5555

Upload: fahriadi-dfristbluedemonof-obelisk-skyscarber

Post on 09-Mar-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

multimedia

TRANSCRIPT

Pendidikan Vs Perombakan KurikulumRabu, 13 Maret | 10:45 WIB

KOMPAS.com - Dalam satu dekade terakhir, dunia pendidikan di Tanah Air seakan terus terbelenggu dalam dilema. Pada masa Kabinet Indonesia Bersatu Pertama 2004-2009, Wapres Jusuf Kalla gigih melaksanakan pengendalian mutu pendidikan dengan pemberlakuan standar ujian nasional. Tidak ada toleransi kelulusan bagi mereka yang tidak melewati standar minimum dari sejumlah mata pelajaran yang diujikan, Akibatnya, masyarakat seakan mengalami sentakan sosial ketika melihat ada sekolah yang tidak satu pun siswanya lulus karena kelaziman sebelumnya secara nasional kelulusan selalu di kisaran 100 persen atau mendekati 100 persen.

Alasan Kalla ketika itu sangat sederhana. Jika sekolah selalu meluluskan siswanya 100 persen, siswa merasa tidak perlu belajar, guru tidak termotivasi mengajar sungguh-sungguh, dan orangtua tidak merasa perlu ikut bertanggung jawab atas mutu pendidikan. Cara ini, menurut Kalla, adalah mekanisme peningkatan mutu pendidikan yang paling murah dan mudah dilaksanakan. Dengan demikian, pendidikan kita menjadi tanggung jawab semua pihak (siswa, masyarakat, dan pemerintah) menuju pencapaian mutu yang lebih tinggi. Selanjutnya, bangsa kita tak lagi akan menjadi kuli dari Malaysia.

Sewaktu menjabat sebagai Menko Kesra pada 2003, Kalla menemukan tingkat kesukaran ujian akhir jenjang SD di Malaysia untuk Bahasa Inggris relatif sebanding dengan kesukaran ujian akhir jenjang SLTA di Indonesia. Tingkat kesukaran IPA dan Matematika jenjang SLTP relatif sama dengan jenjang SLTA. Sementara standar kelulusan nasional Malaysia dengan tingkat kesukaran tersebut pada 2003 adalah 6, sedangkan Indonesia 3. Jika tiap tahun standar kelulusan dinaikkan 0,5, berarti mutu pendidikan Indonesia tertinggal 9-12 tahun dari Malaysia. Dengan standar kelulusan itu, dapat dipastikan terdapat peningkatan mutu pendidikan kita secara bertahap dan pada waktunya Indonesia akan berada pada posisi yang sejajar dan bahkan mengungguli Malaysia.

Kini, keadaannya kembali lagi ke tingkat kelulusan yang mendekati 100 persen. Pada tahun ajaran 2010, untuk jenjang SMA/MA, misalnya, tingkat kelulusan peserta ujian nasional mencapai 99,22 persen. Tingkat kelulusan di jenjang SLTP dan SMK juga relatif sama. Akibatnya, ujian nasional tidak lagi menjadi sarana yang memotivasi siswa, orangtua, dan guru untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Kebijakan yang telah diletakkan Kalla terkesan ditinggalkan begitu saja oleh kabinet baru. Masyarakat seakan disuguhkan satu tontonan drama kekuasaan. Betapa pun kebesaran dan manfaat yang telah diletakkan masa lalu seakan tidak lagi mendapat tempat karena peletaknya tidak lagi di kekuasaan.

Dilema pendidikan Dalam artikel di Kompas, 27 Agustus 2012, Wapres Boediono dengan tegas menyebutkan, sampai saat ini kita belum punya konsepsi yang jelas mengenai substansi pendidikan. Karena tak ada konsepsi yang jelas, timbullah kecenderungan untuk memasukkan apa saja yang dianggap penting ke dalam kurikulum. Akibatnya, terjadilah beban berlebihan pada anak didik. Bahan yang diajarkan terasa berat, tetapi tak jelas apakah anak mendapatkan apa yang seharusnya diperoleh dari pendidikannya.

Akibat dari kerisauan Wapres itu, tiba-tiba timbullah proyek perombakan kurikulum yang terkesan dipaksakan. Kurikulum 2013 hasil perombakan kurikulum sebelumnya harus segera diberlakukan meski masyarakat luas belum melihat hasil satu penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa mutu pendidikan kita terus merosot karena kesalahan kurikulum. Apakah tidak ada faktor lain yang lebih dominan dari kurikulum? Misalnya, sebagaimana telah diungkapkan Mendikbud Mohammad Nuh sendiri di hadapan Komisi X DPR pada 21 Maret 2011, terdapat 88,8 persen sekolah di IndonesiaSD hingga SMA/SMKbelum melewati mutu standar pelayanan minimal. Lalu, mengapa bukan itu yang dibenahi lebih dahulu?

Perubahan kurikulum dadakan ini cermin ketiadaan kerangka besar arah pembenahan pendidikan nasional. Di tengah berbagai keterbatasan yang ada, keliru besar bila pembenahan pendidikan di semua jenjang, jenis, dan jalurbaik di pusat maupun di tiap kabupaten/kotadilakukan secara parsial dan tidak menyentuh sistem karena tanpa didasari hasil pengkajian ilmiah.

Dalam era Orde Baru, misalnya, di berbagai periode kabinet, sejak periode Mashuri, Soemantri Brodjonegoro, Syarief Thayeb, Daoed Joesoef, Nugroho Notosusanto, Fuad Hassan, Wardiman Djojonegoro, Wiranto Arismunandar, hingga kabinet era Reformasi, betapa banyak gagasan inovatif dan strategis. Namun, gagasan-gagasan itu terkesan bersifat temporer, terlaksana sebatas masa jabatan menteri yang bersangkutan. Betapa banyak dana yang telah dihabiskan, tetapi akhirnya upaya tersebut tidak cukup terlihat dampaknya bagi pembenahan masalah pendidikan. Lihatlah, misalnya, pengembangan Sekolah Pembangunan, proyek CBSA, pengajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, dan pengembangan link and match.

Bahkan, jika kita membuka lembaran masa lalu, terlihat betapa lebih seabad silam visi besar pendidikan sudah dirumuskan Boedi Oetomo pada 1908. Angkatan ini sudah mengungkapkan dalam anggaran dasarnya yang dirumuskan pada Pasal 3: (1) usaha pendidikan dalam arti seluas-luasnya; (2) peningkatan pertanian, peternakan, dan perdagangan; (3) kemajuan teknik dan kerajinan; (4) menghidupkan kembali kesenian pribumi dan tradisi; (5) menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan; dan (6) hal-hal yang bisa membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa. Dalam pembahasan program juga telah dibahas pembangunan perpustakaan rakyat dan pendidikan untuk perempuan.

Sungguh begitu banyak pemikiran dan langkah besar yang telah dilakukan para pendahulu kita, tetapi hilang begitu saja, tidak diteruskan penerusnya. Jika kita selalu mengedepankan egoisme sektoral dan kepentingan politik pencitraan, kita akan selalu berada dalam cengkeraman dilema.

Proyek dan pencitraan Tidak tertutup kemungkinan apa yang telah dilakukan periode Mohammad Nuh akan diabaikan menteri berikutnya. Akibatnya, kita tidak akan pernah mencapai prestasi besar. Tembok China adalah salah satu wujud mahakarya peradaban umat manusia karena, meski mulai dibangun sebelum periode Dinasti Qin pada 722 SM, dinasti mana pun pada era kekuasaan berikutnya terus memelihara dan meneruskan hingga kini.

Modus perubahan kurikulum lebih terkesan sebagai ikhtiar dadakan karena tidak didahului persiapan yang lebih matang. Memang, perombakan kurikulum pilihan paling aman. Sebab, jika ikhtiar dadakan itu keliru, kekeliruan itu baru akan terungkap 10-20 tahun kemudian. Lagi pula, jika terdapat perubahan satu lembar kurikulum, dimungkinkan dilahirkan begitu banyak proyek baru yang dapat menyerap anggaran sekian triliun rupiah.

Semoga pendidikan kita tidak terus-menerus terbelenggu dalam dilema dan berjalan di tempat. Sudah waktunya kenegarawanan lebih dikedepankan dari sekadar pencitraan sesaat.

Kurikulum Pendidikan Haruslah Memberi Tantangan bagi SiswaSenin, 18 Februari

KOMPAS.com - Para ilmuwan tanpa mengenal lelah telah meneliti berbagai faktor penting yang berkontribusi pada kesuksesan hidup. Mereka tertarik mencari faktor penentu yang secara signifikan bisa digunakan untuk memprediksi sukses kehidupan.

Dari penelitian itu ditemukanlah faktor-faktor penting yang ikut menyumbang kesuksesan seseorang. Faktor-faktor penentu sukses itu akhirnya diterjemahkan oleh para ahli pendidikan ke dalam kurikulum dan program pembelajaran.

Pendek kata, dengan ditemukannya faktor penentu sukses itu, dunia pendidikan juga ikut berlomba-lomba dan berkontemplasi untuk merumuskan filosofi, paradigma, strategi, dan metodologi pembelajaran. Pada gilirannya, rumusan itu digunakan untuk mengonstruksi kurikulum yang mampu memberi bekal ilmu dan pengetahuan kepada peserta didik untuk mendaki kesuksesan hidup.

Faktor signifikan yang telah mendapat perhatian luas untuk memprediksi sukses seseorang, antara lain intelligence quotient (IQ, kecerdasan otak) dan emotional quotient (EQ, kecerdasan emosional). Kecerdasan yang disebut terakhir, oleh penemunya, Daniel Goleman (1995), diberi nama emotional intelligence, bukan emotional quotient. Kelahiran EQ membuat arah baru pendidikan secara luas. Sebab, dalam banyak penelitian terbukti IQ tak lagi menjadi satu-satunya prediktor sukses peserta didik di masa datang.

Sebelum muncul EQ, IQ-lah yang didewa-dewakan dunia pendidikan untuk mempermudah pekerjaan pembelajaran dalam memberi bekal atau virus sukses peserta didik atau bahkan mahasiswa sekalipun. Implikasinya, pengembangan kurikulum hampir di seluruh dunia pada era jayanya IQ selalu berorientasi pada upaya bagaimana mengemas program pembelajaran yang bisa memberikan kecerdasan otak secara maksimal kepada para peserta didik.

Setelah EQ ditemukan oleh Goleman, kurikulum serta-merta harus dan mutlak memperhatikan faktor-faktor non-kognitif, seperti kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, pengendalian emosi, dan memahami emosi orang lain. Bahkan, Goleman mengklaim IQ hanya berkontribusi 20 persen terhadap kesuksesan peserta didik setelah mereka hidup dalam masyarakat nantinya. Ternyata 80 persen justru ditentukan oleh faktor lain di luar IQ, di mana EQ masuk di dalamnya secara signifikan.

Oleh karena itu, jika suatu bangsa ingin membuat kurikulum yang bisa mengantarkan para peserta didik jadi orang sukses, kurikulum itu juga harus memberikan menu belajar yang mencakup aspek lain selain kecerdasan, seperti sikap, perilaku, kepribadian, keberagamaan, budi pekerti, dan kecerdasan otot (muscle memory). Bahkan, praksis pendidikan di Jepang memasukkan aspek memori dan kecerdasan otot dalam kurikulumnya sejak kelas I dan II SD melalui aktivitas otot (keterampilan) dalam bentuk kegiatan origami secara intensif. Origami mampu menanamkan kepada para siswa sifat dan sikap kreatif, inovatif, sekaligus membangun kecerdasan/ingatan otot para siswa.

Adversity quotient Sudah lengkapkah prediktor kesuksesan yang bisa dikemas dalam kurikulum setelah adanya penemuan IQ, EQjuga spiritual intelligent (SQ, kecerdasan spritual), dan kecerdasan otot? Ternyata belum! Dunia ilmu pengetahuan tetap melakukan penelitian untuk membuat prediktor kesuksesan memiliki daya prediksi yang makin robust, semakin kecil kesalahannya sampai mencapai derajat kepercayaan 99 persen. Atau tingkat koefisien alpha 0,01 jika kita meminjam terminologi uji signifikansi statistik inferensial. Prediktor baru itu adalah adversity quotient (AQ).

Dua tahun setelah Daniel Goleman menemukan EQ, muncullah AQ yang ditemukan oleh Paul Stoltz (1997). Aplikasi AQ dalam proses pendidikan memang belum seluas aplikasi EQ dan SQ. Saat ini, AQ banyak diaplikasikan dalam perusahaan besar untuk kepentingan rekrutmen dan pelatihan pegawainya. Dunia pendidikan juga harus memanfaatkan temuan Paul Stoltz ini. Mengapa demikian? Karena AQ pada hakikatnya merupakan kapasitas seseorang untuk menghadapi berbagai bentuk tekanan dan ketidaknyamanan hidup dalam situasi tertentu. Orang yang AQ-nya tinggi akan tahan banting, dalam arti fisik, mental, dan kejernihan berpikir. Lebih penting lagi, ia segera bisa kembali ke keadaan normal setelah berhadapan dengan berbagai tekanan dan tantangan. Sebaliknya, orang yang AQ rendah akan selalu menyalahkan lingkungan ketika dia gagal sehingga dia tidak dapat mengambil keputusan untuk menuju sukses. Bidang keilmuan AQ ditopang tiga pilar utama: psychoneuroimmunology, neuropsychology, dan cognitive psychology.

Orang hidup tak ada yang bebas dari tekanan dan tantangan. Dokter punya tekanan saat di meja operasi, wartawan memiliki tekanan dan tantangan ketika harus menghadapi tenggat berita, menteri dan presiden selalu menghadapi tekanan dari ekspektasi masyarakat. Siswa pun selalu menghadapi tekanan dan tantangan ketika harus belajar materi baru yang jauh lebih sulit, datang dan pulang tepat waktu, dan menyerahkan tugas individu serta kelompok. Kalau semua tekanan itu berhasil dilewati, sukseslah mereka. Kalau gagal, akan reduplah suasana hati dan pikiran saat itu.

Hidup adalah tantangan Oleh sebab itu, kapasitas untuk bisa menghadapi berbagai tekanan harus diajarkan dan dilatih sejak mereka duduk di bangku sekolah. Siswa perlu mengalami sendiri berbagai prosedur serta proses ilmu dan pengetahuan. Kerena itu, kegiatan mengamati, bertanya, menalar, bereksperimentasi, juga pengalaman membangun jejaring perlu diakomodasikan dalam sebuah kurikulum.

Dengan cara seperti itu, siswa akan bisa merespons berbagai kemungkinan dan tekanan hidupnya kelak setelah hidup dalam masyarakat. Respons positif terhadap tekanan yang dihadapi siswa akan memberi jalan kepada kesuksesan hidup kelak. Belajar tidak cukup hanya yang bersifat menyenangkan, tetapi juga harus menantang bagi siswa kita. Mengapa begitu? Karena hidup identik dengan tantangan.

Kurikulum dan proses pembelajaran perlu memberi tempat yang cukup agar siswa bisa melakukan observasi, analisis, hipotesis, sintesis, dan mencari solusi terhadap tantangan yang dihadapi dalam proses belajarnya. Sebab, pada saatnya nanti, meminjam konsepnya Jerome Brunne, para siswa akan melakukan apa yang disebutnya transfer of learning and principles dalam kehidupan nyata.

Jadi, belajar tidak cukup dengan pendekatan yang menyenangkan semata. Selebihnya, harus menantang agar siswa bisa berlatih untuk membangun AQ-nya. Semoga begitu.

ARTIKEL PERTAMAParagraf pertama :1.Kalimat majemuk bertingkat : Tidak ada toleransi kelulusan bagi mereka yang tidak melewati standar minimum dari sejumlah mata pelajaran yang diujikan, Akibatnya, masyarakat seakan mengalami sentakan sosial ketika melihat ada sekolah yang tidak satu pun siswanya lulus karena kelaziman sebelumnya secara nasional kelulusan selalu di kisaran 100 persen atau mendekati 100 persen

Paragraf Kedua : 1. Kalimat majemuk campuran : Alasan Kalla ketika itu sangat sederhana. Jika sekolah selalu meluluskan siswanya 100 persen, siswa merasa tidak perlu belajar, guru tidak termotivasi mengajar sungguh-sungguh, dan orangtua tidak merasa perlu ikut bertanggung jawab atas mutu pendidikan.2. Kalimat majemuk setara penjumlahan : Cara ini, menurut Kalla, adalah mekanisme peningkatan mutu pendidikan yang paling murah dan mudah dilaksanakan.

Paragraf Ketiga :1. Kalimat majemuk Setara pertentangan : Sementara standar kelulusan nasional Malaysia dengan tingkat kesukaran tersebut pada 2003 adalah 6, sedangkan Indonesia 3.2. Kalimat majemuk bertingkat : . Jika tiap tahun standar kelulusan dinaikkan 0,5, berarti mutu pendidikan Indonesia tertinggal 9-12 tahun dari Malaysia.3. Kalimat Majemuk Setara Penjumlahan : Dengan standar kelulusan itu, dapat dipastikan terdapat peningkatan mutu pendidikan kita secara bertahap dan pada waktunya Indonesia akan berada pada posisi yang sejajar dan bahkan mengungguli Malaysia.

Paragraf Keempat : -

Paragraf Kelima :1.Kalimat Majemuk Bertingkat : Betapa pun kebesaran dan manfaat yang telah diletakkan masa lalu seakan tidak lagi mendapat tempat karena peletaknya tidak lagi di kekuasaan.Paragraf keenam :1.Kalimat Majemuk Bertingkat : Karena tak ada konsepsi yang jelas, timbullah kecenderungan untuk memasukkan apa saja yang dianggap penting ke dalam kurikulum.2. Kalimat Majemuk Setara Pertentangan : Bahan yang diajarkan terasa berat, tetapi tak jelas apakah anak mendapatkan apa yang seharusnya diperoleh dari pendidikannya.

Paragraf Ketujuh :1.Kalimat Majemuk Bertingkat : . Kurikulum 2013 hasil perombakan kurikulum sebelumnya harus segera diberlakukan meski masyarakat luas belum melihat hasil satu penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa mutu pendidikan kita terus merosot karena kesalahan kurikulum.2. Kalimat majemuk setara berurutan : . Lalu, mengapa bukan itu yang dibenahi lebih dahulu?

Paragraf Kedelapan :1.Kalimat Majemuk Campuran : . Di tengah berbagai keterbatasan yang ada, keliru besar bila pembenahan pendidikan di semua jenjang, jenis, dan jalurbaik di pusat maupun di tiap kabupaten/kotadilakukan secara parsial dan tidak menyentuh sistem karena tanpa didasari hasil pengkajian ilmiah.

Paragraf Kesembilan : 1.Kalimat majemuk setara penjumlahan : Dalam era Orde Baru, misalnya, di berbagai periode kabinet, sejak periode Mashuri, Soemantri Brodjonegoro, Syarief Thayeb, Daoed Joesoef, Nugroho Notosusanto, Fuad Hassan, Wardiman Djojonegoro, Wiranto Arismunandar, hingga kabinet era Reformasi, betapa banyak gagasan inovatif dan strategis. 2.Kalimat majemuk setara pertentangan : Betapa banyak dana yang telah dihabiskan, tetapi akhirnya upaya tersebut tidak cukup terlihat dampaknya bagi pembenahan masalah pendidikan.3. Kalimat majemuk setara penjumlahan : Lihatlah, misalnya, pengembangan Sekolah Pembangunan, proyek CBSA, pengajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, dan pengembangan link and match.

Paragraf Kesepuluh :1. Kalimat majemuk bertingkat : jika kita membuka lembaran masa lalu, terlihat betapa lebih seabad silam visi besar pendidikan sudah dirumuskan Boedi Oetomo pada 1908.2. Kalimat majemuk setara penjumlahan : (5) menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan; dan (6) hal-hal yang bisa membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa.

Paragraf Kesebelas : 1. Kalimat majemuk bertingkat : Sungguh begitu banyak pemikiran dan langkah besar yang telah dilakukan para pendahulu kita, tetapi hilang begitu saja, tidak diteruskan penerusnya.2. Kalimat majemuk bertingkat : Jika kita selalu mengedepankan egoisme sektoral dan kepentingan politik pencitraan, kita akan selalu berada dalam cengkeraman dilema.

Paragraf Keduabelas :1. Kalimat majemuk Campuran : Tembok China adalah salah satu wujud mahakarya peradaban umat manusia karena, meski mulai dibangun sebelum periode Dinasti Qin pada 722 SM, dinasti mana pun pada era kekuasaan berikutnya terus memelihara dan meneruskan hingga kini.

Paragraf Ketigabelas :1. Kalimat Majemuk Bertingkat : Modus perubahan kurikulum lebih terkesan sebagai ikhtiar dadakan karena tidak didahului persiapan yang lebih matang.2. Kalimat majemuk Bertingkat : Sebab, jika ikhtiar dadakan itu keliru, kekeliruan itu baru akan terungkap 10-20 tahun kemudian.3. Kalimat majemuk Bertingkat : jika terdapat perubahan satu lembar kurikulum, dimungkinkan dilahirkan begitu banyak proyek baru yang dapat menyerap anggaran sekian triliun rupiah.

Paragraf Keempatbelas :1.Kalimat majemuk setara penjumlahan : Semoga pendidikan kita tidak terus-menerus terbelenggu dalam dilema dan berjalan di tempat.

ARTIKEL KEDUAParagraf Pertama : -

Paragraf Kedua : -

Paragraf Ketiga :1.Kalimat Majemuk Setara Penjumlahan : Pendek kata, dengan ditemukannya faktor penentu sukses itu, dunia pendidikan juga ikut berlomba-lomba dan berkontemplasi untuk merumuskan filosofi, paradigma, strategi, dan metodologi pembelajaran.

Paragraf Keempat :1.Kalimat Majemuk Bertingkat : Sebab, dalam banyak penelitian terbukti IQ tak lagi menjadi satu-satunya prediktor sukses peserta didik di masa datang.

Paragraf Kelima : 1.Kalimat Majemuk Bertingkat : Sebelum muncul EQ, IQ-lah yang didewa-dewakan dunia pendidikan untuk mempermudah pekerjaan pembelajaran dalam memberi bekal atau virus sukses peserta didik atau bahkan mahasiswa sekalipun.

Paragraf Keenam :1.Kalimat Majemuk Campuran : Setelah EQ ditemukan oleh Goleman, kurikulum serta-merta harus dan mutlak memperhatikan faktor-faktor non-kognitif, seperti kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, pengendalian emosi, dan memahami emosi orang lain.2.Kalimat Majemuk Bertingkat : Bahkan, Goleman mengklaim IQ hanya berkontribusi 20 persen terhadap kesuksesan peserta didik setelah mereka hidup dalam masyarakat nantinya.

Paragraf Ketujuh :1.Kalimat Majemuk Bertingkat : Oleh karena itu, jika suatu bangsa ingin membuat kurikulum yang bisa mengantarkan para peserta didik jadi orang sukses, kurikulum itu juga harus memberikan menu belajar yang mencakup aspek lain selain kecerdasan, seperti sikap, perilaku, kepribadian, keberagamaan, budi pekerti, dan kecerdasan otot (muscle memory).2.Kalimat Majemuk Setara Penjumlahan : Bahkan, praksis pendidikan di Jepang memasukkan aspek memori dan kecerdasan otot dalam kurikulumnya sejak kelas I dan II SD melalui aktivitas otot (keterampilan) dalam bentuk kegiatan origami secara intensif.3.Kalimat Majemuk Setara Penjumlahan : Origami mampu menanamkan kepada para siswa sifat dan sikap kreatif, inovatif, sekaligus membangun kecerdasan/ingatan otot para siswa.

Paragraf Kedelapan :1.Kalimat Majemuk Bertingkat : Sudah lengkapkah prediktor kesuksesan yang bisa dikemas dalam kurikulum setelah adanya penemuan IQ, EQjuga spiritual intelligent (SQ, kecerdasan spritual), dan kecerdasan otot?2.Kalimat Majemuk Bertingkat : Atau tingkat koefisien alpha 0,01 jika kita meminjam terminologi uji signifikansi statistik inferensial.

Paragraf Kesembilan :1.Kalimat Majemuk Bertingkat : Dua tahun setelah Daniel Goleman menemukan EQ, muncullah AQ yang ditemukan oleh Paul Stoltz (1997).2.Kalimat Majemuk Setara Penjumlahan : Saat ini, AQ banyak diaplikasikan dalam perusahaan besar untuk kepentingan rekrutmen dan pelatihan pegawainya.3.Kalimat Majemuk Campuran : Karena AQ pada hakikatnya merupakan kapasitas seseorang untuk menghadapi berbagai bentuk tekanan dan ketidaknyamanan hidup dalam situasi tertentu.4.Kalimat Majemuk Bertingkat : Lebih penting lagi, ia segera bisa kembali ke keadaan normal setelah berhadapan dengan berbagai tekanan dan tantangan.5.Kalimat Majemuk Bertingkat : Sebaliknya, orang yang AQ rendah akan selalu menyalahkan lingkungan ketika dia gagal sehingga dia tidak dapat mengambil keputusan untuk menuju sukses.

Paragraf Kesepuluh :1.Kalimat Majemuk Setara Penjumlahan : Orang hidup tak ada yang bebas dari tekanan dan tantangan.2.Kalimat Majemuk Campuran : Siswa pun selalu menghadapi tekanan dan tantangan ketika harus belajar materi baru yang jauh lebih sulit, datang dan pulang tepat waktu, dan menyerahkan tugas individu serta kelompok.3.Kalimat Majemuk Bertingkat : Kalau semua tekanan itu berhasil dilewati, sukseslah mereka.4.Kalimat Majemuk Campuran : Kalau gagal, akan reduplah suasana hati dan pikiran saat itu.

Paragraf Kesebelas :1.Kalimat Majemuk Campuran : Oleh sebab itu, kapasitas untuk bisa menghadapi berbagai tekanan harus diajarkan dan dilatih sejak mereka duduk di bangku sekolah.2.Kalimat Majemuk Setara Penjumlahan : Siswa perlu mengalami sendiri berbagai prosedur serta proses ilmu dan pengetahuan.3.Kalimat Majemuk Bertingkat : Kerena itu, kegiatan mengamati, bertanya, menalar, bereksperimentasi, juga pengalaman membangun jejaring perlu diakomodasikan dalam sebuah kurikulum.

Paragraf Keduabelas :1.Kalimat Majemuk Setara Penjumlahan : Dengan cara seperti itu, siswa akan bisa merespons berbagai kemungkinan dan tekanan hidupnya kelak setelah hidup dalam masyarakat.2.Kalimat Majemuk Pertentangan : Belajar tidak cukup hanya yang bersifat menyenangkan, tetapi juga harus menantang bagi siswa kita. 3.Kalimat Majemuk Bertingkat : Mengapa begitu? Karena hidup identik dengan tantangan.

Paragraf Ketigabelas : 1.Kalimat Majemuk Setara Penjumlahan : Kurikulum dan proses pembelajaran perlu memberi tempat yang cukup agar siswa bisa melakukan observasi, analisis, hipotesis, sintesis, dan mencari solusi terhadap tantangan yang dihadapi dalam proses belajarnya.2.kalimat Majemuk Bertingkat : Sebab, pada saatnya nanti, meminjam konsepnya Jerome Brunne, para siswa akan melakukan apa yang disebutnya transfer of learning and principles dalam kehidupan nyata.

Paragraf Keempatbelas : -

Pro dan Kontra Kurikulum 201321 Agustus 2014 11:27:06KOMPAS.com Menurut pengertiannya, Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter adalah kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Kurikulum 2013 menyandang harapan tinggi untuk mampu membentuk karakter (identitas) bangsa Indonesia dan menyelesaikan masalah-masalah dalam dunia pendidikan Indonesia. Sewajarnya, kurikulum baru yang sedang dalam masa sosialisasi ini, menerima sambutan pro dan kontra dari masyarakat. Pertanyaan mendasar yang timbul dari benak masyarakat: apakah kurikulum 2013 mampu membawa perubahan dan solusi bagi system pendidikan kita, atau malah turut menimbulkan permasalahan baru yang menambah peliknya dunia pendidikan Indonesia?Reaksi penulis ketika mendengar info tentang Kurikulum 2013 ini melalui pesawat televise adalah kebingungan. Bagaimana tidak di kurikulum ini tidak ada lagi skor dengan angka, tetapi dengan beberapa huruf yang diwakili untuk mengisi angka- angka. Seperti contoh, Skor A setara dengan nilai 3.67 4.00 dengan batas maksimal 5.00. Tentu ini akan membuat para guru serta wali murid yang belum tahu akan kebingungan.Banyak yang menilai adanya ketergesa gesaan dalam pembuatan Kurikulum 2013 ini. Serta akibat yang diberikan ketidak merataan dan terlalu singkat. Uji public berlangsung hanya sekian bulan, tanpa sosialisasi yang menyeluruh, sehingga tidak semua pihak merasa diikutkan didalamnya. Penulis sendiri baru mendapat informasi lebih detail tentang struktur kurikulum tersebut setelah uji public selesai dilaksanakan. Guru-guru yang berada di daerah terpencil kemungkinan malah baru beradaptasi dengan KTSP, dan kini mendadak mereka harus beradaptasi lagi dengan rancangan kurikulum yang baru.Selain perubahan dari segi menilai tadi. Ada juga beberapa yang berubah dari segi pemberian Mata pelajaran. Perubahan-perubahan yang biasa ditemukan pada kurikulum terbaru ini antara lain dihapuskannya atau diintegrasikannya mata pelajaran tertentu dengan alasan mengurangi beban siswa dan memusatkan pada target pendidikan. Misalnya pelajaran IPA yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika pada jenjang SD, dan pelajaran TIK yang difungsikan menjadi sarana pembelajaran untuk semua mata pelajaran pada jenjang SMP dan SMA. Pelajaran Bahasa daerah juga mengalami nasib yang sama pada kelompok muatan lokal, digantikan dengan materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya. Pelajaran Bahasa Inggris rencananya tidak lagi diajarkan di SD dengan alasan memantapkan penguasaan bahasa nasional siswa sekolah dasar.Tentu ada sebagian pihak (guru) yang terima oleh kebijakan Kurikulum 2013. Tapi kebanyakan guru yang menentang sekali kebijakan kurikulum ini. Seperti kita ketahui, untuk dapat mengantongi sertifikat professional, seorang guru dituntut untuk mengajar dalam jumlah jam tertentu. Guru tentu merasa keberatan jika jam pelajarannya dikurangi. Belum lagi permasalahan dengan guru yang mata pelajarannya dihapus sama sekali. Mau dibawa kemana sekian guru yang tidak memiliki jam mengajar lagi? Bagaimana pula nasib ribuan guru bahasa inggris yang sudah bertahun-tahun mengabdikan ilmunya disekolah dasar? Belakangan muncul beberapa demonstrasi dari guru-guru yang merasa dirugikan oleh konten kurikulum 2013.

Di sisi lain, siswa maupun siswi tampaknya acuh tak acuh dengan perubahan kurikulum yang akan mereka hadapi. Karena memang, lazimnya dalam dunia pendidikan kita siswa maupun siswi cenderung dijadikan objek yang diarahkan perilakunya mengikuti kemauan guru atau para pengambil kebijakan. Mungkin, kebijakan ini dibuat untuk perbakalan siswa maupun siswi di masa depan nanti yang dapat meneruskan perjuangan para pendahulunya.Sehingga Sumber Daya Manusia akan meningkat tajam. Tapi, apakah pelajaran Bahasa Inggris untuk SD harus dihapuskan? Padahal menurut penulis seharusnya pelajaran yang berbasis internasional itu harus ditanamkan sejak anak menginjak bangku Sekolah Dasar. Pemerintah juga harus pintar mengatur agar Bahasa Indonesia juga tidak tertimpa dengan Bahasa Asing yang dipelajari oleh siswa maupun siswi.Kurikulum pendidikan 2013 dinilai aneh dan lucuJumat, 15 FebruariMerdeka.com - Ada hal ganjil sekaligus menggelikan saat koalisi tolak perubahan kurikulum 2013 membuka kurikulum inti dari Kementerian Pendidikan. Pasalnya ada kesan dipaksakan saat beberapa nilai bermasyarakat dimasukkan ke dalam ilmu pengetahuan alam.

"Kami menemukan kompetensi inti mengikat kompetensi dasar sehingga lucu-lucu, dikatakan membiasakan jujur, disiplin dan bertanggung jawab berkaitan dengan fungsi kuadrat. Memiliki ketangguhan diri dan konsisten menghadapi masalah kehidupan sebagai gambaran fungsi trigonometri. Itu pelajaran kelas 1 SMA," kata Retno Listyarti dari Federasi Serikat Guru di ICW, Jakarta (15/2)

Sebagai guru, Retno mengaku merasa kebingungan karena tak ada instruksi khusus. Apalagi sampai saat ini beberapa pedoman pendamping kurikulum belum juga ada.

"Apa ini yang dianggap kurikulum hebat? Tinggal 4 bulan lagi tapi barang enggak ada, tidak d dokumen kurikulum resmi. Tidak ada ketentuan kurikulum, belum ada pedoman bimbingan dan penilaian. Tampak dipaksakan untuk masuk dalam sistem ini. Kami sebagai guru bingung kalau kita mengajarkan model begini," lanjutnya.

Hal senada diungkapkan pemerhati pendidikan Romo Benny Susetyo. Menurutnya, ilmu alam tidak bisa disangkutpautkan seperti itu. Hal ini menunjukkan Kemendikbud memang sengaja memaksakan meski kurikulum 2013 tidak jelas.

"Ini dilakukan tergesa-gesa dan menunjukkan ketidaksiapan. Melebur IPA dan IPS itu memaksakan pluralisme ke dalam ilmu pengetahuan. Matematika tidak bisa dikaitkan dengan keindonesiaan, justru itu menjadi bingung dengan cara seperti ini. Perubahan kurikulum tidak jelas," tegasnya.

Diketahui, Juli nanti pemerintah tengah bersiap menerapkan Kurikulum 2013. Sebagai langkah awal SD kelas 1-4 kemudian akan diperluas dan dilakukan bertahap ke semua jenjang pendidikan.

Salah satu konten kurikulum yang diubah adalah menyisipkan ilmu pengetahuan satu ke ilmu pengetahuan lain. Selain itu untuk tingkatan SD ada pelajaran bersifat tematik integratif sehingga tidak ada lagi pelajaran IPA maupun IPS. Jika SD diperlakukan demikian, lain halnya SMA, mereka tidak lagi dibagi dalam jurusan IPA, IPS maupun bahasa tapi mereka dibebaskan memilih kelas layaknya mahasiswa perguruan tinggi

ARTIKEL KETIGAParagraf pertama : -

Paragraf kedua :1.Kalimat Majemuk : Kurikulum 2013 menyandang harapan tinggi untuk mampu membentuk karakter (identitas) bangsa Indonesia dan menyelesaikan masalah-masalah dalam dunia pendidikan Indonesia.

Paragraf ketiga :1.Kalimat Majemuk : Bagaimana tidak di kurikulum ini tidak ada lagi skor dengan angka, tetapi dengan beberapa huruf yang diwakili untuk mengisi angka- angka. Seperti contoh, Skor A setara dengan nilai 3.67 4.00 dengan batas maksimal 5.00. Tentu ini akan membuat para guru serta wali murid yang belum tahu akan kebingungan.

Paragraf keempat :1.Kalimat Majemuk : Guru-guru yang berada di daerah terpencil kemungkinan malah baru beradaptasi dengan KTSP, dan kini mendadak mereka harus beradaptasi lagi dengan rancangan kurikulum yang baru.

Paragraf kelima :1. Kalimat Majemuk : Pelajaran Bahasa daerah juga mengalami nasib yang sama pada kelompok muatan lokal, digantikan dengan materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya2. Misalnya pelajaran IPA yang diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika pada jenjang SD, dan pelajaran TIK yang difungsikan menjadi sarana pembelajaran untuk semua mata pelajaran pada jenjang SMP dan SMA.

Paragraf keenam :1.Kalimat Majemuk : Seperti kita ketahui, untuk dapat mengantongi sertifikat professional, seorang guru dituntut untuk mengajar dalam jumlah jam tertentu.

Paragraf ketujuh :1.Kalimat Majemuk : Pemerintah juga harus pintar mengatur agar Bahasa Indonesia juga tidak tertimpa dengan Bahasa Asing yang dipelajari oleh siswa maupun siswi.2.Kalimat Majemuk : lazimnya dalam dunia pendidikan kita siswa maupun siswi cenderung dijadikan objek yang diarahkan perilakunya mengikuti kemauan guru atau para pengambil kebijakan.

ARTIKEL KEEMPATParagraf pertama :1.Kalimat Majemuk : Pasalnya ada kesan dipaksakan saat beberapa nilai bermasyarakat dimasukkan ke dalam ilmu pengetahuan alam.Paragraf kedua :1.Kalimat Majemuk : Kami menemukan kompetensi inti mengikat kompetensi dasar sehingga lucu-lucu, dikatakan membiasakan jujur, disiplin dan bertanggung jawab berkaitan dengan fungsi kuadrat Paragraf ketiga :1.Kalimat Majemuk : Kami menemukan kompetensi inti mengikat kompetensi dasar sehingga lucu-lucu, dikatakan membiasakan jujur, disiplin dan bertanggung jawab berkaitan dengan fungsi kuadratParagraf keempat :1. Kalimat Majemuk : Tampak dipaksakan untuk masuk dalam sistem ini.Paragraf kelima :1.Kalimat Majemuk : Menurutnya, ilmu alam tidak bisa disangkutpautkan seperti ituParagraf keenam :1.Kalimat Majemuk : Ini dilakukan tergesa-gesa dan menunjukkan ketidaksiapan. Melebur IPA dan IPS itu memaksakan pluralisme ke dalam ilmu pengetahuanParagraf ketujuh : -Paragraf kedelapan :1. Kalimat Majemuk : Selain itu untuk tingkatan SD ada pelajaran bersifat tematik integratif sehingga tidak ada lagi pelajaran IPA maupun IPS. Jika SD diperlakukan demikian, lain halnya SMA, mereka tidak lagi dibagi dalam jurusan IPA, IPS maupun bahasa tapi mereka dibebaskan memilih kelas layaknya mahasiswa perguruan tinggi

RANGKUMAN ARTIKEL 1Wapres Boediono dengan tegas menyebutkan, sampai saat ini kita belum punya konsepsi yang jelas mengenai substansi pendidikan. Karena tak ada konsepsi yang jelas, timbullah kecenderungan untuk memasukkan apa saja yang dianggap penting ke dalam kurikulum. Akibat dari kerisauan Wapres itu, tiba-tiba timbullah proyek perombakan kurikulum yang terkesan dipaksakan. Kurikulum 2013 hasil perombakan kurikulum sebelumnya harus segera diberlakukan meski masyarakat luas belum melihat hasil satu penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa mutu pendidikan kita terus merosot karena kesalahan kurikulum.Perubahan kurikulum dadakan ini cermin ketiadaan kerangka besar arah pembenahan pendidikan nasional.visi besar pendidikan dirumuskan Boedi Oetomo pada 1908. Angkatan ini sudah mengungkapkan dalam anggaran dasarnya yang dirumuskan pada Pasal 3: (1) usaha pendidikan dalam arti seluas-luasnya; (2) peningkatan pertanian, peternakan, dan perdagangan; (3) kemajuan teknik dan kerajinan; (4) menghidupkan kembali kesenian pribumi dan tradisi; (5) menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan; dan (6) hal-hal yang bisa membantu meningkatkan kesejahteraan bangsa. Dalam pembahasan program juga telah dibahas pembangunan perpustakaan rakyat dan pendidikan untuk perempuan.

Modus perubahan kurikulum lebih terkesan sebagai ikhtiar dadakan karena tidak didahului persiapan yang lebih matang. Memang, perombakan kurikulum pilihan paling aman. Sebab, jika ikhtiar dadakan itu keliru, kekeliruan itu baru akan terungkap 10-20 tahun kemudian

RANGKUMAN ARTIKEL 2faktor-faktor penting yang ikut menyumbang kesuksesan seseorang. Faktor-faktor penentu sukses itu akhirnya diterjemahkan oleh para ahli pendidikan ke dalam kurikulum dan program pembelajaran.

dengan ditemukannya faktor penentu sukses itu, dunia pendidikan juga ikut berlomba-lomba dan berkontemplasi untuk merumuskan filosofi, paradigma, strategi, dan metodologi pembelajaran. Faktor signifikan yang telah mendapat perhatian luas untuk memprediksi sukses seseorang, antara lain intelligence quotient (IQ, kecerdasan otak) dan emotional quotient (EQ, kecerdasan emosional). Kecerdasan yang disebut terakhir, oleh penemunya, Daniel Goleman (1995), diberi nama emotional intelligence, bukan emotional quotient. Kelahiran EQ membuat arah baru pendidikan secara luas. Sebab, dalam banyak penelitian terbukti IQ tak lagi menjadi satu-satunya prediktor sukses peserta didik di masa datang.

Implikasinya, pengembangan kurikulum hampir di seluruh dunia pada era jayanya IQ selalu berorientasi pada upaya bagaimana mengemas program pembelajaran yang bisa memberikan kecerdasan otak secara maksimal kepada para peserta didik.Setelah EQ ditemukan oleh Goleman, kurikulum serta-merta harus dan mutlak memperhatikan faktor-faktor non-kognitif, seperti kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, pengendalian emosi, dan memahami emosi orang lainIQ hanya berkontribusi 20 persen terhadap kesuksesan peserta didik setelah mereka hidup dalam masyarakat nantinyapraksis pendidikan di Jepang memasukkan aspek memori dan kecerdasan otot dalam kurikulumnya sejak kelas I dan II SD melalui aktivitas otot (keterampilan) dalam bentuk kegiatan origami secara intensif. Origami mampu menanamkan kepada para siswa sifat dan sikap kreatif, inovatif, sekaligus membangun kecerdasan/ingatan otot para siswa.

RANGKUMAN ARTIKEL 3. Kurikulum 2013 merupakan sebuah kurikulum yang mengutamakan pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, siswa dituntut untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Banyak yang menilai adanya ketergesa gesaan dalam pembuatan Kurikulum 2013Serta akibat yang diberikan ketidak merataan dan terlalu singkat. Uji public berlangsung hanya sekian bulan, tanpa sosialisasi yang menyeluruh, sehingga tidak semua pihak merasa diikutkan didalamnyaSeperti kita ketahui, untuk dapat mengantongi sertifikat professional, seorang guru dituntut untuk mengajar dalam jumlah jam tertentu.kebijakan ini dibuat untuk perbakalan siswa maupun siswi di masa depan nanti yang dapat meneruskan perjuangan para pendahulunya.Sehingga Sumber Daya Manusia akan meningkat tajam.pelajaran yang berbasis internasional itu harus ditanamkan sejak anak menginjak bangku Sekolah Dasar. Pemerintah juga harus pintar mengatur agar Bahasa Indonesia juga tidak tertimpa dengan Bahasa Asing yang dipelajari oleh siswa maupun siswi.

\

RANGKUMAN ARTIKEL 4Ada hal ganjil sekaligus menggelikan saat koalisi tolak perubahan kurikulum 2013 membuka kurikulum inti dari Kementerian Pendidikan. Pasalnya ada kesan dipaksakan saat beberapa nilai bermasyarakat dimasukkan ke dalam ilmu pengetahuan alamilmu alam tidak bisa disangkutpautkan seperti itu. Hal ini menunjukkan Kemendikbud memang sengaja memaksakan meski kurikulum 2013 tidak jelas.

Ini dilakukan tergesa-gesa dan menunjukkan ketidaksiapan. Melebur IPA dan IPS itu memaksakan pluralisme ke dalam ilmu pengetahuan. Matematika tidak bisa dikaitkan dengan keindonesiaan, justru itu menjadi bingungsatu konten kurikulum yang diubah adalah menyisipkan ilmu pengetahuan satu ke ilmu pengetahuan lain. Selain itu untuk tingkatan SD ada pelajaran bersifat tematik integratif sehingga tidak ada lagi pelajaran IPA maupun IPS. Jika SD diperlakukan demikian, lain halnya SMA, mereka tidak lagi dibagi dalam jurusan IPA, IPS maupun bahasa tapi mereka dibebaskan memilih kelas layaknya mahasiswa perguruan tinggi

KOMENTAR ARTIKEL 1