5-29. bab ii

40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skizofrenia 1. Sejarah skizofrenia Besarnya masalah klinis skizofrenia secara terus- menerus telah menarik perhatian tokoh-tokoh utama psikiatri dan neurologi sepanjang sejarah gangguan ini. Dua tokoh tersebut adalah Emil Kraepelin (1856-1926) dan Eugen Bleuler (1857-1939). Sebelumnya Benedict Morel (1809-1873), seorang psikiater Perancis, menggunakan istilah démence précoce untuk pasien dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja yang mengalami perburukan (Kaplan dan Sadock, 2010). Kraepelin adalah seorang ahli kedokteran jiwa di kota Munich dan ia menumpulkan gejala-gejala serta sindrom-sindrom yang dinamakan demensia prekoks. Menurut Kraepelin pada penyakit ini terjadi kemunduran inteligensi sebelum waktunya; sebab itu dinamakannya: demensia (=kemunduran inteligensi) prekoks (=muda, 5

Upload: rakyat-kecil-berdasi

Post on 06-Nov-2015

222 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bab ii skirpisi

TRANSCRIPT

24

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA.Skizofrenia1.Sejarah skizofreniaBesarnya masalah klinis skizofrenia secara terus-menerus telah menarik perhatian tokoh-tokoh utama psikiatri dan neurologi sepanjang sejarah gangguan ini. Dua tokoh tersebut adalah Emil Kraepelin (1856-1926) dan Eugen Bleuler (1857-1939). Sebelumnya Benedict Morel (1809-1873), seorang psikiater Perancis, menggunakan istilah dmence prcoce untuk pasien dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja yang mengalami perburukan (Kaplan dan Sadock, 2010).Kraepelin adalah seorang ahli kedokteran jiwa di kota Munich dan ia menumpulkan gejala-gejala serta sindrom-sindrom yang dinamakan demensia prekoks. Menurut Kraepelin pada penyakit ini terjadi kemunduran inteligensi sebelum waktunya; sebab itu dinamakannya: demensia (=kemunduran inteligensi) prekoks (=muda, sebelum waktunya) (Maramis, 2009). Pasien dengan demensia prekoks digambarkan memiliki perjalanan penyakit yang memburuk dalam jangka waktu lama dan gejala klinis umum berupa halusinasi dan waham. Kraepelin membedakan pasien ini dengan mereka yang diklasifikasikan menderita psikosis manik-depresif yang mengalami episode nyata penyakit yang berselang-seling dengan periode berfungsi normal. Gejala utama pasien dengan paranoid adalah waham kejar persisten dan pasien tersebut digambarkan tidak begitu mengalami perjalanan penyakit demensia prekoks yang memburuk serta gejala intermiten psikosis manik-depresif. Meski Kraepelin telah mengakui bahwa sekitar 4 persen pasiennya sembuh sempurna dan 13 persen mengalami remisi yang signifikan, para peneliti di kemudian hari seringkali salah menyatakan bahwa Kraepelin menganggap demensia prekoks memiliki perjalanan penyakit dengan perburukan yang tak terhindarkan (Kaplan dan Sadock, 2010).Bleuler mencetuskan istilah skizofrenia, yang menggantikan demensia prekoks dalam literatur. Ia memilih istilah tersebut untuk menunjukkan adanya skisme (perpecahan) antara pikiran, emosi, dan perilaku pada pasien dengan gangguan ini. Bleuler menekankan bahwa, tak seperti konsep Kraepelin tentang demensia prekoks, skizofrenia tak harus memiliki perjalanan penyakit yang memburuk. Sebelum dipublikasikannya edisi ketiga Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-III), insidensi skizofrenia di Amerika Serikat (dengan para psikiater mengikuti prinsip Bleuler) meningkat hingga mungkin mencapai dua kali insidensi di Eropa (dengan para psikiater mengikuti prinsip Kraepelin). Setelah DSM-III diterbitkan, diagnosis skizofrenia di Amerika Serikat beralih ke konsep Kraepelin. Namun, istilah skizofrenia dari Bleuler menjadi label yang diterima secara internasional untuk gangguan ini. Istilah ini sering disalahartikan, terutama oleh orang awam, sebagai kepribadian ganda. Kepribadian ganda, kini disebut gangguan identitas disosiatif, dikategorikan dalam DSM-IV-TR sebagai gangguan disosiatif dan oleh sebab itu sepenuhnya berbeda dengan skizofrenia (Kaplan dan Sadock, 2010).

2.Definisi skizofreniaSkizofrenia berasal dari kata schizos = pecah-belah atau bercabang dan phren = jiwa, jadi dapat dikatakan bahwa skizofrenia adalah jiwa yang terpecah-belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan. Kraepelin seorang ahli kedokteran jiwa dari kota Munich memaparkan skizofrenia sebagai bentuk kemunduran intelegensi sebelum waktunya yang dinamakannya demensia prekoks (demensia : kemunduran intelegensi) prekoks (muda, sebelum waktunya) (Maramis, 2009).3.Etiologi skizofreniaTeori tentang etiologi skizofrenia yang banyak dianut saat ini adalah sebagai berikut. a.GenetikDapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-0,18%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur (heherozigot) 2-15%; bagi kembar satu telur 61-86% (Maramis, 2009).Tetapi pengaruh genetik tidak sesederhana seperti hukum Mendel. Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan gangguan itu sendiri) melalui gen resesif. Potensi ini mungkin kuat, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak (mirip hal genetik pada diabetes melitus) (Maramis, 2009).b.NeurokimiaHipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh overaktivitas pada jaras dopamin mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa amfetamin, yang kerjanya melepaskan peningkatan dopamin, dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan mengeblok reseptor dopamin, terutama reseptor D2. Keterlibatan neurotransmitter lain seperti serotonin, noradrenalin, GABA dan glutamat, serta neuro peptida lain masih harus diteliti oleh para ahli (Maramis, 2009).c.Hipotesis perkembangan saraf (neurodevelopmental hypothesis)Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia, antara lain berupa berat otak yang rata-rata lebih kecil 6% daripada otak normal dan ukuran anterior-posterior yang 4% lebih pendek; pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik; gangguan metabolisme di daerah frontal dan temporal; dan kelainan susunan seluler pada struktur saraf di daerah kortex dan subkortex tanpa adanya gliosis yang menandakan kelainan tersebut terjadi pada saat perkembangan. Studi neuropsikologis mengungkapkan defisit di bidang atensi, pemilahan konseptual, fungsi eksekutif dan memori pada penderita skizofrenia (Maramis, 2009).Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan saraf yang menyatakan bahwa perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal kehidupan, mungkin sekali akibat pengaruh genetik dan kemudian dimodifikasi oleh faktor maturasi dan lingkungan (Maramis, 2009).4. Gambaran klinisTidak ada penampilan atau perilaku yang khas skizofrenia. Beberapa bahkan dapat berpenampilan dan berperilaku normal. Mungkin mereka tampak berpreokupasi terhadap kesehatan, penampilan badan, agama atau minatnya. Pasien dengan skizofrenia kronis cenderung menelantarkan penampilannya. Kerapian dan hygiene juga terabaikan. Mereka juga cenderung menarik diri secara sosial (Maramis, 2009).a.Gangguan pembicaraanPada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama adalah asosiasi. Asosiasi longgar berarti tidak adanya hubungan antar idea. Kalimat-kalimatnya tidak saling berhubungan. Kadang-kadang satu idea belum selesai diutarakan, sudah dikemukakan idea lain. Atau terdapat pemindahan maksud, misalnya maksudnya tani tetapi dikatakan sawah. Bentuk yang lebih parah adalah inkoherensi. Kadang-kadang pasien dengan skizofrenia membentuk kata baru untuk menyatakan arti yang hanya dipahami oleh dirinya sendiri yang disebut neologisme. Kadang-kadang pikiran seakan terhenti, tidak timbul idea lagi. Keadaan ini dinamakan blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari (Maramis, 2009).b.Gangguan perilakuSalah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik yang dapat berupa stupor atau gaduh gelisah (excitement). Pasien dengan stupor tidak bergerak, tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya sadar. Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa didapati fleksibilitas serea dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas serea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan posisi itu dipertahankan agak lama (Maramis, 2009).Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi; misalnya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali bila mau menyuap nasi mengetuk piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak organik. Manerisme adalah stereotipi tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan (Maramis, 2009).Negativisme: menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh. Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme: semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjil pun. Termasuk dalam gangguan ini adalah ekholalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekhopraxia (penderita meniru perbuatan atau gerakan orang lain) (Maramis, 2009).c.Gangguan afekKedangkalan respons emosi (emosional blunting), misalnya penderita menjadi acuh-tak-acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Juga sering didapati anhedonia (Maramis, 2009).Parathimi: apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah. Paramimi: penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of affect dalam bahasa inggris dan inadequaat dalam bahasa belanda (Maramis, 2009).Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya seperti tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia (Maramis, 2009).Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama, misalnya mencintai dan membenci satu orang yang sama; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi afektif (Maramis, 2009).d.Gangguan persepsiPada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia adalah halusinasi pendengaran (auditorik atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi pengecapan (gustatorik) atau halusinasi rabaan (taktil) jarang dijumpai. Misalnya penderita mencium kembang kemana pun ia pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia, atau ia merasa ada racun di dalam makanannya. Halusinasi penglihatan (optik) agak jarang pada skizofrenia, lebih sering pada psikosis akut yang berhubungan dengan sindrom otak organik. Bila terdapat, maka biasanya pada stadium permulaan, misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan (Maramis, 2009).e.Gangguan pikiranPada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat aneh. Penderita tidak menginsafi hal ini dan baginya wahamnya merupakan fakta yang tidak dapat diubah oleh siapa pun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, misalnya penderita berwaham ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh pekerjaan kasar. Mayer-Gross membagi waham dalam 2 kelompok; yaitu waham primer dan waham sekunder. Mungkin juga terdapat waham sistematis. Ada juga tafsiran yang bersifat waham (delusional interpretations).Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Menurut Meyer-Gross hal ini hampir patognomik buat skizofrenia. Misalnya waham bahwa isterinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali. Waham sekunder biasanya logis kedengarannya: dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya: waham kebesaran atau expansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya (Maramis, 2009).5.Jenis-jenis skizofreniaKraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak dapat digolongkan ke dalam satu jenis. Pembagiannya adalah sebagai berikut (Maramis, 2009).a.Skizofrenia paranoidSkizofrenia paranoid agak berbeda dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya penyakit. Gejala-gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata ada juga gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi, dan kemauan (Maramis, 2009).Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid. Mereka mudah tersinggung, suka menyendiri, agak congkak, dan kurang percaya pada orang lain (Maramis, 2009).b.Skizofrenia hebefrenikPermulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah: gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia hebefrenik. Waham dan halusinasi banyak sekali (Maramis, 2009).c.Skizofrenia katatonikTimbulnya pertama kali antara umur15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor katatonik. Penderita yang tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya dinamakan stupor katatonik. Emosinya sangat dangkal. Gejala yang penting adalah gejala psikomotor sebagai berikut.1) Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup.2) Muka tanpa mimik, seperti topeng.3) Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari, bahkan kadang sampai beberapa bulan.4) Bila diganti posisinya penderita menentang.5) Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul di dalam mulut dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan.6) Terdapat grimas dan katalepsi.Pada gaduh-gelisah katatonik terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Penderita terus berbicara atau bergerak saja. Ia menunjukkan stereotipi, manerisme, grimas dan neologisme. Ia tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau kolaps dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat juga penyakit badaniah: jantung, paru dan sebagainya) (Maramis, 2009).d.Skizofrenia simplexSering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi penganggur. Bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur atau penjahat (Maramis, 2009).e.Skizofrenia residualJenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang lebih menonjol. Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpulan afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial (Maramis, 2009).6.Diagnosis dan diagnosis bandingMenurut Bleuler diagnosis skizofrenia boleh dibuat bila terdapat gangguan-gangguan primer dan disharmoni pada unsur-unsur kepribadian, diperkuat dengan adanya gejala-gejala sekunder. Kurt Schneider (1939) menyusun 11 gejala ranking pertama (first ranking symptoms) dan berpendapat bahwa diagnosis skizofrenia boleh dibuat bila terdapat satu gejala dari kelompok A dan satu gejala dari kelompok B, dengan syarat bahwa kesadaran penderita tidak menurun. Gejala-gejala ranking pertama menurut Schneider ialah sebagai berikut.a.Halusinasi pendengaran1).Pikirannya dapat didengar sendiri.2).Suara-suara yang sedang bertengkar.3).Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita.b.Gangguan batas ego4).Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar.5).Pikirannya diambil atau disedot keluar.6).Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikirannya itu dimasukkan ke dalamnya oleh orang lain.7).Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara umum.8).Perasaannya dibuat oleh orang lain.9).Kemauannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain.10).Dorongannya dikuasai orang lain.11).Persepsi yang dipengaruhi waham.Kusumanto Setyonegoro (1967) membuat diagnosis skizofrenia dengan memperhatikan gejala-gejala pada tiga buah koordinat, yaitu:a.Koordinat pertama (intinya organobiologis), yaitu: autisme, gangguan afek dan emosi, gangguan asosiasi (proses berpikir), ambivalensi (gangguan kemauan), gangguan aktivitas (abulia atau kemauan yang menurun) dan gangguan konsentrasi.b.Koordinat kedua (intinya psikologis), yaitu: gangguan pada cara berpikir yang tidak sesuai dengan perkembangan kepribadian, dengan memperhatikan perkembangan ego, sistematis motivasi dan psikodinamika dalam interaksi dengan lingkungan.c.Koordinat ketiga (intinya sosial), yaitu gangguan pada kehidupan sosial penderita yang diperhatikan secara fenomenologis.Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III adalah dari gejala-gejala di bawah ini harus ada paling sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :a.Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;b.delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan tertentu dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus); delusional perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;c.Halusinasi auditorik :Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh;d.Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas :e.Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, atau pun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus;f.Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme;g.Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea (waxy flexibility), negativisme, mutisme, dan stupor;h.Gejala-gejala negatif seperti bersikap masa bodoh (apatis), pembicaraan yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodormal);Harus ada perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial (Maslim, 2001).7.PengobatanTiga pengamatan tentang skizofrenia perlu diperhatikan saat klinisi mempertimbangkan penanganan gangguan ini. Pertama, skizofrenia terjadi pada seseorang dengan profil psikologis individu, keluarga, dan sosial yang unik. Kedua, banyak peneiti menganggap bahwa angka kejadian bersama sebesar 50 persen untuk skizofrenia pada kembar monozigotik yang mengisyaratkan bahwa terdapat faktor psikologis dan lingkungan yang tidak diketahui namun mungkin spesifik yang berperan dalam timbulnya gangguan tersebut. Oleh sebab itu, seperti halnya agen farmakologis yang digunakan untuk mengatasi dugaan ketidakseimbangan kimiawi, strategi nonfarmakologis harus dapat menangani masalah nonbiologis. Ketiga, kompleksitas skizofrenia biasanya membuat pendekatan terapeutik tunggal manapun tidak memadai untuk mengatasi gangguan multiaspek ini (Kaplan dan Sadock, 2010).a.FarmakoterapiIndikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan untuk mencegah kekambuhan. Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut atau kronis. Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang baru kambuh) yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan disini adalah mengurangi gejala psikotik yang parah. Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu. Biarpun tetap masih ada waham dan halusinasi, penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif (Maramis, 2009).Setelah 4-8 minggu, pasien masuk ke tahap stabilisasi sewaktu gejala-gejala sedikit banyak sudah teratasi, tetapi risiko relaps masih tinggi, apalagi bila pengobatan terputus atau pasien mengalami stres. Sesudah gejala-gejala mereda, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari satu kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau dua tahun (Maramis, 2009).Setelah 6 bulan, pasien masuk fase rumatan (maintenence) yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan. Kepada pasien dengan skizofrenia menahun, neuroleptika diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang naik-turun sesuai dengan keadaan pasien (seperti juga pemberian obat kepada pasien dengan penyakit badaniah yang menahun, misalnya diabetes melitus, hipertensi, payah jantung, dan sebagainya) (Maramis, 2009).Strategi rumatan adalah menemukan dosis efektif terendah yang dapat memberikan perlindungan terhadap kekambuhan dan tidak mengganggu fungsi psikososial pasien. Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikotik mulai diberi dalam dua tahun pertama dari penyakit (Maramis, 2009).Pemilihan obat lebih banyak berdasarkan profil efek samping dan respons pasien pada pengobatan sebelumnya. Ada beberapa kondisi khusus yang perlu diperhatikan, misalnya pada wanita hamil lebih dianjurkan haloperidol, karena obat ini mempunyai data keamanan yang paling baik. Pada pasien yang sensitif terhadap efek samping ekstrapiramidal lebih baik diberi antipsikotik atipik. (Maramis, 2009).b.Terapi elektro-konvulsi (TEK)Seperti juga terapi konvulsi yang lain, cara kerja elektrokonvulsi belum diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi ini tidak dapat mencegah serangan yang akan datang (Maramis, 2009).Bila dibandingkan dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi serangan ulang. Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulant, bahaya lebih sedikit, lebih mudah, dan tidak memerlukan tenaga yang khusus seperti pada terapi koma insulin. TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor (Maramis, 2009).c.Psikoterapi dan terapi kerjaPsikoterapi dalam bentuk analisis tidak membawa hasil yang diharapkan, bahkan ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada penderita dengan skizofrenia karena justru dapat menambah isolasi dan autisme. Yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud mengembalikan penderita ke masyarakat. Teknik terapi perilaku kognitif (cognitive behaviour therapy) belakangan dicoba pada penderita skizofrenia dengan hasil yang menjanjikan.Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi, karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. Pemikiran masalah filsafat atau kesenian bebas dalam bentuk melukis bebas atau bermain musik bebas, maka harus ada pemimpin dan ada tujuan yang lebih dahulu sudah ditentukan (Maramis, 2009).8.PrognosisSejumlah studi telah menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun setelah rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 10 sampai 20 persen yang dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang baik. Lebih dari 50 persen pasien dapat dideskripsikan memiliki hasil yang buruk, dengan rawat inap berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood mayor, dan percobaan bunuh diri. Meski terdapat gambaran yang kelam ini, skizofrenia tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang memburuk dan sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis yang baik (Kaplan dan Sadock, 2010).Angka pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10 sampai 60 persen, dan taksiran yang masuk akal adalah bahwa 20 sampai 30 persen dari semua pasien skizofrenik mampu menjalani kehidupan yang kurang lebih normal. Sekitar 20 sampai 30 persen pasien terus mengalami gejala sedang, dan 40 sampai 60 persen pasien tetap mengalami hendaya secara signifikan akibat gangguan tersebut selama hidup mereka (Kaplan dan Sadock, 2010).B.Tinjauan Tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Skizofrenia1.UmurUmur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Penyebaran keadaan umur dalam masyarakat mudah dilihat dengan kurva penduduk atau piramida penduduk. Peranan variabel umur menjadi cukup penting antara lain karena: Pertama, studi tentang hubungan variasi suatu penyakit dengan umur dapat memberikan gambaran tentang faktor penyebab penyakit tersebut. Kedua, umur dapat merupakan faktor sekunder yang harus diperhitungkan dalam mengamati/meneliti perbedaan frekuensi penyakit terhadap variabel lainnya. (Noor, 2008)Periode risiko pada penyakit skizofrenia ditetapkan pada umur 15 55 tahun. Serangan pada pria memuncak pada kelompok umur 20 sampai 24 tahun. Pada wanita, puncak serangan kurang menonjol pada kelompok umur 20 sampai 24 tahun, diikuti oleh peningkatan insidensi dalam kelompok umur diatas 25 tahun (Jablensky, 2005)Usia produktif kelompok yang paling sering mengalami stres, baik stres dari lingkungan keluarga, tempat tinggal maupun lingkungan tempat kerja. Kelompok usia produktif adalah kelompok penduduk yang diberi tanggung jawab yang besar, baik dari lingkungan keluarga maupun tanggung jawab terhadap diri sendiri. Ketidakmampuan untuk memenuhi tanggung jawab itulah yang menimbulkan tekanan jiwa yang bila tidak segera ditanggulangi dapat menyebabkan perubahan fungsi jiwa. (Sima, 2006)2.Jenis kelaminSeperti halnya dengan variabel umur, faktor jenis kelamin merupakan salah satu variabel deskriptif yang dapat memberikan perbedaan angka kejadian pada pria dan wanita. Dalam hal perbedaan kejadian penyakit pada perbedaan jenis kelamin harus dipertimbangkan pula berbagai variabel lain seperti umur atau variabel lainnya yang mempunyai perbedaan penyebaran menurut jenis kelamin. (Noor, 2008)Pria memiliki perbedaan dalam banyak hal termasuk kebiasaan, hubungan sosial, pengaruh lingkungan dan segi-segi lainnya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat memicu terjadinya gangguan jiwa. Gangguan jiwa jenis skizofrenia pad laki-laki tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab dan tuntutan hidup sebagai pencari kerja dan pembiayaan hidup keluarganya, dituntut untuk bekerja keras sementara lapangan pekerjaan sulit didapatkan.3.Status sosial ekonomiSkizofrenia digambarkan terdapat pada semua kelompok status sosial ekonomi. Di negara maju, jumlah pasien skizofrenia yang tidak seimbang berada pada kelompok sosial ekonomi lemah, suatu pengamatan yang dijelaskan oleh dua hipotesis alternatif. Hipotesis aliran menurun (downward drift) menyatakan bahwa orang yang terkena bergeser ke, atau gagal berpindah dari, kelompok sosial ekonomi lemah akibat penyakit ini. Hipotesis penyebab sosial menyatakan bahwa stres yang dialami anggota kelompok sosial ekonomi lemah berperan dalam timbulnya skizofrenia (Kaplan dan Sadock, 2010).4.NeurokimiaHipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh overaktivitas pada jaras dopamin mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa amfetamin, yang kerjanya melepaskan peningkatan dopamin, dapat menginduksi psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik (terutama antipsikotik generasi pertama atau antipsikotik tipikal/klasik) bekerja dengan mengeblok reseptor dopamin, terutama reseptor D2. Keterlibatan neurotransmitter lain seperti serotonin, noradrenalin, GABA dan glutamat, serta neuro peptida lain masih harus diteliti oleh para ahli (Maramis, 2009).5.GenetikDapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-0,18%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu telur 61-86% (Maramis, 2009).6.Faktor populasiPrevalensi skizofrenia senantiasa berkorelasi dengan kepadatan populasi lokal di kota dengan populasi lebih dari 1 juta orang. Korelasi ini lebih lemah di kota yang berpenduduk 100.000 sampai 500.000 orang dan tidak terdapat di kota dengan penduduk kurang dari 10.000 orang. Efek kepadatan penduduk sejalan dengan pengamatan bahwa insiden skizofrenia pada anak dengan salah satu atau kedua orang tua skizofrenik dua kali lebih tinggi di perkotaan dibanding di masyarakat pedesaan (Maramis, 2009).

C.Kerangka KonsepBerdasarkan kajian teori di atas, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

UmurGenetikStatus sosial ekonomiJenis kelaminNeurokimia Faktor populasiGangguan skizofrenia

Gambar 1. Kerangka konsep penelitianKeterangan::variabel bebas yang diteliti:variebel bebas yang tidak diteliti:variabel terikat

D.Hipotesis Penelitian1.Hipotesis statistika. Ho : Umur tidak berhubungan dengan gangguan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012.Ha : Umur berhubungan dengan gangguan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012.b. Ho : Genetik tidak berhubungan dengan gangguan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012.Ha : Genetik berhubungan dengan gangguan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012.c. Ho : Status sosial ekonomi tidak berhubungan dengan gangguan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012.Ha : Status sosial ekonomi berhubungan dengan gangguan skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012.5