auditory processing disorder

24
BAB II: ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN 2.1 ANATOMI SISTEM PENDENGARAN Telinga adalah organ pendengaran. Saraf yang melayani indera ini adalah saraf kranial kedelapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan rongga telinga dalam. 1  2.1.1 Telinga Luar Telinga luar terdiri atas aurikel atau pinna yang membantu mengumpulkan gelombang suara, dan kanalis auditorius externa yang menjorok ke dalam menjauhi pinna, serta menghantarkan getaran suara menuju membran timpani. Kanalis auditorius externus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat dimana kulit terlekat. Dua  pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius externus berakhir pada membran timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen yang mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.  1 2.1.2 Telinga Tengah Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial. Membran timpani terletak pada akhiran kanalis auditorius externus dan menandai batas lateral telinga tengah. Membran ini berdiameter sekitar 1 cm dan sangat tipis, normalnya berwarna kelabu mutiara dan translusen.  1,2 Telinga tengah merupakan rongga yang berisi udara dan dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring. Telinga tengah mengandung tiga tulang terkecil (osikuli) di tubuh: malleus; tulang sebelah luar yang berbentuk seperti martil dengan gagang yang terkait pada membran timpani, sementara kepalanya

Upload: indriyanti-natasya-ayu-utami-kotten

Post on 14-Oct-2015

71 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

central auditory disorderear nose and throat

TRANSCRIPT

BAB II: ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN

2.1 ANATOMI SISTEM PENDENGARANTelinga adalah organ pendengaran. Saraf yang melayani indera ini adalah saraf kranial kedelapan atau nervus auditorius. Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan rongga telinga dalam.12.1.1 Telinga LuarTelinga luar terdiri atas aurikel atau pinna yang membantu mengumpulkan gelombang suara, dan kanalis auditorius externa yang menjorok ke dalam menjauhi pinna, serta menghantarkan getaran suara menuju membran timpani.

Kanalis auditorius externus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat dimana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius externus berakhir pada membran timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen yang mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit. 1

2.1.2 Telinga TengahTelinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial. Membran timpani terletak pada akhiran kanalis auditorius externus dan menandai batas lateral telinga tengah. Membran ini berdiameter sekitar 1 cm dan sangat tipis, normalnya berwarna kelabu mutiara dan translusen. 1,2

Telinga tengah merupakan rongga yang berisi udara dan dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring. Telinga tengah mengandung tiga tulang terkecil (osikuli) di tubuh: malleus; tulang sebelah luar yang berbentuk seperti martil dengan gagang yang terkait pada membran timpani, sementara kepalanya menjulur ke dalam ruang timpani, inkus; tulang yang berada di tengah yang sisi luarnya bersendi dengan malleus sementara sisi dalamnya bersendi dengan stapes, dan stapes (tulang sanggurdi); yang dikatkan pada inkus dengan ujungnya yang lebih kecil, sementara dasarnya yang bulat panjang terkait pada membran yang menutup fenestra vestibuli. Rangkaian tulang-tulang ini berfungsi untuk mengalirkan getaran suara dari gendang telinga menuju rongga telinga dalam. 1,2

Tuba eustachii, yang lebarnya sekitar 1 mm dan panjang sekitar 35 mm, menghubungkan telinga tengah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii selalu tertutup namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver valsalva atau dengan menguap atau menelan. Tuba bertindak sebagai saluran drainase untuk sekresi normal dan abnormal telinga tengah dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer. 1

2.1.3 Rongga Telinga DalamRongga telinga dalam berada dalam bagian os petrosum tulang temporalis. Rongga telinga dalam terdiri dari berbagai rongga yang menyerupai saluran-saluran dalam tulang temporalis. Rongga-rongga ini disebut labirin tulang, dan dilapisi membran sehingga membentuk labirin membranosa.Labirin tulang terdiri dari tiga bagian : 1,2a. Vestibula, yang merupakan bagian tengah, dan tempat bersambungnya bagian-bagian yang lain.b. Saluran setengah lingkaran bersambung dengan vestibula. Ada tiga jenis saluran-saluran ini, yaitu saluran superior, posterior, dan lateral. Saluran lateral letaknya horizontal, sementara ketiga-tiganya saling membuat sudut tegak lurus satu sama lain. Pada salah satu ujung setiap saluran terdapat penebalan yang disebut ampula. (Gerakan cairan yang merangsang ujung-ujung saraf khusus dalam ampula inilah yang menyebabkan kita sadar akan kedudukan kita. Bagian telinga dalam ini berfungsi untuk membantu sereblum dalam mengendalikan keseimbangan, serta kesadaran akan kedudukan tubuh kita).c. Koklea, berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ-akhir untuk pendengaran dinamakan organ corti.Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis.Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ corti. Cairan dalam Labirin membranosa disebut endolimfe, sementara cairan di luar labirin membranosa dalam labirin tulang disebut perlimfe. 1,2

2.2 FISIOLOGI PENDENGARANTelinga menerima gelombang suara dengan membedakan frekuensinya dan mengirim informasi suara ke dalam sistem saraf pusat. Membran timpani dan sistem osikuler menghantarkan suara sepanjang telinga tengah ke koklea. Membran timpani berbentuk kerucut merupakan tangkai dari maleus dan terikat kuat pada inkus oleh ligamentum-ligamentum sehingga pada saat maleus bergerak inkus akan bergerak. 3,4Ujung yang berlawanan dari inkus berartikulasi dengan batang stapes yang terletak bertolak belakang. Membran labirin pada muara fenestra ovalis dimana gelombang suara dihantarkan ke telinga dalam (koklea). Artikulasi inkus dan stapes menyebabkan stapes terdorong ke depan pada cairan koklea. Setiap maleus bergerak keluar akan mencetuskan gerakan ke dalam dan ke luar dari permukaan fenestra ovalis. 3,4,5Tangkai maleus secara konstan tertarik ke depan oleh maleus tensor timpani dan menyebabkan timpani tetap tegang. Keadaan ini menyebabkan getaran suara pada setiap bagian membran timpani di kirim ke maleus.2.2.1 Transmisi Suara Melalui TulangOleh karena telinga dalam yaitu koklea tertanam pada kavitas (cekungan tulang) dalam os temporalis yang disebut labirin tulang, getaran seluruh tulang tengkorak dapat menyebabkan getaran cairan pada koklea itu sendiri. Oleh karena itu, pada kondisi yang memungkinkan garputala atau penggetar elektronik diletakkan pada setiap protuberonsia tulang tengkorak dan prosesus mastoideus sehingga telinga dapat mendengar getaran suara.

Namun, energi yang tersedia pada suara yang sangat keras tidak cukup untuk menyebabkan pendengaran melalui tulang kecuali bila alat transmisi suara elektronik khusus diletakkan pada tulang. 3,52.2.2 Fungsi Organ KortiOrgan korti adalah organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran membran basilaris. Terdapat dua tipe sel rambut (eksterna dan interna) yang merupakan reseptor sensorik. Sekitar 90% ujung-ujung ini berakhir di sel-sel rambut bagian dalam yang memperkuat peran khusus sel untuk mendeteksi suara.

Serat saraf dari ujung-ujung ini mengarah ke ganglion spiralis korti dalam mediolus koklea. Ganglion spiralis mengirim akson ke dalam nervus koklearis kemudian ke dalam sistem saraf pusat pada tingkat medula spinalis bagian atas.4,5

2.2.3 Gelombang SuaraTelinga mentransduksi (mengubah dasar genetik energi) energi gelombang suara ke bentuk impuls saraf yang dihantarkan ke sistem saraf pusat pendengaran di mana suara diterjemahkan. Suara dihasilkan oleh benda yang bergerak dalam medium fisik (udara, air, dan benda padat) dan tidak dapat melalui ruang hampa. Suara mempunyai amplitudo (daya akomodasi) dan frekuensi. Cara untuk mengukur energi suara adalah dengan mengukur puncak amplitudotanya.

Kerasnya suara dinyatakan dalam satuan logaritma (decibel=dB). Suara berbisik dapat didengar pada jarak 1 meter dan besarnya kira-kira 20 dB, misalnya suara keras pabrik bisa mencapai 130 dB. Frekuensi suara adalah besar siklus oksilasi per detik (herzt=Hz) 1 Hz = 1 cycle / sec, gelombang suara frekuensinya 1-100.000 Hz. Suara dewasa laki-laki 120-1000 Hz, sedangkan perempuan dewasa 250-1000 Hz. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan kotak suara di laring dengan tebal tipisnya pita suara.3

2.2.4 Kemampuan Dengar3Telinga manusia dapat mendengar frekuensi 20-20.000 Hz. Kekerasan suara ditentukan oleh sistem pendengaran sekurang-kurangnya melalui tiga cara.3a. Ketika suara menjadi keras, amplitudo getaran membran basilaris dan sel rambut juga meningkat sehingga sel-sel rambut mengeksitasi ujung saraf dengan lebih cepat.b. Ketika getaran amplitudo getaran meningkat, peningkatan ini menyebabkan semakin banyaknya sel rambut di atas lingkaran pinggir bagian membran basilaris menjadi terangsang, sehingga menyebabkan penjumlahan spasial impuls yaitu transmisi melalui banyak serabut saraf bukan melalui beberapa serabut saraf.c. Sel rambut sebelah luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran basilaris mencapai intensitas yang tinggi kemudian stimulasi sel-sel ini menggambarkan pada sistem saraf bahwa suara itu sangat keras.

2.2.5 Penghantaran SuaraTelinga mengubah gelombang suara dari dunia luar menjadi potensial aksi dalam nervus kokhlearis. Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang-tulang pendengar menjadi gerakan papan kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang pada cairan telinga dalam gelombang pada organ korti sehingga menimbulkan potensial aksi pada serabut-serabut saraf.Sebagai respon yang ditimbulkan, gelombang suara pada membran timpani bergerak ke dalam sebagai suatu resonator yang menghasilkan getaran dari sumber suara. Gerakan diteruskan pada manubrium maleus, berayun pada poros melalui batas antara saluran panjang dan pendek, lalu meneruskan getaran dari manubrium ke inkus lalu dihantarkan ke stapes. 3,4,5

Mengubah resonansi (intensifikasi suara) yang menghasilkan getaran dari membran timpani menjadi gerakan stapes untuk mengarahkan skala vertibuli koklea yang terisi dengan perilimfe. Sistem ini dinamakan tekanan suara yang sampai pada jendela lonjong. Hasil kerja dari maleus dan inkus memperbesar gaya 1,3 kali dari luas membran timpani, jauh lebih besar dari luas papan kaki stapes, pemborosan energi suara karena resistensi 60% dari energi suara yang telah sampai pada membran timpani berhasil dihantarkan ke cairan dalam koklea. a. Refleksi gendangApabila otot telinga tengah (M. Tensor timpani dan M. Stapedius) berkontraksi menarik manubrium maleolus ke dalam dan papan kaki stapes keluar. Suara yang keras menimbulkan refleks kontraksi otot yang dinamakan refleks gendang. Refleks gendang ini berfungsi untuk melindungi dan mencegah gelombang suara keras yang dapat menyebabkan perangsangan yang berlebihan pada reseptor pendengar. Akan tetapi, waktu reaksi untuk refleks adalah 40-160 ms sehingga refleks tidak melindungi dari rangsangan yang sangat singkat seperti suara tembakan.

b. Penghantaran tulang dan udara1) Penghantaran gelombang suara ke cairan telinga dalam melalui membran timpani dan tulang-tulang pendengar yang dinamakan penghantaran tulang telinga tengah.2) Gelombang suara menimbulkan getaran pada membran timpani sekunder yang menutup jendela bundar (penghantaran suara).3) Jenis penghantaran yang ketiga adalah penghantaran tulang transmisi getaran dari tulang-tulang tengkorak ke cairan telinga dalam. Banyak terjadi konduksi tulang bila garpu penala diletakan langsung pada tengkorak. Jalan ini memegang peranan dalam penghantaran yang sangat keras.c. Gelombang jalanPapan kaki stapes menimbulkan serangkaian gelombang berjalan pada perilimfe dalam skala vestibuli. Apabila gelombang bergerak ke arah koklea, tinggi gelombang meningkat sampai maksimum dan kemudian menurun dengan cepat. Jarak dari stapes sampai ketinggian maksimum berubah-ubah tergantung pada frekuensi getaran. Gelombang suara dengan nada tinggi akan menimbulkan gelombang yang mencapai tinggi maksimum dekat pada basis koklea, sedangkan suara nada rendah menimbulkan gelombang yang memuncak dekat dengan apeks dinding. Tulang dari skala vestibuli menjadi kaku, tetapi membran ini fleksibel. Membran basilaris tidak dalam keadaan tegang dan dapat dilakukan ke dalam skala timpani oleh puncak gelombang dalam skala vestibuli. 3,5

Pendesakan cairan dalam skala timpani dilepaskan ke dalam udara pada foramen rotundum. Suara akan menimbulkan distorsi pada membran basilaris, tempat dimana distorsi ini maksimum yang ditentukan oleh frekuensi gelombang suara. Ujung-ujung sel rambut pada organ korti dipertahankan tetap kaku oleh lamina retikularis dan rambut-rambutnya terbenam dalam membran tectoria (membran korti).

Apabila membran basilaris ditekan, gerakan relatif dari membran tectoria lamina retikularis akan membengkokkan rambut-rambut. Pembengkokkan ini menimbulkan potensial aksi pada saraf pendengar.

2.2.6 Potensial Aksi dalam Serabut Saraf PendengarFrekuensi potensial aksi dalam serabut saraf pendengar tunggal sebanding dengan kekerasan bunyi. Pada intensitas bunyi yang rendah, tiap akson melepaskan listrik terhadap bunyi. Hanya satu frekuensi dan frekuensi ini bervariasi dari akson ke akson tergantung pada bagian koklea tempat asal serabut.Pada intensitas bunyi yang lebih tinggi, akson tersendiri melepaskan listrik terhadap spektrum frekuensi bunyi yang lebih lebar. Khusus terhadap frekuensi yang lebih rendah dari pada frekuensi saat timbul rangsangan ambang area respons, tiap gelombangnya menyerupai bentuk gelombang yang berjalan di dalam koklea. 3

Penentuan tinggi nada yang diterima bila suatu gelombang bunyi membentur telinga berada di dalam korti yang dirangsang maksimum. Gelombang berjalan yang dibentuk oleh suatu nada menghasilkan cekungan puncak pada lamina basilaris, akibatnya rangsangan reseptor maksimum pada suatu titik. 3

2.2.7 Pusat Pendengaran dan HubungannyaPusat pendengaran terletak di otak. Neuron auditorik primer mempunyai badan sel di ganglia spiral yang berlokasi di koklea. Akson sentral dari neuron bipolar ini setelah keluar dari koklea akan bergabung dengan serabut dari organ vestibuli untuk membentuk saraf VIII (nervus auditorius) dan masuk ke medula. Serabut auditorik berakhir di nuklei koklea, dari stasiun ini terjadi beberapa koneksi dengan pusat saraf di otak. 3,4,5a. Pusat auditorik medular, berfungsi mencari sumber bunyi, refleks pendengar mengatur otak telinga tengah jika tiba-tiba mendengar suatu alarm.b. Pusat midbrain, kolikus inferior dan formasio artikularis mengatur refleks pendengar yang berkaitan dengan gerak kepala dan mata guna mencari sumber bunyi, masuk auditorik ke formasi retikular dan mempunyai pengaruh besar terhadap kewaspadaan, perhatian, dan terjaganya seseorang.c. Korikular inferior, proyeksi bunyi lebih atas dari persepsi suara yang dipancarkan ke nuklei genikulata medial dari talamus karena adanya penyilangan, maka proyeksi auditorik berdifat bilateral dengan proyeksi kontralateral yang lebih intensif.

2.2.8 Jaras Persarafan PendengaranSerabut saraf dari ganglion spiralis corti memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian atas medula. Pada titik ini, semua serabut sinaps, dan neuron tingkat dua berjalan terutama ke sisi yang berlawanan dari batang otak dan berakhir di nukleus olivarius superior. Beberapa serabut tingkat kedua lainnya juga berjalan ke nukleus olivarius superior pada sisi yang sama. Dari nukleus olivarius superior, jaras pendengaran kemudian berjalan ke atas melalui lemnikus lateralis. Beberapa serabut berakhir di nukleus lemnikus lateralis, tetapi sebagian besar melewati nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua serabut pendengaran bersinaps. Dari sini jaras berjalan ke nukleus genikulatum medial, tempat semua serabut bersinaps. Akhirnya jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorik, yang terutama terletak pada girus superior lobus temporalis. Korteks auditorik primer berkoresponden dengan area Brodmann 41 dan 42. 3,4,5

ganglion spiralis cortinukleus koklearis dorsalis&Ventralisnukleus olivarius superiorlemnikus lateralisnukleus lemnikus lateraliskolikulus inferiornukleus genikulatum medialradiasio auditoriuskorteks auditorikSkema Jaras saraf pendengaran

2.2.9 Fungsi Korteks Serebri pada PendengaranKorteks auditorius primer secara langsung dirangsang oleh penonjolan korpus genikulatum medial, sedangkan daerah asosiasi pendengar dirangsang secara sekunder oleh impuls yang berasal dari korteks auditorius primer dan penonjolan dari daerah asosiasi talamus yang berdekatan dengan korpus genikulatum medial. 1) Korteks auditorik: dari talamus serabut diproyeksikan ke korteks auditorik primer pada lobus temporal yang sebagian besar tersembunyi di dasar girus silvii. Korteks auditorik primer mempunyai lokasi (peta tonotopik) sesuai dengan asal neuron di koklea (sesuai dengan tinggi rendah frekuensi suara). 2) Area korteks auditorik: pada otak mampu menganalisa berbagai intensitas suara dan memberikan arti akan stimuli pendengaran dengan mengintegrasikan impuls yang diterima melalui asosiasi korteks lain (visual dan somatik). 3) Korteks asosiasi auditorik: dari korteks auditorik primer, proyeksi serabut ditujukan ke area asosiasi auditorik untuk dilakukan analisa dan integrasi dengan data dari pusat korteks lain. Setiap bunyi, kata, dan suara dihubungkan dengan pusat bahasa. 3

BAB III: ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI AUDITORY PROCESSING DISORDER (APD)

3.1 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI AUDITORY PROCESSING DISORDER (APD)Etiologi gangguan proses pendengaran dibagi menjadi dua yaitu APD didapat dan APD perkembangan.3.1.1 APD didapatDisebabkan oleh kerusakan apapun atau disfungsi pada system saraf pusat auditorik. Pada anak-anak sering disebabkan oleh kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah. Kerusakan pada otak yang disebabkan oleh penyakit infeksi seperti meningitis bacterial, ensefalitis herpes simplex, Lyme disease, trauma kepala, atau gangguan serebrovaskular. Pada orang dewasa penyebab utama yang teridentifikasi menyebabkan APD adalah trauma otak, penyakit serebrovaskular, begitu juga tumor otak, Parkinson, sklerosis multipel serta penyakit Alzheimer. 5,6 Individu dengan sklerosis multipel terjadi demyelinisasi axon pada sistem saraf pusat, memiliki banyak bukti yang mengindikasikan bahwa mereka memiliki defisit auditorik, terutama bila jalur auditoriknya terlibat.6 Keadaan lainnya yang menyangkut lesi sistem saraf pusat misalnya pasien akan kesulitan mengenal nada dengan tempo tinggi memiliki lesi hemisfer kanan. Pada pasien dengan lesi vaskular di pons mengalami kesulitan melokalisasi suara. Pasien ini mengalami defisit dalam mendeteksi fase interaural dan petunjuk intensitas suara. 7

3.1.2 APD perkembanganPada umumnya penyebab dari kasus developmental APD tidak diketahui dengan jelas. Pengecualian pada afasia peileptik didapat atau Landau- Kleffner syndrome, di mana perkembangan anak mengalami kemunduran, dengan pemahaman bahasa yang terpengaruh berat. Pada kasus ini anak disangka tuli, tetapi ditemukan pendengaran perifernya normal. Pada kasus lainnya kecurigaan atau penyebab APD yang diketahui pada anak-anak termasuk keterlambatan maturasi myelin, sel-sel ektopik pada area kortikal auditorik, atau karena genetik 8.

Pendengaran bermula sejak in utero, tetapi sistem auditorik sentral berlanjut berkembang setidaknya hingga dekade pertama.8 Sehingga gangguan pendengaran selama periode sensitif ini dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang terhadap perkembangan auditorik.

Sejak tahun 1980 dan 1990, ada peranan otitis media kronik (glue ear) dalam menyebabkan APD dan masalah yang berhubungan dengan bahas. Otitis media dengan efusi merupakan penyakit sering pada masa anak-anak yang menyebabkan tuli konduktif yang berfluktuasi, da nada kekhawatiran keadaan ini menyebabkan perkembangan auditorik bila berlangsung saat periode sensitif. 6,8

BAB IV: DIAGNOSIS AUDITORY PROCESSING DISORDER

4. ANAMNESIS DAN GEJALA-GEJALA APDPemeriksaan-pemeriksaan diagnostik untuk menentukan APD telah diaplikasikan sejak tahun 1970an. Usaha diagnostik APD jatuh dalam dua kategori primer: perilaku (psikofisika) dan elektrofisiologik. Definisi APD perlu dalam menuntun diagnosis (dan usaha intervensi). APD didefinisikan sebagai disfungsi proses dasar yang menyangkut pemahaman bahasa lisan pada sistem neurologi auditorik sentral tanpa ditemukannya lesi sistem auditorik perifer.6,8 APD bermanifestasi sebagai defisit dalam memproses informasi dari sinyal yang dapat didengar dan/atau gangguan kemampuan untuk membedakan, mengingat, mengenal, dan memahami informasi yang diberikan ke telinga normal.6 Abnormalitas neuronal yang menyebabkan gangguan ini harus dilokalisasi antara nukleus koklearis sampai area auditorik korteks serebri. Maka pemeriksaan neurologis menjadi penting untuk mendeteksi adanya kelainan neurologis sentral. 9

Dalam anamnesis, penderita APD biasanya sering menunjukkan gejala seperti: 1) sulit mendengar bila lingkungan menimbulkan banyak suara; 2) sulit mengikuti arahan dan perintah; 3) sering kebingungan dan sering bertanya kembali; 3) buruk melokalisasi suara; 4) mudah dialihkan perhatiannya; 5) kesulitan akademis, terutama pada materi membaca dan/atau mengeja; 6) kemampuan music yang buruk dan sulit mengapresiasi musik; 7) memiliki riwayat otitis media. 9

4.1 PEMERIKSAAN AUDITORIK DAN PELERIKSAAN AUDITORIK SENTRAL4.1.1 Audiometri nada murniSaat menguji fungsi auditorik sentral, audimetri nada murni sebaiknya dilakukan dahulu untuk mengidentifikasi adanya kelainan pendengaran perifer.6 Pemeriksaan ini biasanya tidak akan mendeteksi lesi jalur auditorik sentral dan tidak akan berubah oleh lesi diatas kolikulus inferior karena diskriminasi intensitas dan frekuensi terjadi pada tingkat di bawah kolikulus inferior. 64.1.2 Audiometri Tutur 6Audiometri tutur menilai kemampuan subjek dalam mendengar dan mengerti kata-kata lisan. Sebuah daftar kata-kata dengan saru atau dua suku kata diberikan melalui rekaman dengan intensitas yang berbeda. Ada dua parameter yang diukur. Speech detection threshold (SDT) adalah intensitas di mana 50% kata-kata terdeteksi tapi tidak dimengerti. Speech reception threshold (SRT) adalah intensitas di mana 50% kata-kata benar disebutkan. Nilai dari pemeriksaan ini adalah bahwa berdasarkan fakta banyak lesi retrokoklear memiliki efek yang lebih besar terhadap pemahaman bahasa daripada audiogram nada murni. Audiometri tutur biasanya abnormal berat pada telinga yang terganggu dengan lesi koklear unilateral, tetapi hasilnya tidak selalu asimetris pada pasien dengan lesi sentral. 6,7,8,9

4.2 PEMERIKSAAN PERILAKU AUDITORIK4.2.1 Pemeriksaan untuk proses auditorik spesifikPemeriksaan perilaku untuk diagnosis APD sebaikya mencakup bahasa dan non bahasa (non verbal) yang menilai berbagai tingkatan dan region dari sistem neurologi auditorik sentral serta fungsinya. Prosedur ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, menilai proses auditorik seperti: lokalisasi suara dan lateralisasi, diskriminasi auditorik, proses auditorik temporal, pola proses auditorik, mendengarkan dikotik, kinerja auditorik dalam sinyal akustik bersaing, dan kinerjanya dalam sinyal kustik terdegradasi. 84.2.2 Pemeriksaan proses temporalGaps in Noise (GIN) merupakan pengukuran resolusi temporal klinis, yaitu menilai kemampuan untuk mengikuti perubahan cepat dalam mencakup stimulus auditorik dalam waktu tertentu. GIN terdiri dari segmen suara yang terdistribusi seragam yang dibuat secara terkomputerisasi selama 6 detik. Tiap 6 detik segmen suara mengandung nol sampai tiga celah tanpa suara. GIN dilakukan secara monoaural dan pasien diinstruksikan untuk menekan tombol saat mereka mengenali celah. Keuntungan tes GIN untuk aplikasi klinis termasuk: kebutuhan kognitif yang rendah, relatif tidak sensitif terhadap hilang pendengaran pada frekuensi spesifik, penggunaan mudah, instrumentasi mudah tersedia di klinik audiologi yang biasa, dan pemeriksaan ini cocok untuk anak (usia 7 tahun ke atas). Pemeriksaan GIN sensitive dan spesifik terhadap berbagi lesi korteks dan batang otak. Pemeriksaan lain seperti GIN yang bermanfaat dalam hal ini dan digunakan dalam klinis adalah Random Gap Detection Test, dan tes skrining yang digunakan adalah SCAN. SCAN digunakan pada anak-anak usia 5-11 tahun, dengan durasi 20 menit. SCAN A, digunakan untuk usia 11 tahun ke atas. 8

Pemeriksaan sekuens temporal juga merupakan komponen penting dalam pemeriksaan auditorik sentral, dengan sifat sensitifitas dan spesifisifitas yang baik. Yang termasuk dalam penilaian APD adalah Frequency (Pitch) Pattern Sequence Test dan Duration Patterns Test.8

4.2.3 Pemeriksaan mendengar dikotik (tutur).Dikembangkan sejak 50 tahun yang lalu dan pemeriksaan ini sudah terbukti memiliki sensitifitas terhadap APD. Prosedur dikotik ini secara klnis mudah dan banyak variasi pemeriksaan ini menggunakan materi tutur bervariasi. Pemeriksaan dikotik terdiri dari pemberian stimulus yang berpeda pada tiap telinga secara simultan. Pemeriksaan ini didasarkan oleh model Kimura dengan premi-premi: 1) jallur auditorik kontralateral pada manusia lebih banyak dan kuat daripada jalur ipsilateral; 2) saat masukan monoaural diberikan terhadap sistem, kedua jalur dapat memulai dan mengkonduksi respons neuronal yang sesuai; dan 3) pada situasi dikotik, jalur ipsilateral yang lebih lemah akan tertekan dan jalur kontralateral yang lebih kuat tetap aktif. Maka, bila alah satu hemisfer terganggu, defisit akan terdeteksi. 6,7,84.2.4 Pemeriksaan Monoaural Low Redundancy Speech PerceptionPada orang normal banyaknya jalur saraf pada sistem auditorik dan banyaknya informasi akustik yang masuk dalam bahasa, dapat mengenali bahasa walaupun ada sinyal suara yang hilang. Tetapi, kemampuan ini hilang pada penderita APD. Monoaural low redundancy speech perception merupakan pemeriksaan yang dirancang untuk menguji kemampuan pendekatan auditorik saat adanya informasi yang hilang. Materi pemeriksaan yang diberikan ke masing-masing telinga dan penderita diminta untuk mengulang kata-kata yang diberikan. Nilai persentasi benar didapat dari tiap telinga dan hasilnya disesuaikan dengan usia. 8

Diantara pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya untuk mendeteksi APD, kelas pemeriksaan ini memiliki prosedur yang kurang sensitive untuk mendeteksi APD daripada pengukuran-pengukuran lainnya. Tetapi bagaimanapun juga pemeriksaan monoaural low redundancy speech tetap berguna dalam mendiagnosis APD. 84.2.5 Pemeriksaan lokalisasi dan lateralisasi dan fungsi binaural lainnyaProsedur yang valid dan efisien untuk menilai lolakisasi dan lateralisasi masih kurang, meskipun banyak literatur pada investigasi percobaan untuk proses auditorik ini. Prosedur tradisional masking level difference (MLD) jarang dimasukkan ke dalam pemeriksaan klinis auditorik sentral, mungkin sebagian karena pemeriksaan ini tidak langsung menilai baik lokalisasi ataupun lateralisasi. Tetapi, pemeriksaan MLD ini menunjukkan bahwa sensitif mendeteksi disfungsi tingkatan lebih rendah dari batang otak. Pemeriksaan lokalisasi telah dikembangkan dalam laboratorium dan menunjukan sensitive untuk gangguan yang mempengaruhi sistem neurologi auditorik sentral. 6,8

4.2.6 Pemeriksaan diskriminasi auditorikDiskriminasi auditorik merupakan proses auditorik dasar yang termasuk diskriminasi perbedaan kecil dalam satu atau lebih dari sifat dasar suara : frekuensi, intensitas, dan durasi. Diskriminasi auditorik berbasis tutur termasuk diskriminasi atara suku kata atau kata yang berbeda sedikit dan diskriminasi frekuensi menunjukkan kegunaan klinis yang baik dan memiliki kekuatan diagnostik. 8

4.2.7 Seleksi pemeriksaan perilaku auditorik sentralKonsep pemerikasaan-pemeriksaan ini adalah dengan pendekatan prinsip cross check. Diagnosis APD memerlukan deretan pemeriksaan komprehensif yang menilai variasi proses auditorik dan mekanisme, dan region pada sistem neurologi auditorik sentral. (contoh ABR menilai batang otak dan P300 untuk area korteks). Pada umumnya disarankan untuk memilih pemeriksaan yang minimal dan penting untuk menyediakan spesifisitas dan sensitifitas keseluruhan terbaik, dan pada waktu yang sama menilai proses auditorik yang mayor.8

Sebelum menggunakan deretan pemeriksaan tersebut diatas, fungsi pendengaran perifer sebaiknya dievaluasi dengan tujuan meyakinkan tidak adanya gangguan telinga tengah dan/atau disfungsi auditorik koklear. Pemeriksaan pendengaran perifer yang disarankan seperti : distortion product otoacoustic emissions (DPOAE), timpanometri, audiometri nada murni, dan auditometri tutur. 6,8

4.3 PEMERIKSAAN AUDITORIK ELEKTROFISIOLOGI4.3.1 Auditory Brainstem Response (ABR)Nilai ABR yang dicetuskan oleh rangsang click untuk untuk diagnosis APD sebenarnya terbatas. Kurang dari satu dari sepuluh anak-anak didiagnosis APD menggunakan deretan pemeriksaan komprehensif perilaku menunjukkan ABR yang abnormal. Meskipun ABR biasanya normal untuk anak-anak APD yang berhubungan dengan perkembangan, ABR sensitif dan spesifik untuk individual dengan APD sekunder akibat kelainan neurologi jalur auditorik batang otak. 6,7,8,9

Pemeriksaan ABR dituliskan dalam bentuk gelombang yang ditandai dengan angka romawi, gelombang I dihasilkan oleh ujung distal nervus kranial VIII, dan mungkin normal bila ada lesi proksimal nervus VIII. Keterlambatan pada gelombang I menunjukkan disfungsi auditorik perifer, seperti tuli konduktif atau tuli koklear. Semua komponen ABR berikutnya merupakan campuran dari sumber multipel. Gelombang II muncul dari nucleus koklear dan ujung distal nervus VIII. Tetapi, secara korelasi patologi klinis dan lokalisasi lesi dengan ABR, gelombang III secara dominan mencerminkan aktifitas di bawah pons, dan gelombang V secara dominan mencerminkan aktifitas setingkat mesensefalon.. interpretasi klinis ABR biasanya secara dominan berdasarkan gelombang I, III, V; komponen lainnya variabel dan kadang tidak teridentifikasi pada subjek yang normal. ABR tidak dapat digunakan untuk menilai jalur auditorik rostral dari mesensefalon. Misalnya pasien dengan infark lobus temporalbilateral yang melibatkan korteks auditorik mungkin tuli tapi memiliki hasil ABR yang normal. 6

Untuk bayi dan anak, dan siapapun yang tidak dapat dinilai dengan tes perilaku, pemeriksaan ABR memberikan informasi pada integritas jalur batang otak dan saraf auditorik. Individual yang dicurigai APD dengan ABR abnormal jelas membutuhkan evaluasi dan tindak lanjut otologis dan neurologis. 8

4.3.2 Auditory Middle Latency Response (AMLR)AMLR dihasilkan dalam jalur talamo-kortikal, termasuk korteks auditorik primer, sehingga AMLR menjadi pilihan logis untuk evaluasi APD. Korteks auditorik primer esensial merupakan region penting dari sistem neurologi auditorik sentral dalam memproses bahasa dan sinyal non bahasa. Pemeriksaan AMLR dipengaruhi oleh usia hingga kira-kira 10 tahun. AMLR dapat diperoleh dari anak-anak kurang dari 10 tahun, tetapi karena maturasi, AMLR tidak mencapai nilai dewasa untuk amplitude, latensi, dan morfologi sebelum mencapai mendekati usia ini. Walaupun karena adanya variasi bias didapatkan nilai dewasa pada anak dengan usi mendekati 10 tahun. 84.3.3 Pemeriksaan Respon Bangkitan Korteks Auditorik LainnyaTerdapat perkembangan literatur mendeskripsikan banyak respons bangkitan dengan latensi lebih dari 50 ms yang dihasilkan dengan sinyal bahasa dan non bahasa. Pemeriksaan yang relevan dengan penilaian klinis APD termasuk auditory late response (ALR), di mana terdiri dari bangkitan potensial N1 dan P2 dan respons P300. Respons bangkitan korteks auditorik mencerminkan fungsi area disfungsi yang dicurigai pada mayoritas anak-anak dengan APD. 8,9

4.3.4 Pemilihan prosedur elektrofisiologi auditorikTidak ada kriteria kapan prosedur ini dimasukkan dalam evaluasi klinis APD. Secara jelas, penyertaan prosedur elektrofisiologi sebagai protokol standard dalam deretan pemeriksaan anak-anak yang dalam evaluasi APD akan memiliki implikasi besar pada biaya diagnosis APD dan kelak menyulitkan kemauan melaksanaan pemeriksaan. Penggunaan sistem prosedur elektrofisiologi dengan kemampuan merekam jalur yang ganda dan dengan sinyal bahasa biasanya tidak tersedia walaupun pada klinik audiologi di pusat medis. 8 Pendekatan yang baik dengan melihat situasi seperti ini adalah dengan melihat indikasi yang jelas untuk aplikasikannya. Indikasi ini seperti : bila penilaian perilaku gagal untuk menjelaskan pola defisit, pemeriksaan perilaku tidak lengkap atau terganggu karena variabel pendegar (contoh: perhatian, motivasi atau status kognitifnya), usia anak yang masih muda menyulitkan penilaian komprehensif perilaku, gangguan neurologis yang perlu tindak lanjut bila dicurigai, perlunya informasi pada letak disfungsi dalam sistem audiologis sentral pada individu yang memperlihatkan pola APD yang jelas dengan penilaian perilaku, dan pengukuran APD perilaku tidak tersedia untuk bahasa ibu penderita. 8

4.4 INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN APDPrinsip yang sudah lama berdiri untuk menuntun sumber lesi audiologi dengan deretan pemeriksaan diagnostic baik secara konstruksi, administrasi, analisis, dan interpretasi juga digunakan utnuk menuntun diagnosis APD. Beberapa ahli audilogi, (ASHA 2005) dengan bertahun-tahun pengalamannya dalam penilaian APD setuju pada kriteria yang mirip untuk diagnosis APD, yaitu nilai dua standard deviasi atau di bawah rata-rata setidaknya untuk satu telinga atau setidaknya dua pemeriksaan perilaku auditorik sentral. 6,8,9 Menurut British Society of Audiology (BSA 2011) walaupun tidak menyatakan dengan spesifik kriteria diagnostic untuk APD, APD memiliki karakteristik persepsi suara bahasa dan suara non bahasa yang buruk. Hal ini mengindikasikan perlu dua pemeriksaan yang hasilnya buruk untuk dapat mengaplikasikan diagnosis APD satu berdasarkan suara bahasa dan yang lainnya suara non bahasa. 8

BAB V: PENATALAKSANAAN

5.1 INTERVENSI UNTUK APDAPD bermanifestasi terutama pada sistem auditorik dan keluhan yang mendominasi adalah pendengaran, tetapi karena adanya organisasi otak, APD biasanya muncul bersamaan dengan defisit lain yang berhubungan dengan area auditorik. Intervensi dilakukan langsung bila diagnosis sudah ditegakkan. Identifikasi dini diikuti intervensi yang intensif mengeksploitasi plastisitas otak. Penanganan yang sukses tergantung pada latihan yang menginduksi reorganisasi korteks dan tercermin dalam perubahan perilaku penderita. 8,9

Tujuan evaluasi dari pemeriksaan proses auditorik sentral tidak hanya mengavulasi fungsi tetapi juga menyediakan informasi untuk melakukan intervensi yang tepat. Ada beberapa strategi yang sudah dijalankan selama bertahun-tahun. Strategi ini adalah modifikasi lingkungan, strategi kompensasi, dan latihan auditorik. Modifikasi lingkungan adalah strategi yang dirancang untuk meningkatkan keadaan lingkungan sekitar pasien menjadi lingkungan yang lebih ideal untuk mendengarkan. Contoh modifikasi ini adalah mengimplementasikan sistem FM (frequency modulation) pada kelas dengan anak yang didiagnosis APD. Strategi kompensasi didesain untuk membantu penderita dengan tekhnik yang dapat mereka aplikasikan untuk membantu menangani kesulitan kehidupan sehari-hari yang akan dihadapi. 8

Meskipun strategi-strategi ini dapat bermanfaat bagi pasien APD, strategi-strategi ini gagal menyediakan latihan auditorik yang akan menghasilkan reorganisasi sistem auditorik sentral. Telah diketahui dengan baik bahwa sistem saraf pusat bersifat sangat plastis, artinya sistem saraf pusat memiliki kemampuan untuk dapat dirubah baik secara psikologis dan anatomis berdasarkan pemberian dan pencabutan stimulasi sensorik. Untuk mencapai fungsi, fisiologi, dan perubahan perilaku yang sejati pada sistem auditorik dapat terjadi, latihan auditorik sebaiknya :1) berdasarkan defisit dan 2) bersifat intens.Terapi berdasarkan defisit adalah terapi yang mengintervensi area spisifik dengan defisit. Contohnya, bila pasien memiliki defisit integrasi binaural, maka tidaklah pantas untuk menanganinya dengan memberikan terapi yang didesain untuk meninkatkan proses kemampuan temporal. Sebaiknya, terapi yang lebih tepat adalah dichotic listening difference (DIID) training. Pendekatan terapi ini talah menunjukkan peningkatan itegrasi binaural pada pasien dengan defisit mendengarkan dikotik. 8,9

Ada dua jenis terapi yang dapat diklasifikasikan menjadi formal dan informal. Latihan auditorik formal membutuhkan instrument khusus dan sering dilakukan oleh ahli audiologi, atau melalui program komersial yang tersedia. Latihan yang informal ditujukkan untuk dipasangkan bersama latihan formal dengan tujuan meningkatkan efektifitasnya. Terlepas dari baik bentuk program formal ataupun informal, terapi sebaiknya sesuai dengan usia, bahasa, motivasi, perkembangan dan pekerjaan bervariasi dan kompleks, serta seimbang dengan tingkat kesulitan dan memiliki waktu untuk melakukannya. Melatih otak tidak berbeda dengan melatih tubuh secara fisik: intensitas, progresi, dan variasi adalah kuncinya. 8,9

BAB VI: RESUME

APD merupakan gangguan sistem pendengaran sentral tanpa adanya gangguan pendengaran perifer. APD dapat diderita oleh anak-anak dan orang dewasa, dan harus dipertimbangkan dalam praktis klinis setiap ahli audiologi. Walaupun tidak semua klinisi ahli dalam bidang ini, tetap penting bagi semua ahli audiologi untuk mengerti kapan evaluasi harus dilakukan. Dalam menegakkan diagnosis APD memerlukan data riwayat pasien yang lengkap untuk mengenali gejala dan tanda adanya gangguan sistem auditorik pusat dan dikuti oleh pemeriksaan pendahuluan seperti pemeriksaan audiometri nada murni dan pemeriksaan neurologis untuk menapis adanya gangguan pendengaran perifer. Pemeriksaan APD yang digunakan saat ini dengan memeriksa keadaan psiko akustik dan elektrofisiologi sistem saraf pusat. Dengan kriteria diagnosis menurut ASHA 2005 yaitu nilai dua standard deviasi atau di bawah rata-rata setidaknya untuk satu telinga atau setidaknya dua pemeriksaan perilaku auditorik sentral atau menurut karakteristik British Society of Audiology (BSA 2011) yaitu APD memiliki karakteristik persepsi suara bahasa dan suara non bahasa yang buruk.

Terapi APD menuntut kerjasama multidisiplin. Program terapi APD menggunakan beberapa strategi seperti modifikasi lingkungan, strategi kompensasi, dan latihan auditorik. Kedua strategi pertama memudahkan pasien dalam kehidupan sehariannya sedangkan latihan auditorik lebih spesifik terhadap gangguan proses auditorik sentral yang terlibat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anatomy of the Ear. Lakeshore ear, nose, & throat center. [disitasi 2014 Mei 18]. http://www.lakeshoreent.com/pdf/Anatomy%20of%20the%20ear.pdf 2. Bhatt RA. Ear Anatomy. Medscape. 2013. [disitasi 2014 Mei 20]. http://emedicine.medscape.com/article/ 1948907 -overview#aw2aab6b33. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. 2012. Hal 681-924. Alberti PW. The Anatomy and Physiology of the Ear and Hearing. Toronto Canada; 2009 [disitasi 2014 Mei 24]. www.who.int/occupational_health/ publication/noise2.pdf5. Legatt AD. Otolaryngology Basic Science and Clinical Review. New York .Thieme Medical Publishers. 2006. Hal 350-96. Lefebvre PP, Legatt AD. Otolaryngology Basic Science and Clinical Review. New York .Thieme Medical Publishers. 2006. Hal 361-67. Grifith TD. Central Auditory Pathologies. British Medical Bulletin. 2002;63: 107-20.8. Musiek FE, Baran JA, Bellis TJ, Chermak GD, Hall JW, Keith RW, et al. Diagnosis, Treatment and Management of Children and Adult With Central Auditory Processing Disorder. AAA. 2010 [disitasi 2014 Mei 26] hal 6-34. www.audiology.org/resources/documentlibrary/Documents/CAPD Guidelines 8-2010.pdf9. Mulder HE, Rogiers M, Hoen M. Auditory Processing Disorder I: definition, diagnostic, etiology and management. Swiss.Phonak Communications. 2007. Hal 239-66

Tanya Jawab Referat APD:

1. Apa hubungan otitis media kronik pada anak dengan terjadinya APD?Anak-anak yang dalam perkembangan terutama usia muda masih dalam usia sensitif belajar dan mengenali lingkungan. Seperti teori plastisitas otak, bila rangsang saat periode ini sedikit maka system auditorik anak tidak akan berkembang baik dan nantinya menyebabkan APD

2. Apa yang dimaksud pemeriksaan pendengaran dikotik?Pendengaran dikotik adalah pendengaran secara simultan dengan kedua telinga. Pada penderita APD tidak dapat membedakan satu suara pada keadaan lingkungan yang menghasilkan banyak suara. Pemeriksaan menggunakan rekaman yang diberikan ke kedua telinga kemudian penderita diminta mengulang kta yang harus didengarkan pada keadaan kedua telinga mendengar. Bila tidak dapat mengulanginya maka ada gangguan system auditorik sentral.

3. Tuli koklear apakah masalah pendengaran perifer atau pendengaran sentral?Kita telah setuju bahwa di bawah letak nukleus koklearis merupakan pendengaran perifer sedangkan diatas nukleus ini sudah jaras sentral.