71290787 konsep electro convulsive therapy

8
 Konsep Electro Convulsive Therapy (ECT) 1.Pengertian Electro convulsive therapy adalah suatu pengobatan untuk penyakit psikiatrik berat dengan menggunakan arus listrik singk at pada kepala untuk mengh asilkan suatu kejang tonik k lonik umum dengan efek terapeutik (Martin Szuba & Alison Doupe, 1997 ). 2. Mekanisme kerja ECT Mekanisme kerja terapeutik ECT masih belum b anyak diketahui. Salah satu teori yang  brkaitan dengan hal ini adalah teori neurofisiologi.Teori ini mempelajari aliran darh serebral, suplai glukosa dan oksigen, serta permea bilitas sawar otak akan meningkat. Setelah kejang, aliran darah dan metabolisme glukosa menurun. Hal ini paling jelas dilihat pada lobus frontalis. Beberapa penelitian mengatakan bahwa derajat penurunan metabolisme serebral  berhubungan dengan respon terapeutik. Teori lain adalah teori neurokimiawi yang memusatkan perhatian pad perubahan neurotrasmiter dan second messenger .Hampir semua pada sistem neurotrasmiter dipengaruhi oleh ECT.Ahir ahir ini mulai berkembang neuroplastisitas yang berhubungan dengan stimulasi kejang listrik.Pada percobaan hewan,di jumpai plastisitas sinaps,dihipokampus,yakni pertumbuhan serabut saraf,peningkatan konektifitas jaras saraf,dan terjadinya neuro genesis(puidic,2005). 3. Jenis ECT  Jenis ECT ada dua macam: ECT konvensional ECT konvensional ini menyebabkan timbulnya kejang pada pasien sehingga tampak tidak manusiawi.Terapi konvensional ini di lakukan tanpa menggunakan obat-obatan anastesi seperti pada ECT premedikasi. ECT pre-medikasi Terapi ini lebih manusiawi dari pada ECT konvensional,karena pada terapi ini di berikan obat-obatan anastesi yang bisa menekan timbulnya kejang yang terjadi pada pasien (Kaplan dan sadock,1997). 4.Frekuensi tindakan ECT  Frekuensi pemberian ECT tergantung pada keadaan pemberita yang dapat di  perlakukan dengan cara sebagai berikut (RSJ Pusat Semarang,1995): Pemberian ECT secara blok 2-4 hari berturut-turut 1-2 kali sehari.

Upload: irma

Post on 06-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

psikiatri

TRANSCRIPT

  • Konsep Electro Convulsive Therapy (ECT)

    1.Pengertian

    Electro convulsive therapy adalah suatu pengobatan untuk penyakit psikiatrik berat dengan

    menggunakan arus listrik singkat pada kepala untuk menghasilkan suatu kejang tonik klonik

    umum dengan efek terapeutik (Martin Szuba & Alison Doupe, 1997 ).

    2. Mekanisme kerja ECT

    Mekanisme kerja terapeutik ECT masih belum banyak diketahui. Salah satu teori yang

    brkaitan dengan hal ini adalah teori neurofisiologi.Teori ini mempelajari aliran darh serebral,

    suplai glukosa dan oksigen, serta permea bilitas sawar otak akan meningkat. Setelah kejang,

    aliran darah dan metabolisme glukosa menurun. Hal ini paling jelas dilihat pada lobus

    frontalis. Beberapa penelitian mengatakan bahwa derajat penurunan metabolisme serebral

    berhubungan dengan respon terapeutik.

    Teori lain adalah teori neurokimiawi yang memusatkan perhatian pad perubahan

    neurotrasmiter dan second messenger .Hampir semua pada sistem neurotrasmiter

    dipengaruhi oleh ECT.Ahir ahir ini mulai berkembang neuroplastisitas yang berhubungan

    dengan stimulasi kejang listrik.Pada percobaan hewan,di jumpai plastisitas

    sinaps,dihipokampus,yakni pertumbuhan serabut saraf,peningkatan konektifitas jaras

    saraf,dan terjadinya neuro genesis(puidic,2005).

    3. Jenis ECT

    Jenis ECT ada dua macam:

    ECT konvensional

    ECT konvensional ini menyebabkan timbulnya kejang pada pasien sehingga tampak tidak

    manusiawi.Terapi konvensional ini di lakukan tanpa menggunakan obat-obatan anastesi

    seperti pada ECT premedikasi.

    ECT pre-medikasi

    Terapi ini lebih manusiawi dari pada ECT konvensional,karena pada terapi ini di berikan

    obat-obatan anastesi yang bisa menekan timbulnya kejang yang terjadi pada pasien (Kaplan

    dan sadock,1997).

    4.Frekuensi tindakan ECT

    Frekuensi pemberian ECT tergantung pada keadaan pemberita yang dapat di

    perlakukan dengan cara sebagai berikut (RSJ Pusat Semarang,1995):

    Pemberian ECT secara blok 2-4 hari berturut-turut 1-2 kali sehari.

  • Dua sampai tiga kali seminggu.

    ECT maintanance sekali tiap 2-4 minggu.

    Pasien dengan gangguan depresi berat di berikan antara 5-10 kali.

    Untuk pasien yang mengalami gangguan di polar,mania,dengan gangguan skijo frenia,pasien

    baru mendapat respon yang maksimum setelah 20-25 kali tindakan ECT.

    5.Indikasi dan kontra indikasi ECT

    Menurut Martin Szuba & Alison Doupe,1997 dan Stuart & Sundeen,1998 indikasi

    dilakukannya ECT ini antara lain:

    Depresi berat

    Pada pasien dengan gangguan depresi tepatnya mayor depression sagat tepat di lakukan

    tindakan ECT.

    Mania

    ECT lebih epektip untuk mania yang akut karena terlihat epektipitasnya sama dengan

    pemberian lithium

    Skizopfrenia

    ECT sagat tepat pada skizofrenia akut dan kata tonik

    Indikasi lain seperti seperti:gangguan delirium,gangguan konversi

    Gangguan bipolar, yaitu pasien sudah lama tidak beresponlagi trhadap obat.

    Pasien yang pernah mencoba bunuh diri akut yang sudah lama tidak menerima pengobatan.

    Jika efek samping ECT yang direkomendasikan lebih rendah dari pada efek terapi

    pengobatan seperti lansia dengan blok jantung dan selama kehamilan.

    Adapun kontra indikasi dari ECT menurut Martin Szuba & Alison Doupe, 1997 adalah:

    Pasien dengan masalah pernafasan berat pada resiko terbesar karena pasien harus mampu

    mentolerir efek anastesi umum singkat.

    Pasien dengan ganguan system kardiovaskuler, seperti: infark mikard akut atau infark

    miokard berat.

    Pasien dengan peningkatan tekanan intra kranial.Karena dengan pemberian tindakan ECT

    dapat meningkatkan tekanan intra cranial.

    Pasien dengan hipertensi berat.

    Pasien dengan kehamilan dan pasien usia lanjut.

    6. Efeksamping Dari Tindakan ECT

    Adapun efek samping yang timbul dari tindakan ECT secara konvensional adalah

    dislokasi vertebra,takikardi, hipertensi,spasme laring paralise nervus peronosus, status

  • epileptikus, dan kerusakan gigi. Sedangkan efek samping dari ECT pre-medikasi adalah

    aspirasi pneumonia, apnoe, alergi obat-obatan pre-medikasi, dan bradicardi paska kejang.

    Secara umum efek samping akibat kejang antara lain heamaptoe, fraktur dan panas (RSJ

    Pusat Semarang, 1995).

    7. Tenaga Kesehatan Yang Terlibat Dalam Tindakan ECT

    Tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan ECT yaitu :

    Psikiater

    Seorang dokter ahli jiwa yang berperan dalam menilai hasil yang diperoleh dari tindakan

    ECT yang diberikan pada pasien dan menentukan apa tindakan pengobatan selanjutnya.

    Operator

    Seorang perawat yang mendapatkan pelatihan tentang ECT.

    Perawat Pelaksana

    Seorang perawat yang bertugas diruang rawat inap yang berperan dalam hal memberikan

    asuhan keperawataan pada pasien mulai dari sebelum terapi dilakukan sampai pada tahap

    evaluasi.

    Dokter Anastesi

    Dokter anastesi berperan dalam memberikan obat anastesi pada pasien yang akan dilakukan

    tindakan ECT pre-medikasi (RSJ Pusat Semarang, 1995).

    8. Hal-Hal Yang Harus Dipersiapkan Untuk Tindakan ECT

    a. Perangkat yang diperlukan

    ECT termasuk pembedahan dalam sehingga kaidah umum yang berlaku juga dalam ECT.

    Adapun hal-hal yang harus dipersiapkan adalah :

    Electro convulsive Therapy Monitor (MECTA).

    TAbung oksigen

    Tensimeter

    Penyedot lender

    Respirator

    Spatel karet

    Oro faringeal air way (goedel)

    Endoteracheatube (ETT)

    Laringoscop

    Bengkok

    Gunting verban

  • Plester

    Bantal pasir

    Stetoskop

    Standar infus

    Perlak

    b.Obat-obatan yang harus disediakan sebelum pelaksanaan ECT pre-medikasi seorang

    perawat harus teliti, dalam menyediakn obat yang harus ada baik untuk pelaksanan ECT itu

    sendiri maupun obat-obatan yang diperlukan untuk menangani kemungkinan efek samping

    yang timbul.

    Adapun obat-obatan yang harus disediakan adalah

    Untuk pelaksanaan electro convulsive therpy :

    Phentotal atau dormikum injeksi

    Succinylicholine injeksi

    Larutan NaCl

    Aquabides

    Kassa

    Wing needle dispsible

    Sulfas atrofin injeksi

    Obat-obatan emergency :

    Kalmethason injeksi

    Bicarbonas natricus

    Aminophylin injeksi

    Epineprine injeksi

    Dipenhydramin injeksi

    Lidocaine injeksi

    Catgut Disposible

    Cairan infus ( dextrose 5% / 10%, Sulfas atropine, dll )

    (RSJ Pusat Semarang, 1995)

    Standar Operasional Prosedure (SOP) Electro Convulsive Therapy

  • Standar Operational Procedure (SOP), adalah suatu set instruksi yang memiliki kekuatan

    sebagai suatu petunjuk atau direktif. Hal ini mencakup hal-hal dari operasional yang

    memiliki suatu prosedur pasti atau terstandarisasi, tanpa kehilangan keefektifannya.

    Setiapsistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh standar operasional prosedur.

    Kemudian standar operasional prosedur yang telah terbentuk disosialisasikan kepada seluruh

    pihak yang berkompeten untuk melaksanakannya. Dalam menjalankan standar operasional

    prosedur , sebelumnya dilakukan pelatihan tentang bagaimana menjalankan standar operasi

    yang telah ditetapkan (http//www.wikipedia Indonesia.co.id)

    Standar Oerasional Prosedur (SOP) pada pasien yang mendapatkan tindakan ECT tergambar

    dalam penatalaksanaan ECT terdiri dari 3 (tiga) tahap (RSJ pusat Semarang, 1995) sebagai

    berikut :

    Tahap periapan

    Persiapan pasien

    Sebelum melakukan tindakan ECT perawat harus melakukan pengkajian baik fisik maupun

    psikologis, serta pasien dipuasakan minimal 6 jam, dan perawat harus membuat surat

    persetujuan untuk dilakukan tindakan ECT pada pasien gangguan jiwa yang ditanda tangani

    oleh keluarga sebagai informed consent.

    Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :

    Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi TD, nadi, pernafasan.

    Keadaan rambut dan kulit pasien

    Pemeriksaan rambut, gigi geligi.

    Pengosongan Vesica urinaria dan rectum.

    Timbang berat badan.

    Dukungan mental agar pasien tidak takut dengan tindakan yang akan dilakukan.

    Menjelaskan hal-hal yang akan dilakukan pada pasien trauma yang pertama kali

    mendapatkan tindakan ECT.

    Perhatikan obat-obatan yang sudah diberikan pada pasien yang kemungkinan dapat

    berinteraksi daengan otot-otot premedikasi.

    Pemeriksaan penunjang diagnostik bila diperlukan seperti : EKG, EEG, dan pemeriksaan

    laboratorium.

    Persiapan alat

  • Persiapan alat alat yang dibutuhkan untuk tindakan ECT mulai dari monitor Electro

    convulsive Therapy Appartus (MECTA) sampai pada elektroda-elektrodanya dan peralatan-

    peralatan lain.

    Tahap pelaksanaan

    Adapun peran perawat pelaksana dalam tahap pelaksanaan electro convulsive therapy secara

    konvensional meliputi :

    Persiapan pasien

    Pasien diberi penjelasan dan dukungan mental untuk siap menghadapi tindakan yang akan

    dilakukan, perhiasan-perhiasan yang melekat ditubuh dilepaskan, pakaian dilonggarkan dan

    pasien disuruh berbaring ditempat tidur yang telah disediakan.

    Melakukan fiksasi pada anggota gerak psien .

    Bersihkan bagian kepala yang ditempelkan elektroda.

    Diantara rahang atas dan rahang bawah ditempat gigi yang masih kuat diberi bahan lunak

    (sepotong kain yang dilipat-lipat) yang disuruh gigit oleh pasien. Perhatikan bahwa bibir atau

    pipi tidak terjepit.

    Dagu pasien ditahan supaya mulut tidak terbuka besar pada waktu pase tonik dan klonik.

    Ikuti semua gerakan-gerakan yang terjadi pada pasien pada saat kejang tonik klonik

    berlangsung.

    Sedangkan pelaksanaan ECT secara pre-medikasi antara lain :

    Pasien diberi pre-medikasi anastesi injeksi atrofin 1-2 cc kurang lebih sampai 1 jam

    Sebelum melakukan anastesi.

    Pasang INT (semacam wing nedle) dan tensimeter/

    Pasang elektroda untuk EKG, EEG,ECT.

    Monitor dicoba dulu (self test) bila elektroda pemasangannya sudah benar, akan terlihat

    dilayar monitor berhasil (self test passed) bila gagal (failed) letak elektroda harus diperbaiki

    sampai berhasil.

    Masukkan obat anastesi 1-2 cc durmikum atau phentotal 4-6 cc (disesuaikan dengan berat

    badan) melalui INT, aspirasi dulu untuk mengetahui INT buntu atau tidak.

    Apabila pakai phetanol, cara memasukkan harus pelan-pealn, setiap masuk 1cc aspirsi dulu

    betul masuk vena atau tidak kemudian baru diteruskan sampai selesai karena kalau tidak

    masuk ke vena akan menyababkan nekrose jaringan .

  • Naikkan tensimeter diantara 180-200 (paling sedikit 10-20 diatas sistole). Ini dimaksudkan

    agar obat pelemas otot succinyl choline tidak masuk kebagian distal lengan, sehingga lengan

    akan tetap kontraksi sebagai kontrol kejang.

    Masukkan obat pelemas otot succinyl choline 3-4 cc (disesuaikan dengan berat badan ) secara

    cepat.

    Perhatikan fasikulasi yang terjadi, beri nafas buatan dengan respirator selama kurang lebih 1-

    2 fasikulasi hilang.

    Pasang spatel agar lidah tidak tergigit.

    Pasien dilepaskan, tidak dipegang sama sekali.

    Lakuakan ECT dengan monitor, biarkan sampai kejang pada lengan berhenti setelah kejang

    berhenti tensimeter diturunkan lagi tapi tidak dilepaskan.

    Beri nafas buatan kembali sampai pasien dapat bernafas sendiri secara adekuat. Ini dapat

    dilihat melalui gerakan otot perutnya selama kurang 4-5 menit. Tekanan pada pompa

    respirator tidak boleh terlalu cepat atau lambat, frekuensi antara 12-20 kali permenit.

    Setelah pasien sadar, tensimeter,elektroda dan INT dapat dilepas.

    Tahap evaluasi

    Tahapan evaluasi merupakan tahapan akhir dari penatalaksanaan tindakan ECT, disini

    perawat berperan dalam pemberian asuhan kepearwatan pasca ECT baik secara konvensional

    dan pre-medikasi.

    Adapun asuhan keperawatan yang diberikan antara lain :

    Mengkaji tingkat kesadaran & mengontrol tanda-tanda vital

    Miringkan kepala pasien

    Catat dan laporkan efeksamping yang timbul.

    Kolaborasi dengan dokter

    Lakukan tindakan sesuai dengan order dokter

    Perawatan lanjutan di bangsal

    Berdasarkan ketetapan yangada di RSJ Prof.Dr.HBsaanin padang, standar operasional

    prosedur (SOP) yang harus dilakuakan untuk pasien yang mendapatkan tindakan ECT adalah:

    Tahap Pre ECT

    Ada bukti tertulis yang merupakan advis dokter ditulis dalam status pasien.

    Mengisi blanko permintaan ECT yang ditanda tangani oleh dokter yang meminta dan ditilis

    nama jelas dekter tersebut.

    Meminta izin dari keluarga pasien dan disimpan dalam status.

  • Periksa tanda-tanda vital pasien yang mencakup takanan darah, nadi, suhu, pernafasan, yang

    ditulis dalam balanko permintaan ECT.

    Serahkan blanko permintaan ECT yang diisi lengkap kebagian elektro medis paling lambat

    satu hari sebelum ECT.

    Kaji tingkat pengetahuan pasien maupun keluarga,terhadap prosedur, kegunaan, maupun efek

    terapi dari ECT.

    Kaji mekanisme koping yang digunakan oleh pasien maupun keluarga.

    Memberiksn pendidikan tentang ECT termasuk tindakan dan prosedur.

    Menjelaskan efek yang diharpkan.

    Puasakan passion 4-6 jam sebelum ECT dilaksanakan.

    Tahap pelaksanaan

    Menganjurkan pasien untuk menggunakan baju yang bersih dan longgar .

    Sebelum ECT rambut dan kulit kepala dibersihkan.

    Sebelum dibawa keruang ECT diperiksa kembaki tanda-tanda vital pasien (tensi, nadi, suhu,

    pernafasan).

    Pemeriksaan gigi pasien, terutama yang pakai gigi palsu.

    Pemeriksaan mata, bagi yang menggunakan kontak lens agar dilepas.

    Vesica urinaria dan rectum pasien dikosongkan.

    Perhatikan obat-obatan yang digunakan pasien, terutama obat yang dapat menghambat,

    memperlambat maupun memperrpanjang ambang kejang.