohani, tetapi seberapa tulus ia melakukan penvangkalan diri demi cinta kepada Allah.

11.1.6 Iri hatiAda pula para pemula yang jatuh dalam dosa iri hati. Mereka tidak senang melihat keberhasilan dan kemajuan orang lain, terlebih bila mendengar orang lain dipuji. Semua ini bertentangan dengan cinta kasih. Kecemburuan yang suci adalah apabila jiwa bersedih hati karena tidak memiliki kehajikan seperti orang lain, tetapi ikut bersukacita karena orang lain memilikinya. Semakin banyak orang yang dilihatnya maju hidup rohaninya, semakin ia bahagia karena ada banyak orang yang mengabdi Allah yang dicintainya dan ia sendiri terdorong untuk mengikuti teladan orang lain.

11.1.7 kemalasanPara pemula yang jatuh dalam kemalasan rohani ditandai dengan rasa bosan untuk terus melakukan latihan-latihan rohani, apabila mereka sudah tidak menemukan kenikmatan dan penghiburan rohani lagi di dalamnya karena kehambaran yang harus mereka hadapi itu berlawanan dengan kenikmatan indrawi.

Para ‘pemalas’ ini lebih suka menuruti kehendak pribadi daripada mengikuti kehendak Allah, bahkan terkadang mereka merasa bahwa apa yang memuaskan mereka, itulah yang dikehendaki Allah. Allah diukur menurut ukuran mereka sendiri, Dalam hal ini pendapat mereka bertentangan sekali dengan nasihat Injil, “... barang siapa kehilanqan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” (Mat 16:25)

Jiwa yang malas ini seringkali menjadi pengecut untuk berani memenuhi tuntutan yang dibutuhkan untuk mencapai kesempurnaan. Mereka menghindari salib - yang sebetulnya dapat memberikan kepada mereka kekuatan rohani - dan enggan masuk jalan yang sempit yang telah disediakan Kristus bagi mereka yang ingin ke surga.

11.2.Pengertian Malam Gelap

87

Demikianlah ketujuh dosa pokok yang umumnya melanda para pemula yang ingin memulai hidup rohani. Dengan kekuatan sendiri, betapapun kerasnya usahanya, manusia sulit sekali untuk dapat keluar dari segala kelemahannya. Akan tetapi, kepada jiwa yang bersungguh-sungguh merindukan kekudusan, Allah akan memurnikannya lewat Malam Gelap. Di sanalah akan ditemukan keheningan dan kegelapan batin, yang melenyapkan segala kenikmatan dan penghiburan rohani yang sepele dan kekanak-kanakan. Jiwa tidak lagi diberi makanan bayi bubur dan susu, tetapi nasi yang lebih keras, yang lebih memberikan kekuatan dan mendewasakan.

Ada dua bagian jiwa, yaitu yang indrawi dan rohani. Oleh karena itu ada juga dua tahapan Malam Gelap, diawali dengan Malam Gelap Indrawi, kemudian Malam Gelap Rohani. Pada tahap pertarna pemurnian dilakukan terhadap indra-indra dari jiwa. Sedangkan Malam Gelap Rohani adalah pemurnian roh, yang membuat roh suci murni siap bersatu dengan Allah dalam cinta. Dalam tulisan ini hanya akan dibahas Malam Gelap lndrawi, karena umumnya dialami oleh kebanyakan orang yang serius ingin maju dalam hidup rohani. Sedangkan Malam Gelap Rohani merupakan rahmat istimewa yang dianugerahkan kepada orang orang tertentu saja.

Pada awalnya memang Tuhan memberikan banyak penghiburan dan kenikmatan rohani bagi para pemula, agar mereka rela melepaskan segala kenikmatan dan penghiburan yang ditawarkan dunia ini. Namun, seringkali mereka akhirnya lekat dengan penghiburan dan kenikmatan rohani ini, sehingga cinta mereka kepada Allah lebih diwarnai dengan cinta diri. Oleh sebab itulah, dalam Malam Gelap Indrawi Allah ingin mengangkat mereka dari cinta yang rendah ini, ke taraf cinta yang lebih luhur. Allah ingin membebaskan mereka dari latihan-latihan rohani indrawi seperti meditasi diskursif (=rneditasi yang memakai proses penataran dan imajinasi), dan membimbing mereka ke latihan rohani dalam roh yang membuat mereka lepas bebas dapat langsung menjalin hubungan dengan Allah.

Pada saat jiwa dihantar ke Malam Gelap, ia tidak dapat lagi merasakan penghihuran dan kenikmatan rohani seperti dahulu karena dalam tahap Malani Gelap ini, Allah memindahkan segala harta rohaniNya dari indra ke dalam roh. Indra tidak dapat menikmati apa-apa lagi sehingga segalanya menjadi kering dan gelap, seolah-olah matahari yang dahulu selalu bersinar kini tertutup awan-awan pekat. Allah meniuggalkan mereka dalam gelap sehingga mereka tidak dapat maju selangkahpun dalam khayalan diskursif mereka karena Allah melumpuhkan daya-daya batin indrawi dari jiwa. Malam Gelap menghantar jiwa dari tahap meditasi kepada kontemplasi. Allah mengikat segala

88

daya indra jiwa, sehingga tidak memberikan bantuan kepada akal budi, tidak memberikan kepuasan kepada kehendak, dan tidak memberikan kenangan kepada daya ingat. Dalam tahap ini, usaha manusia hanyalah sia-sia dan bahkan merintangi karya Allah yang bekerja di dalam roh melalui kekeringan indrawi ini.

Pada saat inilah Allah yang tadinya memanjakan jiwa dengan kasih keibuan kini telah menyapih mereka. Kain lampin dibuka, jiwa diturunkan dari gendongan dan diajarkan untuk bisa berjalan sendiri. Perubahan ini memang mengejutkan bagi jiwa karena segala sesuatunya menjadi terbalik, tidak seperti dulu lagi. Namun, inilah yang terbaik bagi jiwa, dan yang dibutuhkan jiwa untuk dapat semakin bertumbuh dalam kesucian.

11.3. Tanda-tanda Malam GelapJiwa yang dilanda kekeringan belum tentu karena Malam Gelap, tetapi bisa juga karena sebab-sebab lain, misalnya badan yang kurang sehat, dosa, kelalaian, dan sebagainya. Oleh karena itu sekarang akan diuraikan apakah tanda-tandanya bila kekeringan yang dialami suatu jiwa itu sungguh karena Malam Gelap.

Tanda pertama adalah adanya ketakberdayaan. Kendatipun ia sudah berusaha untuk bermeditasi, menggunakan segala imajinasi, namun tetap tak mampu lagi mendapatkan kepuasan seperti biasanya. Dahulu memang Allah menyatakan diriNya lewat indra-indra batin, yang bisa ditangkap lewat imajinasi, meditasi diskursif, analisis ide-ide, dan semacamnya. Akan tetapi, kini Allah mulai berkomunikasi dengan roh murni dalam kontemplasi.

Tanda yang kedua ialah bila jiwa tidak saja kehilangan penghiburan dari hal-hal yang rohani tetapi juga dari hal-hal yang duniawi dan mahkluk ciptaan lainnya. Karena Allah ingin memurnikan nafsu-nafsu indrawi dari jiwa, maka Ia tidak akan mengizinkan jiwa mengalami kemanisan dalam hal apapun. Apabila seseorang mengatakan hidup rohaninya kering, namun ia mengalami penghiburan lewat hal lain misalnya dari kenikmatan duniawi, maka itu berarti kekeringannya bukan karena Malam Gelap.

Tanda yang ketiga adalah kekeringan ini disertai kekuatiran jiwa bahwa Ia telah mengalami kemunduran dan kurang mengabdi Allah, Walau indra-indra batinnya lemas

89

dan terpukul akibat Malam Gelap, tetapi semangatnya tetap tinggi dan kuat; ingatan dan pikirannya biasanya terarah kepada Allah. Ia begitu prihatin jangan-jangan ia telah mengecewakan Allah. Hal ini tidak akan terjadi pada mereka yang kering akibat lalai. Mereka akan acuh tak acuh saja, sama sekali tidak ada kerinduan untuk mencintai dan mengabdi Allah.

Malam Gelap ini melanda tiap orang dengan kurun waktu yang berbeda-beda, ada yang lama, ada yang sebentar, dan bisa juga terjadi beberapa kali pada sebuah jiwa. Allah yang Maha-bijaksana tahu apa yang terbaik untuk setiap jiwa. Ia akan memurnikan jiwa-jiwa yang rindu untuk bersatu denganNya pada waktu yang sesuai dengan keadaan masing-masing jiwa.

11.4. Sikap yang Tepat dalam Malam GelapDalam Malam Gelap Allah menarik jiwa dari kehidupan indra-indra ke kehidupan roh, atau kontemplasi. Oleh karena itu, jiwa tidak mampu lagi untuk bermeditasi dan melakukan usaha-usaha lain yang membuat mereka dapat merasakan kemanisan ilahi. Dalam Malam Gelap ini jiwa sangat menderita bukan saja karena kekeringan yang dialaminya, tetapi karena mereka merasa prihatin takut sudah tersesat dan mendukakan Allah. Karena mereka sudah tidak merasakan apa-apa lagi, mereka menyangka karunia Allah bagi mereka sudah tertutup, dan Allah sudah meninggalkan mereka.

Jika dalam kondisi ini jiwa tetap berusaha untuk bermeditasi ataupun melakukan usaha-usaha lainnya sebagaimana yang dahulu biasa ia lakukan, ia akan dapat merusak karya Allah, Semua itu akan sia-sia, dalam mencari roh mereka malah kehilangan roh. Mereka itu seperti orang yang telah selesai mengerjakan suatu pekerjaan, kemudian mencoba untuk memulai lagi pekerjaan itu.

Sikap yang tepat dari jiwa adalah tinggal tenang, diam di hadirat Allah tanpa usaha apapun. Meditasi sudah tidak berguna lagi bagi mereka karena Allah sedang membimbing mereka di jalan kontemplasi. Jalan ini berbeda sekali dengan jalan pertama yang biasa mereka lalui, karena jalan ini melampaui imajinasi, gagasan, dan refleksi diskursif.

Jiwa yang masuk dalam Malam Gelap seharusnya merasa terhibur, tetap sabar dan tenang. Gantungkanlah segala harapan kepada iman. Justru pada saat inilah iman sangat

90

dibutuhkan, karena iman akan menjadi pelita yang mengantar kita melangkah memasuki kegelapan. Allah tidak akan pernah mengabaikan seorangpun, terlebih mereka yang mencari Dia dengan hati sederhana dan murni. Ia akan terus membimbing sampai kepada terang cinta yang jelas dan murni. Dan bagi mereka yang layak, Allah bahkan akan membimbing juga ke Malam Gelap Rohani, jadi tidak hanya sampai di Malam Gelap Indrawi.

Penting sekali bagi jiwa dalam tahap ini untuk tidak memperhatikan lagi segala bentuk meditasi diskursif. Biarkanlah jiwa beristirahat dengan tenang walaupun seolah mereka duduk memboroskan waktu dengan sia-sia dalam kehambaran. Namun, sesungguhnya tidak ada yang sia-sia di hadirat Allah. Dalam keheningan yang tampaknya memboroskan waktu itu, Roh Kudus tetap bekerja di dalam jiwa, memurnikan, memulihkan, membentuk seturut dengan kehendakNya.

Demikianlah kekudusan bukan monopoli milik para biarawan/wati saja, tetapi menjadi cita-cita bagi semua orang. Tuhan memanggil setiap manusia kepada kekudusan karena Ia sendiri adalah kudus adanya. Dan sungguh kita patut bersyukur, karena Tuhan telah menganugerahkan spiritualitas Karmel bagi kita semua, suatu spiritualitas yang akan menghantar jiwa-jiwa yang setia kepada kekudusan lewat jalan yang manis.

8.b. SPIRITUALITAS KARMEL II

Para Kudus Karmel

I. ST. TERESA DARI AVILA

St. Teresa Avila telah dipanggil Tuhan untuk memperbaharui Karmel dengan cara yang mengagumkan. Ia seorang biarawati Karmel dari Spanyol yang lahir di kota Avila tahun 1515. Kecuali diberi karunia kepemimpinan yang besar sehingga ia mampu mendirikan banyak biara baru semasa hidupnya, St. Teresa juga diberi karunia mistik yang berlimpah.

Tulisan-tulisannya termasuk salah satu karya mistik yang sangat indah dan luhur dan yang sampai hari ini belum terlampaui. Dengan cara yang menyakinkan sekali dan dalam uraian yang sangat indah, St. Teresa menekankan luhurnya cita-cita yang harus dikejar, yaitu persatuan dengan Allah sampai pada apa yang disebut dengan istilah ‘perkawinan Rohani’, suatu persatuan transforman yang amat luhur.

91

Dalam bukunya ‘Puri Batin’ St. Teresa melukiskan perjalanan rohani suatu jiwa dengan sangat indah. Digambarkan bahwa puri itu terdiri dari banyak ruang yang mencerminkan tahap-tahap perjalanan rohani kita. Di tengah puri itu ada sebuah ruangan khusus yang indah. Di sanalah bersemayam Sri Baginda, yang tak lain adalah Allah sendiri yang bertahta di pusat hati kita.Suasana di sekitar puri gelap, kotor, dan dingin, penuh dengan ular dan berbagai makhluk berbahaya, singkatnya tidak rnenyenangkan sama sekali. Akan tetapi, setelah jiwa memasuki puri mulai dilihatnyalah terang dan kehangatan, yang terpancar dari pusat puri tersebut. Untuk dapat sampai ke bagian inti puri itu, jiwa harus melalui beberapa ruang terlebih dahulu, yang semuanya berjumlah tujuh.Setiap ruang merupakan suatu dunia tersendiri, yang terdiri dari kebun, air mancur, dan sebagainya. Semuanya itu mempesona jiwa dan mempunyai daya tariknya tersendiri bagi jiwa yang mengembara. Namun, daya tarik terkuat datang dari pusat, tempat Sri Baginda bersemayam.

St. Teresa menggambarkan bahwa doalah yang menjadi gerbang untuk bisa memasuki puri itu. Dan hanya lewat doa jiwa bisa melewati ruang demi ruang hingga akhirnya sampai ke bagian terdalam dari puri batin tersebut. Ketiga tempat pertama dalam puri itu melambangkan usaha manusia yang sedang berusaha membina hubungan dengan Allah dalam doa. Akan tetapi, saat orang ini hendak mulai memasuki puri, segala kegelapan dan binatang-binatang liar di luar juga ingin ikut masuk bersamanya. Hal ini menunjukkan banyaknya godaan yang harus dihadapi bagi seseorang yang hendak mulai menjalin relasi mesra dengan Allah. Kebanyakan orang terbelah perhatiannya dan jatuh dalam godaan-godaan ini.

Biarpun mereka tidak berada dalam keadaan yang buruk, mereka terlibat dalam hal-hal duniawi dan begitu terserap oleh harta-benda, kehormatan, dan urusan-urusan bisnis, sehingga meskipun mereka ingin melihat dan menikmati keindahan puri ini, mereka terhalang melihatnya dan rupanya mereka juga tidak dapat menghindarkan diri dari hambatan sebanyak itu. (St. Teresa Avila: Puri Batin)

Dalam lapisan yang kedua manusia mulai mendengarkan panggilan Allah secara pribadi. Seringkali panggilan Allah ini mengguncangkan jiwa dan membuat manusia bingung untuk menentukan prioritas.

92

Setelah berhasil melalui tahap kedua, jiwa akan dibimbing memasuki lapisan ketiga. Doa menjadi suatu kebutuhan yang tetap dari hari ke hari, Hati lebih diliputi dengan damai dan sukacita, dan doa serta Sakramen menjadi yang terpenting dalam hidup mereka. Hati merekapun mulai diliputi dengan kasih kepada sesama yang mengalir lewat pelayanan-pelayanan.Akan tetapi, Tuhan masih ingin menarik jiwa lebih dalam lagi, memasuki tahap keempat. Doa yang aktif kini diganti doa yang pasif atau seringkali disebut dengan doa hening. Jiwa ditarik masuk dalam keheningan tempat Allah bersemayam.Dalam ruang yang kelima jiwa semakin kuat ditarik masuk dalam keheningan. Di sanalah terjadi persatuan yang mesra antara jiwa dengan Allah. Kehidupan yang lama disalibkan bersama Kristus, dan jiwa ikut bangkit bersama Kristus.Setelah melalui jalan yang cukup panjang, saatnyalah kini jiwa dipertunangkan dengan Sang Mempelai. Dalam ruang keenam ini, jiwa yang sudah dilukai oleh cinta Sang Mempelai lebih suka mencari kesunyian dan menghindarkan segala sesuatu yang dapat menariknya keluar dari kesunyian itu. Masa ini adalah masa yang berat, karena jiwa diombang-ambingkan oleh banyak cobaan dan tantangan. Jiwa dipersiapkan untuk sebuah perkawinan rohani dengan berbagai pemurnian sehingga ada banyak penderitaan.

Aku sungguh tahu, bahwa rasa sakit iti telah mencapai bagian jiwa yang paling dalam dan bila Dia yang telah melukainya, menarik anak panahnya, ini betul-betul sepadan dengan kasih mendalam yang dirasakan jiwa dari yang ditanamkan oleh Tuhan. (St. Teresa Avila: Puri Batin)

Akhirnya tibalah saat perkawinan rohani itu. Jiwa memasuki ruang ketujuh yang tak lain adalah pusat dan puri tersebut, tempat Sang Raja bersemayam. Di tahap inilah terjadi persatuan yang indah antara jiwa dengan Allah, bagaikan hujan yang jatuh sampai ke sungai, tak terpisahkan selamanya. Dan orang yang sudah sampai ke pusat puri ini justru semakin peka dan terlibat dengan kebutuhan dan penderitaan sesama.

Ajaran St. Teresa ini ditandai dengan kekayaan pengalaman dan kedalaman psikologis yang tidak ada duanya. Dan dengan kerendahan hati yang dalam Ia selalu menekankan bahwa kontemplasi yang ditanamkan semata adalah anugerah ilahi yang cuma-cuma. ‘Yang penting dalam doa bukanlah banyak berpikir melainkan banyak mencinta’, demikian ungkap St. Teresa.

93

Mencinta adalah menyerahkan diri tanpa syarat. Ini berarti menyerahkan kehendak sendiri sedemikian rupa kepada kehendak Ilahi, betapapun beratnya, sampai orang merasa gembira dalam penderitaan kalau ini berkenan kepada Sanq Kekasih. Dan kasih yang mendalam ini adatah suatu panggilan untuk kehadiran Allah.

II. ST. YOHANES DARI SALIB

Yohanes lahir di Fontiveros, Spanyol, tahun 1542, hidup sezaman dengan St. Teresa dari Avila. Ia mempunyai kecintaan yang besar kepada Bunda Maria, Diakuinya Bunda Marialah yang menolongnya ketika jatuh di sungai waktu kecil, dan menolongnya keluar dari penjara setelah ia dewasa. Namun tentu saja lebih lagi Bunda Maria berperan banyak dalam perjalanan hidup rohaninya.

Dengan gayanya yang khas ia menghimbau para saudaranya untuk meninggalkan dan menanggalkan segala sesuatu demi tercapainya persatuan yang amat luhur dengan Allah. Untuk itu orang harus melewati Malam Gelap, baik yang indrawi maupun yang rohani, supaya akhirnya dapat sampai kepada persatuan transforman yang mengubah segala-galanya dan menjadikan manusia satu dengan Allah, sehingga ia tampaknya lebih Allah daripada manusia.

Dalam bukunya Mendaki Gunung Karmel dengan tegas dan jelas St. Yohanes melukiskan keadaan jiwa yang telah bersatu dengan Allahnya dalam cinta kasih. Di situ dilukiskannya betapa indah dan agung keadaan jiwa yang telah bersatu dengan Allah itu. Ia menyadarkan kita akan nilai tak terkatakan dari persatuan transforman dengan Allah itu yang juga disebut dengan istilah perkawinan rohani. Nilainya sungguh jauh melampaui segala sesuatu sehingga dibandingkan dengan persatuan itu segala yang lain tampak sebagai sampah. Karenanya Ia sangat radikal dalam tuntutannya, karena menyadari luhurnya tujuan yang ditawarkan Allah kepada manusia.St. Yohanes melukiskan bagaimana jiwa yang dibakar oleh api ilahi akhirnya menjadi api, bahkan lautan api.

Di situ jiwa merasakan bagaimana nyala api itu bertambah besar dan kuat dan bagaimana dalam nyala ini cintanya naik begitu tinggi, sehingga ia mendapat kesan bhiwa dalam lubuk batinnya ada sebuah lautan api, yang seperti pasang surut turun naik

94

dan dengan demikian memenuhi dirinya seluruhnya dengan cinta. Seluruh alam semesta tampak baqinya sebagai sebuah lautan api, di mana ia tenggelam. Ia tidak melihat tepinya lagi dan juga tidak tampak lagi cakrawala di mana cintanya berhenti. Dalam dirinya ia mengalami pusat cinta yang hidup. (St. Yohanes dari Salib: Nyala Cinta)

Dalam keadaan seperti itu seluruh aktivitas orang itu menjadi ilahi. Segala gerak-gerik jiwanya dibimbing oleh Allah sendiri, bahkan gerak pertama dari jiwanya bersifat ilahi, karena dia telah diubah seluruhnya menjadi ilahi.

Kiranya jelas pula bahwa menghadapi cita-cita yang demikian luhurnya, cita-cita yang telah dialaminya sendiri, St. Yohanes mengajak kita untuk mendaki puncak itu tanpa ayal dan dengan hati yang mantap, sambil dengan jelas melihat jalannya. Ia adalah seorang pembimbing yang telah mencapai puncak itu sendiri dan ingin membawa kita ke sana, di mana tersedia banyak karunia luar biasa, keindahan, dan kebahagiaan yang tak terperikan. Setelah melihat sendiri segala keindahan itu dan kekayaan yang tersedia untuk kita dan tahu bahwa dibandingkan dengan harta kekayaan itu, semua yang kita miliki dan ketahui bukan lain dari sampah belaka, maka dapat dimengerti bahwa dia dengan sangat tegas dan radikal mendesak kita untuk menelusuri jalan yang ditunjukkannya.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa jalan yang menuju ke puncak itu sesungguhnya hanya satu, yaitu ‘kekosongan’. Ia menggambarkan ada satu jalan yang menuju ke puncak, dan dua cabang jalan yang ujungnya buntu. Jalan buntu pertama ialah roh yang tidak sempurna, yang masih menginginkan barang-barang yang bersifat duniawi, seperti harta benda, kenikmatan, kekuasaan, pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan sebagainya. Jalan buntu yang kedua ialah keinginan untuk memiliki barang-barang surgawi dan tampaknya rohani, yang sama tidak sempurnanya karena mengejarnya dengan semangat untuk memiliki. Barang-barang rohani itu antara lain kemuliaan, kesenangan, hiburan rohani, dan sebagainya.

Sebaliknya jalan yang menuju puncak ialah jalan kekosongan: nada... nada... nada... yang artinya kosong ... kosong ... kosong ... Mengenai barang-barang duniawi itu ia mengatakan, ‘Semakin orang mencarinya semakin tidak memperoleh’ Mengenai barang-barang surgawi ia mengatakan, ‘Semakin ingin aku memilikinya, semakin tidak kudapat.’ Tentang keduanya itu sebaliknya dikatakan, ‘Karena aku tidak menginginkannya aku memiliki semuanya tanpa keinginan.’

95

Bila engkau berpaling pada sesuatu,engkau berhenti mengarah kepada Yang Segala

Sebab supaya dapat pergi dari segala ke Segala, harus kautanggalkan dirimu seluruhnya da1am segalaDan bila engkau sampai memiliki segala, engkau harus memilikinya tanpa menginginkan apa-apaSebab, bila engkau masih ingin sesuatu di dalam segala, hartamu tidak semata-mata ada dalam AllahDalam kelepasan ini roh menemukan istirahat dan damaiSebab, oleh karena ia tidak menginginkan apa-apaIa tidak menjadi sombong bila menerima pujianDan tidak tertekan bila ia direndahkanSebab dia berada di pusat kerendahan hatinyaTetapi bila ia menginginkan sesuatu,Pada saat itu juga ia menjadi letih dan kuatir.

(St. Yohanes Salib: Mendaki Gunung Karmel)

III. ST. THERESIA DARI LISIEUX

St. Theresia dari Lisieux mendapat nama biara St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus dan dari Wajah Kudus. Dikenal juga dengan nama St. Theresia Kecil karena mengajarkan Jalan Kecil untuk sampai kepada Tuhan. Jalan ini bertolak dari realitas hidup sehari-hari yang dihayati dalam iman dan cinta kasih tak terbagi kepada Allah, Bapa kita. Hubungan dengan Allah ini dilihatnya sebagai hubungan antara Bapa dengan anaknya yang kecil. Yakin akan kasih Bapa yang Maharahim, Theresia menyerahkan diri secara total kepada Allah seperti seorang anak kecil. Dalam segala sesuatu ia mau bergantung secara mutlak pada Allah dan mengharapkan segalanya dari Dia, tanpa syarat. Dari pihaknya Theresia hanya mau mencintai Yesus serta menyenangkan hatiNya dalam segala hal serta mempersembahkan bunga-bunga cinta dan kurban kecil-kecil kepadaNya.

Ah! Tidak pernah ada kata-kata yang lebih lembut dan lebih merdu yang memberikan sukacita pada jiwaku. Tangga berjalan yang membawaku ke surga adalah lenqan-lenqanMu 0 Yesus! Dan karena itulah aku tidak perlu menjadi besar, tetapi kecil dan makin lama makin kecil seperti ini ... (Otobiografi)

96

St. Theresia juga menghimbau kita untuk mencapai kesucian, yaitu persatuan cinta kasih dengan Allah sampai pada pengurbanan diri tanpa pamrih. Titik tolaknya ialah keyakinan akan kerahiman Allah yang Mahakasih atau kasih Allah yang Maharahim. Karena itu, kasih dan kerahiman Allah tidak dapat dipisahkan. St. Theresia mengajak semua orang untuk datang kepada Allah dan menyerahkan diri kepada kasihNya yang Maharahim sebagai seorang anak kecil. Dalam kepercayaan mutlak akan kasih Allah yang Maharahim ia menyerahkan diri secara total tanpa syarat kepadaNya. Untuk mencapai persatuan itu Ia tidak menolak satu kurbanpun yang diminta Allah kepadanya. Ia mempersembahkan kurban-kurban kecil kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari, tanpa mencolok, didorong oleh cinta kasih. Pada dasarnya inilah jalan cinta kasih dalam perkara-perkara kecil, yang tidak mencolok dan tersembunyi, dan karenanya juga lebih aman.

St. Theresia juga mempunyai kecintaan yang besar pada Bunda Maria, yang menunjukkan Kristus, puncak dari Gunung Karmel,

O Ratu Surga, gembalaku yang terkasih,tanqanmu yang tak nampak tahu bagaimana menyelamatkan aku.Bahkan kala aku bermain di pingqir lembah curam,Kautujukkan puncak Karmel.Aku lalu mengerti dengan sukacita yanq besarBahwa aku harus mengasihi kalau aku ingin terbang ke Surga.

Dengan jalan kecil namun radikal ini, Ia telah mencapai persatuan cinta kasih yang amat dalam dengan Allah, setelah mengalami pemurnian yang mendalam. Oleh karena itu, Paus Pius XI menyebutnya sebagai Santa terbesar abad ini. Walaupun tidak pernah meninggalkan biaranya, ia diangkat menjadi pelindung Misi sejajar dengan St. Fransiskus Xaverius, misionaris besar itu. Secara implisit ini merupakan pengakuan, bahwa hidup kontemplatif yang dihayati dengan iman dan cinta kasih yang murni, memiliki nilai yang besar untuk seluruh Gereja, bahkan dunia. Seperti yang dikatakan St. Yohanes Salib, bahwa satu faal cinta kasih yang dilakukan orang dalam tingkat persatuan itu lebih berharga dari segala perbuatannya seumur hidup sebelum mencapainya, dan bahwa satu orang dalam tingkat itu lebih berharga bagi Allah dan lebih berguna bagi Gereja dan dunia daripada beribu-ribu orang lainnya. Dengan cara itu Theresia mengajarkan, bahwa jalan kekudusan terbuka bagi setiap orang. untuk menjadi kudus orang tak perlu

97

melakukan perbuatan-perbuatan yang luar biasa, namun cukup melakukan tugas-tugas hariannya dengan setia demi dan dengan cinta kepada Tuhan.

IV. ST. TERESA BENEDICTA

Dia adalah seorang biarawati Karmel berdarah Yahudi, dilahirkan dengan nama Edith Stein tahun 1891 di kota Wroclaw, Polandia. Edith Stein seorang gadis yang sangat menonjol, Doktor filsafat, dosen, penceramah tersohor, pejuang hak-hak wanita, dan masih ada sederet lagi predikat bergengsi yang disandangnya. Namun, semuanya itu ditanggalkannya dengan melangkahnya ia masuk ke biara Karmel dan menjadi biarawti di sana, dengan nama biara Sr. Teresa Benedicta. Ia sangat mencintai salib dan karena cinta Tuhan yang besar kepadanya Ia diperkenankan ikut ambil bagian dalam salib Kristus. Ia mati dibunuh dengan gas beracun sebagai martir pada tahun 1942.

Edith menyebut Bunda Maria sebagai teladan kaum wanita di zaman modern. Maria merupakan perpaduan kelembutan dan kekuatan, yang tampak sekali terlihat di sepanjang hidupnya, lebih-lebih di kaki salib Puteranya. Edith berpendapat bahwa semua wanita dipanggil untuk melatih mistik keibuan itu seturut teladan Maria, baik yang menikah maupun selibat.

Ada banyak orang mengeluh dan tidak mengerti mengapa ada begitu banyak penderitaan di dunia ini. Namun, bagi Edith semua itu adalah rahmat. Salib adalah tanda cinta Tuhan kepada manusia. Baginya salib berarti kesetiaan dalam iman, harapan, dan cinta. Edith menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhan secara total, ketika dia dipisahkan dari keluarganya, hingga sampai terbunuhnya ia secara hina. Dia mengosongkan diri dan menyerahkan diri kepada Tuhan, dan dengan demikian ia memenangkan mahkota kesetiaan dan cinta kepada Tuhan dan salib.

Salib berarti cinta. Demi cinta yang tiada terukur Yesus rela menjadi manusia, solider bersama ciptaanNya dan akhirnya menderita dan wafat demi cinta pula. Inilah yang diteladani oleh Edith. Sepanjang hidupnya ia solider dengan sesamanya dan menyerahkan cintanya yang tanpa syarat kepada Tuhan. Dan ia rela menyerahkan dirinya demi cinta kepada Tuhan, agar dapat menjadi berkat bagi dunia, bangsa Yahudi khususnya.

98

Saya percaya bahwa Tuhan menerima hidup saya untuk semua orang (Yahudi). Saya selalu memikirkan Ratu Ester yang dipilih dari antara bangsa Israel dengan tujuan untuk berdiri di hadapan raja demi keselamatan rakyatnya. Saya ini lemah, kecil, miskin, seperti Ester, tetapi Raja yang telah memilih saya adalah Agung dan Murah Hati. (St. Teresa Benedicta)

Pada bulan Mei 1987 Paus Yohanes Paulus II mengatakan tentang Edith Stein, ‘dia melihat pendekatan yang jelas tentang salib. Dia tidak melarikan diri karena ketakutan. Dia bahkan mendekati salib dengan harapan Kristen, dengan cinta dan pengurbanan serta dalam misteri Paska ia juqa menyambut salib dengan salam: Ave crux, spes unica.’ (Salam ini berarti: ‘Salam o Salib, pengharapan yang tunggal.’)

Salib adalah cinta! Demikianlah Edith Stein meninggal sebagai putri Israel demi kemuliaan Allah yang Mahaagung. Dengan segenap cinta Ia mengikuti jejak Gurunya yang wafat di kayu salih demi keselamatan orang lain.

V. BEATA ELISABETH DARI TRITUNGGAL

Elisabeth yang hidup sezarnan dengan Theresia dari Lisieux mendapat suatu panggilan yang berbeda. Kalau pesan Theresia mendapatkan tanggapan di seluruh dunia dan segala lapisan umat, sebaliknya ajaran dan pesan hidup Elisaheth lehih ditujukan kepada jiwa-jiwa konternplatif yang haus dan rindu akan Tuhan. Elisabeth sangat menghayati hidupnya sebagaimana nama yang disandangnya, yaitu Elisabeth, yang berarti ‘tempat kediaman Allah’.

Elisabeth mengajak sernua orang yang haus dan rindu akan Tuhan untuk menyelam ke dalam lubuk jiwanya yang terdalam untuk berjumpa dengan Allah Tritunggal yang sudah menantinya di situ. Elisabeth adalah tipe jiwa batiniah, jiwa interior, yang membiarkan diri diserap oleh kehadiran Allah yang dahsyat dan membahagiakan itu. Ia dipanggil untuk terus tenggelam dalam misteri Allah yang tidak terselami serta menyembah Dia dalam keheningan besar. Ia dipanggil untuk memberikan kesaksian, bahwa Allah patut dicari dan dicintai demi DiriNya sendiri.

Kalau Theresia dipanggil untuk mewartakan kasih Allah yang maharahim, sebaliknya Elisabeth dipanggil untuk tenggelam dalam kasih itu sendiri, sudah sejak dalam hidup di

99

dunia ini. Ia menjadi penunjuk jalan bagi jiwa-jiwa yang haus dan rindu akan Tuhan untuk mencari Dia di kedalaman lubuk jiwanya sendiri, karena Allah sudah selalu hadir di situ. Karenanya Elisabeth menjadi rasul untuk ‘inhabitatio divina’, kediaman Allah dalam lubuk jiwa terdalam manusia.

Akan tetapi, dari persatuannya yang mesra dengan Allah Tritunggal yang bersemayam di hatinya, berkobarlah pula semangat kerasulan dalam diri Elisabeth. Ia rindu jiwa-jiwa mengalami pertobatan dan mengenal Allah. Oleh karena itu, Elisabeth senantiasa berusaha untuk bersatu dengan Allah, karena ia menyadari persatuannya dengan Tuhan dapat menjadi berkat bagi sesamanya.

VI. BEATO TITUS BRANDSMA

Beato ini dilahirkan di Belanda pada tahun 1881 dengan nama Anno Brandsma. Pada usia 17 tahun ia masuk biara Karmel dengan nama biara Fr. Titus, Ia punya bakat yang hebat di bidang menulis dan jurnalistik. Hidupnya penuh dengan doa walau jadwalnya sangat dipadati dengan kesibukannya sebagai dosen, pemimpin retret, penulis, pengkhotbah, dan sebagainya. Ia terkenal dengan antusiasmenya terhadap Spiritualitas Karmel dan devosinya yang besar kepada Bunda Maria.

Titus banyak berperan atas nama Gereja dalam perlawanan terhadap Gestapo di zaman Nazi hingga akhirnya pada tahun 1942 ia ditangkap dan ditempatkan di salah satu kamp konsentrasi Nazi yang paling buruk di Dachau. Saat-saat menjelang kematiannya banyak saksi melihat kekudusan Titus justru semakin menonjol: ia tidak pernah mempedulikan dirinya sendiri namun selalu menunjukkan rasa kasih yang besar kepada sesama. Ia juga menulis beberapa karyanya yang paling indah di penjara, dan devosinya kepada Bunda Maria semakin kuat. Tentang Titus ini Uskup Agung de Jong menulis, ‘Ia adalah imam yang suci dan saleh, tokoh yang berjasa besar, pribadi bermutu tinggi, pencetus banyak karya. Ia selalu siap membantu saya dan saya sangat berhutang budi kepadanya. Ia mempersembahkan hidupnya untuk Gereja Katolik.’ Beato ini mempersembahkan hidupnya bagi dunia pendidikan dan kebebasan pers.

Beato Titus menulis bahwa segenap anggota Karmel dipanggil khusus untuk hidup mistik.

100

Hidup ini mempunya tujuan ganda; kita dapat mencapai tujuan yang pertama dengan bekerja dan berusaha dengan pertolongan Tuhan. Ini berarti kita mempersembahkan hati yang suci kepada Allah,yang bebas dari segala noda dosa. Kita dapat mencapainya, kalau kita sempurna dan terbenam dalam sungai Kerit, yang berarrti tersembunyi dalam kasih. Tujuan kedua dalam hidup ini diberikan kepada kita oleh Tuhan sebagai hadiah semata-mata. Yang saya maksudkan adalah bukan hanya sesudah kematian, tetapi bahkan dalam hidup ini melalui beberapa cara merasakan dalam hat dan mengalami dalam batin kehadiran ilahi dan manisnya kemuliaan surgawi. Ini dikatakan minum dari saluran kekayaan Tuhan.Ia menegaskan bahwa salah satu unsur tetap dalam Spiritualitas Karmel adalah hidup bersemuka di hadapan Tuhan, atau dengan kata lain hidup di hadirat Allah. Di dalam sel penjaranya ia menulis:

Kesunyian yang membahagiakan. Aku sangat merasa kerasan di sel kecil ini. Aku tidak pernah merasa bosan di sini, bahkan sebaliknya. Aku memang sendirian, tetapi Tuhan tidak pernah lebih dekat padaku daripada saat ini. Aku dapat saja berteriak gembira karena saat ini -- ketika aku tidak dapat mengunjungi orang-orang dan juga orang-orarig itu tidak dapat mengunjungi aku -- Ia menyatakan DiriNya begitu sering kepadaku. Kini Dialah satu-satunya tempatku berlindung, dan aku merasa sangat aman dan bahagia. Kalau Ia memerintahkan aku untuk tinggal di sini selamanya, aku pun mau. Jarang aku merasa bahagia dan puas seperti ini.

Hari-hari Titus dipenuhi dengan kesibukan dan segala kegiatan. Namun demikian, ia tetap dapat menjaga keheningan hatinya dan hidup di hadirat Allah di tengah segala keributan di sekitarnya. Di dalam penjara yang mengerikan di Dachau, ia menemukan Yesus di tengah-tengah segala penghinaan dan kekejaman; itulah yang menjadi harta karun dan sukacitanya. Menjadi Gereja kaum miskin berarti menghadapi penolakan, salah pengertian, rintangan dalam misi, pelanggaran kebebasan pribadi, dan akhirnya ia mati sebagai martir.

Titus Brandsma tidak menunjukkan sikap seorang yang pendiam dan alim, Ia sangat berani dan selalu bicara terang-terangan menyampaikan kebenaran. Ia gigih membela hak asazi manusia dan bekerja keras di sepanjang hidupnya. Meskipun demikian, ia adalah seorang pendoa yang kontemplatif, Ia mampu menempatkan dengan seimbang antara doa dan karya seperti nabi Elia, seorang pertapa yang tidak segan-segan turun gunung bekerja

101

giat untuk kemuliaan Allah. Itulah sebabnya di tengah segala kesengsaraannya dalam sel penjara ia masih dapat menulis:

Satu kesadaran baru tentang kasihMu meliputi hatikuYesus yang manis, aku di da1am Engkau dan Engkau didalamku takkan berpisah,Tiada dukacita akan menghalangi jalanku,Namun, aku menatap mataMu yang penuh dukacita;Jalan sepi yang pernah Kaujalani,Telah membuatku berduka.

Semua kesulitan adalah sukacita …Yang menyinari hariku yang paling gelapKasihMu telah mengubah jalan gelap iniMenjadi terang paling cerahJika memiliki Engkau sendirian,Waktu akan memberkatiDengan tangan-tangan kasih nan dingin dan diamKesepianku yang lahiriahTinggalah denganku, Yesus, tinggalahAku tidak akan takut lagiJikalau kuulurkan tanganku,Aku merasakan Engkau dekat.

102

103

9.a. RIWAYAT HIDUP ST. THERESIA LISIEUX

I. LATAR BELAKANG KELUARGA

Santa Theresia dari Lisieux, juga disebut Theresia dari Kanak-kanak Yesus, lahir sebagai Theresia Martin, adalah anak ke 9 dan pasutri Louis Martin dan Zelie Guerin. Tuhan telah mempersiapkan Theresia kecil untuk menjadi pengajar dunia melalui sebuah keluarga saleh. Mereka itu adalah sebuah keluarga yang biasa, namun sungguh beriman dan tergolong saleh. Baik Louis Martin maupun Zelie Guerin mempunyai latar belakang yang menarik. Mereka rupanya memang dipilih Tuhan untuk melahirkan dan membesarkan dia yang akan membawa suatu misi besar dalam Gereja dan dunia.

Louis Martin berasal dari suatu keluarga tentara, lahir pada tanggal 22 Agustus 1823 di Bordeaux, Perancis, Kemudian pada tahun 1830 keluarganya pindah ke Alencon. Louis Martin mempunyai sifat pendiam dan meditatif dan ia belajar menjadi tukang arloji yang memang menuntut banyak kesabaran dan ketelitian. Martin bercita-cita menjadi seorang biarawan di tempat yang sunyi. Pada usia 22 tahun Ia melamar ke sebuah biara kontemplatif, namun tidak diterima. Selanjutnya ia hidup bersama dengan orang tuanya dan bekerja sebagai pengusaha arloji yang berhasil. Ia adalah seorang Kristen yang saleh.

Zelie Guerin dilahirkan dari keluarga petani. Masa kecilnya penuh penderitaan, karena kurang mendapat cinta dari ibunya. Biarpun demikian ia akhirnya berkembang menjadi seorang Kristen yang sungguh beriman. Ia bercita-cita menjadi religius, namun ketika ia melamar pada suatu biara, ia ditolak, karena rupanya Tuhan mempersiapkan dia untuk

104

suatu tugas lain. Setelah penolakan itu ia berdoa kepada Tuhan: ‘Tuhan saya mau menikah dan melahirkan banyak anak bagiMu.’ Doanya didengarkan Tuhan. Kernudian ia membuka usaha sendiri dan dalam usahanya itu ia berhasil baik.

Kedua orang yang bercita-cita hidup membiara dan ditolak itu akhirnya dipertemukan oleh Tuhan. Setelah masa pertunangan yang pendek, mereka menikah pada tgl 13 Juli 1858 dan menetap di Alencon. Mereka dikaruniai 9 orang anak. Dari ke 9 anak ini 4 orang meninggal dunia pada masa bayi atau anak-anak dan yang tinggal hidup sernuanya perempuan, yaitu Marie, Pauline, Leonie, Celine dan Theresia si bungsu. Dari 5 putri yang hidup itu akhirnya satu per satu semuanya masuk biara. Secara berturutan Pauline, Marie, Theresia dan yang terakhir Celine, semuanya masuk biara Karmel di Lisieux, Perancis, sedangkan Leonie masuk biara Visitasi yang didirikan Santo Franciscus dari Sales.

Keluarga ini sungguh-sungguh sebuah keluarga Katolik yang saleh. Sejak dari kecil anak-anak dididik dan diajar dalam suasana iman Katolik yang benar, dalam cinta kasih dan pengurbanan kepada Allah. Walaupun mereka semua dicintai, namun tidak dimanja dan akhirnya mereka semua menjadi orang-orang Kristen yang beriman, bahkan menjadi biarawati-biarawati yang baik dan saleh seorang di antaranya menjadi seorang santa besar zaman kita ini.

Pada tahun 1877 ibunya meninggal dan fakta itu meninggalkan luka yang dalam sekali di hati Theresia. Akhir tahun 1877 juga keluarga Martin pindah ke Lisleux, di mana saudara dari ibunya tinggal, dan pada tahun 1881 Theresia masuk sekolah suster-suster Benediktin di Lisieux. Di sekolah itu Theresia merasa diri asing terhadap teman-temannya, Hanya dalam lingkungan keluarganya dia merasa aman dan hangat.

Pada tahun 1882 Pauline, kakaknya yang nomor dua dan sekaligus pengganti ibunya, meninggalkan rumah untuk masuk biara Karmel di Lisieux. Kepergian Pauline ini merupakan suatu pukulan besar bagi Theresia kecil. Luka yang ditinggalkan oleh kematian ibunya belum lagi pulih benar, kini ia terpukul lagi oleh kepergian Pauline dan hal itu menjadi terlalu berat bagi si kecil itu. Maka pada Paskah 1883 Theresia kecil jatuh sakit keras, yang lebih disebabkan oleh tekanan batinnya yang tidak tahan menanggung kepergian kakaknya. Namun Allah tidak tinggal diam. Ia mengutus Bunda Maria kepadanya untuk menampakkan diri dan tersenyum kepadanya. Melalui penampakan itu

105

Theresia disembuhkan dengan segera, namun ia tetap menjadi seorang yang perasa sekali, Hal itu baru dapat diatasinya setelah rahmat Natal 1886.

Tahun berikutnya, tahun 1884, Theresia yang berumur 11 tahun menyambut komuni yang pertama, yang sungguh merupakan suatu perjumpaan mendalam dengan Tuhan, yang olehnya sendiri disebut dengan istilah ciuman ‘Yesus yang pertama’.

Theresia tumbuh bahagia dalam keluarga itu, namun ia menjadi seorang yang amat perasa dan sensitive dan mudah sekali menangis. Pada tanggal 15 Oktober 1886 kakaknya yang pertama, Marie, menyusul adiknya masuk biara Karmel, Kembali Theresia menerima pukulan lagi, namun kali ini harus diatasinya sendiri, yang dilakukannya melalui doa-doanya. Pada hari Natal 1886 Theresia menerima rahmat kekuatan yang besar, yang membuatnya menjadi kuat dan tabah. Pada tahun ini pula Tuhan menganugerahkan kepadanya suatu kehausan yang besar akan jiwa-jiwa, untuk berdoa dan berkurban bagi keselamatan jiwa-jiwa.Pada hari Pentekosta tahun 1887, pada usia 14 tahun, Theresia menyatakan niatnya untuk masuk biara Karmel kepada ayahnya yang amat dicintai dan dipujanya itu. Dengan sangat terharu dan dengan kebesaran hati yang luar biasa ayah itu memberikan restunya, bahkan kemudian dengan segenap hati mendukung niat putrinya untuk masuk biara pada usia 15 tahun. Niat itu mengalami banyak pertentangan dari pihak pimpinan Gereja, karena dia dianggap masih terlalu muda. Theresia dengan didukung ayahnya berusaha memperoleh izin itu dan bersama-sama menghadap bapak uskup. Namun uskup tidak segera mengizinkan. Kemudian mereka ikut ziarah ke Roma dan waktu audiensi dengan Paus, Theresia mengungkapkan keinginannya untuk masuk dan supaya diberi izin untuk masuk biara Karmel dalam usia 15 tahun. Paus hanya mengatakan, supaya ia mengikuti petunjuk dari atasannya. Namun akhirnya ia mendapat izin dan pada tanggal 9 April 1888 Louis Martin rnenyerahkan putri kesayangannya kepada Allah dalam biara Karmel di Lisieux.

II. THERESIA DALAM BIARA

Sejak permulaan hidupnya di Karmel Theresia sudah mengalami penderitaan. Di sana ia dianggap sebagai anak keeil dan sejak semula pimpinannya memperlakukan dia dengan keras. Kemudian hari Theresia mengatakan, bahwa ia bersyukur, bahwasanya sejak permulaan dia diperlakukan dengan keras. Walaupun dalam biara itu ada dua orang

106

kakaknya, yaitu Pauline (Sr. Agnes) dan Marie (Sr. Marie), namun dia tidak dapat mengungkapkan isi hatinya seperti ketika ia masih ada di rumah. Dalam kenyataannya Theresia memang jarang sekali berkesempatan untuk bicara dengan kakak-kakaknya itu dan dia memang tidak mau mencari kesempatan untuk itu, karena Ia ingin mengikuti Yesus secara radikal.

Pada tanggal 10 Januari 1889 Theresia menerima pakaian biara Karmel dan pada tanggal 8 September 1890 Theresia mengucapkan kaulnya di Karmel. Pada tanggal 20 Pebruari 1893 Suster Agnes. kakak Theresia, yaitu Pauline, terpilih menjadi priorin (=pimpinan biara wanita). Tahun berikutnya ayahnya meninggal dunia dan tak lama sesudah itu, kakaknya Celine, menyusulnya masuk ke dalam biara.

Pada tahun-tahun pertama hidupnya Theresia tidak menemukan pembimbing rohani yang cocok dan seringkali ía tidak dimengerti oleh para bapa pengakuan atau pembimbing retret. Namun Tuhan sendirilah yang mengajar dia. Pada tahun-tahun pertama hidupnya dalam biara ia sangat dibantu oleh karya-karya Santo Yohanes Salib, bahkan selama dua tahun lebih yang dibacanya hanya karya-karya Yohanes Salib saja dan itulah yang didalaminya, lebih-lebih bukunya yang berjudul Madah Rohani. Karya Yohanes Salib: Mendaki Gunung Karmel dan Malam Gelap dibacanya cepat-cepat, tetapi dengan tekun mendalami karya-karyanya yang lain, yaitu Madah rohani dan Nyala Cinta. Dari Doktor Cinta Kasih itulah Theresia menemukan banyak makanan rohani yang mempersiapkan dia untuk menemukan Jalan Kecilnya kemudian hari. Bagi dia Santo Yohanes Salib pertama-tama adalah Doktor Cinta Kasih, bukan Doktor Malam Gelap. Ucapan Santo Yohanes Salib yang paling dipegangnya ialah, bahwa pada senja hidup kita, kita akan diadili menurut cinta kasih. Cinta kasih Allah yang Maharahimlah yang paling menariknya.

Bila dalam masa postulan Theresia masih mengalami penghihuran-penghiburan rohani, hal itu tidak berlangsung lama, sehab segera kekeringan rnenyusulnya. Masa novisiatnya sebagian besar dilewatinya dalam kekeringan. Hal itu pada umumnya berlangsung terus sampai akhir hidupnya. Hanya saja dalam kekeringan itu ada tahap-tahapnya. Bila pada permulaan kekeringan itu untuk memurnikan dia, kemudian hari kekeringan dan bahkan kegelapan yang dialaminya. memiliki nilai redemtif, nilai penebusan bagi orang lain. Ia menjalani semuanya itu sebagai ganti orang lain. Oleh bimbingan Allah dan rahmat khusus Theresia telah menemukan Jalan Cinta Kasih yang selanjutnya akan menandai

107

seluruh hidupnya dan menjadi ciri khas spiritualitasnya yang kemudian hari menjadi pegangan bagi banyak orang.

Pada Hari Raya Tritunggal Mahakudus tahun 1895 Theresia mempersembahkan diri sebagai kurban kepada Cinta Kasih Yang Maharahim. Sejak penyerahan diri itu Cinta Kasih menguasai hidupnya secara total. Beberapa hari kemudian ‘sewaktu mendoakan jalan salib tiba-tiba ia ditembusi pancaran cinta kasih yang menyala yang begitu hebatnya, sehingga ia mendapat kesan, bahwa ia akan segera mati’. Sejak saat itu api cinta kasih ilahi menyala dengan lebih hebat dalam hatinya.

Pada tahun-tahun terakhir hidupnya Theresia berada dalam suatu percobaan iman yang amat berat, yaitu godaan melawan iman dan pengharapan yang dahsyat, yang ditanggungnya sambil tersenyum. sehingga tidak seorangpun tahu. Apa yang dialaminya itu bukan hanya kekeringan, tetapi gelap bahkan gelap gulita. Bila sebelum itu dengan imannya ia mendambakan surga, yang menjadi kekuatan baginya, namun sejak godaan itu, semuanya gelap. Hal itu digambarkannya sebagai sebuah terowongan yang gelap sekali dan orang tidak tahu, kapan keluar dari situ. Ia juga mengungkapkan, bahwa yang menyeluhungi surga dari padanya bukan hanya sebuah tirai, melainkan sebuah dinding yang tebal. Dari situ ia mengerti makna panggilannya, yaitu untuk mengajarkan ‘Jalan kecil’, Jalan Cinta Kasih dalam kepercayaan dan pasrah kepada Cinta Kasih Allah yang Maharahim.Pada tahun-tahun terakhir hidupnya Theresia menyadari, bahwa bila para martir mati dengan sukacita besar, karena cinta kasih Allah yang menopang mereka, namun Yesus, Raja para martir, wafat dalam kegelapan dan ketakutan, namun penuh penyerahan iman. Theresia ingin wafat seperti Yesus dan keinginannya dikabulkan Tuhan, sehingga sampai saat akhirnya, dia masih berada dalam kegelapan iman, sehingga orang-orang sekitarnya menjadi bingung. Kakaknya sendiri, Sr. Agnes, menjadi bingung, karena dari satu pihak ia yakin, adiknya adalah seorang kudus, tetapi dari pihak lain ia melihat sakrat mautnya seperti seorang pendosa besar. Pada saat itu Sr. Agnes berlari dan berdoa di bawah salib mohon pertolongan dan bantuan Allah untuk adiknya.

Akhirnya pada tanggal 30 September 1897 Suster Theresia dari Kanak-kanak Yesus menyerahkan jiwanya kepada Tuhan dalam suatu ekstase cinta kasih sambil berkata:‘Allhiku, aku ... mengasihi Engkau’, lalu menyerahkan jiwanya. Dengan demikian Allah meneguhkan, bahwa Theresia memang sangat berkenan kepadaNya, sebagaimana dahulu

108

Putera TunggalNya juga wafat seperti itu. Seperti yang dikatakan Kitab Kebijaksanaan, kematian orang benar amat berharga bagi Allah. Santo Yohanes Salib juga mengatakan, bahwa kematian orang yang demikian itu sangat berharga dimata Allah, karena pada saat terakhir ia melambungkan lagu cinta kasih yang paling merdu.

Sebelum wafat Santa Thenesia menyatakan, bahwa ia akan melewatkan surganya dengan berbuat baik di bumi. Ia berjanji akan menghujankan mawar ke atas bumi. Dengan keyakinan yang besar dikatakannya, bahwa karena di dunia ini dia hanya mencari kehendak Allah, maka di surga Allah akan melakukan kehendaknya. Karena itu ia akan mengajarkan Jalan Kecilnya dan akan menghujankan mawar ke atas bumi.

Tak lama sesudah wafatnya, riwayat hidupnya dengan cepat telah memenangkan hati banyak orang. Dalam waktu singkat buku itu telah mengalami cetak ulang beberapa kali, serta diterjemahkan ke dalam pelbagai macam bahasa. Tak lama sesudah itu banyak doa yang ditujukan kepada Theresia dikabulkan Tuhan dan mulailah mawar demi mawar dan mujizat demi mujizat dikerjakan Tuhan untuk memuliakan hambaNya itu, baik itu berupa rahmat pertobatan besar, maupun penyembuhan-penyembuhan besar yang diterima orang dengan pcrantaraan Theresia.

Paus Pius X menyatakan, bahwa Santa Theresia adalah orang kudus terbesar zaman ini. Dan Paus Pius XI mengatakan, bahwa Theresia adalah bintang cemerlang dari pontifikatnya (=masa jabatan kepausan).

Pada tanggal 29 April 1923 ia digelarkan beata oleh Paus Pius XI dan dua tahun kemudian digelarkan kudus pada tgl 17 Mei 1925. Ini merupakan suatu fakta yang amat istimewa, karena biasanya orang digelarkan kudus setelah cukup lama digelarkan sebagai beata. Kemudian pada tgl 14 Desember 1927 Santa Theresia dijadikan Pelindung Misi sejajar dengan Santo Fransiskus Xaverius, karena banyak sekali misionaris yang mengalami bantuannya dalam karya dan kerasulan mereka, Banyak sekali gereja dan kapela yang dibangun orang dan berlindung padanya. Theresia telah menjadi seorang santa yang sangat populer di seluruh dunia dan banyak jiwa-jiwa kecil dikobarkan semangatnya untuk mengikuti dia dalam jalan kesucian, yang tidak lain adalah Jalan Cinta Kasih, karena kesucian bukan lain dari pada cinta kasih. Pada tanggal 3 Mei 1944 Paus Pius XII memaklumkan dia menjadi Pelindung Kedua negara Perancis di samping Santa Jeanne d’Arc.

109

Pada hari Minggu Misi 19 Oktober 1997, setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, Santa Theresia diangkat menjadi Pujangga Gereja oleh Paus Yohanes Paulus II dan dinyatakan sebagai Doktor Cinta Kasih. Dengan pengangkatannya menjadi Pujangga Gereja itu Gereja mau mengatakan, bahwa ajarannya berlaku secara universal untuk semua orang Kristen.

Demikianlah Theresia yang semasa hidupnya ingin hidup tersembunyi dan tidak dikenal, akhirnya sesudah wafatnya menjadi tokoh dunia, bukan hanya dalam Gereja Katolik, tetapi juga di luarnya.

9.b. KERENDAHAN HATI

I. KERENDAHAN HATI : DASAR DARI SEGALA KESUCIAN DAN Ciri SPIRITUALITAS THERESIA

Dalam kehidupan rohani, kerendahan hati mempunyai tugas ganda. Tugasnya yang pertama-tama adalah menyingkirkan hambatan terbesar untuk mencapai kesucian, yaitu kesombongan. Karena kelekatan akan kehebatannya sendiri, orang yang sombong menjadikan dirinya pusat segala sesuatu. Karena orang yang sombong berputar-putar pada dirinya sendiri, dia tidak dapat mencapai apa-apa. Ini adalah suatu sikap yang menggelikan. Orang yang sombong biasanya tidak sadar, bahwa ia ingin dihargai, ingin dipuji, ingin dihormati, dan sebagainya. Padahal, kesombongannya justru menjadi

110

hambatan untuk dapat menuju kepada Allah. Orang yang sombong biasanya meninggikan diri di atas kemampuannya dan melupakan keterbatasannya sendiri. Mereka bahkan seringkali ditandai oleh dosa-dosa, penuh kecenderungan yang salah, terbatas dalam banyak hal; disadari atau tidak, dia sebenarnya tergantung sepenuhnya pada Allah. Akan tetapi, orang yang sombong tidak mau mengakui ketergantungannya! Sebaliknya, orang yang rendah hati mengatakan bahwa segala-galanya adalah karunia Allah.

Kerendahan hati mempunyai peranan besar dalam perjalanan menuju kesucian, karena rnenyingkirkan kesombongan; Ia juga memainkan peranan yang aktif dalam memperoleh kebajikan-kebajikan. Kerendahan hati menduduki tempat nomor satu dalam diri seseorang, karena membuat Allah menjadi bebas untuk menyatakan diri kepadanya. Theresia sendiri mengungkapkan, ‘Kalau seorang sungguh-sungguh menjadi kecil maka Tuhan akan melimpahi dia dengan rahmat-rahmatNya,’ karena Allah tidak akan kuatir dan takut orang itu akan mencuri kemuliaanNya dan merampasnya sebagai miliknya. Sedangkan orang yang somhong mengira dirinya begitu mulia sehingga lupa. bahwa dia adalah ciptaan belaka. Sebaliknya orang yang rendah hati akan dilimpahi Tuhan dengan rahmat, karena di dalam tangan orang yang rendah hati, semuanya aman, rahmat itu tidak akan disalahgunakan, tetapi justru akan dipakai untuk kepentingan orang lain.

Namun. perlu diwaspadai, karena kerendahan hati kadang-kadang bisa bersifat palsu; merasa rendah hati dengan pura-pura atau tidak mengakui segala karunia yang telah diterima. Dalam tulisannya ‘Mendaki Gunung Karmel’, Santo Yohanes Salib berkata, bahwa pujian sama sekali tidak ada artinya bagi dia, begitu pula dengan penghinaan juga tidak menekan dia. Orang yang rendah hati tidak akan mengakui sesuatu sebagai miliknya, tetapi mengakuinya sebagai karunia Tuhan semata-mata. Seperti kita lihat pada Bunda Maria, ia menyadari rahmat besar yang diterimanya dan dia tidak berpura-pura. Ia mengakui bahwa ia telah dipilih menjadi Bunda Allah, tetapi itu semata-mata karena kebaikan Tuhan. Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, ... karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan namaNya adalah kudus.” (Luk 1: 46.49). Demikian pula Theresia rnengakui sernua yang diterimanya dengan rendah hati. Bila mengalami pencelaan ataupun penghinaan, dia tidak merasa tertekan, namun sebaliknya segala pujian juga tidak membuatnya menjadi sombong. Ia mengakui bahwa ia telah menerima perkara-perkara besar dari Tuhan. Oleh sebab itu Jalan Kecilnya, Jalan Kanak-kanak Rohani, didasarkan pada kerendahan hati. Dengan

111

kata lain, untuk dapat beijalan dalam Jalan Kecil ini orang harus rendah hati dan bersemangat miskin.

Dalam pelajaran kepada para novisnya, Theresia selalu kembali kepada kerendahan hati dan kemiskinan. Inti pengajarannya ialah agar kita jangan berduka cita jika melihat diri lemah, tetapi sebaliknya, kita justru harus berbangga pada kelemahan kita, seperti yang dikatakan Paulus (bdk 2 Kor 11:30). Karena itu ia berkata: Jangan berduka cita dan menutupi kelemahan-kelemahanmu, tetapi berbanqgalah. Dan bila mendapat teguran, terimalah dengan rendah hati karena kita memang layak menerimanya. bahkan yanq lebih besar daripada itu.’ Theresia selalu mengatakan, ‘Marilah kita tetap menjadi kecil sesuai dengan keinginan Tuhan Yesus sendiri. Bukankah dalam Injil Yesus berkata bahwa Kerajaan Allah menjadi milik anak-anak dan mereka yang menyerupai anak-anak?’ Mereka yang diberi hak istimewa oleh Yesus adalah mereka yang paling kecil. Oleh karena itu, Theresia terus berbicara dengan tidak bosan-bosannya mengenai kepercayaan, penyerahan, kesederhanaan, kejujuran, dan kerendahan hati seorang anak yang kecil dan mengemukakannya sebagai teladan bagi kita.

Maka Theresia dari Lisieux yang kecil tetapi besar ini telah menciptakan suatu jalan baru pada spiritualitas di dalam Gereja. Ia merupakan seorang yang setia kepada tradisi Gereja, yang meletakkan kerendahan hati sebagai dasar dari ajarannya.

II. PANDANGAN THERESIA MENGENAI KERENDAHAN HATI

Setiap sistem pemikiran yang besar memiliki sudut pandang yang jelas sekali, dan segala sesuatu yang lain dipandang dari sudut itu. Bagi Santo Paulus: Segala sesuatu dipandang sampah, kecuali Kristus! Theresia dari Lisieux menemukan Jalan Kanak-kanak Rohaninya yang merupakan penemuan genius dari Theresia. Dia melihat segala sesuatu dari terang ini. Walaupun sudah kita lihat bahwa Theresia sangat dipengaruhi Yohanes Salib, tetapi yang menariknya dalam Yohanes Salib adalah cinta kasih. Theresia tidak begitu tertarik kepada ungkapan Yohanes Salib, Todo - nada- semuanya atau tidak sama sekali - everything or nothing; Allah adalah segala-galanya dan ciptaan itu bukan apa-apa.’

Theresia mencari di dalam Injil teks-teks yang menguatkan jalannya itu dan dia menemukan teks kutipan dari Amsal , “Siapa yang menjadi kecil, hendaknya datang

112

kepadaku.” Kemudian dia juga menemukan dalam Injil Matius 18:4, “Barangsiapa tidak menjadi seperti anak kecil ini tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.” Siapa yang merendahkan diri seperti anak kecil ini, dia akan menjadi yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Maka Theresia akan selalu kembali pada pemikiran ini, yaitu tetap rnenjadi anak kecil sampai akhir hidupnya, bahkan menjadi semakin kecil dan mau mengikuti anak yang sangat kecil. Di hadapan Allah, ia mau tampil sebagai seorang anak kecil yang tidak berarti, tidak melekat pada apapun dan selalu berpegang pada Allah.

III. TETAP MENJADI ANAK KECIL

Jalan Theresia tertuju langsung kepada inti persoalan manusia. Penghambat terbesar bagi manusia adalah kesombongan dan kelekatan. Menjadi seperti seorang anak kecil berarti menjadi rendah hati dan tidak terikat pada apapun. Setelah mencapai puncak kesempurnaan, dia menerangkan apa artinya tetap seperti anak kecil. Dan kata-kata ini yang kemudian diungkapkan dan ditulis oleh Muder Agnes:Menjadi seorang anak kecil itu berarti mengakui kepapaannya, mengakui ketiadaannya, menqharapkan segalanya dari Allah yang baik, bagaikan seorang anak kecil yang selalu mengharapkan segala sesuatu dari ayahnya. Menjadi seorang anak kecil juga berarti tidak kuatir tentang apapun juga. Juqa apabila kebetulan tampaknya tidak maju.Bahkan orang-orang miskin memberikan kepada anaknya apa yang dibutuhkannya. Akan tetapi seqera setelah anak itu menjadi besar, ayahnya akan berkata, ‘Sekarang silahkan bekerja, engkau bisa mencari nafkah sendiri.’

Selanjutnya Theresia menambahkan:Supaya aku tidak usah mendengar hal itu dari Bapa Surqawi, maka aku tidak mau menjadi besar. Sebab aku merasa tidak mampu untuk mencari nafkahku sendiri, yaitu mencari hidup surgawi. Karena itu aku tetap mau menjadi seorang anak kecil dan aku tidak mau mempunyai kesibukan lain daripada memetik bunga. Bunga-bunga cinta kasih dan bunga-bunga pengurbanan untuk mempersembahkannya kepada Allah demi menyenangkan hatiNya.Theresia seringkali digambarkan dengan membawa salib dan bunga mawar. Nampaknya sangat romantis seolah kehidupan Theresia hanya memetik bunga-bunga. Akan tetapi, kalau kita tahu apa artinya bunga-bunga ini yaitu sebagai penyangkalan diri setiap saat, maka romantismenya hilang. Namun, di lain segi. mempersembahkan kurban-kurban kepada Allah memberikan kebahagiaan. Menjadi kecil juga berarti menyadari bahwa

113

kebajikan-kebajikan yang dilakukan itu bukan miliknya dan mengakui bahwa dari diri sendiri tidak mampu melakukan sesuatu, sebaliknya mengakui bahwa Allahlah yang memberikan kebajikan itu ke dalam tangannya. Jadi itulah gambaran Theresia, dia menerima dari Allah kebajikan-kebajikan yang diibaratkan sebagai bunga-bunga dan ia membagi-bagikannya serta mempersembahkannya kembali kepada Allah.

Akhirnya menjadi kecil berarti tidak putus asa karena kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan, sebab anak-anak kecil itu seringkali jatuh, tetapi karena kecil umumnya tidak melukai dirinya terlalu berat, hanya gores-gores. Oleh karena itu dalam teks-teks ini kita jumpai beberapa ciri khas dari kerendahan hati Theresia. yaitu mengakui kepapaannya, kekecilannya dan ketidak-berdayaannya. serta menerima atau mengharapkan segala sesuatu dari Allah artinya menerima segala-galanya dari Allah tanpa berusaha untuk menyangkalnya. Dia tidak menjadi kecil hati karena kelemahankelemahannya tetapi sebaliknya bersukacita karena dengan menyadari kelemahan, ia semakin menyadari kebesaran dari kebaikan dan kerahiman Allah yang tidak terbatas.

Oleh karena kerendahan hatinya, Theresia memiliki suatu kerinduan untuk tetap menjadi tidak dikenal dan dilupakan. Dan dalam biara kerinduannya juga terpenuhi, sehingga ada yang berkomentar, Theres.a memang anak yang manis, tetapi tidak ada yang istimewa.’ Begitu rupa dia pandai menyembunyikan semuanya. Yang rnengerti hanya kakak-kakaknya dan para novisnya. Dalam kehidupannya Theresia biasa sekali, tetapi di sinilah letak kebesarannya. Dalam dirinya kita jumpai suatu jiwa yang sungguh menyadari dan menerima kekecilannya, sehingga ia menerima rahmat yang berlimpah-limpah dari Allah.

IV. MENGAKUI KEKECILAN ATAU KEKOSONGANNYA

Dewasa ini kita melihat kecenderungan manusia menjadi semakin sombong. Mereka mengira bisa mengetahui segala sesuatu dan menganggap kerendahan hati sebagai kelemahan atau suatu karakter yang lemah. Banyak orang menganggap orang yang berlutut dengan rendah hati di hadapan orang lain adalah orang yang penakut, sakit jiwa, dan sebagainya. Kerendahan hati sering disamakan dengan rasa minder, tetapi sebenarnya sama sekali berbeda, bahkan bertolak belakang. Perasaan minder bukanlah suatu tanda kerendahan hati. Orang yang rendah hati mengakui keterbatasannya dan menerimanya, tetapi orang yang minder berusaha untuk menutupi kelemahannya. Rasa minder bukanlah tanda kebajikan! Maka Santo Agustinus berdoa, ‘Tuhan, semoga aku mengenal Engkau

114

dan semoga aku mengenal diriku sendiri.’ Dan Teresa Avila mengatakan, ‘Mengenal Allah dengan sungguh-sungguh akan membuat kita mengeual diri sendiri’ Jalan pengenalan Allah menghantar kita mencapai kerendahan hati, bukan terus merenungkan kekurangan-kekurangan dan berputar-putar pada diri sendiri. Sesuatu yang kotor akan tampak lebih kotor apabila diletakkan pada latar belakang yang putih. Maka dengan melihat Allah, kita akan melihat kelemahan diri sendiri. Di sinilah letak perbedaan antara orang yang rendah hati dan orang yang sombong: Orang yang rendah hati melihat, rnengakui dan menerima sedangkan orang yang sombong, kalau melihatnya, cepat-cepat menutupi dan tidak rnau melihat dan mengakuinya, atau malahan menjadi putus asa.

Pada Santa Theresia Lisieux, kita jumpai juga gagasan klasik tentang kerendahan hati. Pada dirinya tidak kita jumpai ungkapan-ungkapan ataupun kata-kata yang berlebih-lebihan dalam mengakui kelemahannya. Dia tidak pernah mengatakan, bahwa dia itu orang jelek atau dia orang jahat. Namun, apahila orang mengatakan sesuatu mengenai dirinya, dia menunduk dan menerimanya. ‘Tetapi menjadi anak kecil ialah menqakui kekecilannya dan mengharapkan segala sesuatu dari Allah, ibarat seorang anak mengharapkan segalanya dari ayahnya.’ Dan Tuhan telah meneguhkan pengenalan diri ini sehingga tidak ada apapun yang dapat menyilaukannya:

Sejak beberapa bulan, Guru Ilahi telah mengubah caranya memperlakukan aku supaya bunga yang kecil itu bisa berkembang. Seandainyapun semua ciptaan mencintai dia dan memenuhi dia dengan pujian-pujian, tidak akan pernah semua itu meninggalkan kebanggaan yang sia-sia dalam dirinya. Sebab di dalam pandangannya sendiri, dia melihat dirinya di hadapan Allah sebagai yang kecil, miskin, dan tidak berarti apa-apa.

Oleh sebab itu, ketika dia diberi tugas menjadi pembimbing novis, dia mengakui keterbatasannya dan ketidakmampuannya. Theresia tidak menginginkan pujian, tidak juga menginginkan penghargaan bahkan dari para novis yang dibimbingnya. Akan tetapi, dia melakukan itu semuanya demi Tuhan. Theresia tidak pernah berusaha untuk menarik orang pada dirinya. Theresia mencintai dengan tulus ikhlas, sehingga dia hanya mau memberikan yang terbaik pada mereka supaya mereka berkembang dalam pengenalan akan Tuhan, dalam kasih pada Tuhan. Dalarn usaha itu dia semata-mata bersandar pada Tuhan dan mengharapkan segalanya dari Dia. Ia melihat, bahwa untuk berbuat baik tanpa bantuan ilahi adalah hal yang mustahil, sama mustahilnya seperti mau rnembuat matahari bersinar pada waktu tengah malam.

115

Jika orang memberi selamat kepadanya karena hasil-hasil baik yang telah dicapainya, Theresia mengatakan : ‘Allah yang baik memberikan kepadaku apa yang kubutuhkan. Aku tidak pemah melakukannya seorang diri’ Seperti para kudus, Theresia merasakan perkaranya itu secara naluriah. Kepekaan atas karunia Roh Kudus membuat dia tahu dan sadar, bahwa tanpa rahmat Allah dan pertolongan Allah yang khusus, dia tidak akan mencapai keselamatan kekalnya. Dia merasa bahwa karena Tuhan telah mengampuni dia banyak sekali, menjauhkan dia dari dosa-dosa, maka dia semakin mencintai Allah. Menjauhkan orang dari dosa adalah tanda kerahiman yang lebih besar daripada mengampuni dosa. Oleh karena itu, dari sini bisa kita simpulkan, betapa dalamnya pengertian Theresia mengenai kerendahan hati.

V. KERENDABAN HATI ADALAH KEBENARAN

Dalam mistik Karmel, kerendahan hati menduduki tempat yang istimewa. Santa Teresa Avila menekankan hal itu sebagai berikut:Kerendahan hati harus menduduki tempat yang pertama supaya kita menyadari bahwa kemampuan dan kekuatan kita datangnya bukan dari diri sendiri. Kita juga harus memiliki pengertian yang tepat tentang kebajikan ini. sebab iblis seringkali membawakan kerugian yang besar kepada jiwa-jiwa pendoa dan menghalangi mereka supaya tidak mengadakan kemujuan, yaitu dengan memberikan suatu pandangan yang keliru tentang kerendahan hati. Setan menyatakan dan menipu dengan mengatakan, bahwa bila orang mau menqikuti para kudus dan bahkan ingin mati sampai pada kemartiran, itu adalah kesombonqan. Sebenarnya itu justru tipu muslihat si setan. Oleh sebab itu, sesungguhnya kerendahan hali serasi dan sesuai bila disatukan dengan kerinduan untuk hal-hal yang besar, dengan kerinduan uniuk bekerja bagi kemuliaan Allah sampai pada kemartiran.

Dalam hidup orang-orang kudus kita jumpai adanya suatu paradoks: paradoks antara kesadaran akan kelemahan sendiri dan keberanian untuk merindukan hal-hal yang besar. Ada orang-orang yang mengira rendah hati dengan tidak mengakui karunia-karunia Allah, tetapi ada pula orang yang sombong dengan membangga-banggakan karunia Allah yang sebenarnya tidak ada. Orang yang rendah hati mengakuinya, tetapi tidak berbangga-bangga secara kosong. Kita harus benar-benar menyadari, bahwa karunia-karunia yang diberikan Tuhan kepada kita diberikan tanpa jasa kita sedikitpun. Namun, tanpa kesadaran akan kemurahan Allah, tidak ada sesuatupun dalam diri kita yang dapat

116

mendorong kita untuk mengasihi Dia. Sebaliknya, semakin kita sadar bahwa kita diperkaya oleh Allah, semakin besar rahmat yang diberikan Tuhan kepada kita. Walaupun kita mengakui kelemahan sendiri dan merasa bahwa sesungguhnya tidak pantas, semakin kita didorong untuk hidup dalam jalan kesempurnaan melalui suatu penghayatan kerendahan hati yang sejati. Jika kita tidak mengakui karunia Allah, justru akan membuat kita menjadi cepat putus asa.

Semakin kita sadar, betapa kita dilimpahi kasih karunia Allah, semakin kita akan mencintai. Oleh karena itu, Santa Theresa Avila juga mendorong anak-anaknya untuk selalu merenungkan kebaikan-kebaikan Tuhan. Dia menyebutkan beberapa hal yang harus direnungkan, yaitu kebaikan Allah yang tampak dalam karya penciptaan, yang setiap saat dilangsungkan oleh Penyelenggaraan IlahiNya, rahmat besar yang terungkap dalam inkarnasi dan karya penebusan, segala karunia yang diberikan kepada jiwa-jiwa kita secara berlimpah-limpah. ‘Rasa syukur akan kemurahan yang demikian besanya, akan memberikan keberanian lebih besar kepada kita untuk melayani Dia dan menunjukkan rasa terima kasih yang lebih besar pula’, demikian kesinpulan Santa Teresa Avila.

Kerendahan hati yang sejati memberikan kekuatan yang luar biasa untuk berkarya dan berkurhan bagi Allah. Orang yang rendah hati dan yang lepas justru tidak kenal putus asa karena dia tahu, bahwa dalam semuanya Allahlah yang berkarya. Apahila menemui jalan buntu, dia percaya bahwa pada suatu saat Tuhan akan rnembukanya; dan jika mengalami kegagalan, dia menyadari bahwa Tuhan mempunyai suatu rencana terhadapnya. Namun sebaliknya, apabila menghadapi tantangan, orang yang sombong cepat patah semangat. Paulus mengatakan, ‘Aku lemah tetapi aku kuat di dalam Tuhan yang berkarya dalam aku.’ Santa Theresia mengatakan, ‘Kelemahanku justru menjadi seluruh kekuatanku.’ Theresia tidak terus-menerus mengeluh tentang kelemahannya. Theresia menemukan di dalam segala sesuatu yang ada dalam dirinya, suatu alasan untuk memuliakan kerahiman Allah. entah itu kebajikan atau pun kelemahan prihadi.

Jika Theresia melakukan suatu kebajikan, dia sadar bahwa itu semua adalah rahmat Allah: Karena rahmat Allah, aku dapat melakukannya.’ Dan saat jatuh dalam kelemahannya, diapun mengakui dengan mengatakan: ‘Tuhan, aku lemah dan tidak berdaya, maka aku berharap akan keruhimanMu.’ Dalam segala hal Theresia selalu memuliakan Allah: baik di dalam kelemahan maupun dalam kebajikannya. Hanya pada

117

kerahiman Allah dia selalu berpaut. Theresia menyadari hal ini dan seringkali mengulangi kata-kata Santa Teresia Avila: ‘kerendahan hati adalah kebenaran.’

VI. SAYA BERSUKA CITA KARENA SAYA TIDAK SEMPURNA

Pengertian Theresia tentang kerendahan hatI telah menonjolkan suatu aspek dari Injil, yaitu menemukan dalam kekecilan dan kepapaan suatu prinsip kebesaran. Sebenarnya ini bukan sesuatu yang baru dalam spiritualitas. Dengan suatu keberanian yang luar biasa, keberanian yang diilhami oleh kegeniusannya, Theresia mengerti dengan baik, bahwa ada kesalahan-kesalahan yang tidak melukai hati Allah, yaitu kesalahan yang tidak rnenghina Allah. Justru kesalahan-kesalahan itu bertujuan untuk merendahkan, menguatkan cinta kasih dan semakin menyadarkan ketergantungan kita kepada Allah. Ini merupakan suatu penemuan yang sangat penting bagi Theresia. Hal ini mendekati apa yang dikatakan Santo Agustinus ketika memberi kornentar tentang kata-kata Santo Paulus dalam Roma 8:28: “Segala sesuatu bekerja sama untuk kebaikan mereka yang mencintai Allah.” ‘Semuanya, Bahkan juga dosa-dosa kita, tambah Santo Agustinus. Ajaran Theresia mengungkapkan psikologinya yang sangat realistis.

Seringkali kita jumpai orang-orang yang terus-menerus mengeluhkan dosa-dosanya yang sudah lampau, sehingga mereka tidak pernah bisa terbang naik menuju Allah. Sebaliknya pengakuan kelemahan dan kesalahan dengan jujur akan membawa kebebasan. Theresia mengatakan bila orang mengakui kelemahan dan dosanya dengan rendah hati dan jujur, maka dia akan bebas. Tetapi bila tidak mau rnengakuinya, bahkan menutup-nutupinya supaya terlihat bagus dan indah, maka orang itu menipu diri sendiri. Orang-orang demikian tidak segan-segan berdusta, dan dengan demikian semakin menampakkan kesalahannya. Bila orang mau mengakui kesalahannya dengan rendah hati, maka segera semuanya hilang. Spiritualitas Santa Theresia atau Jalan Kecil Kanak-kanak Rohaninya mengingatkan kita akan realitas kelemahan dan kerapuhan manusia yang seringkali tersandung.

Seperti yang kita lihat pada Theresia, bahkan pada saat terakhir hidupnya ia masih menunjukkan sikap ketidak sabaran; namun di pihak lain dia rnempunyai kesabaran yang luar biasa. Untuk rnenjadikan seseorang tetap rendah hati, seringkali Tuhan memberi seseorang rahmat pada hal-hal tertentu, tetapi tidak pada hal yang lain. Bila kita melihat Theresia dalam penderitaannya, khususnya pada tahun-tahun terakhir, pada kegelapan iman yang luar biasa, nampak suatu kesabaran dan iman yang luar biasa. Tetapi dalam

118

hal yang kecil, Tuhan seolah-olah tidak memberikan rahmat, sehingga dia direndahkan di hadapan orang lain. Theresia mengatakan bahwa manusia tanpa rahmat Allah tidak dapat berbuat apa-apa kecuali berbuat dosa.

Di sini kita sampai pada suatu pokok yang sangat penting dalam spiritualitas Kristen. Orang harus mengakui dan menerima kepapaannya sendiri, bahkan menemukan sukacita di dalamnya. Kesedihan yang menekan, datangnya dari cinta diri. Semakin orang dengan bantuan Roh Kudus mengakui, bahwa dia lemah dan tidak berdaya, semakin Allah akan membungkuk kepadanya untuk memenuhi dia dengan rahmatNya, dengan karunia-karuniaNya yang besar. Dalam suratnya kepada seorang misionaris Theresia menyadarkan dia akan kebenaran tersebut yang menjadi salah satu pokok dari ajarannya tentang Kanak-Kanak Rohani, yaitu bahwa dosa-dosa kecil dan kelemahan-kelemahan sahahat-sahabatNya akan lebih menyedihkan hati Yesus daripada dosa-dosa besar yang dilakukan musuh-musuhNya, bila sahabatNya itu tidak bertobat dan berbuat dosa seperti makanan sehari-hari. Tetapi Yesus akan menyambut gembira sahahatNya yang setelah melakukan kesalahan melemparkan dirinya pada pelukanNya serta minta maaf kepadaNya.

Salah satu keyakinan Gereja ialah, bahwa tidak ada seorang manusiapun yang bebas dari dosa, selain Maria Bunda Allah yang dilahirkan tanpa noda dosa asal dan bebas dari dosa-dosa kecil. Tetapi manusia lainnya masih terikat pada dosa-dosa. Bahkan dalam diri para kudus yang besar, masih kita jumpai kelemahan-kelemahan yang oleh Tuhan memang sengaja tidak diambil seluruhnya, supaya mereka selalu menyadari ketergantungannya yang mutlak pada Allah. Jadi tak seorangpun, bahkan yang paling heroik sekalipun, bebas dari kelemahan-kelemahan manusiawi. Berkat suatu rahmat yang khusus, yaitu lewat karunia Roh kebijaksanaan dan pengertian, Santa Theresia dari Lisieux mengerti hal ini dengan baik, sehingga ia dapat menjadikan kepapaannya sebagai dasar dari spiritualitasnya: ‘Kita ingin agar kita tidak pernah tersandung, tidak pernah jatuh, tetapi itu hanya suatu khayalan belaka.’ Bukankah Sang Kebijaksanaan sendiri berkata: ‘Tujuh kali orang benar jatuh, namun ia banguni kembali” (Ams 24:16). Kemudian ditambahkan Theresia ungkapan berikut ini : ‘Peduli amat kalau saya tersandung setiap saat. Dengan demikian saya akan merasakan kelemahanku dan saya menemukan keuntungan yang besar daripadanya.’

119

Ini yang menjadi ciri spiritualitasnya. Daripada terus-menerus mengeluh, menangisi ketidaksempurnaannya dan akibatnya menimbulkan reaksi berlawanan dari kodrat kita dan akhirnya membawa keputusasaan, Santa Theresia memilih jalan sederhana melalui pengakuan terhadap kelemahannya dan memberi kesempatan kepada Allah untuk rnemuliakan diri di dalam kekecilannya. Ia mengatakan betapa manisnya merasa diri dan menenima diri sebagai kecil dan begitu lemah.

Jalan Kecil Theresia mengajarkan kepada kita, bahwa untuk menjadi suci, orang tidak harus bebas dari segala kesalahan, tetapi untuk menjadi suci orang harus banyak mencintai, banyak percaya dan banyak pasrah. Ketika Geneja menggelarkan Theresia sebagai orang kudus, terutama ketika Gereja menggelarinya sebagai Pujangga Gereja, Gereja meneguhkan pengajaran Theresia. Theresia mengajarkan kepada kita untuk tidak bersedih hati terhadap kelemahan dan kesalahan sehari-hari, bahkan ia mengajarkan supaya kita menggunakannya sebagai jalan untuk naik lebih tinggi dalam jalan kesucian.

Jelas bahwa kita tidak akan pernah bebas seluruhnya dari kelemahan dan hal ini tidak dituntut untuk menjadi suci, tetapi hal itu dapat dijadikan pendorong bagi kita untuk semakin bersyukur dan semakin mencintai Tuhan. Justru yang paling penting di sini yaitu bertumbuh, berusaha dalam cinta kasih, memakai segala kesempatan untuk semakin berkembang. Bila hal itu adalah kebajikan maka kita akan tumbuh dalam cinta atas rahmat yang telah dtherikanNya dan akhirnya walaupun jatuh dalam kelemahan, tetap bersukacita karena menyadarkan kita akan kerahiman Tuhan yang maha besar. Kita melihat Theresia bisa mempergunakan segala sesuatu untuk berkembang terus dalam kasih kepada Allah. Kasihnya yang luar biasa, kepercayaannya kepada Allah, bahkan pada saat-saat yang sangat gelap. dia tetap percaya akan kasih Allah. lnilah kebesaran Theresia: Pasrahnya dan kepercayaannya terhadap Allah.

VII.SAYA RINDU UNTUK TIDAK DIKENAL

Satu ciri khas dari pandangan Theresia mengenai kerendahan hati ialah, bahwa Theresia ‘lebih memilih tidak dikenal dan dilupakan. daripada dihina dan direndahkan.’ Dilupakan dan tidak dianggap apa-apa lebih cepat mematikan egoisme dibandingkan yang lainnya. Suster Theresia ingin selalu tidak dikenal seperti Santa Perawan Maria. Dia menyimpan segala sesuatu di dalam hati dan tidak seorangpun, bahkan dalam biara Karmel, yang menyadari harta terpendam ini.

120

Dilupakan orang, tidak diperhatikan merupakan suatu penyangkalan diri yang sangat besar dan lebih cepat mematikan egoisme. Theresia tidak mencari penghargaan orang, tidak mencari pujian, tidak ingin dihormati. Baginya Allah saja sudah cukup. Maka sebagai semboyan dia memilih: ‘Ama nesciri et pro nihilo reputari - ‘suka untuk tidak dikenal dan dianggap bukan apa-apa’. Inilah yang oleh Santa Theresia disebut perjuangan para perwira. Hanya orang yang sungguh-sungguh dan banyak mencintai akan mampu rnelakukannya. Theresia bisa melakukannya karena sungguh menyadari akan kasih Allah yang begitu besar.

Pada waktu ayahnya masuk Rumah Sakit Jiwa karena terganggu jiwanya, ia mengerti misteri penderitaan Kristus. Ia juga mendapat pengertian tentang wajah Kristus yang suci, yang kemudian ditambahkan pada namanya : Theresia dari Kanak-kanak Yesus dan dari Wajah Suci. Oleh karena itu hidup Theresia mengalami suatu perubahan yang mendasar, perubahan yang mendalam. Dia mau bersama-sama Kristus tenggelam di dalam kegelapan yang besar, seperti kata-kata dari Yesaya: Tidak ada rupa padaNya, tidak ada keelokan pada wajahNya yang menjadi rusak dan tidak ada seorangpun yang mengenal Dia. Theresia mengatakan:ini merupakan dasar yang mendalam dari devosi saya kepada wajah yang suci. Saya juga ingin tanpa kemuliaan, tanpa keindahan dan memasuki tempat pengirikan anggur sendirian, tidak dikenal orang sedikitpun juga. Sampai saat ini saya belum menyadari kekayaan yang terkandung dalam Wajah Suci Yesus.

Yang disebut Wajah Suci Kristus ialah wajah Yesus yang rusak oleh penderitaan akibat pukulan, wajah yang ditampar, penuh luka dan berdarah: bukannya wajah Kristus sewaktu di Gunung Tabor. Theresia merasa hahwa Pauline, Muder kecilnya, yang telah menguraikan hal itu kepadanya:Lebih daripada sebelumnya, saya mengerti apa itu kemasyuran dan kemultaan yang sejati. Dia yang kerajaanNya bukan dari dunia ini mengatakan kepadaku, bahwa tahta kerajaan yang sungguh patut diinginkan adalah untuk menjadi tidak dikenal dan dianggap bukan apa-apa. Bersukucita dengan menganggap diri bukan apa-apa. Oh, saya ingin supaya wajahku seperti wajah Yesus: tersembunyi, sehingga tidak seorangpun di dunia ini yang mengenal saya. Saya rindu, saya haus untuk menderita dan dilupakan.

121

Pada saat profesinya, Theresia membawa kata-kata di dalam dirinya (ia menulis tulisan yang disimpan dalam sakunya): ‘Janqanlah seorangpun menyibukkan diri dengan saya dan biarlah saya menjadi seperti sebutir pasir hitam yang diinjak-injak orang, yaitu pasir hitam yang diinjak-injak orang tanpa menyadarinya.’ Artinya ia menghendaki eksistensinya dianggap tidak ada, diibaratkan seperti pasir hitam. IniJah cita-cita hidup Theresia. Pada retret tahun 1892, ia mengatakan cita-cita ini kepada Muder Agnes yang menjadi priorin saat itu:Inilah. cita-cita dari butir pasir kecil itu. Yesus saja, tidak lain daripada Dia saja. Betapa bahagianya tersembunyi begitu rupa, sehingga tidak seorangpun yang memikirkan saya. Menjadi tidak dikenal, bahkan bagi oranq-oranq yang hidup bersama denganku. Betapa saya rindu untuk menjadi tidak dikenal bagi setiap mahluk. Saya tidak pernah menginginkan kemuliaan manusia. Penghinaan memang sesuatu yang menarik bagi hatiku. Tetapi saya melihat, bahwa hal ini masih terlalu mulia bagiku, maka saya rindu untuk dilupakan.

Dilupakan sama sekali merupakan kematian total terhadap egoisme kita. Tentu saja hal ini menuntut penyangkalan diri dan perkembangan yang besar dalam cinta kasih dan iman.

Demikianlah Theresia belajar dalam sekolah Sang Guru yang lemah lembut dan rendah hati, yang nampak dalam bahasa yang dipakai dalam tulisan-tulisannya. Theresia tidak akan berbicara tentang ‘dihancurkan atau dihina’ seperti seorang Yohanes dari Salib. Kata-kata itu bukan untuk jiwa-jiwa yang kecil. Semboyan cita-cita Theresia dalam kesucian ialah: dilupakan, sehingga banyak jiwa kecil yang dapat mengikutinya dalam jalan kecil ini, yaitu orang-orang kecil yang tidak dikenal, yang seluruh usahanya dipakai untuk mempertahankan nafkahnya dan tidak menyadari, bahwa dengan cara itu mereka memiliki kebesaran jiwa. Ajaran Theresia sangat injili, sangat menyerupai hidup Yesus: tidak perrtah menonjol, tidak pernah menyolok. Theresia memuji orang-orang yang mempunyai semangat ini. Theresia mengatakan bahwa untuk mendekati Yesus orang harus menjadi kecil: ‘Oh, betapa sedikitnya jiwa-jiwa yang ingin menjadi kecil dan tidak dikenal.’

122

10. PRIMAT CINTA KASIH

I. DUA ALIRAN SPIRITUALITAS DALAM GEREJA

Di dalam Gereja ada dua aliran yang cukup kuat. Yang pertama disebut a1iran asketis, yaitu aliran yang berpendapat, bahwa untuk rnencapai kesempurnaan cinta kasih orang harus berjalan lewat penghayatan kebajikan-kebajikan dengan teliti. Dan yang kedua disebut aliran mistik’, yaitu suatu aliran yang lebih mengarahkan segala sesuatu kepada cinta kasih yang menjiwai segala perbuatan yang dilakukan, bahkan yang paling kecil sekalipun. Dua aliran ini kadang-kadang dipertentangkan, seolah-olah saling berlawanan. Tetapi sebenarnya kita harus dapat melihatnya sebagai suatu komplemen yang saling melengkapi. Dalam prakteknya, orang harus memperhitungkan keadaan, watak dan sifat tiap-tiap jiwa yang mau mengarahkan diri kepada kesempurnaan Kristiani.

Aliran asketis menekankan pentingnya kebajikan-kebajikan dalam perkembangan cinta kasih. Dasar pemikiran mereka adalah ‘Siapa yang mau mencapai tujuan harus mempergunakan sarana-sarananya’. Pandangan ini memang bisa dibenarkan karena

123

kebajikan-kebajikan ilahi memang dibutuhkan, juga kebajikan-kebajikan moral. Pengalaman sehari-hari menunjukkan, bahwa cukup banyak orang harus sungguh-sungguh meletakkan dasar-dasar kebajikan di dalam kehidupan mereka. Melalui latihan-latihan kebajikan yang bijaksana. orang akhirnya menunjukkan tuntutan-tuntutan cinta kasih dan secara perlahan-lahan dapat mengembangkan kesalehan, menjadikan Allah dihargai di atas segala-galanya. Bila jiwa berkembang dalam kekuatannya, maka kesetiaan kepada cinta kasih akan membawa kepada penghayatan cinta kasih yang besar, bahkan sampai pada kemartiran. Semakin murni seseorang, semakin ia dekat kepada Allah.

Metode ini memiliki keuntungan yaitu meletakkan dasar kesucian yang sejati melalui penyangkalan diri sendiri. De facto banyak pemula yang ingin mencapai kesucian dan merindukan pengalaman-pengalaman mistik harus melewati jalan ini terlebih dahulu. Juga banyak orang berkhayal seolah-olah sudah sampai ruangan terdalam (ke VI atau ke VII) dalam Puri Batin karangan Teresia Avila, tetapi sebenarnya belum mencapai apa-apa. Malahan dia hanya berputar-putar pada diri sendiri. Sebenarnya seluruh aliran ini bersandar pada penyangkalan diri, kerendahan hati, kesadaran dan kesabaran di dalam menjalani tugas-tugas yang rutin setiap hari.

Sebaliknya, aliran mistik dengan suatu dorongan yang kuat menjadikan cinta kasih sebagai pusat segala-galanya. Karena semakin dibentuk menyerupai Tuhan dalam cinta kasih, orang-orang itu selanjutnya hanya berusaha untuk hidup melulu bagi Allah karena cinta kasih kepadaNya. Cinta kasih menjadi segala-galanya. Cinta kasih menjadi tujuan dan sekaligus jalan. serta sarana yang utama. sarana yang paling pokok yang paling kuat, untuk melaksanakan kerajaan cinta kasih. baik di dalam diri sendiri maupun di dunia. Metode ini bersandar pada kenyataan, bahwa cinta kasih merupakan pengikat segala kesempurnaan. Cinta kasih merupakan mahkota dan menjiwai setiap perbuatan, bahkan yang paling kecil sekalipun. Dalam jalan ini, data kasih merupakan titik pusat jiwa. Tidak ada sesuatupun. baik dalam hidup batin atau dalam segala aktivitas lahirnya, luput dari cinta kasih. Maka hidup rohani bukan lagi merupakan usaha untuk mencapai kesempurnaan sendiri, melainkan suatu kerinduan untuk dibentuk di dalam Allah dan menjadi pujian bagi kemuliaanNya (Ef 1:14). Jadi segala usaha yang dilakukan orang itu bukanlah untuk mencapai kesempurnaan diri sendiri, tetapi untuk sungguh dihanyutkan, dibakar habis dalam cinta kasih, Jiwa itu yang setia dan mengatasi diri sendiri, mengarahkan pandangannva bukan kepada kebajikan-kebajikan yang harus diperolehnya,

124

melainkan semata-mata kepada pensatuan cinta kasih dengan Allah, yaitu bagaimana supaya ia benar-benar dapat disempurnakan dalam cinta kasih. Seluruh kesibukannya, seluruh pelayanannva, hanya untuk mencintai. Spiritualitas-spiritualitas besar dalam Gereja, pada puncaknva, semuanya ditandai oleh roh cinta kasih. Hal itu kita temukan pada Santo Ignasius Lovola. Santo Fransiskus dari Sales, seperti juga pada Santo Bernardus dan Santo Agustinus. Dalam buku ‘Mengikuti Jejak Kristus’ diungkapkan buah-buah cinta kasih yang mengagumkan:Cinta kasih adalah sesuatu yang besar dan lebih berharga daripada segala sesuatu. Cintakasih menanggung beban tanpa merasakan benatnya dan menjadikan segala yang pahit menjadi manis. Tidak ada yang lebih manis, tidak ada yang lebih kuat, tidak ada yang lebih luhur, tidak ada yang lebih melapangkan dada, tidak ada yang lebih menarik daripada cinta kasih. Tidak ada yang lebih sempurna daripada cinta kasih, baik di surga maupun di dunia, sebab cinta kasih lahir dari Allah dan segala ciptaan hanya dapat beristirahat di dalam Allah saja.

Siapa mencintai, dia berjalan cepat, bahkanterbang. Dia bebas. dia dalam sukacita, serta tidak ada yang dapat menahannya. Cinta kasih tidak memperhitungkan apa yang harus dibayar. Tidak ada sesuatupun yang mustahil baginya. Oleh karena itu dia melakukan banyak penkara besar. Tidak ada kelelahan yang melemahkan dia. Tidak ada sesuatu apapun yang menahannya, tidak ada kekuatiran yang menggoyahkan dia. Dan sebagai suatu nyala yang hidup dia selalu menuju ke surga (Bukcu III, Bab 5).

Dibebaskan dari diri sendiri dan dari kekuatiran akan diri sendiri, yang seringkali begitu menyiksa dalam hidup rohani karena perhatian terlalu besar pada diri sendiri, jiwa justeru melupakan diri sendiri dengan mengasihi.

Dua metode ini tentu saja mempunyai kekuatan dan kelemahannya sendiri. Dalam praktek seringkali harus diperhitungkan keadaan pribadi masing-masing dan orang harus tahu membaca situasi serta mengenali keadaan masing-masing. Bagi orang-orang tertentu, metode yang asketis ini mungkin lebih aman, khususnya bagi mereka yang cenderung untuk malas dan karenanya perlu sungguh-sungguh dibentuk dan dilatih dalam kebajikan sebelum mereka itu memasuki jalan mistik. Namun tidak dapat disangkal, bahwa metode yang kedua, yang melaksanakan hukum-hukum psikologi terdalam, lebih berharga dibandingkan dengan yang pertama. Cinta kasih yang sejati merupakan sumber dan ekstase (ex-stane = keluar dari diri sendiri), sumber dan semangat yang berkobar-kobar, kebaktian sejati, perhatian yang tidak ada jemu-jemunya dan semangat berkorban

125

yang tidak kenal menyerah. Mencintai berarti rnemberikan diri sendiri. “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan melaksanakun segala perintahKu” (Yoh 14:15). Santo Yohanes Salib mengatakan: ‘Semakin orang berkembang dalam cinta kasih, semakin dia menjadi praktis.’ Kita lihat contohnya pada Santa Theresia Avila. Ia adalah seorang wanita yang sangat praktis. Walaupun dia adalah seorang mistika yang sangat besar, dia masih memiliki banyak kesibukan dalam mendirikan biara-biara dan dapat mengatur semuanya dengan baik. Bila orang mengasihi, ia tidak menolak apa-apa. Maka cinta kasih bisa disebut sebagai tongkat pengungkit atau dongkrak kehidupan.

Pemikiran-pemikiran ini diperlukan agar kita bisa mengerti spiritualitas Santa Theresia dengan tepat. Bisa saja kita salah menafsirkan dirinya yang sering digambarkan dengan bunga mawarnya, seolah-olah tidak ada penderitaan, tidak ada penyangkalan diri. Padahal itu tidak benar. Di dalam Gereja ada 2 cara yang berbeda untuk sampai kepada Allah, Salah satu peristiwa dalam hidup Santo Fransiskus menunjukkan 2 cara yang berbeda itu. Suatu hari seorang suster berkata kepada Santo Fransiskus: ‘Saya mau mencapai cinta kasih melalui kerendahan hati’ Lalu Santo Fransiskus menjawab: ‘Dan aku mau memperoleh kerendahan hati lewat cinta kasih.’ Rupanya Santa Theresia menganut cara berpikir yang kedua itu. Berbeda dengan orang-orang lain yang mengejar kesempurnaan untuk sampai kepada cinta kasih, Santa Theresia justru mengambil jalan cinta kasih sebagai jalan kesempurnaan itu sendiri. Bagi dia cinta kasih tampaknya merupakan jalan yang paling pendek menuju kepada kesucian. Kepada saudarinya Theresia mengatakan: ‘Engkau minta kepadaku untuk menunjukkan suatu cara supaya sampai kepada kesempurnaan. Saya hanya mengenal satu saja, yaitu cinta kasih.’ Oleh sebab itu dasar spiritualitas Theresia adalah kerendahan hati, menyadari kekecilan diri sendiri dan kemudian menyerahkan jiwanya kepada Sang Cinta kasih tanpa syarat.

II. PRIMAT CINTA KASIH

Para kudus dari segala masa secara intuitif merasa, bahwa cinta kasih merupakan hakekat dari agama Kristen. Sudah sejak di Gunung Sinai, pada permulaan adanya Hukum Allah, hukum cinta kasih dijadikan yang paling utama dan Tuhan Yesus sendiri mengulanginya didalam Injil: “Dengarlah hai Israel, engkau harus mengasihi Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan seluruh jiwamu, dengan segenap kekuatanmu. Inilah hukum yang pertama dan terutama ... Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat 22: 37-40: Mark 12:2-3 1). Sabda Kristus ini telah

126

menyebabkan suatu revolusi besar dalam sejarah manusia. Seluruh spiritualitas Kristen diilhami oleh perintah utama Allah ini dan kehidupan Gereja sebenarnya bukan lain daripada pelaksanaan hukum cinta kasih itu. Theresia sendiri, melalui kutipan-kutipan Kitab Suci yang diterimanya, telah menemukan pesan Allah yang satu dan pokok itu. Ketika membaca ayat-ayat dari Mzm 50:9-14, Theresia berkata:

Lihatlah! Itulah apa yang diminta Yesus dari kita. Ini tidak memerlukan pekerjaan-pekerjaan kita, tetapi hanya cinta kasih. Allah mengatakan tidak membutuhkan makanan kalau Dia lapar, tetapi Allah yanq sama, tidak segan-seqan mengemis air dari seorang wanita Samaria. Ia haus. Dan ketika Dia berkata “Berilah Aku minum”, sesungguhnya yang dimintaNya ialah cinta dari mahluk ciptaanNya. Ia tidak minta air dari sumber. Ia haus akan cinta, yaitu cinta kasih manusia. Ia mengharapkan supaya manusia membalas cinta kasihnya.

Dengan cara yang mengagumkan Theresia telah mengerti hukum yang diberikan Tuhan Yesus sendiri. Dia mengungkapkan idealismenya itu dalam puisi yang berjudul hidup dari Cinta Kasih. Seperti di dalam Injil, bagi Theresia cinta kasih adalah segala-galanya. Begitu banyak kesaksian dalam proses kanonisasinya rneneguhkan spiritualitas Theresia yang terdalam yakni ‘Cinta kepada Allahlah yang sungguh-sunguh menjiwai segala perbuatan Theresia. Ia hanya berpikir tentang Dia, bernafas bagi Dia, mau melakukan seqala sesuatu demi cinta kepada Yesus dan untuk menyenanqkan hati Yesus.’ Cinta kepada Allah merupakan ciri yang paling menyolok dari hidup, ajaran dan kesuciannya. Kerinduan dan usaha Theresia hanyalah untuk mencintai Allah, seperti Dia belum pernah dicintai. Maka cinta kasih menjadi pusat dari seluruh hidup rohaninya dan dia menemukan kunci panggilannya dalam cinta kasih, sehingga Theresia mengatakan: ‘Panggilanku adalah cinta kasih’. Dalam proses kanonisasi, seorang theolog yang ditugaskan untuk menyelidiki karya-karya Santa Theresia, khususnya untuk melihat sifat heroik dan kebajikan-kebajikannya mengatakan:

Dalam penyelidikan kebajikan-kebajikan dari hamba Tuhan ini seringkali dijumpai suatu ciri khas yang menonjol dari hidup rohaninya. yaitu cinta kepada Allah. Oleh karena itu Santa Theresia dari Lisieux bisa disebut sebagai orang kudus dari cinta kasih yang murni. Dia mau mencintai Allah sedemikian rupa, sehingga sama sekali melupakan diri sendiri.

127

Sejak kecil orang telah mengajar dan mendidik Theresia untuk mengalahkan diri sendiri, tetapi semuanya selalu dilakukan demi cinta kasih. Riwayat hidupnya telah menyatu dengan hidup cinta kasihnya. Dalam kehidupan Theresia, cinta kasih menerangkan segala-galanya. Perkembangan hidup mistik yang sangat cepat, sebenarnya sudah dimulai sejak dia berumur 3 tahun. Dia bersaksi bahwa sejak itu tidak pernah menolak sesuatupun kepada Allah dan peleburan jiwanya dengan jiwa Kristus terjadi pada saat komuninya yang pertama, juga ekstase yang dialami ketika ia berumur 14 tahun. Setelah menjadi seorang Karmelites, dia berjalan cepat, bahkan seolah-olah terbang, menuju puncak kesempurnaan dengan semangat pengurbanan yang besar. Dia menerima serta menghayati hidup religius ini untuk menunjukkan kepada Allah cinta kasihnya yang besar.

Dia mau menanggung segala sesuatu agar jiwa-jiwa mencintai Yesus. Segala kegiatannya dalam biara: saat di ruang tamu, waktu rekreasi, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, saat-saat keheningan di dalam doa dan semua kesibukan lainnya, bahkan hal yang paling biasa, oleh Santa Theresia diubah menjadi suatu latihan cinta kasih yang tidak pernah berkeputusan. Bahkan dia mengatakan bahwa bila kita memungut sebatang jarum saja dengan cinta kasih, itu mempunyai nilai.

Dalam lambang Karmel yang dilukisnya, dia rnenempatkan semboyan Santo Yohanes Salib: Cinta hanya bisa dibayar dengan cinta.’ Dalam Karmel melalui penyelenggaraan ilahi Theresia menemukan seorang pembimbing yang rnendorongnya kepada jalan cinta kasih yang sangat luhur. Sejak masuk Karmel, Theresia mendapatkan makanan rohaninya oleh karya-karya Santo Yohanes Salib. Mendaki Gunung Karmel dan Malam Gelap dibacanya dengan cepat saja, namun dia meresap-resapkan, merenungkan dan mengulang-ulangi Madah Rohani dan Nyala Cinta. Oleh karena itu perkemhangan Theresia yang begitu cepat menuju kesucian, merupakan bukti nyata dari kebenaran pninsip-prinsip mistik Yohanes dari Salib. Bagi Theresia, Yohanes dari Salib bukanlah pertama-tama Doktor dari Malam Gelap, melainkan Doktor dari Cinta Kasih.Yang istimewa pada Theresia adalah api cinta kasih yang begitu membara dalam dirinya, namun sama sekali tidak tampak secara lahiriah, hanya biasa saja. Walaupun demikian orang merasa bahwa dia selalu hidup dalam hadirat Allah dan cinta kasih merupakan prinsip dari segala aktivitasnya. Di manapun dia berada, entah itu di kamar setrika, di sakristi atau di refter, dia melakukan tugasnya dengan semangat iman yang besar dan dalam kesadaran akan kehadiran Allah. Bahkan dalam segala kesibukannya dia tidak

128

pernah memalingkan diri dari kehadiran Allah. Theresia hanya berpikir untuk hidup dari cinta kasih saja.

Dalam masa novisiatnya, dia pernah mengalami selama satu minggu semacam ekstase, yaitu terpukau oleh Sang Kasih, sehingga seolah-olah dia hidup bukan di dunia ini tetapi di dunia lain. Walaupun demikian dia tetap melakukan tugasnya dengan baik. Dia merasa perkara-pcrkara duniawi ditutupi oleh suatu tirai dan keadaan adikodrati ini hanya bisa dilakukan oleh Allah saja untuk menunjukkan kekosongan dunia yang dilihat dari pandangan Allah.

Kemudian hari sentuhan-sentuhan kasih semacam ini akan terulang lagi bagi Theresia, bahkan secara lebih kuat, Pada saat lain, Theresia merasa bahwa jiwanya dikuasai oleh cinta kasih. Theresia juga bicara tentang pengalaman kasih yang ekstatis. Secara perlahan-lahan Tuhan merintis jalan dalam dirinya untuk sarnpai kepada rahmat utama yang memberikan arah secara definitif dalam hidupnya. Rahmat yang menjadikannya perintis suatu jalan baru di dalam Gereja, yaitu persembahan dirinya yang total kepada Cinta Kasih yang Maharahim.’

III. PANDANGAN THERESIA TENTANG CINTA KASIH DAN CIRI-CIRI KEKANAKANNYA

Kita bisa bertanya tentang pandangan Theresia mengenai cinta kasih. Perlu disadari bahwa tiap-tiap orang kudus mempunyai cara sendiri untuk mencapai persahabatan dengan Allah. Untuk mengungkapkan misteri persatuan ilahi ini dengan kata-kata rnanusiawi, Kitab Suci memakai banyak sekali metafora atau perumpamaan, perbandingan. Walaupun demikian semua itu tidak mampu mengungkapkan seluruh realitas misteri ini. Dalam Kitab Suci sering kita jumpai gambaran pertunangan atau perkawinan untuk menggambarkan hubungan manusia dengan Allah-hubungan yang sangat mendalam antara Allah dan manusia. Kitab para Nabi, Mazrnur-mazmur dan khususnya Kidung Agung seringkali memakai gambaran ini. Banyak mistisi (=para mistikus) besar di dalam Gereja memakai gambaran ini, misalnya: Santo Paulus yang menggambarkan hubungan Kristus dengan Gereja sebagai hubungan suami istri, dan secara istimewa Yohanes Salib dalam Madah Rohani yang menggambarkan hubungan manusia dengan Allah sebagai hubungan antara mempelai laki-laki dengan mempelai wanita.

129

Santa Theresia yang biasanya sangat berani menggunakan kata-kata tertentu, praktis tidak dipengaruhi oleh gambaran ini. Sikapnya yang paling utama, yang merupakan sikap kesayangannya dalam melakukan cinta kasih ataupun dalam hal lain ialah tetap bersikap seperti seorang anak kecil. Sikap ini merupakan sikap Theresia yang paling mendalam dan paling otentik. Sikap ini menunjukkan transendensi Allah, maksudnya ialah Allah berada di atas segalanya. Selain itu sikap ini juga menunjukkan rahmat-rahmat istimewa yang kita miliki sebagai anak Allah. Theresia mempersatukan sikap keadilan dengan cinta kasih, seperti yang dikatakannya, bahwa dia tidak menyangkal keadilan tetapi dia merasa banyak orang kurang mengenal cinta Allah yang Maharahim.

Sikap Theresia dan gambarannya mengenai cinta kasih, merupakan ajarannya yang sentral mengenai sikap kanak-kanak rohani. Theresiapun mengungkapkan bahwa di hadapan Allah, kita harus menjadi seperti seorang kanak-kanak. Oleh karena itu ajaran Theresia disebut Jalan kanak-kanak rohani. Di sinilah letak kekhasan Theresia yang begitu bertolak belakang dibandingkan dengan spiritualitas-spiritualitas lain yang mengungkapkan kebesaran dan kemegahan. Akan tetapi Theresia sesuai dengan rahmat khusus yang diterimanya, memberikan sumbangan yang sangat besar pada Gereja, yaitu mengingatkan dunia bahwa seluruh hidup rohani, sesungguhnya terdapat dalam hal mengasihi Allah dengan jiwa seorang anak kecil. lnilah inti seluruh hidup rohani.

IV. FAAL-FAAL YANG HAKIKI

Untuk mengerti dorongan utama yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu, kita harus membedakan antara faal utama dan faal sampingan yang mengatur uruturutan kebajikan secara tepat. Setiap kebajikan mencapai idealnya melalui faal yang paling luhur. Dalam hal kebajikan iman, faal yang paling luhur ialah dengan sukacita berpaut kepada misteri Allah Trituriggal Yang Mahakudus, dalam suatu kontemplasi yang diterangi oleh karunia-karunia Roh Kudus, khususnya karunia kebijaksanaan. Bila bersandar pada cahaya terang ini, segala sesuatu menjadi terang dalam mata seorang yang beriman. Kebajikan kekuatan mengungkapkan faalnya yang paling tinggi dalam situasi bahaya maut. Hukum psikologi ini bisa diterapkan pada senuia kebajikan, tetapi secara istimewa perbedaan ini menjadi lebih terang di dalam kebajikan ilahi yang paling utama yaitu cinta kasih. Cinta kasih yang disebut ‘Ratu dari segala kebajikan - pengikat segala kesempurnaan’, menguasai suatu rentetan sikap jiwa terhadap Allah dan sesama, di bawah pengaruh faal cinta kasih yang paling sempurna, yaitu mengasihi Allah demi

130

Allah sendiri, demi kemuliaanNya yang lebih besar. Memang mengasihi Allah demi diri kita sendiri mengungkapkan juga suatu faal cinta kasih yang walaupun indah, namun masih bersifat sekunder. Tetapi mengasihi Allah demi Allah sendiri dan bahkan menundukkan keselamatannya sendiri di bawah kemuliaan Allah, itulah kesempurnaan yang paling tinggi.

“Tetapi aku, aku suka dekat pada Allah: aku menaruh tempat perliriduriganku pada Tuhan Allah, supaya dapat menceritakan segala perbuatanNya”, kata Pemazmur (Mzm 73:28). Kerinduan untuk dapat menikmati Allah Tritunggal Mahakudus, untuk merindukan kehadiranNya dan dengan senang tinggal di dalam hadirat Allah sambil memandang keindahanNya, sungguh merupakan cinta kasih ilahi. Kesukaan rohani dan kedamaian jiwa yang kedua-duanya merupakan prarasa dari kehidupan surgawi, merupakan jenis-jenis faal cinta kasih ilahi yang sekunder, seperti halnya kedukaan para orang kudus yang melihat dosa-dosa, dapat dikelompokkan dalam faal-faal cinta kepada Allah yang sekunder.

Akan tetapi masih ada suatu faal yang lebih luhur dan lebih sempurna lagi, yaitu suatu faal, yang tanpa mengecualikan kerinduan untuk keselamatan, semata-mata hanya berpaut kepada Allah, untuk melihat Dia saja, untuk bekerja melulu bagi kepentingan dan kemuliaan Allah saja. ltulah yang disehut dengan istilah ‘cinta kasih yang murni’. lnilah cinta kasih yang paling tinggi, paling luhur, paling bebas, paling berjasa dan paling ilahi dari semua faal-faal hidup rohani kita. Bila seseorang semakin berkembang dalam persatuan dengan Allah, semakin dia tinggal tetap dalam cinta yang murni. Sebab sesungguhnya kesucian itu terletak ‘pada melupakan diri sendiri’. Semakin seseorang melupakan dirinya sendiri dan hanya memberi tempat kepada Allah, maka semakin sucilah orang itu.

Faal utama dan faal sekunder biasanya berada secara berdampingan dalam suatu jiwa dan saling membantu di dalam perkembangannya. Yesus sendiri dalam hatiNya sebagai manusia tidak pernah memisahkan antara kasihNya kepada Bapa dan kasihNya kepada manusia, yang nampak pada kerinduanNya untuk menyelamatkan mereka. Kecuali itu ungkapan utama dari suatu kebajikan dapat beraneka ragam, sesuai dengan temperamen seseorang, latar belakang pendidikan, hidup keluarga, dan rahmat pribadi yang diterima oleh setiap orang kudus. Ketika Yesus mengatakan “MakananKu adalah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku” (Yoh 4: 34), maka kita mengerti bahwa Dia bekerja

131

untuk kemuliaan BapaNya serta melakukan faal cinta kasih yang paling luhur terhadap Allah. Demikian pula Yesus telah melakukan faal yang sangat luhur ketika Dia dengan tekad bulat memberi tanda kepada para murid untuk pergi, untuk memulai karya-karya penyelamatanNya, di saat Dia berkata: ‘Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepadaku, bangunlah, marilah kita pergi” (Yoh. 14:31).

IV.1. Menyenangkan Hati Yesus

Faal-faal utama cinta kasih dari Theresia Lisieux akan mewarnai dan mempengaruhi seluruh spiritualitasnya. Bentuk yang paling disenangi dari cintanya sebagai kanak-kanak ialah menyenangkan hati Yesus. Theresia juga mengenal semboyan orang-orang kudus besar seperti Santo Ignasius - Ad Mayorem de Gloriam (=Semua untuk kemuliaan Allah), semboyan Teresa Avila dan para kudus lainnya yang terarah kepada karya-karya besar. Tetapi sebaliknya, Theresia justru tidak mengarahkan pandangannya untuk melakukan karya-karya yang besar, melainkan berusaha dengan suatu kepekaan yang besar untuk menyenangkan hati Yesus. Dia sangat peka dalam melihat kesempatankesempatan yang terjadi di sekelilingnya untuk menyenangkan hati Yesus. Theresia berkata: ‘Orang-ora.ng kudus yang besar telah bekerja demi kemuliaan Allah, tetapi saya jiwa yang kecil ini hanya bekerja semata-mata untuk menyenangkan Dia dan saya rela denqan sungguh-sungguh menanggung, bahkan kedukaan yang paling besar sekalipun, supaya Dia bisa tersenyum satu kali saja.’ Dalam gambaran ini Yesus tampak sedih dan menderita sekali karena dosa-dosa umat manusia dan Theresia mau menghibur dan menyenangkan hatiNya dengan menanggung segala penderitaan dengan sukacita, hanya untuk melihat Yesus tersenyum, walaupun hanya satu kali saja. Hendaknya kita jangan salah persepsi, seolah-olah di bawah kata-kata ‘Yesus tersenyurn’ terdapat sesuatu yang sentimental. Sesungguhnya melalui ungkapan ini Theresia telah mempersatukan keluhuran paling tinggi dari spiritualitas Kristiani dengan semboyan Kristus sendiri: “Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada BapaKu.” (Yoh 8:29).

1V.2. Cinta Kasih yang Murni

Suatu saat Theresia bertanya pada dirinya sendiri, ‘Apakah cinta yang murni itu ada dalam hatiku?’ Pertanyaan ini diungkapkan dengan perasaan sedikit takut dan kuatir, pertanyaan yang diungkapkan sesuai debar hatinya yang terdalam. Jiwanya yang murah

132

hati itu tidak senang dengan cinta kasih yang penuh pamrih. Diungkapkan beberapa kesaksian mengenai hal ini dan ungkapan yang paling kuat dijumpai pada komentar Theresia sendiri menceritakan demikian:

Di dalam ibadat tengah hari ada satu ayat yang selalu kudoakan dengan segan, yaitu: “Aku mencondongkan hatiku untuk melakukan ketetapanketetapanMu, demi upah.” (bdk Mzm 119:112). Dan dengan segera saya menambahkan dalam hati: 0 Yesus, Engkau tahu, bahwa saya tidak melayani Engkau demi upah, tetapi semata-mata karena saya mengasthi Engkau dan saya ingin menyelamatkan jiwa-jiwa.

Sungguh jauh sekali dari pikiran Theresia untuk melayani Tuhan demi upah. Ketika retret persiapan profesi, Theresia mengalami suatu kekeringan yang besar. Dia tidak mengeluhkan apa yang dialaminya itu, sebaliknya dia mengatakan, bahwa dia bergembira karena bisa memberikan kepada Allah suatu bukti dari cintanya yang murni. Theresia tidak terperangkap dalam gagasan-gagasan yang muluk tentang cinta yang murni, sebab sesungguhnya ia merindukan Allah sendiri. Dia hanya menghendaki Allah saja. Theresia berharap akan surga dan merindukan surga.

Oleh karena itu pada diri Theresia kita menjumpai ungkapan-ungkapan yang menyatakan cinta murninya kepada Allah. Tetapi di pihak lain Theresia tidak dapat mengerti theolog-theolog tertentu yang sibuk dengan membeda-bedakan, berspekulasi secara teoritis mengenai cinta yang murni. Theresia berbicara dari hati dan dibimbing oleh pengenalan adikodrati yang diberikan kepadanya secara langsung oleh Roh Kudus. Theresia mengingatkan kita dengan kata-kata yang sederhana dan dorongan yang paling aman untuk mengenal hukum cinta kasih, yaitu “mengasihi berarti melupakan diri sendiri”. Bila kita mengasihi, kita tidak pernah akan memperhitungkan untung ruginya. Kita mengasihi karena terdorong oleh cinta yang murni. Maka terlebih lagi bila sahabat besar itu ialah Allah sendiri. Bagi Theresia segala-galanya memang sederhana sekali. Dia ingin mencintai Allah demi Allah sendiri .

Gambaran yang paling murni dari cintanya kepada Allah yang tanpa pamrih nampak ketika Theresia menggambarkan dirinya sebagai sebuah bola kecil untuk mainan kanak-kanak Yesus. Dia ditendang, dilempar. digenggam dan kalau kanak-kanak Yesus sudah lelah, bola itu diletakkan begitu saja, disimpan di sudut, bahkan dilupakan. Walaupun dilupakan, dia tidak keberatan. Inilah bukti cintanya yang paling murni. Dia akan melakukan segalanya, bahkan kalau seandainya Yesus tidak mengetahui, hal mana pasti

133

mustahil, bahwa dia melakukan itu semua. Dia akan tetap melakukannya bagi Allah, walaupun Yesus tidak mengetahuinya. Jadi yang dirindukan Theresia bukan lain daripada mengasihi Allah demi Allah sendiri, tanpa memikirkan diri sendiri. Orang akan sulit menemukan cinta kasih yang begitu murni, tanpa pamrih, bahkan tidak pada orang-orang kudus sendiri. Seperti dikatakannya :Seandainya hal itu mungkin, bahwa Allah tidak melihat perbuatan-perbuatan baik saya, saya tidak akan berduka karenanya. Saya begitu mengasihi Dia, sehingga melalui cinta kasihku dan kurban-kurbanku, saya mau menyenangkan hatiNya. Bahkan kalau mungkin, tanpa diketahui olehNya, bahwa itu berasal dari saya.

Theresia mau menyenangkan Yesus dengan persembahan-persembahan yang indah, melalui perbuatan-perbuatan cinta dan kurban-kurban, kemudian meletakkannya di hadapan Yesus, sehingga Dia bisa menikmatinya. Tetapi seandainyapun Dia tidak tahu bahwa itu dari dia, dia tidak kecewa. Sikap seperti ini jarang sekali kita jumpai, bahkan tidak pada orang-orang kudus sendiri. Salah seorang susternya menceritakan :

Suatu saat ketika saya melihat dia di gunung Kalvari sedang menaburkan bunga, saya bertanya kepadanya: Apakah engkau melakukan ini untuk memperoleh salah satu rahmat? Maka Theresia meryawab: Tidak, saya melakukan ini semata-mata untuk menyenangkan Dia. Saya tidak mau memberi untuk menerima. Saya tidak memikirkan diri sendiri. Saya mencintai Allah bukan demi diriku sendiri.

Kesaksian lain, yaitu pada saat mengalami penderitaan yang besar sekali, ada suster yang berkomentar: 'Bila engkau banyak menderita, Allah akan memberi upah yang berlimpah-limpah kepadamu.' Maka Theresia menjawab: 'Tidak! Saya mau menderita semuanya ini tidak demi upah, tetapi semata-mata untuk menyenangkan Allah.' lni merupakan ungkapan cinta yang begitu murni dan luhur.Santo Yohanes Salib mengatakan : 'Faal-faal cinta seperti itu jauh lebih berharga di hadapan Allah dan berguna bagi keselamatan manusia, daripada banyak faal yang dilakukan oleh orang lain seumur hidupnya, sebelum mencapai tingkat seperti itu.' Dari situ dapat kita mengerti, mengapa Yesus yang hanya satu kali wafat, semata-mata untuk melaksanakan kehendak Allah, dapat membawa keselamatan yang begitu besar kepada setiap manusia yang ada di dunia ini.

Bila cinta kasih merupakan tolok ukur dari jasa-jasa, maka kita dapat mengerti bahwa disebabkan oleh faal cinta kasih yang demikian besarnya itu, Theresia mempunyai

134

pengaruh begitu besar terhadap Allah yang menjadikan dunia terkagum-kagum terhadapnya. Allah melimpahkan karunia yang begitu besarnya, sehingga Ia menurunkan hujan mawar ke atas bumi demi Santa Theresia.

IV.3. Melakukan Segala-galanya karena CintaPada hidup Santa Theresia, seluruh dorongan untuk menjadi suci terdapat dalam cinta kasih. Dalam semua perbuatan, bahkan yang paling heroik sekalipun, apa yang bernilai di hadapan Allah ialah cinta yang mendorong perbuatan itu. Maka dengan spiritualitas Theresia kita menjadi jauh dari segala kesibukan yang seringkali banyak menyita waktu, namun sebenarnya kita tidak melakukan apa- apa. Santo Paulus mengingatkan kita: 'Kalaupun aku memberikan diriku untuk dibakar, tetapi jikalau tidak ada cinta kasih, semua tidak ada artinya.' Theresia mengatakan: 'Tuhan tidak memperhatikan kebesaran pekerjaan kita, tidak pula melihat kesukarannya. melainkan hanya melihat cinta kasih yang mendorong kita untuk melakukannya.'

Di dunia ini kita menjumpai banyak jiwa kecil yang kehidupannya, mau tidak mau, terpaksa tidak dikenaI; atau memang tidak mau dikenal, tidak memiliki pekerjaan-pekerjaan menyolok, tetapi sesungguhnya mau menjadi suci. Bagi mereka yang berjiwa ini, satu-satunya jalan untuk menjadi suci ialah melalui jalan cinta kasih. Cinta kasih memberi arti dan nilai kepada pekerjaan-pekerjaan sederhana. Santa Theresia Lisieux sesungguhnya diresapi oleh karya Yohanes Salib dan ajaran mistik Karmel, sehingga di tengah-tengah segala kesibukannya, dia tetap memberi tempat yang utama kepada cinta kasih. Theresia sadar bahwa cinta kasihlah sumber satu-satunya kesuburan rohani dan apostoliknya. Semua pekerjaan yang dilakukan tanpa cinta kasih, atau dengan cinta yang sedikit, yang penuh pamrih, walaupun besar dalam pandangan manusia, nilainya sedikit saja di hadapan Allah. Karena inspirasi cinta kasih, cakrawala Theresia tiba-tiba terbuka lebar dan meluas sampai kepada dimensi karya Penyelamatan itu sendiri.

Dengan suatu kepiawaian yang besar seperti yang dilakukan oleh orang-orang kudus besar lainnya, suster muda ini mengajarkan kepada novis-novisnya melalui nasehat-nasehat dan contoh-contoh hidupnya suatu jalan kecil, jalan cinta kasih dengan kepercayaan kepada Allah. Suster Theresia mengubah semua perbuatannya, bahkan yang paling sederhana sekalipun, menjadi faal-faal cinta kasih. Dan dia mendorong para novisnya untuk melakukan hal yang sama. Pada tanggal 29 Juli 1894, di dalam komunitasnya ada suatu lotre berisi Sabda-Sabda Kebijaksanaan. Setiap suster mengambil satu dan Theresia mendapatkan tulisan yang berisi suatu pertanyaan sebagai

135

berikut: 'Kalau setiap saat orang bertanya kepadamu: "Apa yang sedang kaulakukan?", maka jawabanmu hendaklah: "Aku sedang mencintai". Di refter: "Aku mencintai". Di pekerjaan: "Aku mencintai ", dstnya.' Tulisan kecil itu terus disimpan oleh Theresia sampai kepada wafatnya. Theresia sangat menyenangi kata-kata ini. Dan dia mengatakan: 'Sebenarnya ini adalah gema dari jiwaku sendiri. Sejak lama saya mengerti cinta itu dan saya melatih diri untuk melaksanakannya dalam hidup sehari-hari.'

Mengenai hal ini, ada seorang suster memberi kesaksian :Suatu saat ketika saya melihat Theresia begitu sempurna dan setia dalam tugasnya, sehingga melalui segala sesuatu dia memuliakan Allah, saya berkata kepadanya: 'Saya iri terhadap pekerjaan-pekerjaanmu. Saya juga ingin bisa berbuat seperti Anda, bisa melakukan banyak hal yang indah: menulis, melukis, main drama dan sebagainya, yang menyebabkan Allah dicintai melalui diri Anda.' Tetapi Theresia menjawab: 'Oh, janganlah melekatkan hati pada perkara-perkara itu. Tidak! Janganlah kita menyebabkan diri kita tersiksa karena ketidakmampuan kita, tetapi hendaklah kita hanya berusaha untuk mencintai'

Ini merupakan suatu ajaran yang membebaskan, yang membawa kesucian pada intinya, yang menyebabkan kesucian ini terbuka bagi semua orang. Kesucian tidak terdapat dalam mati raga yang luar biasa, dalam penyiksaan diri yang besar, juga tidak terdapat dalam ekstase, dalam penerangan yang besar atau dalam mujizat-mujizat, tetapi semata-mata dalam kesetiaan yang terus menerus terhadap tugas-tugas harian yang dilakukan 'hanya untuk menyenangkan hati Allah dan untuk memenangkan jiwa-jiwa bagi Dia.' Maka kesucian adalah cinta kasih.

V. MENJADIKAN 'CINTA' DICINTAI

Mencintai berarti hidup melulu bagi dia yang dicintai dan hanya memikirkan kebaikannya. Cinta kasih telah mendorong para kudus untuk menggunakan se1uruh kekuatannya bagi perkembangan Kerajaan Allah. Nabi Elia mengatakan: 'Saya bekerja segiat-giatnya untuk Allah Bala Tentara.' Jiwa Santa Theresia juga dipenuhi dengan kerinduan yang menyala-nyala untuk memuliakan Allah dengan melupakan diri sendiri secara total, seperti dikatakannya: 'Saya tidak mau mengumpulkan jasa-jasa bagi surga. Saya hanya bekerja demi cinta kepadaMu dengan tujuan satu-satunya untuk menyenangkan Engkau dan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa, supaya mereka kemudian

136

dapat mencintaiMu untuk selama-lamanya.' Spiritualitas Santa Theresia sungguh-sungguh dijiwai oleh semangat misioner yang besar sekali, namun melalui jiwa-jiwa ini, pandangan Theresia selalu terarah kepada Allah.

Bagi Theresia dorongan untuk menjadi suci terdapat dalam mengasihi. Semangat kerasulannya yang mau memberikan diri sebaik-baiknya untuk melayani Allah dan saudara-saudaranya, sejak dari awal dunia sampai akhir dunia dan di semua bagian dunia, hanya menemukan istirahatnya dalam kasih. Dengan demikian semua panggilan dalam Gereja dapat direalisir, yaitu melalui cinta kasih. Nampaknya Theresia pernah tertarik sejenak kepada kehidupan membiara yang aktif karena kerinduannya yang berapi-api untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Tetapi dengan segera ia melihat. bahwa cita-citanya sebagai seorang Karmelites memiliki cita-cita kerasulan yang lebih tinggi. Di dalam iman Theresia telah mengerti misteri persekutuan para kudus. bahwa cinta kasih kontemplatif. yang secara diam-diam mempersembahkan dirinya sebagai korban, merupakan salah satu sarana yang paling kuat untuk menjadikan Sang Cinta Kasih dicintai dan mencurahkan hidup ilahi di dalam seluruh Tubuh Mistik Kristus.

VI. PANGGILANKU lALAH CINTA KASIH

Dalam hidup para kudus sering kita jumpai adanya satu kata, satu kalimat yang mengungkapkan kedalaman hidup mereka. Santo Paulus mengungkapkan seluruh hidupnya dengan rumusan: 'Bagiku hidup ialah Kristus.' Kegeniusan Santo Ignasius dari Antiokhia terpancar dari kata-kata terakhirnya ketika menghadapi kemartirannya: 'Satu hal saja yang menarik bagiku, yaitu menikmati Kristus. Apa artinya kerajaan-kerqjaan dan batas-batas dunia ini? Saya lebih suka mati bagi Kristus daripada memerintah seluruh dunia. Dia saja yang kucari, Dia yang telah wafat untukku.'

Demikian pula dalam Riwayat Suatu Jiwa, otobiografi Santa Theresia, kita menemukan halaman-halaman yang sangat indah, sama indahnya seperti tulisan Santo Paulus, yang bisa digolongkan dalam lembaran-lembaran terindah agama Kristen. Santa Theresia Lisieux yang didorong dan diilhami oleh Roh Kudus, telah meninggalkan wasiat jiwanya kepada kita, yang ditulisnya sesudah ia menyerahkan se1uruh hidupnya kepada Sang Cinta Kasih dan setelah disempurnakan dalam kesucian, serta telah merealisir suatu kesuburan rohani yang sangat besar bagi seluruh Gereja. Theresia meninggalkannya sebagai suatu testamen atau warisan terakhir. Di dalamnya kita menjumpai ungkapan tertinggi dalam ajarannya tentang cinta kasih, yaitu bahwa cinta kasihlah satu-satunya

137

jalan yang paling luhur dan aman untuk sampai pada Allah. Pada akhirnya ia menemukan panggilannya: ‘pangilanku ialah cinta kasih’. Ia akan menjadi cinta kasih dan ia menjadi segalanya.

138