6 operator (1)

Upload: susi-lestari

Post on 07-Jan-2016

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

operator

TRANSCRIPT

6 operator 'lakukan kartel SMS'

KPPU mengatakan konsumen dirugikan hingga Rp 2 triliun

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan bahwa enam dari sembilan operator telepon seluler terbukti melakukan pratek kartel dalam menentukan tarif layanan pesan pendek (SMS).Majelis hakim menjatuhkan sanksi berupa denda miliaran rupiah kepada keenam operator tersebut, yaitu Excelcomindo, Telkomsel, Telkom, Bakrie Telecom, Mobile 8 dan Smart Telecom. Majelis KPPU menegaskan perjanjian tertulis antar para operator untuk mengatur kisaran harga bagi SMS merupakan bukti praktek kartel yang dilakukan oleh enam perusahaan telpon selular tersebut. Perjanjian itu, menurut KPPU, melarang operator telpon selular memasang harga SMS di bawah Rp 250, padahal menurut hitungan harga SMS bisa dipatok Rp 114 rupiah. Beberapa operator sudah menurunkan tarif dasar SMS mendekati harga yang wajar. Tetapi ada beberapa operator yang menurunkan tarif sebagai promosi saja

SudaryatmoYLKI

Ketua majelis komisi Dedi S Martadisastra mengatakan praktek kartel melanggar undang-undang anti monopoli dan persaingan usaha.Dedie S Martadisastra menambahkan akibat praktek ini antara tahun 2004-2007 konsumen dirugikan hingga Rp 2 triliun.Menanggapi putusan KPPU ini, kuasa hukum perusahaan telepon seluler mengatakan akan mengevaluasi putusan ini sebelum memutuskan naik banding atau menerima putusan tersebut. Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mendesak agar perusahaan telepon seluler menghentikan praktek kartel ini. "Kalau terbukti, mereka juga harus membatalkan kesepakatan itu," kata Sudaryatmo.Lebih lanjut Sudaryatmo mengatakan sejak kasus bergulir beberapa operator sudah mengubah tarif mereka."Menurut pengamatan YLKI beberapa operator sudah menurunkan tarif dasar SMS mendekati harga yang wajar. Tetapi ada beberapa operator yang menurunkan tarif sebagai promosi saja," tambahnya. Majelis KPPU menjatuhkan denda miliaran rupiah kepada keenam operator itu namun tidak memerintahkan penurunan tarif SMS karena sejauh ini belum ada peraturan pemerintah yang mengatur besaran tarif SMS. Laporan soal praktek kartel ini dikeluarkan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Badan ini bahkan mencurigai praktek kartel ini sudah berlangsung sejak tahun 1999 dan bermula dari tiga operator seluler yang menetapkan tarif antara Rp 250 sampai Rp 350 per SMS.

Analisis KasusDi dalam Peraturan KPPU( PERKOM ) Nomor 4 Tahun 2010 disebutkan bahwa salah satu syarat terjadinya kartel adalah harus ada perjanjian atau kolusi antara para pelaku usaha. Ada dua bentuk kolusi dalam kartel yaitu :1.Kolusi eksplisit, dimana para anggota mengkomunikasikan kesepakatan mereka secara langsung yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen perjanjian, data mengenai audit bersama, kepengurusan kartel, kebijakan-kebijakan tertulis data penjualan dan data-data lainnya.2. Kolusi diam-diam, dimana pelaku usaha anggota kartel tidak berkomunikasi secara langsung, pertemuan-pertemuan juga diadakan secara rahasia. Biasanya yang dipakai sebagai media adalah asosiasi industry, sehingga pertemuan-pertemuan anggotan kartel dikamuflasekan dengan pertemuan-pertemuan yang legal seperti pertemuan asosiasi.Perjanjian Penetapan Harga; Perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 adalah: Suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulisDalam hukum persaingan, perjanjian tidak tertulis mengenai harga dapat disimpulkan apabila terpenuhinya dua syarat: 1) adanya harga yang sama atau paralel 2) adanya komunikasi antar pelaku usaha mengenai harga tersebut;Tim Pemeriksa menemukan adanya beberapa perjanjian tertulis mengenai harga SMS off-net yang ditetapkan oleh operator sebagai satu kesatuan PKS Interkoneksi sebagaimana terlihat dalam Matrix Klausula Penetapan Harga SMS dalam PKS Interkoneksi berikut ini: Matrix Klausula Penetapan Harga SMS1.Sehingga secara formal, hal ini sudah termasuk dalam kategori kartel yang dilakukan oleh XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie, Mobile-8, dan Smart; 2.Tim Pemeriksa menilai perjanjian harga SMS yang dilakukan oleh operator efektif berlaku hanya bagi harga SMS off-net. Sedangkan Tim Pemeriksa menilai bahwa sejak tahun 2004 perjanjian yang menetapkan harga minimal SMS on-net tidak efektif berlaku, meskipun secara formal perjanjian penetapan harga SMS baru diamandemen pada tahun 2007 setelah terbitnya Surat Edaran ATSI No. 002/ATSI/JSS/VI/2007 tanggal 4 Juni 2007;3. Tim Pemeriksa menilai bahwa pada periode 2004-2007 telah terjadi kartel harga SMS off-net; 4.Berdasarkan keterangan dari operator-operator new entrant kepada Tim Pemeriksa, dalam melakukan negosiasi interkoneksi, operator new entrant tidak memiliki posisi tawar yang cukup untuk dapat memfasilitasi kepentingannya dalam perjanjian interkoneksi tersebut. Demikian pula ketika operator incumbent memasukkan klausul harga SMS minimal, operator new entrant tidak berada dalam posisi untuk menolak klausul tersebut;5. Berdasarkan keterangan operator incumbent, klausul penetapan harga minimal tersebut dilakukan guna menjaga tidak melonjaknya traffic SMS dari operator new entrant kepada operator incumbent;6. Tim Pemeriksa menilai kekhawatiran operator incumbent tidak seharusnya diantisipasi dengan menggunakan instrument harga karena hal tersebut mengakibatkan kerugian baik bagi operator new entrant maupun konsumen calon pengguna jasa SMS. Hal ini juga dibenarkan oleh Saksi Ahli Mas Wigrantoro yang menyatakan PKS Interkoneksi yang menetapkan harga akhir adalah keliru; 7. Selanjutnya Tim Pemeriksa melihat tidak terdapat perubahan yang langsung terjadi pasca amandemen perjanjian harga SMS oleh masing-masing operator, harga SMS pasca amandemen masih sama dengan harga SMS sebelum ada amandemen. Tim Pemeriksa menilai terdapat dua kemungkinan yang mendasari hal tersebut terjadi: 1) bahwa kartel harga SMS masif efektif berlaku 2) harga SMS yang diperjanjikan adalah harga pada market equilibrium sehingga ada atau tidak ada perjanjian, harga SMS yang tercipta akan tetap sama; 8. Pasca 1 April 2008, operator-operator menurunkan harga SMS tanpa ada perubahan biaya internal maupun biaya eksternal untuk layanan SMS. Oleh karena itu Tim Pemeriksa menilai, bahwa operator bisa mengenakan harga SMS yang lebih murah kepada konsumen jauh hari sebelum adanya penurunan harga interkoneksi oleh Pemerintah. Penundaan penurunan harga SMS tersebut semata-mata terjadi karena perjanjian kartel diantara operator masih efektif berlaku, sekali pun secara formal sudah diamandemen pada tahun 2007; 9. Bahwa operator yang oleh Tim Pemeriksa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 5 Undang-undang No.5 Tahun 1999, memiliki alasan yang berbeda-beda dalam menetapkan harga dasar SMS mereka. Oleh karena itu, adalah tidak benar jika setelah periode amandemen PKS terdapat kartel harga SMS secara material, karena secara formal maupun material tidak ada kesepakatan apapun di antara para operator tersebut untuk menentukan harga SMS. Sebaliknya, lewat strategi promosi masing-masing, para operator ini justru melakukan perang harga untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya lewat program-program promosi yang pada akhirnya memberikan efective rate yang sangat murah untuk produk voice maupun SMS;10. Bahwa dalam pendapat atau pembelaannya, Telkomsel menyatakan klausul SMS interkoneksi (off-net) bukan perwujudan niat penetapan harga tetapi merupakan jalan keluar yang dipilih akibat tidak adanya ketentuan hokum mengenai SMS interkoneksi sehingga Telkomsel perlu untuk melakukan self-regulatory;11. Untuk mengatasi atau mencegah permasalahan SMS Broadcasting, SMS Spamming dan tindakan tele-marketing, Telkomsel menggunakan jalan keluar melalui klausul SMS interkoneksi dalam PKS Interkoneksinya dengan beberapa operator telekomunikasi. Pilihan ini sebenarnya lebih merupakan niat baik atau wujud itikad baik Telkomsel agar terjadi suatu kegiatan interkoneksi telekomunikasi yang benar, fair, seimbang dan yang tidak merugikan salah satu operator telekomunikasi yang ada. Pilihan tersebut dilakukan bukan dengan niat atau rencana untuk melakukan penetapan harga untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya. Telkomsel sama sekali tidak mempunyai niat atau motivasi yang melangar hukum;12. Klausul SMS interkoneksi dalam PKS Interkoneksi antara Telkomsel dengan 4 (empat) operator telekomunikasi bukan perjanjian penetapan harga, sehingga unsur Pasal 5 Undang-undangNo. 5 Tahun 1999 tidak terpenuhi. Dengan demikian,Telkomsel tidak melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5Undang-undang No. 5 Tahun 1999; 13. Bahwa dalam pendapat atau pembelaannya, Telkom menyatakan maksud utama dan fokus dari Perjanjian Interkoneksi adalah menyepakati ketentuan-ketentuan teknisagar terjadi interkoneksi di antara jaringan telekomunikasidua pihak dan mengatur agar seluruh pelanggan dari masingmasingpihak dapat melakukan panggilan lintas operator,termasuk didalamnya panggilan lintas operator untuk SMSFlexi menuju SMS Seluler secara timbal balik;14. Bahwa Perjanjian Interkoneksi yang memuat klausula hargaSMS yang tidak boleh lebih rendah dari harga retailsebagaimana dimaksud dalam LHPL butir 61 adalahAmandemen Perjanjian Interkoneksi yang dibuat tahun 2002dan berlaku hingga tahun 2006 yang kemudian diubahdengan Perjanjian Interkoneksi yang dibuat pada akhir tahun2006 yang berlaku mulai Januari 2007; 15. Dicantumkannya klausula harga SMS yang tidak boleh lebihrendah dari harga retail disepakati oleh PT TelekomunikasiIndonesia, Tbk dan PT Telkomsel dalam rangka menjagaagar tidak terjadi spamming trafik SMS di antara para pihaksehubungan dengan diberlakukannya pola SKA (SenderKeeps All), yaitu pola pembayaran biaya interkoneksi dimanapihak operator sisi penerima SMS tidak menerimapembayaran apapun dari pihak operator sisi pengirim. Tidakada niat sedikitpun di antara para pihak untuk membentukkartel harga baik secara formal maupun materialsebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang-undang No. 5Tahun 1999;16. Bahwa dalam pendapat atau pembelaannya, Bakrie menyatakan PKS Interkoneksi antara Bakrie dengan semua operator bukan merupakan suatu pembentukan kartel hargaSMS mengingat Bakrie dan operator lainnya tetap dapatmenetapkan sendiri harga retail SMS kepada masing-masing pelanggan;17. Bakrie tidak pernah sekalipun berkeinginan untuk membuatperjanjian yang dapat dikategorikan sebagai praktekpenetapan harga yang dapat merestriksi persaingan dalampenyelenggaraan jasa telekomunikasi nirkabel di Indonesia.Ketentuan yang mengatur harga SMS off-net minimumsebesar Rp 250/SMS sejak awal sudah ditolak oleh Bakriekarena ketentuan tersebut dapat merugikan perkembangan kegiatan usaha Bakrie. Namun, dengan posisi sebagai operator baru dan jumlah pelanggan yang sangat kecil, maka mau tak mau Bakrie harus menyepakati juga ketentuan tersebut demi menjaga terselenggaranya kegiatan usaha Bakrie;18. Penetapan harga minimum SMS hanya terdapat dalamPerjanjian Interkoneksi antara Bakrie dan XL sertaTelkomsel, dan tidak terdapat pada perjanjian interkoneksi dengan Indosat, Telkom, Mobile-8, SmartTelecom, dan operator lainnya. Dengan tidak adanya penetapan harga minimum SMS diantara Bakrie denganIndosat, Telkom, Hutchinson, NTS, Mobile-8, SmartTelecom, dan operator lainnya, maka Bakrie dan operator - operatortersebut bebas untuk menetapkan harga retail SMS kepada pelanggannya masing-masing. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada perjanjian di antara seluruh operator yangmengatur tentang penetapan harga SMS, ataupun tidak ada keseragaman/kesamaan ketentuan (penetapan harga) dalam masing-masing perjanjian interkoneksi antara setiap operator dengan operator lainnya; 19. Dengan demikian keseluruhan Perjanjian Interkoneksi antaraBakrie dan setiap operator bukan atau tidak merupakan suatu pembentukan kartel SMS, mengingat Bakrie dan operator lainnya tetap dapat menetapkan sendiri harga retail SMS199kepadamasing-masing pelanggannya sehingga pasar memiliki banyak pilihan untuk menentukan produk jasa telekomunikasi yang tersedia atau tidak terdapa tpengontrolan/pengaturan harga di pasar;20. Smart menyatakan Perjanjian Kerjasama Interkoneksi yang dilakukan oleh Smart Bahwa dalam pendapat atau pembelaannya, Mobile-8 menyatakan Mobile-8 merupakan new entrant yang tidak memiliki market power ataupun menguasai essential facility sehingga berada pada posisi yang tidak dapat dan mampu mengendalikan berbagai negosiasi terkait interkoneksi termasuk ketentuan harga SMS off-net minimum;21. Bahwa ketentuan harga SMS minimum yang terdapat dalam PKS Interkoneksi antara Mobile-8 dengan XL tidak berasal atau setidaknya bukan merupakan inisiatif Mobile-8; 22. Bahwa dalam pendapat atau pembelaannyadengan XL dan Telkomsel didasarioleh posisi Smart sebagai operator baru (new entrant) dipasar telekomunikasi Indonesia yang mau tidak mau harusmelakukan kerjasama dengan operator lain yang terlebihdahulu ada (incumbent) yang relatif telah menguasai pangsapasar untuk memperluas jaringan dan memberikan layananterbaik kepada pelanggan sehingga dapat menjadi alternative bagi masyarakat pada umumnya dan pelanggan padakhususnya dalam memanfaatkan teknologi komunikasi; Majelis Komisi menilai bahwa motif XL dan Telkomsel mencantumkan klausula harga dalam PKS Interkoneksi adalah untuk menghindari spamming yang dilakukan oleh operator new entrant, bukan untuk membentuk suatu kartel.Hal ini dilakukan karena Pemerintah tidak mengatur mengenai penghitungan harga SMS, sehingga Telkomse lperlu untuk melakukan self-regulatory. Namun Majelis Komisi menilai tidak seharusnya kekhawatiran XL dan Telkomsel tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian yang mencantumkan klausula penetapan harga; 23. Majelis Komisi menilai bahwa Tim Pemeriksa Lanjutan telah benar dalam analisisnya mengenai Bakrie, Mobile-8, danSmart yang menyatakan bahwa operator new entrant tidak mempunyai posisi tawar atau berada dalam posisi yang lemahpada saat penyusunan PKS Interkoneksi sehingga harus mematuhi apa yang telah ditetapkan oleh operator incumbent; 24.Majelis Komisi menambahkan, bahwa posisi dari masing-masing operator di pasar tidak bisa dilepaskan danakan berpengaruh terhadap proses negosiasi yang melahirkan perjanjian interkoneksi. Sebagaimana telah diungkapkan oleh Tim Pemeriksa dan operator new entrant dalam pendapat atau pembelaannya, operator new entrant berada dalam posisitawar yang lemah sehingga harus mengikuti klausula yang ditetapkan oleh operator incumbent yang dalam hal ini adalah harga minimum SMS; 25. Dengan kata lain, pembentukan harga minimal dalam layananSMS off-net diciptakan oleh operator incumbent, dalam hal ini, XL dan Telkomsel, tanpa ada pilihan lain kecuali dituruti oleh operator new entrant; Dengan demikian unsur perjanjian penetapan harga telah terpenuhi.

Akibat dari Kartel1. Terciptanya praktek monopoli oleh para pelaku kartel, sehingga secara perekonomian makro mengakibatkan inefisiensi alokasi sumber daya yangdicerminkan dengan timbulnya deadweight loss. 2. Dari sisi konsumen, maka konsumen akankehilangan pilihan harga, kualitas barang yang bersaing dan layanan purna jual yang baik.

DAMPAKSebelum sampai pada diktum putusan, Majelis Komisi mempertimbangkan dampak yang terjadi di pasar bersangkutan sebagai akibat adanya kartel harga SMS yang dilakukan oleh operator sebagai berikut; 1.Tim Pemeriksa dalam LHPL menyebutkan bahwa kartel yang terjadimerugikan operator new entrant dan konsumen, namun tidakmengelaborasi lebih dalam mengenai perhitungan kerugian yangditimbulkan akibat kartel tersebut;2.XL memohon dengan hormat kepada Majelis KPPU untukmenghindari timbulnya komplikasi atau masalah baru yang dapatmembebani dan mengganggu kegiatan operasional operator berupa timbulnya vexatious litigation (gugatan yang bersifat mengganggu),dengan tidak mengkaitkan masalah pelanggaran Pasal 5 Undang-undangNo. 5 Tahun 1999 yang sifatnya tidak disengaja tersebut dengan consumer loss (kerugian konsumen);3. Alasan XL mengajukan permohonan ini adalah didasarkan pada faktabahwa: (i) harga SMS yang diterapkan oleh XL adalah harga yangwajar dan tidak eksesif, dan hal ini didukung oleh penelitian ilmiahyang dilakukan oleh Tim ITB; (ii) konsumen pengguna produk XLmenikmati harga efektif yang sesuai dengan kebutuhan merekamasing-masing lewat program promosi yang dijalankan oleh XL; dan(iii) saat ini tidak ada parameter yang obyektif untuk mengukur wajartidak wajarnya suatu harga SMS, mengingat belum ada peraturanhukum yang mengatur mengenai harga SMS ini; 4.XL tidak mendapatkan keuntungan yang eksesif dengan strukturharga SMS maupun voice yang ditetapkan untuk pelanggannya. Oleh karena itu, logikanya konsumen juga tidak menderita kerugian akibat struktur harga XL tersebut. Harga yang ditetapkan oleh XL adalah harga yang wajar dan sesuai dengan kondisi obyektif yang berlaku untuk XL;5.Dalam pendapat atau pembelaannya, Telkomsel menyatakan penerimaan pendapatan SMS off-net rata-rata hanya sebesar 16% daritotal pendapatan SMS yang diperoleh Telkomsel, sedangkan 84% pendapatan berasal dari harga SMS on-net;6.Dalam pendapat atau pembelaannya, Bakrie menyatakan tidak terdapat keuntungan berlebih (Excessive) dari layanan SMS; 7.Penerapan harga SMS off-net sebesar Rp 250/SMS, yang merupakanbatas minimum harga SMS yang diharuskan oleh Telkomsel dan XL untuk diterapkan oleh Bakrie melalui Perjanjian Interkoneksi, samasekali tidak memberikan keuntungan yang berlebihan, melainkanhanya memberikan keuntungan yang sewajarnya yang merefleksikan kendala struktur biaya yang dihadapi oleh Bakrie;8.Dalam pendapat atau pembelaannya, Mobile-8 menyatakanperhitungan OVUM tidak mencerminkan biaya SMS Mobile-8. Hasilperhitungan OVUM dengan metode top-down LRIC terhadap biayaSMS Mobile-8 adalah Rp 208, belum termasuk biaya promosi danlain-lain sehingga harga dasar SMS Mobile-8 Rp 250 adalah hargayang wajar bagi Mobile-8; Mobile-8 tidak mengakumulasi keuntungan yang eksesif sebagaimana terlihat dalam ROE yang rendah sejak tahun 2005;9. Majelis Komisi menilai bahwa kartel yang terjadi tidak dapatmenghilangkan secara faktual kerugian yang nyata bagi konsumenpada pasar bersangkutan; 10.Kerugian konsumen tersebut berupa (i) hilangnya kesempatan konsumen untuk memperoleh harga SMS yang lebih rendah, (ii)hilangnya kesempatan konsumen untuk menggunakan layanan SMS yang lebih banyak pada harga yang sama, (iii) kerugian intangible konsumen lainnya, (iv) serta terbatasnya alternatif pilihan konsumen,selama kurun waktu 2004 sampai dengan April 2008; 11.Majelis Komisi menjelaskan bahwa kerugian yang diderita konsumen disebabkan oleh perilaku operator dalam bentuk kartel harga dan tidakterkait dengan perhitungan keuntungan yang dinikmati oleh operatorbersangkutan. Sehingga argumen tidak adanya kerugian konsumenkarena tidak ada keuntungan eksesif yang didalilkan oleh XL, Bakrie,dan Mobile-8 adalah tidak relevan; 12. Majelis Komisi menegaskan bahwa ada tidaknya kerugian konsumenbukan merupakan unsur pembuktian ada tidaknya suatu kartelsehingga tanpa dibuktikan adanya dampak kerugian konsumensekalipun, kartel tetap merupakan tindakan anti persaingan;13.Meskipun demikian Majelis Komisi memandang perlu untukmemberikan gambaran mengenai kerugian konsumen sebagai akibatdari perilaku kartel tersebut sebagai berikut:14. Berdasarkan laporan keuangan dari 6 (enam) Terlapor, yaitu XL,Telkomsel, Telkom, Bakrie, Mobile-8, dan Smart yang dimiliki oleh Majelis Komisi diperoleh total pendapatan operator-operator tesebutsejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 adalah sebesarRp 133.885.000.000.000 (seratus tiga puluh tiga trilyun delapan ratus delapan puluh lima miliar rupiah) .15.Berdasarkan data yang disampaikan oleh para Terlapor, Majelis Komisi menggunakan patokan terendah penerimaan SMS off-netsebesar 4,8% yang merupakan 16% dari pendapatan SMS Telkomsel dimana penerimaan SMS adalah 30% dari total pendapatan pada tahunDari semua kerugian yang diderita oleh konsumen, Majelis Komisi memfokuskan pada perhitungan selisih antara penerimaan SMS off-net pada harga kartel SMS off-net dengan harga SMS off-net pada pasar kompetitif selama periode kartel (tahun 2004 sampai dengan tahun2007);16. Majelis Komisi menilai patokan harga SMS off-net yang kompetitifdicerminkan dari besaran harga yang semakin mendekati biayalayanan SMS. Dalam hal ini Majelis Komisi menggunakan tariff interkoneksi originasi (Rp 38) dan terminasi (Rp 38) hasil perhitungan OVUM, ditambah dengan biaya Retail Service Activities Cost (RSAC) sebesar 40% dari biaya interkoneksi dan margin keuntungan sebesar10% dari biaya interkoneksi yang merupakan pendekatan yang disampaikan oleh pemerintah. Berdasarkan perhitungan tersebut maka perkiraan harga kompetitif layanan SMS off-net adalah Rp 114 (seratus empat belas rupiah);17. Dariperkiraan harga kompetitif layanan SMS off-net adalah Rp 114 (seratusempat belas rupiah);18.Dari kisaran harga kartel SMS off-net antara Rp 250 Rp 350, MajelisKomisi menggunakan harga kartel terendah sebesar Rp 250 sebagaipatokan dalam penghitungan kerugian konsumen;19. Dengan menggunakan selisih antara pendapatan pada harga kartel dengan pendapatan pada harga kompetitif SMS off-net dari keenamoperator, maka diperoleh kerugian konsumen sebesar Rp 2.827.700.000.000 (dua trilyun delapan ratus dua puluh tujuh miliar tujuh ratus juta rupiah).20.Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 50 Undang-undang Nomor 5 Tahun1999 kegiatan Terlapor tidak termasuk dalam kegiatan yang dikecualikan;

KESIMPULAN 1.Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan dan uraian di atas, Majelis Komisi sampai pada kesimpulan sebagai berikut:2.Bahwa XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie, dan Mobile-8 telahmelakukan kartel harga SMS off-net pada range Rp 250 Rp 350 padaperiode 2004 sampai dengan April 2008; 3.Bahwa Indosat, Hutchison dan NTS tidak terbukti melakukan kartelharga SMS off-net 4.Bahwa sebagai akibat kartel yang dilakukan tersebut, terdapat kerugiankonsumen setidak-tidaknya sebesar Rp 2.827.700.000.000 (dua trilyun delapan ratus dua puluh tujuh miliar tujuh ratus juta rupiah); 5.Menimbang bahwa Majelis Komisi tidak berada pada posisi yang berwenang untukmenjatuhkan sanksi ganti rugi untuk konsumen;6.Menimbang bahwa perilaku kartel yang dilakukan oleh XL, Telkomsel, Telkom,Bakrie, Mobile-8, dan Smart merupakan pelanggaran berat terhadap persaingan yang sehat;7.Menimbang terhadap pelanggaran berat tersebut, Majelis Komisi memandang perluuntuk menjatuhkan denda kepada pelaku kartel tersebut;8.Menimbang bahwa sebelum menjatuhkan denda, Majelis Komisimempertimbangkan hal-hal yang meringankan masing-masing Terlapor sebagaiberikut:1) Bakrie; Bahwa Bakrie pernah menetapkan harga SMS dibawah hargaperjanjian namun mendapatkan teguran untuk menaikkannya lagi; Bahwa Bakrie sebagai new entrant berada dalam posisi tawar yanglemah; Bahwa Bakrie telah menurunkan dan mengubah pola penetapan hargaSMS; 2) Mobile-8; Bahwa Mobile-8 sebagai new entrant berada dalam posisi tawar yang lemah; 3) Smart; Bahwa Smart sebagai new entrant berada dalam posisi tawar yang lemah;Bahwa periode keikutsertaan Smart dalam perjanjian harga SMSadalah yang paling pendek dibanding operator lain;Menimbang bahwa sebelum menjatuhkan denda, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan beberapa Terlapor sebagai berikut: 1) XL; Bahwa XL adalah operator yang aktif untuk mendisiplinkan anggotakartel yang berupaya untuk memberikan harga SMS off net dibawahharga perjanjian kartelBahwa XL adalah operator yang memiliki klausul pernjanjian hargaSMS off net terbanyak dibanding operator lainnya; 2) Telkomsel;Bahwa Telkomsel dengan kekuatan pasar yang besar adalah pelakuusaha yang paling diuntungkan melalui kartel harga SMS;-Bahwa Telkomsel tidak kooperatif dalam menyediakan data daninformasi yang diperlukan3) Telkom; Bahwa Telkom tidak kooperatif dalam menyediakan data daninformasi yang diperlukan;4) Menimbang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Majelis Komisimenetapkan denda untuk masing-masing operator dengan memperhitungkan efekpenjera, keaktifan operator dalam mendisiplinkan anggota kartel lainnya, jumlahklausul penetapan harga dalam PKS Interkoneksi, pangsa pasar diantara anggotakartel, kooperatif tidaknya Terlapor dalam pemeriksaan, posisi tawar operator newentrant terhadap operator incumbent, adalah sebagai berikut: a) XL sebesar Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah);b)Telkomsel sebesar Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah);c)Telkom sebesar Rp 18.000.000.000 (delapan belas miliar delapan ratus tujuhpuluh juta rupiah); d)Bakrie sebesar Rp 4.000.000.000 (empat miliar rupiah); e)Mobile-8 sebesar Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah); f)Smart tidak dikenakan denda karena Smart merupakan new entrant yangterakhir masuk ke pasar sehingga memiliki posisi tawar yang paling lemah;5)Menimbang bahwa sebelum memutuskan perkara ini, Majelis Komisimempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :a) Bahwa sampai saat ini belum ada peraturan pemerintah yang mengatur polaataupun formulasi perhitungan harga SMS dan pola interkoneksi SMS guna mencegah beban traffic yang tidak seimbang diantara para operator; b) Atas kondisi tersebut Telkomsel sebagai operator dengan pangsa pasarterbesar berinisiatif melakukan tindakan self-regulatory yang kemudian juga diikuti oleh XL namun bertentangan dengan Undang-undang No 5 Tahun 1999; c) Tindakan Telkomsel dan XL tersebut dilekatkan sebagai bagian dari perjanjian interkoneksi antar operator, sehingga operator-operator new entrant tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti persyaratan harga minimal SMS tersebut; d) Meskipun dalam posisi tawar yang lemah, operator new entrant tetap memiliki kewajiban untuk selalu mengikuti peraturan perundang-undangan yangberlaku, dalam hal ini Undang-undang No 5 Tahun 1999, sehingga posisi tawar yang lemah tidak dapat digunakan sebagai pembenaran atas tindakan yang melanggar hukum; 6)Menimbang bahwa berdasarkan fakta dan kesimpulan di atas, serta dengan mengingat Pasal 43 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut diatas maka yang dapat disimpulkan adalah :1. Bahwa dalam Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007, sebagaimana telah disebutkan diatas maka Hukum persaingan usaha yang dilanggar adalah Kartel ( kartel tarif sms antara Sembilan operator selular di Indonesia ) 2. Unsur-unsur yang dilanggar dalam praktik yaitu unsur pelaku usaha, unsur perjanjian penetapan harga, dan unsur pelaku usaha.3.Dari perkara tersebut ada lima operator selular diantaranya yaitu XL. Telkomsel,Telkom Indonesia, dan Bakrie dikenakan denda dengan pembayaran sejumlah uang sedangkan empat lainnya dibebaskan dari denda karena tidak terbukti melakukan kartel.4. Pendekatan hukum yang digunakan oleh KPPU dalam memutus perkara tersebut adalah rule of reason, yaitu melalui analisa fakta dan bukti-bukti.5. Dampak dari praktik kartel tersebut adalah menyebabkan kerugian kepada konsumen, dimana konsumen dituntut untuk membayar tarif sms yang lebih mahal, dan juga tidak ada kebebasan memilih karena tarif sms di antara operator semuanya sama. Di samping itu juga menyebabkan para operator new intrant atau operator baru tidak punya pilihan karena berada pada posisi tawar yang rendah sehingga mau tidak mau harus mengikuti kebijakan operator terdahulu yang telah memilki pangsa pasar yang besar.

Operator yang diduga melakukan pelanggaran tersebut adalah:1. PT Exelkomindo Pratama Tbk2. PT Telekomunikasi Seluler3. PT Indosat Tbk4. PT Telkom Tbk5. PT Huchison CP Telecomunication6. PT Bakrie Telecom7. PT Mobile 8 Telecom Tbk8. PT Smart Telecom9. PT Natrindo Telepon Seluler

Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli sebagaimana hukum persaingan usaha lain,mensyaratkan perlu dibentuk suatu competition authority. Otoritas persaingan usaha tersebut olehUndang-Undang Larangan Praktek Monopoli dinamakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha(KPPU). KPPU dibentuk untuk mengawasi pelaksanaanUndang-Undang Larangan Praktek Monopoli (Pasal 30). Pasal 31 UU No. 5 Tahun 1999 menentukan bahwa: Komisi terdiri atas seorang Ketua dan Wakil Ketua(merangkap anggota; Sekurang-kurangnya 7(tujuh) orang anggota. Ketua dan wakil ketua komisi dipilih dari dan oleh anggota komisi. Paraanggota komisi diangkat dan diberhentian oleh Presiden atas persetujuan DPR, Memiliki masajabatan 5 tahun yang diperpanjang kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Tugas komisi untuk mengawasi Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli, yangmemiliki tugas-tugas sebagai berikut:a. Melakukan penilaian terhadap tindakan-tindakan yang dilarang berdasarkan tigakategori yang ada (perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, serta posisidominan)b. Mengambil tindakan sesuai dengan kewenangan komisi.c. Memberi saran dan pertimbangan terhadap competition policy pemerintahd. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang ini.e. Melaporkan hasil kerja komisi secara berkala kepada DPR dan Presiden. Pasal 47 (1) menyatakan bahwa komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakanadministratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang. Dari ketentuanpasal tersebut pada prinsispnya sanksi administratif bisa dikenakan terhadap setiap jenispelanggaran Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli. Bentuk tindakan administratif dapatberupa:a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4(Oligopoli), Oligopsoni, Perjanjian tertutup dan perjanjian dengan pihak luarnegeri.b. Perintah penghentian keegiatan yang menimbulkan praktek monopoli,persaingan usaha tidka sehat dan atau merugikan masyarakat.c. Perintah penghentian penyalahgunaan posisi dominan.d. Penetapan pembatalan penggabungan/peleburan badan usaha danpengambilalihan saham sebagaimana dimaksud Pasal 28.e. Penetapan pembayaran ganti rugi.f. Pengenaan denda minimal Rp. 1.000.000.000,- (satu miliyar) dan maksimalRp. 25.000.000.000,-(dua miliyar) 1. Setelah dilakukan Pemeriksaan oleh KKPUMelalui proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa KPPU, diperoleh faktafaktaantara lain:a. Pada periode 1994-2004 hanya terdapat tiga operator telekomunikasi seluler di Indonesiadan berlaku satu tarif SMS sebesar Rp. 350,-. Namun demikian tidak ditemukan adanya kartel di antara operator pada saat itu karena tarif yang terbentuk terjadi karena strukturpasar yang oligopoli.b. Pada periode 2004-2007 industri telekomunikasi seluler ditandai dengan masuknyabeberapa operator baru dan mewarnai situasi persaingan harga. Namun demikian hargaSMS yang berlaku untuk layanan SMS off net hanya berkisar pada Rp. 250-350. Padaperiode ini Tim Pemeriksa menemukan beberapa klausula penetapan harga SMS yangtidak boleh lebih rendah dari Rp. 250,- dimasukkan ke dalam Perjanjian Kerja Sama(PKS) interkoneksi antara operator sebagaimana tertera dalam Matrix Klausula PenetapanTarif SMS dalam PKS Interkoneksi.c. Pada bulan Juni 2007 berdasarkan hasil pemeriksaan BRTI (Badan regulasi Telekomunikasi Indonesia) dengan Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) mengeluarkan surat untuk meminta kepada seluruh anggotanya untuk membatalkan kesepakatan harga SMS yang kemudian ditindak lanjuti oleh para operator. Namun demikian Tim Pemeriksa melihat tidak terdapat perubahan harga SMS off net yang signifikan di pasar.d. Pada periode 2007 sampai sekarang dengan harga yang tidak berubah Tim Pemeriksa menilai kartel harga SMS masih efektif terjadi sampai dengan April 2008 ketika terjadi penurunan tarif dasar SMS off net di pasar.

PUTUSAN AKHIR KPPUMajelis Komisi Memutuskan sebagai berikut :1.Menyatakan bahwa Terlapor I: PT Excelkomindo Pratama, Tbk., Terlapor II:PT Telekomunikasi Selular, Terlapor IV: PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.,Terlapor VI: PT Bakrie Telecom, Terlapor VII: PT Mobile-8 Telecom, Tbk.,Terlapor VIII: PT Smart Telecom terbukti secara sah dan meyakinkanmelanggar Pasal 5 Undang-undang No. 5 Tahun 1999;2. Menyatakan bahwa Terlapor III: PT Indosat, Tbk, Terlapor V: PT HutchisonCP Telecommunication, Terlapor IX: PT Natrindo Telepon Seluler tidakterbukti melanggar Pasal 5 Undang-undang No 5 Tahun 1999;3. Menghukum Terlapor I: PT Excelkomindo Pratama, Tbk. dan Terlapor II: PT Telekomunikasi Selular masing-masing membayar denda sebesar Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor keKas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidangpersaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal SatuanKerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengankode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di BidangPersaingan Usaha) 4.Menghukum Terlapor IV: PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Membayardenda sebesar Rp 18.000.000.000,00 miliar (delapan belas miliar rupiah) yangharus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggarandi bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat JenderalSatuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintahdengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di BidangPersaingan Usaha);5.Menghukum Terlapor VI: PT Bakrie Telecom, membayar denda sebesarRp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negarasebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usahaDepartemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja KomisiPengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kodepenerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang PersainganUsaha); 6.Menghukum Terlapor VII: PT Mobile-8 Telecom, Tbk. membayar dendasebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) yang harus disetor ke KasNegara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persainganusaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja KomisiPengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kodepenerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang PersainganUsaha);

Demikian putusan ini ditetapkan melalui musyawarah dalam Sidang Majelis Komisipada hari Selasa, tanggal 17 Juni 2008 dan dibacakan di muka persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 18 Juni 2008 yang sama oleh Majelis Komisi.Dengan tidak adanya regulasi khusus mengenai SMS mengakibatkan operator mengambiltindakan untuk mengatur keseimbangan trafic (lalu lintas) SMS antar operator melalui instrument harga sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen, maka Majelis Komisi merekomendasikankepada KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dan pihak terkaituntuk segera menyusun peraturan mengenai interkoneksi SMS yang tidakj merugikan konsumen. Dari analisis hasil putusan tersebut di atas, terbukti bahwa 6 (enam) operator seluler terbukti mempermainkan harga short message service (SMS) kepada para pelanggan dengan harga yang di atas rata-rata. Karenanya mereka didenda hingga puluhan milyar rupiah oleh KPPU. Sidang majelis KPPU yang digelar di Jakarta hari Selasa memutuskan 6 (enam )operator seluler bersalah karena terlibat dalam kartel SMS. Komisi berpendapat ke-6 (enam) operator dianggap telah melakukan pelanggaranpenetapan harga SMS off net (short message service antar operator) yang dilakukan pada periode2004 sampai dengan 1 April 2008. Dalam proses pemeriksaan yang dilakukan Tim PemeriksaKPPU ditemukan fakta bahwa pada periode 2004 hingga 2007 harga SMS yang berlaku untuklayanan SMS off net hanya berkisar Rp. 250 hingga Rp. 350,-. Pada Periode tersebut, timpemeriksa menemukan beberapa klausul penetapan harga SMS yang tidak boleh lebih rendahdari Rp. 250,-. Dan dimasukkan dalam Perjanjian kerja Sama (PKS) interkoneksi diantaraoperator. Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) mengeluarkan surat meminta semuaanggotanya membatalkan kesepakatan harga. Meskipun sudah ada permintaan tersebut, TimPemeriksa KPPU melihat tidak adanya perubahan harga SMS off net yang signifikan di pasar.Harga tidak berubah dan hanya berkisar Rp. 250,-per SMS hingga April 2008.Padahal ongkosproduksi satu SMS hanya berkisar Rp. 70.Faktor-Faktor yang Menyebabkan Penetapan Tarif SMS Off-Net Antara Operator SelulerMelanggar Ketentuan Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli danPersaingan Usaha Tidak Sehat sebagai berikut: penetapan harga tarif SMS off net yang dilakukan oleh para operator penyelenggara jasatelekomunikasi pada periode 2004 sampai dengan 1 April 2008 yang dituangkan dalamPerjanjian Kerja Sama (PKS) antar operator. Pada periode 2004-2007 industri telekomunikasi seluler ditandai dengan masuknyabeberapa operator baru dan mewarnai situasi persaingan harga. Namun demikian hargaSMS yang berlaku untuk layanan SMS off net hanya berkisar pada Rp. 250-350. Padaperiode ini Tim Pemeriksa menemukan beberapa klausula penetapan harga SMS yangtidak boleh lebih rendah dari Rp. 250,- dimasukkan ke dalam Perjanjian Kerja Sama(PKS) interkoneksi antara operator sebagaimana tertera dalam Matrix KlausulaPenetapan Tarif SMS dalam PKS Interkoneksi. Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) mengeluarkan surat meminta semuaanggotanya membatalkan kesepakatan harga. Meskipun sudah ada permintaantersebut, Tim Pemeriksa KPPU melihat tidak adanya perubahan harga SMS off net yangsignifikan di pasar. Harga tidak berubah dan hanya berkisar Rp. 250,-per SMS hinggaApril 2008. Padahal ongkos produksi satu SMS hanya berkisar Rp. 70 saja. Dari hal-hal tersebut di atas, maka KPPU menyatakan bahwa penetapan tarif SMS offnet antar operator tersebut banyak menimbulkan kerugian bagi konsumen.

Pendekatan Hukum Yang Digunakan Oleh KPPU Dalam Memutus Perkara Tersebut Diatas Adalah :Kartel sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang nomor 5 Tahun 1999 umumnya diatur secara per se rule atau per se illegal. Didalam per se illegal pelaku usaha tidak diberikan kesempatan untuk menjastifikasi perilakunya, Namun demikian tidak semua perkara kartel di berlakukan dengan per se illegal, seperti perkara Sembilan operator dalam kartel tarif sms. Dalam kasus ini KPPU menggunakan pendekatan rule of reason. Pendekatan rule of reason merupakan suatu pendekatan dengan menggunakan analisis berdasarkan detail faktanya.[footnoteRef:2][4] Hakim KPPU mengevaluasi dan menganalisis bukti-bukti dalam praktik perjanjian kartel. Bukti yang digunakan oleh KPPU dalam kasus ini antara lain: [2: ]

1. Surat bukti perjanjian Interkoneksi ( PKS ) 2. Data Perkembangan Tarif SMS3. Data laporan keuangan operator4. Keterangan para saksi ( saksi ahli Roy Suryo dan beberapa Operator Selular itu sendiri)

Akibat Dari Pelanggaran Ketentuan Hukum Persaingan Usaha Dalam Perkara Tersebut Adalah:Majelis Komisi mempertimbangkan dampak yang terjadi di pasar bersangkutan sebagai akibat adanya kartel harga SMS yang dilakukan oleh operator sebagai berikut; 1.Tim Pemeriksa dalam LHPL menyebutkan bahwa kartel yang terjadi merugikan operator new entrant dan konsumen, namun tidak mengelaborasi lebih dalam mengenai perhitungan kerugian yang ditimbulkan akibat kartel tersebut;2.Majelis Komisi menilai bahwa kartel yang terjadi tidak dapat menghilangkan secara faktual kerugian yang nyata bagi konsumen pada pasar bersangkutan; 3. Kerugian konsumen tersebut berupa :a) hilangnya kesempatan konsumen untuk memperoleh harga SMS yang lebih rendah, b)hilangnya kesempatan konsumen untuk menggunakan layanan SMS yang lebih banyak pada harga yang sama, c)kerugian intangible konsumen lainnya, d)serta terbatasnya alternatif pilihan konsumen, selama kurun waktu 2004 sampai dengan April 2008; 4.Majelis Komisi menjelaskan bahwa kerugian yang diderita konsumen disebabkan oleh perilaku operator dalam bentuk kartel harga dan tidak terkait dengan perhitungan keuntungan yang dinikmati oleh operator bersangkutan. Sehingga argumen tidak adanya kerugian konsumen karena tidak ada keuntungan eksesif yang didalilkan oleh XL, Bakrie, dan Mobile-8 adalah tidak relevan; karena berdasarkan laporan keuangan dari 6 (enam) Terlapor, yaitu XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie, Mobile-8, dan Smart yang dimiliki oleh Majelis Komisi diperoleh total pendapatan operator-operator tesebut sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 adalah sebesar Rp 133.885.000.000.000 (seratus tiga puluh tiga trilyun delapan ratus delapan puluh lima miliar rupiah).