70 tahun indonesia krisis kepercayaan

1
70 tahun Indonesia Krisis Kepercayaan Sejarah perjalanan bangsa Indonesia identik dengan sejarah ketertindasan. Secara kasat mata mungkin tidak, namun jika kita mau mengeja kondisi sosial masyarakat seperti itulah kenyataannya. Hal yang demikian bukan karena Indonesia tidak berdaulat, tapi lebih disebabkan karena ada sekelompok atau golongan yang merasa berdaulat atas kelompok atau golongan lain. Dapat dikatakan ceremonial reformasi hanya merupakan suatu proses bunglonisasi agar rasa saling mendaulati terkesan adaptif dengan warna zaman. Reformasi yang katanya merupakan sebuah produk pembebasan dari keterpasungan dalam bernegara tak labih dari sekedar mitos politik. sebagai konsekuensi dari hal tersebut, tak ada peruabahan mendasar dalam praktik bernegara. Kita hanya digiring membangun sebuah paradigma seolah-olah mendapatkan kebebasan politik atau yang lazim dikenal dengan demokrasi politik, sehingga seolah-olah praktik penindasan dan pembodohan tidak sedang terjadi. Namun semua itu hanyalah dongen sebelum tidur agar masayarakat terninabobokkan dan merasa fongsional dengan kondisi tersebut. 70 kali Indonesia merayakan hari kemerdekaan belum mampu mencerminkan hakikat kemerdekaannya. Kekecewaan-kekecewaan masyarakat jika diakumulasi semakin menjadi tak terhingga. Hal yang demikian merupakan akibat dari krisis kepercayaan dan hilangnya figur Yng kridibel untuk memimpin Indonesia menuju kemerdekaan yang sebenarnya. Konflik vertikal maupun horizontal selama ini menjadi bukti sekaligus saksi sejarah bahwa Indonesia tidak benar-benar merdeka. Di samping itu, hal yang lebih parah adalah sikap kebablasan dalam memaknai toleransi.

Upload: roesdy

Post on 14-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

refleksi

TRANSCRIPT

Page 1: 70 Tahun Indonesia Krisis Kepercayaan

70 tahun Indonesia Krisis Kepercayaan

Sejarah perjalanan bangsa Indonesia identik dengan sejarah ketertindasan. Secara kasat

mata mungkin tidak, namun jika kita mau mengeja kondisi sosial masyarakat seperti itulah

kenyataannya. Hal yang demikian bukan karena Indonesia tidak berdaulat, tapi lebih disebabkan

karena ada sekelompok atau golongan yang merasa berdaulat atas kelompok atau golongan lain.

Dapat dikatakan ceremonial reformasi hanya merupakan suatu proses bunglonisasi agar rasa saling

mendaulati terkesan adaptif dengan warna zaman.

Reformasi yang katanya merupakan sebuah produk pembebasan dari keterpasungan dalam

bernegara tak labih dari sekedar mitos politik. sebagai konsekuensi dari hal tersebut, tak ada

peruabahan mendasar dalam praktik bernegara. Kita hanya digiring membangun sebuah paradigma

seolah-olah mendapatkan kebebasan politik atau yang lazim dikenal dengan demokrasi politik,

sehingga seolah-olah praktik penindasan dan pembodohan tidak sedang terjadi. Namun semua itu

hanyalah dongen sebelum tidur agar masayarakat terninabobokkan dan merasa fongsional dengan

kondisi tersebut.

70 kali Indonesia merayakan hari kemerdekaan belum mampu mencerminkan hakikat

kemerdekaannya. Kekecewaan-kekecewaan masyarakat jika diakumulasi semakin menjadi tak

terhingga. Hal yang demikian merupakan akibat dari krisis kepercayaan dan hilangnya figur Yng

kridibel untuk memimpin Indonesia menuju kemerdekaan yang sebenarnya. Konflik vertikal maupun

horizontal selama ini menjadi bukti sekaligus saksi sejarah bahwa Indonesia tidak benar-benar

merdeka. Di samping itu, hal yang lebih parah adalah sikap kebablasan dalam memaknai toleransi.