6. kelompok defi - skp kebijakan pengeluaran

Upload: hari-dgand-hari

Post on 13-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SKP

TRANSCRIPT

Kebijakan Pengeluaran Negara

Seminar keuangan publikKelompok I2013Kebijakan Pengeluaran Negara Ditinjau dari aspek penganggaranDIV STAN Semester 9 Anugrah Endrawan Y (03)Azwar Rakhman(06)Defi(09)Eko Suryono(10)Indra Adi Nugroho(16)Rochman M Iswandana (26)div Sekolah tinggi akuntansi negara

Kebijakan Pengeluaran Negara

I. PendahuluanPengeluaran negara merupakan salah satu instrumen utama kebijakan fiskal.Kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara, termasuk kebijakan anggaran belanja pemerintah pusat, menempati posisi yang sangat strategis untuk mendukung akselerasi pembangunan dalam mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, sesuai dengan visi, misi dan platform Presiden terpilih, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 - 2014. Melalui kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara, pemerintah dapat secara langsung berperan aktif dalam mencapai berbagai tujuan dan sasaran-sasaran program pembangunan di segala bidang kehidupan, termasuk dalam mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi antarkegiatan, antarprogram, antarsektor dan antarfungsi pemerintahan, mendukung stabilitas ekonomi, dan menunjang distribusi pendapatan yang lebih merata.Selain itu, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat juga dapat berperan sebagai stabilisator bagi perekonomian atau menjadi kebijakan countercyclicalyang efektif dalam meredam siklus bisnis atau gejolak ekonomi. Apabila kondisi perekonomian sedang mengalami kelesuan usaha dan perlambatan aktivitas bisnis akibat resesi, besaran dan kebijakan alokasi anggaran belanja negara, termasuk belanja pemerintah pusat, perlu dirancang lebih ekspansif agar mampu berperan dalam memberikan stimulasi pada pertumbuhan ekonomi serta menjaga stabilitas dan memperkuat fundamental ekonomi makro. Sebaliknya, pada saat kondisi ekonomi terlalu ekspansif (overheating), kebijakan dan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat sebagai salah satu instrumen utama kebijakan fiskal, dapat dijadikan alat kebijakan yang efektif dalam mendinginkan roda kegiatan perekonomian menuju kondisi yang lebih kondusif. Peran belanja pemerintah sangatlah besar dalam menggerakkan perekonomian negara. Penganggaran belanja pemerintahan pun mengalami perubahan dari masa ke masa untuk menyesuaikan dengan kebutuhan terkini dan perbaikan-perbaikan kelemahan penganggaran.

A. Teori Pengeluaran Mengenai pengeluaran negara, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh berbagai ekonom. Berikut ini beberapa teori yang cukup terkenal dan masih dipakai sampai sekarang ini:1. Musgrave dan RostowPerkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi dari suatu negara. Demikian gagasan yang dikemukakan Musgrave dan Rostow yang kemudian populer sebagai teori pengeluaran negara. Ada perbedaan fokus alokasi sumber daya antara negara pada tahap awal perkembangan, tahap menengah pembangunan, dan tahap lanjut yang kemudian tercermin dalam pengeluaran negara. Masing-masing berawal dari kebutuhan yang berbeda, sehingga arah kebijakannya juga berbeda. Ini berkaitan dengan seberapa lama negara itu telah merdeka dan kualitas sumber daya manusianya. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui negara pada awal perkembangan ekonomi sebelum menuju tingkat yang lebih tinggi. Begitu juga, ada beberapa hal yang sudah terpenuhi oleh negara pada tahap lanjut pembangunan, sehingga tidak perlu lagi terfokus pada penyediaan prasarana layaknya negara pada tahap awal perkembangan, dengan rincian berikut:a. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, diperlukan pengeluaran negara yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, dan pendidikan.b. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembangc. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial.

2. Teori WagnerWagner menyatakan berdasarkan pengamatan dari negara-negara maju, disimpulkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita negara tersebut. Di negara-negara maju, kegagalan pasar bisa saja terjadi, menimpa industri-industri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait. Di sini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan, dll3. Teori Peacock dan WisemanTeori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar. Peacock dan wiseman menyatakan sebagai berikut: masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Dalam kondisi normal, dengan berkembangnya perekonomian suatu negara akan semakin berkembang pula penerimaan negara tersebut, walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak. Apabila keadaan normal terganggu misalnya disebabkan oleh perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut. Konsekuensinya menimbulkan tuntutan untuk memperoleh penerimaan dari pajak yang lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana waktu swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut sebagai efek pergantian (displacement effect) yaitu adanya suatu gangguan social menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah, bukan hanya karena GNP meningkat, tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah berakhir. Selain itu banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang dan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah, efek ini disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect). Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai, tingkat pajak tidak menurun kembali pada tingkat sebelum terjadi perang.Dari beberapa teori para ahli tentang pengeluaran negara dapat disimpulkan bahwa kegiatan dan pengeluara pemeritah/negara selalu meningkat setiap tahun yang disebabkan antara lain meningkatnya pendapatan per kapita, dan tujuan pemerintah yang selalu berusaha meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat sehingga cara yang dianggap paling efektif adalah dengan meningkatkan pengeluaran negara. B. Filosofi Pengeluaran PublikPengeluaran publik berdampak terhadap kehidupan kita. Sebagai warga negara, kita bergantung pada negara untuk menyediakan pelayanan yang krusial dan infrastruktur. Pengeluaran publik merupakan bentuk hubungan antara warga negara pembayar pajak dan aparat. Oleh karenanya pengeluaran public yang tercantum dalam dokumen anggaran belanja Negara merupakan instrumen penting kebijakan ekonomi yang dimiliki pemerintah dan menggambarkan pernyataan komprehensif tentang prioritas negara. Pengeluaran Negara merupakan wujud pelayanan Negara terhadap rakyatnya. Pengeluaran pemerintah dapat bersifat:1. exhaustive yaitu pembelian barang-barang dan jasa-jasa dalam perekonomian yang dapat langsung dikonsumsi maupun dapat pula untuk menghasilkan barang lain lagi.dapat berupa pembelian barang-barang yang dihasilkan oleh swasta atau oleh pemerintah sendiri.2. Transfer yaitu berupa pemindahan uang kepada individu-individu untuk kepentingan social, kepada perusahaan-perusahaan sebagai individu atau mungkin pula kepada negara-negara sebagai hadiah (grants). Contoh transfer payment yaitu menggeser tenaga beli dari unit-unit ekonomi yang satu kepada unit- unit yang ekonomi yang laindan membiarkan yang terakhir ini menentukan pengguna dari uang tersebut.Manajemen Belanja Pemerintah modern tertarik untuk mempelajari proses penganggaran karena aturan prosedur secara kuat berpengaruh terhadap manfaat dari belanja. Manajemen Belanja Pemerintah mempelajari bahwa aturan-aturan yang berlaku tidak sepenuhnya netral, aturan tersebut mempengaruhi 3 manfaat penting yaitu total belanja yang dihabiskan, komposisi dari belanja dan efisiensi dari operasi pemerintah. Manajemen Belanja Pemerintah mencari prosedur yang mampu meningkatkan kemungkinan dari mendapat manfaat yang diinginkan. Aspek kunci dari penganggaran yang mempengaruhi manfaat dari belanja adalah pengaturan dari institusi, tipe informasi yang tersedia untuk membuat dan menegakkan keputusan belanja, insentif yang disediakan pembuat kebijakan untuk mendapat manfaat yang diinginkan, penerbitan dan implementasi yang sesungguhnya mulai dari sebelum penetapan peraturan penganggaran dan setelah fakta akuntabilitas terhadap manfaat anggaran.Prinsip dasar dari Sistem Penganggaran adalah :1. Kelengkapan : Anggaran harus mencakup semua pendapatan dan belanja.2. Ketepatan : Anggaran harus mencatat transaksi yang terjadi dan arus transaksi.3. Tahunan : Anggaran harus dibuat dalam satu periode waktu yang tetap, biasanya satu tahun fiskal.4. Otorisasi : Dana pemerintah harus digunakan sesuai dengan hukum yang berlaku.5. Transparansi : Pemerintah harus mengumumkan informasi tentang belanja yang diperkirakan dan yang sebenarnya dikeluarkan.C. Public Expenditure ManagementManajemen Belanja Pemerintah adalah suatu cara dalam mengalokasikan keuangan pemerintah melalui berbagai pilihan. Manajemen Belanja Pemerintah mengatur tentang keputusan penganggaran melalui dua cara yang berbeda dibanding cara penganggaran lama. Yang pertama adalah, Manajemen Belanja Pemerintah menyediakan peraturan prosedur yang konvensional dengan norma kebijakan yang substantif. Kedua adalah Manajemen Belanja Pemerintah mencakup instansi dan manajemen pemerintahan, tidak hanya instansi tradisional yang berkaitan dengan anggaran. Sasaran Utama dari Manajemen Belanja Pemerintah adalah :1. Ketaatan Agregat FiskalTotal anggaran seharusnya adalah hasil dari keputusan yang ditegakkan dan eksplisit, anggaran seharusnya tidak hanya mengakomodasi kebutuhan pengeluaran. Total anggaran seharusnya diputuskan sebelum keputusan kebutuhan pengeluaran tiap individu dibuat dan seharusnya berkelanjutan dalam jangka waktu menengah dan lebih.Menjaga ketaatan agregat fiskal membutuhkan perubahan pada institusi penganggaran untuk membentuk dan menyelenggarakan batasan pengeluaran. Elemen-elemen menonjol yang harus digunakan dalam berbagai negara adalah sebagai berikut :a. Target yang ditetapkan harus mencerminkan komitmen politik dari pemimpin negara.b. Target harus realistis dan dapat dicapai.c. Kerangka Kerja Jangka Menengah harus ditetapkan dan mengatur agregat anggaran.d. Norma agregat harus didukung oleh sub target.e. Batasan yang ditetapkan harus mencakup semua agregat yang penting, tidak hanya total pengeluaran atau defisit.f. Batasan agregat harus mencakup pengeluaran yang diamanatkan.g. Target agregat harus mencakup mekanisme pengaturan, termasuk pengawasan dalam tahun berjalan dan proyeksi tahun mendatang.h. Batasan yang jelas jarang sesuai dengan maksud pembuat kebijakan fiskal.

2. Efisiensi AlokasiBelanja seharusnya didasarkan pada prioritas pemerintah dan keefektifan dari suatu program. Sistem penganggaran seharusnya mendorong realokasi dari prioritas terendah ke tertinggi dan dari program yang kurang efektif ke yang paling efektif.Dalam realokasi, tujuan perilaku adalah mengubah lawan potensial menjadi sekutu aktif. Hal ini tidak mudah dilakukan karena kepentingan dari orang-orang yang berada di pusat pemerintahan berbeda dengan orang-orang di kementerian atau badan lainnya. Oleh karena itu, dibentuklahlah badan pengerjaan realokasi, dimana didalamnya otoritas pusat membentuk tujuan nasional dan strategi prioritas dan mengatur proses penganggaran namun kementerian yang terkait dapat mengajukan pertimbangan dan menerapkan perubahan program dalam sektor yang berkaitan. Elemen-elemen dasar dari sistem belanja pemerintah yang berorientasi pada realokasi adalah sebagai berikut :a. Pemerintah menetapkan sasaran strategis dan prioritas utama sebelum kementerian mengajukan tawaran terhadap sumber daya anggaran. Sasaran dapat berupa sasaran global (untuk masyarakat atau sektor publik) atau sektoral (bagian tertentu dari kegiatan pemerintah).b. Pemerintah menetapkan sasaran fiskal jangka menengah (3-5 tahun), termasuk di dalamnya marjin untuk inisiatif pengeluaran atau simpanan bersih yang dibutuhkan untuk memenuhi target fiskal.c. Marjin pengeluaran atau target simpanan dialokasikan kepada seluruh kementerian sesuai dengan strategi prioritas pemerintah.d. Pemerintah mempertahankan dasar untuk memproyeksikan kondisi penganggaran di masa depan, menetapkan target dan mengukur dampak fiskal akibat perubahan kebijakan.e. Pemerintah meningkatkan realokasi yang mendorong keefektifan program melalui mengharuskan kementerian untuk secara sistematis menilai kegiatan dan pengeluaran mereka dan melaporkan manfaat dan kinerja mereka.f. Kabinet mengevaluasi anggaran yang terpusat pada perubahan kebijakan, bukan pada unsur pengeluaran yang memiliki ciri-ciri tersendiri.

3. Efisiensi OperasionalPemerintah harus menghasilkan barang dan jasa pada biaya yang dapat memberikan keuntungan efisien yang berkesinambungan dan bersaing dengan harga pasar.Ada banyak langkah untuk meningkatkan efisiensi operasional, namun hanya sedikit jalan pintasnya. Pemerintah mencari kemajuan yang cepat dalam area manajemen belanja ini dan memulainya dengan cara menaksir sistem kontrol yang ada. Sistem kontrol yang digunakan oleh pemerintah harus diubah dari kontrol eksternal menjadi kontrol internal. Kontrol internal adalah jembatan antara kontrol eksternal dan akuntabilitas manajemen. Perpindahan ke kontrol internal bukanlah langkah kecil, tujuannya adalah mengurangi biaya penyesuaian dan menunjang kapasitas dari kementerian dalam mengatur permasalahannya sendiri, tanpa membuat setiap aksi mereka dievaluasi dan mungkin di-veto oleh pemerintah pusat. Jika kontrol internal sudah dapat diterapkan, peran dari pemerintah pusat akan bertransformasi dari transaksi pra-audit menjadi sistem audit. Dalam sistem audit untuk memastikan kesesuaian dengan standar yang berlaku, pemerintah pusat biasanya mengadakan sampel terhadap sejumlah kecil kegiatan unutk memastikan apakah sistem telah bekerja sesuai dengan rancangan utama. Apakah negara berkembang harus memulai langkah ini untuk meningkatkan layanan publik dan membuat operasi lebih efisien ? Jawabannya tidak tergantung pada kemampuan dari sistem akuntabilitas para manajer tapi pada kesehatan dari sistem kontrol yang ada. Pemerintah yang memiliki sistem kontrol internal yang andal dalam banyak kementerian mungkin adalah kandidat yang cocok dalam memberikan kebijakan pada para manajer. Namun pemerintah yang belum mencapai tingkatan ini disarankan untuk membangun sistem kontrol yang kokoh sebelum memasuki tingkatan manajerial yang sulit dan beresiko tinggi ini.

II. Penyajian Pengeluaran PemerintahPenyajian pengeluaran pemerintah pada umumnya dikelompokkan ke dalam tiga dasar kategori, yaitu berdasar struktur, pendekatan sistem dan time-frame.A. Berdasar Struktur: T-Account dan I-Account Pemerintah sejak tahun 1969/1970 menggunakan Anggaran Belanja Seimbang Dinamis. Hal ini dilaksanakan sebab belajar dari pengalaman sebelum orde baru yang menggunakan kebijakan pembelanjaan defisit telah membawa perekonomian negara ke dalam keadaan inflasi yang sangat parah, sehingga perekonomian tidak berkembang dan mengalami kemacetan dan keruntuhan diikuti oleh kekacauan sosial politik. Pada masa tersebut pembangunan tidak terjadi, investasi diganti dengan spekulasi, dan semua prasarana jalan raya, pelabuhan, listrik, irigasi mengalami kerusakan yang parah.Anggaran Belanja Seimbang Dinamis diwujudkan dalam format APBN yang menggunakan format T-account. Dalam T-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran dipisahkan di kolom yang berbeda dan mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis, seimbang berarti sisi penerimaan dan pengeluaran mempunyai nilai jumlah yang sama. Jika jumlah pengeluaran lebih besar daripada jumlah penerimaan (defisit), maka kekurangannya ditutupi dari pembiayaan yang berasal dari sumber-sumber dalam atau luar negeri. Apabila yang terjadi adalah surplus maka kelebihan akan digunakan untuk keperluan lainnya. Intinya jumlah kedua sisi baik penerimaan dan pengeluaran selalu sama.Format T-account dirasakan belum memenuhi tuntutan keterbukaan oleh masyarakat dimana pada format ini sumber pendanaan guna menutup defisit tidak secara jelas disebutkan, hal ini tampak pada hutang luar negeri yang disebut sebagai penerimaan pembangunan, padahal yang namanya hutang harus dikembalikan kepada pemberi pinjaman sedangkan penerimaan adalah dana yang diterima pemerintah tanpa perlu dikembalikan, sehingga hutang yang seharusnya akan memberatkan keuangan negara dianggap tidak memberatkan karena dianggap sebagai penerimaan, demikian pula pembayaran cicilan luar negeri dianggap sebagai pengeluaran rutin. Hal lain yang juga menjadi kelemahan format T-Account adalah ketidakjelasan komposisi anggaran yang dikelola pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hal ini disebabkan sistem anggaran terpusat yang dilaksanakan sebelum bergulirnya reformasi.Dengan berbagai kelemahan tersebut mulai tahun 2000 di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan yang dijabat Bambang Sudibyo saat itu, format APBN diubah menjadi I-account hal ini dilaksanakan dengan beberapa alasan yaitu penyesuaian format dengan Government Finance Statistics (GFS) sehingga meningkatkan transparansi dalam penyusunan APBN serta mempermudah analisis, pemantauan, dan pengendalian dalam pelaksanaan dan pengelolaan APBN serta mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan budget negara lain, perubahan ini juga dilaksanakan dalam rangka mengakomodir perhitungan dana perimbangan yang lebih transparan yang didistribusikan oleh pemeritah pusat ke pemerintah daerah mengikuti pelaksanaan UU No.25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah pasca bergulirnya reformasi.Dalam format I-Account pinjaman luar negeri diperlakukan sebagai utang, sehingga jumlahnya harus sekecil mungkin karena pembayaran kembali bunga dan cicilan pinjaman luar negeri akan memberatkan APBN di masa yang akan datang.Pendapatan negara dan hibah menampung seluruh pendapatan negara yang bersumber dari (1) penerimaan perpajakan, (2) penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan (3) hibah. Sedangkan belanja negara menampung seluruh pengeluaran negara, yang terdiri dari (1) belanja pemerintah pusat, yang meliputi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, dan (2) belanja untuk daerah, yang meliputi dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan penyeimbang/penyesuaian. Selisih antara pendapatan negara dan hibah dengan belanja negara akan berupa surplus/defisit anggaran. Guna menutup defisit anggaran maka diperlukan pembiayaan yang bersumber dari luar pendapatan negara dan hibah, yang antara lain bersumber dari (1) pembiayaan dalam negeri, dan (2) pembiayaan luar negeri. Dalam melaksanakan perubahan format dan struktur belanja negara telah dilakukan dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian, namun tetap mengacu GFS Manual 2001 dan UU No. 17 Tahun 2003. Beberapa catatan penting berkaitan dengan perubahan dan penyesuaian format dan struktur belanja negara yang baru antara lain :1. Dalam format dan struktur I-account yang baru, belanja negara tetap dipisahkan antara belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah, karena pos belanja untuk daerah yang berlaku selama ini tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu pos belanja negara sebagaimana diatur dalam UU No.17 Tahun 2003;2. Semua pengeluaran negara yang sifatnya bantuan/subsidi dalam format dan struktur baru diklasifikasikan sebagai subsidi; dan3. Semua pengeluaran negara yang selama ini mengandung nama lain-lain yang tersebar di hampir semua pos belanja negara, dalam format dan struktur baru diklasifikasikan sebagai belanja lain-lainDengan berbagai perubahan dan penyesuaian tersebut, belanja negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) belanja modal, (iv) pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) hibah, (vii) bantuan sosial, dan (viii) belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang berlaku selama ini terdiri dari (i) dana perimbangan, dan (ii) dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dengan adanya perubahan format dan struktur belanja negara menurut jenis belanja maka secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan (unified budget).

Konversi belanja negara menurut klasifikasi ekonomi dari format lama ke format baru disajikan dalam tabel dibawah ini:

B. Dual Budget danUnified Budget

Dalam sistem dual budgeting, pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai pengeluaran pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan, yang terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) pembayaran bunga utang, (iv) subsidi, dan (v) pengeluaran rutin lainnya. Sementara itu, pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang dibebankan pada anggaran belanja pemerintah pusat dalam rangka pelaksanaan sasaran pembangunan nasional, baik berupa sasaran fisik maupun nonfisik. Dalam hal ini, pengeluaran pembangunan terdiri dari (i) pengeluaran pembangunan dalam bentuk pembiayaan rupiah, yang pendanaannya bersumber dari dalam negeri dan dari luar negeri dalam bentuk pinjaman program, dan (ii) pengeluaran pembangunan dalam bentuk pembiayaan proyek, yang pendanaannya bersumber dari luar negeri dalam bentuk pinjaman proyek.Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003, maka sistem penganggaran mengacu pada praktek-praktek yang berlaku secara internasional. Menurut GFS (Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem penganggaran belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget, dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin dan pembangunan, sehingga klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya. Dalam hal ini, belanja negara menurut klasifikasi ekonomi dikelompokkan ke dalam (1) kompensasi untuk pegawai; (2) penggunaan barang dan jasa; (3) kompensasi dari modal tetap berkaitan dengan biaya produksi yang dilaksanakan sendiri oleh unit organisasi pemerintah; (4) bunga hutang; (5) subsidi; (6) hibah; (7) tunjangan sosial (social benefits); dan (8) pengeluaran-pengeluaran lain dalam rangka transfer dalam bentuk uang atau barang, dan pembelian barang dan jasa dari pihak ketiga untuk dikirim kepada unit lainnya.Selama lebih dari 32 tahun, Pemerintah melaksanakan sistem anggaran yang dikenal dengan dual budgeting, dimana anggaran belanja negara dipisahkan antara anggaran belanja rutin dan anggaran pembangunan. Pemisahan anggaran rutin dan anggaran pembangunan tersebut semula dimaksudkan untuk menekankan arti pentingnya pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah menunjukan banyak kelemahan, antara lain: 1. Duplikasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena kurang tegasnya pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan proyek, khususnya proyek-proyek non-fisik. Dengan demikian, kinerja sulit diukur karena alokasi dana yang ada tidak mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.2. Penggunaan dual budgeting mendorong dualisme dalam penyusunan daftar perkiraan mata anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu jenis belanja, ada MAK yang diciptakan untuk belanja rutin dan ada MAK lain yang ditetapkan untuk belanja pembangunan.3. Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran belanja rutin tidak dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan belanja anggaran pembangunan tidak dibatasi pada pengeluaran untuk investasi.4. Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama dengan satuan kerja, yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek hanya bersifat sementara. Jika proyek sudah selesai atau dihentikan tidak ada kesinambungan dalam pertanggungjawaban terhadap asset dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut. Hal ini selain menimbulkan ketidakefisienan dalam pembiayaan kegiatan pemerintahan, juga menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara output/outcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi.Unified Budgeting mengintegrasikan anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Dengan kata lain penyusunan rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kebijakan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. Dalam pendekatan ini tidak dikenal pemisahan anggaran dalam bentuk anggaran rutin dan anggaran pembangunan belanja dalam APBN secara ekonomi diklasifikasikan dalam delapan klasifikasi sesuai dengan Government Finance Statistics (GFS) tahun 2001. Dengan adanya pengintegrasian jenis belanja akan menghindarkan distorsi pembiayaan seperti yang muncul pada sistem dual budgeting. Sebelum diterapkan sistem anggaran terpadu, duplikasi dan tumpang tindih dalam pembiayaan menyulitkan dalam menilai kinerja keuangan dan mengalihkan fokus kinerja secara keseluruhan. Pemerintah kesulitan dalam untuk mencari keterkaitan antara output dan outcome yang dilaksanakan dalam sebuah penganggaran organisasi. Dalam hal program pembangunan, tidak terdapat kesinambungan antara pertanggungjawaban aset dan beban pemeliharaannya. Dengan asumsi man behind the system yang baik, sistem Unified Budgeting ini diharapkan dapat mendorong terciptanya transparansi penganggaran, memudahkan pelaksanaan anggaran yang berorientasi kinerja sehingga tujuan dan indikator kinerja dapat lebih diperjelas, skala prioritas anggaran lebih mudah ditentukan dan mendukung kesinambungan kegiatan multiyears dan MTEF, serta memudahkan pertanggungjawaban, pengawasan, dan pemeriksaan.

C. Annual budget dan Medium Term Expenditure Framework (MTEF)Penganggaran di Indonesia dijabarkan dalam susunan satu tahun anggaran (annual budget). Selain itu juga dilakukan penerapan pendekatan penganggaran dalam perspektif jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework/ MTEF) yang dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran. MTEF memberikan kerangka yang menyeluruh dalam suatu sistem penganggaran yang memungkinkan fleksibilitas dalam penentuan dan prioritas kebijakan. Sekaligus pada saat yang sama menyakinkan bahwa segala sesuatu yang dianggarkan berada dalam batas-batas sumber daya yang tersedia. Dengan kerangka pengeluaran jangka menengah ini, akan menjamin sistem perencanaan fiskal dan penganggaran lebih sustainable, serta mengurangi ketidakpastian di masa mendatang.Kebutuhan untuk mengatasi semua tiga tujuan manajemen yaitu pengeluaran publik-fiskal, alokasi sumber daya strategis, dan efisiensi operasional, membutuhkan hubungan antara kebijakan dan penganggaran, dengan perspektif masa depan. Tentu saja masa depan selalu tidak pasti, apalagi dimasa periode yang makin jauh kedepan. Semisal, suatu penganggaran hanya untuk waktu satu minggu depan hanya sedikit terkena dampak ketidakpastian, namun juga merupakan instrument kebijakan yang paling tidak relevan. Dilain sisi, penganggaran untuk periode bertahun-tahun dapat memberikan konteks yang lebih luas, namun membawa dampak ketidakpastian yang lebih besar juga. Pada prakteknya, multiyear berarti jangka menengah, sebagai contoh perspektif yang meliputi 3 sampai 5 tahun, termasuk tahun anggaran.Alasan pemerintah perlu dalam menerapkan MTEF antara lain:1. MTEF memberikan kerangka yang menyeluruh yang memungkinkan fleksibilitas dalam penentuan kebijakan dan prioritas kebijakan, dan pada saat yang sama meyakinkan bahwa segala sesuatu yang dianggarkan berada dalam batas-batas sumber daya yang tersedia2. Dengan MTEF, biaya di masa yang akan datang dari kebijakan yang di ambil saat ini diketahui dengan tingkat kepastian yang tinggi3. Dalam konteks ini masih dimungkinkan untuk memasukan berbagai inisiatif kebijakan baru dalam anggaran tahunan, tetapi pada saat yang sama harus menghitung implikasi kebijakan baru tersebut dalam konteks keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah (medium term fiscal sustainability)4. MTEF memberikan peluang kepada K/L maupun Kemenkeu dan Bappenas untuk melakukan analisis apakah perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan yang ada, termasuk menghentikan program-program yang tidak efektif, agar kebijakan-kebijakan baru dapat diakomodasikan5. Dengan memusatkan perhatian pada kebijakan-kebijakan yang dapat dibiayai, kita mendukung disiplin fiskal yang merupakan kunci bagi tingkat kepastian ketersediaan sumber daya untuk membiayai kebijakan-kebijakan prioritas6. Sebagai konsekuensi dari menempuh proses penganggaran dengan perspektif jangka menengah secara disiplin, manajemen mendapatkan imbalan dalam bentuk keleluasaan pada tahap implementasi dalam kerangka kinerja yang dijaga dengan ketat

Secara jelas, kemudahan dalam menjalanakan perspektif multiyear lebih besar apabila pendapatan dapat diprediksi dan mekanisme yang mengontrol pengeluaran dikembangkan dengan baik. Kondisi ini tidak ada di banyak negara-negara berkembang. Dilemanya adalah bahwa perpektif multi tahunan secara khusus penting di negara negara itu dimana kendali kebijakan sangat penting untuk pengembangan ketahanan, dan manajer publik sering sangat membutuhkan ramalan dan fleksibilitas.Secara spesifik, anggaran tahunan harus mencerminkan tiga pertimbangan multi-tahunan paling penting:1. Biaya pembelanjaan modal yang akan berulang di masa depan.2. Kebutuhan pendanaan dari program-program.3. Kemungkinan-kemungkinan yang mungkin berdampak pada diperlukannya pembelanjaan di masa depan.Sebuah perspektif jangka pendek diperlukan karena masa dari anggaran tahun sangat pendek untuk membuat penyesuaian prioritas pembelanjaan, sedangkan didalam perspektif jangka panjang ketidakpastian menjadi terlalu besar. Ketika anggaran di susun, sebagian besar pembelanjaan dari tahun anggaran sudah dipastikan, sebagai contoh gaji dan pensiun pegawai negeri. biaya lainnya bisa di sesuaikan, tapi biasanya hanya sedikit. proyeksi pembelanjaan jangka menengah juga diperlukan untuk menunjukkan pada masyarakat arah perubahan yang diinginkan. Karena itu, annual budget dan MTEF dilakukan bersamaan seiring dengan pencapaian pengeluaran pemerintah yang efisien dan efektif.

III. Jenis-jenis Pengeluaran PemerintahKlasifikasi pengeluaran merupakan hal yang penting dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran alokasi sumber daya antar sektor, untuk meyakinkan kepatuhan dengan otorisasi legislatif, serta dalam mengkaji kebijakan dan menganalisis kinerja dan administrasi anggaran. Pendekatan-pendekatan dalam penganggaran biasanya menentukan sistem klasifikasi pengeluaran suatu organisasi.Pengeluaran perlu diklasifikasikan dengan cara yang berbeda untuk tujuan yang berbeda, seperti: persiapan laporan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna laporan (pengambil kebijakan, masyarakat umum, manajer anggaran); administrasi anggaran dan akuntansi anggaran, serta penyajian anggaran kepada dewan. Pengeluaran juga harus dilaporkan sesuai dengan standar klasifikasi internasional, sesuai GFS. Namun, yang harus menjadi perhatian adalah GFS hanya menyediakan acuan dalam pengklasifikasian untuk tujuan pelaporan saja. GFS hanya berfokus pada pelaporan ekonomi dan fungsional, bukan pada klasifikasi anggaran yang dibutuhkan sebagai suatu instrumen untuk membuat kebijakan dan administrasi dari anggaran.Setiap pengeluaran pemeretintah harus dianggarkan terlebih dahulu. Anggaran dibagi menjadi dua, yaitu:A. Anggaran OperasionalAnggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintah. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam anggaran operasional adalah belanja rutin. Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut rutin karena sifat pengeluaran tersebut berulang-ulang ada setiap tahun. Secara umum, pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain belanja Administrasi Umum dan Belanja operasi dan pemeliharaan.B. Anggaran Modal/InvestasiAnggaran modal menunjukan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaan. Anggaran berfungsi sebagai alat politis yang digunakan untuk memutuskan prioritas dan kebutuhan keuangan pada sektor tersebut.Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa pengklasifikasian belanja pemerintah, yaitu berdasarkan klasifikasi organisasi, ekonomi, dan fungsi.A. Klasifikasi OrganisasiKlasifikasi anggaran menurut organisasi merupakan pengelompokan alokasi anggaran belanja sesuai dengan unit yang melakukan pembelanjaan, baik pusat maupun daerah.

B. Klasifikasi Ekonomi1. Belanja OperasiBelanja Operasi adalah belanja yang dikeluarkan dari kas umum negara/daerah dalam rangka menyelenggarakan operasional pemerintah yang terdiri dari: a. Belanja Pegawai, kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah (pejabat negara, pegawai negeri sipil, dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal dan/atau kegiatan yang mempunyai output dalam kategori belanja barang.b. Belanja Barang, pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Dalam pengertian belanja tersebut termasuk honorarium yang diberikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan untuk menghasilkan barang / jasa. Belanja Barang dapat dibedakan menjadi Belanja Barang (Operasional dan Non Operasional) dan Jasa, Belanja Pemeliharaan, serta Belanja Perjalanan Dinas.c. Bunga, pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran BUN.d. Subsidi, alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan / lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada perusahaan negara dan perusahaan swasta. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran BUN.e. Hibah, pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang / barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.f. Bantuan Sosial, transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk didalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.Yang termasuk bantuan sosial adalah :1) Bantuan Kompensasi SosialTransfer dalam bentuk uang, barang atau jasa yang diberikan kepada masyarakat, sebagai dampak dari adanya kenaikan harga BBM.2) Bantuan kepada Lembaga Pendidikan dan PeribadatanTransfer dalam bentuk uang, barang atau jasa yang diberikan kepada lembaga pendidikan dan atau lembaga keagamaan.3) Bantuan kepada Lembaga Sosial lainnya4) Transfer dalam bentuk uang, barang atau jasa yang diberikan lembaga sosial lainnya.g. Belanja lain-lain tidak terduga2. Belanja ModalBelanja Modal adalah belanja yang dikeluarkan dalam rangka membeli atau mengadakan barang modal terdiri dari: a. Belanja Tanah, seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengadaan/pembelian/ pembebasan/penyelesaian, balik nama, pengosongan, penimbunan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah serta pengeluaran - pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi sampai tanah tersebut siap digunakan/pakai.b. Belanja Peralatan dan Mesin, pengeluaran untuk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. Dalam belanja ini termasuk biaya untuk penambahan dan penggantian yang meningkatkan masa manfaat dan efisiensi peralatan dan mesin.c. Belanja Gedung dan Bangunan, pengeluaran untuk memperoleh gedung dan bangunan secara kontraktual sampai dengan gedung dan bangunan siap digunakan meliputi biaya pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris dan pajak (kontraktual).d. Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan, pengeluaran untuk memperoleh jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan sampai siap pakai meliputi biaya perolehan atau biaya kontruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. Dalam belanja ini termasuk biaya untuk penambahan dan penggantian yang meningkatkan masa manfaat dan efisiensi jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan.e. Belanja Aset Tetap Lainnya, pengeluaran yang diperlukan dalam kegiatan pembentukan modal untuk pengadaan/pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam perkiraan kriteria belanja modal Tanah, Peralatan dan Mesin, Gedung dan Bangunan, Jaringan (Jalan, Irigasi dan lain-lain). Termasuk dalam belanja modal ini kontrak sewa beli (leasehold), pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-barang purbakala dan barang-barang untuk museum, serta hewan ternak selain untuk dijual dan diserahkan kepada masyarakat, buku-buku dan jurnal ilmiah.3. Belanja Lain-lain/Tidak TerdugaPengeluaran yang sifat pengeluarannya tidak dapat diklasifikasikan ke dalam pos-pos pengeluaran diatas. Sifat yang tidak biasa dan tidak berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana alam, bencana social dan pengeluaran tidak terduga lainnya.

C. Klasifikasi FungsiKlasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Klasifikasi belanja menurut fungsi digunakan sebagai dasar penyusunan anggaran berbasis kinerja. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dalam menggunakan sumber daya yang terbatas. Satuan kerja pemerinta harus meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Dengan demikian, antara kebijakan, program, kegiatan dan subkegiatan merupakan suatu rangkaian yang mencerminkan adanya keutuhan konseptual. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut:1. Fungsi Pelayanan Umum 2. Fungsi Pertahanan3. Fungsi Ketertiban dan Keamanan 4. Fungsi Ekonomi 5. Fungsi Perlindungan Lingkungan Hidup 6. Fungsi Perumahan dan Permukiman7. Fungsi Kesehatan 8. Pariwisata dan Budaya 9. Fungsi Agama10. Fungsi Pendidikan 11. Fungsi Perlindungan Sosial

Bank Dunia, dalam buku Public Expenditure Analysis, mengklasifikasikan belanja pemerintah ke dalam specific expenditures, general expenditures, dan interest on the public debt.A. Specific ExpendituresDalam kategori belanja spesifik (specific expenditures), terdapat dua poin utama yang membedakannya dengan kategori belanja umum (general expenditures). Yang pertama, apakah manfaat belanja tersebut ditujukan untuk kelompok masyarakat tertentu? Misalnya, ketentuan umum perumahan murah yang ditujukan untuk individu-individu dan keluarga yang memenuhi persyaratan berpenghasilan rendah. Kemudian yang kedua, apakah manfaat belanja tersebut terkait dengan beberapa komponen konsumsi swasta? Manfaat dari jalan raya sangat tergantung pada penggunaan dari kendaraan bermotor oleh swasta. Jika, suatu belanja pemerintah memenuhi salah satu kriteria dimaksud maka dikategorikan sebagai belanja spesifik.Belanja spesifik kemudian dibagi menjadi dua, yaitu transfer payment (pembayaran kepada individu, misalnya pensiun, dan pembayaran kepada sektor bisnis, misalnya subsidi industri tertentu) dan purchase of goods and services.B. General ExpendituresKategori belanja publik ini mencakup semua pengeluaran yang penerima manfaatnya tidak dapat diidentifikasi secara spesifik. Yang termasuk belanja ini yaitu belanja untuk keperluan administrasi pemerintahan, belanja pertahanan, belanja perlindungan terhadap masyarakat dan properti, dan sebagainya.C. Interest on the Public DebtHutang publik dimaksud terakumulasi karena wajib pajak, melalui proses politik, memutuskan untuk menerima dalam pelayanan publik tahun tertentu yang mereka tidak bersedia untuk membayar segera. Bunga utang dapat dianggap sebagai ukuran manfaat dari mengkonsumsi barang publik dan jasa sebelum mereka dilunasi. Secara teori, pembayaran ini harus dialokasikan untuk mereka yang mendapatkan keuntungan dari pengeluaran publik yang dibiayai melalui pinjaman.

IV. Kebijakan AnggaranKebijakan anggaran adalah suatu teknik untuk mengubah pengeluaran atau penerimaan Negara saat perekonomian guncang baik karena inflasi atau deflasi.Tujuan kebijakan anggaran adalah untuk menemukan arah, tujuan dan prioritas pembangunan nasional serta pertumbuhan ekonomi agar sesuai propenas yang pada gilirannya meningkatkan kemakmuran masyarakat.Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran yang dikenal secara luas di dunia : A. Anggaran Berimbang (Balanced Budget) Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.(pengeluaran = penerimaan)B. Anggaran Tidak Berimbang 1. Anggaran Defisit (Deficit Budget) Kebijakan Fiskal Ekspansif Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif atau pada saat keadaan negara mengalami depresi.(pengeluaran >penerimaan negara)2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) Kebijakan Fiskal Kontraktif Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Penetapan anggaran seperti ini dilakukan pada negara yang memiliki masa kenaikan (Prosperity).(Pengeluaran T

B :G = T

C :G < T

Bagaimana penyusunan APBN yang dilakukan di Indonesia? Dalam penyusunan APBN di Indonesia dapat dibagi dalam dua keadaan:A. MasaSebelumReformasiPada masa sebelum reformasi, anggaran yang disusun selalu menganut azas anggaran berimbang yang disertai prinsip-prinsip sebagai berikut:1. berimbang dan dinamis;2. penentuan skala prioritas;3. bekerja atas dasar program kerja terpadu di segala bidang.B. Masa Setelah ReformasiPada masa reformasi ada sedikit pergeseran dalam penyusunan anggaran yaitu menggunakan anggaran defisit, hal ini disesuaikan dengan keadaan perkembangan perekonomian. Adapun yang menjadi sebab ataupun latar belakang deficit anggaran Negara antara lain:1. Mempercepat Pertumbuhan EkonomiUntuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya negara melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan pajak. Negara memang dibebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan warga negaranya. Beban ini meliputi pembangunan program-program, seperti :a. Program yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, seperti jalan, jembatan, listrik, pelabuhan, dll.b. Program yang berkaitan dengan Hankam.c. Pembangunan yang meliputi bidang hukum, seperti proyek-proyek pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dll.d. Program bidang sosial, pendidikan dan kesehatan, seperti sekolah, rumah sakit, panti asuhan.e. Program yang berkaitan dengan pemerataan pendapatan, seperti program transmigrasi, pembangunan daerah, dll.f. Program yang menangani masalah kemiskinan, seperti PPK, P3DT, dsb.Semuanya itu diperlukan biaya yang besar, dan diantaranya harus dilaksanakan oleh negara, terutama program nomor b, c, e, dan f, karena swasta/ masyarakat tidak mungkin membangun program-program seperti itu.2. Rendahnya Daya Beli Beli MasyarakatMasyarakat di negara berkembang seperti Indonesia yang mempunyai pendapatan per kapita rendah, dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya mempunyai komponen impor, sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak mampu membeli barang dan jasa tersebut. Barang dan jasa tersebut misalnya listrik, sarana transportasi, BBM, dan lain sebagainya. Apabila dibiarkan saja menurut mekanisme pasar, barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara memerlukan pengeluaran untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar masyarakat miskin bisa ikut menikmati.3. Pemerataan Pendapatan MasyarakatPengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh wilayah. Indonesia yang mempunyai wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan yang berbeda-beda di masing-masing wilayah. Untuk mempertahankan kestabilan politik, persatuan dan kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan biaya untuk misalnya, pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang lebih maju. Kegiatan itu misalnya dengan memberi subsidi kepada pelayaran kapal Perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang terpencil, sehingga masyarakat mampu menjangkau wilayah-wilayah lain dengan biaya yang sesuai dengan kemampuannya.4. Melemahnya Nilai TukarIndonesia yang sejak tahun 1969 melakukan pinjaman luar negeri, mengalami masalah apabila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan rupiah. Apabila nilai tukar rupiah menurun terhadap mata uang dollar AS, maka yang akan dibayarkan juga membengkak. Sebagai contoh APBN tahun 2000, disusun dengan asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS sebesar Rp. 7.100,-, dalam perjalanan tahun anggaran telah mencapai angka Rp. 11.000,- lebih per US$ 1.00.Apa artinya ? Bahwa pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan semula.5. PengeluaranAkibat Krisis EkonomiKrisis ekonomi Indonesia yang terjadi tahun 1997 mengakibatkan meningkatnya pengangguran dari 34,5 juta orang pada tahun 1996, menjadi 47,9 juta orang pada tahun 1999. Sedangkan penerimaan pajak menurun, akibat menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu.6. Realisasiyang Menyimpang dari RencanaApabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai sasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan, proyek, atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah, karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri, tetapi ada kaitannya dengan proyek lain. Kalau hal ini terjadi, negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan rencana semula.7. PengeluaranKarena InflasiPenyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun.Apabila terjadi inflasi, dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama. Semuanya ini akan berakibat pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu direvisi. Anggaran negara yang telah tercantum terlalu rinci dalam dokumen anggaran (DIP, DIPP), pemimpin proyek sulit untuk bisa menyesuaikan apabila terjadi kenaikan harga barang yang melampaui harga standar. Untuk melaksanakan pembangunan proyek yang melampaui standar yang telah ditentukan, pemimpin proyek akan dipersalahkan oleh Badan Pengawas Keuangan, sebaliknya juga apabila pemimpin proyek terpaksa mengurangi volumenya. Akibatnya, negara terpaksa akan mengeluarkan dana untuk eskalasi dalam rangka menambah standar harga itu.Meskipung memiliki alasan yang kuat atas penggunaan anggaran deficit dalam anggaran Negara, defisit anggaran tidak dapat dibiarkan terus melebar karena defisit anggaran tersebut harus ditutup/ dibiayai. Pembiayaan defisit dapat ditempuh dari kedua sisi penerimaan dan pengeluaran.1. Sisi penerimaan :a. Meminjam dari perbankan dalam negeri. Dengan meminjam dari perbankan dalam negeri berarti terjadi penciptaan uang, sehingga uang yang beredar dalam masyarakat (money supply) meningkat. Dampak terhadap pertambahnya penawaran uang yang tidak diimbangi dengan jumlah barang yang diproduksi, akan mengakibatkan kenaikan harga-harga umum atau inflasi.b. Meminjam dari non perbankan dalam negeri atau masyarakat dengan cara menerbitkan obligasi. Di satu pihak penjualan obligasi pemerintah akan menyerap uang masyarakat dan menambah penerimaan negara. Penyerapan uang dari masyarakat berakibat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, yang akibatnya berdampak pada penurunan harga. Akan tetapi dengan penjualan obligasi kepada masyarakat dapat juga berakibat disamping menambah pemasukan negara, juga mengurangi tabungan masyarakat yang sebenarnya dapat dipergunakan untuk investasi masyarakat. c. Meminjam dari luar negeri. Karena alasan yang tersebut pada nomor (2), negara cenderung meminjam ke luar negeri. Dengan meminjam dari luar negeri itu, sebagian masyarakat ada yang mengkritik, karena pinjaman luar negeri berarti akan membebani anak cucu kita di kemudian hari. Tetapi sebagian masyarakat tidak setuju pendapat itu, karena dengan meminjam modal sekarang, dan digunakan untuk proyek-proyek yang produktif dan efisien seperti pembangunan sarana dan prasarana ekonomi, generasi penerus telah mempunyai pondasi yang kuat untuk membangun proyek-proyek lain yang telah tersedia pondasinya, yaitu berupa sarana dan prasarananya. Sedangkan pembayaran cicilannya dapat diambil dari perpajakan yang akan ditarik dari perusahaanperusahaan yang telah mantap hasil dari pinjaman sebelumnya.d. Meningkatkan penerimaan pajak. Dengan meningkatkan penerimaan pajak, baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung.e. Mencetak uang. Alternatif ini tidak populer karena pengalaman tahun-tahun sebelumnya, penambahan anggaran dari mencetak uang berarti akan menambah uang yang beredar di masyarakat dan itu akan berdampak pada inflasi. Apalagi apabila pengeluaran masyarakat dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak produktif atau tidak efisien. Pengeluaran yang tidak efisien ini dapat dilihat dari 4 aspek, yaitu pertama kegiatan yang saling bertentangan antara sektor negara dan swasta. Kedua kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan, ketiga kegiatan yang dilaksanakan dengan biaya yang lebih besar daripada manfaat yang akan diperoleh. Keempat pengeluaran yang bertentangan dengan tujuan makro ekonomi, misalnya penciptaan kesempatan kerja, penciptaan devisa.Negara cenderung untuk memilih menutup defisit dengan cara meminjam ke luar negeri dibanding dengan menambah pajak, dengan alasan : (a). dengan meminjam ke luar negeri, penerimaan pajak bisa diprioritaskan untuk keperluan lain yang lebih produktif; (b). pemungutan pajak sangat memberatkan masyarakat yang pendapatannya sudah sangat rendah; (c). meminjam ke luar negeri dapat meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana yang mempunyai dampak tumbuhnya investasi swasta dan yang berakibat pada peningkatan penerimaan pajak.2. Sisi pengeluaran :a. Mengurangi subsidi, yaitu bantuan yang diambil dari anggaran negara untuk pengeluaran yang sifatnya membantu konsumen untuk mengatasi tingginya harga yang tidak terjangkau oleh mereka agar tercipta kestabilan politik dan sosial lainnya, misalnya subsidi pupuk, subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi listrik, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya negara memberikan subsidi terhadap suatu barang, karena barang itu dianggap harganya terlalu tinggi dibanding dengan kemampuan daya beli masyarakat. Agar tidak terjadi gejolak di masyarakat, maka negara mengeluarkan dana untuk mensubsidi barang tersebut. Subsidi itu dilakukan dengan beberapa cara, misalnya : i). memberikan subsidi kepada konsumen dengan cara memberikan subsidi harga barang-barang yang dikonsumsi; ii). memberikan subsidi kepada produsen, yaitu memberikan subsidi pada bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Kalau pengeluaran subsidi itu dikurangi akan berakibat pada kenaikan harga barang yang diberi subsidi itu.b. Penghematan pada setiap pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun pembangunan. Penghematan pada pengeluaran rutin dilakukan oleh departemen teknis, misalnya untuk pengeluaran listrik, telepon, alat tulis, perjalanan dinas, rapat-rapat, seminar, dan sebagainya tanpa mengurangi kinerja dari departemen teknis yang bersangkutan.c. Menseleksi sebagian pengeluaran-pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pembangunan yang berupa proyek-proyek pembangunan diseleksi menurut prioritasnya, misalnya proyek-proyek yang cepat menghasilkan. Proyek-proyek yang menyerap biaya besar dan penyelesaiannya dalam jangka waktu yang lama, sementara ditunda pelaksanaannyad. Mengurangi pengeluaran program-program yang tidak produktif dan tidak efisien. Program-program semacam itu adalah program-program yang tidak mendukung pertumbuhan sektor riil, tidak mendukung kenaikan penerimaan pajak, dan tidak mendukung kenaikan penerimaan devisa. Pemotongan program-program ini harus dilakukan dengan hati-hati. Pemotongan pengeluaran tanpa memperbaiki produktivitas program, berarti akan ada kecenderungan akan menurunnya kualitas dan kuantitas output.

V. Sistem PenganggaranSecara garis besar, terdapat empat sistem penganggaran yang ada sampai saat ini, yaitu:A. Tradisional BudgetingSistem anggaran tradisional (Traditional budgeting system) adalah suatu cara menyusun anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penyusunannya lebih didasarkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran.Dalam sistem ini, perhatian lebih banyak ditekankan pada pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran secara akuntansi yang meliputi pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran dan penyusunan pembukuannya. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas obyek obyek pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah tiap-tiap departemen/lembaga. Dasar pemikirannya adalah setiap pengeluaran negara harus didasarkan pada perhitungan dan penelitian yang ketat agar tidak terjadi pemborosan dan penyimpangan atas dana yang terbatas.Adapun ciri-ciri dari sistem anggaran tradisional:1. Cara penyusunan anggaran berdasarkan pendekatan incrementalism, yakni: a. Penekanan & tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan pertanggungjawaban yg terpusat.b. Bersifat incrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yg sudah ada sblmnya dg data tahun sblmnya sebagai dasar menyesuaikan besarnya penambahan/pengurangan tanpa kajian yg mendalam/kebutuhan yg wajar.c. Masalah utama anggaran tradisional adalah tdk memperhatikan konsep value for money (ekonomi, efisiensi dan efektivitas).d. Kinerja dinilai berdasarkan habis tidaknya anggaran yg diajukan, bukan pada pertimbangan output yang dihasilkan dari aktivitas yg dilakukan dibandingkan dengan target kinerja yang dikehendaki (outcome).e. Cenderung menerima konsep harga pokok pelayanan historis (historic cost of service) tanpa memperhatikan pertanyaan sbb:1) Apakah pelayanan tertentu yg dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih dibutuhkan atau masih menjadi prioritas?2) Apakah pelayanan yg diberikan telah terdistribusi secara adil & merata di antara kelompok masyarakat?3) Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?4) Apakah pelayanan yg diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?2. Akibat konsep historic cost of service adalah suatu item, program atau kegiatan muncul lagi dlm anggaran tahun berikut meski sudah tak dibutuhkan. Perubahan menyangkut jumlah rupiah yg disesuaikan dg tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.3. Struktur dan susunan anggaran yg bersifat line-item,yakni: a. Struktur anggaran bersifat line-item didasarkan atas sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran.b. Tak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yg sebenarnya sudah tidak relevan lagic. Penilaian kinerja tidak akurat, karena tolok ukur yg digunakan hanya pada ketaatan dalam menggunakan dana yg diusulkan.d. Dilandasi alasan orientasi sistem anggaran yg dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran, bukan tujuan yg ingin dicapai dengan pengeluaran yg dilakukan.e. Anggaran tradisional tidak rnampu mengungkapkan besarnya dana dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan gagal memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan.f. Sehingga tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.g. Cenderung sentralistish. Bersifat spesifikasi;i. Tahunan; danj. Menggunakan prinsip anggaran brutoKeunggulan yang ada pada anggaran tradisionalantara lain:1. Sederhana dan mudah dioperasikan karena tidak memerlukan analisis yang rumit.2. Backward oriented dapat menjamin kepastian dibandingkan dengan forward oriented karena keadaan di masa depan sulit untuk diprediksi.3. Lebih mudah dalam melakukan pengawasan. Sedangkan kelemahan anggaran tradisionalmeliputi:1. Hubungan yg tak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka panjang.2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tak pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.3. Lebih berorientasi pada input daripada output, sehingga tidak dapat sebagai alat utk membuat kebijakan dan pilihan sumber daya, atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dlm bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.4. Sekat antar departemen yg kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai dan berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, & persaingan antar departemen5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tsb tak terlalu pendek, terutama utk proyek modal & mendorong praktik yg tak sehat (KKN).7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yg tak memadai menambah lemahnya perencanaan anggaran sehingga muncul budget padding atau budgetary slack.8. Persetujuan anggaran yg terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian utk pengeluaran yg sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran & manipulasi anggaran.9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yg tak memadai yg menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.Permasalahan Utama Anggaran Tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep Value For Money (VFM).Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional. Oleh sebab itu, dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.Jika dilihat secara mendalam sebenarnya konsep Value for Money bukan sesuatu yang baru, bahkan Value for Money merupakan salah satu prinsip penting dari anggaran kinerja dan good governance. Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi: pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Efisiensi: pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standard kinerja atau target yang telah ditetapkan. Efektivitas: tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.Ketiga hal tersebut merupakan elemen pokok value for money, namun beberapa sumber berpendapat bahwa ke tiga elemen saja belum cukup .Perlu ditambah dua elemen lain yaitu : Equity: kesempatan sosial yang sama untuk memperoleh pelayanan publik. Equality: pemerataan/kesetaraan penggunaan dana publik dilakukan secara merata.B. Anggaran Berbasis KinerjaAnggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting) adalah penyusunan anggaran yang didasarkan atas perencanaan kinerja, yang terdiri dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran (budget entity). Ciri utama PBK adalah anggaran disusun dgn memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input), dan hasil yg dihahapkan (outcomes).Sesuai dengan pengertaian anggaran berbasis kinerja, bahwa kinerja merupakan keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan .Dengan penyusunan anggaran berbasis kinerja diharapkan rencana dan program-program pembangunan yang disusun dapat mengarah kepada :1. terwujudnya sasaran yang telah ditetapkan,2. dicapainya hasil yang optimal dari setiap investasi yang dilakukan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik,3. tercapainya efisiensi serta peningkatan produktifitas di dalam pengelolaan sumberdaya dan peningkatan kualitas produk serta jasa untuk mewujudkan kesinambungan pembangunan dan kemandirian nasional, serta4. mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan.Berdasarkan Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan Nomor 0142/M.PPN/06/2009 SE 1848/MK/2009 tentang Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran, dalam rangka penyusunan RPJMN 2010-2014 dan Renstra-KL 2010-2014, Kementerian Negara/Lembaga diharapkan sudah mengimplementasikan reformasi perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja dengan perspektif jangka menengah sesuai dengan amanat dalam UU No. 17 Tahun 2OO3 tentang Keuangan Negara dan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Untuk mendukung Implementasi tersebut telah disusun 1 (satu) paket buku pedoman sebagai acuan dalam penerapan reformasi perencanaan dan penganggaran bagi seluruh Kementerian Negara/Lembaga, yang terdiri atas:1. Buku 1 Pedoman Restrukturisasi Program dan Kegiatan;2. Buku 2 Pedoman penerapan Penganggaran Bebasis Kinerja;3. Buku 3 Pedoman Penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah4. Buku 4 Format Baru RKA-K/L;dan5. Buku 5 Jadwal pelaksanaan penerapan dan penutup.Pada tahap awal, penerapan PBK, Departemen Keuangan dan Bappenas memilih 6 (enam) K/L yang besar secara organisasi dan alokasi anggarannya sebagai pilot project: Departemen Keuangan; Bappenas; Departemen Pertanian; Departemen Kesehatan; Departemen Pekerjaan Umum; dan Departemen Pendidikan Nasional. Dasar pertimbangannya adalah jika keenam K/L tersebut dapat menerapkan PBK maka, K/L yang lain akan lebih mudah melaksanakannya karena oraganisasinya lebih kecil dan alokasai anggarannya tidak besar.Metamorfosis penganggaran adalah perubahan dari Line Item Budgeting atau tradisional memakai cara incremental dalam pengalokasian anggarannya menjadi penganggaran berdasarkan kinerja. Perubahan inilah yang paling mendasar: berupa perubahan pola pikir. Semula penyusunan anggaran masih berkutat pada bagaimana merinci program dalam kegiatan dan biayanya sehingga terbentuk alokasi anggaran secara menyeluruh atas program. Sistem penganggaran yang baru memberi fokus pada hasil, bagaimanapun cara melaksanakan kegiatan tersebut. Pola pikir seperti inilah yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Perubahan pola pikir dimaksud sebagaimana gambar di bawah ini.

Berkaca pada sistem penganggaran yang sedang kita laksanakan saat ini (yang menghasilkan produk dokumen anggaran/RKA-KL) dan sistem perencanaan (yang menghasilkan produk dokumen perencanaan/Renja), maka kedua produk tersebut harusnya terdapat benang merah secara substansi. Apa yang tertuang dalam dokumen perencanaan beserta informasi di dalamnya (outcome dan indikator kinerja pada tingkat program/kegiatan) dioperasionalkan dalam dokumen penganggaran. Hal tersebut tidak terlihat selama ini. Jadi dapat dikatakan bahwa keterkaitan yang ada pada kedua dokumen tersebut hanya sebatas pada nama program dan kegiatan.Kerangka penganggaran berbasis kinerja (PBK) yang dikembangkan berupa tingkat kinerja apa yang ingin dicapai oleh suatu organisasi dalam rangka mendukung pencapaian outcome (baik outcome program maupun outcome nasional). Pelaksanaan pencapaian outcome ini dilekatkan pada tugas dan fungsi suatu organisasi agar jelas akuntabilitasnya.Langkah awal yang ditempuh dalam rangka penerapan PBK secara serius adalah merestrukturisasi program dan kegiatan. Pada awal penerapan UU No. 17 tahun 2003, yaitu penganggaran tahun 2005 yang menjadi fokus adalah penganggaran terpadu. Sedangkan pendekatan penganggaran lainnya belum menjadi perhatian penuh. Dan struktur program yang ada masih kuat aroma sektoralnya, bukan fungsional seperti yang dikehendaki oleh UU dimaksud. Oleh karena itu, nantinya strukur program dan kegiatan melekat secara erat pada organisasi yang melaksanakan program/kegiatan. Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja tersebut, disadari bahwa format RKA-KL yang digunakan sampai dengan penganggaran tahun 2009 masih kurang memadai dalam memberikan informasi kinerja suatu K/L. Oleh karena itu langkah selanjutnya adalah mengubah format RKA-KL menjadi lebih informatif dan lebih sederhana. Perubahan format RKA-KL yang lama dengan yang baru dapat digambarkan diagram di bawah ini.

Aspek penting yang ada dalam penganggaran berbasis kinerja ini meliputi:1. Prinsip dan tujuan penganggaran berbasis kinerjaa. Alokasi Anggaran Berorientasi pada Kinerja (output and outcome oriented)b. Fleksibilitas pengelolaan anggaran utk mencapai hasil dgn tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages)c. Money follow function; function followed by structure. d. Bahwa pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja. 2. Harapan Penerapan Penganggran Berbasis Kinerjaa. Menunjukan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kinerja yg akan dicapai (directly linkages between performance budget).b. Meningkatkan efisiensi dan transparansi unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran (operational efficiency).c. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility).3. Tahapan Kegiatan Dalam Pelaksanaan Penganggran Berbasis Kinerjad. Penetapan Visi dan Misi K/L e. Perumusan Sasaran Strategis K/L (Outcomes K/L)f. Restrukturisasi Program g. Perumusan Outcome Program h. Penetapan IKU Program i. Perumusan Kegiatan per Eselon II/Satker j. Penetapan Output Kegiatan k. Penetapan Indikator Kinerja Kegiatan 4. Komponen/Syarat Penerapan Penganggran Berbasis Kinerjaa. Indikator KinerjaIndikator yang mencerminkan tolok ukur untuk mencapai sasaran program (outcome). Pendekatan yang digunakan dapat berfokus terhadap efektivitas, efisiensi, outcome atau kepuasan pelanggan.Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan indikator-indikator terlebih dahulu. Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan.1) Indikator masukan (input)Masukan merupakan sumber daya yang digunakan untuk memberikan pelayanan pemerintah. Indikator masukan meliputi biaya personil, biaya operasional, biaya modal, dan lain-lain yang secara total dituangkan dalam belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Ukuran masukan ini berguna dalam rangka memonitor jumlah sumber daya yang digunakan untuk mengembangkan, memelihara dan mendistribusikan produk, kegiatan dan atau pelayanan.Contoh-contoh yang ada antara lain:a) Rupiah yang dibelanjakan untuk peralatan;b) Jumlah jam kerja pegawai yang dibebankan;c) Biaya-biaya fasilitas;d) Ongkos sewa;e) Jumlah waktu kerja pegawai.2) Indikator keluaran (outputs)Merupakan Indikator yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan, baik berupa fisik maupun berupa non-fisik.3) Indikator hasil (outcomes)Indikator ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran (output) suatu kegiatan. Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan pengukuran indikator output. Sebagai contoh penghitungan jumlah bibit unggul yang dihasilkan dari suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran (output) namun penghitungan besar produksi per ha merupakan tolok ukur hasil (outcome). Indikator hasil (outcome) merupakan ukuran kinerja dari program dalam memenuhi sasarannya. Pencapaian sasaran dapat ditentukan dalam satu tahun anggaran, beberapa tahun anggaran, atau periode pemerintahan. Sasaran itu sendiri dituangkan dalam fungsi/bidang pemerintahan, seperti keamanan, kesehatan, atau peningkatan pendidikan.Ukuran hasil (outcome) digunakan untuk menentukan seberapa jauh tujuan dari setiap fungsi utama yang dicapai dari output suatu aktivitas (produk atau jasa pelayanan), telah memenuhi keinginan masyarakat yang dituju. Permasalahannya seringkali tujuan tersebut tidak dalam kendali satu unit kerja, misalnya program dari kepolisian untuk mengurangi tingkat kecelakaan di jalan tol dengan aktivitas mengeluarkan peraturan penggunaan sabuk pengaman. Harapannya, penggunaan sabuk pengaman mengurangi tingkat kecelakaan di jalan tol, padahal tingkat kecelakaan masih dipengaruhi faktor lain, seperti : kondisi jalan, mobil, tingkat pengemudi mabuk, kecepatan, dan lain sebagainya di luar jangkauan/kendali unit kerja tersebut.b. Standar BiayaStandarBiaya adalah satuan biaya yang ditetapkan sebagai acuan penghitungan kebutuhan anggaran dalam penyusunan RKA-K/L untuk tahun yang direncanakan berupa: 1) Standar Biaya Masukan merupakan satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks yang digunakan untuk menyusun biaya komponen masukan kegiatan (komponen sebagai tahapan pencapaian output). Fungsi dari standar biaya masukan adalah sebagai berikut :a) Dalam rangka perencanaan kegiatan, standar biaya masukan berfungsi sebagai pedoman bagi K/L dalam menyusun biaya masukan untuk menghasilkan keluaran kegiatan dalam RKA-K/L berbasis kinerja; b) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan, standar biaya masukan dapat berfungsi sebagai batas tertinggi / batas maksimum dalam pelaksanaan kegiatan dan estimasi dimaksudkan bahwa standar biaya masukan merupakan acuan atau ancar-ancar dalam pelaksanaan kegiatan. 2) StandarBiayaKeluaranmerupakan besaran biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah keluaran kegiatan yang merupakan akumulasi biaya komponen masukan kegiatan.Fungsi dari standar biaya keluaran adalah sebagai berikut :a) Menghitung biaya output kegiatan K/L dalam RKA-K/L berbasis kinerja, dapat berupa Indeks Biaya Keluaran atau Total Biaya Keluaran. b) Dalam rangka perencanaan anggaran, standar biaya keluaran dapat berfungsi sebagai referensi dalam penyusunan prakiraan maju dan/atau bahan penghitungan pagu indikatif K/L untuk tahun anggaran yang direncanakan (contohnya, penghitungan pagu indikatif tahun anggaran 2013, menggunakan Standar Biaya Keluaran tahun anggaran 2012). Standar biaya mencerminkan kebutuhan dana untuk menghasilkan sebuah output atas pelaksanaan sebuah kegiatan serta menunjukan seluruh komponen/item yang harus dibiayai. Penetapan unit cost untuk setiap komponen/item menggunakan harga yang paling ekonomis, namun tetap memperhatikan kualitas produk.Biaya-biaya yang digunakan oleh satker dapat diidentifikasi pada dokumen Kertas Kerja RKA-K/L. Penentuan besaran biaya yang digunakan oleh masing-masing satker untuk membiayai kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya disertai data-data pendukung dan surat pertanggungjawaban mutlak apabila belum diatur dalam PMK sebagaimana dimaksud diatas.c. Evaluasi KinerjaEvaluasi kinerja merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran kinerja dan pengembangan indikator kinerja. Oleh karena itu, dalam melakukan evaluasi kinerja harus berpedoman pada ukuran-ukuran dan indikator yang telah disepakati dan ditetapkan. Evaluasi kinerja juga merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja masa lalu yang berguna untuk meningkatkan produktivitas dimasa datang, sebagai suatu proses yang berkelanjutan, evaluasi kinerja menyediakan informasi mengenai kinerja dalam hubungannya terhadap tujuan dan sasaran.Evaluasi kinerja merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dibebankan. Evaluasi kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja. Evaluasi kinerja berfungsi untuk :1) Mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan kinerja suatu organisasi2) Memberikan masukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.3) Melalui evaluasi kinerja dapat diketahui apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan misi dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan datang.Jenis-jenis evaluasi adalah sebagai berikut:1) Menurut waktu pelaksanaan, terdapat dua jenis evaluasi yakni:a) Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilaksanakan pada waktu pelaksanaan, prioritas, fokus prioritas/program prioritas atau kegiatan prioritas, dengan tujuan memperbaiki pelaksanaannya. Temuan utama berupa masalah-masalah dalam pelaksanaannya.b) Evaluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilaksanakan pada saat prioritas, fokus prioritas/program prioritas atau kegiatan prioritas sudah selesai diselenggarakan, dan bertujuan untuk menilai hasil pelaksanaan. Temuan utama berupa capaian-capaian dari pelaksanaan prioritas, fokus prioritas/program prioritas atau kegiatan prioritas.2) Menurut tujuan, dapat dilakukan empat jenis evaluasi yakni:a) Evaluasi formulasi merupakan evaluasi yang dilakukan dengan cara mengkaji apakah formulasi desain kebijakan atau program yang dilakukan pada saat penyusunan awal telah menggunakan metode yang benar (misal: logic model).b) Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dilakukan dengan cara mengkaji apakah pelaksanaan fokus prioritas/program atau kegiatan prioritas berjalan ke arah pencapaian sasaran.c) Evaluasi biaya-manfaat/efektifitas (cost-benefit) merupakan evaluasi yang dilaksanakan dengan mengkaji apakah biaya prioritas, fokus prioritas/program atau kegiatan prioritas efektif untuk mencapai capaian atau sasaran yang sudah ditetapkan.d) Evaluasi dampak merupakan evaluasi yang dilaksanakan dengan mengkaji apakah prioritas, fokus prioritas/program atau kegiatan prioritas memberikan pengaruh atau manfaat yang telah ditetapkan terhadap penerima manfaat.C. Planning Programming Budgeting SystemPPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu.PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya. Dalam keadaaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan rerangka untuk membuat pilihan tersebut.PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah bahwa program-program yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi. Pemerintah harus dapat mengidentifikasi struktur program dan melakukan analisis program. Struktur program merupakan rerangka untuk mengidentifikasi keterkaitan antara sumber daya yang dimiliki dengan aktivitas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi, struktur program merupakan semacam kerangka bangunan dari desain sistem PPBS. Analisis program terkait dengan kegiatan menganalisis biaya dan manfaat dari masing-masing program sehingga dapat dilakukan pilihan. Untuk mendukung hal tersebut PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih agar dapat memonitor kemajuan dalam pencapaian tujuan organisasi. Sistem pelaporan anggaran PPBS harus mampu melaporkan hasil (manfaat) program bukan sekedar jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa konsep daripada PPBS, antara lain:1. Tujuan : menjadi pengarah pada hasil yang akan diperoleh ataupun pelayanan dan jasa-jasa yang akan diberikan.2. Alternatif Cara : menyajikan pilihan dari serangkaian cara ataupun tindakan.3. Hasil Guna. (Outcome) : Berkaitan dengan pengukuran atas tingkat keberhasilan tindakan dalam rangka pencapaian tujuan.4. Dimensi Waktu: Memperkiran perspektif secara tahunan dalam mempertimbangkan akibat dari tuntutan yang diproyeksi pada masa mendatang.5. Prioritas : Berkaitan dengan penentuan atas tindakan yang diutamakan, akan diambil kriteria pilihan tertentu.6. Pengendalian atau Pengawasan : Pengendalian atau pengawasan ke tata laksanaan yang terintegrasi berkaitan dengan sistem pelaporan dan aliran balik informasi.7. Dayaguna: berkaitan dengan pengukuran atas tingkat hasilnya tindakan pencapaian tujuan, jika tujuan dan tindakan itu dapat dinyatakan dan dinilai secara kuantitatifSelain konsepsi, di PPBS juga terdapat beberapa komponen pokok, antara lain:1. Analisis : Merupakan komponen utama PPBS. Analisis ini begitu penting, karena tanpa adanya analisis terlebih dahulu maka perencanaan dan pelaksanaan akan dirasa akan sia-sia. Sebab yang terjadi nantinya akan bertolak belakang dengan yang diharapkan.2. Program : Merupakan komponen dasar penyusunan program, menunjukkan penyatuan kegiatan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu atau serangkaian tujuan tertentu.3. Struktur Program : Merupakan suatu sistem untuk mengelompokkan kegiatan pemerintah dalam tingkatan hubungan yang berorientasi pada tujuan tanpa memperhatikan lokasi organisasi dari kegiatan itu.4. Bentuk Anggaran : Dalam PPBS, penyajian anggaran adalah bentuk program yang didasarkan perhitungan untuk jangka beberapa tahun mendatang.5. Rencana Tindakan : Dibagian ini, penterjemahan anggaran ke dalam bentuk program, didalam artian siapa yang berbuat apa, bilamana, dimana dan dengan sumber apa saja. Setiap tujuan program perlu diselaraskan dengan tujuan organisasi.6. Sistem Informasi : Mekanisme feedback dapat diinterpretasi sebagai penyampaian informasi tentang akibat dari keputusan, sehingga dapat diambil tindakan setelah dilakukan evaluasi keputusan yang ada.1. Karakteristik PPBS Ada beberapa Karakteristik dari PPBS:1. Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang karena PPBS berorientasi pada masa depan3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi4. Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, yang meliputi: (a) identifikasi tujuan, (b) identifikasi secara sistematik alternatif program untuk mencapai tujuan, (c) estimasi biaya total dari masing-masing alternatif program, dan (d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari masing-masing alternatif program.2. Implementasi PPBS / SIPPALangkah-langkah implementasi PPBS meliputi :1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas,2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung pos benevit dari masing-masing program,4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil,5. Alokasi sumber daya kemasing-masing program yang disetujui.6. Program yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi3. Tahapan Penyusunan PPBS/SIPPADalam PPBS/SIPPA, perhatian banyak ditekankan pada penyusunan rencana dan program. Rencana disusun sesuai dengan tujuan nasional yaitu untuk kesejahteraan rakyat karena pemerintah bertanggung jawab dalam produksi dan distribusi barang-barang maupun jasa-jasa dan alokasi sumber-sumber ekonomi yang lain. Pengukuran manfaat penggunaan dana, dilihat dari sudut pengaruhnya terhadap lingkungan secara keseluruhan, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas tujuan-tujuan yang hendak dicapai di masa yang akan datang.Mengenai proses penyusunan PPBS ini, melalui beberapa tahap sebagai berikut:1. Menentukan tujuan yang hendak dicapai2. Mengkaji pengalaman-pengalaman di masa lalu3. Melihat prospek perkembangan yang akan datang4. Menyusun rencana yang bersifat umum mengenai apa yang akan dilaksanakan.Setelah keempat tahap, di atas selesai disusun, barulah memasuki tahap selanjutnya yang terdiri dari:1. Menyusun program pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.2. Berdasarkan program pelaksanaan ditentukan berapa jumlah dana yang diperlukan untuk melaksanakan program-program tersebut.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam PPBS adalah:1. Untuk menerapkan sistem ini, dituntut kemampuan dalam menyusun rencana dan program secara terpadu.2. Dibutuhkan informasi yang lengkap, baik informasi masa lalu maupun informasi masa yang akan datang yang relevan dengan kebutuhan penyusunan rencana dan program tersebut.3. Pengawasan mulai dilaksanakan sebelum pelaksanaan sampai selesainya pelaksanaan rencana dan program.4. Keunggulan dan Kelemahan PPBS / SIPPAKelebihan PPBS1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke manajemen menengah.2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-consciousness/cost awareness) dalam perencanaan program4. Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama antardepartemen5. Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan organisasi6. PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber daya secara optimalKelemahan PPBS1. PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya sistem pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan teknologi yang canggih3. PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia yang kompleks5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan statistik terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program. Statististik hanya tepat untuk mengukur beberapa program tertentu saja.6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan sifat progam atau kegiatan yang lintas departemen sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi biaya. Sementara itu sistem akuntansi dibuat berdasarkan departemen bukan program.

D. Zero Based Budgeting

Konsep Zero Based Budgeting (ZBB). Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada sistem anggara tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep Zero Based Budgeting dapat menghilangkan incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero-base). Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan besarnya anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu dengan menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran dimulai dari hal yang baru sama sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan dibutuhkan dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur anggaran atau mungkin juga muncul item baru.

A. Proses Implementasi ZBBProses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:1. Identifikasi unit-unit keputusanStruktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility center). Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan (decision unit) yang salah satu fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran. Zero Based Budgeting merupakan sistem anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit keputusan level yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah merupakan suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah lagi menjadi dinas-dinas; dinas-dinas dipecah lagi menjadi subdinas-subdinas; subdinas dipecah lagi menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan demikian, suatu pemerintah daerah bisa memiliki ribuan unit keputusan.Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap berikutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen tersebut disebut paket-paket keputusan (decision packages).3. Penentuan paket-paket keputusanPaket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket keputusan dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara teoritis, paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai alternatif kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada tiap-tiap alternatif. Terdapat dua jenis paket keputusan, yaitu:

Paket keputusan mutually-exclusive. Paket keputusan yang bersifat mutually-exclusive adalah paket-paket keputusan yang memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salah satu paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak semua alternatif yang lain.Paket keputusan incremental. Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda (dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Terdapat base package yang menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paket lain yang tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang akan berp