5.mitigasi bencana dari perspektif analisis resiko bencana
DESCRIPTION
mitigasi bencanaTRANSCRIPT
Page | 1
MITIGASI BENCANA DARI PERSPEKTIF ANALISIS RESIKO BENCANA PADA INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN
Agus Nugroho, R. Agoeng Triadi
ABSTRAK
Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di antara Benua Asia dan Benua
Australia serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Karena letaknya yang
istimewa tersebut, maka Indonesia memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana alam
yang tinggi. Salah satu sektor yang rawan terhadap bencana adalah sektor jalan dan
jembatan. Oleh karena itu, untuk memetakan kerawanan yang ada di infrastruktur jalan
dan jembatan, perlu dilakukan suatu kajian atau studi untuk mengetahui tingkat resiko
bencana setiap ruas jalan. Cara yang dapat dipakai adalah Analisis Resiko Bencana.
Dengan metode analisis resiko yang paling sederhana, dapat diketahui bahwa panjang
total jalan nasional yang rentan terhadap bencana, berturut-turut adalah sbb: Gempa
Bumi (± 24.800 km), Pergerakan Tanah (± 16.200 km), Tsunami (± 13.200 km), Gunung
Api (± 10.000km) dan Banjir (± 8.900km).
Page | 2
DAFTAR ISI
Abstrak ………….………………………………………………………………………………............................. i
Daftar Isi ……….………………………………………………………………………………............................. Ii
Bab I. Latar Belakang ………………………………………..……………………………............................ 1
Bab II. Landasan Teori …………...………………………………………………………….......................... 4
2.1. Tinjauan Peraturan ……………………….….………………………………….......................... 4
2.2. Tinjauan Pustaka ……………………….…………………………………………......................... 5
Bab III. Pembahasan …………………………………………………..…………………………………………..... 7
Bab IV. Penutup …………...………………………………….……………………………….......................... 13
4.1. Kesimpulan …………………….…………….….………………………………….......................... 13
4.2. Saran …………………..…………………….…………………………………………......................... 13
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………............................. 14
Page | 3
MITIGASI BENCANA DARI PERSPEKTIF
ANALISIS RESIKO BENCANA
PADA INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN
1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terdiri lebih dari 18.000 pulau besar dan kecil
yang secara geografis terletak di antara benua Asia dan benua Australia serta di
antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Letaknya ini menyebabkan
Indonesia dikepung oleh 3 Lempeng Tektonik (Tectonic Plate) aktif, yaitu Pacific
Plate, Eurasian Plate dan Australian Plate.
Gambar 1. Peta Lempeng Tektonik Dunia
Negara Indonesia juga dibangun tepat di atas daerah yang disebut Ring of Fire atau
cincin api pasifik dengan deretan gunung api yang masih aktif yang berjejer dari
kawasan Maluku ke arah barat melalui Nusa Tenggara, Bali dan Jawa serta Pulau
Sumatera. Hal-hal ini membuat Indonesia menjadi negara yang istimewa karena
Page | 4
dilihat dari kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang dimilikinya,
Indonesia memiliki tingkat kerawanan terhadap bencana alam yang tinggi.
Gambar 2. Peta Pacific Ring of Fire
Ancaman bencana yang senantiasa mengintai Indonesia akibat kondisinya tersebut
antara lain adalah gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, tanah longsor, gerakan tanah, kebakaran hutan/lahan, dan abrasi pantai.
Semua jenis bencana ini selain berdampak pada jatuhnya korban jiwa serta adanya
kerugian materil dan imateril, dapat juga mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik
pada infrastruktur seperti jalan dan jembatan. Kerusakan jalan dan jembatan yang
terjadi pada saat bencana dapat berakibat sangat fatal, karena dapat mengakibatkan
terputusnya akses ke daerah-daerah sekitar bencana dan juga terputusnya jalur
evakuasi yang akan berujung pada tertundanya atau sulitnya memberikan bantuan
kemanusiaan. Disamping itu, dampak lanjutan yang terjadi karena kerusakan
ataupun terputusnya jalan dan jembatan akibat bencana alam adalah terhambatnya
kegiatan distribusi barang dan jasa yang menyebabkan menurunnya atau
terhentinya pertumbuhan ekonomi daerah.
Page | 5
Data bencana di Indonesia dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
menunjukkan bahwa selama kurun waktu tahun 1815 – 2011 telah terjadi ± 5.500
kejadian bencana, dengan porsi kejadian terbanyak adalah Banjir sebanyak 3.450
kejadian disusul oleh Tanah Longsor sebanyak 1.282 kejadian. Sedangkan bencana
geologi yang meliputi gempa bumi, tsunami dan erupsi gunung berapi hanya
menyumbang sekitar 4 % dari seluruh kejadian bencana di Indonesia. Akan tetapi
walaupun kecil, bencana geologi ini telah menimbulkan korban fatalitas mencapai
±265.431 jiwa, serta nilai kerugian yang sangat besar.
Gambar 3. Peta Indeks Kerawanan Bencana di Indonesia
Terkait dengan penjelasan di atas, dan mengingat potensi kerugian yang dapat
terjadi, maka Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum
sebagai sektor yang menangani pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
harus segera mengantisipasi dan mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu
untuk meminimalkan dampak bencana alam yang mungkin terjadi terhadap jalan
dan jembatan, sehingga potensi kerugian dapat ditekan semaksimal mungkin. Salah
satu hal yang bisa dilaksanakan adalah melakukan Analisis Resiko Bencana (Disaster
Page | 6
Risk Analysis), dimana makalah ini akan membahas tentang hal tersebut sebagai
salah satu bentuk mitigasi bencana terhadap infrastruktur jalan dan jembatan.
2. Landasan Teori
2.1. Tinjauan Peraturan
Terkait kebencanaan, Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peraturan ini mendasari seluruh
kegiatan Ditjen Bina Marga yang berhubungan dengan kebencanaan. Beberapa
istilah pada peraturan tersebut yang dapat digunakan antara lain:
a. Bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
b. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
c. Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya
tertentu.
d. Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian,
luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Page | 7
2.2. Tinjauan Pustaka
Saat ini belum ada definisi Analisis Resiko Bencana yang disepakati, namun
Disaster Recovery Journal menyampaikan 2 (dua) definisi yang berbeda untuk
menjelaskan Analisis Resiko, yaitu:
a. Analisis Resiko (Risk Analysis) : proses yang meliputi pengidentifikasian
ancaman yang paling mungkin terjadi terhadap objek studi, serta
penganalisisan kerentanan yang terkait dengan ancaman bencana tersebut.
b. Penilaian Resiko (Risk Assessment) : proses yang meliputi pengevaluasian
kondisi fisik dan lingkungan, serta penilaian kapasitas relatif terhadap
ancaman bencana yang potensial.
Untuk memudahkan pembahasan dalam makalah ini maka penulis akan
menggunakan istilah dari International Strategy for Disaster Reduction (ISDR)
yang memberi pengertian Analisis Resiko Bencana sebagai metodologi dalam
menentukan risiko melalui suatu analisis ancaman bencana dan evaluasi
terhadap kondisi eksisting.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan Analisis
Resiko Bencana, antara lain sebagai berikut :
a. Analisa Manfaat Biaya (Cost Benefit Analysis)
Metode yang digunakan untuk memilih suatu opsi dengan cara memberi
keseimbangan antara biaya setiap opsi dengan keuntungan/kelebihannya.
Secara umum, biaya untuk menangani risiko yang ada harus minimal
seimbang dengan keuntungan yang akan didapat apabila melaksanakan
suatu opsi.
Kelebihan dari cara ini adalah adanya upaya untuk meyakinkan bahwa
investasi publik disalurkan secara tepat dalam pemilihan opsi/aktivitas,
yang menghasilkan keuntungan yang maksimal. Sedangkan kelemahannya
terdapat pada proses pengumpulan data dan metode di dalam perkiraan
biaya tidak langsung (intangible cost).
Page | 8
b. Analisa Dampak dan Model Kegagalan (Failure Modes and Effects Analysis)
Merupakan teknik analitis yang mendeskripsikan dampak dari suatu
kegagalan pada suatu sistem. Tingkat risiko ditentukan dengan rumusan
sbb:
Risk = Probability of Failure x Severity Category
c. Analisa Kuantitatif (Quantitave Analysis)
Analisis yang pembobotannya menggunakan angka, baik untuk dampak
(consequences), maupun untuk kekerapannya (likelihood). Kualitas analisis
tergantung pada keakuratan dan kelengkapan indikator, serta kevalidan
metode yang digunakan. Kelemahan dari metode ini yaitu kekurang
mampuannya dalam mengkuantifikasi proses yang rumit dan kompleks.
d. Pemetaan Risiko (Risk Mapping)
Peta risiko adalah gambaran suatu masyarakat atau suatu wilayah geografis
yang mengidentifikasikan tempat dan bangunan yang mungkin terkena
dampak suatu bencana. Keuntungannya adalah teknik ini dapat membantu
menentukan bencana-bencana yang umum terjadi, menyusun kriteria
untuk pengambilan keputusan, menyediakan data kejadian bencana yang
terjadi, dll.
e. Pemetaan Ancaman Bencana (Hazard Mapping)
Proses untuk memetakan bencana pada suatu wilayah dengan berbagai
skala peta, penutupan lahan, dan detail lainnya. Pemetaan dapat dilakukan
terhadap 1 (satu) ancaman bencana seperti gempa bumi atau banjir, serta
bisa juga untuk beberapa bencana yang dikombinasikan dalam satu peta
(Multi Hazard Map). Keuntungan 1 jenis bencana di dalam 1 peta adalah
kemudahannya untuk dimengerti. Sedangkan kalau beberapa ancaman
bencana digambarkan dalam 1 peta, maka dapat diketahui kemungkinan
rekomendasi mitigasi bencana yang lebih seragam, wilayah yang
membutuhkan perhatian lebih terkait kerentanannya, serta penentuan tata
Page | 9
guna lahan.
Beberapa formulasi yang telah diciptakan untuk menghitung resiko bencana
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Rumusan Untuk Menghitung Resiko Bencana
NO FORMULA SUMBER
1 Risk = Natural Hazards * Elements At Risk * Vulnerability UNDRO (1991), ext. Fournier d’Albe (1979)
2 Risk = (Hazards * Vulnerability) – Coping Copicity Wisner (2001)
3 Risk = (Hazards * Vulnerability) – Mitigation Wisner (2000)
4 Risk = Hazards * Exposures * Vulnerability / Preparedness De La Cruz reyna (1996)
5 Risk = Hazards * Exposures * Vulnerability * Interconnectivity
Yurkovich (2004)
6 Risk = Hazards * Vulnerability / Resilience or Capacity UN – ISDR (2002)
3. Pembahasan
Istilah Analisis Resiko Bencana telah mulai digunakan sejak sekitar 3 (tiga) dekade
yang lalu. Demikian juga pendekatan yang digunakan untuk melakukan analisis
resiko. Hal ini terus berlanjut dan digunakan hingga sekarang, termasuk oleh
Pemerintah Republik Indonesia yang dijabarkan di dalam Rencana Nasional
Penanggulangan Bencana 2010 – 2014 (Renas PB). Renas PB adalah sebuah
dokumen resmi yang memuat data dan informasi tentang risiko bencana yang ada di
Indonesia dalam kurun waktu antara tahun 2010 – 1014, termasuk di dalamnya
rencana pemerintah untuk mengurangi risiko-risiko tersebut melalui suatu program
kegiatan. Renas PB ini disusun salah satunya adalah untuk mengidentifikasikan
daerah berisiko tinggi dari berbagai bencana yang ada di Indonesia dan menyusun
pilihan tindakan yang perlu mendapat perhatian utama, berikut program kegiatan,
Page | 10
fokus prioritas dan anggaran indikatif yang diperlukan.
Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-1014 juga menjabarkan secara
garis besar peran dan fungsi setiap kementerian dan lembaga pemerintah dalam
penanggulangan bencana. Dokumen tersebut menyebutkan Kementerian Pekerjaan
Umum memiliki peran dalam merencanakan tata ruang daerah yang peka terhadap
risiko bencana, penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, serta kebutuhan pemulihan
sarana dan prasarana publik. Salah satu program yang menjadi fokus prioritas
adalah Pemetaan Resiko Bencana (Program ke-5 point 5.1).
Lebih lanjut Renas PB ini dijabarkan secara detail dalam dokumen Rencana Aksi
Nasional Pengurangan Resiko Bencana 2010 – 2012 (RAN PRB). Dokumen ini secara
jelas mencantumkan peran Kementerian Pekerjaan Umum dalam rencana aksi
tersebut, antara lain sbb:
1. Penerapan upaya fisik, non-fisik dan pengaturan penanggulangan bencana.
Contohnya adalah tersedianya bronjong untuk mengantisipasi longsoran, serta
tersedianya jembatan darurat (balley).
2. Identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau
ancaman bencana, dimana salah satu kegiatannya adalah penyusunan dan
pengembangan basis data lokasi rawan bencana.
3. Pembangunan sarana dan prasarana, seperti perkuatan tebing rawan longsor.
4. Identifikasi gejala bencana secara dini sebelum menimbulkan bencana. Hal ini
dapat dilakukan salah satunya dengan Analisis Resiko Bencana yang
dijabarkan untuk setiap jenis ancaman bencana.
Hal-hal yang terjabarkan dalam Renas dan Ran prb tersebut saat ini sedang
diintegrasikan dalam Penyusunan Sistem Manajemen Bencana Bidang Jalan dan
Jembatan. Sistem manajemen bencana ini nantinya akan termasuk penjabaran
program-program yang akan dijadikan sebagai Road Map Pengurangan Resiko
Bencana untuk bidang jalan dan jembatan. Secara resmi Direktorat Jenderal Bina
Marga, Kementerian Pekerjaan Umum belum memiliki Road Map ini, akan tetapi
program-program terkait kebencanaan telah dimasukkan dalam Dokumen Usulan
Page | 11
Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim (RAN MAPI) untuk
Bidang Jalan dan Jembatan, yang akan segera disahkan dengan Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum tentang RAN MAPI Sektor Pekerjaan Umum. Program-program
terkait kebencanaan yang tercantum dalam Dokumen Usulan RAN MAPI adalah
seperti tercantum pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Program Kebencanaan Dalam RAN MAPI Ditjen Bina Marga
NO STRATEGI PROGRAM 2012 – 2014 PROGRAM > 2014
1 Mengurangi resiko terganggunya fungsi jalan yang bersumber pada dampak banjir, kenaikan muka air laut, dan bencana iklim lainnya
Penyusunan konsep kelembagaan penyelenggara jalan untuk penanganan tanggap darurat dan bencana akibat perubahan iklim
Penguatan kelembagaan dan implementasi sistem insentif penyelenggara jalan untuk penanganan tanggap darurat dan bencana akibat perubahan iklim
Penyusunan konsep dan pilot sistem drainase jalan yang baik sebagai bagian dari perlindungan fungsi jalan dari resiko genangan/banjir
Pengembangan sistem drainase jalan yang baik sebagai bagian dari perlindungan fungsi jalan dari resiko genangan/banjir
Penyediaan database ruas-ruas jalan nasional yang rentan terhadap bencana iklim (banjir, longsor, dll)
Perencanaan jaringan jalan berdasarkan database ruas-ruang jalan nasional yang rentan terhadap bencana iklim (banjir, longsor, dll)
Pembangunan dan/atau pemeliharaan bangunan penahan erosi/abrasi
Pembangunan dan/atau pemeliharaan bangunan penahan konstruksi jalan akibat erosi/abrasi
Penyusunan konsep dan pilot proyek penyiapan jalan yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim antara lain dengan perbaikan landscape, penampungan air, daerah resapan, & perkerasan berpori.
Relokasi jalan-jalan strategis nasional yang memiliki kerentanan tinggi terhadap ancaman bencana
Sumber: Konsep Dokumen Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim (RAN
MAPI) untuk Bidang Jalan dan Jembatan.
Analisis Resiko Bencana termasuk kegiatan pencegahan (preventive), dimana hasil
analisis akan digunakan untuk menentukan prioritas pembangunan jalan sehingga
Page | 12
dapat dihasilkan
Analisis Resiko Bencana termasuk kegiatan pencegahan (preventive), dimana hasil
analisis akan digunakan untuk menentukan prioritas pembangunan jalan sehingga
dapat dihasilkan jalan yang rendah resiko terhadap bencana. Disamping tindakan
Preventive, terdapat juga tindakan Proaktif (proactive) yang selama ini sering
dilaksanakan oleh Ditjen Bina Marga. Contohnya adalah kegiatan penanganan
longsoran, serta kegiatan Rehabilitasi-Rekonstruksi Nias dan Aceh pasca gempa
bumi dan tsunami.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum telah menjabarkan seluruh tugas dan
fungsi Unit Eselon 1 termasuk unit-unit di bawahnya. Salah satu hal baru yang
menjadi tanggung jawab dan wewenang Direktorat Jenderal Bina Marga adalah
terkait Penanggulangan Bencana. Perihal kebencanaan ini dideskripsikan secara
detail dan telah mencakup seluruh tahapan Penanggulangan Bencana yang meliputi
tahap Pra-Bencana, Tahap Tanggap Darurat Bencana dan Tahap Rehabilitasi-
Rekonstruksi. Salah satu fungsi yang harus dilaksanakan oleh Ditjen Bina Marga
pada Tahap Pra-Bencana adalah “Pelaksanaan analisis kawasan rawan bencana yang
berdampak terhadap jalan”.
Pada tahap awal, Ditjen Bina Marga telah melakukan identifikasi awal jaringan jalan
nasional yang rawan terhadap bencana. Identifikasi dilakukan secara sederhana
dengan melakukan overlay antara Peta Ruas Jalan Nasional (sumber: Kepmen
631/2008 tentang Jaringan Jalan Nasional) dengan Peta Ancaman Bencana (Sumber:
BNPB). Peta Jaringan Jalan Nasional dan Peta Overlay ditunjukkan pada gambar 4 (A,
B, C, D, E, F).
Page | 13
Gambar 4.A. Peta Jaringan Jalan Nasional
Gambar 4.B. Overlay Peta Jaringan Jalan Nasional Dan Peta Ancaman Banjir
Gambar 4.C. Overlay Peta Jaringan Jalan Nasional Dan Peta Ancaman Gempa
Page | 14
Gambar 4.D. Overlay Peta Jaringan Jalan Nasional Dan Peta Ancaman Gerakan Tanah
Gambar 4.E. Overlay Peta Jaringan Jalan Nasional Dan Ancaman Gunung Api
Gambar 4.F. Overlay Peta Jaringan Jalan Nasional Dan Peta Ancaman Tsunami
Gambar 4. Peta Jaringan Jalan Nasional Dan Peta Ancaman Bencana.
Page | 15
Berdasarkan proses overlay seperti di atas, dan ditindaklanjuti dengan penerapan
metode yang sama untuk setiap pulau, maka diperoleh total panjang jaringan jalan
nasional yang terancam bencana. Hasil overlay secara keseluruhan ditunjukkan pada
tabel 3 seperti di bawah ini.
Tabel 3. Panjang Jaringan Jalan Yang Terancam Bencana
Pulau Panjang
Jalan
Ancaman Bahaya
Banjir Gempa Bumi Pergerakan Tanah Gunung Api Tsunami
Sumatera 11.568 km ± 1.500 km ± 11.500 km ± 4.200 km ± 3.500 km ± 3.600 km
Jawa 5.611 km ± 2.400 km ± 5.600 km ± 1.800 km ± 3.900 km ± 1.500 km
Kalimantan 6.363 km ± 2.100 km 2.200 km ± 1.900 km 0 ± 1.500 km
Sulawesi 7.799 km ± 1.000 km ± 1.200 km ± 4.300 km ± 700 km ± 2.700 km
Nusa tenggara 2.574 km ± 300 km 2.500 km ± 1.600 km ± 1.700 km ± 1.600 km
Maluku 1.578 km ± 400 km ± 70 km ± 700 km ± 200 km ± 1.400 km
Papua 3.074 km ± 1.200 km ± 1.800 km ± 1.700 km 0 ± 900 km
Total 38.569 km ± 8.900km ± 24.800 km ± 16.200 km ± 10.000km ± 13.200 km
Ket.: Dari tabel dapat disimpulkan bahwa dari 38.569 Km panjang jalan nasional, yang terancam
bencana banjir sekitar 8.900 Km (23.07%), terancam bencana gempa bumi sekitar 24.800 Km
(64.3%), terancam bencana pergerakan tanah sekitar 16.200 Km (42%), terancam bencana
gunung api sekitar 10.000 Km (25.92%), dan terancam bencana tsunami sekitar 13.200 Km
(34.22%).
Sebagai hasil identifikasi awal, data seperti di atas dapat digunakan untuk informasi
dasar penentuan tingkat resiko jalan terhadap suatu kejadian bencana. Akan tetapi,
untuk kepentingan yang lebih esensial seperti pengambilan kebijakan dan
penyusunan prioritas program pembangunan infrastruktur jalan, maka diperlukan
suatu analisis resiko bencana yang lebih mendalam, detail dan valid.
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk melakukan analisis resiko bencana
adalah metode Risk Mapping seperti dijabarkan pada gambar 5 di bawah.
Page | 16
Page | 17
Gambar 5. Metode Risk Mapping
Page | 18
Sumber: Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010 - 2014
Paradigma pengurangan risiko bencana merubah pola pikir yang responsif menjadi preventif
dengan pendekatan manajemen risiko. Apabila suatu wilayah mempunyai risiko tinggi maka
upaya pengurangan risiko dilakukan dengan melakukan tindakan-tindakan. Pertama-tama
dilakukan tindakan untuk memisahkan potensi bencana yang mengancam dengan elemen
berisiko (element at risk). Tindakan ini dikenal dengan pencegahan (risk avoidance). Apabila
antara potensi bencana dengan elemen berisiko tersebut tidak dapat dipisahkan (harus
bertemu) maka upaya yang dilakukan adalah pengurangan risiko (risk reduction), atau dikenal
dengan mitigasi. Mitigasi ini dapat dilakukan secara struktural maupun non-struktural. Bila
pengurangan risiko sudah dilakukan dan masih tetap ada risiko, dilakukan pengalihan risiko ke
pihak lain (risk transfer) misalnya melalui sistem asuransi bencana. Apabila ketiga tindakan
tersebut sudah dilakukan tetapi masih ada risiko, maka yang terakhir dilakukan adalah
menerima risiko (risk acceptance) dan melakukan upaya-upaya kesiapsiagaan.
4. Penutup
4.1. Kesimpulan
Page | 19
a. Dengan adanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08 Tahun 2010, maka
Direktorat Jenderal Bina Marga perlu segera melakukan analisis resiko
bencana untuk seluruh jaringan jalan nasional.
b. Analisis Resiko Bencana merupakan suatu metode untuk mengetahui tingkat
resiko bencana pada infrastruktur jalan dan jembatan.
c. Dengan tersedianya data resiko bencana untuk setiap jalan dan jembatan pada
jaringan jalan nasional, maka para Decision Maker dapat menggunakannya
sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan prioritas
penanganan suatu ruas jalan, sehingga prioritas pembangunan dapat lebih
tepat sasaran dan bermanfaat.
4.2. Saran
a. Penentuan dan pemilihan metode Analisis Resiko Bencana yang tepat perlu
terus dilakukan, sehingga akan di dapat hasil studi yang lebih komprehensif
dan valid.
b. Pada semua jaringan jalan nasional perlu dilakukan suatu analisis resiko
bencana, dimana seluruh data nantinya ke depan akan digunakan sebagai
bahan masukan untuk memilih prioritas pemrograman dan penganggaran.
c. Disamping analisis resiko bencana, Ditjen Bina Marga perlu melakukan upaya
yang lain terkait mitigasi bencana, sehingga ke depan dapat diciptakan suatu
jaringan jalan yang rendah resiko dan tahan terhadap bencana.
Page | 20
DAFTAR PUSTAKA
1. Geoffrey H. Wold and Robert F. Shriver; Risk Analysis Techniques; From:
http://www.drj.com/new2dr/w3_030.htm
2. Dr. Jianping Yan; Disaster Risk Assessment: Disaster Risk Modeling; From:
http://www.wamis.org/agm/meetings/slovenia10/S5-4a_GRIP_Modeling_Intro.pdf,
September 2010.
3. BAPPENAS, BNPB, World Bank, UNDP, SC-DRR; Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Resiko Bencana 2010 – 2014; Jakarta.
4. Kementerian Pekerjaan Umum; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan
Umum; Jakarta.
5. Badan Nasional Penanggulangan Bencana; Data Kejadian Bencana di Indonesia
Periode 1815 – 2011; From: http://www.bnpb.go.id; 2011