trauma tembus bola mata

28
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Trauma mata sering menjadi penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda – terutama pria – merupakan kelompok yang memiliki kemungkinan besar mengalami cedera tembus pada mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan- keadaan yang paling sering menyebabkan trauma 4. Trauma yang terjadi pada mata dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. 12 Trauma dapat mengenai satu atau lebih jaringan mata, seperti kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita. Trauma pada mata dapat berupa trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia maupun trauma radiasi. 12 1

Upload: triaryatiictavia

Post on 27-Oct-2015

410 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

css

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Tembus Bola Mata

BAB I

PENDAHULUAN

  I.1 Latar Belakang

Trauma mata sering menjadi penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa

muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa

muda – terutama pria – merupakan kelompok yang memiliki kemungkinan besar

mengalami cedera tembus pada mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki,

cedera akibat olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan

yang paling sering menyebabkan trauma4.

Trauma yang terjadi pada mata dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata

dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan memberikan penyulit

sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan

yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan

mengakibatkan kebutaan.12

Trauma dapat mengenai satu atau lebih jaringan mata, seperti kelopak,

konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita. Trauma pada mata

dapat berupa trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia maupun trauma

radiasi.12

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan Meet the Expert (MTE) ini bertujuan untuk memahami serta menambah

pengetahuan tentang trauma tembus pada mata.

1.3 Batasan Masalah

Pada clinical MTE ini akan dibahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,

pathogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi serta prognosis dari trauma tembus

pada bola mata.

1

Page 2: Trauma Tembus Bola Mata

1.4 Metode Penulisan

Penulisan MTE ini menggunakan berbagai sumber kepustakaan.

BAB II

2

Page 3: Trauma Tembus Bola Mata

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Salah satu bentuk dari trauma mata adalah trauma tembus. Menurut Birmingham

Eye Trauma Terminology System definisi dari trauma tembus merupakan trauma mata

yang menyebabkan kerusakan pada keseluruhan ketebalan dinding bola mata (full-

thickness wound of the eyewall). Trauma tembus merupakan trauma mata terbuka (open

globe injury) yang mengenai bola mata, sedangkan trauma mata tertutup merupakan luka

penetrasi yang mengenai kornea. Trauma mata terbuka dapat berupa ruptur (diakibatkan

benda tumpul) atau laserasi (luka penetrasi/tembus, perforasi, benda asing intraokular).

Luka laserasi merupakan luka yang memiliki jalur masuk sedangkan luka perforasi

merupakan luka dengan jalur masuk dan jalur keluar. Trauma tembus merupakan trauma

laserasi tunggal akibat benda tajam.1

2.2 Epidemiologi

Trauma okular merupakan penyebab tersering kebutaan monokular pada anak-

anak dan dewasa muda (< 40 tahun). Prevalensi tertinggi didapatkan pada remaja laki-

laki. Di AS, lebih dari 2 juta trauma mata terjadi setiap tahun, dengan lebih dari 40000

kasus mengakibatkan berbagai derajat gangguan penglihatan permanen. Di Amerika

Serikat trauma mata menjadi penyebab terbanyak kebutaan monokular dan memegang

peranan dalam 7 persen kebutaan bilateral pada kelompok usia 20-64 tahun. 2 Pada tahun

2001, di Amerika Serikat diperkirakan 1.990.872 (6.98 per 1000 populasi) mengalami

trauma mata dan memerlukan terapi di ruang gawat darurat, poliklinik atau praktek

dokter umum.

Trauma tembus mata lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan lebih

sering mengenai golongan usia yang lebih muda. Penyebabnya antara lain adalah

serangan, kecelakaan domestik dan olah raga.

2.3 Klasifikasi Trauma Mata

3

Page 4: Trauma Tembus Bola Mata

Birmingham Eye Trauma Terminology System (BETTS) merupakan standar sistem

komprehensif yang dipakai.3

* Keterangan dengan box ganda menunjukkan diagnosis yang biasanya digunakan

dalam praktek klinis

Keterangan:3

Trauma mata tertutup (Closed globe injury)

Trauma mata tanpa kerusakan seluruh dinding mata (kornea dan sklera) atau No

full-thickness wound of eyewall. Trauma mata tertutup terdiri dari:

o Kontusio: tidak terdapat luka pada dinding mata, tetapi dapat terjadi

kerusakan intraokular seperti ruptur koroid atau perubahan bentuk bola

mata. Hal ini dikarenakan energi kinetik langsung yang dikirimkan oleh

benda.

o Laserasi lamelar. Trauma yang menyebabkan kerusakan parsial dinding

mata.

Trauma mata terbuka (Open globe injury).

Trauma yang menyebabkan kerusakan pada seluruh ketebalan dinding mata

(kornea dan/atau sklera) atau Full-thickness wound of the eyewall. Trauma mata

terbuka terdiri atas:

4

Page 5: Trauma Tembus Bola Mata

o Ruptur: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat cedera benda

tumpul

o Laserasi: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata yang disebabkan oleh

benda tajam

Penetrasi/luka tembus: trauma laserasi tunggal yang disebabkan

benda tajam.

Perforasi: ditandai oleh adanya luka masuk dan luka keluar. Kedua

luka disebabkan oleh benda yang sama.

Benda asing intraokular: terdapat benda asing yang tertinggal

dalam bola mata.

2.4 Etio-Patogenesis

Penyebab tersering ruptur mata pada dewasa dapat terjadi setelah trauma tumpul

akibat kecelakaan kendaraan bermotor, aktivitas olahraga, penganiayaan atau trauma lain.

Trauma tembus atau perforasi dapat terjadi akibat tembakan senapan, luka tusuk,

kecelakaan di tempat kerja atau kecelakaan lain yang melibatkan benda tajam atau

proyektil yang menembus jaringan mata.3 Trauma tembus pada kecelakaan sering terjadi

akibat partikel kecil yang masuk ke dalam mata dengan kecepatan tinggi.4 Beratnya

trauma yang terjadi ditentukan oleh ukuran benda, komposisi dan kecepatan pada saat

bertumbukan.5

Ruptur bola mata dapat terjadi saat benda tumpul mengenai orbita, menyebabkan

kompresi antero-posterior dan meningkatkan tekanan intraokular sampai menimbulkan

robekan sklera. Ruptur akibat trauma tumpul biasanya terjadi pada tempat di mana sklera

paling tipis, pada insersi otot ekstraokular, pada limbus, dan sekitar nervus optikus.

Benda tajam atau yang melaju dengan kecepatan tinggi dapat secara langsung

menimbulkan perforasi pada bola mata. Benda asing kecil dapat menembus mata dan

tertinggal dalam bola mata. Kemungkinan ruptur bola mata harus dipikirkan dan

disingkirkan saat mengevaluasi semua kasus trauma tumpul dan trauma tembus mata

begitu pula pada kasus yang melibatkan proyektil berkecepatan tinggi dengan potensi

penetrasi okular.3

5

Page 6: Trauma Tembus Bola Mata

Benda tajam seperti pisau akan menimbulkan luka laserasi yang jelas pada bola

mata. Berbeda dengan kerusakan akibat benda asing yang terbang/meloncat, beratnya

kerusakan ditentukan oleh energi kinetik yang dimiliki. Contohnya pada peluru pistol

angin yang besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar memiliki energi kinetik

yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup parah. Kontras dengan

pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil dengan kecepatan tinggi akan

menimbulkan laserasi dengan batas yang jelas dan beratnya kerusakan lebih ringan

dibandingkan kerusakan akibat peluru pistol angin.5

2.5 Gejala Klinis

Tajam penglihatan akan menurun akibat terdapatnya kekeruhan media

penglihatan secara langsung atau tidak langsung akibat trauma tembus tersebut.3 Namun

cedera akibat partikel berukuran kecil berkecepatan tinggi yang dihasilkan dari tindakan

menggerinda dan memalu mungkin hanya menimbulkan nyeri ringan dan kekaburan

penglihatan.5 Bila terdapat perforasi kornea akan terlihat bilik mata yang dangkal.

Jaringan uvea akan menempel pada kornea atau malahan akan terlihat jaringan iris yang

prolaps keluar. Akibat perlengketan iris dengan bibir luka kornea akan terdapat bentuk

pupil yang lonjong atau terjadinya perubahan bentuk pupil. Kadang-kadang terdapat

hifema, Hal ini menunjukkan terjadinya ruptur iris atau badan siliar oleh trauma tembus

tersebut. Tekanan bola mata akan rendah akibat cairan mata keluar melalui luka tembus

atau malahan badan kaca dapat keluar.3 Tanda-tanda lain adalah kemosis hemoragik,

laserasi konjungtiva, atau kamera anterior yang dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil

yang eksentrik.5

Selain ruptur dinding sklera, gaya kontusif pada bola mata dapat menimbulkan

gangguan motilitas, perdarahan subkonjungtiva, edema kornea, iritis, hifema, glaukoma

sudut sempit, midriasis traumatik, ruptur sfingter iris, iridodialisis, paralisis akomodasi,

dislokasi lensa dan katarak. Cedera yang dialami struktur-struktur posterior adalah

perdarahan korpus vitreus dan retina, edema retina, lubang pada retina avulsi dasar

vitreosa, pelepasan retina, ruptur koroid atau avulsi saraf optik. Banyak cedera di atas

tidak dapat dilihat melalui pemeriksaan eksternal. Sebagian misalnya katarak, mungkin

belum terbentuk sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera.3

6

Page 7: Trauma Tembus Bola Mata

2.5.1 Perdarahan Subkonjungtiva

Perdarahan Subkonjungtiva adalah terdapatnya darah antara konjungtiva bulbi dengan

sklera dan merupakan salah satu diagnosis banding mata merah. Perdarahan

subkonjungtiva berasal dari perdarahan pembuluh darah konjungtiva atau episklera ke

ruang subkonjungtiva. Perdarahan dapat akibat dari trauma, spontan, atau terkait dengan

penyakit sistemik. Adanya Manuver valsava, Hipertensi/arteriosklerosis, Kelainan darah,

diabetes, SLE, parasit, dan defisiensi vitamin C, penggunaan antibiotik, steroid,

kontrasepsi, dan vitamin A dan D juga dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva.

Gejala klinisnya berupa mata merah, iritasi ringan, biasanya asimptomatik. Dari

pemeriksaan fisik terlihat seperti bercak berwarna merah terang dengan sekelilingnya

normal.6

2.5.2 Prolaps Iris

Hanya bagian akar iris yang terikat pada korpus siliaris, sedangkan sisanya tidak terikat.

Adanya luka pada kornea akan menyebabkan iris keluar dari luka di kornea. Disebut iris

inkarserata jika jaringan iris mencapai luka tetapi tidak keluar dari bola mata. Prolaps iris

dapat juga pada intraoperative floppy iris syndrome (IFIS) selama operasi katarak atau

trabekulektomi. Hal ini terkait dengan penggunaan antagonis adrenergik alfa-1 sistemik.

IFIS ditandai dengan dilatasi pupil yang lambat dan konstriksi pupil yang progresif.7

Prolaps iris dapat terjadi ketika kornea mengalami perforasi. Pada tahun 1995,

Alan dengan menggunakan prinsip Bernoulli menjelaskan bahwa dengan adanya

perforasi kornea, aquous humor akan keluar dengan cepat, akan tercipta suatu kondisi

vakum yang relatif di depan iris yang akan memicu prolaps iris. 7

Prolaps iris merupakan kondisi serius dan jika tidak ditanggulangi dapat

menghasilkan infeksi dan kehilangan penglihatan. Prolaps iris yang terekspos

memerlukan tindakan bedah secepatnya sedangkan prolaps iris yang masih ditutupi oleh

konjungtiva, tindakan pembedahan secepatnya belum diperlukan.7

Pada pemeriksaan fisik, pada jaringan iris yang prolaps di bagian perifer, iris

tampak seperti tonjolan jaringan berwarna yang menghasilkan sinekia perifer. Ketika

prolaps terjadi di sentral kornea, seluruh batas pupil dapat prolaps sehingga menghasilkan

sinekia total anterior. Tergantung dari durasi terjadinya prolaps, bentuk iris dapat

7

Page 8: Trauma Tembus Bola Mata

bervriasi. Pada prolaps yang baru, iris masih baik atau viable. Seiring dengan berjalannya

waktu iris akan kering dan nonviable. 7

Tekanan intraokuler dapat lebih rendah dari normal, tetapi hipotoni jarang terjadi

setelah prolaps iris. Prolaps iris yang berlangsung lama dapat terjadi iridosiklitis kronik,

edema makula sistoid, atau glaukoma.7

2.6 Pemeriksaan

2.6.1 Anamnesis 3

Mekanisme trauma:

Tentukan jenis trauma : tumpul, penetrasi atau perforasi.

Tanyakan benda penyebab : bentuk dan ukuran benda.

Tanyakan kemungkinan adanya benda asing pada bola mata karena dapat

menimbulkan komplikasi nantinya seperti infeksi oleh benda organik.

Keadaan saat terjadinya trauma:

Waktu dan lokasi terjadinya trauma.

Penggunaan kacamata koreksi atau pelindung mata lainnya karena benda-benda

tersebut dapat melindungi atau malah berkontribusi pada trauma akut.

Tanyakan apakah pasien mempunyai miopia berat karena mata miopia lebih

rentan terhadap trauna kompresi anterior-posterior.

Riwayat medis:

Tanyakan riwayat trauma mata atau operasi mata sebelumnya karena dapat

membuat jaringan lebih rentan ruptur.

Tanyakan visus dan fungsi penglihatan sebelum trauma pada kedua mata.

Tanyakan penyakit mata yang ada pada pasien saat ini.

Tanyakan penggunaan obat saat initermasuk obat tetes mata dan alergi.

2.6.2 Gejala3

Nyeri : dapat tersamar oleh trauma lain dan dapat tidak berat pada awalnya pada

trauma tajam, baik dengan atau tanpa benda asing.

Tajam penglihatan biasanya berkurang jauh

8

Page 9: Trauma Tembus Bola Mata

Diplopia : akibat terjepitnya otot ekstraokular, akibat truma saraf kranial,

monokular diplopia akibat dari dislokasi atau subluksasi lensa.

2.6.3 Pemeriksaan Fisik3

Trauma tembus mungkin dapat tampak dengan mudah atau tertutupi oleh luka

yang lebih superficial sehingga sebaiknya dicari dengan teliti.

Hindari memberikan tekanan pada bola mata yang mengalami trauma tembus

untuk mencegah mengalir keluarnya cairan bola mata.

Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma yang

terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.

Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuan mengidentifikasi

dan melindungi mata.

Hindari manipulasi mata yang berlebihan untuk pemeriksaan untuk menghindari

kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi intraokular.

Tajam penglihatan dan gerak bola mata:

Periksa tajam penglihatan kedua mata.

Tajam penglihatan dapat turun banyak.

Periksa gerak bola mata kedua mata, jika terganggu harus dievaluasi

kemungkinan adanya fraktur orbita.

Bola Mata

Harus dievaluasi apakah ada deformitas tulang, benda asing dan gangguan

kedudukan bola mata.

Benda asing yang menembus bola mata harus dibiarkan sampai tindakan bedah.

Apabila terdapat trauma tembus bola mata dapat timbul enoftalmus.

Kelopak mata

Trauma kecil pada kelopak mata tidak menyingkirkan kemungkinan adanya

trauma tembus bola mata.

Perbaikan kelopak harus ditunda sampai kemungkinan adanya trauma tembus

bola mata dapat disingkirkan.

9

Page 10: Trauma Tembus Bola Mata

Konjungtiva

Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan adanya ruptur bola

mata.

Laserasi konjungtiva bisa terjadi bersamaan dengan trauma sklera yang serius.

Kornea dan sklera.

Luka tembus kornea atau sklera merupakan suatu trauma tembus bola mata, dapat

diperiksa dengan Seidel’s Test.

Pada luka tembus kornea dapat terjadi prolaps iris. Laserasi pada kornea dan

sklera bisa menunjukkan adanya perforasi bola mata dan harus dipersiapkan untuk

ditatalaksana di ruang operasi.

Prolaps iris dengan laserasi kornea bisa terlihat diskolorasi gelap pada daerah

trauma

Penonjolan sklera merupakan indikasi ruptur dengan ekstrusi isi okular

Tekanan intraokular biasanya rendah akan tetapi pemeriksaan tekanan bola mata

dikontraindikasikan untuk mencegah penekanan bola mata.

Pupil

Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan RAPD.

Adanya deformitas bentuk pupil dapat menjadi tanda adanya trauma tembus bola

mata.

Pupil biasanya midriasis.

Lensa

Dapat timbul dislokasi lensa.

Bilik Mata Depan

Pemeriksaan slit lamp pada pasien yang kooperatif bisa menunjukkan kelainan

yang berhubungan dengan seperti defek transiluminasi iris (red reflex gelap

karena perdarahan vitreous), laserasi kornea, prolaps iris, hifema dari disrupsi

siliar dan kerusakan lensa termasuk dislokasi atau subluksasi

Bilik mata yang dangkal bisa jadi merupakan satu-satunya tanda adanya ruptur

bola mata dan merupakan petanda prognosis buruk. Ruptur posterior bisa terjadi

10

Page 11: Trauma Tembus Bola Mata

dan ditunjukkan dengan bilik mata depan yang dalam karena adanya ekstrusi

vitreous ke segmen posterior

Temuan lain

Adanya reflex fundus negatif akibat perdarahan vitreus dapat menjadi tanda

adanya trauma tembus bola mata.

Ditemukannya prolaps uvea pada permukaan bola mata merupakan tanda trauma

tembus bola mata.

Pada trauma tembus dapat juga ditemukan hifema.

Perdarahan vitreous setelah trauma menunjukkan adanya robekan retina atau

khoroid avulsi nervus optikus atau benda asing.

Robekan retina, edema, pelepasan retina dan perdarahan bisa mengikuti ruptur

bola mata.

2.6.4 Pemeriksaan Penunjang3

Pemeriksaan Laboratorium

o Pemeriksaan koagulasi dan darah perifer lengkap dilakukan pada pasien yang

memiliki kelainan perdarahan.

o Pemeriksaan laboratorium diindikasikan untuk kasus dengan trauma yang koeksis

dan gangguan medikal lain

CT-Scan

o CT-Scan adalah pemeriksaan penunjang yang paling sensitif untuk

mendeteksi ruptur bola mata, kerusakan saraf optic, mendeteksi benda asing dan

memberi gambaran bola mata dan orbita.

o Kurang dapat mendeteksi adanya benda asing non-logam.

Foto Rontgen

o Foto polos tiga posisi Waters, Caldwell dan lateral lebih bermanfaat untuk

mengetahui kondisi tulang dan sinus daripada keadaan bola mata.

MRI

o MRI berguna untuk mendeteksi kerusakan jaringan lunak.

o MRI juga berguna untuk mendeteksi benda asing non-logam.

o MRI dikontraindikasikan bagi kecurigaan benda asing logam.

11

Page 12: Trauma Tembus Bola Mata

Ultrasonografi

o Ultrasonografi memiliki resiko untuk memberikan tekanan pada bola mata

apabila terjadi trauma tembus.

o Dapat berguna untuk menentukan lokasi rupture dan untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya benda asing.

2.7 Manajemen Perujukan pada Kasus Trauma

Dokter umum tidak dapat memberikan terapi definitif pada kasus trauma yang

berat sehingga diperlukan pengetahuan tentang kasus-kasus yang harus dirujuk dan

pengetahuan tentang penanganan pertama pada setiap kasus.8

True Emergency

Kondisi ini memerlukan terapi dalam hitungan menit. Contoh kasusnya yaitu trauma

bakar oleh bahan kimia pada konjungtiva dan kornea. Semua trauma kimia memerlukan

terapi secepatnya dan irigasi yang banyak dan langsung dirujuk ke spesialis mata. 8

Urgent Situation

Situasi urgensi memerlukan terapi dalam hitungan jam. Contoh kasus urgensi antara lain8

1. Trauma tembus bola mata, walaupun masih berupa kecurigaan langsung dipakaikan

pelindung mata. Tidak diperbolehkan untuk memerban ataupun memberikan salep

pada mata. Perlu dilakukan pemeriksaan imaging berupa foto x-ray atau CT scan. Ini

merupakan kasus rujukan

2. Benda asing di kornea atau konjungtiva. Adanya benda asing pada kornea dan

konjungtiva memerlukan anestesi topikal yang diikuti dengan pengambilan benda

asing baik dengan irigasi atau dengan aplikator berujung kapas.

3. Abrasi kornea. Langkah yang dapat dilakukan adalah pemberian anestesi topikal,

lakukan pemeriksaan secara menyeluruh termasuk pewarnaan dengan florescen,

berikan antibiotik tetes dan siklopegik tetes untuk mengurangi sakit, tutup mata

12

Page 13: Trauma Tembus Bola Mata

dengan peban yang lunak namun ketat untuk menjaga agar mata tetap tertutup, dan

ujuk ke spesialis mata.

4. Hifema. Perlu dirujuk secepatnya ke spesialis mata. Adanya peningkatan tekanan bola

mata akan memerlukan tindakan medis atau bedah. Selain itu, hifema dapat juga

merupakan tanda dari ruptur bola mata atau cedera serius lainnya sepeti dislokasi

lensa atau ablasio retina.

5. Laserasi kelopak mata. Dapat dijahit sendiri jika tidak dalam dan luka tidak mengenai

margo palpebra atau kanalikuli. Jika luka dalam dan mengenai margo palpebra atau

kanalikuli, maka harus dirujuk ke spesialis mata.

Semiurgent Situation

Merujuk pasien pada kondisi ini dapat dilakukan dalam 1-2 hari. Kasus yang termasuk

dalam kondisi ini antara lain fraktur orbita dan perdarahan konjungtiva kecuali terdapat

suspek ruptur bola mata atau perdarahan intraokuler. 8

2.8 Tatalaksana Trauma Tembus

Penilaian Awal

Langkah awal yang harus segera dilakukan adalah menerapkan prinsip umum bantuan

hidup lanjut pada kasus trauma, evaluasi untuk visual dilakukan sembari pertolongan

bantuan hidup lanjut dilaksanakan.9 Pada trauma mata yang lebih berat dapat diperiksa

fungsi aferen dan eferennya, ketajaman penglihatan, pergerakan bola mata, deformitas,

perforasi, darah, kemosis, distopia, enoftalmus, eksoftalmus dan telekantus.10 Apabila

terdapat ruptur dari bola mata, sebaiknya dihindari untuk memanipulasi yang lebih lanjut

hingga pembedahan dalam keadaan steril bisa dilaksanakan, yang biasanya dilakukan

dengan anestesi umum. Tidak perlu diberikan siklopegik maupun antibiotik topikal

sebelum operasi dilakukan, karena adanya toksisitas potensil terhadap jaringan yang

terpapar. Mata diberi perlindungan, dengan Fox shield atau dengan gelas berbahan kertas

yang dipotong pada sepertiga bawah yang ditutupkan ke mata, dan bisa diberikan

antibiotik oral, seperti ciprofloxacin 2x500 mg. Analgesik, antiemetik, maupun anti

tetanus dapat diberikan selama diperlukan. Anestetik topikal, pewarna, dan pengobatan

topikal lain yang digunakan pada mata yang terkena trauma harus steril. Untuk tetrakain

13

Page 14: Trauma Tembus Bola Mata

dan fluoresin terdapat juga yang steril, dengan unit dose. Agen neuromuscular blocking

dapat meningkatkan tekanan intraokuler dan dapat menyebabkan herniasi. Pada trauma

yang berat, perlu diperhatikan untuk dokter selain dokter mata, untuk tidak melakukan

pemeriksaan mata yang dapat menambah derajat keparahan penyakit.9

Pada setiap trauma mata, perlu dilakukan system scoring. Hal ini diperlukan

untuk apat mendeskripsikan beratnya trauma / luka, memberikan pelayanan triage yang

efektif, membantu dalam hal kesiapan operasi, serta untuk memprediksikan prognosis

penglihatan. Berikit disajikan tabel untuk menghitung skor pada trauma mata sesuai

dengan BETT (Birmingham Eye Trauma Terminology), dengan memperhatikan enam

aspek, meliputi ketajaman penglihatan awal, ada tidaknya rupture, ada tidaknya

endoftalmitis, ada tidaknya perforasi, ada tidaknya retinal detachment, serta ada tidaknya

RAPD (tabel 1)11

Tabel 1. Perhitungan Ocular Trauma Score (OTS)11

Pengobatan12

14

Page 15: Trauma Tembus Bola Mata

1. Tanpa Operasi

Pada luka tembus yang minimal, tanpa kerusakan intraokuler, tidak ada prolap,

diberikan terapi antibiotik sistemik dengan atau topical, dengan observasi yang ketat

2. Operasi

a. Repair korneosklera

Tujuan primer repair korneosklera adalah untuk memperbaiki integritas bola

mata. Tujuan sekunder adalah untuk memperbaiki visus. Bila prognosis visus kurang baik

dan mempunyai resiko oftalmia simpatis maka sebaiknya dilakukan enukleasi.

Enukleasi primer lebih baik, bila perlu ditunda tidak lebih dari 14 hari untuk

mencegah oftalmia simpatis. Kemudian diikuti dengan pemeriksaan fungsi visus,

vitroretina atau konsultasi ke subbagian plastic rekonstruksi.

b. Anastesi

Anastesi umum dipergunakan untuk repair bola mata, sebab anastesi retrobulber

atau peribulber akan meningkatkan tekanan bola mata. Diberikan pelumpuh otot yang

cukup untuk menghindari prolapsnya isi bola mata.

c. Langkah-langkah repair korneosklera

- Anastesi umum

- Eksisi prolap vitreous, fragmen lensa, benda asing transkornea

- Reposisi prolap iris

Jika prolaps berlangsung dalam 24-36 jam dan iris masih viabel, iris dapat

direposisi. Jika iris tidak lagi viabel, maka iris di eksisi.7

- Tutup laserasi kornea dengan limbus sebagai patokan

- Selesaikan repair kornea secara watertight dengan nilon 10-0

- Peritomi konjungtiva untuk memaparkan sklera

- Eksisi prolap vitreous bagian posterior secara perlahan

- Reposisi prolap uvea dan retina bagian posterior secara perlahan

- Selesaikan penutupan sklera dengan nilon 9-0 atau silk 8-0

- Selesaikan penutupan konjungtiva

- Tutup konjungtiva

15

Page 16: Trauma Tembus Bola Mata

- Antibiotik dan steroid subkonjungtiva

d. Yang perlu diperhatikan

Tidak dipasang fiksasi rektus karena repair palpebra kan menekan permukaan

mata, maka selesaikan dulu repair kornea. Bila vitreous ata massa lensa prolap melui

bibir luka , maka potong diatas kornea, tidak dengan menariknya keluar. Bila uvea atau

retina menonjol keluar lakukan reposisi dengan bantuan vikoelastik secara hati-hati.

Reposisi iris segera dilakukan setiap selesai jahitan untuk mencegah iris terjepit dibibir

luka. Jahitan yang dikerjakan sebaiknya mendekati full thickness.

Pada akhir operasi diberikan antibiotik subkonjungtiva (tobramisin 20 mg atau

vankomisin 25 mg) dan kortikosteroid (deksametason 2 mg). Antibiotik intravitreal

(vankomisin 1 mg atau amikacin 200 mcg) diberikan pada luka yang terkontaminasi

menutupi vitreous. Diberikan antibiotik salep mata (kombinasi bacitasin-polimyxin)

dan kemudian mata ditutup.

e. Repair sekunder

- Pengangkatan benda asing intraokuler, rekonstruksi iris, ekstraksi katarak, vitrektomi,

insersi lensa intraokuler dan krioterapi pada robekan retina.

- Bila kekeruhan lensa bertambah inflamasi intraokuler akan bertambah parah sehingga

kesempatan untuk meletakkan lensa intraokuler akan hilang.

- Bila benda asing terlihat di segmen anterior sebaiknya diangkat melalui lubang atau

insisi limbal.

- Bila pengangkatan lensa diperlukan perlu diketahui apakah kapsula posterior masih

utuh atau tidak.

- Perbaikan ruptur iris tidak hanya memperbaiki fungsi iris dan visus tapi juga

mengembalikan iris pada tempatnya untuk menghindarkan sinekia. Bila terjadi

iridodialis akan menyebabkan diplopia dan eksentrik pupil sehingga perlu reposisi.

f. Pengobatan paska operasi

- Terapi untuk cegah infeksi, supresi inflamasi, kontrol TIO dan hilangkan rasa sakit.

16

Page 17: Trauma Tembus Bola Mata

- Antibiotik intravena sampai 3-5 hari. Antibiotik topikal sampai 7 hari sedangkan

kortikosteroid dan sikloplegia dikurangi berdasarkan tingkat inflamasinya.

- Jahitan kornea bila tak longgar dapat diletakkan sampai 3 bulan lalu diangkat bertahap

- Karena risiko ablatio retina maka pemeriksaan segmen posterior harus sering

dilakukan, bila tak terlihat dapat dengan menggunakan USG.

- Koreksi penglihatan sesegera mungkin karena pada anak-anak resiko ambliopia

meningkat apabila rehabilitasi visus ditunda

- profilaksis sistemik untuk cegah traumatik endoftalmitis :

* gram positif : vankomisin 1g IV tiap 12 jam selama hari

* gram negatif : Gentamisin 1-2 mg/kg BB IV pada kali pertama, dilanjutkan 1 mg/kg

BB tiap 8 jam selama 3 hari atau ceftazidim 1 g IV tiap 12 jam

selama 3 hari.

* Fungus : tidak rutin diberikan

2.9 Komplikasi3

Endoftalmitis dapat terjadi baik eksogen maupun pasca operasi.

Endoftalmitis yang terjadi dapat bakteri atau jamur.

Oftalmia simpatetik, adalah peradangan pada mata yang tidak mengalami luka

beberapa minggu atau bulan setealh cedera. Diperkirakan suatu proses autoimun pada

jaringan uvea. Gejalanya adalah nyeri, penurunan tajam penglihatan dan fotofobia.

2.10 Prognosis

Prognosis pasien pada kejadian trauma tembus dapat diprediksi dengan

memperhatikan beberapa faktor, meskipun ada pro kontra terhadapnya, yaitu diantaranya

usia, penyebab trauma, endoftalmitis, luasnya luka, fraktur wajah, hifema, ketajaman

penglihatan inisial, tipe trauma, benda asing intra okuler, lokasi benda asing intra okuler,

trauma mata sebelahnya, trauma lensa, keberadaan lensa, no light perception, trauma

perforasi, ablasi retina, jenis kelamin, prolaps jaringan, perdarahan vitreal, lokasi dan

panjangnya luka. Oleh karena terdapatnya kontroversial pada penentuan prognostik ini,

maka peran individu (pasien) menjadi pertimbangan utama. Dengan diberlakukannya

OTS, maka diharapkan dapat dengan mudah memprediksi untuk prognosis pasien, dan

17

Page 18: Trauma Tembus Bola Mata

hal ini akan sangat membantu pasien, dokter, dokter mata, dan tenaga paramedis lain.

Dengan OTS diharapkan dokter mata dapat memprediksi prognosis pasien, dan pada

penelitian didapatkan hasil hingga 77% kesempatan dokter mata untuk hasil fungsional

final pasien.

18

Page 19: Trauma Tembus Bola Mata

Daftar Pustaka

1. American Society of Ocular Trauma. Birmingham Eye Trauma Terminology System

(BETTS). Diunduh dari: http://www.asotonline.org/bett.html. Diakses tanggal 21

Desember 2008.

2. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:

Indonesia;2006. Halaman.176-185.

3. Robson J. Globe Rupture. Diunduh dari:

http://www.emedicine.com/emerg/topic218.htm. Last update: 16 Februari 2007.

Diakses tanggal: 21 Desember 2008.

4. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. Ocular and orbital trauma. Dalam: General

Ophthalmology, Chapter 19. 17th ed. McGraw Hill Company: USA; 2007.

5. Kanski jj. Clinical Ophtalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1999.

Halaman 657-9.

6. Subconjungtiva Bleeding. Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 21

Desember 2008.

7. Prolaps Iris. Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses pada tanggal 21 Desember

2008.

8. Berson FG. Basic Ophthalmology for Medical Students and Primary Care Residents.

6ed. USA: American Academy of Ophthalmology. 1993.p82-4.

9. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. Ocular and orbital trauma. Dalam:General

Ophthalmology, Chapter 19. 17th ed. McGraw Hill Company: USA; 2007.

10. Mechanism and emergency management of blast eye/orbital injuries. Expert Rev

Ophthalmol. 2008;3(2):229-246. Diunduh dari: http://www.medscape.com. Diakses

pada tanggal: 20 Desember 2008

11. Kuhn Ferenc, Maisiak Richard, Mann LoRetta, Morris Robert, Witherspoon Douglas

C. The OTS: Predicting the final vision in the injured eye. Dalam: Kuhn, Ferenc;

Pieramici, Dante C. Ocular trauma principles and practice.New York:Thieme Medical

Publishers.2002. Hlm:9-11

19

Page 20: Trauma Tembus Bola Mata

12. Ilyas S, Sukardi I, Harmani B, Sudiro SH, Gondowiardjo TD. Prosedur Diagnostik

dan Penatalaksanaan Pengobatan di Sub Bagian Kornea, Lensa, dan Bedah Refraktif.

Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI. 2000. p23-31.

20