6 bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Auditory, Intelectually and Repetition (AIR)
Model pembelajaran AIR adalah model yang menekankan pada tiga
aspek, yaitu Auditory, Intelectually and Repetition. Auditory yaitu belajar dengan
mendengar, Intelectually yaitu belajar dengan berpikir dan memecahkan masalah,
Repetition yaitu pengulangan agar melajar lebih efektif
Menurut Suherman (2004:20), AIR adalah singkatan dari Auditory,
Intelectually and Repetition. Pembelajaran seperti ini menganggap bahwa akan
efektif apabila memperhatikan tiga hal tersebut. Auditory yang berarti bahwa
indera telinga digunakan dalam belajar dengan cara mendengarkan, menyimak,
berbicara, persentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi.
Intectual berpikir yang berarti bahwa kemampuan berpikir perlu dilatih melalui
latihan bernalar, mencipta, memecahkan masalah, mengkonstruksi dan
menerapkan. Repetition yang berarti pengulangan, agar pemahaman lebih
mendalam dan lebih luas, siswa perlu dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian
tugas atau kuis
a. Auditory
Auditory berarti indera telinga digunakan dalam belajar dengan cara
menyimak, berbicara, persentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan
menanggapi. Sarbana (Yulia, 2008:24) mengartikan auditory sebagai salah satu
modalitas belajar, yaitu bagaimana kita menyerap informasi saat berkomunikasi
ataupun belajar dengan cara mendengarkan, indera telinga digunakan dalam
belajar dengan cara mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi,
argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi.
Dalam KBM, sebagian besar proses interaksi siswa dengan siswa
dilakukan dengan komunikasi yang melibatkan indera telinga. Menurut Tiel
(Nirawati, 2009:16) masuknya informasi melalui auditory bentuknya haruslah
6
7
berurutan, teratur dan membutuhkan konsentrasi yang baik agar informasi yang
masuk ditangkap dengan baik yang kemudian akan diproses dalam otak.
Mendengar merupakan salah satu aktivitas belajar, karena tidak mungkin
informasi yang disampaikan secara lisan oleh guru dapat diterima dengan baik
oleh siswa jika tidak melibatkan indera telinganya untuk mendengar. Guru
diharapkan bisa memberikan bimbingan pada siswa agar pemanfaatan indera
telinga dalam KBM dapat berkembang secara optimal sehinga interkoneksi antara
telinga dan otak bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Menurut Meier (2002:96) ada beberapa gagasan untuk meningkatkan
pengguna sarana auditory dalam belajar :
1. Mintalah pembelajar berpasang-pasangan membincangkan secara
terperinci apa saja yang baru mereka pelajari dan bagaimana mereka
akan menerapkannya.
2. Mintalah pembelajar mempraktikkan suatu keterampilan atau
memperagakan suatu fungsi sambil mengucapkan secara sangat
terperinci apa yang sedang mereka kerjakan
3. Mintalah pembelajar berkelompok dan berbicara nonstop saaat sedang
menyusun pemecahan masalah atau membuat rencana jangka panjang
b. Intelectually
Intellectually berarti belajar dengan berpikir untuk menyelesaikan
masalah. Kemampuan berpikir perlu dilatih melalui latihan bernalar, mencipta
memecahkan masalah, mengkonstruksi dan menerapkan. Meier (2002:99)
mengemukakan : Aspek dalam intelektual dalam belajar akan terlatih jika siswa
dilibatkan dalam aktivitas memecahkan masalah, menganalisa pengalaman,
mengerjakan perencanaan strategis, melukiskan gagasan kreatif dan menyaring
informasi, menemukan pertanyaan, menciptakan modal mental, menerapkan
gagasan baru, menciptakan makna pribadi dan meramalkan implikasi suatu
gagasan baru sehingga guru mampu merangsang, mengarahkan dan
meningkatkan intensitas proses berpikir siswa demi tercapainya kemampuan
pemahaman yang maksimal dari siswa.
8
c. Repetition
Morisin (Yulia, 2006:28) berpendapat bahwa hasil belajar yang
merupakan perubahan sungguh-sungguh dalam perilaku dan pribadi seseorang
bersifat permanen. Dalam proses belajar, ada sejumlah informasi atau materi
pelajaran yang diharapkan tersimpan didalam memori otak. Pada kenyatannya,
hal-hal yang telah dipelajari sulit sekali dimunculkan bahkan tidak dapat
direproduksikan lagi dari daya ingat kita. Peristiwa inilah yang disebut lupa.
Pengulangan tidak berarti dilakukan dengan bentuk pertanyaan atau
informasi yang sama, melainkan dalam bentuk informasi yang dimodifikasi. Dalam
memberi pengulangan, agar pemahaman siswa lebih mendalam dan lebih luas
guru dapat memberikan soal, tugas atau kuis. Dengan diberikan soal dan tugas,
siswa akan terbiasa menyelesaikan persoalan-persoalan matematika. Sedangkan
dengan pemberian kuis siswa akan senantiasa siap dalam menghadapi tes ujian.
Proses mempertahankan informasi ini dapat dilakukan dengan adanya
kegiatan pengulangan informasi yang masuk dalam otak. Dengan adanya latihan
dan pengulangan akan membantu dalam proses mengingat, karena semakin lama
informasi tersebut tinggal dalam memori jangka pendek, maka akan semakin
besar kesempatan memori tersebut ditransfer ke memori jangka panjang. Hal ini
sejalan dengan teori Ausubel mengenai pentingnya pengulangan, Suherman dan
Winataputra (Apriani, 2008:22) menjelaskan, “Pengulangan yang akan
memberikan dampak positif adalah pengulangan yang tidak membosankan dan
disajikan dengan cara yang menarik”. Menarik disini bisa dalam bentuk informasi
yang bervariatif. Dengan pemberian soal, tugas, atau kuis. Siswa akan mengingat
informasi- informasi yang diterimanya dan terbiasa untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan matematika.
Langkah-langkah pembelajaran AIR menurut Meirawati (2009:15) yaitu:
Tahap Auditory
Kegiatan guru:
- Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil.
- Guru memberi LKS kepada siswa untuk dikerjakan secara kelompok.
9
- Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai
soal LKS yang kurang dipahami.
Kegiatan Siswa
- Siswa menuju kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk oleh
guru.
- Siswa menerima LKS yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan
secara kelompok.
- Siswa bertanya mengenai soal LKS yang kurang dipahami kepada
guru.
Tahap Intelectually
Kegiatan Guru :
- Guru membimbing kelompok belajar siswa untuk berdiskusi dengan
rekan dalam satu kelompok sehingga dapat menyelesaikan LKS.
- Guru memberi kesempatan kepada beberapa kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerjanya.
- Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk bertanya
dan mengemukakan pendapatnya.
Kegiatan siswa :
- Siswa mengerjakan soal LKS secara berkelompok dengan
mencermati contoh-contoh soal yang telah diberikan
- Siswa mempresentasikan hasil kerjanya secara berkelompok yang
telah selesai mereka kerjakan.
- Siswa dari kelompok lain bertanya dan mengungkapkan
pendapatnya, sedangkan kelompok lain yang mempresentasikan
menjawab dan mempertahankan hasil kerjanya.
Tahap Repetition
Kegiatan guru :
- Memberikan latihan soal individu kepada siswa
10
- Dengan diarahkan guru, siswa membuat kesimpulan secara lisan
tentang materi yang telah dibahas.
Kegiatan siswa :
- Siswa mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh guru secara
individu
- Siswa menyimpulkan secara lisan tentang materi yang telah dibahas.
Dalam pembelajaran Auditory, Intelectually, Repetition (AIR), siswa dapat
saling bekerja sama dalam kelompok kecil, saling berdiskusi dan bertukar pikiran
untuk mengkontruksi pengetahuannya. Kelompok tersebut terdiri dari 4 sampai 5
orang. Menurut E. Mulyasa diskusi kelompok kecil memiliki karakteristik sebagai
berikut :
a. Melibatkan sekitar 3 samapi 5 orang peserta dalam setiap kelompok.
b. Berlangsung secara informal, sehingga setiap anggota dapat saling
berkomunikasi langsung dengan anggota lain.
c. Memiliki tujuan yang dicapai dengan kerja sama antar anggota kelompok
d. Berlangsung secara sistematis.
Lebih lanjut E. Mulyasa menjelaskan melalui kelompok kecil dalam
pembelajaran memungkinkan peserta didik:
a. Berbagi informasi dan pengalaman dalam pemecahan suatu masalah.
b. Meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang penting
dalampembelajaran
c. Meningkatkan keterlibatan dalam perencanaan dan penganbilan keputusan
d. Mengembangkan kemampuan berfikir dan berkomunikasi
e. Membina kerjasama yang sehat dalam kelompok yang kohesif dan
bertanggung jawab.
Dalam penelitian ini, siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari 4
sampai 5 orang dengan kemampuan akademik yang heterogen. Didalam setiap
kelompok terdiri dari satu orang siswa yang berkemampuan tinggi, dua atau tiga
orang siswa yang berkemampuan sedang, dan siswa yang lain yang
berkemampuan rendah.
11
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
AIR dapat meningkatkan kemampuan aktivitas siswa untuk bersosialisasi serta
siswa mempunyai kesempatan untuk saling menghargai perbedaan pendapat
dalam kelompok.
2.1.2 Pengertian belajar
Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang baik, tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. Slameto ( 1988),
berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang di lakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkunganya. Menurut Hilgard dan Brower mendefinisikan belajar sebagai
perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktek, dan pengalaman.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar dapat
diartikan sebagai perubahan tingkah laku akibat proses aktif dalam memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru dalam berinteraksi dengan lingkunganya.
a. Proses. Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan
merasakan seeorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaanya aktif.
b. Perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar adalah
perubahan yang dihasilkan dari pengalaman (interaksi dengan lingkunganya)
dimana proses mental dan emosional terjadi.
c. Pengalaman. Belajar adalah mengalami, dalam arti belajar terjadi di dalam
interaksi antara individu dengan lingkunganya baik fisik
Lingkungan belajar yang baik adalah lingkunganya yang merangsang dan
menantang peserta didik untuk belajar. Selama ini pembelajaran matematika
hanya dilakukan di dalam kelas, sehingga peserta didik mengalami kesulitan
dalam mengaplikasikan konsep kedalam dunia nyata. Jadi seorang guru
matematika harus dapat menciptakan lingkungan belajar yang merangsang dan
menantang peserta didik, sebagai contoh dengan menggunakan alat peraga
ataupun belajar di luar ruangan.
Teori-teori belajar yang relevan dalam penelitian ini antara lain:
12
a. Teori Jean Piaget
Menurut Piaget ( wahyudi, 2013 :3-4 ) setiap anak mengembangkan
kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur. Adapun tahapan-
tahapan tersebut adalah:
1) Tahap Sensori Motor (dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun).
Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami
lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap,
mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan
kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif
yang penting muncul pada saat ini.
2) Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun).
Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu
untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas.
Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu
mengingat banyak hal tentang lingkungannya.
3) Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun).
Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Anak-
anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah
menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang
ditangkap oleh panca indra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja
berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak
sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang
mengetahui bila membuat kesalahan.
4) Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun).
Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir
mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat
memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat
mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan
ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang
besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah
mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.
13
Di samping itu, dalam kegiatan belajar mengajar piaget lebih
mementingkan interaksi antara peserta didik dengan kelompoknya.
Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi antara peserta didik
dengan kelompok sebayanya daripada dengan orang-orang dewasa. Implikasi
teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah:
1) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh
karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan cara berfikir anak.
2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.
4) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Dengan demikian keterkaitan penelitian ini dengan teori Jean Piaget
adalah peserta didik akan memahami pelajaran bila peserta didik aktif sendiri
membentuk atau menghasilkan pengertian dengan panca inderanya serta
peserta didik dalam belajar harus di beri peluang untuk saling berbicara dan
berdiskusi dengan teman-temannya seperti yang ada dalam model
pembelajaran Auditory, Intellectually, dan Repetition ( AIR ).
b. Teori Bruner
Menurut Jerome Bruner ( Wahyudi, 2013 : 19-22 ) belajar merupakan
proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di
luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Pengetahuan perlu dipelajari
melalui tahap-tahap tertentu agar pengetahuan tersebut dapat di internalisasi
dalam pikiranya (struktur kognitif) manusia yang mempelajarinya. Proses
internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh jika pengetahuan tersebut
dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut.
14
1) Tahap Inaktif. Seseorang melakukan keaktifan-keaktifan dalam upayanya
untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia
sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik.
2) Tahap iconic. Seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Dalam tahap ini pengetahuan
dipresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual, gambar atau
diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi nyata yang
terdapat pada tahap enaktif.
3) Tahap simbolik. Suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan dipelajari
dalam bentuk simbol abstrak baik simbol verbal (huruf, kata), lambang
matematika, maupun lambang abstrak lainya.
Keterkaitan model pembelajaran AIR dengan teori brunner adalah peserta
didik dalam memahami pelajaran dipengaruhi oleh keaktifan-keaktifan dan simbol-
simbol yang mereka pahami.
Hasil Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar yang diteliti
yaitu hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik
setelah menerima pengalaman belajarnya. Menurut Benyamin Bloom hasil belajar
diklasifikasikan menjadi tiga ranah yaitu:
a. Ranah kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni:
1) Pengetahuan hafalan. Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk
mengingat-ingat kembali atau mengenali kembali tentang nama, istilah,
ide gejala, rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan
untuk menggunakannya.
2) Pemahaman. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna
atau arti dari suatu konsep.
3) Aplikasi. Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan, dan mengabstraksi
suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi baru.
15
4) Analisis. Analisis adalah kesanggupan memecahkan masalah, mengurai
suatu integritas (suatu yang utuh) menjadi unsur-unsur yang mempunyai
arti, atau mempunyai tingkatan.
5) Sintesis. Sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian
menjadi satu integritas.
6) Evaluasi. Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu
yang mungkin dilihat dari segi, tujuan gagasan, cara kerja, pemecahan,
metode, materi, dan lain-lain.
b. Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan perasaan, minat, dan perhatian, keinginan
dan penghargaan yang terdiri dari lima aspek yakni:
1) Penerimaan. Penerimaan yaitu kepekaan dalam menerima stimulus dari
luar yang datang kepada peserta didik dalam bentuk masalah, situasi,
gejala , dan lain-lain.
2) Tanggapan. Tanggapan adalah reaksi yang diberikan seseorang terhadap
stimulus yang datang dari luar, yang mencakup ketepatan reaksi,
perasaan, dan kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar.
3) Penilaian. Penilaian berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
gejala atau stimulus. Dalam penilaian ini termasuk di dalamnya kesediaan
menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai,
dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
4) Organisasi. Organisasi yakni pengembangan dari nilai kedalam satu
sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain,
pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
5) Internalisasi. Internalisasi atau karakteristik nilai yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang,yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya.
c. Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Ada
enam aspek yakni: Gerakan refleks, Keterampilan gerakan dasar,
16
Kemampuan perceptual, Keharmonisan atau ketepatan, Gerakan
keterampilan kompleks dan Gerakan ekspresif dan interpretative
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi
dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.( Slameto, 1988: 56-74)
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal diri siswa, antara lain:
1) Jasmaniah. Yaitu kesehatan dan cacat tubuh.
2) Psikologis yaitu intelegensi, minat, perhatian, bakat motif dan
kematangan.
3) Kelelahan yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang brasal dari luar individu, antara lain:
1) Faktor keluarga
Faktor keluarga adalah bagaimana cara orang tua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang
tua, dan latar belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah
Faktor sekolah meliputi metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi
siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,
standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan
tugas rumah).
3) Faktor masyarakat
Faktormasyarakat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,
teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal yang meliputi faktor jasmaniah,
psikologis dan kelelahan. Dan faktor eksternal yang meliputi faktor keluarga,
sekolah dan masyarakat.
Guru harus memahami faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa, agar dapat membantu siswa belajar dan berprestasi lebih baik.
17
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran AIR
dapat meningkatkan kemampuan aktivitas siswa untuk bersosialisasi serta siswa
mempunyai kesempatan untuk saling menghargai perbedaan pendapat dalam
kelompok
Atas dasar uraian di atas peneliti berupaya dalam memecahkan masalah
pembelajaran yang dihadapi pada mata pelajaran matematika difokuskan pada
penggunaan model pembelajaran Auditory, Intelectually, Repetition pada pokok
bahasan Melakukan Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat pada peserta didik
kelas V semester I SD Negeri Sidomulyo 03 Tahun Ajaran 2013/2014.
2.1.3 Pembelajaran Matematika
Matematika berasal dari bahasa Yunani Mathematike yang berarti
“relating to learning” perkataan ini mempunyai akar kata mathema yang berarti
pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike juga serupa dengan kata mathein yang
artinya bernalar atau berfikir. Jadi matematika adalah ilmu yang diperoleh dengan
bernalar.
Adapun Pembelajaran adalah suatu interaksi antara peserta didik dengan
pendidik, peserta didik dengan peserta didik untuk mencapai suatu tujuan belajar
dengan memanfaatkan beberapa komponen seperti sarana dan prasarana,
strategi atau metode.
Jadi pembelajaran matematika merupakan suatu interaksi antara peserta
didik dengan pendidik, peserta didik dengan peserta didik untuk mencapai suatu
tujuan belajar dengan memanfaatkan beberapa komponen seperti sarana dan
prasarana, strategi atau metode pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran
matematika.
Adapun kendala-kendala yang sering dialami peserta didik dalam
mempelajari matematika di sekolah antara lain: Peserta didik tidak dapat
menangkap konsep dengan benar, Peserta didik tidak menangkap arti dari
lambang-lambang, Peserta didik tidak memahami asal usulnya suatu prinsip dan
Peserta didik tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur
18
Dari kendala-kendala di atas seorang guru matematika harus bisa
membuat peserta didik senang terhadap pelajaran matematika serta membuat
suasana kelas yang menyenangkan. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan
guru dalam mengajarkan pelajaran matematika antara lain:
a. Mengaitkan pengalaman konsep sehari-hari ke dalam konsep matematika
atau sebaliknya mencari pengalaman sehari-hari menjadi bahasa
matematika, merubah bahasa sehari-hari menjadi bahasa matematika.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemuka pola,
membuat dugaan, menjeneralisasikan, membuktikan, mengambil kesimpulan,
dan membuat keputusan.
c. Membuat formulasi soal terapan dan tidak rutin, serta mencoba soal teka teki
dan permainan, memberikan gambaran tentang keberadaan soal-soal
matematika sebagai salah satu upaya mengembangkan daya ingat dan
pengalaman mereka, sebab matematika tidak terbatas pada ingatan saja,
tetapi perlu pengalaman dan mencoba sendiri soal-soal untuk memahaminya.
d. Mengembangkan metode yang bervariasi.
e. Meluruskan tujuan pembelajaran secara riil, membangun suasana belajar
yang menyenangkan, dan memberikan penghargaan yang memadai bagi
setiap pekerjaan anak.
2.1.4 Teori Belajar Matematika
Teori belajar matematika yang relevan dengan penelitian ini adalah Teori
Konstruktivisme. Pendekatan paham konstruktivisme, pembelajaran matematika
adalah proses pemecahan masalah. Paul (Uno,2007) mengemukakan bahwa
aliran konstruktivisme memandang bahwa untuk belajar matematika yang
terpenting adalah bagaimana membentuk pengertian pada siswa. Dalam aliran
ini siswa mempelajari matematika senantiasa membentuk pengertian sendiri. Hal
ini menekankan bahwa pada saat belajar matematika yang terpenting adalah
proses belajar siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator yang mengarahkan
siswa, meluruskan, dan melengkapi sehingga konstruksi pengetahuan yang
19
dimilikinya menjadi benar. Oleh karena itu siswa diberi kesempatan menghayati
proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan.
Dalam membentuk kefahaman peserta didik, pembelajaran kooperatif tipe
Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) dapat digunakan untuk pelajar dalam
memahami tentang suatu konsep dan ide yang lebih jelas apabila mereka terlibat
secara langsung dalam pembinaan pengetahuan baru. Peserta didik akan
mengingat lebih lama konsep tersebut karena mereka terlibat secara aktif dalam
mengaitkan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk
membina pengetahuan yang baru. Hal ini dikaitkan dengan adanya repetition
dimana adanya pengulangan agar belajar lebih efektif. Stimulus dan respons
akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat jika proses pengulangan
sering terjadi. Semakin banyak kegiatan pengulangan maka hubungan yang
akan terjadi akan semakin bersifat otomatis.
Teori Ausubel juga relevan dengan penelitian ini. Pembelajaran bermakna
(meaningfull) merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-
konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif
adalah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah
dipelajari dan diingat peserta didik. Teori Ausubel sejalan dengan prinsip
konstruktivisme, belajar adalah kegiatan aktif peserta didik dalam membangun
pengetahuan barunya. Peserta didik mencari sendiri arti dari yang mereka
pelajari dan bertanggungjawab terhadap hasil belajarnya.
Pembelajaran kooperatif tipe Auditory, Intellectually, Repetition (AIR)
adalah model pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik dengan
aktivitas-aktivitas belajar kelompok yang di dalamnya akan membangun
pengetahuan barunya serta peserta didik mencari sendiri arti dari yang mereka
pelajari dan bertanggungjawab terhadap hasil belajarnya dengan cara
mempresentasikan.
2.1.5 Penerapan Metode Kooperatif Model Auditory Intelectually Repetition (AIR )
terhadap Hasil Belajar Matematika
20
Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Auditory Intelectually
Repetition (AIR ) dapat mengaktifkan peserta didik dengan aktivitas-aktivitas
belajar kelompok yang di dalamnya akan membangun pengetahuan barunya serta
peserta didik mencari sendiri arti dari yang mereka pelajari dan bertanggungjawab
terhadap hasil belajarnya dengan cara mempresentasikan. Dengan pengalaman
yang baru dari pengalaman belajar siswa tersebut bertujuan dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa untuk mampu bersaing antar kelompoknya masing-masing
untuk dapat menjadi kelompok yang terbaik. Motivasi inilah yang memegang
peranan penting bagi siswa untuk mampu meningkatkan hasil belajarnya.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Kajian hasil penelitian yang relevannya diantara lain penelitian yang
dilakukan oleh Eka Istri Safitri yang berjudul Meningkatkan Prestasi Belajar
Matematika dan keaktivan siswa melalui model pembelajaran AIR dalam
pokok bahasan operasi hitung bilangan bulat pada siswa kelas VII SMP 3
Kalibawang Tahun Pelajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil Penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Auditory Intelectually
Repetition (AIR) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan keaktifan siswa.
Peningkatan prosentase keaktifan belajar dari 53% pada siklus 1 menjadi
84,79% pada siklus 2. Peningkatan prosentase belajar siswa diikuti dengan
meningkatnya prestasi belajar matematika siswa denggan peningkatan hasil
belajar yaitu 32,14 % pada siklus 1 menjadi 78,57 pada siklus 2.
Penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Laili Nailul Farich yang
berjudul Upaya peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa melalui
Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually, Repetition ( AIR )
pada pembelajaran Biologi Materi Pokok Plantae kelas X MA Wahid Hasyim
Tahun Pelajaran 2012/2013. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa model
pembelajaran Auditory Intellectually, Repetition ( AIR ) dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa. Peningkatan keaktifan yang meliputi aspek
keaktifan emosional activities meningkat sebesar 13,33 %, listening activities
meningkat sebesar 1,34 %, oral activities mningkat 16,00 %, moto activities
21
mningkat sebesar 16,00 % dan writing activities meningkat 14,67 %.
Peningkatan hasil belajar kognitif siswaditunjukkan dengan adanya peningkatan
nilai post-test dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 0,92 dengan nilai efect size 0,7.
Penelitian yang relevan juga dilakukan oleh Qurotuh Ainia dkk dengan
judul Eksprerimen Model pembelajaran Auditory Intellectually, Repetition (
AIR ) terhadap prestasi belajar Matematika ditinjau dari karakter Belajar
Siswa klas VII SMP Negeri Se-Kecamatan kaligesing Tahun 2011/2012. Hasil
penelitian menunjukkan +0.05 menunjukkan F obs = 17.08 > F tabel = 4.0 yang
berarti terdapat perbedaan prestasi belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran AIR dan model Konvensional.
Dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena
peneliti menggunakan PTK ( Penelitian Tindakan Kelas ) yang menekankan
pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika di Sekolah Dasar.
2.3 Kerangka Berpikir
Pada kegiatan pembelajaran Matematika di kelas V SD Negeri Sidomulyo 03
Kec. Limpung Kab. Batang, guru masih sering menggunakan metode pembelajaran
yang monoton serta kegiatan pembelajaran yang masih didominasi oleh guru sebagai
pusat pembelajaran dan sebagai satu satunya sumber belajar (Teacher Centered),
sehingga hasil belajar Matematika masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar
Matematika pada siswa kelas kelas V SDN Sidomulyo 03 Kec. Limpung Kab.Batang.
Dari 20 siswa hanya 5 siswa (25 %) yang sudah mencapai ketuntasan minimal dan 15
siswa (75 %) belum mencapai KKM ( 65).
Penelitian akan dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan teman
sejawat. Penelitian dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran Auditory
Intelectually Repetition (AIR ) yang diharapkan dapat mengarahkan siswa agar belajar
lebih aktif, ada kerjasama antarsiswa dan dapat berpikir secara logis yang akan
berdampak pada peningkatkan hasil belajar Matematika.
Penerapan pembelajaran berdasarkan kerangka berpikir tergambar dalam
skema berikut ini:
22
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas maka hipotesis
tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Metode
pembelajaran kooperatif model Auditory Intelectually Repetition (AIR ) dapat
meningkatkan hasil belajar Matematika tentang Melakukan Operasi Hitung
Campuran Bilangan Bulat siswa kelas V Semester I SDN Sidomulyo 03
Kecamatan Limpung, Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014.
Kondisi Awal
Guru masih menggunakan pembelajaran konvensional
Metode yang digunakan belum bervariasi
Tindakan
Siswa Nilai dibawah
KKM ( 65 )
Menggunakan model
pembelajaran Auditory,
Intellectually, dan Repetition
( AIR ).
Siklus II Meningkat Tuntas
Siklus I Meningkat Belum tuntas
Hasil belajar tuntas. Nilai siswa lebih besar KKM ( 65 ).
85 % siswa tuntas.
Kondisi Akhir
23