5. bab 2 - tinjauan pustaka

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi 2.1.1 Definisi Depresi menurut WHO adalah gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi. Sedangkan Kaplan (2010) mendefinisikan depresi sebagai suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, rasa putus asa dan tidak berdaya serta bunuh diri. 2.1.2 Etiologi Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial (Kaplan, 2010). Ketiga faktor tersebut juga dapat saling memengaruhi satu dengan yang lainnya. a. Faktor Biologi Dari amin biogenik, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan 6

Upload: ihsan-rasyid-yuldi

Post on 04-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Depresi dan Kanker

TRANSCRIPT

Page 1: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Depresi

2.1.1 Definisi

Depresi menurut WHO adalah gangguan mental yang ditandai dengan

munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu,

perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan

penurunan konsentrasi. Sedangkan Kaplan (2010) mendefinisikan depresi

sebagai suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan

alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada

pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, rasa putus asa dan tidak

berdaya serta bunuh diri.

2.1.2 Etiologi

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab depresi dapat

dibagi atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial (Kaplan,

2010). Ketiga faktor tersebut juga dapat saling memengaruhi satu dengan

yang lainnya.

a. Faktor Biologi

Dari amin biogenik, norepinefrin dan serotonin merupakan dua

neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan

mood. Suatu penelitian ilmiah melaporkan hubungan antara turunnya

regulasi reseptor B-adrenergik dengan respon antidepresan. Laporan

penelitian tersebut mengindikasikan peran sistem noradrenergik dalam

depresi. Data lainnya menunjukkan bahwa serotonin terlibat di dalam

patofisiologi depresi. Kekurangan serotonin dapat mencetuskan

depresi dan beberapa pasien dengan impuls bunuh diri memiliki

konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di dalam cairan

serebrospinal.

Beberapa disregulasi neuroendokrin dilaporkan pada pasien

dengan gangguan depresi. Aksis neuroendokrin utama yang dimaksud

6

Page 2: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

7

adalah aksis adrenal, aksis tiroid, dan hormon pertumbuhan. Penelitian

tentang hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi

menghasilkan suatu kesimpulan bahwa sekitar 50% pasien yang

mengalami depresi mengalami hipersekresi hormon kortisol.

Gangguan hormon tiroid juga sering ditemukan pada sekitar 5-10%

orang dengan depresi. Beberapa studi menunjukkan adanya perbedaan

statistik antara pasien depresi dan pasien lain dalam regulasi pelepasan

hormon pertumbuhan. Pasien depresi mengalami penurunan respon

terhadap stimulasi hormon pertumbuhan.

b. Faktor Genetik

Suatu penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik juga terlibat

pada kejadian depresi. Angka keselarasan depresi berat sekitar 10-

25% pada kembar dizigot dan 50% pada kembar monozigot. Pengaruh

genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya

disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan

kemampuan dalam menghadapi stres.

c. Faktor Psikososial

Peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh

ketegangan sering mendahului episode gangguan mood. Suatu teori

menjelaskan bahwa stres yang menyertai episode pertama depresi

akan menyebabkan perubahan fungsional neurotransmiter dan sistem

pemberian sinyal intraneuron. Perubahan tersebut bahkan dapat

mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang

berlebihan. Akibatnya, seseorang memiliki risiko tinggi mengalami

episode gangguan mood berikutnya.

Freud menyatakan suatu hubungan antara kehilangan objek dan

melankoli. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu

mekanisme pertahanan untuk menghadapi penderitaan akibat

kehilangan suatu objek yang berharga. Pasien depresi mengarahkan

kemarahan kepada dirinya sendiri akibat kehilangan objek yang

dicintainya.

Page 3: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

8

Faktor ketidakberdayaan yang ditunjukkan dalam hewan

percobaan, dimana binatang secara berulang-ulang dihadapkan dengan

kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya. Binatang tersebut

akhirnya menyerah dan tidak mencoba sama sekali untuk menghindari

kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya.

Pada penderita depresi, dapat ditemukan hal yang sama dari keadaan

ketidakberdayaan tersebut.

Pada teori kognitif, Beck menunjukkan perhatian gangguan

kognitif pada depresi. Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama

pada depresi yang disebut sebagai trias kognitif, yaitu pandangan

negatif terhadap masa depan, pandangan negatif terhadap diri sendiri,

individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak

berharga, dan pandangan negatif terhadap pengalaman hidup.

2.1.3 Gejala dan Tanda

a. Gejala utama depresi:

1. Afek depresif

2. Kehilangan minat dan kegembiraan

3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah.

b. Gejala lainnya:

1. Konsentrasi dan perhatian berkurang

2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

6. Tidur terganggu

7. Nafsu makan berkurang.

Page 4: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

9

2.1.4 Diagnosis

Maslim (2013) dalam bukunya PPDGJ III membagi kriteria diagnosis

depresi sebagai berikut:

a. Episode Depresif Ringan

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

seperti tersebut di atas

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

(3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya lamanya seluruh

episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

(4) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang

biasa dilakukannya

b. Episode Depresif Sedang

(1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 atau 4 dari gejala lainnya

(3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu

(4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan, dan urusan rumah tangga

c. Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

(1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada

(2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat

(3) Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang

menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu

untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal

demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresi

berat masih dapat dibenarkan.

(4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan

sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf

yang sangat terbatas.

Page 5: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

10

d. Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria pedoman diagnostik

depresi berat tanpa gejala psikotik tersebut di atas, disertai waham,

halusinasi atau stupor depresi.

Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau

malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas

hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang

menghina atau menuduh, atau bau kotoran. Retardasi psikomotor yang

berat dapat menuju pada stupor.

e. Episode Depresif Lainnya

f. Episode Depresif YTT (Yang Tidak Tergolongkan)

2.1.5 Penatalaksanaan

Terapi pasien depresi harus memenuhi tiga hal. Pertama, terapi yang

diberikan harus aman dan tidak membahayakan pasien. Kedua, evaluasi

diagnostik lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi

ditujukan tidak hanya untuk meredakan gejala pada saat itu tetapi juga harus

mempertimbangkan kesejahteraan pasien di masa mendatang (Kaplan,

2010).

a. Rawat Inap

Seorang dokter harus dapat menentukan apakah pasien depresi

harus dirawat di rumah sakit atau sebaiknya dicoba terapi rawat jalan.

Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan prosedur

diagnosis, risiko bunuh diri atau membunuh, dan kemampuan pasien

yang menurun drastis untuk mendapatkan makanan dan tempat

tinggal.

b. Terapi Psikososial

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi

interpersonal, dan terapi perilaku telah dipelajari untuk ditentukan

efektivitasnya dalan terapi gangguan depresif berat. Walaupun

efektivitas ketiga terapi ini dalam mengobati gangguan depresif berat

Page 6: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

11

belum diteliti dengan baik, psikoterapi berorientasi psikoanalitik telah

lama digunakan untuk gangguan depresif. Hal yang membedakan

ketiga metode berorientasi psikoanalitis adalah peran aktif dan

langsung terapis, tujuan yang langsung dikenali, dan titik akhir terapi

jangka pendek.

- Terapi Kognitif

Terapi kognitif dikembangkan oleh Aaron Beck. Tujuan

terapi kognitif adalah meringankan episode depresif dan mencegah

kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan

menguji kognisi negatif; mengembangkan cara berpikir alternatif,

fleksibel, dan positif; serta melatih respons perilaku dan kognitif

yang baru.

- Terapi Interpersonal

Terapi interpersonal yang dikembangkan oleh Gerald

Klerman memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal

pasien. Ada dua asumsi yang ditetapkan dalam terapi ini. Pertama,

masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada

hubungan yang mengalami disfungsi sejak awal. Kedua, masalah

interpersonal saat ini cenferung terlibat di dalam mencetuskan

gejala depresif saat ini.

- Terapi Perilaku

Pola perilaku maladaptif mengakibatkan seseorang menerima

sedikit feedback positif dan mungkin sekaligus penolakan dari

masyarakat. Dengan memusatkan perhatian pada perilaku

maladaptif di dalam terapi, pasien belajar berfungsi di dalam dunia

sehingga mereka memperoleh dorongan positif.

- Terapi Berorientasi Psikoanalitik

Tujuan terapi psikoanalitik bukan hanya untuk meredakan

gejala, tetapi memberi pengaruh pada perubahan struktur atau

karakter kepribadian seseorang, memperbaiki kepercayaan

interpersonal, dan mekanisme koping.

Page 7: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

12

c. Farmakoterapi

SSRI adalah obat antidepresan yang paling luas digunakan di

Amerika Serikat. Obat ini adalah agen pilihan pada orang yang

memiliki penyakit medis karena efektif, mudah digunakan, efek

sampingnya relatif lebih sedikit bahkan pada penggunaan dosis tinggi.

Golongan SSRI diantaranya fluoxetine, sertraline, paroxetine,

escitalopram, dan citalopram telah banyak digunakan oleh psikiater.

Semua agen ini lebih aman daripada obat trisiklik dan tetrasiklik serta

MAOI, selain itu masing-masing obat ini juga terlihat sama efektif

terhadap depresi pada percobaan klinis. Obat trisiklik dan tetrasiklik

dapat menimbulkan sedasi dan dapat bersifat adiktif, contohnya

Alprazolam. MAOI membutuhkan restriksi diet. Obat-obat ini jarang

digunakan karena efek sampingnya yang merugikan.

2.2 Kanker Payudara

2.2.1 Definisi

Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian

dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak

normal, cepat dan tidak terkendali. Beberapa tipe sel kanker membentuk

gumpalan atau massa yang disebut tumor, dan jenis tumor diberi nama

sesuai dengan asal jaringan tumor tersebut berasal. Kanker payudara adalah

tumor ganas yang berasal dari jaringan payudara yang dibentuk oleh

glandula yang memproduksi air susu (lobulus) dan dialirkan ke puting

(nipple) melalui duktus. Struktur lain di sekitarnya yang terlibat adalah

jaringan lemak, connective tissue, pembuluh darah, dan saluran beserta

kelenjar limfatik (Suyatno, 2014).

2.2.2 Epidemiologi

Kanker Payudara adalah kanker yang paling banyak diderita oleh

wanita. Jumlah kasus baru diperkirakan sebesar 1.050.346 kasus per tahun.

Dari jumlah itu, 580.000 kasus terjadi di negara maju, sisanya di negara

berkembang. International Agency for Research on Cancer memperkirakan

Page 8: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

13

pada tahun 2020 akan ada 1,15 juta kasus baru kanker payudara dengan

41.000 kematian. Sebanyak 70% kasus baru dan 55% kematian diprediksi

terjadi di negara berkembang (Rasjidi, 2010).

Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker dengan insiden

tertinggi. Sebagian besar keganasan kanker payudara terdiagnosis pada

stadium lanjut. Jumlah kanker payudara di Indonesia didapatkan kurang

lebih 23.140 kasus baru setiap tahun. Muchlis Ramli dkk pada penelitiannya

di RSCM mendapatkan stadium IIIA dan IIIB sebanyak 43,4%, stadium IV

sebanyak 14,3%. Hasil tersebut berbeda dengan di negara maju dimana

kanker payudara ditemukan lebih banyak pada stadium dini. Ini mungkin

karena kurangnya informasi, letak geografis, pendidikan, banyaknya iklan

yang menerangkan tentang pengobatan alternatif, kurangnya alat diagnostik

seperti mamografi, USG dan kurangnya keterampilan tenaga medis dalam

mendiagnosis keganasan payudara (Suyatno, 2014).

2.2.3 Faktor Risiko

Gaol (2014) menjelaskan beberapa faktor risiko kanker payudara yaitu:

1. Usia menarche.

Tiap jeda satu tahun dalam usia menarche berkorelasi dengan

penurunan risiko kanker payudara sebanyak 5-10%. Usia menarche dini

terkait dengan paparan hormon endogen yang lebih lama. Selain itu, pada

individu tersebut, kadar estrogen relatif lebih tinggi sepanjang usia

produktif.

2. Paritas.

Perempuan yang pernah melahirkan memiliki risiko lebih rendah

dibanding yang tidak. Awalnya risiko meningkat setelah kehamilan

pertama, lalu berkurang selama 10 tahun, dan efek protektifnya akan

terus berjalan. Peningkatan risiko yang sifatnya sementara itu diduga

terjadi karena peningkatan kadar hormon dan proliferasi sel epitel

payudara secara cepat, sementara efek protektif jangka panjang terkait

diferensiasi sel-sel epitel, yang cenderung kurang sensitif terhadap

Page 9: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

14

karsinogen. Persalinan berikutnya semakin menurunkan risiko kanker

payudara.

3. Usia pada kehamilan aterm pertama.

Pasien yang kehamilan aterm pertamanya berusia lebih dari 35

tahun memiliki risiko 40-60% lebih tinggi.

4. Menyusui.

Menyusui dalam rentang waktu yang lama mengurangi risiko

kanker payudara. Risiko relatifnya berkurang 4,3% untuk setiap 12 bulan

menyusui.

5. Usia menopause.

Insiden kanker payudara berkurang pada masa menopause, dan

perempuan dengan usia menopause lebih tua terkait dengan risiko kanker

yang lebih tinggi.

6. Hormon eksogen.

Secara umum, terdapat hubungan positif, meskipun lemah, antara

penggunaan kontrasepsi oral dan risiko terjadinya karsinoma payudara.

Sementara, penggunaan hormon-hormon untuk perempuan pasca

menopause juga banyak diteliti. Ditemukan bahwa perempuan yang

menggunakan hormon pasca menopause memiliki peningkatan risiko

kanker payudara, dengan hubungan dosis-respons berdasarkan durasi

penggunaan. Efek dari hormon tersebut tampaknya lebih kuat pada

perempuan kurus dibanding perempuan obes. Kombinasi estrogen-

progestin memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding estrogen saja.

7. Berat badan atau indeks massa tubuh.

Berat badan yang berlebih diduga menjadi faktor risiko. Hipotesis

saat ini adalah peningkatan produksi estrogen endogen hasil konversi dari

androgen oleh enzim aromatase pada lemak-lemak adiposa.

8. Gaya hidup dan pola makan.

Faktor-faktor yang diduga memiliki hubungan adalah alkohol,

rokok, aktivitas fisik, dan konsumsi fitoestrogen

Page 10: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

15

2.2.4 Klasifikasi

Tabel 1. Grading Kanker Payudara menurut American Joint Committee on Cancer, edisi ke-7

Tumor Primer

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak terbukti adanya tumor primer

Tis Karsinoma in situ

Tis (DCIS) Karsinoma in situ duktal

Tis (LCIS) Karsinoma in situ lobular

Tis (Paget) Penyakit Paget yang tidak terkait karsinoma invasif dan/atau karsinoma in situ

T1 Tumor ≤ 20 mm

T1mi Tumor ≤ 1 mm

T1a 1 mm < tumor ≤ 5 mm

T1b 5 mm < tumor ≤ 10 mm

T1c 10 mm < tumor ≤ 20 mm

T2 20 mm < tumor ≤ 50 mm

T3 Tumor > 50 mm

T4 Tumor ukuran berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada

T4a Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk otot pektoralis

T4b Ulserasi dan/atau nodul satelit ipsilateral dan/atau edema (termasuk peau d’orange), yang tidak memenuhi kriteria karsinoma inflamasi

T4c Baik T4a dan T4b

T4d Karsinoma inflamasi

Nodus limfe regional (N)

Nx Kelenjar limfe regional tidak dapat ditentukan

N0 Tidak terdapat metastasis kelenjar limfe regional

N1 Teraba pembesaran kelenjar limfe aksila kadar I, II ipsilateral yang dapat digerakkan

N2 Metastasis kelenjar limfe regional kadar I, II ipsilateral yang terfiksasi

N2a Metastasis kelenjar limfe regional kadar I, II ipsilateral yang terfiksasi satu sama lain

N2b Metastasis pada kelenjar mamaria interna ipsilateral yang dapat dideteksi tanpa adanya metastasis kelenjar limfe aksila kadar I, II

Page 11: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

16

secara klinis

N3a Metastasis kelenjar limfe infraklavikula ipsilateral

N3b Metastasis kelenjar limfe mamaria interna dan aksila ipsilateral

N3c Metastasis kelenjar limfe supraklavikula

Metastasis (M)

M0 Tidak terdapat bukti metastasis jauh

M1 Metastasis jauh yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiografi dan/atau secra histologis terbukti > 0,2 mm

(Gaol, 2014)

Tabel 2. Penentuan Stadium Kanker Payudara menurut American Joint Committee on Cancer, edisi ke-7

Stadium T N MAngka

harapan hidup dalam 5 tahun

Stadium 0 Tis N0 M0 100%

Stadium IA

Stadium IB

T1

T0

T1

N0

N1mi

N1mi

M0

M0

M0

100%

Stadium IIA

Stadium IIB

T0

T1

T2

T2

T3

N1

N1

N0

N1

N0

M0

M0

M0

M0

M0

92%

81%

Stadium IIIA

Stadium IIIB

T0

T1

T2

T3

T3

T4

T4

T4

N2

N2

N2

N1

N2

N0

N1

N2

M0

M0

M0

M0

M0

M0

M0

M0

67%

54%

Stadium IIIC T apapun N3 M0

Stadium IV T apapun N apapun M1 20%

(Gaol, 2014)

Page 12: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

17

2.2.5 Penatalaksanaan

Suyatno (2014) menjelaskan penatalaksanaan kanker payudara sesuai

dengan stadium klinis, yaitu:

1. Kanker payudara stadium 0 (Tis/T0, N0M0)

Terapi definitif pada T0 bergantung pada pemeriksaan histopatologi.

Lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan radiologik.

2. Kanker payudara stadium dini / operabel (stadium I dan II, tumor ≤ 3 cm)

• Mastektomi

• Breast Conserving Therapy (harus memenuhi persyaratan tertentu)

• Kemoterapi adjuvant

• Radioterapi

3. Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)

A. Operabel (IIIA)

• Mastektomi simpel + radiasi dengan kemoterapi adjuvant

dengan/tanpa hormonal, dengan/tanpa terapi target

• Mastektomi radikal modifikasi + radiasi dengan kemoterapi

adjuvant, dengan/tanpa hormonal, dengan/ tanpa terapi target

• Kemoradiasi preoperasi dilanjutkan dengan atau tanpa BCT

atau mastektomi simple, dengan/tanpa hormonal,

dengan/tanpa terapi target

B. Inoperabel (IIIB)

• Radiasi preoperasi dengan/tanpa operasi + kemoterapi +

hormonal terapi

• Kemoterapi preoperasi/neoadjuvan dengan/tanpa operasi +

kemoterapi + radiasi + terapi hormonal + dengan/tanpa terapi

target

• Kemoradiasi preoperasi dengan/tanpa operasi dengan/ tanpa

radiasi adjuvan dengan/ kemoterapi + dengan/ tanpa terapi

target

Page 13: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

18

Radiasi eksterna pasca mastektomi diberikan dengan dosis awal 50 Gy.

Kemudian diberi booster; pada tumor bed 10-20 Gy dan kelenjar 10 Gy.

4. Kanker payudara stadium lanjut

Prinsip:

• Sifat terapi paliatif

• Terapi sistemik merupakan terapi primer (kemoterapi dan terapi

hormonal)

• Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan

2.3 Depresi dan Kanker Payudara

Penyakit kronis seperti kanker sering menimbulkan gangguan

psikiatrik. Gangguan psikiatrik tersebut di antaranya adalah depresi dan

ansietas. Prevalensi depresi pada pasien kanker cukup besar dan dapat

dipengaruhi oleh jenis kanker. Khamecian et al (2013) melakukan penelitian

tentang prevalensi depresi pada 249 pasien dengan jenis kanker berbeda.

Hasil penelitiannya menunjukkan prevalensi kejadian depresi pada penderita

kanker adalah 78,3%. Kanker gastrointestinal, kanker payudara, dan kanker

paru dilaporkan menempati 3 urutan teratas penyebab depresi pada pasien

kanker.

Kanker payudara yang insidennya tertinggi pada wanita telah banyak

diteliti hubungannya dengan kejadian depresi. Carvalho et al (2015) pada

penelitiannya mengenai prevalensi depresi berat pada 51 wanita penderita

kanker payudara di Brazil menemukan bahwa 3 orang menderita depresi

berat dan 21 orang menderita depresi sedang. Pada studi lainnya, prevalensi

depresi pada wanita penderita kanker payudara sebesar 1,5%-50% (Bower,

2008). Satu dari dua pasien kanker dilaporkan mengalami gangguan

psikiatrik, khususnya depresi (Akechi et al, 2004). Fakta tersebut

menunjukkan bahwa kanker payudara merupakan salah satu penyebab

terjadinya depresi pada wanita.

Page 14: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

19

Gejala depresi paling sering muncul pada 6 bulan pertama setelah

terdiagnosis kanker payudara (Bower, 2008). Gejala depresi seperti

perasaan sedih, hilangnya motivasi, dan penurunan berat badan sering

dianggap normal sebagai efek dari terapi kanker. Gejala depresi tersebut

dapat disebabkan oleh reaksi penolakan dari dalam diri pasien. Pasien belum

bisa menerima kondisi yang dialaminya saat terdiagnosis kanker.

Tingkat keparahan penyakit sesuai stadium klinis memberikan

tekanan psikologis pada pasien kanker payudara. Stadium klinis kanker

berhubungan dengan angka harapan hidup (5 year survival rate). Semakin

tinggi stadium kanker, semakin rendah angka harapan hidup pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Vodermaier et al (2011) menunjukkan

adanya bukti metastasis berhubungan dengan timbulnya gejala depresi pada

pasien kanker stadium lanjut. Tekanan psikologis tersebut dapat

menimbulkan gejala depresi seperti penurunan berat badan, fatigue, dan

yang paling parah adalah inisiasi untuk untuk bunuh diri.

Beberapa jenis pengobatan pada kanker juga dapat menimbulkan

gangguan fisik dan psikologi. Mastektomi akan menimbulkan pandangan

negatif pasien terhadap keutuhan tubuhnya sebagai wanita (Christie et al,

2010) dan juga menurunkan kepercayaan diri pasien (Frazzetto et al, 2012).

Kemoterapi, sebagai bentuk terapi kanker yang paling sering diberikan

memiliki beberapa efek samping, yaitu mual, muntah, kurang nafsu makan,

kerontokan rambut, fatigue, dan diare (Jacobsen, 1991). Fatigue dapat

mempengaruhi irama sirkadian dalam tubuh individu sehingga dapat

menimbulkan simtom-simtom, seperti gangguan tidur, sulit berkonsentrasi,

iritabilitas, sakit kepala, dan kehilangan selera makan (Roscoe et al, 2002).

Kemoterapi dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif seperti penurunan

daya ingat, gangguan bahasa, gangguan fungsi spasial dan motorik (Bower,

2008). Pasien yang telah menjalani kemoterapi selama satu tahun juga

dilaporkan memiliki area prefrontal, parahippocampus, cingulata, dan

precuneus yang volumenya lebih kecil dibandingkan dengan orang normal

(Inagaki et al, 2007).

Page 15: 5. BAB 2 - Tinjauan Pustaka

20

2.4 Kerangka Teori

disregulasi

Gambar 1. Kerangka Teori

Keterangan: (bold): diteliti : tidak diteliti

Ketidakseimbangan- Neurotransmitter: Norepinefrin,

Serotonin, Dopamin- Neuroendokrin: Aksis Adrenal,

Aksis Tiroid

Kanker Payudara

Stadium Terapi tahap awal

Depresi Depresi

Efek samping terapi

Risiko kematian

Penyesuaian , reaksi penolakan