model pembelajaran auditory

29
1. Model Pembelajaran Auditory, Intellectually dan Repetition (AIR) a. Definisi Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan model pembelajaran yang mirip dengan model pembelajaran Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI) dan pembelajaran Visualization Auditory Kinesthetic (VAK), bedanya hanya pada repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis. Vera (Juliani, 2012: 8) berpendapat bahwa, Model pembelajaran AIR diartikan sebagai model pembelajaran yang menekankan tiga aspek, yaitu auditory (belajar dengan

Upload: isnaa-astuti

Post on 04-Dec-2015

61 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pendidikan

TRANSCRIPT

Page 1: Model Pembelajaran Auditory

1. Model Pembelajaran Auditory, Intellectually dan Repetition (AIR)

a. Definisi

Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan model pembelajaran yang

mirip dengan model pembelajaran Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI)

dan pembelajaran Visualization Auditory Kinesthetic (VAK), bedanya hanya pada repetisi

yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa

dilatih melalui pemberian tugas atau kuis.

Vera (Juliani, 2012: 8) berpendapat bahwa, Model pembelajaran AIR diartikan

sebagai model pembelajaran yang menekankan tiga aspek, yaitu auditory (belajar dengan

mendengar), intellectualy (belajar dengan berfikir), dan repetition (pengulangan) agar

belajar menjadi efektif.

1.      Auditory

Auditory berarti belajar dengan melibatkan pendengaran. Belajar auditori adalah

belajar dengan berbicara dan mendengar. Belajar auditori merupakan cara belajar yang

standar bagi semua orang sejak awal sejarah. pada pembelajaran ini siswa belajar dari

suara, dialog, menceritakan kepada orang lain sebuah pengalaman, belajar dan berbicara

dengan diri sendiri, mengingat bunyi dan irama, mendengarkan kaset dan dari mengulang

apa yang dibaca dalam hati.

Page 2: Model Pembelajaran Auditory

Ketika telinga menangkap dan menyimpan informasi, beberapa area penting di otak

menjadi aktif. Guru dapat merancang pembelajaran matematika yang menarik saluran

auditori dengan melakukan tindakan seperti mengajak siswa membicarakan materi apa

yang sedang dipelajari, dan siswa diminta untuk mengungkapkan pendapat atas informasi

yang telah didengarkan dari penjelasan guru.

Merancang pembelajaran yang menarik pada pembelajaran auditori carilah cara untuk

mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka bicarakan, pelajari, baca keras-

keras dan ajak berbicara saat mereka memecahkan masalah, membuat model,

mengumpulkan informasi, menguasai keterampilan dan lain-lain.

2.      Intellectualy

Intellectualy berarti menunjukkan apa yang dilakukan siswa dalam pikiran mereka secara

internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman,

menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Belajar

intelektual adalah bagian untuk merenung, menciptakan, memecahkan masalah dan

membangun makna. Aspek intelektual dalam belajar aka terlatih jika guru mengajak siswa

terlibat dalam aktivitas seperti:

1.    memecahkan masalah;

2.    menganalisis masalah;

3.    mengerjakan perencanaan strategis;

4.    melahirkan gagasan kreatif;

5.    mencari dan menyaring informasi;

6.    merumuskan pertanyaan;

7.    menerapkan gagasan baru pada pekerjaan;

8.    meramalkan implikasi suatu gagasan.

Takari (Juliani, 2012: 4) mengartikan “Belajar dengan intelektual bukan berarti belajar

tanpa emosi, rasionalistis, berhubungan dan akademis”. Berfikir pada hakikatnya adalah

suatu rahmat dan karunia dari Allah.

Sarbana (Juliani, 2012: 4) berpendapat bahwa,

Berfikir adalah proses aktifnya otak melalui indra mata, telinga dan rasa akan diolah

didalam otak melalui peristiwa listrik yang akan merangsang sekaligus mengaktifkan sel-

sel otak. Selanjutnya masing-masing sel otak akan saling berinteraksi melalui sebuah

Page 3: Model Pembelajaran Auditory

media yang dinamakan neurotransmitter, semakin banyak hubungan yang terjadi maka

fungsi otak akan semakin meningkat yang berarti makin cerdas.

3.      Repetition

Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan

dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis. Bila guru menjelaskan suatu

unit pelajaran, itu perlu diulang-ulang. Karena ingatan siswa tidak selalu tetap dan mudah

lupa, maka perlu dibantu dengan mengulangi pelajaran yang sedang dijelaskan. Pelajaran

yang diulang akan memberikan tanggapan yang jelas, dan tidak mudah dilupakan, sehingga

dapat digunakan oleh siswa untuk memecahkan masalah. Ulangan dapat diberikan secara

teratur, pada waktu-waktu tertentu, atau setelah tiap unit diberikan, maupun secara

insidentil jika dianggap perlu (Slameto dalam Panjaitan, 2012: 11). Menurut Suherman

(2003) menjelaskan bahwa, “Pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah

pengulangan yang tidak membosankan dan disajikan dalam metode yang menarik”.

Menurut Herdian (Panjaitan, 2012: 11) mengemukakan bahwa, Ada beberapa jenis

kegiatan yang dilakukan dalam Auditory Intellectually Repetion (AIR) pada matematika,

yaitu sebagai berikut.

1)   Membentuk pembelajaran kelompok dan diskusi

Pada kegiatan ini siswa dapat saling menukar informasi yang didapatnya dan siswa

dapat mengeluarkan ide mereka secara verbal atau guru mengajak siswa

membicarakan tentang apa yang dipelajari, diantaranya menterjemahkan

pengalaman mereka dengan suara, mengajak mereka berbicara saat memecahkan

masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, dan sebagainya sehingga

mereka akan melahirkan gagasan yang kreatif.

2)   Memecahkan masalah

Pada kegiatan ini ada beberapa hal yang dilakukan siswa dalam mengerjakan

perencanaan strategis untuk menyelesaikan soal, yaitu mencari dan menyaring informasi,

merumuskan pertanyaan, membuat model dan menyelesaikan soal dengan menerapkan

seluruh gagasan pada pekerjaan.

3)   Melakukan presentasi

Pada kegiatan ini siswa diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaan yang telah

mereka diskusikan tadi. Siswa diharapkan dapat memikirkan bagaimana cara mereka untuk

Page 4: Model Pembelajaran Auditory

menerapkan informasi dalam presentasi tersebut sehingga mereka dapat meningkatkan

kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Kemudian siswa yang lain menanggapi

hasil diskusi kelompok lain sehingga terjadi diskusi antar seluruh siswa dan guru akan

membantu jika siswa mengalami kesulitan.

4)   Melakukan repetisi

Pada kegiatan ini guru melakukan repetisi kepada seluruh siswa tetapi bukan secara

berkelompok melainkan secara individu. Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna

pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas

atau kuis.

b. Ahli

Richard Meir born 17 January 1983

c. Langkah-langkah

Page 5: Model Pembelajaran Auditory

d. Kelemahan-kelebihan

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun yang menjadi

kelebihan dari model pembelajaran AIR adalah sebagai berikut.

a.    Melatih pendengaran dan keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapat

(Auditory).

b.    Melatih siswa untuk memecahkan masalah secara kreatif (Intellectually).

c.    Melatih siswa untuk mengingat kembali tentang materi yang telah dipelajari

(Repetition).

d.   Siswa menjadi lebih aktif dan kreatif.

Page 6: Model Pembelajaran Auditory

Sedangkan yang menjadi kelemahan dari model pembelajaran AIR adalah dalam

model pembelajaran AIR terdapat tiga aspek yang harus diintegrasikan yakni Auditory,

Intellectually, Repetition sehingga secara sekilas pembelajaran ini membutuhkan waktu

yang lama. Tetapi, hal ini dapat diminimalisir dengan cara pembentukan kelompok pada

aspek Auditory dan Intellectually

Sumber: http://dhiantienz.blogspot.co.id/2014/01/model-pembelajaran-air-

auditory.html

Page 7: Model Pembelajaran Auditory

2. METODE BELAJAR KOLABORATIF

a. Definisi

Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan

praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for

instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan

meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah

menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu,

yaitu:

1. Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam

kehidupan di dunia nyata;

2. Menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran

bermakna.

Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar.

Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan. Pada tahun 1916, John Dewey,

menulis sebuah buku “Democracy and Education” yang isinya bahwa kelas merupakan

cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan

nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah:

1. Siswa hendaknya aktif, learning by doing

2. Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik

3. Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap

Page 8: Model Pembelajaran Auditory

4. Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa

5. Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling

menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting.

6. Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan

mengembangkan dunia tersebut.

Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa proses belajar

sebagai berikut (Smith & MacGregor, 1992):

1. Belajar itu aktif dan konstruktif

Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan

itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah

dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru

yang terkait dengan bahan pelajaran.

2. Belajar itu bergantung konteks

Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang

yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam

penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.

3. Siswa itu beraneka latar belakang

Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latarbelakang, gaya

belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima

dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu

pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.

4. Belajar itu bersifat social

Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa

membangun makna yang diterima bersama.

Tujuan Model Kolaborasi

Dalam penerapan pembelajaran kolaborasi, terdapat pergeseran peran si

belajar (MacGregor, 2005):

1. Dari pendengar, pengamat dan pencatat menjadi pemecah masalah yang aktif, pemberi

masukan dan suka diskusi.

Page 9: Model Pembelajaran Auditory

2. Dari persiapan kelas dengan harapan yang rendah atau sedang menjadi ke persiapan kelas

dengan harapan yang tinggi.

3. Dari kehadiran pribadi atau individual dengan sedikit resiko atau permasalahan menjadi

kehadiran publik dengan banyak resiko dan permasalahan.

4. Dari pilihan pribadi menjadi pilihan yang sesuai dengan harapan komunitasnya.

5. Dari kompetisi antar teman sejawat menjadi kolaborasi antar teman sejawat.

6. Dari tanggung jawab dan belajar mandiri, menjadi tanggung jawab kelompok dan belajar

saling ketergantungan.

7. Dahulu melihat guru dan teks sebagai sumber utama yang memiliki otoritas dan sumber

pengetahuan sekarang guru dan teks bukanlah satu-satunya sumber belajar. Banyak

sumber belajar lainnya yang dapat digali dari komunitas kelompoknya.

Gokhale mendefinisikan bahwa “collaborative learning” mengacu pada metode

pengajaran di mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat kecakapannya

bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan bersama. Pengertian

kolaborasi sendiri yaitu:

1. Keohane berpendapat bahwa kolaborasi adalah bekerja bersama dengan yang lain, kerja

sama, bekerja dalam begian satu team, dan di dalamnya bercampur didalam satu

kelompok menuju keberhasilan bersama.

2. Patel berpendapat bahwa kolaborasi adalah suatu proses saling ketergantungan

fungsional dalam mencoba untuk keterampilan koordinasi, to coordinate skills, tools, and

rewards.

Dari pengertian kolaborasi yang diungkapkan oleh berbagai ahli tersebut, dapat

disimpulkan bahwa pengertian belajar kolaborasi adalah suatu strategi pembelajaran di mana

para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerjasama dalam kelompok kecil kearah satu

tujuan. Dalam kelompok ini para siswa saling membantu antara satu dengan yang lain. Jadi

situasi belajar kolaboratif ada unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai kesuksesan.

Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari yang semula

sekedar penyampaian informasi menjadi konstruksi pengetahuan oleh individu melalui belajar

Page 10: Model Pembelajaran Auditory

kelompok. Dalam belajar kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing

individu, melainkan tugas itu milik bersama dan diselesikan secara bersama tanpa

membedakan percakapan belajar siswa.

Dari uraian diatas, kita bisa mengetahui hal yang ditekankan dalam belajar kolaboratif

yaitu bagaimana cara agar siswa dalam aktivitas belajar kelompok terjadi adanya

kerjasama, interaksi, dan pertukaran informasi.

Selain itu, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kolaboratif adalah sebagai

berikut :

1. Memaksimalkan proses kerjasama yang berlangsung secara alamiah di antara para siswa.

2. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual,

terintegrasi, dan bersuasana kerjasama.

3. Menghargai pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya

dengan bahan pelajaran dan proses belajar.

4. Memberi kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.

5. Mengembangkan berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah.

6. Mendorong eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut

pandang.

7. Menghargai pentingnya konteks sosial bagi proses belajar.

8. Menumbuhkan hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di antara para

siswa, dan di antara siswa dan guru.

9. Membangun semangat belajar sepanjang hayat.

Page 11: Model Pembelajaran Auditory

b. Ahli

born Oct. 20, 1859, Burlington, Vt., U.S.—died June 1, 1952, New York, N.Y.

c. Langkah-langkah

Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.

1. Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-

sendiri.

2. Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis..

3. Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan,

meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah

dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.

4. Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing

siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.

5. Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua

kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok

kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati,

membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan

selama lebih kurang 20-30 menit.

6. Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan

revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.

7. Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun

perkelompok kolaboratif.

Page 12: Model Pembelajaran Auditory

8. Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya,

dan didiskusikan.

d. Kelemahan-kelebihan

Kelebihan Metode Kolaborasi

Metode digunakan sebagai kelancaran kegiatan pembelajaran. Keberhasilan guru dalam

pembelajaran bergantung pada metode apa yang digunakan dalam pembelajaran tersebut. Setiap

metode pasti ada kelebihan dan kelemahannya. Di bawah ini akan diuraikan mengenai kelebihan

metode kolaborasi Alwasilah (2007: 109). Kelebihan metode kolaborasi ini diantaranya sebagai

berikut.

1) Menanamkan kerjasama dan toleransi terhadap pendapat orang lain dan

meningkatkan kemampuan menyatakan gagasan.

2) Menanamkan sikap akan menulis sebagai suatu proses karena kerja kelompok

menekankan revisi, memungkinkan siswa mengajari sejawat, dan memungkinkan

penulis yang agak lemah mengenal tulisan karya sejawat yang lebih kuat (Lunsford:

1986).

3) Mendorong siswa saling belajar dalam kerja kelompok dan menyajikan suasana kerja

yang akan mereka alami dalam dunia professional di masa mendatang (Allen: 1986).

4) Membiasakan koreksi diri dan menulis draf secara berulang, siswa menjadi

pembacanya yang paling setia (Brookes dan Grundy, 1990: 21).

Jadi, dengan menggunakan metode kolaborasi dapat merangsang kreativitas siswa,

dapat mengembangkan sikap, dan dapat memperluas wawasan. Dengan menggunakan

metode kolaborasi ini proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, penulis simpulkan bahwa dengan metode kolaborasi

menanamkan kerjasama dan toleransi terhadap pendapat orang lain, menanamkan sikap

akan menulis sebagai suatu proses, mendorong siswa saling belajar dalam kerja kelompok,

dan membiasakan koreksi diri atas kesalahannya.

Page 13: Model Pembelajaran Auditory

Kelemahan Metode Kolaborasi

Selain memiliki kelebihan dalam proses pembelajaran, metode kolaborasi juga memiliki

kelemahan. Menurut Alwasilah (2007:47) Beberapa kelemahan dari metode kolaborasi

sebagai berikut.

1) Memerlukan pengawasan yang baik dari guru, karena jika tidak dilakukan pengawasan yang baik, maka proses kolaborasi tidak akan efektif.

2) Ada kecenderungan untuk saling mencontoh pekerjaan orang lain.3) Memakan waktu yang cukup lama, karena itu harus dilakukan dengan penuh

kesabaran.4) Sulitnya mendapatkan teman yang dapat bekerjasama.

Kelemahan dalam metode kolaborasi adalah diperlukannya pengawasan dari guru, ada

kecenderungan mencontoh pekerjaan orang lain, memekan waktu yang cukup lama, sulitnya

mendapatkan teman yang dapat bekerjasama. Berdasarkan uraian di atas, penulis simpulkan

bahwa kelemahan metode kolaborasi yaitu memakan waktu yang cukup lama dan memerlukan

pengawasan yang baik dari guru.

Sumber: https://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/27/collaborative-learning/

Page 14: Model Pembelajaran Auditory

3. Metode DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING

a. Definisi

DPLS (Double Loop Problem Solving) adalah variasi dari pembelajaran dengan

pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama dari

timbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa.

Selanjutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang

menyebabkan munculnya masalah tersebut. DLPS juga merupakan salah satu metode

yang banyak digunakan untuk menunjang pendekatan pembelajaran yang mengajak

peserta didik untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Metode DLPS adalah sebuah metode yang di adopsi dari metode Problem

Solving. Metode Problem Solving (metode pemecahan masalah) adalah bukan hanya

sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam

problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan

mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.

Metode DLPS juga dikenal dengan Metode Pengambilan keputusan. Keputusan

seperti apa? Keputusan yang diambil dalam metode ini menyangkut proses

mempertimbangan berbagai macam pilihan, yang akhirnya akan sampai pada suatu

kesimpulan atas pilihan yang akan diadopsi. Pada saat suatu kelompok diminta untuk

membuat keputusan, mereka berusaha untuk mencari konsensus, yang dalam hal ini

berarti setiap partisipan, paling tidak, dapat menerima pilihan yang telah diambilnya.

Page 15: Model Pembelajaran Auditory

Metode DLPS dapat digunakan dalam institusi pendidikan formal maupun

nonformal dan digunakan juga pada program pelatihan. Baik pelatihan off job

training (di dalam kelas) maupun on job training (di tempat kerja).

Kenapa Metode Double Loop Problem Solving ?

Apa alasan metode Double Loop Problem Solving (DLPS) dapat dipilih sebagai

penunjang pembelajaran? Itu adalah pertanyaan yang pertama kali timbul dibenak

kita. Jadi alasan kita harus memilih metode pembelajaran yang mengacu pada

pemecahan masalah sebanyak dua kali atau Double Loop Problem Solving adalah

karena metode lain seperti merode ceramah, metode demonstrasi dan metode

konvensional lainnya dianggap dapat membuat para siswa pasif di dalam kelas.

Dapat menimbulkan kecenderungan para peserta didik kepada para pendidik (teacher

centered). Selain itu metode konvensional juga dapat menimbulkan rutinisme,

peserta didik tidak lagi melihat proses belajar sebagai hal yang menarik serta lebih

mudah untuk dilupakan.

Seperti metode pemecahan masalah yang lain seperti PBL yang dibunyinya

seperti berikut :“Problem-based learning (PBL) is a method of learning in which

learners first encounter a problem followed by a systematic, learner-centered inquiry

and reflection process” (Teacher & Educational Development, 2002: 2). Artinya:

problem-based learning (PBL) adalah suatu metode pembelajaran di mana

pembelajar bertemu dengan suatu masalah yang tersusun sistematis; penemuan

terpusat pada pembelajar dan proses refleksi (Teacher & Educational Development,

2002: 2). Metode DLSP juga metode pembelajaran yang dimana pembelajar

disodorkan berupa suatu problem atau masalah untuk dipecahkan oleh para peserta

didik yang sebelumnya telah dibentuk dalam kelompok kecil yang dipandu oleh para

pendidik.

Jadi, DLPS adalah lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah

untuk belajar. Yaitu sebelum peserta didik memulai pelajaran, mereka diberikan

suatu masalah. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para peserta didik

menemukan kebutuhan belajar mereka sendiri tentang pengetahuan baru sebelum

peserta didik dapat memecahkan masalah tersebut.

Page 16: Model Pembelajaran Auditory

Adapun ciri utama yang terdapat dalam metode Double Loop Problem

Solvingadalah pembelajarannya yang berpusat pada pemberian masalah untuk

dibahas oleh para peserta didik untuk melatih para peserta didik bisa berfikir dengan

kreatif. Dan masalah tersebut dipecahkan melalui dua loop. Dalam hal ini DLPS

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan tujuan belajarnya

sendiri. Tapi dalam hal ini juga para pendidik atau guru bukan cuma diam tidak

berbuat apa – apa. Para pendidik harus bisa jadi pelatih (coach), fasilitator, dan

motivator buat para peserta didik atau siswa. Misalnya apabila para peserta didik

mendapati suatu masalah, para pendidik harus bisa memberikan clue agar si peserta

didik tadi berfikir lebih kritis akan masalah yang kita berikan kepada mereka.

Dengan begitu secara tidak langsung, para pendidik sudah membuat peserta didik

untuk berkreatifitas.

Pengambilan keputusan menyangkut proses mempertimbangan berbagai macam

pilihan, yang akhirnya akan sampai pada suatu kesimpulan atas pilihan yang akan

diadopsi. Pada saat suatu kelompok diminta untuk membuat keputusan, mereka

berusaha untuk mencari konsensus, yang dalam hal ini berarti setiap partisipan,

paling tidak, dapat menerima pilihan yang telah diambilnya.

b. Ahli

c. Langkah-langkah

d. Kelemahan kelebihan

Kelebihan DLPS

Adapun manfaat atau kelebihan dari metode DLPS antara lain, yaitu :

a. Dapat menambah wawasan tentang efektivitas penggunaan pembelajaran double

loop problem solving untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Dapat lebih menciptakan suasana kelas yang menghargai (menghormati) nilai-nilai

ilmiah dan termotivasi untuk terbiasa mengadakan penelitian sederhana yang

bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran serta meningkatkan

kemampuan guru itu sendiri.

Page 17: Model Pembelajaran Auditory

Kekurangan DLPS

Seperti metode yang lainnya, metode Double Loop Problem Solving juga

mempunyai beberapa kelemahan yang wajib diperhatikan oleh seorang peserta

didik dalam menerapkan meode DLPS ini, antara lain, yaitu :

1. Tidak semua pelajaran dapat mengandung masalah / problem, yang justru harus

dipecahkan. Akan tetapi memerlukan pengulangan dan latihan-latihan tertentu.

Misalnya pada pelajaran agama, mengenai cara pelaksanaan shalat yang benar, cara

berwudhu, dan lain-lain.

2. Kesulitan mencari masalah yang tepat/sesuai dengan taraf perkembangan dan

kemampuan siswa.

3. Banyak menimbulkan resiko. Terutama bagi anak yang memiliki kemampuan

kurang. Kemungkinan akan menyebabkan rasa frustasi dan ketegangan batin, dalam

memecahkan masalah-masalah yang muskil dan mendasar dalam agama.

4. Kesulitan dalam mengevaluasi secara tepat. Mengenai proses pemecahan

masalah yang ditempuh siswa..

5. Memerlukan waktu dan perencanaan yang matang

Sumber: http://mitraikhtiar.blogspot.co.id/2013/10/metode-pembelajaran-dpls-double-

loop.html

Page 18: Model Pembelajaran Auditory

4. Metode Debat Aktif

a. Pengertian Debat

1)   Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih,

baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan

memutuskan masalah dan perbedaan. Secara formal, debat banyak

dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di negara-

negara yang menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan

menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan

melalui voting atau keputusan juri. (sumber: id.wikipedia.org).

2)   Debat adalah suatu diskusi antara dua orang atau lebih yang berbeda

pandangan, dimana antara satu pihak dan pihak yang lain saling

menyerang. (sumber : eduscpes.com)

3)   Debat terjadi di mana unsur emosi banyak berperan. Para peserta di

sini lebih banyak hanya hendak mempertahankan pendapatnya dan

hanya ada sedikit ruangan dalam batinnya, kalau ada, untuk mendengar

dengan baik pendapat orang lain. Suasana menjadi ‘ramai’ dan sifat

diskusi yang damai tidak terjadi. Masing-masing peserta hanya mau

‘mendengar’ pendapatnya sendiri-sendiri dan berkehendak agar supaya

peserta lain menyetujui pendapatnya. Jadi ada unsur pemaksaan

kehendak. (sumber : krishnamurti.or.id)

4)   Debat adalah aktivitas utama dari masyarakat yang demonstratic

(sumber : pbs.org)

5)   Debat adalah sebuah kontes antara dua orang atau grup yang

mempresentasikan tentang argument mereka dan berusaha untuk

mengembangkan argument dari lawan mereka. (sumber:

triviumpursuit.com)Metode debat aktif adalah metode yang membantu anak didik

Page 19: Model Pembelajaran Auditory

menyalurkan ide, gagasan dan pendapatnya. Kelebihan metode ini adalah pada daya membangkitkan keberanian mental anak didik dalam berbicara dan bertanggung jawab atas pengetahuan yang didapat melalui proses debat, baik di kelas maupun diluar kelas.20

Proses debat aktif adalah suatu bentuk retorika modern yang pada umumnya tercirikan oleh adanya dua pihak atau lebih yang melangsungkan komunikasi dengan bahasa dan saling berusaha mempengaruhi sikap dan

b.Langkah-langkah

Langkah-langkah Model Debat

1.      Guru Membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainya

kontra.

2.      Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan

oleh kedua kelompok diatas.

3.      Setelah selesai membaca materi, guru menunjuk salah satu anggotanya.

Kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibahas oleh

kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa

mengemukakan pendapatnya.

Page 20: Model Pembelajaran Auditory

4.      Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis inti/ide-ide

dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang

diharapkan guru terpenuhi.

5.      Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap.

6.      Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat

kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.

Langkah-langkah Pembelajaran Menggunakan Model Debat

Pembukaan

Guru menyampaikan apresepsi dan motivasi tentang materi pelajaran

terdahulu yaitu keseimbangan ekosistem bagian Penebangan dan

pembakaran hujan melalui tanya jawab. Kemudian guru memotivasi

pentingnya materi yang akan dipelajari serta memberi contoh dalam

kegiatan sehari-hari yang berhubungan dengan keseimbangan ekosistem.

Kegiatan Pokok

Guru menulis tujuan pembelajaran tentang ‘Ekosistem” kemudian

menjelaskan bahan belajar tentang keseimbangan ekosistem. Guru memberi

contoh beberapa tindakan yang merusak keseimbangan ekosistem dalam

lingkungan, seperti kebakaran dan penggundulan hutan. Siswa membuat

contoh lainnya.

Guru membuat sebuah pernyataan yang kontroversi terhadap materi

yang telah disampaikan yaitu adanya “penggunaan pestisida pada

tanaman”. Beberapa siswa diminta pendapatnya hingga teridentifikasi ada 2

pendapat, yaitu pendapat yang setuju dan tidak setuju dengan penggunaan

pestisida pada tanaman. Kemudian guru membagi kelas menjadi 2

kelompok. Satu kelompok sebagai kelompok “PRO” atau pendukung

pernyataan setuju, sementara satu kelompok yang lain adalah sebagai

Page 21: Model Pembelajaran Auditory

kelompok KONTRA atau kelompok yang menolak pernyataan tersebut atau

tidak setuju.

 Guru memandu debat antara kelompok setuju dan tidak setuju

digunakan pestisida dalam tanaman. Masing-masing kelompok memberikan

alasan secara terbuka dan kelompok lain dapat membantah atau

memberikan alan yang bertentangan. Hingga diperoleh kesimpulan bahwa

penggunakan pestisida memang perlu tetapi jika berlebihan akan merugikan

lingkungan.

Debat diakhiri dengan menunjukkan alasan dan pertimbangan masing-

masing kelompok mengapa setuju dan tidak setuju terjhadap penggunaan

pestisida pada tanaman. Guru memberi penguatan terhadap hasil debat

yang berbesda tersebut.

Penutup

Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran. Kemudian guru

menugaskan siswa menyelesaikan soal tes akhir. Guru menutup pelajaran

dan menugaskan siswa mencatat tugas PR dari buku teks pelajaran IPA

c. Kelemahan dan kelebihan

.Sumber: http://rumahdesakoe.blogspot.co.id/2011/05/model-pembelajaran-

debat.html