52499864-askep-rhd-dewik-beres.doc
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA PASIEN DENGAN REUMATIK HEART DISEASE
(RHD)
Oleh :
Ni Kadek Ayu Suarningsih
(0702105064)
SGD 4
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2010
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Penyakit radang berulang akut yang terutama terjadi pada anak-anak usia 5-
15 tahun yang biasanya terjadi 1-5 minggu setelah infeksi streptococus
(biasanya terjadi radang tenggorokan). (Robbins;2007)
Penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan
karditis rematik akut yang berulang kali (Mansjoer;2000)
2. Epidemiologi
Reumatik heart disease biasanya terjadi pada anak-anak usia 5-15 tahun
dengan puncaknya pada umur 8 tahun, dan kadang-kadang bisa dapat timbul
pada usia 30 tahun yang biasanya terjadi 1-5 minggu setelah infeksi streptococus
(biasanya terjadi radang tenggorokan). Wanita dan pria mempunyai
kemungkinan sama untuk terserang.
Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik merupakan penyebab
kematian utama dari kelainan jantung pada umur di bawah 45 tahun dan 25-40%
penyakit jantung disebabkan oleh penyakit jantung reumatik untuk semua umur.
Di Yogyakarta pada dokumen medis RSUP Dr. Sardjito tahun 1993 di temukan
8,3% penderita RHD dari seluruh penderita kelainan penyakit jantung.
3. Etiologi
Penyakit jantung reumatik berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas
bagian atas oleh Streptococcus Beta Hemolyticus Grup A. Faktor-faktor
predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit
jantung reumatik kemungkinan terdapat pada factor individu itu sendiri.
Faktor-faktor pada individu :
Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan
dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada
perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih
sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada
timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini
paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak
sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5
tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20
tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan
bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6
tahun.
Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat
ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya
penyakit jantung reumatik.
Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida
bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan
glikoprotein dalam katup jantung. Kemungkinan ini mendukung terjadinya
miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever
4. Patofisiologi terjadinya penyakit
Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah kelainan jantung yang terjadi
akibat demam reumatik, atau kelainan karditis reumatik. Penyakit ini disebabkan
karena infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus Grup A. Bakteri ini akan
menginfeksi saluran pernapasan atas yaitu tenggorokan yang nantinya akan
menyebabkan peradangan dan infeksi pada tenggorokan sehingga menyebabkan
terjadinya faringitis dan tonsillitis. Akibat peradangan atau infeksi ini,
merangsang terbentuknya antibody sehingga bereaksi dengan antigen
streptokokus yang mengakibatkan terjadinya reaksi antigen-antibodi. Akibat
terjadinya reaksi imunologis ini menyebabkan terjadinya demam reumatik.
Demam reumatik bisa bersifat menetap dan reversible. Reversible terjadi jika
pasien dengan demam reumatik memilki system imun yang baik sehingga dapat
disembuhkan. Sebaliknya, bila system imun pasien ini menurun, maka demam
reumatik ini bisa berlanjut (berulang-ulang) dalam jangka waktu yang lama.
Demam reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequele), sehingga dalam
serum penderita terdapat antibody anti otot jantung. Antibody ini mengakibatkan
terjadinya respon autoimun dimana antibody ini dianggap sebagai antigen
(antigen pada katup jantung)sehingga terjadi reaksi perlawanan antara antibody
yang dihasilkan dalam tubuh dengan antigen streptokokus dan antigen katup
jantung. Hal ini menyebabkan terjadinya peradangan pada katup jantung dan
dapat pula disertai dengan gejala –gejala seperti karditis (criteria mayor dan
criteria minor). Bila terdapat 2 kriteria mayor /1 kriteria mayor disertai dengan 2
kriteria minor akan mengakibatkan terjadinya pnyakit jantung reumatik (RHD).
(Pohon masalah terlampir)
5. Klasifikasi
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat
dibagi dalam 4 stadium.
Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus
Grup A. Keluhannya :
Demam
Batuk
Rasa sakit waktu menelan
Muntah
Diare
Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 -
3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-
bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung
reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala
peradangan umum dan menifestasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung
reumatik.
Gejala peradangan umum :
Demam yang tinggi
Lesu
Anoreksia
Lekas tersinggung
Berat badan menurun
Kelihatan pucat
Epistaksis
Athralgia
Rasa sakit disekitar sendi
Sakit perut
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
dan tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung
reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai
dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam
reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami
reaktivasi penyakitnya.
6. Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium darah
Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung
Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E
Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi
7. Manifestasi klinis
Untuk menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan Kriteria
Jones yaitu :
Kriteria mayor :
1. Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang
sendi-sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku
(poliarthritis migrans).
2. Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).
3. Eritema marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak terasa
nyeri dan tidak terasa gatal.
4. Noduli subkutan
Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki,
tidak nyeri tekan dan dapat bebas digerakkan.
5. Korea
Gerakkan yang tidak disengaja /gerakkan yang abnormal, sebagai
manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat.
Kriteria Minor :
Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung
reumatik
Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi
dan pasien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
Demam tidak lebih dari 390celcius
Leukositosis
Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
C-Reaktif Protein (CRF) positif
P-R interval memanjang
Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan dua kriteria minor, atau
dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.
8. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis adalah :
a. Memberantas infeksi streptococcus
b. Mencegah komplikasi karditis
c. Mengurangi rasa sakit dan demam
Pemberantasan infeksi streptococcus :
Pemberian benzatin penisilin G dengan kriteria sebagai berikut :
Usia < 20 tahun 1,2 juta unit tiap 4 minggu sampai usia 25 tahun
Usia > 20 tahun diberikan selama 5 tahun
Jika kriteri 1 dan 2 sudah terlaksana namunmuncul kekambuhan lagi, maka akan
mendapatkan suntikan yang sama dengan dosis 1,2 juta unit tiap 4 minggu
selama 5 tahun berikutnya. Jika kasusnya berat, diberikan tiap 3 minggu.
Pencegahan komplikasi karditis :
Pemberian penisilin benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahan
sekunder menurut The American Asosiation
Tirah baring bertujuan untuk mengurangi komplikasi karditis dan mengurangi
beban kerja jantung pada saat serangan akut demam reumatik
Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung maka diberikan terapi digitalis 0,04 –
0,06 mg/kg BB.
Mengurangi rasa sakit dan anti radang :
Pasien diberi analgetik untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya. Salisilat
diberikan untuk anti radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari dan 25 mg/kg
BB/hari selama satu bulan.
Prednison diberikan selama kurang lebih dua minggu dan tapering off (dikurangi
bertahap). Dosis awal prednison 2 mg/kg BB/hari.
Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American
Heart Association. Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap pasien dibagi menjadi dua bagian yaitu:
Pengkajian primer (Primer assessment) dan pengkajian skunder (secondary
assessment). Data dapat diperoleh secara primer (klien) dan secara skunder
(keluarga, saksi kejadian/pengirim, tim kesehatan lain).
a. Primer assessment/primer survey:
1) Data subyektif:
Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama,
umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
status perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan
keluarga/pengirim).
Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat
darurat, apakah pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim
oleh orang lain. biasanya pasien dengan RHD mengeluh sesak, nyeri
pada dada, lemas.
Riwayat penyakit, meliputi waktu mengalami penyakit (hari,
tanggal, jam). (Riwayat penyakit saat ini, riwayat penyakit
sebelumnya dan riwayat penyakit keluarga)
Riwayat alergi dan pengobatan
a) Alergi: makanan, obat-obatan, hay fever, asma
b) Riwayat ada tidaknya alergi pada keluarga
c) Pengobatan yang sedang dijalani (yang diresepkan dan tidak
diresepkan dokter); obat-obatan khusus yang dapat merubah
keefektifan atau respon perawatan seperti: obat-obatan beta
blocker, tricyclic antidepressant, hormone tiroid, beberapa
antihistamin.
Data Subjektif
Data Objektif
Breathing
Penggunaan otot bantu pernafasan , contoh : retraksi interkostal,
ronchi (+), nafas cepat dan dangkal, mendengkur.
Blood
Hipotensi, kulit dan membrane mukosa pucat, dingin dan
sianosis. Suhu dapat meningkat
Brain
Agitasi, gelisah, dan perubahan mental (mental lamban).
Bowel
Diare, mual, muntah
Bone
Nyeri pada persendian, kekuatan otot,
a) Pengkajian Sekunder
Five Intervention / Full set of vital sign (F)
Tanda – tanda vital : takikardi, terjadi
hipotensi
Terjadi hipoksemia, hipoksia
Pemeriksaan Lab :
Analisa gas darah : hipoksemia, hipokapnea, hiperkapnea.
Alkalosis respiratorik pada awal proses, akan berganti
menjadi asidosis respiratorik.
Leukositosis (pada sepsis), Pemeriksaan laboratorium
darah
Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung
Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E
Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan
lesi
Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada otot, seperti tertekan, terjadi pada saat
bernapas.
Head to toe (H)
Daerah kepala dan leher : mukosa pucat
Daerah dada :
Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan cepat,
mendengkur, dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan ,
pernapasan cuping hidung.
Auskultasi : suara napas krekels dan ronchi, bunyi jantung
normal
Daerah abdomen : -
Daerah ekstrimitas : sianosis.
Insfect the posterior surface (I) : -
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen menuju
paru-paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi miokardium.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat inflamasi.
4. Hypertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat infeksi
penyakit.
5. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penimbunan asam laktat
pada sendi.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan metabolisme basal terganggu
B. Rencana Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
NoDiagnosa
keperawatan
Tujuan / kriteria
hasilIntervensi Rasional
1. Pola nafas tidak
efektif
berhubungan
dengan
ketidakadekuatan
oksigen menuju
paru-paru
Setelah diberikan
askep selama 2x24
jam diharapkan
pola nafas efektif
dengan kriteria
hasil :
Pasien tidak
Mandiri
- Evaluasi frekuensi
pernapasan dan
kedalaman. Catat upaya
pernapasan, contoh
adanya dispnea,
penggunaan otot bantu
Mandiri
- Respon pasien bervariasi.
Kecepatan dan upaya
mungkin meningkat karena
nyeri, takut, demam,
penurunan volume sirkulasi
(kehilangan darah atau
sesak nafas
Frekuensi
pernapasan
normal (16-24
kali permenit)
pernapasan, pelebaran
nasal.
- Auskultasi bunyi napas.
Catat area yang menurun
atau tidak adanya bunyi
napas dan adanya bunyi
napas tambahan, contoh
krekels atau ronki
Kolaborasi
- Bantu
dalam pemasangan
kembali selang dada atau
torakosentesis bila
diindikasikan
cairan), akumulasi secret,
hipoksia atau distensi
gaster. Penekanan
pernapasan (penurunan
kecepatan) dapat terjadi dari
penggunaan analgesic
berlebihan. Pengenalan dini
dan pengobatan ventilasi
abnormal dapat mencegah
komplikasi.
- Auskultasi bunyi napas
ditujukan untuk mengetahui
adanya bunyi napas
tambahan.
Kolaborasi
- Reekspansi
paru dengan pelepasan
akumulasi darah atau udara
dari tekanan negative
pleural.
2. Penurunan curah
jantung
berhubungan
dengan disfungsi
miokardium
Setelah diberikan
askep selama 3x24
jam diharapkan
curah jantung
normal. Dengan
kriteria hasil :
pasien tidak
mudah lelah
Pasien tidak
sesak napas
Mandiri
- Kaji/pantau
tekanan darah. Ukur
pada kedua tangan /paha
untuk evaluasi awal.
Gunakan ukuran manset
yang tepat dan teknik
yang akurat.
Mandiri
- Perbandingan dari tekanan
memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang
keterlibatan/bidang masalah
vaskular. Hipertensi berat
diklarifikasikan pada orang
dewasa sebagai peningkatan
tekanan diastolik sampai
130; hasil pengukuran
Tekanan darah
normal yaitu
sistolik
(100-140)mmHg
dan diastolik (60-
90)mmHg
Nadi normal (60-
100 kali
permenit)
Tidak ada
sianosis
Tidak ada edema - Catat
keberadaan, kualitas
denyutan sentral dan
perifer.
- Amati
warna kulit, kelembaban,
suhu, dan masa
pengisian kapiler.
- Catat edema
umum/tertentu.
diastolik diatas 130
dipertimbangkan sebagai
peningkatan pertama,
kemudian maligna.
Hipertensi sistolik juga
merupakan faktor resiko
yang ditentukan untuk
penyakit serebrovaskular
dan penyakit iskemi jantung
bila tekanan diastolik 90
sampai 115.
- Denyutan karotis, jugularis,
radialis, dan femoralis
mungkin teramati/
terpalpasi. Denyut pada
tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari
vasokontriksi (peningkatan
SVR), dan kongesti vena.
- Adanya pucat, dingin, kulit
lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan
vasokontriksi atau
mencerminkan
dekompensasi /penurunan
curah jantung.
- Dapat mengindikasikan
gagal jantung, kerusakan
ginjal atau vaskular.
-Dapat menurunkan
rangsangan yang
- Anjurkan
teknik relaksasi, panduan
imajinasi, aktivitas
pengalihan.
- Pantau
respon terhadap obat
untuk mengontrol
tekanan darah.
Kolaborasi
- Berikan
pembatasan cairan dan
diet natrium sesuai
indikasi
menimbulkan stres,
membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan
TD.
- Dapat mengindikasikan
gagal jantung, kerusakan
ginjal atau vaskuler.
- Dapat menurunkan
rangsangan yang
menimbulakan stres,
membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan
TD.
- Respon terhadap terapi obat
“steppen” (yang terdiri atas
neureting, inhibitor simpatis
dan vasodilator) tergantung
pada individu dan efek
sinergis obat. Karena efek
samping tersebut, maka
penting untuk menggunakan
obat dalam jumlah paling
sedikit dan dosis paling
rendah
Kolaborasi
- Pembatasan ini dapat
menangani retensi cairan
dengan respon hipertensif,
dengan demikian
menurunkan beban gagal
jantung.
3. Gangguan
perfusi jaringan
berhubungan
dengan gangguan
aliran darah
sekunder akibat
inflamasi
Setelah diberikan
askep selama 3x24
jam diharapkan
tidak ada gangguan
perfusi jaringan
dengan kriteria
hasil :
Pasien tidak
merasa nyeri
Tidak ada
sianosis
Pasien tidak
pucat
Tidak ada edema
Mandiri
- Selidiki
perubahan tiba-tiba atau
gangguan mental
kontinyu, contoh:
cemas, bingung, letargi,
pingsan.
- Lihat pucat,
sianosis, belang, kulit
dingin atau lembab.
Catat kekuatan nadi
perifer.
- Kaji tanda
edema.
- Pantau
pernapasan, catat kerja
pernapasan.
Kolaborasi
- Pantau data
laboratorium,
contoh: GDA, BUN,
creatinin, dan
Mandiri
- Perfusi serebral secara
langsung sehubungan
dengan curah jantung dan
juga dipengaruhi oleh
elektrolit atau variasi asam
basa, hipoksia, atau emboli
sistemik.
- Vasokontriksi sistemik
diakibatkan oleh penurunan
curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan
nadi.
- Indikator trombosis vena
dalam.
- Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distress
pernapasan. Namun dispnea
tiba-tiba atau berlanjut
menunjukkkan komplikasi
tromboemboli paru.
Kolaborasi
- Indikator perfusi atau
fungsi organ.
elektrolit.
4. Hypertermi
berhubungan
dengan
kerusakan
kontrol suhu
sekunder akibat
infeksi penyakit
Setelah diberikan
askep selama 1x24
jam diharapkan
suhu tubuh kembali
normal dengan out
come :
Suhu tubuh
pasien normal
(36,8 -37,2 ) °C
Pasien tidak
menggigil
Mandiri
- Pantau suhu
pasien (derajat dan pola)
perhatikan menggigil
atau diaforesis.
- Berikan
kompres mandi hangat ;
hindari penggunan
Mandiri
- Suhu 38,9o – 41,1o C
menunjukan proses
penyakit infeksius akut.
Pola demam dapat
membantu dalam diagnosis
; misal kurva demam lanjut
berakhir lebih dari 24 jam
menunjukkan pneumonia
pnuemokokal, demam
scarlet atau tifoit ; demam
remiten (bervariasi hanya
beberapa derajat pada arah
tertentu) menunjukan
infeksi paru ; kurva
intermiten atau demam
yang kembali normal sekali
dalam periode 24 jam
menunjukan episode septic,
endokarditis septic, atau
TB. Menggigil sering
mendahului puncak suhu.
Catatan : penggunaan
antipirektik mengubah pola
demam dan dapat dibatasi
sampai diagnosis dibuat
atau bila demam tetap lebih
besar dari 38,9o C.
- Dapat membantu
mengurangi demam.
Catatan : penggunaan air es
alcohol.
Kolaborasi
- Berikan
antipiretik, misalnya :
ASA (aspirin),
asetaminofen (Tylenol).
atau alcohol mungkin
menyebabkan kedinginan,
peningkatan suhu secara
actual. Selain itu, alcohol
dapat mengeringkan kulit.
Kolaborasi
- Digunakan untuk
mengurangi demam dengan
aksi sentralnya pada
hipotalamus, meskipun
demam mungkin dapat
berguna dalam membatasi
pertumbuhan organisme,
dan meningkatkan
outodestruksi dari sel-sel
yang terinfeksi.
5. Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
berhubungan
dengan
penimbunan
asam laktat pada
sendi
Setelah diberikan
askep selama 2x24
jam, diharapkan
pasien merasa
nyaman dengan
kriteria hasil :
Tidak ada nyeri
Pasien tidak
meringis
Mandiri
- Ketahui
adanya nyeri. Dengarkan
dengan penuh perhatian
mengenai nyeri.
- Beri tahu
teknik untuk
menurunkan ketegangan
otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas
nyeri.
- Ajarkan
strategi relaksasi khusus
(missal: bernafas
Mandiri
- Dengan mengetahui dan
mendengarkan penuh
perhatian mengenai nyeri,
akan dapat dilakukan
tindakan yang tepat untuk
mengatasi nyeri.
- Teknik penurunan
ketegangan otot rangka
dapat menurunkan intensitas
nyeri.
- Strategi
relaksasi dapat
meningkatkan rasa nyaman
perlahan, teratur atau
nafas dalam – kepalkan
tinju – menguap).
6. Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
metabolisme
basal terganggu
Setelah diberikan
askep selama 2x24
jam, diharapkan
pasien dapat
melakukan
aktivitas dengan
mandiri dengan
kriteria hasil :
Pasien tidak
mudah lelah
Pasien tidak
nyeri
Pasien tidak
meringis
Pasien tidak
lemas
Pasien tidak
pucat
Mandiri
- Periksa
tanda vital sebelum dan
segera setelah aktivitas,
khususnya bila pasien
menggunakan
vasolidator, diuretik,
penyekat beta.
- Catat
respon kardiopulmonal
terhadap aktifitas, catat
takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat,
pusat.
- Kaji
presipitator /penyebab
kelemahan contoh
pengobatan, nyeri, obat.
- Evaluasi
peningkatan intoleran
Mandiri
- Hipertensi ortostatik dapat
terjadidengan aktivitas
karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan
cairan (diuretik) atau
pengaruh fungsi jantung
- Penurunan
/ketidakmampuan
miokardium untuk
meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas,
dapat menyebabkan
peningkatan segera pada
frekuensi jantung dan
kebutuhan oksigen, juga
peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
- Kelemahan adalah efek
samping dari beberapa obat
(beta bloker, traquilizer dan
sedatif). Nyeri dan program
penuh stres juga
memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan.
- Dapat menunjukkan
peningkatan dekompensasi
jantung daripada kelebihan
aktivitas.
- Berikan
bantuan dalam aktivitas
perawatan diri sesuai
indikasi. Selingi periode
aktivitas dengan periode
istirahat.
Kolaborasi
- Implementasikan
program rehabilitasi
jantung/aktifitas.
aktivitas.
- Pemenuhan kebutuhan
perawatan diri pasien tanpa
mempengaruhi stres
miokard/ kebutuhan oksigen
berlebihan.
Kolaborasi
- Peningkatan bertahap pada
aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung
dibawah stres, bila disfungsi
jantung tidak dapat
membaik kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Doenges, Marilynn. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Robbin, 2007. Basic Pathology 8th Edition.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3 Revisi. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
Sudoyo, S. 2001. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI