8. bab iii revsi.doc

62
BAB III TEORI DASAR 3.1. Aliran Fluida dalam Media Berpori Fluida yang mengalir dari formasi produktif ke dasar sumur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Sifat-sifat fisik batuan formasi b. Geometri sumur dan daerah pengurasan c. Sifat-sifat fisik fluida formasi d. Perbedaan tekanan antara formasi produktif dengan dasar sumur pada saat terjadi aliran. Keempat faktor tersebut diatas, secara ideal harus diwakili di dalam setiap metode perhitungan kinerja aliran fluida dari formasi masuk ke lubang sumur. Tentang aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy dalam persamaan : .................................(3-) Persamaan tersebut berlaku untuk aliran horisontal, fluida satu fasa dan incompressible. Persamaan ini selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran dari formasi ke lubang sumur, yang merupakan aliran radial, dimana dalam satuan lapangan persamaan tersebut berbentuk: 13

Upload: arbian-bayu

Post on 14-Sep-2015

255 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB III

51

BAB IIITEORI DASAR

3.1. Aliran Fluida dalam Media Berpori

Fluida yang mengalir dari formasi produktif ke dasar sumur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:a. Sifat-sifat fisik batuan formasi

b. Geometri sumur dan daerah pengurasan

c. Sifat-sifat fisik fluida formasi

d. Perbedaan tekanan antara formasi produktif dengan dasar sumur pada saat terjadi aliran.Keempat faktor tersebut diatas, secara ideal harus diwakili di dalam setiap metode perhitungan kinerja aliran fluida dari formasi masuk ke lubang sumur.Tentang aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy dalam persamaan :

1(3-)

Persamaan tersebut berlaku untuk aliran horisontal, fluida satu fasa dan incompressible. Persamaan ini selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran dari formasi ke lubang sumur, yang merupakan aliran radial, dimana dalam satuan lapangan persamaan tersebut berbentuk:

(3-2)

Dimana:q= laju produksi, STB/hari

k= permeabilitas efektif, mD

h= tebal formasi produktif, ft

Pe= tekanan formasi pada jarak re dari sumur, psiPwf= tekanan aliran di dasar sumur, psio= viskositas minyak, Cp

Bo= faktor volume formasi, Bbl/STB

re= jari-jari pengurasan sumur, ft

rw= jari-jari sumur, ft.

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk penggunaan persamaan (32) adalah:a. Fluida berfasa satu

b. Aliran mantap (steady state)

c. Formasi homogen

d. Fluida incompressible.

3.1.1. Productivity Index

Productivity Index (PI) adalah indeks yang digunakan untuk menyatakan kemampuan produksi suatu sumur pada kondisi tertentu. Secara definisi PI adalah perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan oleh suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu dengan perbedaan tekanan dasar sumur pada keadaan statik (Ps) dan tekanan dasar sumur pada saat terjadi aliran (Pwf) atau dapat dinyatakan dalam persamaan:

, bbl/day/psi(3-3)

Dengan melakukan subtitusi persamaan (32) ke dalam persamaan (33), maka PI juga dapat ditentukan berdasarkan sifat fisik batuan dan fluida reservoar, serta geometri sumur, yaitu:

(3-4)Dengan catatan bahwa persamaan (3-4) dapat digunakan asalkan memenuhi persyaratan dari persamaan (3-3). Persyaratan pada persamaan (3-3) tidak selalu dapat dipenuhi, misalnya yang sering dijumpai dalam praktek adalah adanya gas dalam aliran. Hal ini terjadi jika tekanan reservoar berada di bawah tekanan jenuh minyak (bubble point). Pada kondisi ini PI tidak dapat ditentukan dengan persamaan (3-3) dan (3-4), dan harga PI untuk setiap harga Pwf tertentu tidak sama dan selalu berubah.

Sehubungan dengan perubahan tersebut, maka untuk kondisi di atas maka persamaan PI, dapat diperluas menjadi:

(3-5)

Persyaratan fasa satu untuk persamaan (3-3), dapat juga tidak terpenuhi jika aliran fluida tersebut terdapat air formasi. Tetapi dalam praktek, keadaan ini masih dapat dianggap berfasa satu, sehingga persamaan (3-3) dapat lebih diperjelas dengan memasukkan laju produksi air ke dalam persamaan tersebut:

(3-6)

Sesuai dengan persamaan Darcy (persamaan 3-2), maka persamaan (3-6) dapat dinyatakan dalam bentuk:

(3-7)

Bentuk lain yang sering digunakan untuk mengukur produktivitas sumur adalah Specific Productivity Index (SPI) yang didefinisikan sebagai perbandingan antara PI dengan ketebalan, yaitu:

(3-8)

SPI sering digunakan untuk membandingkan produktivitas sumur-sumur yang berada dalam suatu lapangan.3.1.2. Grafik Inflow Performance Relationship (IPR)

Productivity Index (PI) yang diperoleh dari hasil tes maupun dari perkiraan hanya merupakan gambaran secara kualitatif tentang kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu sumur maupun untuk melihat kelakuan suatu sumur untuk berproduksi, maka harga PI tersebut dapat dinyatakan secara grafis, yang disebut grafik Inflow Performance Relationship (IPR). Berdasarkan definifi PI pada persamaan (3-3), untuk suatu saat tertentu dimana Ps konstan dan PI juga konstan, maka variabelnya adalah laju produksi (q) dan tekanan aliran dasar sumur (Pwf). Persamaan (3-3) dapat diubah menjadi:

(3-9)

Bedasarkan asumsi di atas, maka bentuk persamaan (3-3) merupakan garis lurus, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Grafik IPR Ideal (Linear)(Beggs, Dale H., 1978)

Titik A adalah harga Pwf pada saat q = 0 dan sesuai dengan persamaan (3-3), Pwf = Ps. Titik B adalah harga q pada saat Pwf = 0,sesuai dengan persamaan (3-3): q = PI x Ps, harga laju produksi ini merupakan harga laju produksi maksimum, yang disebut sebagai potensial sumur, dan merupakan batas laju produksi maksimum yang diperbolehkan dari suatu sumur.Jika sudut OAB adalah , maka:

(3-10)

Dengan demikian harga PI menyatakan kemiringan dari garis IPR. Bentuk garis IPR yang linier tersebut dapat juga diturunkan dari persamaan aliran radial dari Darcy, yaitu persamaan (3-2) dan (3-4).

Persyaratan yang sulit untuk dipenuhi adalah persyaratan fluida yang mengalir satu fasa. Muskat menyatakan jika fluida yang mengalir terdiri dari dua fasa (minyak dan gas) maka bentuk grafik IPR akan merupakan lengkungan, dan harga PI tidak lagi merupakan yang konstan, karena kemiringan garis IPR akan berubah secara kontinyu, untuk setiap harga Pwf (Gambar 3.2.). Dalam hal ini persamaan (3-3) tidak berlaku lagi, dan secara umum definisi yang tepat adalah persamaan (3-5).Gambar 3.2. Grafik IPR Tidak Linier

(Beggs, Dale H., 1978)Pembuatan grafik IPR untuk aliran dua fasa pada mulanya dikembangkan oleh Weller, dimana Weller menurunkan persamaan PI untuk solution gas drive reservoar, sebagai berikut:

(3-11)

Dalam menurunkan persamaan di atas diterapkan beberapa asumsi, yaitu:

a. Bentuk reservoar adalah lingkaran dan terbatas (bounded reservoir) dan sumur berada tepat di tengah lingkaran.

b. Media berpori uniform dan isotropis, dan harga Sw konstan di setiap titik.

c. Pengaruh gradien tekanan diabaikan.

d. Kompresibilitas air dan batuan diabaikan.

e. Komposisi minyak dan gas konstan.

f. Tekanan pada fasa minyak dan gas sama.

g. Kondisi semi-steady state, dimana laju desaturasi minyak sama di setiap titik pada saat tertentu.Untuk perhitungan integral persamaan (3-11) harus ditentukan terlebih dahulu kro sebagai fungsi dari tekanan. Untuk itu mula-mula ditentukan terlebih dahulu saturasi terhadap tekanan yang dapat ditentukan dengan persamaan:

....(3-12)Dari persamaan (3-12) dapat ditentukan dSo/dP, dan berdasarkan hal ini perubahan kro terhadap tekanan dapat ditentukan dengan persamaan:

(3-13)

Dimana:

dkro/dSo = harga kemiringan (slope) dari grafik kro vs So.

Melihat persamaan di atas cara penyelesaiannya cukup rumit, sehingga cara Weller ini dianggap tidak praktis.

Selanjutnya Vogel menemukan suatu cara yang lebih sederhana jika dibanding dengan metode Weller. Dasar pengembangan metode Vogel, adalah persamaan Weller, dimana berdasarkan persamaan tersebut, Vogel membuat grafik IPR untuk:

a. Beberapa harga recovery kumulatif tertentu.

b. Beberapa harga viskositas minyak tertentu.

c. Beberapa harga permeabilitas relatif dan kondisi-kondisi lain.

Hal yang sama dilakukan oleh Vogel untuk berbagai viskositas minyak yang berbeda, kemudian grafik-grafik tersebut diplot sebagai Dimensionless IPR dan berdasarkan hasil IPR tak berdimensi tersbut, Vogel membuat kurva dasar IPR yang mewakili semua kondisi yang diamati, dan merupakan perata-rataan dari kurva-kurva IPR tak berdimensi yang diperoleh. Untuk tujuan praktis, kurva IPR tak berdimensi dinyatakan dalam bentuk persamaan:

(3-14)

Dimana:

qo= laju produksi, STB/D

qmaz= laju aliran minyak maksimum pada saat Pwf = 0, STB/D

Pwf= tekanan alir dasar sumur, psi

Ps= tekanan statik dasar sumur, psi

Seberapa jauh ketelitian dari kurva dasar IPR tersebut setelah diuji oleh Vogel, dengan membandingkan IPR hasil perhitungan dengan komputer dan IPR yang dibuat dengan menggunakan Gambar 3.3. atau persamaan (3-14). Ternyata kesalahan maksimum untuk reservoar yang bersangkutan kurang dari 5% untuk hampir seluruh masa produksi dan meningkat menjadi 20% selama masa terakhir produksi. Meskipun kesalahan 20% kelihatannya cukup tinggi, tetapi harga kesalahan sebenarnya kurang dari 0,5 bbl/hari. Pada Gambar 3.4. menunjukkan perbedaan perhitungan IPR.

Gambar 3.3. IPR untuk Solution Gas Drive Reservoar (Beggs, Dale H., 1978)

Gambar 3.4. Perbandingan IPR untuk Aliran Cairan, Gas, dan Dua Fasa(Beggs Dale H., 1978)

Sesuai dengan persamaan Weller yang digunakan untuk solution gas drive reservoar, yang merupakan dasar pengembangan cara Vogel, maka penggunaan cara dasar IPR tersebut, hanya berlaku untuk solution gas drive reservoar saja. Selain itu, hanya berlaku untuk aliran dua fasa (minyak dan gas). Tetapi dalam hal reservoar-partial water drive, dimana terdapat sumur-sumur yang terisolasi dari perembesan air, kurva dasar IPR masih dapat digunakan.3.1.3. Pembuatan Kurva IPR

Sesuai dengan definisi PI, untuk membuat kurva IPR diperlukan data:

a. Laju produksi

b. Tekanan alir dasar sumur

c. Tekanan statis

Ketiga data tersebut diperoleh dari tes produksi dan tes tekanan yang dilakukan pada sumur yang bersangkutan. Berdasarkan ketiga data tersebut dapat dibuat IPR sesuai dengan kondisi aliran fluidanya, baik satu fasa maupun dua fasa.3.1.3.1. Metode VogelMetode ini untuk mengembangkan kurva IPR dua fasa, yang merupakan penyempurnaan dari metode Weller, dimana Vogel membuat persamaan empiris dari bentuk dasar kurva IPR tak berdimensi untuk reservoir solution gas drive, yaitu persamaan (3-14). Pembuatan kurva IPR dengan persamaan ini memerlukan satu data uji produksi (qo dan Pwf) dan uji tekanan statik.Sesuai dengan penurunannya, persamaan (3-14) hanya berlaku apabila tidak terjadi kerusakan atau perbaikan formasi (faktor skin = 0). Persamaan ini dikembangkan untuk menentukan kurva IPR, apabila tekanan statik lebih besar daripada tekanan jenuh. Pada kondisi ini kurva IPR terdiri dari dua bagian seperti terlihat pada gambar 3.5, yaitu :

1. Kurva IPR yang linier, apabila tekanan alir dasar sumur lebih besar dari tekanan jenuh. Pada kondisi ini persamaan kurva IPR berupa :

(3-15)

2. Kurva IPR yang tidak linier, apabila tekanan alir dasar sumur lebih kecil dari tekanan jenuh. Pada kondisi ini persamaan kurva IPR berupa :

(3-16)

Harga qb ditentukan menurut persamaan (3-15) sebagai berikut :qb = PI(Ps Pb)(3-17) Harga PI lebih dahulu dihitung berdasarkan data uji tekanan dan produksi sebagai berikut :a. Apabila dari uji produksi diperoleh Pwf > Pb, maka untuk menghitung PI digunakan persamaan (3-15).b. Apabila dari uji produksi diperoleh Pwf < Pb, maka :

(3-18)Pemakaian persamaan (3-16) memerlukan harga qmax dihitung menurut persamaan :

(3-19)

Gambar 3.5.Kurva IPR di Atas dan di Bawah Bubble Point Pressure.(Beggs, Dale H., 1978)

3.2. Aliran Fluida dalam Pipa

3.2.1. Persamaan Dasar Aliran Fluida dalam Pipa

Persamaan dasar aliran fluida dalam pipa dikembangkan dari Persamaan Energi, yang menyatakan keseimbangan energi antara dua titik dalam sistem aliran fluida. Persamaan ini mengikuti hukum konservasi energi, yang menyatakan bahwa energi yang masuk ke titik pertama ditambah dengan kerja-kerja yang dilakukan oleh dan terhadap fluida di antara titik pertama dan kedua, dikurangi dengan energi yang hilang di antara kedua titik tersebut sama dengan energi yang keluar dari titik kedua. Hukum konservasi energi tersebut dapat dituliskan dalam persamaan berikut:

(3-20)

Dimana:

U= energi dalam, NpV= energi dalam ekspansi atau kompresi

= energi kinetik

= energi potensial

Q= energi panas yang ditambahkan

W= kerja yang dilakukan terhadap fluida

Persamaan (3-20) merupakan hukum konservasi energi yang akan dikembangkan menjadi persamaan aliran fluida dalam pipa, dengan menggunakan konsep-konsep termodinamika, dimana dapat diperoleh persamaan untuk menghitung kehilangan tekanan.A. Reynolds Number Reynolds Number adalah parameter tidak berdimensi yang menunjukkan perbandingan antara gaya inersia dengan gaya viskositas atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

(3-21)

Dimana:= densitas fluida, lbm/ft3v= kecepatan aliran ft/secd= pipa ID, ft= viskositas fluida, cpB. Regim Aliran

Regim aliran menggambarkan aliran fluida secara alami. Ada dua jenis aliran yaitu aliran laminer dan aliran turbulen. Aliran laminer mempunyai Reynolds number kurang dari 2100 dan aliran turbulen mempunyai Reynolds number lebih besar dari 4000. Sedangkan untuk aliran fluida yang mempunyai NRe antara 2100 - 4000 disebut dengan aliran transisi. C. Teorema Bernoulli Pada umumnya untuk menyatakan energi yang terkandung di dalam fluida disebut energi potensial yang diistilahkan dalam tinggi ekivalen atau Head dalam kolom fluida. Sesuai dengan pernyataan di atas, Bernoulli membagi energi total pada satu titik menjadi beberapa, yaitu:1. Head karena ketinggian

2. Head tekanan yang disebabkan oleh energi potensial yang terkandung di dalam tekanan fluida pada suatu titik

3. Head kecepatan yang disebabkan oleh energi kinetik yang terdapat di dalam fluida.

Dengan menganggap bahwa fluida tidak melakukan kerja dan tidak dikenai kerja maka persamaan Bernoulli dapat ditulis sebagai berikut:

(3-22)

Dimana:

Z= head ketinggian, ftP= tekanan, psi

= densitas, lb/ft3v= kecepatan, ft/sec

g= konstanta gravitasi

HL= friction head loss, ft.D. Persamaan Darcy Persamaan ini sering disebut juga persamaan Weisbach atau persamaan Darcy-Weisbach yang menyatakan bahwa Head-loss akibat gesekan antara dua titik pada suatu bagian pipa adalah berbanding lurus dengan kecepatan dan panjang pipa dan berbanding terbalik dengan diameter pipa atau dapat ditulis :

(3-23)

Dimana:

HL= head-loss karena gesekan, ft

L= panjang pipa, ft

D= diameter pipa, ft

f= gesekan

Persamaan (3-22) dan (3-23) dapat dipakai untuk menghitung tekanan pada setiap titik di dalam sistem pemipaan jika tekanan, kecepatan alir, diameter pipa, dan elevasi diketahui. Sebaliknya, jika tekanan, diameter pipa, dan elevasi diketahui pada dua titik, maka kecepatan alir dapat dihitung.

Pada sistem pemipaan, perbedaan head ketinggian dan perubahan kecepatan antara dua titik dapat diabaikan sehingga persamaan (3-22) menjadi:

(3-24)Dimana P = penurunan tekanan antara titik 1 dan 2, psi

Substitusi persamaan (3-23) ke persamaan (3-24):

(3-25)

Substitusi D = d/12

Dimana d = diameter pipa, in

(3-26)Sehingga persamaan menjadi:

(3-27)

E. Faktor Gesekan Moody Variabel f yang terdapat pada persamaan-persamaan sebelumnya disebut faktor gesekan Moody dan besarnya nilai f ditentukan dari diagram Moody (Gambar 3.6.). Faktor gesekan ini sering juga disebut faktor gesekan Fanning, dimana harganya satu per empat dari faktor gesekan Moody. Dalam beberapa referensi faktor gesekan yang digunakan adalah Moody dilain pihak faktor gesekan Fanning juga sering digunakan. Latihan penggunaan faktor gesekan ini harus sering dilakukan untuk menghindari kesalahan penggunaan faktor gesekan.

Gambar 3.6. Diagram Moody (Beggs, Dale H., 1978)

Pada umumnya, faktor gesekan merupakan fungsi dari Reynolds number, Re, dan kekasaran relatif pipa, /D. Untuk aliran laminer , f hanya fungsi dari Re:

(3-28)

Untuk aliran turbulen, f merupakan funsi dari kekasaran pipa dan Re. Pada nilai Re yang sangat tinggi, f hanya fungsi dari /D3.2.2. Kehilangan Tekanan dalam Pipa Produksi Persamaan kehilangan tekanan pipa yang digunakan adalah:

(3-29)Dimana:

= kehilangan tekanan karena ketinggian

= kehilangan tekanan karena gesekan

= kehilangan tekanan karena percepatan

P

= tekanan, lbf/ft2L

= panjang pipa, ft

g

= percepatan gravitasi, ft/sec2gc

= 32,17, ft-lbm/lbf-sec2

= densitas, lbm/ft3

= sudut yang dibentuk terhadap arah horisontal, derajat

fM

= faktor gesekan Darcy-Weisbach (Moody)

v

= kecepatan alir, ft/sec

D

= diameter dalam pipa, ft

Untuk aliran vertikal dimana = 900 maka sin 90 = 1 sehingga persamaan (3-29) menjadi:

(3-30)

Untuk aliran horisontal dimana = 00, maka sin 0 = 0 sehingga persamaan (3-29) menjadi:

....(3-31)3.2.2.1. Korelasi Aliran Fluida Multifasa dalam Pipa A. Metoda Duns &Ros

Menurut Ros, metoda Poettman dan Carpenter tidak cocok untuk laju aliran yang kecil, karena untuk laju aliran yang kecil ada energi yang hilang akibat gas slippage atau gelembung gas naik mendahului cairan.

Ros mengemukakan teori yang berdasarkan keseimbangan tekanan pada persamaan energi untuk aliran 1 fasa.

..........(3-32)Untuk aliran dua fasa , Duns & Ros melakukan percobaan laboratorium dengan menggunakan tekanan rendah dan komponen fluida yang digunakan adalah udara, minyak, dan air. Pipa yang digunakan dengan panjang 10 meter dan diameter 3,2 cm sampai dengan 8,02 m.

Sesuai dengan pengamatan, pola aliran ditentukan berdasarkan kecepatan yang rendah dari fasa cairan dan gas. Pola aliran yang terjadi dibagi dalam tiga pola, yaitu:

Daerah I : Fasa cair kontinyu dan fasa gas diskontinyu, berupa bubble atau plug. Daerah ini disebut pola aliran bubble.

Daerah II : Fasa cair dan gas diskontinyu, disebut pola aliran slug.

Daerah III : Fasa gas kontinyu dan fasa cair terbubarkan kedalam gas disekitar dalam pipa. Daerah ini disebut pola aliran mist.

Duns and Ros membuat korelasi liquid hold up untuk slip velocity tak berdimensi yang dapat dihitung dengan:

Ns = (S ((L/g()0,25 ..........(3-33)

dimana:

Ns = slip velocity tak berdimensi

(S = actual slip velocity

..........(3-34)

volume cairan + volume gas = volume pipa

HL + Hg = 1 .....(3-35)Duns dan Ross mengembangkan empat kelompok tidak berdimensi yag digunakan di dalam korelasinya, yaitu :

NLV = VSL(3-36)

NGV = VSg(3-37)Nd = d(3-38)NL = L(3-39)

Dimana : ( = tegangan permukaan

Dengan menggunakan kelompok tak berdimensi tersebut membuat korelasi untuk menentukan slip velocity S dan bentuk tak berdimensi.

Setiap harga S tersebut tergantung pada pola aliran yang terjadi dan apabila harga S = 0 berarti hold up sama dengan nol dan ini terjadi pada pola aliran mist. Sedangkan korelasi untuk menentukan gesekan juga tergantung pada pola alirannya. Dengan demikian untuk menentukan gradien tekanan aliran

Pertama-tama harus diperkirakan pola aliran yang terjadi, sesuai dengan laju aliran dari masing-masing fasa serta keadaan dari pipa (diemeter, kekerasan, dan sebagainya). Seperti diketahui bahwa menurut Ross gradien tekanan total adalah penjumlahan dari gradien statik, gradien gesekan dan gradien percepatan. Sedangkan besarnya gradien statik adalah sebagai berikut :

HL (L g + (1-HL) (g g ........(3-40)

Gradien percepatan umumnya diabaikan dengan demikian,

..(3-41)

apabila gradien tekanan dinyatakan dalam fraksi dari gardien hidrostatik cairan (Lg maka Persamaan (3-41) menjadi :

......(3-42)

(g ((( (L , sehingga (g / (L ( 0 , maka:

G = .........(3-43)

Dimana G adalah gradien tekanan tak berdimensi.

Ternyata hasil percobaan Ros dilaboratorium mendekati hasil test dilapangan oleh Baxendall dan Thomas.

Gambar 3.7.Daerah Pola Aliran dari Korelasi Duns and Ros(Beggs, Dale H., 1978)B. Metode Beggs & BrillPola aliran merupakan suatu parameter korelasi dan tidak menyatakan tentang pola aliran sebenarnya, kecuali apabila pipa pada kedudukan horisontal. Pola-pola aliran yang dipertimbangkan dalam perhitungan ini, yaitu: segregated, transisi, intermitent, dan distributed. Parameter-parameter yang diperlukan untuk menentukan pola aliran adalah sebagai berikut :

(3-44)

(3-45)

L1 = 3160,302 (3-46)

L2 = 0,0009252-2,4684 (3-47)L3 = 0,1-1,4516 (3-48)

L4 = 0,5-6,738 (3-49)

Batasan untuk tiap pola aliran adalah sebagai berikut :

1. Pola aliran segregated :

(L