4.mudharabah[1]

29
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2013 MUDHARABAH Ushul Fiqh Dinnia Febry Amalia Putri Ismi Shabrina Wuri Handayani Zahrah Aminah J BS 2 A

Upload: wuri-handayani

Post on 16-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

akad bank syariah

TRANSCRIPT

MUDHARABAH

MUDHARABAH

A. PENGERTIANSecara etimologi kata mudharabah berasal dari kata dharib yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul dan berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Jadi, disebut mudharabah karena pelaku usaha (mudharib) memerlukan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis. Secara terminologi mudharabah adalah kerja sama antara pemilik modal (sahibul maal) dan pelaku usaha (mudharib) untuk membuat sebuah usaha yang produktif secara halal dengan proporsi pembagian keuntungan di bagi bersama sesuai kesepakatan. Sahibul mal memberikan sejumlah dana kepada mudharib yang dianggap mampu dan memiliki keterampilan untuk melakukan suatu kegiatan usaha produktif.Dalam literatur fiqih, Ulama madzhab Syafii mendefinisikan mudharabah sebagai berikut: Mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua orang atau lebih, diantara yang satu menyerahkan harta atau modal kepada pihak kedua untuk dijalankan usaha, dan masing-masing mendapatkan keuntungan dengan syarat-syarat tertentu.

B. LANDASAN SYARI

1. Firman Allah dalam QS. Al-Muzzamil ayat 20:

dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT

2. Hadist : ( ) Hadits di atas diriwayatkan oleh Sholih bin Shuhaib dari Ayahnya, bahwa Sabda Rasulullah Saw: Tiga macam mendapat barakah: muqaradhah/ mudharabah, jual beli secara tangguh, mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual. (H.R.Ibnu Majah)

C. RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH

Rukun-rukun dalam mudharabah, menurut ulama Syafiiyah, rukun-rukun mudharabah ada enam, yaitu:1. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya;

2.Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang;

3. Akad mudharabah, dilakukan oleh pemilik dan pengelola barang;

4. Mal, yaitu harta pokok atau modal;

5. Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba;

6. Keuntungan.

Menurut Sayyid Sabiq, rukun mudharabah ialah ijab dan Kabul yang keluar dari orang yang memiliki keahlian.

Syarat-syarat dalam mudharabah adalah sebagai berikut:a) Pemilik barang atau modal dan pelaku usaha

Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal. Pada rukun ini, keduanya disyaratkan memiliki kompetensi (jaiz al-tasharruf), dalam pengertian, mereka berdua baligh, berakal, rasyid (normal)

b) Akad mudharabah

Akad yang dimaksudkan dalam rukun ini adalah adanya pernyataan atau ijab kabul antara pemodal dan pengusaha mengenai akad yang akan mereka gunakan dalam kerja sama antara keduanya.

c) Mal dan AmalMal atau modal dalam mudharabah haruslah milik sendiri, jumlahnya jelas, secara tunai, dan langsung diberikan kepada mudharib. Jika modal yang diberikan berupa barang, nilai dari barang tersebut dihitung berdasarkan nilai mata uang ketika terjadi akan (transaksi), sehingga nilai barang tersebut menjadi modal mudharabah.Amal atau usaha, dalam mudharabah jenis usaha yang akan dikerjakan tidak boleh melanggar ketentuan syariat. Dan dalam mudharabah jenis mutlaqah, pemilik modal tidak menyusahkan pengelola modal dengan pembatasan jenis usaha yang menyulitkannya.

d) Keuntungan

Keuntungan dalam rukun ini maksudnya adalah pembagian keuntungan atas dasar kesepakatan. Ibnu Qudamah di dalam Syrahul Kabir menyatakan, keuntungan sesuai dengan kesepakatan berdua. Lalu dijelaskan dengan pernyataan, maksudnya, dalam seluruh jenis sayrikah. Hal itu tidak terdapat perselisihan dalam mudharabah murni. Ibnu Mundzir menyatakan, para ulama bersepakat, bahwa pengelola berhak memberikan syarat atas pemilik modal 1/3 keuntungan atau , atau sesuai kesepakatan berdua setelah hal itu diketahui dengan jelas dalam bentuk prosentase.

D. JENIS MUDHARABAH

1. Mudharabah Muthlaqah

Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Maksudnya mudharabah dengan penentuan jenis usaha yang akan di jalankan oleh mudharib bisa ditentukan oleh mudharib itu sendiri. Dengan kata lain mudharib bebas menenukan jenis usahanya tanpa ada campur tangan dari sahibul mal.

2. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah / specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah mutlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Contoh, sahibul mal yang memberikan sejumlah dana kepada mudharib, menginginkan mudharib membuka usaha dalam industri kuliner. Maka, mudharib wajib membuka usaha yang termasuk kedalam industri kuliner. Baik itu seperti makanan ala Jepang atau hanya sekedar jajanan pasar, asal halal.E. KLASIFIKASI AKAD MUDHARABAH

Dalam pembiayaan mudharabah hubungan antara pihak bank dengan dengan pihak nasabah pengelola dana di dasarkan pada prinsip kepercayaan (amanah), maksudnya pengelola dana (mudharib) dipercaya untuk mengelola modal mudharabah, dia tidak dikenakan ganti rugi (dhamanah) atas kerusakan, kemusnahan, atau kerugian yang menimpanya selama tidak disebabkan atas kelalaian, kecerobohan, atau tindakannya yang melanggar syarat dalam perjanjian.

Menurut Adi Warman Karim dalam bukunya yang berjudul Bank Islam, menyebutkan bahwa mudharabah adalah salah satu contoh dari bentuk akad Natural Uncertainty Contract. Naturall Uncertainty Contract adalah kontrak atau akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktu. Dalam uncertainty contract, pihak pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudain menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi.

Dari keterangan diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa mudharabah merupakan akad amanah (percampuran), dan merupakan akad bisnis dengan natural uncertainty contract. Dan seperti akad bisnis lainnya, tujuan utamanya adalah keuntungan. Karena akad mudharabah termasuk akad uncertainty contact, maka mudharabah merupakan akad dengan keuntungan yang tidak pasti.Artinya keuntungan tidak bisa di tentukan dari awal saat kesepakatan atau akad disetujui. Keuntungan hanya bisa ditentukan prosentase pembagiannya pada saat awal terjadinya akad. Seperti yang ada pada firman Allah dalam Q.S. Lukman (34): Sesungguhnya Allah hanya pada sisi-Nyalah pengetahuan tentang hari kiamat, Dialah yang menurunkan hujan dan yang mengetahui apa yang ada dirahim, dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti apa (berapa) hasil usahanya besok dan tidak seorang pun tahu dibumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa mudharabah adalah akad amanah yang merupakan akad percampuran yang mengikat kedua belah pihak. Dan akad bisnis yang menghasilkan keuntungan juga pasti penuh resiko. Maka, apabila terjadi kerugian haruslah diverifikasi bersama siapa yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Haruslah dicari siapa yang bersalah. Jika pelaku usaha atau mudharib tidak melakukan kesalahan, maka sahibul maal lah yang menanggung dan begitu pula sebaliknya. Namun, apabila ditemukan kesalahan dari kedua belah pihak, maka keduanya duanya yang wajib menanggung. Seperti dalam hadis Nabi: Keuntungan yang diperoleh sejalan dengan resiko yang ditanggung. (H.R. Abu Daud)

Dari penjelasan di atas dapat dituangkan ke dalam tabel seperti berikut:

AkadBisnisSosialAmanahDhamanahCertaintyUncertaintyPercampuranPertukaran

Mudharabah (Bagi Hasil)----

F. KLASIFIKASI PERBANKANMudharabah adalah salah satu akad yang terdapat pada perbankan syariah dimana mudharabah mencakup akad dalam kegiatan perbankan syariah sebagai penghimpun dan penyalur dana.

Mekanisme penghimpun dana yang menggunakan akad mudharabah, adalah nasabah datang kepada bank untuk menabungkan hartanya. Disini bisa berupa giro, tabungan, dan deposito atas dasar akad mudharabah. Pada akad ini, nasabah bertindak sebagai sahibul maal dan bank sebagai mudharib. Namun, selain mudharabah, akad yang lain sebagai penghimpun dana adalah dengan menggunakan akad wadiah yad dhamanah. Dimana yad wadiah dhamanah adalah titipan atau tabungan sejumlah harta nasabah, yang hartanya dapat digunakan salah satunya untuk penyaluran pembiayaan akad mudharabah kepada pelaku usaha.

Dana yang dihimpun dari nasabah yang menggunakan akad mudharabah ataupun dengan akad wadiah yad dhamanah selanjutnya akan dikelola dengan bank dengan cara menyalurkannya kembali kepada nasabah lain yang butuh dan dianggap mampu untuk melakukan kegiatan usaha. Disini lah peran bank sebagai penyalur dana menggunakan akad mudharabah berlaku.Selanjutnya, perbankan juga bertindak sebagai penyalur dana, berikut merupakan Peraturan Bank Indonesia mengenai peran perbankan sebagai penyalur dana:

Peraturan Bank Indonesia nomor: 9/19/PBI/2007 BAB I pasal 2 menetapkan:

(1) Dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dana; penyaluran dana dan pelayanan jasa, Bank wajib memenuhi prinsip syariah.

(2) Pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memenuhi ketentuan pokok hukum Islam antara lain prinsip keadilan dan keseimbangan (adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, dzalim, riswah, dan objek haram.

Pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diatas, dilakukan sebagai berikut:

a. Dalam kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain akad wadiah dan mudharabah;

b. Dalam kegiatan penyaluran dana berupa Pembiayaan dengan mempergunakan antara lain Akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bitamlik dan Qardh;

c. Dalam kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain Akad Kafalah, Hawalah, dan Sharf.

Dalam Surat Edaran Bank Syariah Indonesia, pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penyaluran dana atas dasar akad mudharabah, yaitu:

Pembiayaan Atas Dasar Akad Mudharabah

Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan, berlaku persyaratan sebagai berikut:

a. Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib);

b. Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah;

c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah;

d. Bank wajib memenuhi persyaratan khusus sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang diberikan kepada nasabah (mudharib);

e. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan pembiayaan atas dasar akad mudharabah meliputi aspek personal berupa karakter (character) dan aspek usaha meliputi kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan prospek usaha (condition);

f. Pembagian hasil usaha dinyatakan dalam nisbah yang disepakati;

g. Nisbah bagi hasil tidak dapat diubah, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;

h. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis;

i. Jangka waktu, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;

j. Pembiayaan diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;

k. Pembiayaan diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;

l. Jika pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;

m. Pengembalian pembiayaan dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir period akad, sesuai dengan jangka waktu pembiayaan;

n. Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola dana (mudharib) dengan disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;

o. Kerugian usaha nasabah pengelola dana (mudharib) yang dapat ditanggung oleh Bank adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan (rasul maal).

Dari keterangan diatas dapat diperoleh skema seperti berikut ini

MudharabahMudharabah

Wadiah Yad DhamanahMudharabah

G. POLEMIK KOMPARASI ANTARA FATWA DSN-MUI DENGAN PBI DAN SEBI1. Definisi dan Landasan Hukum Perspektif Fatwa DSN-MUI dan PBI serta SEBI

KATEGORIFATWA DSN-MUIPBI dan SEBI

DEFINISIMudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua (amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dana keuntungan usaha bagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

(Fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/200)

Pembiayaan Mudharabah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah.

(PBI 10/16/PBI/2008)

LANDASAN HUKUMa. No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 4 April 2000, tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh);

b. No. 17/DSN-MUI/IX/2000 Tanggal 16 September 2000, tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran;

c. No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tanggal 11 Agustus 2004, tentang Ganti Rugi (Tawidh).a. PBI 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

b. PBI 10/16/PBI/2006 tentang Perubahan atas PBI 9/19/PBI/2007

c. SEBI 14/10/DPBS tanggal 17 Maret 2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

2. Pokok-pokok Aturan Pembiayaan Mudharabah Perspektif Fatwa DSN-MUI dan SEBI

KATEGORIFATWA DSN-MUISEBI 10/14/2008

PELAKULKS sebagai shahibul maal membiayai 100% kebutuhan suatu proyek, sedangkan pengusaha bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya.

MODAL Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai.

Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada Mudharib, baik secara bertahap maupun tidak. Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan.

Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;

Dalam hal Pembiayaan atas dasar Alad Mudharabah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya.

NISBAHBagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasee (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.

Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang disepakati.

Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak.

KEUNTUNGANHarus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya satu pihak saja (Ps.2:4a)Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dan dinyatakan dalam nisbah yang disepakati;

KERUGIANPenyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, kecuali diakibatkan kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran.Kerugian usaha nasabah pengelola dana (mudharib) yang dapat ditanggung oleh bank selaku pemilik dana (shahibul maal) adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan (rasul maal)

MANAJEMEN LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan (Ps 1:4)Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah, antara lain bank dapat melakukan review dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;

JANGKA WAKTUMudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu (Ps 3:1) Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.

Pengembalian Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Akad sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah;

JAMINANPada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan LKS dapat meminta jaminan daru mudharib atau pihak ke-3. Jaminan hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama.

AKADAkad dituangkan secara tertulis melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Mudharabah;

Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah Muqayyadah yaitu penyediaan dana kepada nasabah dimana pemilik dana (shahibul maal) memberikan persyaratan khusus kepada pengelola dana (mudharib), Bank wajib memenuhi persyaratan khusus dimaksud.

DENDA/SANKSI Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan iktikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.

Sanksi didasarkan pada prinsip tazir yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.

Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.

(Fatwa No. 17/IX/202 Ps 1:3-6)

TAWIDH Ganti rugi (tawidh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.

Besar ganti rugi (tawidh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil yang pasti dialami dalam transaksi tersebut dan bukan potential loss karena adanya opportunity loss.

Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad.

Ganti rugi dalam pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah hanya boleh dikenakan bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) apabila bagian keuntungan bank tidak dibayar oleh nasabah sebagai Pengelola Dana (Mudharib)

Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara Bank dapat mengenakan ganti rugi (tawidh) kepada nasabah yang menyimpang dari perjanjian yang mengakibatkan kerugian pada bank;

Besarnya ganti rugi adalah sebesar nilai kerugian riil yang berkaitan dengan upaya bank untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan potential loss karena adanya opportunity loss;

Ganti rugi dalam pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah hanya boleh dikenakan bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) apabila bagian keuntungan bank tidak dibayar oleh nasabah sebagai Pengelola Dana (Mudharib)

Klausul kemungkinan pengenaan ganti rugi harus ditetapkan secara jelas dalam perjanjian Pembiayaan dan dipahami oleh nasabah.

Berdasarkan tabel komparasi antara Fatwa DSN-MUI dengan PBI dan SEBI diatas dapat dilihat adanya perbedaan dan ada pula persamaan yang kita temui. Perbedaan dan persamaan tersebut akan dijelaskan dibawah ini secara menyeluruh, sekaligus kesimpulan dan juga pendapat dari analisis mengenai perbedaan dan kesamaan antara Fatwa DSN-MUI dengan PBI dan SEBI.

PBI dan SEBI mendefinisikan pembiayaan mudharabah sebagai penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah, namun SEBI dalam menjelaskan modal mudharabah itu dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan. Penjelasan SEBI mengenai pembiayaan mudharabah bertolak belakang dengan penjelasannya mengenai modal dalam mudharabah. Dalam tabel komparasi diatas pada kategori definisi menurut SEBI pembiayaan tidak boleh dalam bentuk tagihan. Namun, dalam kategori modal menurut SEBI, modal diperbolehkan dalam bentuk tagihan. Padahal pembiayaan itu sama saja dengan modal, harusnya ketetapan yang sama yaitu tidak boleh dalam bentuk tagihan. Karena syarat modal salah satunya adalah dengan pendanaan secara tunai. Maka sebenarnya penyertaan modal dalam mudharabah tidak boleh menggunakan tagihan atau piutang karena itu menyalahi syarat dalam salah satu rukun akad mudharabah. Telah kita ketahui apabila rukun tidak terpenuhi maka akad tersebut menjadi tidak sah.

Akad mudharabah memiliki landasan hukum dalam Fatwa DSN-MUI juga dalam PBI dan SEBI. Fatwa DSN-MUI dan SEBI memiliki peraturan yang sama mengenai akad mudharabah yang digunakan oleh kedua belah pihak haruslah dituangkan dalam perjanjian di awal, nisbah bagi hasil dalam mudharabah juga ditentukan sejak awal, jika ada perubahan prosentase harus berdasarkan kesepakatan antara kedua pihak. Kemudian keuntungan yang didapat harus diperuntukkan kepada kedua pihak sesuai porsi yang telah disepakati. Fatwa DSN-MUI menyatakan bahwa bank dapat memberikan sanksi atau denda kepada nasabah yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai mudharib, sanksi ini bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan nasabah.

Manajemen usaha dalam akad mudharabah hanya dilakukan oleh mudharib, bank tidak boleh ikut campur dalam manajemen usaha, bank hanya dapat melakukan pembinaan dan pengawasan, Fatwa DSN-MUI memiliki argumen yang sama dengan SEBI dalam hal ini. Mudharib sebagai orateng yang telah dipercaya oleh shahibul mal harus berhati-hati dalam bertindak.

Setiap bisnis pasti mengandung resiko kerugian, begitupun dalam akad mudharabah. Fatwa DSN-MUI terkait hal ini, menjelaskan bahwa penyedia dana menanggung semua kerugian kecuali kerugian yang ditimbulkan akibat kelalaian hal ini berarti diperlukan verifikasi, pihak mana yang menyebabkan kerugian tersebut. Sedangkan dalam SEBI kerugian akan diganti oleh bank sebagai pemilik dana dengan syarat maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan. Tetapi dalam SEBI yang terkait dengan ganti rugi, dijelaskan bahwa bank dapat meminta ganti rugi kepada nasabah yang melakukan kesalahan sehingga menimbulkan kerugian, ganti rugi yang dapat diminta oleh bank adalah sebesar nilai kerugian riil.

Dari penjelasan komparasi diatas, terdapat ketidakadilan dalam peraturan dalam SEBI, walaupun inti dari komparasi perbandingan mengenai kerugian yaitu diverifikasi namun apabila bank yang melakukan kesalahan, bank hanya mau mengganti kerugian maksimal sebesar jumlah pembiayaan diawal. Sedangkan jika terjadi kesalahan dari pihak nasabah selaku pelaku usaha, pelaku usaha haruslah mengganti sebesar nilai riil kerugian. Seharusnya, setelah diferivikasi besarnya jumlah ganti rugi dari kedua belah pihak yang telah terbukti salah adalah sejumlah nilai riil kerugian.

Selain itu, dalam SEBI dan Fatwa DSN-MUI tidak ada peraturan mengenai kerugian yang disebabkan oleh kelalaian yang tidak disengaja oleh mudharib. Hal ini memungkinkan bank selaku sahibul maal meminta ganti rugi tanpa peduli kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian yang disengaja ataupun tidak disengaja.H. APLIKASI MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARIAHMudharabah di dunia bank syariah merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Aplikasi mudharabah pada bank syariah cukup kompleks, namun secara global dapat diklasifikasikan menjadi dua:

1. Akad mudharabah antara nasabah penabung dengan bank

2. Akad mudharabah antara bank dengan nasabah peminjam

Berikut ini uraian terhadap aplikasi tersebut:

1. Akad mudharabah antara nasabah penabung dengan bank.

Aplikasinya dalam perbankan syariah adalah:

a. Tabungan berjangkaYaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus seperti tabungan qurban, tabungan pendidikan anak, dan sebagainya.

Sistem atau teknisnya adalah nasabah penabung memiliki ketentuan-ketentuan umum yang ada pada bank seperti syarat-syarat pembukaan, penutupan rekening, mengisi formulir, menyertakan fotokopi KTP, spesimen tanda tangan, dan lain sebagainya.

Lalu menyebutkan tujuan dia menabung, misal untuk pendidikan anaknya, lalu disepakati nominal yang disetor setiap bulannya dan tempo pencairan dana.

Pada praktiknya, dana akan cair pada saat jatuh tempo plus bagi hasil dari usaha mudharabah. Secara kenyataan di lapangan, pihak bank bisa langsung memberikan hasil mudharabah secara kredit tiap akhir bulan.

b. Deposito biasa

Ketentuan teknisnya sama seperti ketentuan umum yang berlaku di semua bank. Pada produk ini, pihak penabung bertindak sebagai shahibul maal (pemodal) dan pihak bank sebagai mudharib (amil). Pada praktiknya harus ada kesepakatan tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar modal (dana) dapat diputarkan. Sehingga ada istilah deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.

Juga dibicarakan nisbah (persentase) bagi hasilnya dan biasanya dana akan cair saat jatuh tempo.Secara kenyataan, semua akad pada tabungan berjangka dan deposito tertuang pada formulir yang disediakan pihak bank di setiap Customer Service (CS)nya.

c. Deposito Khusus (special investment)

Di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu. Keumuman bank syariah tidak menerapkan produk ini.

2. Akad mudharabah antara bank dengan nasabah peminjam.a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

I. IMPLIKASI, KRITIK DAN SOLUSIPerbankan syariah dalam penetuan bagi hasil pada akad mudharabah dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Profit sharingAdalah pembagian keuntungan yang dilakukan setelah dipotong biaya operasional. Atau dengan kata lain pembagian keuntungan dihitung dari laba bersih.

2. Revenue sharing

Adalah pembagian keuntungan yang dilakukan sebelum dipotong biaya operasional. Atau dengan kata lain pembagian keuntungan dipotong dari laba bruto.

Revenue sharing digunakan pada saat akad antara nasabah (sahibul maal) dengan bank sebagai mudharib. Sedangkan provit sharing digunakan pada saat akad antara bank sebagai sahibul maal dan nasabah sebagai mudharib.

Besarnya nominal keuntungan atau laba yang lebih besar adalah laba yang belum dikurangi dengan biaya opersional, atau dengan penentuan bagi hasil revenue sharing. Maka, itu berarti bank selalu menndapatkan laba lebih besar dari pada nasabahnya. Dan itupun menzolimi nasabah yang bertindak sebagai sahibul maal. Belum lagi, apabila menggunakan revenue sharing, nasabah yang bertindak sebagai sahibul maal haruslah membayar biaya operasional setelah pembagian keuntungan.Dari penjelasan diatas, dapat diperoleh skema seperti berikut :Revenue SharingProvit Sharing

Mudharib || Sahibul maal

Laba Kotor (LK)Laba kotor biaya = Rp.A(LK*x%)-biayaLK*x%x% * Rp. Ax% * Rp. AJadi dari penjelasan skema diatas, lebih baik keduanya menggunakan sistem bagi hasil dengan provit sharing, agar pembagian sama rata. Namun, walaupun keduanya menggunakan sistem profit sharing, penggunaan skema yang seperti ini tidak sesuai dengan rukun. Pembahasan lebih lanjut akan dibahas di paragraf berikutnya.Telah kita ketahui Fatwa DSN-MUI menyebutkan jumlah pihak yang berbeda jumlahnya didalam definisi dan dalam penjelasannya mengenai jaminan. Hal ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam praktik akad mudharabah di perbankan. Mudharabah yang seharusnya hanya dilakukan oleh dua pihak menjadi dilakukan oleh tiga pihak. Dalam praktik perbankan, nasabah mendatangi bank untuk menabungkan sejumlah uangnya dengan menggunakan akad mudharabah, disini nasabah (pihak 1) bertindak sebagai shahibul mal dan bank (pihak 2) bertindak sebagai mudharib, kemudian bank menyalurkan dana itu kepada pengusaha untuk kemudian dananya dapat digunakan dalam bisnis si pengusaha. Disini bank bertindak sebagai shahibul mal dan pengusaha (pihak 3) bertindak sebagai mudharib. Dalam praktik ini menggunakan skema sebagai berikut:

MudharabahMudharabah

Wadiah Yad DhamanahMudharabah

Hal ini telah menyalahi rukun mudharabah, karena dalam rukun mudharabah modal harus milik pribadi dan haruslah langsung diberikan kepada pelaku usaha. Sedangkan bank tidak menggunakan modal pribadi melainkan menggunakan harta milik nasabah, seharusnya bank tidak menyalurkan dana dari tabungan nasabahnya tetapi langsung melakukan kegiatan usaha atau dengan kata lain langsung menjadi pelaku usaha (terjun ke sektor riil).Seperti yang telah dipelajari diawal, akad mudharabah adalah akad amanah karena mengikat antara pihak satu dengan pihak kedua. Sedangkan pada skema ini nasabah dan pekerja tidak terjadi interaksi atau dengan kata lain tidak saling mengikat. Apabila tidak mengikat maka ada pergeseran akad amanah menjadi dhamanah, dan apabila ada pergeseran akad seperti itu maka hukumnya riba. Karena keuntungan dalam amanah adalah tidak pasti dan keuntungan pada dhamanah adalah pasti. Dan apabila memastikan keuntungan yang tidak pasti menjadi pasti itu disebut riba.Dalam rukun mudharabah disebutkan bahwa hanya ada dua pihak yang terlibat dalam akad ini. Namun dalam praktik perbankan, ada tiga pihak yang terlibat. Tidak sesuainya rukun dengan praktiknya menyebabkan akad mudharabah ini menjadi tidak sah karena tidak terpenuhinya rukun. Seperti kaidah di bawah ini: Semua hukumilmudan amal tidak sempurna kecuali dengan dua perkara: terpenuhi syarat dan rukunnya, serta tidak ada penghalangnya.Seandainya ingin menggunakan skema seperti diatas, akad awal yang digunakan pada saat nasabah memberikan modalnya kepada bank adalah akad ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (owmership/ milkiyyah) atas barang itu sendiri. Dengan penggunaan akad ijarah, nasabah menyewa jasa bank untuk mencari dan/atau mengawasi pelaku usaha yang mampu dan mau melakukan kegiatan usaha yang produktif. Selanjutnya nanti pada saat bank menyalurkan dana kepada pelaku usaha barulah menggunakan akad mudharabah. Dengan penggunaan akad ijarah diawal, maka bank akan mendapatkan upah sewa dari nasabah atas jasanya menjadi pencari dan/atau pengawas pelaku usaha. Dengan begini bank mendapatkan upah bukan dari bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh pelaku usaha.

Dari penjelasan diatas dapat diperoleh skema yang mana tetap terjadi hubungan antara nasabah dan pelaku usaha walaupun secara tidak langsung karena diwakili oleh bank. Jadi dalam skema yang seharusnya nasabah yang menabung menjadi pemilik modal (sahibul maal), bank menjadi wakil atas penyewaan jasa sahibul maal dan pengusaha menjadi pelaku usaha (mudharib). Skema yang seharusnya adalah seperti di bawah ini:fee

Ijaroh Mudharabah

Pemodal (sahibul maal)Jasa Perwakilan bagi nasabahpengusaha (mudharib)

Keuntungan dibagi (bagi hasil)Bank

Pelaku Usaha

Nasabah

Nasabah

(Sahibul maal)

Bank

Nasabah

(Mudharib)

Politeknik Negeri Jakarta

2013

MUDHARABAH

Ushul Fiqh

Dinnia Febry Amalia Putri

Ismi Shabrina

Wuri Handayani

Zahrah Aminah J

BS 2 A

Bank

Pelaku usaha dan pemodal

Pelaku usaha

Peng-

Himpunan

dana

pemodal

Pelaku usaha

Pelaku usaha

Pelaku usaha

Penya luran

dana

pemodal

Pelaku usaha

Peng-

Himpunan

dana

Bank

Pelaku usaha dan pemodal

Pelaku usaha

pemodal

Penya luran

dana

pemodal

Muhammad SyafiI Antonio. BANK SYARIAH: Dari Teori Ke Praktik. (Jakarta: Gema Insani) hlm. 95

Materi Mudharabah yang disampaikan Agustianto dalam kelas Pasca Sarjana UI.

Zul Fadli, Analisa Perbandingan PBI DSN Tentang Mudharabah, HYPERLINK "http://zfadly.blogspot.com/2012/06/analisa-perbandingan-pbi-dsn-tentang.html" http://zfadly.blogspot.com/2012/06/analisa-perbandingan-pbi-dsn-tentang.html, terakhir diakses 8 Mei 2013, pukul 14:14 WIB

Daniarti, Rukun dan Syarat Mudharabah, HYPERLINK "http://wintersun-of-the-heart.blogspot.com/2012/04/rukun-dan-syarat-mudharabah.html" http://wintersun-of-the-heart.blogspot.com/2012/04/rukun-dan-syarat-mudharabah.html, terakhir diakses 8 Mei 2013, pukul 14:14 WIB

Zul Fadli, Analisa Perbandingan PBI DSN Tentang Mudharabah, HYPERLINK "http://zfadly.blogspot.com/2012/06/analisa-perbandingan-pbi-dsn-tentang.html" http://zfadly.blogspot.com/2012/06/analisa-perbandingan-pbi-dsn-tentang.html, terakhir diakses 8 Mei 2013, pukul 15:23 WIB

Muhammad SyafiI Antonio. BANK SYARIAH: Dari Teori Ke Praktik. (Jakarta: Gema InsanI). Hlm 97

7 Muhammad SyafiI Antonio. BANK SYARIAH: Dari Teori Ke Praktik. (Jakarta: Gema InsanI). Hlm 97

Ah. Azhuruddin Latif, M.Ag, MH, Jaminan Dalam Penjaminan Mudharabah, HYPERLINK "http://fsh-uinjkt.net/index.php?option=com_content&view=article&id=177:jaminan-dalam-p" http://fsh-uinjkt.net/index.php?option=com_content&view=article&id=177:jaminan-dalam-p.., terakhir diakses 8 Mei 2013, pukul 12:54 WIB

Adiwarman Karim. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada).

Materi Wadiah yang disampaikan Agustianto dalam kelas Pasca Sarjana UI

Adiwarman Karim. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada). Hlm : 490-494

Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin, Aplikasi Mudharabah Dalam Perbankan Syariah, HYPERLINK "http://asysyariah.com/aplikasi-mudharabah-dalam-perbankan-syariah.html" http://asysyariah.com/aplikasi-mudharabah-dalam-perbankan-syariah.html, terakhir diakses 14 Mei 2013, pukul 10.00 WIB

HYPERLINK "http://www.blogger.com/profile/14354771706945612438" \o "author profile" Primasatya Ari Nugraha, Produk Mudharabah Dalam Bank Syaariah, HYPERLINK "http://prima-an.blogspot.com/2011/01/produk-mudharabah-dalam-bank-syariah.html" http://prima-an.blogspot.com/2011/01/produk-mudharabah-dalam-bank-syariah.html, terakhir diakses 14 Mei 2013 pukul 10.35 WIB

Materi Mudharabah yang disampaikan Agustianto dalam kelas Pasca Sarjana UI

Muhammad SyafiI Antonio. BANK SYARIAH: Dari Teori Ke Praktik. (Jakarta: Gema InsanI). Hlm 117

18