76291834-lingkungan-sosial

28
Lingkungan Sosial serta Pengaruhnya Terhadap Dunia Bisnis Dalam dunia bisnis, para pebisnis yang bermain di dalamnya sering menghadapi permasalahan ketidakpastian yang bisa ditimbulkan dari berbagai hal. Seperti yang terjadi beberapa waktu belakangan ini. Peristiwa-peristiwa seperti bencana alam, meningkatnya kemiskinan masyarakat, menjadi permasalahan-permasalahan sosial yang berdampak pada dunia binis. Lingkungan sosial merupakan salah satu lingkungan yang berpengaruh kuat terhadap aktivitas bisnis, yang akan menentukan apakah bisnis tersebut akan berhasil atau tidak. Bisnis sebagai suatu entitas, letaknya berada di tengah-tengah lingkungan bisnis, dimana setiap perubahan dalam lingkungan tersebut akan mempengaruhi cara-cara dalam bertindak. Perubahan yang terjadi juga mempengaruhi kemampuan adaptasi organisasi, yang pada akhirnya akan menentukan kesuksesan atau kegagalan bisnis. Salah satu aspek dari lingkungan bisnis adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial mempunyai arti yang sangat penting dalam dunia bisnis. Apabila lingkungan sosial bersifat kondusif (mendukung), maka hal tersebut akan mendorong organisasi untuk melakukan keputusan berinvestasi pada lingkungan yang dirasakannya sesuai. Namun sebaliknya, jika lingkungan sosial tidak mendukung, maka organisasi harus berhati-hati dalam mengambil keputusan berinvestasi. Lingkungan sosial merupakan aspek-aspek dari interaksi manusia melalui kelompok, apakah itu dekat ataupun jauh, yang dapat berpengaruh pada kelangsungan dan pertumbuhan perusahaan (Ancok, 2009). Interaksi sosial tidak akan terjadi bila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi (communication). Menurut para ahli sosial, bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama (cooperation), persaingan (competition), akomodasi (accomodation), dan dapat juga berbentuk pertentangan (conflict). Terdapat empat cara untuk menyikapi dampak perubahan lingkungan sosial terhadap aktivitas bisnis. Pertama, bahwa perubahan lingkungan sosial secara alamiah menimbulkan peluang maupun ancaman terhadap aktivitas bisnis. Kedua, perubahan lingkungan sosial digunakan oleh organisasi sebagai faktor penentu untuk membuat keputusan berinvestasi. Ketiga, perubahan lingkungan sosial mempengaruhi keputusan organisasi untuk menjalankan bisnis di lokasi tertentu. Dan yang terakhir adalah, perubahan yang ada menuntut organisasi untuk menerapkan cara berpikir baru dalam menjalankan bisnis. (Ancok, 2009). Dengan penjelasan pada bahasan lingkungan sosial dalam dunia usaha, patut pula diperhatikan mengenai kelompok sosial dan gaya hidup dalam masyarakat. Kelompok-kelompok

Upload: eduardus-beni-sulistyo

Post on 11-Nov-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sosial

TRANSCRIPT

  • Lingkungan Sosial serta Pengaruhnya Terhadap Dunia Bisnis

    Dalam dunia bisnis, para pebisnis yang bermain di dalamnya sering menghadapi

    permasalahan ketidakpastian yang bisa ditimbulkan dari berbagai hal. Seperti yang terjadi

    beberapa waktu belakangan ini. Peristiwa-peristiwa seperti bencana alam, meningkatnya

    kemiskinan masyarakat, menjadi permasalahan-permasalahan sosial yang berdampak pada dunia

    binis. Lingkungan sosial merupakan salah satu lingkungan yang berpengaruh kuat terhadap

    aktivitas bisnis, yang akan menentukan apakah bisnis tersebut akan berhasil atau tidak.

    Bisnis sebagai suatu entitas, letaknya berada di tengah-tengah lingkungan bisnis, dimana

    setiap perubahan dalam lingkungan tersebut akan mempengaruhi cara-cara dalam bertindak.

    Perubahan yang terjadi juga mempengaruhi kemampuan adaptasi organisasi, yang pada akhirnya

    akan menentukan kesuksesan atau kegagalan bisnis. Salah satu aspek dari lingkungan bisnis

    adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial mempunyai arti yang sangat penting dalam dunia

    bisnis. Apabila lingkungan sosial bersifat kondusif (mendukung), maka hal tersebut akan

    mendorong organisasi untuk melakukan keputusan berinvestasi pada lingkungan yang

    dirasakannya sesuai. Namun sebaliknya, jika lingkungan sosial tidak mendukung, maka

    organisasi harus berhati-hati dalam mengambil keputusan berinvestasi.

    Lingkungan sosial merupakan aspek-aspek dari interaksi manusia melalui kelompok,

    apakah itu dekat ataupun jauh, yang dapat berpengaruh pada kelangsungan dan pertumbuhan

    perusahaan (Ancok, 2009). Interaksi sosial tidak akan terjadi bila tidak memenuhi dua syarat,

    yaitu: adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi (communication). Menurut

    para ahli sosial, bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama (cooperation), persaingan

    (competition), akomodasi (accomodation), dan dapat juga berbentuk pertentangan (conflict).

    Terdapat empat cara untuk menyikapi dampak perubahan lingkungan sosial terhadap aktivitas

    bisnis. Pertama, bahwa perubahan lingkungan sosial secara alamiah menimbulkan peluang

    maupun ancaman terhadap aktivitas bisnis. Kedua, perubahan lingkungan sosial digunakan oleh

    organisasi sebagai faktor penentu untuk membuat keputusan berinvestasi. Ketiga, perubahan

    lingkungan sosial mempengaruhi keputusan organisasi untuk menjalankan bisnis di lokasi

    tertentu. Dan yang terakhir adalah, perubahan yang ada menuntut organisasi untuk menerapkan

    cara berpikir baru dalam menjalankan bisnis. (Ancok, 2009).

    Dengan penjelasan pada bahasan lingkungan sosial dalam dunia usaha, patut pula

    diperhatikan mengenai kelompok sosial dan gaya hidup dalam masyarakat. Kelompok-kelompok

  • dan gaya hidup yang berkembang dalam masyarakat ini, tentu menentukan keberlangsungan

    bisnis, sebagai suatu proses yang tidak pernah lepas dari lingkungannya. Dampak dan pengaruh

    dari lingkungan sosial terhadap dunia bisnis ini seharusnya menjadi perhatian para pebisnis

    dalam menjalankan usahanya.

    Sebaliknya, unia usaha pun dipahami memiliki dampak dan pengaruh balik terhadap

    lingkungan sosial. Dampak dari dunia usaha banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat

    secara umum baik langsung maupun tidak langsung. Baik masyarakat perkotaan dimana dunia

    industri berlokasi, maupun masyarakat luas pada umumnya sebagai distribusi dan target

    pemasaran produk dari dunia usaha tersebut.

    Globalisasi adalah issue yang besar yang bergaung sekian tahun terakhir. Dengan makin

    berkembangnya jaringan informasi dan teknologi maka makin terbukalah gerbang globalisasi

    dan makin kaburlah batas-batas antara negara dan antar masyarakat. Globalisasi membawa

    pengaruh yang besar dalam kehidupan sosial masyarakat di Indonesia. Informasi dan teknologi

    yang masuk tanpa batas merupakan faktor-faktor yang mendukung dalam dunia bisnis. Sehingga

    dengan berkembangnya kedua hal tersebut maka berkembang juga dunia bisnis yang ada di

    Indonesia.

    B. Peluang Bisnis yang Dapat Diciptakan

    Lingkungan sosial sangat mempengaruhi seorang pebisnis dalam menciptakan peluang

    usaha. Seorang pebisnis harus jeli dalam melihat peluang bisnis apa yang dapat diciptakan

    dengan melihat kepada faktor sosial ini. Apabila pebisnis dapat melihat peluang bisnis dengan

    tepat, keuntungan usaha dapat dengan mudah diraih, selain tentu saja dapat mengambangkan

    dunia usaha secara umum. Dari uraian diatas, terdapat beberapa peluang bisnis yang dapat

    diciptakan dengan memasukkan lingkungan sosial sebagai salah satu faktor keberhasilan.

    Bisnis Online Melalui Internet

    Sebelumnya, telah diuraikan bahwa globalisasi yang masuk ke Indonesia membuat

    informasi dan teknologi yang masuk semakin berkembang. Perkembangan informasi dan

    teknologi ini sangat menguntungkan terutama bagi dunia bisnis. Aktivitas-aktivitas bisnis

  • menjadi lebih mudah dan cepat. Banyak perusahaan yang melakukan komputerisasi agar

    kegiatan bisnisnya menjadi lebih efisien.

    Tidak hanya pada perusahaan, fenomena komputerisasi juga melanda masyarakat di

    berbagai lapisan sosial. Penggunaan komputer menjadi kebutuhan bagi masyarakat dalam

    melakukan aktivitas sehari-hari. Masuknya jaringan internet menambah arti penting komputer

    bagi perusahaan dan masyarakat.

    Di Indonesia sendiri, internet mulai masuk pada awal tahun 1990-an. Hingga saat ini,

    menurut data Internet World Stats, pengguna internet di Indonesia sampai akhir tahun 2008

    adalah sebanyak 10,5% dari populasi penduduk Indonesia, yang berjumlah sekitar 237,512,355

    jiwa. Pemanfaatan internet ini, pada masa sekarang khususnya, sangat membantu masyarakat

    baik dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, maupun dalam melakukan aktivitas

    bisnis. Dalam kegiatan sehari-hari contohnya, banyak masyarakat yang memanfaatkan surat

    kabar elektronik yang dapat diakses secara online.

    Dalam dunia bisnis, internet merupakan salah satu teknologi yang sangat membantu

    memperlancar kegiatan bisnis. Contohnya dengan pemanfaatan surat elektronik (e-mail). Sebuah

    perusahaan dapat mengirimkan berkas kepada perusahaan lain dengan berupa surat elektronik.

    Kelebihannya, dokumen yang dikirimkan akan cepat diterima oleh perusahaan penerima

    sehingga dapat memangkas waktu dan mempercepat proses bisnis selanjutnya.

    Namun sekarang, pemanfaatan internet tidak hanya pada sebatas itu saja. Internet dapat

    juga dimanfaatkan sebagai alat untuk mencari penghasilan. Ini merupakan salah satu metode

    baru dalam berbisnis, dimana kegiatan bisnis yang dilakukan di sini memanfaatkan internet

    (terutama blog dan website) sebagai medianya. Ini merupakan satu peluang bisnis yang baru

    yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Tipe-tipe bisnis online yang ada sekarang pun

    bermacam-macam. Ada yang memanfaatkan fasilitas pemasangan iklan dalam website, ada yang

    melakukan kegiatan marketing melalui sebuah website, dan lain-lain.

    Bisnis online seperti ini menggeser tipe bisnis tradisional, dimana tipe bisnis tradisional

    mempunyai keterbatasan lingkup interaksi antara pembeli dan penjual. Dengan adanya bisnis

    online seperti ini, keterbatasan dari tipe bisnis internasional tersebut dapat diatasi. Sehingga

    dengan adanya kemudahan-kemudahan seperti ini, bisnis online semakin diminati dimasyarakat.

    Peluang bagi para pebisnis juga semakin besar dalam mendapatkan keuntungan karena adanya

    pemanfaatan internet dalam bisnis online.

  • Hambatan-hambatan yang ada:

    a. Di Indonesia terjadi ketidakmerataan akses internet sehingga untuk daerah yang belum

    terjangkau internet akan sangat susah dalam memanfaatkan bisnis online.

    b. Pemanfaatan internet dalam bisnis online membuat informasi yang dimiliki oleh pebisnis dapat

    diketahui oleh pengguna internet, misalnya oleh pesaing bisnis.

    c. Permasalahan keamanan menjadi hambatan karena apabila melakukan kegiatan bisnis online,

    maka sistem pembayaran pun dilakukan secara online sehingga akan sangat berisiko pada data-

    data pribadi konsumen.

    Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam

    artikel akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan

    hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan,

    pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.

    CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa

    suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak

    semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus

    berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.

    Hal ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah

    ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan

    masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan,

    dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen

    adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai

    lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali

    dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang

    dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai

    memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi

    mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially

    responsible investing).

    Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik"

    (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald

    McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari

  • CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek

    komunitas, pemberian bea siswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali

    menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil

    bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas

    tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek

    perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan

    mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.

    Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun

    secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam

    sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas.

    CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan

    dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat

    terhadap seluruh pemangku kepentingan(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup.

    Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam

    pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah

    satu pemangku kepentingan internal.

    "dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling

    berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus

    mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama....setiap keputusan yang dibuat,

    setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut [1]

    Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)

    yaitu suatu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus

    bergerak dibidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan

    bahwa:

    " CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak

    etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat

    ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta

    seluruh keluarganya".[2]

    .

    [sunting] Pelaporan dan pemeriksaan

    Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan

    dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:

    Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington

    yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL)

    Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang

    paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.

    Verite, acuan pemantauan

    Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000

    Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000

  • Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan

    atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Smentara

    aspek lingkungan--apalagi aspek ekonomi--memang jauh lebih mudah diukur. Banyak

    perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan

    perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, biasanya

    diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut sangat luas

    formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri

    yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekedar "pemanis bibir"

    (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga

    perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan

    metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan

    kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya

    untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.

    [sunting] Alasan terkait bisnis (business case) untuk CSR

    Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari

    sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja

    CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya.

    Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur

    lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes[3]

    yang menemukan suatu korelasi positif walaupun

    lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan.

    Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance)

    dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang menunjukkan

    kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi

    tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan global yang mendefinisikan

    berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--

    direncanakan terbit pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk

    menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan

    CSR.

    Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International

    (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London)

    di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang

    perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap

    lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling

    berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling

    memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis

    fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.

    Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah

    ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang

    bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.[4]

    Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari

    argumentasi di bawah ini:

  • [sunting] Sumberdaya manusia

    Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar.

    Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan [5]

    , terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi

    peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat

    perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan

    lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan,

    perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat

    juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama

    apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa

    mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji",

    "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.

    [sunting] Manajemen risiko

    Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi

    yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui

    insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup. Kejadian-

    kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan,

    pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu

    dengan benar", baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun lingkungan--

    yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat mengurangi risiko

    terjadinya hal-hal negatif tersebut.[6]

    .

    [sunting] Membedakan merek

    Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara

    penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak

    konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus

    dari etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat.[7]

    . Menurut Philip

    Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan

    keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related

    marketing (CRM). Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu--biasanya yang terkait

    dengan produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui

    media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka lama kelamaan

    konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian

    pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan melakukan pembelian produk

    perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih

    langsung. Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk

    membantu memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil

    penjualan produk tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan

    rupiah per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan. Dengan

    demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan masalah sosial dan atau

    lingkungan, kemudian tergerak membeli produk tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja

    sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan

  • baik akan mendapati produknya lebih banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai

    perusahaan yang peduli pada isu tertentu.

    [sunting] Ijin usaha

    Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau

    peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan dapat

    meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan

    masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian

    mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya

    dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik

    dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup,

    sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat

    tinggi tidak dipersoalkan.

    [sunting] Motif perselisihan bisnis

    Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan

    dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai

    suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama

    perseroan.

    Lingkungan (environment) dalam lingkup yang luas memiliki arti sesuatu yang bersifat fisik dan non fisik yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Lingkungan ternyata sangat berpengaruh terhadap pengembangan kemampuan pemasaran sebuah perusahaan. Itulah yang saya dapat pada mata kuliah Manajemen Pemasaran minggu kemarin (16/3) oleh dosen Amril Muhammad, S.E, M.Pd, yang membahas mengenai analisis lingkungan internal dan eksternal. Pada perkuliahan minggu kemarin Pak Amril Muhammad, S.E, M.Pd menjelaskan bahwa pengertian lingkungan itu sendiri menurut perspektif Manajemen Pemasaran merupakan perilaku dan kekuatan di luar marketing yang mampu mempengaruhi kemampuan pemasaran untuk mengembangkan dan menjaga agar transaksi bisnis dengan pelanggan berjalan dengan baik. Lingkungan yang dimaksud terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal disini berbicara mengenai siapa orang-orang (SDM) di dalam organisasi, kemudian tentang kebijakan yang dibuat organisasi berupa visi, misi dan tujuan. Selanjutnya terkait dengan kepemimpinan (leadership), ketersediaan sarana dan prasarana, serta budaya dan tradisi (kultur).

  • Yang pertama di dalam faktor lingkungan internal, ada manusia (SDM). Yang mana pada hal ini membicarakan mengenai kompetensi dan penempatan yang pas (placement), sebagai contoh ketika sebuah perusahaan menginginkan karyawan yang berkompeten maka dibutuhkan kompetensi-kompetensi untuk mengukur kemampuan karyawan tersebut. Lalu perusahaan juga harus mampu menempatkan karyawan tersebut pada posisi yang tepat, seperti pada istilah yang sudah sering kita dengar, the right man in the right place. Kemudian adanya komitmen. Karena komitmen sangat penting untuk membangun loyalitas karyawan dan meningkatkan kerja sama dengan baik. Namun komitmen disini harus disesuaikan pula dengan penghargaan (reward) yang didapat, reward yang diberikan pada karyawan bisa bersifat materi (gaji ataupun tunjangan) dan non materi (apresiasi ataupun pujian). Misalnya, perusahaan memberi gaji tambahan untuk karyawan yang lembur atau memberikan tunjangan asuransi. Selain itu karyawan juga berhak mendapat promosi jabatan (naik level). Hal tersebut berkaitan dengan pengembangan diri karyawan dan juga perusahaan. Kemudian faktor lingkungan internal yang lain, berbicara mengenai kebijakan. Kebijakan disini tergambar dari visi dan misi sebuah perusahaan. Kemudian tujuan perusahaan yang menentukan sasaran yang ingin dicapai. Lalu berkaitan dengan segmen yang ingin dikejar, contohnya adalah sekolah Al Azhar didirikan di lingkungan perumahan elit karena jelas mengejar segmen perekonomian menengah keatas. Selain itu, adanya filosofi marketing. Filosofi marketing berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh perusahaan, apakah perusahaan tersebut mengedepankan kepuasan pelanggan atau mempromosikan produk sebesar-besarnya agar perusahaan tersebut mendapat untung yang besar. Selanjutnya, membahas tentang kepemimpinan. Seringkali kepemimpinan mempengaruhi segala hal (meliputi cara kerja organisasi). Faktor-faktor di dalam kepemimpinan (leadership) ini diantaranya yaitu gaya kepemimpinan. Contoh dari gaya kepemimpinan, ada kepemimpinan yang bersifat task oriented (orientasi tugas) dimana seorang pemimpin hanya memberikan perintah-perintah dengan sedikit komunikasi, ada juga kepemimpinan people oriented, dan ada kepemimpinan yang menerima feedback dari bawahan sehingga atasan mau mendengarkan saran-saran dari bawahan, namun ada juga pemimpin yang bersifat masa bodoh dengan melimpahkan wewenang sepenuhnya pada bawahan. Selain gaya kepemimpinan, dibutuhkan juga kompetensi seorang pemimpin serta kemampuan manajerialnya, yang berkaitan dengan 5W+1H mengenai apa yang ingin dikerjakan atau direncanakan (what), siapa yang mengerjakan (who), dimana pengerjaannya (where), kapan mengerjakannya (when), mengapa hal tersebut perlu dikerjakan (why), serta bagaimana mengerjakannya (how). Lalu berhubungan dengan placement atau penugasan, seorang pemimpin harus mampu mengatur penempatan karyawannya dengan tepat. Kemudian dalam kepemimpinan, seorang pemimpin harus mampu memotivasi dan membangun motivasi internal karyawan, melakukan kontrol atau pengawasan, serta kegiatan evaluasi yang lebih pada feedback untuk mengetahui hal yang tidak sesuai dan kegiatan supervisi yang tujuannya untuk memperbaiki kesalahan yang ada.

  • Membahas mengenai sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kenyamanan (meliputi fasilitas penerangan, ventilasi udara, akses yang mudah serta tingkat kebisingan yang rendah), kelengkapan (sarana prasarana yang ada sesuai dengan kebutuhan), serta keamanan (berkaitan dengan implikasi kecelakaan, contohnya penggunaan listrik dan keamanan dalam hal transportasi). Dan yang terakhir, faktor budaya yang mempengaruhi lingkungan internal. Berkaitan dengan value (nilai-nilai yang mengikat orang yang berkaitan dengan komitmen) yang pada akhirnya berkaitan dengan teladan (karena berorientasi pada sistem hukum). Selain itu, berkaitan juga dengan tampilan fisik (yang tercermin dari bangunannya, keseragaman SDM nya dan barang-barangnya) serta akulturasi budaya (terbangunnya budaya lokal). Selain faktor internal, ada juga beberapa faktor lingkungan eksternal diantaranya ialah faktor demografis (berkaitan dengan populasi penduduk, kepadatan penduduk, lokasi, usia, gender, ras, dan pekerjaan), lingkungan ekonomi (economic environment) misalnya sekolah Marsudirini didirikan dalam perumahan elit karena memang untuk orang-orang dengan perekonomian menengah keatas, lingkungan alam (natural environment) contohnya kejadian gempa dan tsunami di Jepang belum lama ini, lingkungan teknologi (technology environment) yang bukan lebih menitik beratkan pada kecanggihan teknologinya melainkan pada ketepatan dalam penggunaannya yang dapat mempermudah suatu pekerjaan, lalu ada faktor lingkungan politik (politic environment) misalnya harusnya Alfamart dibangun pada radius 100 meter dari pasar tradisional namun kenyataannya banyak yang sangat dekat dengan pasar tradisional dikarenakan politik yang lemah. Kemudian faktor lingkungan budaya (culture environment) yang dapat meninjau seberapa jauh pendidikan dapat mempengaruhi budaya. Hal tersebut diatas perlu diperhatikan oleh perusahaan agar dapat beradaptasi dengan lingkungan internal dan eksternalnya.

    Tanggungjawab Sosial Perusahaan CSR

    Penggunaan istilah Tanggungjawab Sosial Perusahaan atau atau Corporate Social Responsibility

    (CSR) akhir-akhir ini semakin populer dengan semakin meningkatnya praktek tanggung jawab

    sosial perusaan, dan diskusi-diskusi global, regional dan nasional tentang CSR.

    Istilah CSR yang mulai dikenal sejak tahun 1970-an, saat ini menjadi salah satu bentuk inovasi

    bagi hubungan perusahaan dengan masyarakat dan konsumen. CSR kini banyak diterapkan baik

    oleh perusahaan multi-nasional maupun perusahaan nasional atau lokal. CSR adalah tentang nilai

    dan standar yang berkaitan dengan beroperasinya sebuah perusahaan dalam suatu masyarakat.

    CSR diartikan sebagai komitmen usaha untuk beroperasi secara legal dan etis yang

  • berkonstribusi pada peningkatan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, komunitas lokal

    dan masyarakat luas dalam kerangka mmewujudkan pembangunan berkelanjutan.

    CSR berakar dari etika dan prinsip-prinsip yang berlaku di Perusahaan dan dimasyarakat. Etika

    yang dianut merupakan bagian dari budaya (corporate culture); dan etika yang dianut

    masyarakat merupakan bagian dari budaya masyarakata. Prisnsip-prinsip atau azas yang berlaku

    di masyarakat juga termasuk berbagai peraturan dan regulasi pemerintah sebagai bagian dari

    sistem ketatanegaraan.

    Menurut Jones (2001) seseorang atau lembaga dapat dinilai membuat keputusan atau bertindak

    etis bila: 1) Keputusan atau tindakan dilakukan berdasarkan nilai atau standar yang diterima dan

    berlaku pada lingkungan organisasi yang bersangkutan. 2) Bersedia mengkomunikasikan

    keputusan tersebut kepada seluruh pihak yang terkait. 3) Yakin orang lain akan setuju dengan

    keputusan tersebut atau keputusan tersebut mungkin diterima dengan alasan etis.

    Suatu perusahaan seharusnya tidak hanya mengeruk keuntungan sebanyak mungkin, tetapi juga

    mempunyai etika dalam bertindak menggunakan sumberdaya manusia dan lingkungan guna turut

    mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pengukuran kinerja yang semata dicermati dari

    komponen keuangan dan keuntungan (finance) tidak akan mampu membesarkan dan

    melestarikan , karena seringkali berhadapan dengan konflik pekerja, konflik dengan masyarakat

    sekitar dan semakin jauh dari prinsip pengelolaan lingkungan dengan prinsip pembangunan

    berkelanjutan.

    CSR dan TBL

    Sebagai sebuah inovasi sosial baru dalam kehidupan bersama antara perusahaan dengan

    masyarakat, pemahaman tentang CSR oleh masyarakat perlu ditingkatkan, termasuk masyarakat

    kampus. Bagaimana masyarakat kampus akan memberikan inovasi dan berkontribusi bagi

    implementasi CSR untuk mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kualitas SDM bila

    masyarakat kampus belum memiliki pemahaman yang memadai tentang CSR dan persoalan-

    persoalan yang dihadapi dalam implementasi CSR. Pada hal CSR memiliki potensi besar bagi

    peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan secara akademik akan berkembang menjadi sebuah

    trans-disiplin yang menggabungkan antara aspek-aspek ilmiah dengan aspek-aspek praktis di

    masyarakat.

    John Elkington (1997) sebagai seorang akademisi, merumuskan Triple Bottom Line (TBL) atau

    tiga faktor utama operasi perusahaan dalam kaitannya dengan lingkungan dan manusia, yaitu

    faktor manusia dan masyarakat (people), faktor ekonomi dan keuntungan (profit), serta faktor

    lingkungan (Planet). Ketika faktor ini juga terkenal dengan sebutan triple-P (3P) yaitu people,

    profit and planet. Ketiga faktor ini berkaitan satu sama lain. Masyarakat tergantung pada

    ekonomi; ekonomi dan keuntungan perusahaan tergantung pada masyarakat dan lingkungan,

    bahkan ekosistem global. Ketiga komponen TBL ini bersifat dinamis tergantung kondisi dan

    tekanan sosial, politik, ekonomi dan lingkungan, serta kemungkinan konflik kepentingan.

    TBL digunakan sebagai kerangka atau formula untuk mengukur dan menlaporkan kinerja

    perusahaan mencakup parameter-parameter ekonomi, sosial dan lingkungan dengan

  • memperhatikan kebutuhan stakeholdes (konsumen, pekerja, mitra bisnis, pemerintah, masyarakat

    lokal dan masyarakata luas) dan shareholders, guna meminimalkan gangguan atau kerusakan

    pada manusia dan lingkungan dari berbagai aktifitas perusahaan.

    TBL bukan skedar laporan kinerja tetapi juga sebagai suatu pendekatan untuk memperbaiki

    pengambilan keputusan tentang kebijakan dan program ke arah yang lebih baik dengan

    mempertimbangkan aspek ekonomi, lingkungan dan masyarakat sekaligus. Penerapan konsep

    TBL ini berkembang pesat oleh di Amerika, Kanada, Eropa dan Australia. Berbagai di Indonesia juga mulai menerapkannnya.

    Prinsip TBL secara legal sudah lama dianut pemerintah Indonesia, sejak negara Indonesia

    berdiri, seperti tercantum dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan diperuntukkan untuk

    sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya merupakan komponen planet atau lingkungan dari konsep TBL. Kemakmuran merupakan

    komponen profit atau ekonomi dari konsep TBL. Rakyat merupakan komponen people atau

    masyarakat dari konsel TBL. Hal ini berarti pengelolaan sumberdaya alam Indonesia seharusnya

    ditujukan untuk peningkatan kualitas manusia dan lingkungannnya (kemakmuran rakyat)

    Berdasarkan konsep TBL tersebut seharusnya konsep dan implementasi CSR mencakup aspek

    ekonomi, lingkungan dan sosial dalam peningkatan kualitas hidup pekerja beserta keluarganya

    serta masyarakat, termasuk konsumen. Dalam perjalanannya, implementasi CSR kadangkala

    mengalami pembiasan dari nilai-nilai CSR yang asli. Pembiasan itu tampak manakala perusahaan hanya melakaukan kegiatan bantuan atau charity atau pemadam konflik sementara kepada masyarakat yang kemudian dianggap sebagai program CSR. Pada hal CSR ideal tidak

    sekedar sebagai program bantuan untuk menghindari tekanan dari pihak lain, misalnya tekanan

    masyarakat ataupun sebagai alat kehumasan untuk membentuk citra baik, melainkan merupakan

    kegiatan pemberdayaan yang berkesinambungan ke arah yang lebih baik.

    CSR yang dilakukan oleh di Indonesia akan berbeda satu sama lain tergantung pada konteks masalah yang dihadapi masyarakat. Perbedaan konteks ini juga akan berimplikasi kepada

    perbedaan strategi pendekatan yang dilakukan oleh masing-masing. Keberadaan CSR di suatu

    daerah juga tidak pernah terlepas dari sistem kemitraan kelembagaan yang ada di sekitarnya.

    Pemerintah, lembaga adat, LSM, dan lembaga sosial masyarakat lainnya juga turut memberikan

    warna terhadap kegiatan CSR. Keberadaan stakeholder ini bisa hadir sebagai penunjang

    keberhasilan CSR ataupun sebaliknya, jika proses sinergi di antara para pelaku tersebut tidak

    dilakukan. (Oleh: Prof. Dr. Hardinsyah, MS)

    Budaya perusahaan

    1. Pengertian Budaya Perusahaan

  • Menurut Drs.Triguno,DIPL,EC.LLM. (2000:3) Suatu falsafah yang didasari oleh

    pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong,

    membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat/organisasi, kemudian tercermin dari

    sikap menjadi prilaku.

    Terdapat beberapa definisi budaya perusahaan atau budaya organisasi yang dikemukakan

    oleh beberapa ahli seperti berikut ini :

    Menurut Robbins (dalam Djokosantoso :2003) mendefinisikan bahwa :

    Budaya perusahaan adalah suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh orang dalam organisasi. Selain dipahami, seluruh jajaran meyakini sistem-sistem nilai tersebut sebagai

    landasan gerak organisasi.

    Menurut Eugene McKenna dan Nic Beech (2000:18)

    Budaya perusahaan merupakan nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku yang dipegang anggota.

    Menurut Djokosantoso (2003 :21) mendefinisikan

    Budaya perusahaan adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai

    sistem paket, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk menciptakan tujuan

    perusahaan yang telah ditetapkan.

    2.2.2 Elemen-elemen Budaya Perusahaan

    Terdapat beberapa elmen dasar budaya perusahaan, Eugene McKenna dan Nic Beech

    (2000:15) mengelompokan elemen-elmen budaya perusahaan sebagai berikut :

    1. a. Artifacts

    Merupakan hal-hal yang dapat dilihat, didengar, dirasakan, jika sesorang

    berhubungan dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak

  • dikenalnya. Artifacts termasuk struktur organisasi dan proses yang tampak, seperti

    produk, jasa, dan tingkah laku anggota kelompok

    b. Espoused Values

    Yaitu alasan-alasan tentang mengapa orang berkorban demi apa yang dikerjakan.

    Budaya sebagian besar organisasi dapat melacak nilai-nilai yang didukung

    kembali kepenemu budaya. Meliputi strategi, sasaran, dan filosofi.

    c. Basic Underlying Assumption

    Yaitu keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi. Budaya

    menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu di organisasi, seringkali

    melalui asumsi yang tidak diucapkan namun anggota organisasi meyakini

    ketepatan tindakan tersebut.

    Ketiga elmen dasar dari budaya perusahaan ini jika dibuat bagan akan menjadi sebagai

    berikut :

    Artifacts Proses dan struktur organisasi yang jelas terlihat

    Esposed Values Strategi, tujuan, dan filosofi

    Basic Underlying Assumption Perasaan, pikiran, persepsi, dan keyakinan

    Gambar 2.1 Hubungan 3 elemen dasar budaya perusahaan

    2.2.3 Karakteristik Budaya Perusahaan

    Budaya perusahaan merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks. Untuk itu budaya

    perusahaan harus memiliki beberapa karakteristik sebagai wujud nyata keberadaannya. Masing-

  • masing karakteristik tersebut pada penerapannya akan mendukung pencapaian sasaran

    perusahaan. Menurut Surya Dharma dan Haedar Akib (2004:25) mengemukakan 10 (sepuluh)

    karakteristik budaya perusahaan sebagai berikut :

    1. Identitas Anggota ; derajat dimana pekerjaan lebih mengindentifikasi organisasi secara

    menyeluruh daripada dengan tipe pekerjaan atau bidang keahlian profesionalnya.

    2. Penekanan kelompok; derajat dimana aktivitas tugas lebih diorganisir untuk seluruh

    kelompok dari pada individu.

    3. Fokus orang; derajat dimana keputusan manajemen memperhatikan dampak luaran yang

    dihasilkan terhadap pekerjaan dalam organisasi.

    4. Penyatuan unit; derajat dimana unit-unit dalam organisasi didorong agar berfungsi dengan

    cara yang terorganisasi atau bebas.

    5. Pengendalian; derajat dimana peraturan, regulasi dan pengendalian langsung digunakan

    untuk mengawasi dan pengendalian perilaku pekerja.

    6. Toleransi resiko; derajat dimana pekerja didorong untuk agresif, kreatif, inovatif dan mau

    mengambil resiko.

    7. Kriteria ganjaran; derajat dimana ganjaran seperti peningkatan pembayaran dan promosi

    lebih dialokasikan menurut kinerja pekerja daripada senioritas, favoritisme atau faktor non

    pekerja lainnya.

    8. Toleransi konflik; Derajat dimana pekerja didorong dan diarahkan untuk menunjukkan

    konflik dan kritik secara terbuka.

    9. Orientasi sarana-tujuan; derajat dimana manajemen lebih terfokus pada hasil atau luaran

    dari teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai luaran tersebut.

  • 10. Fokus pada sistem terbuka; derajat dimana organisasi memonitor dan merespon perubahan

    dalam lingkungan eksternal.

    Sedangkan menurut Robbins (2001: 16) menyatakan ada tujuh karakteristik budaya

    organisasi atau budaya perusahaan sebagai berikut:

    1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko (inovation and risk taking) 2. Perhatian terhadap detail (Attention to detail) 3. Berorientasi Kepada hasil (Outcome orientation) 4. Berorientasi kepada manusia (People orientation) 5. Berorientasi tim ( Team orientation) 6. Aggresif (Aggressiveness) 7. Stabil (Stability)

    2.2.4 Faktor-faktor Pembentukan Budaya Perusahaan

    Menurut Krisdarto (2001:53) faktor-faktor yang membentuk budaya perusahaan yaitu :

    1. Observed behavioral regularities when people interact

    Yaitu bahasa yang digunakan dalam organisasi, kebiasaan dan tradisi yang ada, dan ritual

    para karyawan dalam menghadapi berbagai macam situasi.

    1. Group Norms

    Yaitu nilai dan standar baku dalam organisasi.

    1. Exposed Values

    Yaitu nilai-nilai dan prinsip-prinsip organisasi yang ingin dicapai, misalnya kualitas

    produk, dan sebagainya.

    1. Formal Philosophy

  • Yaitu kebijakan dan prinsip ideologis yang mengarahkan perilaku organisasi terhadap

    karyawan, pelanggan, dan pemegang saham.

    1. Rules of the Game

    Yaitu aturan-aturan dalam perusahaan (the ropes), hal-hal apa saja yang harus dipelajari

    oleh karyawan baru agar dapat diterima di organisasi tersebut.

    1. Climate

    Yaitu Perasaan yang secara eksplisit dapat terasa dari keadaan fisik organisasi dan

    interaksi antar karyawan, interaksi atasan dengan bawahan, juga interaksi dengan

    pelanggan atau organisasi lain.

    1. Embedded Skills

    Yaitu kompetensi khusus dari anggota organisasi dalam menyelesaikan tugasnya, dan

    kemampuan menyalurkan keahliannya dari satu generasi ke generasi lainnya.

    1. Habits of thinking, mental models, and/or linguistec paradims

    Yaitu adanya suatu kesamaan frame yang mengarahkan pada persepsi (untuk dapat

    mengurangi adanya perbedaan persepsi), pikiran, dan bahasa yang digunakan oleh para

    karyawan, dan diajarkan pada karyawan baru pada awal proses sosialisasi.

    1. Shared Meanings

    Yaitu rasa saling pengertian yang diciptakan sendiri oleh karyawan dari interaksi sehari-

    hari.

  • 1. Root Metaphors or Integrating Symbols

    Yaitu ide-ide, perasaan, dan citra organisasi yang dikembangkan sebagai karakteristik

    organisasi yang secara sadar ataupun tidak sadar tercermin dari bangunan, lay out ruang

    kerja, dan materi artifacts lainnya. Hal ini merefleksikan respon emosional dan estetika

    anggota organisasi, disamping kemampuan kognitif atau kemampuan evaluatif anggota

    organisasi.

    2.2.4 Unsur-unsur Pembentukan Budaya Perusahaan

    Beberapa unsur pembentukan budaya perusahaan menurut Atmosoeprapto (2001:71),

    yaitu :

    1. Lingkungan usaha; lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi akan menentukan apa

    yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai kebrhasilan.

    2. Nilai-nilai (values); merupakan konsep dasar dan keyakinan dari suatu organisasi.

    3. Panutan/keteladanan; orang-orang yang menjadi panutan atau teladan karyawan

    lainnya karena keberhasilannya.

    4. Upacara-upacara (rites dan ritual); acara-acara ritual yang diselenggarakan oleh

    perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan pada karyawannya.

    5. Network; jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapat menjadi

    sarana penyebaran nilai-nilai dari budaya perusahaan.

    2.2.6 Proses Terbentuknya Budaya Perusahaan

    Eugene McKenna dan Nic Beech (2000:60) membagi budaya organisasi atau budaya

    perusahaan atas beberapa komponen pembentuk, yaitu :

  • 1. Filosof, yang menjadi panduan penetapan kebijakan organisasi baik yang berkenaan dengan karyawan ataupun klien.

    2. Nilai-nilai dominan yang dipegang oleh organisasi. 3. Norma-norma yang diterapkan dalam bekerja. 4. Aturan main untuk berelasi dengan baik dalam organisasi yang harus dipelajari oleh

    anggota baru agar dapat diterima oleh organisasi.

    5. Tingkah laku khas tertentu dalam berinteraksi yang rutin dilakukan.Perasaan atau suasana yang diciptakan dalam organisasi.

    Dengan menggali komponen-komponen pembentuk ini, diharapkan akan memperoleh

    gambaran global dari budaya organisasi tertentu. Gambaran ini menjadi dasar organisasi

    tersebut, bagaimana masalah deselesaikan didalamnya, dan cara para anggota diharapkan

    berperilaku.

    Manajer Puncak

    Inplementasi kerja. Orang-orang bertingkah laku tertentu sejalan dengan visi yang telah

    ditetapkan

    Hasil

    Kesuksesan yang diraih akan berkesinambungan dari waktu ke waktu.

    Budaya Organisasi

    Budaya yang tumbuh merefleksikan visi, strategi, dan pengalaman orang-orang yang

    mengimplementasikan nilai-nilai tersebut.

    Gambar 2.2

    Proses terbentuknya Budaya Perusahaan Menurut Kisdarto (2001:45)

    2.2.7 Fungsi Budaya Perusahaan

  • Menurut Veithzal Rivai (2005:430), fungsi budaya perusahaan adalah :

    1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jels antara suatu organisasi dengan organisasi yang lain.

    2. Budaya memberikan indentitas bagi anggota organisasi. 3. budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan

    individu.

    4. Budaya itu mengingkatkan kemantapan sitem sosial. 5. Budaya sebagai mekanisme pmbuat makna dan kendali yang memandu sera membentuk

    sikap dan perilaku karyawan.

    da beberapa hal keterkaitan antropologi dengan dunia bisnis yang lagi trend dalam

    pembahasan bisnis sekarang ini yakni soal budaya perusahaan, menjadi pemimpin usaha

    global, dan pemasaran global atau lintas budaya.

    1. Budaya Perusahaan

    Antropologi memandang dunia bisnis sebagai sebuah perubahan budaya secara terencana

    untuk kepentingan bisnis atau perusahaan. Faktor penting keberhasilan sebuah bisnis atau

    perusahaan adalah keberhasilan kita dalam mengelola budaya perusahaan baik budaya

    pemimpin, staf, karyawan, kelengakapn perusahaan, konsumen dan semua yang terkait

    dengan perusahaan. Makna budaya disini tidak sekadar dipahami sebagai tradisi atau

    kebiasaan perusahaan tetapi menyangkut keseluruhan kelengkapan dan sistem organisasi

    sifatnya holistik/komprehensif. Ia bukanlah satu dari aspek perusahaan, tetapi budaya

    justru cerminan dari perusahaan itu sendiri sebab perusahan dipandang antropologi

    sebagai suatu komunitas budaya yang memiliki perilaku dalam wujud-wujud kebudayaan,

    merubah budayanya berarti merubah perusahan secara keseluruhan. Perbincangan soal

    budaya perusahan telah menjadi perbincangan yang sangat menarik dan paling penting

    dalam era sekarang ini. Bukan sekadar mendalaminya tetapi dalam rangka mengadakan

    perubahan berkesinambungan, menjadikan keunggulan bersaing dan kemampuan

    bertahan dalam lingkungan yang senantiasa berubah-ubah. Jikalau perusahan tidak

    ditangani budayanya maka perusahaan tersebut dipastikan dapat mengalami goncangan

    yang akhirnya bisa mematikan perusahaan tersebut. Budaya perusahaan menjadi elemen

    kunci dari perubahan yang akan memberi pengaruh kuat bagi sstem kerja organisasi.

    Budaya sebuah organisasi terbentuk akibat adaptasi dan survival terhadap lingkungan

    baik internal dan eksternal. Budaya adalah jalan keluar bagi kelompok menghadapi segala

    persoalan eksternal dan internalnya.

    Ada 3 wujud atau dimensi budaya dalam organisasi, (1). Artefak, sesuatu yang kelihatan

    yang dihasilkan oleh orang-orang perusahaan (2). sistem perilaku, hubungan antar

    personal dan lingkungan sekitar (3). Sistem nilai, ini menyangkut norma, kepercayaan-

    kerpercayaan, nilai sejarah perusahaan, etos kerja, misi, tujuan, strategi, roh atau spirit perusahaan, sistem inilah yang disebut dengan inti budaya. Kesemua wujud atau dimensi

    ini membentuk secara holistik sebuah perusahaan, yang menjadi cermin perusahaan.

  • Dimensi ketiga yakni sistem nilai merupakan hal yang tidak nampak namun

    mengendalikan periaku manusia, karena tidak namapk sehingga sulit sekali untuk

    dirubah. Jhon P. Kotter penulis buku Leading Change yang sagat digemari para

    perusahaan global mengatakan, sistem nilai atau sistem budaya adalah nilai-nilai yang

    diyakini bersama berakar dalam di dalam sistem kebudayaan keseluruhan, perubahan

    kulutr merupakan bagian yang tersulit tidak semudah yang dibayangkan namun

    transformasi perusahaan menujua perubahan budaya harus dilakukan untuk berubah

    menjadi perusahaan yang kuat yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang

    berubah cepat. Karena sulitnya merubah budaya, perubahan budaya menjadi tujuan

    akhir, yang sebelumnya kita harus melewati tahap-tahap transformasi besar dalam proses

    belajar sebagai perinsip budaya yang digerakan para pemimpin sebagai motor perubahan.

    Perubahan sikap maupun perilaku dimulai sejak awal transformasi, lalu menciptakan

    perubahan-perubahan metode kerja yang membantu perusahaan menghasilkan

    produk/jasa yang lebih baik dengan biaya lebih rendah. Secara antropologis, wujud

    budaya artefak dan wujud sistem perilaku ditangani terlebih dahulu, baru pada akhir

    siklus, sebagian besar dari semua usaha itu menjadi tertanam didalam budaya (inti

    budaya/ system nilai) sampai perusahaan dapat beradaptasi dengan lingkungan yang cepat

    berubah.

    Disayangkan, banyak perusahaan gagal mentrasfromasikan perusahaannya akibat

    merubah kultur tidak melewati proses demi proses dengan kata lain menempatkan

    perubahan kultur pada langkah pertama bukan sebagai tujuan akhir, bahkan banyak pula

    yang mengesampingkan budaya dalam melakukan perubahan. Padahal, kita ketahui

    bahwa budaya yang adalah norma-norma kelompok dan nilai-nilai yang diyakini bersama

    merupakan hambatan terbesar untuk melakukan perubahan yang seharusnya semua itu

    tidak perlu menghambat. Kultur bisa mempermudah adaptasi seandainya perusahaan

    memiliki kultur yang tepat hasil proses perubahan budaya. Budaya perusahaan yang kuat

    tidak akan mudah mengalami goncangan, ia mampu beradaptasi dan selalu menang dalam

    menangkap peluang, dan menang dalam kancah pertarungan global.

    Demikianlah membangun budaya organisasi atau pelakukan perubahan budaya organisasi

    adalah pilihan wajib bagi perusahaan untuk dapat berhasil menggapai segala tujuannya.

    Tekanan globalisasi, deregulasi berbagai bidang, perubahan teknologi yang pesat,

    persaingan pasar yang ketat telah memaksa semua pemimpin perusahaan dimanapun

    untuk memimpin organisasinya dalam perubahan budaya. Hampir semua perusahaan

    global yang popular dewasa ini memiliki budaya perusahaan yang sangat kuat.

    2. Menjadi perusahaan dan pemimpin global

    Saat ini terjadi pergeseran dari dunia mekanistik ke dunia holistik, mereka yang

    mempertahankan pola mekanistik telah berguguran. Perusahaan-perusahaan banyak yang

    gulung tikar akibat mengembangkan pola mekanistik karena tidak memiliki kemampuan

    menghadapi perubahan demi perubahan dari lingkungan internal dan eksternalnya.

    Mereka tidak berpikir bahwa ada banyak fariabel yang menentukan keberhasilan

    berbisnis dan dalam mengelola negara, padahal lingkungan global sekarang ini semua hal

    bisa mempengaruhi kinerja perusahaan. Kita baru sadar bahwa sebenarnya kita hidup

  • dalam realitas lingkungan yang senantiasa berubah bukannya suatu lingkungan yang

    terprogram.

    Ekonom dunia Paul Ormerod dalam bukunya The Death of Economics (1994) yang saat

    terbit sempat menghebohkan dunia keilmuan, bahwa saat menulisnya kondisi ekonomi

    dunia berada dalam krisis. Berbagai pendekatan telah gagal untuk mengatasinya, Ilmu

    Ekonomi yang diharapkan tidak mampu berbuat banyak. Menurut Paul, Ilmu Ekonomi

    terjebak dalam ekonomi ortodoks yang telah lama dipertahankan, terjebak dalam

    pandangan dunia yang teridealisasi dan mekanistik, menolak realitas dan menolak

    manusia sebagai subjek mahluk rasional. Sebenarnya inilah dunia realitas dan holistic,

    manusia sebagai sentral dari holistik-realistik tersebut. Tahun 1990-an menandai

    bangkitnya manusia sebagai faktor terpenting dalam daya saing sebagai faktor utama

    dunia bisnis.

    Dunia holistik atau dunia realitas akan dimengerti dengan memahami realitas sistem

    manusia yang bergerak bebas dan berubah-ubah. Lensa budaya yang mampu melihat

    dunia holistik-realistik sampai kedalamannya. Budaya mengungkapan semua realita hidup

    manusia yang holistik atau komprehensif, dalamnya terdapat sistem yang luas, tingkat

    kedalamannya sampai ke inti budaya yakni sistem nilai yang menggerakan segala

    perubahan. Jelaslah bahwa wajah perekonomian dan proses pembangunan masa kini akan

    sangat dimengerti melalui kaca mata budaya atau kaca mata realitas, sebagaimana kata

    Paul Schafer direktur World Culture Project yang berpusat di Canada. Council on

    Foreign Relatiopns AS dalam dua artikel edisi September / oktober 1995 menekankan

    dominasi budaya dalam pembangunan dan terlihat jelas dari wajah budaya unik

    perekonomian dapat dimengerti paling baik melalui antropologi, psikologi social,

    sejarawan dll. Sebab dengan mengerti kode-kode DNA budaya (inti budaya) kita dapat

    memahami mengapa dan bagaimana perekonomian, politik di dunia ini.

    Stephen H Rhinesmith dalam bukunya Panduan Bagi Manajer Menuju Globalisasi

    menjelaskan, untuk menjadi global, sebuah perusahaan tidak hanya harus menjalankan

    bisnis secara internasional tetapi juga harus mempunyai budaya perusahaan dan sistem

    nilai yang memungkinkannya menggerakan sumber dayanya kemanapun di dunia untuk

    memperoleh keunggulan bersaing terbesar. Untuk menjadi global diperlukan pola pikir

    yang luas jauh melampaui jangkauan kebanyakan perusahaan sekarang ini lalu

    mengembangkan budaya perusahaan global yang tangguh. Semua perusahaan tidak

    terkecuali harus menggunakannya baik perusahan domestik, perusahaan lokal/daerah,

    eksportir, perusahaan internasional, perusahaan multinasional, perusahaan global,

    perusahaan transnasional.

    ARCO Internasional dan AT&T melakukan kursus kepada para manajernya mengnai

    pola piker global dengan panduan Buku A Managers Guide To Globalization ditulis Stephen H. Rhinesmith berisi 6 keterampilan sukses di dunia yang sedang berubah, yang

    banyak mengangkat pentingnya lensa budaya dan pola pikir budaya perusahaan global.

    Pelatihan yang sama dilakukan WR Grace terhadap 500 manajer puncaknyaguna

    mempermudah usaha globalisasinya. Kursus ini dikembangkan Warner Burke dari

    Clombia University dan Stephen H. Rhinesmith.

  • Divisi internasional Moran, Stahl & Boyers mengembangkan instrument penilaian SDM manajer yakni Overseas Assignment Inventory dimana kepekaan lintas budaya menjadi

    instrumen utama penilaian merekrut SDM atau manajer global. Arthur Andersen

    Consulting merupakan salah satu perusahaan konsultan terbesar di dunia telah

    menerapkan perubahan dalam strategi, taktik, nilai, dan budaya perusahaan kepada

    semua orangnya diseluruh dunia dan perusahaan kliennya, ini sebagai program

    unggulannya. Perusahaan global Ford melakukan pelatihan bagi 3000 manajer puncaknya

    dalam hal manajemen lintas budaya. Ford menunjukan cara bagi perusahaan lain untuk

    mulai memahami pentingnya dan tantangan dimensi multibudaya terhadap globalisasi,

    mempelajari bahasa lokal dan mempelajari kebudayaan. AMP mengembangkan konsep

    orang yang mampu di dunia. William Hudson, president dan CEOnya menjelaskan, orang yang mampu didunia adalah seseorang yang mempunyai minimum 5 tahun hidup di

    negara dan budaya lain dan cukup tenggelam dalam budaya tersebut.

    3. Pengembangan Produk dan Pemasaran berwawasan budaya

    Pengembangan produk dan pemasaran adalah dua hal yang tidak bisa terpisahkan.

    Produk yang dihasilkan harus sesuai selera pasar ataupun produk yang dihasilkan akan

    menemukan pasarnya sendiri. Istilah yang sering dipakai adalah bauran pemasaran atau

    bauran produk. Pada perkembangannya dunia pasar menjadi hal yang perlu diselami

    untuk diketahui keberadaanya guna pengembangan produk yang tepat dan bagaimana

    produk dapat diminati atau digunakan oleh pasar atau konsumen. Dunia pasar atau

    konsumen ini menjadi pusat perhatian utama dunia bisnis dan para ilmuannya karena

    keberhasilan bisnis dalam era pasar yang kompetitif sekarang di dunia global adalah

    tergantung keberhasilan bauran pemasarannya.

    Kondisi pasar sekarang telah berlangsung suatu bentuk pemasaran global yang semua

    pemasar tidak lagi didominasi oleh pihak-pihak tertentu. Dunia tanpa batas ini

    menciptakan akses pasar bagi semua orang tak terkeculi pemasarnya miskin. Perusahaan-

    perusahaan berlomba-lomba memasarkan produknya lintas komunitas, lintas Negara,

    lintas suku, lintas golongan, lintas geografis, mereka menginternasionalkan produk-

    produknya. Masyarakat manusia kini telah membangun pusat perbelanjaan

    sejagad/global, oleh Ernest Dichter dalam jurnal Harvard Bussines Review menamakan

    para langganan sedunia. Perusahaan mempunyai rencana memanfaatkan kesempatan internasional dan baginya pelajaran antropologi budaya akan merupakan alat penting

    bagi pemasaran kompetitif, kata Dichter.

    Perusahaan periklanan McCann-Erickson mempunyai kantor hampir di seluruh negara

    menggali informasi kepada para profesor amerika latin yang berguna bagi para

    langganannya seperti informasi kebiasaan makan para petani dan pola konsumsi keluarga

    kelas menengah kota yang baru. Perusahaan Indo Mie di Indonesia barangkali telah

    berhasil melakukan strategi kulturalnya dengan membuat produk-produk yang beragam

    sesuai selera masrakat sasaran misalnya dibuat Mie Cakalang untuk selera orang Manado

    yang suka ikan cakalang dan makanan yang pedas. Memahami kebudayaan setempat agar

    dapat mengambil keuntungan darinya dan dalam rangka pula membentuk selera dan

    kebiasaan setempat. Contoh lain, orang Perancis jarang menggosok gigi hanya satu dari

  • tiga orang, mengingatkan bahaya tidak menggosok gigi bukanlah pendekatan yang

    mengesankan. Suatu pendekatan yang lebih menyenangkan dengan menekankan bahwa

    menggosok gigi adalah indah dan modern. Ini berhasil setelah para ahli antropologi

    perusahaan tersebut berkesimpulan bahwa orang Perancis merasa diri bersalah kalau

    terlalu sering mandi dan memakai alat-alat kecantikan. Seperti dilakukan contoh ini,

    maka perusahaan global sekarang telah berperan sebagai agen perubahan social, ekonomi,

    dan budaya.

    Hal lainnya menjadi tantangan bagi perusahaan global oleh para manajer dunianya

    adalah bagaiman menjual kebutuhan lama kepada langganan baru sekaligus menciptakan

    kebutuhan baru untuk langganan lama. Dunia pasar atau konsumen telah membentuk

    komunitas pasar atau konsumen. Komunitas ini memiliki semua perangkat atau wujud

    budaya yang bisa di selami untuk dapat mengetahui realitas jelasnya. Dari sini

    memungkinkan perusahaan dapat memanfaatkan memanfaatkannya untuk memenangi

    pasar kompetitif sehingga produk yang dihasilkan akan berhasil diserap pasar.

    Budaya Organisasi

    Budaya Organisasi

    Merupakan nilai- 2 & norma yg dianut & dijalankan oleh sebuah organisasi terkait

    dg lingkungan di mana organisasi tsb menjalankan kegiatannya

    Budaya organisasi

    Merupakan apa yg dirasakan, apa yg diyakini, & apa yg dijalani oleh sebuah

    organisasi.

    Faktor penentu Budaya Organisasi

    Pengalaman Organisasi (Organizational Experiences)

    merupakan faktor penentu utama terciptanya sebuah Budaya Organisasi

    tertentu.

    Pengalaman Organisasi dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan yg

    dialami organisasi dlm menjalani kegiatannya dari waktu ke waktu.

  • Prinsip, Norma, Keyakinan, juga dapat menjadi faktor penentu terbentuknya

    sebuah Budaya Organisasi.

    Prinsip, Norma, & keyakinan tertentu nilai-nilai nya diadopsi sehingga

    menentukan sebuah budaya organisasi.

    Tulisan ini mencoba mengulas secara singkat manfaat tinjauan politik saat kita akan melakukan

    perkiraan dampak dari terjadinya suatu isu maupun kebijakan pemerintah yang dapat

    mempengaruhi kinerja manajemen perusahaan. Tinjauan politik disini dipersempit dengan

    melihat manfaat penggunaan analisis kepentingan kelompok masyarakat, yang kemudian dapat

    digunakan untuk merumuskan strategi non-pasar oleh perusahaan.

    Dalam melakukan analisis politik seperti ini saya lebih menyarankan penggunaan dua

    pendekatan.

    Pendekatan yang pertama adalah teori alineasi buah pikiran Karl Marx, yang pada

    saat awal era orde baru sempat diberangus dan haram untuk didiskusikan.

    Sederhananya teori ini mengatakan bahwa dalam melakukan evaluasi dampak suatu isu

    yang terjadi di masyarakat maka kita perlu melakukan analisis tersebut dengan melihat

    bagaimana dan sejauh apa isu tersebut akan mempengaruhi kepentingan kelompok-kelompok

    orang yang ada di masyarakat. Dari hasil proses pemilahan masyarakat ini ke dalam

    kelompok-kelompok yang dimaksud, kita selanjutnya dapat melakukan pertimbangan-

    pertimbangan berikut ini:

    1. Bagaimana masing-masing kelompok masyarakat akanberperan dalam menggelindingkan

  • timbulnya atau meletusnya suatu isu bisnis.

    2. Atau sejauh mana masing-masing kelompok akan berperilaku mengantisipasi dampak satu

    kebijakan Pemerintah.

    3. Diakhiri dengan tinjauan seberapa besar reaksi masing-masing kelompok atas kebijakan

    perusahaan dalam mengatasi isu permasalahan lingkungan bisnis atau dampak dari

    dikeluarkannya kebijakan Pemerintah tersebut.

    Jadi untuk kepentingan dunia bisnis, kelompok masyarakat ini kemungkinannya dapat

    dipilah-pilah menjadi berbagai kombinasi dari kategori kelompok masyarakat seperti: Konsumen

    yang menjadi target (nieche market), Konsumen di luar target, Pemasok yang setia (loyal) pada

    perusahaan, Pemasok yang dapat merusak kepentingan perusahaan, Pekerja yang kurang

    trampil, Pekerja yang berketrampilan tinggi, Pekerja yang setia pada perusahaan dan Pekerja

    yang lebih setia pada Serikat Pekerja. Kemudian deretan kelompok inipun sebenarnya dapat

    diperluas mencakup Pemerintah Indonesia, Pemerintah Luar Negeri, Para Pemilik tanah dan

    properti, Lembaga Sosial Masyarakat, para Pemberi kredit, Pemilik hak paten, dan para

    Eksportir/Importir.

    Terlihat disini bahwa umumnya ekonom atau pebisnis biasanya hanya menggunakan

    klasifikasi pembagian masyarakat menjadi 4 kategori saja: Pengusaha, Konsumen, Pemerintah,

    Lembaga Perbankan dan Para Eksportir/Importir. Akibatnya analisa yang mereka lakukan akan

    memberikan tingkat ketepatan analisis yang dangkal. Sedangkan jika kita menggunakan

    kelompok masyarakat bisnis yang saya sarankan (paling tidak dari kombinasi 15 kategori)

    hasilnya tentunya akan lebih mendekati kenyataan. Nahdisinilah kelemahan mengapa sering

    terjadi keributan atau protes dari salah satu kelompok masyarakat jika (a)satu isu lingkungan

    luar meletus; atau (b) suatu kebijakan Pemerintah dikeluarkan, dan (c) satu strategi atau

    kebijakan bisnis yang dilakukan merugikan kelompok yang memiliki supporters yang lebih

    banyak.

    Pendekatan yang kedua adalah pengembangan dari Teori Alineasi yang dilakukan oleh

  • Baron dalam bukunya Business Environment (2005). Beliau mengajukan 4 komponen analisis

    politik alineasi, yaitu: Issue (permasalahan menonjol), Institution (aktor pelaku), Interest

    (kepentingan), dan Information (informasi).

    Menurut Baron, dalam melakukan analisis dampak suatu faktor lingkungan luar

    perusahaan kita perlu berpedoman pada empat pilar perspektif analisis, yaitu:

    Pertama, permasalahan bisnis biasanya muncul dengan adanya suatu isu atau

    permasalahan menonjol yang berkepanjangan. Isu ini timbul begitu saja di kalangan

    masyarakat sebagai dampak dari suatu ketidaknyamanan atau ketidak sependapatnya publik

    atas sesuatu yang terjadi dalam kehidupan sehari-harinya. Apabila permasalahan ini tidak

    terselesaikan oleh manajemen perusahaan dan kemudian ternyata mendapatkan dukungan

    positif dari kelompok masyarakat (supporters) maka isu tersebut akan membesar dan menjadi

    permasalahan.

    Kedua, setiap isu yang timbul selalu ada pelaku atau aktor pencetusnya, dan mereka ini

    akan menggunakan kekuatan lobby untuk mempengaruhi dukungan dari para supporternya.

    Sebagai seorang analis, kita dituntut untuk dapat mengidentifikasi para pencetus dan kelompok

    supporter tersebut, yang dalam contoh di atas saya menggagas lebih dari 4 kategori kelompok

    masyarakat.

    Ketiga, masing-masing pelaku tentunya mempunyai kepentingan (interest) atau wacana

    politik (political platform) tertentu, yang banyak bermanfaat untuk tujuan mengkampanyekan isu

    yang timbul dan melakukan tawar menawar (lobbying) atas penyelesaian isu tersebut.

    Keempat, peristiwa ekonomi dimana faktor harga (price) biasanya menjadi acuan dalam

    melakukan kegiatan tawar menawar, maka pada kegiatan politik kemasyarakatan informasi

    merupakan asset yang berharga. Isu spontan dapat saja timbul jika terdapat kendala untuk

    mendapatkan informasi yang lengkap. Sehingga debat tentang keresahan masyarakat atas

    kebijakan perusahaan biasanya bermunculan apabila pemecahan yang diajukan oleh

    perusahaan sangat jauh dari tuntutan yang diajukan, dengan dalih masing-masing pihak telah

  • menggunakan informasi yang paling benar.

    Atas dasar analisis politik seperti demikian, pimpinan perusahaan kemudian dapat

    menimbang-nimbang besarnya kadar dampak lingkungan luar pada berbagai kelompok

    masyarakat dan segera melakukan terobosan atau strategi bisnis untuk mengantisipasi gejolak

    politik yang mungkin timbul dalam waktu dekat. Strategi non-pasar ini biasanya sangat

    diremehkan oleh perusahaan dengan konsekuensi timbulnya gejolak ketidakpuasan dan

    perlawanan pada kepentingan bisnis.