68334788-trauma-mata

17
TRAUMA TAJAM PENDAHULUAN Trauma mata sering menjadi penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda – terutama pria – merupakan kelompok yang memiliki kemungkinan besar mengalami cedera tembus pada mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan- keadaan yang paling sering menyebabkan trauma. 1 Trauma yang terjadi pada mata dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. 2 Trauma dapat mengenai satu atau lebih jaringan mata, seperti kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita. Trauma pada mata dapat berupa trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia maupun trauma radiasi. 2 Terminologi Trauma Mata Terminologi dari berbagai macam trauma mata telah ditetapkan berdasarkan BETT (Birmingham Eye Trauma Terminology), yakni sebagai berikut : Istilah Definisi Dinding Mata Sklera dan kornea 1

Upload: rafid-dragneel

Post on 14-Dec-2014

30 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 68334788-Trauma-Mata

TRAUMA TAJAM

PENDAHULUAN

Trauma mata sering menjadi penyebab kebutaan unilateral pada anak dan

dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah.

Dewasa muda – terutama pria – merupakan kelompok yang memiliki kemungkinan

besar mengalami cedera tembus pada mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan

aki, cedera akibat olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang

paling sering menyebabkan trauma.1

Trauma yang terjadi pada mata dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata

dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan memberikan penyulit

sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan

yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan

mengakibatkan kebutaan.2

Trauma dapat mengenai satu atau lebih jaringan mata, seperti kelopak,

konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita. Trauma pada mata

dapat berupa trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia maupun trauma

radiasi. 2

Terminologi Trauma Mata

Terminologi dari berbagai macam trauma mata telah ditetapkan berdasarkan BETT

(Birmingham Eye Trauma Terminology), yakni sebagai berikut :

Istilah DefinisiDinding Mata Sklera dan korneaLuka Tertutup Bola Mata

Bukan luka pada keseluruhan tebal dinding mata

Luka Terbuka Bola Mata

Luka pada keseluruhan tebal dinding mata

Kontusio Tidak ada lukaLaserasi lamelar Luka pada sebagian tebal dinding mataRuptur Luka pada keseluruhan tebal dinding mata yang disebabkan

oleh benda tumpulLaserasi Luka pada keseluruhan tebal dinding mata yang disebabkan

oleh benda tajamLuka Penetrasi Ada luka masuk

Ada sisa benda asingLuka Perforasi Ada luka masuk dan luka keluar

Tabel 1. Istilah dan Definisi dalam BETT 3

1

Page 2: 68334788-Trauma-Mata

Bagan 1. BETT. Istilah pada kotak dengan garis ganda menunjukkan diagnosis yang

digunakan pada praktek.3

Klasifikasi Trauma Mata4

The Ocular Trauma Classification Group telah membuat suatu sistem klasifikasi

berdasarkan BETT dan gambaran luka pada bola mata pada saat pemeriksaan awal.

Trauma mekanis pada mata dibagi menjadi dua yaitu luka tertutup bola mata dan luka

terbuka bola mata. Karena kedua hal ini memiliki patofisiologi dan penanganan yang

berbeda. Sistem ini membagi trauma berdasarkan 4 parameter :

1. Tipe, berdasarkan mekanisme terjadinya luka. Tipe luka harus diketahui

berdasarkan riwayat seperti yang diceritakan oleh pasien atau saksi yang melihat

terjadinya trauma tersebut. Bila pasien tidak sadar, maka penentuan tipe

berdasarkan pemeriksaan klinis.

2. Grade, yang didasarkan atas pengukuran visus pada pemeriksaan awal. Hal ini

dapat dilakukan dengan tabel Snellen atau kartu Rosenbaum.

3. Ada tidaknya APD (Afferent Pupillary Defect). Adanya APD, seperti yang dapat

diukur dengan mengayunkan senter, merupakan petunjuk adanya penyimpangan

saraf optik dan/atau fungsi retina.

4. Perluasan luka. Luka yang terdapat pada luka terbuka bola mata atau perluasan

paling posterior dari kerusakan pada luka tertutup bola mata.

Luka

Bola mata tertutup Bola mata terbuka

Kontusio Laserasi lamelar Laserasi Ruptur

Penetrasi Benda Asing Perforasi

2

Page 3: 68334788-Trauma-Mata

Parameter KlasifikasiTipe A. Ruptur

B. PenetrasiC. IOFB (Intra Ocular Foreign Bodies)D. PerforasiE. Campuran

Grade (Visus) A. ≥20/40B. 20/50 sampai 20/100C. 19/100 sampai 5/200D. 4/200 sampai Light PerceptionE. No Light Perception

Pupil A. Positif, APD relatif pada mata yang terlukaB. Negatif, APD relatif pada mata yang terluka

Zona I. Kornea dan LimbusII. Limbus sampai 5 mm posterior dari skleraIII. Posterior sampai 5 mm dari limbus

Tabel 2. Klasifikasi Luka Terbuka Bola Mata4

Parameter KlasifikasiTipe A. Kontusio

B. Laserasi lamelarC. Benda asing superfisialD. Campuran

Grade (Visus)

A. ≥20/40B. 20/50 sampai 20/100C. 19/100 sampai 5/200D. 4/200 sampai Light PerceptionE. No Light Perception

Pupil A. Positif, APD relatif pada mata yang terlukaB. Negatif, APD relatif pada mata yang terluka

Zona I. Eksternal (terbatas pada konjungtiva bulbi, sklera, kornea)II. Segmen anterior (termasuk struktur dari segmen anterior dan

pars plikata)III. Segmen posterior (semua struktur posterior internal sampai

kapsul lensa posterior)Tabel 3. Klasifikasi Luka Tertutup Bola Mata4

Pada tinjauan kasus ini akan dibahas mengenai trauma tembus bola mata yang

mengenai korneosklera serta penatalaksanaannya.

3

Page 4: 68334788-Trauma-Mata

KASUS

Penderita laki-laki, 20 tahun, bekerja sebagai buruh bangunan datang dengan keluhan

adanya luka pada mata kanan. Luka pada mata kanan ini terjadi sejak pkl 09.30 tgl 17-

11-2005 ( 2 jam SMRS) setelah mata kanannya terkena pisau gerinda saat penderita

sedang bekerja di bangunan. Pada saat itu penderita sedang memotong ubin marmer

dengan gerinda dan tanpa sadar mendekatkan matanya untuk melihat lebih jelas arah

pemotongan, hingga tiba-tiba matanya telah bersentuhan dengan pisau gerinda tersebut.

Penderita mengatakan bahwa dari luka pada mata kanannya itu keluar cairan kental.

Penderita tidak mengeluhkan nyeri pada mata kanannya, ia hanya mengatakan matanya

terasa aneh dan pandangannya menjadi kabur. Penderita juga tidak mengeluhkan mual

ataupun sakit kepala. Setelah kejadian penderita menutupi mata kanannya dengan

tangan. Penderita juga sempat dibawa ke klinik, namun dokter disana tidak melakukan

apa-apa dan langsung merujuk penderita ke RS Sanglah.

Sebelum kejadian ini penderita tidak pernah memiliki keluhan pada matanya dan tidak

pernah melakukan operasi pada mata. Penderita juga tidak pernah mendapatkan

imunisasi apapun.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa fisik umum penderita dalam batas

normal, tidak ditemukan adanya trauma lain selain yang terdapat pada mata penderita.

Dari pemeriksaan khusus pada mata didapatkan :

OD OS

Visus : 1/300 6/6

Palpebra : odem N

Konjungtiva Bulbi : CVI + PCVI + N

Sklera : ruptur N

Kornea : ruptur N

Kamera Okuli Anterior : dangkal dalam

vitreus +

hifema +

Iris : prolaps N

Pupil : lonjong/ iregular bulat/regular

Lensa : keruh jernih

Tensi Okuli : Tn – 2 Tn

4

Page 5: 68334788-Trauma-Mata

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut diatas penderita didiagnosis dengan

trauma tajam dengan komplikasi ruptur korneosklera, prolaps iris–koroid, prolaps

vitreus, katarak traumatik dan ptisis bulbi.

Kemudian dilakukan pemeriksaan darah rutin, waktu perdarahan dan waktu pembekuan

dengan hasil : WBC 6,1 ; HGB 13,2 ; HCT 40,2 ; PLT 251 ; BT 1’00” ; CT 10’30” dan

penderita dikonsulkan ke bagian anestesi. Sementara menunggu hasil pemeriksaan

laboratorium dan jawaban dari bagian anestesi, mata kanan penderita ditutup dengan

gaas yang telah dibasahi dengan aquabidest serta diberikan Tetagam injeksi 1 ampul,

Kedacillin injeksi 1 gram, IVFD RL 20 tetes/menit. Setelah mendapat persetujuan dari

bagian anestesi, dilakukan tindakan eksplorasi hecting dengan anestesi umum. Setelah

selesai tindakan, diberikan Gentamisin dan Deksametason subkonjungtiva, masing-

masing 1 cc, kemudian diberikan salep Gentamisin dan mata kanan penderita ditutup

dengan gaas. Setelah penderita sadar baik, perawatan penderita dilanjutkan di ruangan

dengan menggunakan Kedacillin injeksi 3x1 gram, Floxa e.d, Gentamisin

subkonjungtiva 1 cc 1x/hari, asam mefenamat 3x500 mg, Adona 3x1, Cendo Tropin,

dan Metil Prednisolon 2x16 mg.

PEMBAHASAN

Trauma Pada Korneosklera

Trauma merupakan penyebab tersering dari defek korneosklera pada pasien usia muda

yang sehat. Defek traumatik korneosklera bisa terdapat dalam 2 bentuk, pertama, yang

terjadi akut setelah trauma terbuka atau trauma tertutup. Kedua, yang terjadi sekunder

akibat nekrosis jaringan akibat peradangan post traumatik atau infeksi.5

Tujuan penanganan luka pada korneosklera termasuk :

1. Restorasi integritas dari bola mata

2. Menghindari terjadinya perlukaan yang lebih luas pada jaringan mata

3. Mencegah bekas luka pada kornea dan astigmatisme5

Defek kecil yang terisolasi pada sklera tanpa prolaps uvea mungkin akan membaik

dengan penanganan konservatif dengan observasi dan antibiotika profilaktik yang

sesuai. Luka yang lebih besar atau adanya penipisan sklera mungkin memerlukan

tindakan operasi.5

5

Page 6: 68334788-Trauma-Mata

Berdasarkan data epidemiologis didapatkan bahwa insiden terkenanya korneosklera

pada luka serius sebesar 10 % dan terbanyak didapatkan terjadi pada kelompok usia 20-

39 tahun (38%). Kejadian ini paling sering terjadi pada laki-laki (82%) dan paling

banyak terjadi di rumah (44%). Sementara penyebab trauma terbanyak adalah benda

tumpul (33%).5,6

Evaluasi Penderita

Anamnesis : Perlu didapatkan anamnesis yang lengkap mengenai mekanisme terjadinya

trauma, trauma lain yang mungkin ada (terutama trauma kepala) serta penyebab dari

trauma dan kemungkinan adanya benda asing di dalam mata. Kejadian yang terjadi

setelah trauma juga perlu ditanyakan, seperti adakah pertolongan pertama untuk lukanya

atau tidak. Selain itu juga perlu ditanyakan riwayat penyakit sebelumnya dan riwayat

operasi sebelumnya, serta riwayat imunisasi tetanus. Keadaan mata sebelum terjadi

trauma juga perlu ditanyakan, serta ada tidaknya gejala lain yang menyertainya.5,6

Pemeriksaan Fisik : Pisahkan kedua kelopak mata dengan hati-hati. Usahakan agar tidak

menimbulkan tekanan pada bola mata. Periksa visus penderita, bisa dengan jari atau

kartu. Dengan inspeksi dapat dilihat bagaimana keadaan struktur periokular,

konjungtiva, kornea, sklera, pupil dan struktur segmen anterior lain. Oftalmoskopi

sebaiknya juga dilakukan pada luka terbuka bola mata, terutama dengan prolaps uvea

atau vitreus. Segmen anterior sebaiknya diperiksa dengan menggunakan slit lamp.

Dapat dilihat lokasi dan panjangnya laserasi. Perhatikan bentuk dan ukuran pupil

penderita. Bila mungkin, periksa adanya kemungkinan relatif Afferent Pupillary Defect

(APD). Hasil pemeriksaan fisik pada penderita dengan ruptur sklera biasanya akan

mendapatkan : visus yang menurun sampai light perception atau NLP, kemosis,

perdarahan subkonjungtiva, hifema, tekanan intraokuler yang rendah (<10 mmHg),

bentuk dan letak pupil yang berubah, lokasi lensa yang tidak pada tempatnya, bilik mata

yang dangkal, serta prolaps cairan mata, iris, badan lensa, atau retina.2,5,6

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah dengan membuat kultur dari luka

tersebut bila luka menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi. Media yang dapat

digunakan adalah blood agar, chocolate agar, thioglycolate dan Saburaud agar. Juga

dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan pengecatan Gram dan

Giemsa. Selain pemeriksaan laboratorium, juga dapat dilakukan pemeriksaan radiologis

6

Page 7: 68334788-Trauma-Mata

dengan menggunakan CT scan. Pemeriksaan ini terutama bila terdapat benda asing di

dalam mata, juga untuk mengetahui apakah terjadi trauma pada tulang orbita.6

Pemeriksaan pasien preoperatif yang baik akan membantu ahli bedah untuk menentukan

langkah-langkah eksplorasi dan upaya memperbaikinya.5

Penatalaksanaan

Laserasi korneosklera ditangani dengan operasi. Pemberian obat-obatan hanya memiliki

peranan sekunder. Antibiotika intravitreal, intrakameral, topikal dan sistemik digunakan

sebagai profilaksis terhadap infeksi. Steroid topikal digunakan untuk mengurangi

inflamasi postoperatif.6

Teknik Operasi

Penderita dipersiapkan untuk operasi secepat mungkin. Anestesia umum merupakan

teknik anestesi yang diperlukan untuk melakukan reparasi luka pada korneosklera,

karena :

1. memberikan keuntungan ganda anestesia dan akinesia dengan

peningkatan minimal tekanan intraokular

2. memungkinkan untuk melakukan intervensi operasi pada berbagai lokasi

bila diperlukan bahan untuk graft.

Anestesi umum ini mungkin tidak sesuai bagi pasien dengan penyakit sistemik, usia tua

dan/atau lemah. Selain itu dapat digunakan anestesi lokal, yang sesuai untuk defek pada

anterior yang kecil. Disamping itu, pemberian anestesia topikal ini akan memperingan

efek sistemiknya. Pilihan anestesi lainnya adalah dengan anestesi retrobulbar yang

memberikan efek anestesi lokal dan akinesia dengan baik dengan efek pada jantung dan

paru yang minimal. Namun, pilihan anestesi ini akan meningkatkan tekanan intraokular.

Teknik ini hanya digunakan untuk reparasi defek yang terlalu luas untuk penggunaan

anestesia lokal, atau untuk pasien yang memiliki risiko sistemik dengan anestesia

umum.5,6

Mata yang akan dioperasi harus dipersiapkan dengan hati-hati. Jangan sampai

menimbulkan tekanan pada bola mata. Mata diirigasi dengan cairan Ringer Laktat steril

untuk menyingkirkan benda asing yang mungkin ada. Kemudian periksa dengan hati-

hati untuk mengevaluasi perluasan luka.6

7

Page 8: 68334788-Trauma-Mata

Berbagai teknik operasi untuk menutup defek pada sklera tersedia tergantung ukuran

defek dan sifat penyakit yang mendasarinya.5

1. Perlekatan Jaringan

Biasanya digunakan pada luka tusuk yang kecil dimana keseluruhan integritas bola

mata tidak terpengaruh dan berguna pada laserasi korneoskleral yang sangat kecil

atau sebagian ketebalan saja yang terkena.5

2. Penyatuan Primer Luka Sklera

Bila diduga ada luka sklera, maka diperlukan eksplorasi bola mata. Dibuat peritomi

360˚ dan kapsul Tenon ditarik ke posterior untuk melihat sklera yang mendasarinya.

Insersi otot ekstraokuler dan daerah diantara insersi dilihat secara langsung. Untuk

menutup luka, yang perlu diingat adalah bahwa luka sklera tertutup dari anterior ke

posterior, dimulai pada daerah limbus atau puncak laserasi. Penyatuan yang erat

mencegah proliferasi fibrovaskular melalui luka sklera yang terbuka. Jahitan yang

digunakan adalah jahitan terputus-putus yang melalui dalamnya sklera dan

menghindari kerusakan pada koroid yang mendasarinya. Kebanyakan laserasi pada

sklera dapat ditutup dengan benang nilon, sutra atau Dacron 8-0 atau 9-0. Luka

kecil dengan kecenderungan untuk melebar sehingga akan terjadi celah akan

membutuhkan jahitan yang lebih tebal. Bahan benang yang tidak diserap sebaiknya

digunakan untuk semua defek kecuali defek sklera yang paling kecil. Jaringan uvea

yang prolaps dengan perlahan direposisi untuk menghindari terjadinya inkarserasi

pada luka. Dapat digunakan spatula siklodialisis untuk melakukan reposisi ini. Bila

terdapat vitreus pada luka, maka harus dibersihkan dari permukaan sklera. Jaringan

retina yang prolaps dengan perlahan direposisi bila memungkinkan. Bila luka pada

sklera meluas sampai insersi otot rektus, maka otot tersebut harus dibiarkan

sementara waktu. Teknik standar yang biasa digunakan adalah dengan penjahitan

dengan Vicril 6-0 dan menghindari penarikan yang tidak semestinya pada bola mata.

Setelah menutup defek pada sklera, otot diinsersikan kembali di dekat insersi

anatomis normalnya. Untuk menutup laserasi korneosklera, dimulai dengan

melakukan penjahitan terputus-putus dengan benang nilon 9-0 atau 10-0 pada

limbus. Kemudian dilanjutkan dengan penjahitan pada daerah kornea. 5

8

Page 9: 68334788-Trauma-Mata

Obat-Obatan

Obat-obatan yang dapat diberikan adalah:

1. Antibiotika

Pemberian obat ini adalah untuk mencegah agar tidak terjadi endoftalmitis

postraumatika. Sebaiknya diberikan antibiotika spektrum luas untuk Gram positif

dan Gram negatif. Obat yang dapat digunakan adalah Vankomisin intravitreal 1 mg

atau intravena 1 gram tiap 12 jam, Ofloksasin 1 tetes 4 kali sehari, atau Seftazidim

250 mg-2 g IV/IM tiap 8-12 jam atau 2,25 mg intravitreal. Pemberian antibiotika

intravitreal ini dapat dilanjutkan 1-3 hari selama penderita dirawat di rumah sakit.

Kemudian dapat dilanjutkan dengan pemberian antibiotika oral selama 7 hari.6

2. Kortikosteroid

Digunakan untuk mengurangi inflamasi postoperatif. Misalnya dengan pemberian

Deksametason yang dapat diberikan intravitreal setelah operasi dengan dosis 400

mcg/0,1 ml. Kemudian dapat dilanjutkan dengan pemberian kombinasi steroid dan

antibiotika topikal selama beberapa minggu.6

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi setelah laserasi korneosklera adalah : endoftalmitis (2-

7% pada pasien trauma okular), katarak, kerusakan iris, glaukoma, hifema, perdarahan

vitreus, ablasio retina, uveitis, dan simpatetik oftalmia (hal ini bisa terjadi kapan saja

setelah terjadi trauma).6

Prognosis

Prognosis tergantung dari beberapa faktor. Pasien dengan laserasi korneosklera yang

kecil tanpa trauma intraokular lain memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan

pasien dengan trauma intraokular lain, benda asing intraokular, endoftalmitis,

penanganan yang terlambat ataupun pasien yang memiliki trauma yang lain. 6

9

Page 10: 68334788-Trauma-Mata

ANALISA KASUS

Dari anamnesis pada penderita didapatkan adanya riwayat trauma yang jelas, yaitu

terkena gerinda pada saat sedang bekerja. Setelah kejadian tidak ada pertolongan

pertama yang dilakukan pada mata penderita, juga tidak didapatkan adanya trauma lain

pada penderita. Sebelum terjadi trauma penderita tidak memiliki keluhan pada mata,

dan tidak pernah melakukan operasi pada mata. Penderita juga tidak memiliki riwayat

imunisasi. Penderita juga tidak memiliki keluhan penyerta lain.

Dari pemeriksaan didapatkan adanya penurunan visus, odem pada palpebra, hiperemi

konjungtiva dan perikorneal, ruptur pada kornea, kamera okuli anterior yang dangkal

dengan adanya vitreus dan hifema. Perubahan bentuk pupil dan lensa yang keruh serta

tekanan intraokular yang rendah.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan serta berdasarkan terminologi dari BETT, maka

penderita ini disebut sebagai laserasi, yaitu luka pada keseluruhan tebal dinding mata

yang diakibatkan oleh benda tajam. Penderita ini termasuk dalam luka terbuka bola

mata, dan dapat diklasifikasikan sebagai Tipe A (ruptur), Grade D (Visus 1/300), Pupil

A (positif), dan Zona II.

Untuk penatalaksanaannya, pada penderita telah diberikan anti tetanus dan antibiotika

profilaksis. Setelah dikonsulkan ke bagian anestesi, kemudian dilakukan tindakan

operasi dengan anestesi umum. Dilakukan eksplorasi dan penjahitan luka primer pada

kornea, kemudian diberikan antibiotika dan steroid subkonjungtiva serta antibiotika

topikal kemudian luka ditutup.

Di ruangan pengobatan dilanjutkan dengan antibiotika injeksi, antibiotika tetes mata dan

subkonjungtiva, analgetika oral, dan kortikosteroid oral. Setelah dirawat 3 hari,

penderita diijinkan pulang dan pengobatan dilanjutkan dengan antibiotika oral dan

antibiotika tetes mata, analgetika oral dan kortikosteroid oral.

10

Page 11: 68334788-Trauma-Mata

DAFTAR PUSTAKA

1. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. Dalam : Vaughn DG, Asbury T, Riordan-Eva P

(eds). Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Widya Medika; 2000

2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002

3. Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. BETT: The Terminology of Ocular

Trauma. In : Kuhn F, Pieramici DJ (eds). Ocular Trauma. New York: Thieme

Medical Publisher,Inc; 2002

4. Raja SC, Pieramici DJ. Classification of Ocular Trauma. In : Kuhn F, Pieramici

DJ (eds). Ocular Trauma. New York: Thieme Medical Publisher,Inc; 2002

5. Lindsey JL, Hamill MB. Scleral and Corneoscleral Injuries. In : Kuhn F,

Pieramici DJ (eds). Ocular Trauma. New York: Thieme Medical Publisher,Inc;

2002

6. Arunagiri G. Lacerations, Corneoscleral. eMedicine [serial online] October 19,

2004. Available from : http://www.emedicine.com/oph/topic108.htm. Accessed

November 22, 2005

11