5. bab ii tinjauan pustakaer

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Luka Terkontaminasi 1. Definisi luka terkontaminasi Luka terkontaminasi (Contamined Wounds) berasal dari kata “wound” yang artinya luka dan “contaminan” yang artinya kontaminasi. Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis berasal dari internal maupun eksternal yang mengenai organ tertentu (14). Kontaminasi didefinisikan sebagai kehadiran mikroorganisme tidak bereplikasi. Kontaminasi juga dapat terjadi sebagai hasil dari pengenalan benda mati dengan permukaan luka. Kontaminasi luka terjadi dalam dua cara yaitu dari endogen melalui Flora pasien sendiri atau eksogen dimana mikroba diperkenalkan melalui sumber-sumber eksternal seperti tangan perawat (15). Jadi luka 5

Upload: anesfikri7

Post on 22-Dec-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

erhrh

TRANSCRIPT

Page 1: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Luka Terkontaminasi

1. Definisi luka terkontaminasi

Luka terkontaminasi (Contamined Wounds) berasal dari kata “wound” yang

artinya luka dan “contaminan” yang artinya kontaminasi. Luka adalah rusaknya

struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis berasal dari internal

maupun eksternal yang mengenai organ tertentu (14). Kontaminasi didefinisikan

sebagai kehadiran mikroorganisme tidak bereplikasi.  Kontaminasi juga dapat

terjadi sebagai hasil dari pengenalan benda mati dengan permukaan luka.

Kontaminasi luka terjadi dalam dua cara yaitu dari endogen melalui Flora pasien

sendiri atau eksogen dimana mikroba diperkenalkan melalui sumber-sumber

eksternal seperti tangan perawat (15). Jadi luka terkontaminasi adalah rusaknya

struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis berasal dari internal

maupun eksternal yang dibiarkan terpapar dengan benda mati sehingga

menyebabkan kehadiran mikroorganisme tidak bereplikasi.

2. Faktor penyebab luka terkontaminasi

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan luka menjadi terkontaminasi antara

lain karena keterlambatan pengobatan, penurunan sirkulasi darah karena shock,

adanya hematoma atau pengumpulan darah pada luka dan jaringan sekitarnya

sehingga dapat membatasi sirkulasi, lokasi luka pada daerah pasokan darah yang

5

Page 2: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

6

buruk, retensi benda asing dalam luka, irigasi atau pembuangan jaringan yang

sudah mati tidak memadai, penjahitan luka yang kotor, mobilisasi yang tidak

memadai, melanggar teknik steril dan kontaminasi silang, keberadaan bakteri

yang resisten terhadap antibiotik, dan penyakit sekunder, misalnya pada orang

dengan diabetes dan arteriosklerosis (16).

3. Fase penyembuhan luka

Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan. Hal ini

juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka

digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (5).

Fase inflamatori

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan

yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat

mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktifasi atau merusak

organisme yang menyerang, menghilangkan dan mengatur derajat perbaikan

jaringan. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh untuk

menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cidera dan

mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan misalnya antigen, virus,

bakteri, dan protozoa (8).

Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis.

Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar

di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan

jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk

Page 3: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

7

oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi

pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan

jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh

mikroorganisme. Dibawah scab epitelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial

sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah

masuknya mikroorganisme (8).

Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler

digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah

yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan

pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit

bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah

interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit.

Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut

pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang

merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan

AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini

sangat penting bagi proses penyembuhan (8).

Sampai sekarang fenomena mekanisme inflamasi pada tingkat bioseluler

masih belum dapat dijelaskan secara rinci. Walaupun demikian banyak hal yang

telah diketahui dan disepakati. Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan

mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit ke

jaringan radang (17).

Page 4: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

8

Tanda-tanda terjadinya proses inflamasi ialah (18, 19):

Rubor (kemerahan/eritema). Terjadi pada tahap pertama dari inflamasi.

Sesaat setelah terjadi perlukaan, pembuluh darah mengalami vasokontriksi yang

singkat. Kontraksi pembuluh darah ini segera diikuti oleh vasodilatasi pada

arteriol yang akan menyebabkan pembukaan mikrovaskuler baru seperti vena,

arteriol kecil, dan pembuluh kapiler. Darah berkumpul pada daerah cidera

jaringan akibat adanya pelepasan mediator kimia tubuh atau mediator inflamasi.

kondisi ini mengakibatkan terjadinya hiperemi dan peningkatan aliran darah pada

daerah yang meradang. Selama berlangsungnya fenomena ini banyak mediator

kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksi-triptamin

(5 HT), faktor kemotaktik, brakidin, leukotrien dan prostaglandin. Dengan migrasi

sel fagosit di daerah ini, terjadi lisis membran lisozim dan lepasnya enzim

pemecah. Secara in vitro terbukti bahwa prostaglandin dan prostasiklin dapat

menimbulkan eritema, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah lokal.

Tumor (pembengkakan/edema). Merupakan tahap kedua dari inflamasi.

Plasma merembas ke dalam jaringan intestinal pada tempat cidera. Kinin

mendilatasi asteriol, meningkatkan permeabilitas kapiler.

Calor (panas). Dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah,

atau mungkin karena pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang

mengganggu pusat pengaturan panas pada hipotalamus.

Dolor (nyeri). Disebabkan pembengkakan pada pelepasan mediator-

mediator kimia.

Page 5: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

Poliferasi

Emigrasi Leukosit

Noksius

Kerusakan Sel

Pembebasan Bahan Mediator

Perangsang ReseptorGangguan Sirkulasi Lokal Eksudasi

FunctiolaesaDolorTumorCalorEritema

9

Functiolaesa (hilangnya fungsi). Disebabkan oleh penumpukan cairan

pada tempat cidera jaringan dan karena rasa nyeri. Keduanya mengurangi

mobilitas pada daerah yang terkena.

Secara ringkas, patogenesis dan terjadinya tanda-tanda inflamasi dapat

dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Patogenesis dan Gejala Inflamasi

Histamin dan bradikinin dapat meningkatkan permeabilitas vaskular, tetapi

efek vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit prostaglandin, efek

eksudasi histamin plasma dan bradikinin menjadi lebih jelas. Migrasi leukosit ke

jaringan radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi, sedangkan

prostaglandin maupun leukotrien bertanggungjawab bagi sebagian besar dari

gejala peradangan.

Page 6: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

10

Fase proliferatif

Pada fase ini, fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah

ke daerah luka. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang

disebut proteoglikan. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan

permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan

permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu

sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi

tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan

nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh

darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan

perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan

mudah pecah.

Fase maturasi

Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan

dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas

dan meninggalkan garis putih.

4. Penatalaksanaan keperawatan luka terkontaminasi

Salah satu faktor yang berpengaruh pada penyembuhan luka adalah

perawatan luka. Teknik perawatan luka merupakan aspek yang sangat penting

pada penyembuhan, meliputi pencucian luka, teknik debridement, dan pemilihan

bahan antibiotik topical (20).

Page 7: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

11

Prioritas dalam penatalaksanaan luka

Prioritas dalam penatalaksanaan luka lokal pada dasarnya adalah sama

dengan luka apapun juga, yaitu: mengatasi perdarahan (hemostasis);

mengeluarkan benda asing; yang dapat bertindak sebagai fokus infeksi;

melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi; krusta yang tebal, dan pus;

menyediakan temperatur, kelembaban, dan pH yang optimal untuk sel-sel yang

berperan dalam proses penyembuhan; meningkatkan pembentukan jaringan

granulasi dan epitelialisasi; dan melindungi luka dari trauma lebih lanjut serta

terhadap masuknya mikroorganisme patogen. Tujuannya adalah untuk melindungi

dari kerusakan fisiologis lebih lanjut, untuk menyingkirkan penyebab aktual atau

potensial yang memperlambat penyembuhan, dan untuk menciptakan suatu

lingkungan lokal yang optimal untuk rekonstruksi dan epitelialisasi vaskular dan

jaringan ikat. Seringkali hal itu memerlukan penutupan luka dangan sebuah

balutan (8).

Teknik balutan lembab

Prinsip balutan luka lembab merupakan perkembangan teknik pembalutan

luka untuk mendukung proses penyembuhan yang optimal. Teknik ini meliputi

penggunaan hidrogel untuk mempertahankan kelembaban pada luka, hidrokoloid

untuk menyerap sejumlah kecil cairan lembab tanpa mengeringkan luka

dekubitus, busa penyerap, alginat, perekat perban, perban tanpa perekat, dan

silikon (21).

Page 8: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

12

Konsep teknik balutan luka lembab dalam penyembuhan luka yaitu dengan

menyeimbangkan kelembaban. Teori ini menyatakan bahwa keseimbangan harus

dicapai antara cairan luka yang berlebihan, khususnya dalam luka kronis yang

dapat menyebabkan maserasi selama masa penyembuhan luka, sehingga pada

permukaan luka yang terkena udara tidak terbentuk keropeng kering keras yang

dapat menunda penyembuhan luka (21).

Balutan luka perlu dirancang untuk keseimbangan kelembaban. Balutan

harus menyerap dan dapat mengangkat eksudat dari permukaan luka, serta

memastikan bahwa permukaan luka tetap lembab. Komponen-komponen ini

merupakan penatalaksanaan yang aman dan efektif untuk digunakan selama

proses penyembuhan luka. Namun, jika terdapat eksudat yang berlebihan pada

luka, maka luka dapat dikeringkan untuk memperlambat laju dan volume produksi

eksudat (21).

Perawatan luka lembab tidak meningkatkan resiko infeksi. Pada

kenyataannya, tingkat infeksi pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5%, lebih

baik dibandingkan dengan 9% pada balutan kering (22). Konsep penyembuhan

luka dengan teknik lembab dapat merubah penatalaksanaan luka dan memberikan

rangsangan bagi perkembangan balutan lembab. Penggantian balutan dilakukan

sesuai dengan kebutuhan, tipe, dan jenis luka (23).

5. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya

penyembuhan luka, antara lain:

Page 9: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

13

Usia. Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua.

Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat

mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (20).

Nutrisi. Masa penyembuhan luka memerlukan asupan nutrisi lebih banyak

daripada biasanya. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak,

vitamin C, vitamin A, dan mineral seperti Fe, Zn untuk membantu proses

penyembuhan luka (22). Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk

memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang

gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena suplai

darah jaringan adiposa tidak adekuat (20).

Infeksi. Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri merupakan salah

satu sumber penyebab infeksi. Penyebab infeksi yang lain dapat berupa jamur dan

virus yang muncul karena luka tidak bersih (20).

Sirkulasi (hipovolemia) dan oksigenasi. Sejumlah kondisi fisik dapat

mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan

jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang

gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih

mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang

dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer,

hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang

menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya

Page 10: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

14

volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan

oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka (20).

Hematoma. Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada

luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika

terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi

tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka (20).

Benda asing. Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan

menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses

ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang

membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (20).

Iskemia. Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan

suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini

dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat

faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri (20).

Diabetes. Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan

peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal

tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh (20).

Keadaan luka. Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan

efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu (20).

Obat. Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti

neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama

dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka. Steroid dapat menurunkan

Page 11: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

15

mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera. Antikoagulan dapat

mengakibatkan perdarahan, sedangkan antibiotik sangat efektif diberikan segera

sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik (20).

B. Kelakai (Stenochlaena palustris)

1. Definisi Kelakai (Stenochlaena palustris)

Kelakai (Stenochlaena palustris) adalah salah satu tumbuhan yang

tergolong jenis paku-pakuan yang banyak terdapat di daerah dataran rendah di

sekitar aliran sungai maupun tumbuh liar di hutan rawa. Habitat tanaman ini

memang daerah basah dan tergenang. Tanaman ini memiliki sistem perakaran

serabut dan cara penyebarannya dengan tunas dan sulur serta spora (24).

Tumbuhan kelakai di Kalimantan Selatan memiliki sebaran yang sangat luas dan

umumnya belum banyak dimanfaatkan (25).

Gambar 2.2 Kelakai (Stenochlaena palustris)

Page 12: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

16

2. Klasifikasi Kelakai (Stenochlaena palustris)

Klasifikasi dari tanaman kelakai adalah sebagai berikut (24):

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Divisi : Pteridophyta (paku-pakuan)

Phylum : Tracheophyta 

Subphylum : Euphyllophytina

Kelas : Pteridopsida 

Sub Kelas : Polypoditae

Ordo : Polypodiales

Famili :  Polypodiaceae 

Genus :  Stenochlaena

Spesies :  Stenochlaena palustris 

3. Morfologi umum Kelakai (Stenochlaena palustris)

Jika dilihat dari morfologinya, kelakai merupakan paku tanah yang memiliki

panjang 5-10 m dengan akar rimpang yang memanjat tinggi, kuat, pipih, persegi,

telanjang atau bersisik, dan kerapkali dengan tubas yang merayap. Tumbuhnya

secara perlahan atau epifit dengan akar utama berada di tanah. Daun kelakai

menyirip tunggal, dan dimorph. Tangkai daun tumbuhan kelakai berukuran 10-20

cm, yang cukup kuat (25).

Daunnya steril, kuat, mengkilat, gundul, yang muda berwarna keungu-

unguan. Anak daunnya banyak, bertangkai pendek, berbentuk lanset, dengan lebar

Page 13: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

17

1,5-4 cm, meruncing dengan kaki lacip baji atau membulat. Kedua sisi tidak sama,

atas kaki begerigi tajam dan halus. Urat daun berjarak lebar dengan anak daun

fertil lebarnya 2-5 mm (25).

4. Kandungan dan manfaat Kelakai (Stenochlaena palustris)

Masyarakat suku Dayak Kenyah menggunakan tumbuhan ini sebagai

tanaman pangan fungsional yang mampu mempertahankan fungsi biologis dan

meningkatkan kesehatan (13). Pangan fungsional memiliki karakteristik sebagai

makanan, yaitu karakteristi sensorik, baik warna, tekstur, dan cita rasanya, serta

mengandung zat gizi. Di samping itu, kelakai memiliki fungsi fisiologis bagi

tubuh, yakni mengatur daya tahan tubuh, mengatur kondisi fisik, mencegah

penuaan dan penyakit yang berkaitan dengan makanan (25).

Tanaman Kelakai dikenali memiliki banyak khasiat seperti anti diare. Selain

itu dipercayai masyarakat Dayak sebagai obat penambah darah serta obat awet

muda. Tidak lupa, pucuk muda kelakai merupakan bahan masakan yang cukup

lezat, yang di kalangan penduduk asli Kalimantan merupakan salah satu makanan

favorit (diantaranya oseng kelakai, juhu kelakai, bening kelakai, dan lain

sebagainya) (24).

Kandungan zat bioaktif kalakai antara lain flavonoid, alkaloid dan steroid.

Selain sebagai antipiretik, alkaloid dan steroid memiliki efek antiinflamasi. Dari

hasil penelitian, Wongso mendapatkan bahwa kandungan zat bioaktif kalakai di

daun adalah flavonoid sebesar 1,750 %, streroid sebesar 1,650 %, dan alkaloid

Page 14: 5. BAB II Tinjauan Pustakaer

18

sebesar 1,085 %. Sementara di batang, ternyata kalakai mengandung flavonoid

sebesar 3,010 %, steroid sebesar 2,583 % dan alkaloid sebesar 3,817 % (24). 

Dari serangkaian penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa kalakai

juga mengandung zat bioaktif yang bersifat seperti antioksidan seperti vitamin C

dan vitamin A. Zat bioaktif tersebut bekerja secara sinergis dengan makanisme

antara lain dengan mengikat ion logam, radikal hidroksin dan oksigen singlet

sebagai penghambat penuaan (24).

Hasil penelitian Suhartono pada tahun 2010 menunjukkan bahwa ekstrak air

tumbuhan kalakai mampu menurunkan kadar CEC total secara bermakna.

Keadaan ini diduga disebabkan oleh zat bioaktif pada tumbuhan kalakai yang

berguna sebagai antidemam, antioksidan, dan antiradang, yaitu flavonoid, steroid,

dan alkaloid (12).

Mekanisme penangkapan radikal bebas oleh flavonoid diawali oleh

pelepasan hidrogen sehingga terjadi radikal flavonoid yang reaktif. Selanjutnya,

radikal flavonoid tersebut akan mengikat radikal bebas sehingga reaktivitasnya

berkurang bahkan hilang. Penurunan atau hilangnya reaktivitas radikal bebas

tersebut mengakibatkan kerusakan endotel berkurang. Keadaan ini diduga sebagai

penyebab penurunan jumlah CEC pada plasma marmut yang didemamkan (12).