4.3. motor starting trip/lepas, dilakukan pelepasan beban...
TRANSCRIPT
Procedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Halaman 9 dari 12
Gambar 4.20. Respon Frekuensi Generator GTG 2015-UA saat
GTG 2015-UB Trip, Dilakukan Load Shedding II
(setting standard ANSI/IEEE C37 106-1987)
Gambar 4.21. Respon Tegangan Synchronous bus generator saat
GTG 2015-UB Trip, Dilakukan Load Shedding II (setting standard
ANSI/IEEE C37 106-1987)
4.2.8 Generator GTG 2015-UB Trip/Lepas,
Dilakukan Pelepasan Beban Tahap III
Untuk kasus GTG 2015-UB trip/lepas ini pun
pelepasan beban tahap III ini hanya dibutuhkan apabila menggunakan setting UFR yang berdasarkan standard
ANSI/IEEE C37 106-1987. Hal ini tidak berlaku
apabila menggunakan setting UFR yang dimiliki
PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III karena respon
frekuensi dan tegangan generator (sistem) sudah berada
di kondisi stabil cukup dengan load shedding tahap II.
Gambar 4.22. Respon Frekuensi Generator GTG 2015-UA saat
GTG 2015-UB Trip,Dilakukan Load Shedding III
(setting standard ANSI/IEEE C37 106-1987)
Gambar 4.23. Respon Tegangan Synchronous bus generator saat
GTG 2015-UB Trip, Dilakukan Load Shedding III (setting standard
ANSI/IEEE C37 106-1987)
Perbandingan respon frekuensi dan tegangan
akibat pengaruh perbedaan setting UFR di atas akan
lebih mudah dipahami dengan melihat table berikut:
Tabel 4.4. Respon Frekuensi & Tegangan Pada Kasus GTG 2015-UB
Trip/Lepas Hasil Perbandingan Setting UFR PT.PERTAMINA
(Persero) R.U.III dan Standard ANSI/IEEE C37 106-1987
4.3. Motor Starting
Salah satu jenis gangguan yang dapat
mengganggu stabilitas sistem adalah motor starting.
Besarnya arus yang dibutuhkan pada saat starting
motor, dapat menyebabkan tegangan pada bus motor
turun secara signifikan, hal ini tergantung jenis motor
dan besarnya daya beban motor.
Beban motor dengan kapasitas daya terbesar
yakni motor ZM-2981 dengan daya 1400 kW, yang
digunakan sebagai Long Continuous Mixer dan metode
startingnya Direct On Line (DOL) disulang oleh bus MCC-29 B.
Respon frekuensi menurun setelah terjadi
starting motor ZM-2981 pada t=5 detik. Frekuensi bus
keadaan normal 100% menurun hingga mencapai
kondisi tetapnya (steady-state) pada frekuensi 99.71%
atau 49.855 Hz. Penurunan respon frekuensi ini masih
berada di atas setting UFR tahap I di PT.PERTAMINA
(Persero) R.U.III sehingga kondisi sistem dapat
dikatakan masih dalam keadaan normal tanpa perlu
terjadi skema pelepasan beban (load shedding).
Gambar 4.24. Respon Frekuensi Bus MCC-29B Akibat Pengaruh
Starting Motor ZM-2981 1400 kW
Untuk respon tegangan bus MCC-29B jatuh setelah
terjadi starting motor ZM-2981 pada t=5 detik.
Tegangannya jatuh dari keadaan normal menuju titik
terendah bernilai 90.48% kemudian sedikit menaik hingga akhirnya menuju kondisi steady state dengan
Procedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Halaman 10 dari 12
nilai 92.3%. Kondisi tegangan seperti ini masih berada
dalam batas toleransi standar PLN yaitu -10% dan +5%
dari keadaan normal.
Gambar 4.25. Respon Tegangan Bus MCC-29B Akibat Pengaruh
Starting Motor ZM-2981 1400 kW
4.4. Gangguan Hubung Singkat (Short Circuit)
4.4.1. Gangguan Hubung Singkat (Short Circuit)
Tanpa Respon Pembukaan Circuit Breaker
Hubung singkat yang terjadi adalah pada beban
FCCU-A dengan kapasitas daya operasinya sebesar
2.232 MW. Dipilih pada beban ini karena pada
kenyataan di lapangannya memang FCCU-A ini
merupakan beban berkapasitas terbesar yang pernah
mengalami gangguan hubung singkat. Beban FCCU-A
disulang oleh bus SS# 1B/A. Pada kasus ini bus SS#
1B/A diberi gangguan hubung singkat 3 fasa ke tanah.
Akibat gangguan hubung singkat pada bus SS#
1B/A yang menyulang beban FCCU-A mengakibatkan respon frekuensi di synchronous bus sedikit menaik
berada pada level tertinggi sebesar 101.072 % atau
50.536 Hz, kemudian menurun hingga akhirnya berada
pada kondisi tetap (steady state) sebesar 96.041% atau
48.0205 Hz. Melihat kondisi hasil simulasi ini juga
diketahui bahwa ferekuensi synchronous bus
menyentuh batas setting UFR load shedding I yaitu
pada t = 6.041 detik.
Gambar 4.26. Respon Frekuensi Synchronous Bus Akibat Terjadi
Gangguan Hubung Singkat (ShortCircuit) pada Beban FCCU-A
Tanpa Adanya Respon Pembukaan Circuit Breaker
Respon tegangan synchronous bus menurun
berada pada tegangan terendah 71.24% pada t= 5.121 detik. Kondisi tegangan berada antara 70% - 80%
terjadi selama durasi 0.38 detik. Kemudian tegangan
naik menuju kondisi steady state sebesar 98.99%.
Gambar 4.27. Respon Tegangan Synchronous Bus Akibat Terjadi
Gangguan Hubung Singkat (ShortCircuit) pada Beban FCCU-A
Tanpa Adanya Respon Pembukaan Circuit Breaker
4.4.2. Gangguan Hubung Singkat (Short Circuit)
Dengan Adanya Respon Pembukaan Circuit
Breaker
Berdasarkan hasil analisa pada sub bab
sebelumnya diketahui bahwa frekuensi sistem menurun
dan menyentuh setting frekuensi UFR load shedding
tahap I pada t = 6.041 detik, namun sebelum skema
load shedding bekerja, terlebih dahulu circuit breaker
410 yang berada terdekat beban FCCU-A disetting
membuka (open) pada t = 5.2 detik atau pada t = 0.2
detik setelah terjadi gangguan. Dengan adanya pengaruh pembukaan CB 410
pada t=5,2 detik atau sekitar t=0,2 detik setelah
gangguan. Respon frekuensi di synchronous bus masih
berfluktuasi. Frekuensi berada pada level tertinggi
sebesar 100.753 % atau 50.3765 Hz, level terendahnya
99.833 % atau 49.9165 Hz hingga akhirnya berada pada
kondisi tetap (steady state) sebesar 100.182% atau
50.091 Hz. Jadi, dengan adanya respon pembukaan CB
pada t = 0.2 detik setelah gangguan saja respon
frekuensi sudah berada pada nilai yang aman tanpa
perlu dilakukan skema load shedding.
Gambar 4.28. Respon Frekuensi Synchronous Bus Akibat Terjadi
Gangguan Hubung Singkat (ShortCircuit) pada Beban FCCU-A
dengan Adanya Respon Pembukaan Circuit Breaker
Respon adanya pembukaan CB bekerja pada
t=5.2 detik juga mempengaruhi respon tegangan
synchronous bus. Tegangan di synchronous bus tetap
jatuh sama seperti kasus sebelum adanya respon
pembukaan CB yaitu hingga mencapai nilai 71.23%
pada t= 5.121 detik, namun durasi lamanya kondisi
tegangan berada antara 70% - 80% adalah 0.1 detik. Hal ini lebih cepat daripada tanpa respon pembukaan CB
dan tentunya kondisi ini sudah berada dalam batas
standar toleransi kedip tegangan (voltage sagging),
yaitu SEMI F47-0200 dan SEMI F42-0600. Kemudian
tegangan naik ke level tertinggi 104.95%, dan akhirnya
mencapai kondisi tetap (steady-state) dengan nilai
Procedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Halaman 11 dari 12
100.01%. Kondisi tegangan seperti ini pun berada
dalam batas standar PLN.
Gambar 4.29. Respon Tegangan Synchronous Bus Akibat Terjadi
Gangguan Hubung Singkat (ShortCircuit) pada Beban FCCU-A
dengan Adanya Respon Pembukaan Circuit Breaker
4.5. Loss of Excitation Generator
Fungsi eksitasi pada generator sinkron adalah
sebagai penguat medan magnet yang diberikan ke rotor.
Berdasarkan teorinya, loss excitation adalah hilangnya
eksitasi, menimbulakan medan magnet yang timbul
pada rotor berkurang. Akibat berkurangnya medan
magnet ini, menyebabkan tegangan yang dihasilkan
generator berkurang pula. Sehingga tegangan yang
dihasilkan oleh kedua generator yang kerja paralel
tersebut akan berbeda, sehingga terjadilah out of
sinkron. Hal ini berdasarkan persamaan dasar generator sinkron, yaitu:
E = c . n .Φ……………………….…….(4.1)
n = p
f 60.………………………………………………….(4.2)
dimana: E : tegangan (GGL) terinduksi (volt)
c : konstanta generator
n : kecepatan sinkron generator (rpm) Φ : fluks medan magnet (weber)
f : frekuensi (Hz)
p : jumlah pasang kutub
4.5.1. Loss of Excitation GTG 2015-UA
Respon frekuensi synchronous bus setelah t= 5
detik GTG 2015-UA kehilangan eksitasinya terjadi
sedikit kenaikan mencapai 100.347% atau 50.1735 Hz
lalu kemudian turun dan menuju ke kondisi tetap
(steady-state) 100.004% atau 50.002 Hz.
Kondisi dengan respon frekuensi seperti ini
berarti masih dapat dikatakan stabil, sistem hanya mengalami perubahan frekuensi yang sangat kecil dari
keadaan normal. Jadi pada untuk kasus ini relay loss of
excitation/ loss of field (40) pada generator belum
bekerja dan skema pelepasan beban (load shedding)
pun tidak bekerja.
Gambar 4.30. Respon Frekuensi Synchronous Bus Saat Terjadi Loss
of Excitation pada GTG 2015-UA
Respon tegangan synchronous bus generator
menurun mencapai level terendah yaitu 94.62%
kemudian menaik dan akhirnya mencapai keadaan tetap
(steady-state) 99.4%. Kondisi respon tegangan seperti
ini juga masih sesuai dengan batas standar PLN.
Gambar 4.31. Respon Tegangan Synchronous Bus saat Terjadi Loss
of Excitation pada GTG 2015-UA
4.5.2. Loss of Excitation GTG 2015-UB
Kondisinya berkebalikan dari kondisi dimana
GTG 2015-UA yang kehilangan eksitasi. Respon
frekuensi synchronous bus setelah t= 5 detik GTG
2015-UB kehilangan eksitasinya terjadi sedikit
kenaikan mencapai 100.347% atau 50.1735 Hz,
kemudian turun dan menuju ke kondisi tetap (steady-
state) 100.004% atau 50.002 Hz
Relay loss of excitation/ loss of field (40) pada generator belum bekerja dan skema pelepasan beban
(load shedding) pun tidak bekerja.
Gambar 4.32. Respon Frekuensi Synchronous Bus Saat Terjadi Loss
of Excitation pada GTG 2015-UB
Respon tegangan synchronous bus generator
menurun mencapai level terendah yaitu 94.57%
kemudian naik dan akhirnya mencapai keadaan tetap
(steady-state) 99.39%.
Gambar 4.33. Respon Tegangan Synchronous Bus saat Terjadi Loss
of Excitation pada GTG 2015-UB
Jadi, respon frekuensi dan tegangan akibat
pengaruh hilangnya eksitasi pada generator GTG 2015-
UA maupun GTG 2015-UB ternyata dapat dikatakan
identik, tidak berpengaruh besar pada respon frekuensi dan tegangan sistem, hal ini pun berarti bahwa kasus ini
Procedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Halaman 12 dari 12
tidak terlalu berpengaruh pada stabilitas transien
sistemnya.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari simulasi
dan analisis pada tugas akhir ini, dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Akibat kasus trip/lepasnya GTG 2015-UA
ataupun GTG 2015-UB (salah satu) tanpa
dilakukan skema pelepasan beban (load
shedding) menyebabkan jumlah beban yang ditanggung pembangkit yang tersisa (GTG 2015-
UA atau GTG 2015-UB) lebih besar dari
kapasitas daya mampunya sehingga frekuensi
generator turun mencapai 44. 585 Hz (apabila
GTG 2015-UA lepas) dan 43.515 MW (apabila
GTG 2015-UB lepas), namun untuk tegangan
synchronous bus masih dianggap stabil karena
masih berada pada nilai toleransi berdasarkan
standard tegangan PLN, yaitu -5% dan +10%.
2. Berdasarkan skema load shedding yang sudah
dimiliki oleh PT.PERTAMINA (Persero)
R.U.III, untuk menaikkan frekuensi sistem akibat trip/lepasnya GTG 2015-UA ataupun
GTG 2015-UB (salah satu) agar frekuensinya
tidak menyentuh setting frekuensi UFR (Under
Frequency Relay) maka perlu dilakukan skema
load shedding hingga tahap II dengan total
beban 15.121 MW.
3. Jika berdasarkan standar skema load shedding 3
tahap ANSI/IEEE C37 106-1987, untuk
menaikkan frekuensi sistem akibat trip/lepasnya
GTG 2015-UA ataupun GTG 2015-UB (salah
satu) agar frekuensinya frekuensinya tidak menyentuh setting frekuensi UFR (Under
Frequency Relay) maka perlu dilakukan skema
load shedding hingga tahap III dengan total
beban 15.121 MW.
4. Dibutuhkan respon waktu pelepasan circuit
breaker t = 0.2 detik setelah terjadi gangguan
hubung singkat pada beban FCCU-A agar
respon frekuensi dan tegangan di synchronous
bus berada pada kondisi stabil dan aman.
5. Gangguan starting motor ZM-2981 dan
hilangnya eksitasi (loss of excitation) pada GTG
2015-UA ataupun GTG 2015-UB (salah satu) tidak mempengaruhi kestabilan sistem jika
respon frekuensi dan tegangan sistem hanya
mengalami gangguan kecil.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk perbaikan dan
pengembangan simulasi ini adalah sebagai berikut :
1. Dari sisi realibility dan selectivity, PT
PERTAMINA (Persero) RU III Plaju – Sungai
Gerong mungkin perlu mempertimbangkan
setting UFR sesuai dengan standard (ANSI/IEEE C37 106-1987) sebagai pilihan
dengan melihat perbandingan hasil analisa
yang telah dilakukan.
2. Durasi lamanya periode transien yang terjadi
akibat gangguan hubung singkat pada beban
FCCU-A harus dibatasi dengan respon
pembukaan CB sebaiknya tidak lebih lama dari 0.2 detik (t ≤ 0.2 detik) agar sistem tetap dalam
keadaan stabil dan handal.
DAFTAR PUSTAKA
[1] William D. Stevenson Jr, “Analisis Sistem
tenaga Listrik”, Erlangga,1993
[2] Marsudi,Djiteng, “Operasi Sistem Tenaga
Listrik”, GRAHA ILMU, Yogyakarta,2006.
[3] Hadi Saadat, “Power System Analysis”, McGraw-Hill Inc, 1999.
[4] Penangsang ,Ontoseno, , “Diktat Mata Kuliah
Analisa Sistem Tenaga Listrik I & II”,
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi
Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS),Surabaya.
[5] S. Ardiansyah, “Electrical Equipment &
Hazrdous Area Classification”, Program
BPAT, PPT MIGAS, Cepu, 1991.
[6] Defariza, “Studi Pelepasan Beban (Load
Shedding) Sistem Kelistrikan
PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III Plaju-Sungai Gerong”, Laporan Kerja Praktek,ITS.
Surabaya,2009
[7] ANSI/IEEE C37.106-1987, “IEEE Guide for
Abnormal Frequency Protection for Power
Generating Plants”.
[8] SEMI F47 and F42, “Voltage Sag Immunity
Standards”
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Defariza, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Adam dan Sri Wahyuni ini
dilahirkan pada tanggal 13
September 1988 di Palembang.
Menyelesaikan jenjang
pendidikannya dari tingkat TK
hingga SMA di kota
Palembang dari tahun 1993-
2006. Setelah lulus SMA,
penulis langsung meneruskan pendidikannya ke jenjang
perkuliahan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro, bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Semasa
perkuliahan penulis penulis pernah aktif berorganisasi
menjadi anggota divisi Workshop Himatektro ITS
periode 2007/2008. Menjadi anggota panitia pelaksana
Lomba Cipta Elektronika Nasional (LCEN) 2006/2007
dan anggota panitia pelaksana International Electrical
Engineering Expo 2007/2008. Penulis dapat dihubungi
melalui email [email protected].