4 | politik & ham pemerintah abaikan persoalan ham filetugas untuk menyelidiki dan menyusun...

1
TOKOH pluralisme dan man- tan Ketua PP Muhammadiyah Syai Maarif membantah berita yang menyebutkan dirinya me- nerima apartemen senilai Rp2 miliar sebagai hadiah atas peng- anugerahan Bakrie Award. Hal itu disampaikan Syai bersama kuasa hukumnya, To- dung Mulya Lubis, di Jakarta, kemarin. “Kami menganggap ini sebuah pencemaran nama baik dan berbau fitnah. Berita itu tidak benar sama sekali. Buya (sapaan Syai Maarif) yang kita kenal kritis selama ini, tidak tedeng aling-aling terhadap semua golongan. Tuduhan itu keterlaluan,” tegas Todung. Berita yang dimaksudnya adalah sebuah tulisan berjudul ‘Multi Accident Award’ yang dimuat sebuah tabloid edisi 19 November-13 Desember 2010. Di dalam tulisan itu ada kalimat yang berbunyi ‘Ada rekayasa yang terselubung dalam pemberian award. Syai Maarif bungkam, tidak kritis lagi setelah menerima aparte- men mewah senilai Rp2 miliar dari Aburizal Bakrie’. “Akibat dari berita itu sangat merusak dan mengganggu. Buya banyak sekali mendapat SMS, isinya seolah menyesal- kan dan mempertanyakan apa benar Buya terima uang itu. Kami dengan tegas menyata- kan rumor itu tidak benar dan tidak bertanggung jawab,” cetus Todung. Syai mengakui menempati sebuah apartemen selama ting- gal di Jakarta. Apartemen ter- sebut milik sahabatnya yang berprofesi sebagai pengusaha. “Apartemen yang saya tem- pati ini milik Deddy Julianto, seorang pengusaha batu bara dari Banjarnegara. Saya kalau tidak diberi tahu seseorang, saya tidak tahu mengenai berita itu. Sebenarnya saya malas me- nanggapinya,” ujarnya. Todung menambahkan, pihaknya menuntut tabloid tersebut mencabut berita dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada Syai Maarif. Sehingga, lanjut Todung, pihak Syai Maarif tidak lang- sung menempuh upaya hu- kum. “Kami akan menyampaikan hal ini ke Dewan Pers. Kami akan melakukan langkah hu- kum jika pihak tabloid tidak menyampaikan permintaan maaf secara terbuka,” cetus- nya. Deddy Julianto, pemilik apar- temen yang juga hadir meng- aku memaksa Buya menempati apartemen miliknya. “Harganya itu Rp450 juta, enggak ada itu Rp2 miliar. Saya yang memaksa Buya, daripada menginap di hotel selama di Jakarta lebih baik tinggal di apartemen saya,” ujarnya. (Wta/P-2) P EMERINTAH dinilai belum serius dalam menangani kasus pe- langgaran hak asasi manusia (HAM). Hal itu terlihat dengan be- lum dilaksanakannya reko- mendasi membentuk pen- gadilan ad hoc. Padahal sudah setahun rekomendasi itu dike- luarkan DPR. “Hasil penyelidikan Kom- nas HAM tersebut telah be- berapa kali dikembalikan Kejaksaan Agung ke Komnas HAM dengan berbagai ala- san formil maupun materiil. Yang terakhir, alasan peny- idik belum dapat melakukan karena belum terbentuknya pengadilan ad hoc HAM,” ujar Komisioner Komnas HAM Kabul Supriyadhie dalam diskusi bertema Menagih janji penuntasan kasus orang hilang di Perpustakaan Nasional, Jakarta, kemarin. Kabul menambahkan, pihaknya sudah melaksanakan tugas untuk menyelidiki dan menyusun berita acara perkara (BAP), dan sudah diserahkan ke kejaksaan. Yang memprihatinkan, su- dah satu tahun ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum juga mengeluarkan ke- putusan presiden (keppres) untuk pembentukan pengadi- lan ad hoc HAM sebagaimana rekomendasi panitia khusus (pansus) DPR 2009. Akibatnya, penanganan kasus orang hilang 1997-1998 terbengkalai. “Saya tidak tahu persis ba- gaimana sikap Presiden terkait rekomendasi ini, kenapa harus berlama-lama?” tukas Kabul. Saat menanggapi hal ter- sebut, Direktur Penanganan Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Tindak Pi- dana Khusus Kejagung Domu P Sihite menegaskan keppres dibutuhkan untuk membentuk pengadilan ad hoc. “Kita dukung pengadilan ad hoc karena itu syarat formil mengadakan pengadilan. Tapi untuk pengadilan ad hoc diper- lukan keppres yang hingga kini belum ada,” ujar Domu. Kalau kejaksaan menerima data penyelidikan Komnas HAM, lanjut Domu, pihaknya telah melanggar aturan. Mantan ketua pansus pe- nyelidikan orang hilang 2009 Effendi MS Simbolon menilai penghambat dalam menjalan- kannya rekomendasi itu ber- ada di Sekretaris Kabinet dan Sekretariat Negara. “Sekkab dan Setneg mencoba mengaburkan persoalan dan mementahkan kembali,” ujar Effendi. Namun, dirinya percaya Pre- siden Susilo Bambang Yudho- yono punya nurani menerus- kan ke pengadilan atau mem- biarkan Kejagung melakukan penyidikan. Sementara itu, Usman Hamid dari Komite untuk Orang Hil- ang dan Korban Tindak Ke- kerasan (Kontras) menegaskan penyelesaian kasus pelang- garan HAM di masa lalu tak mengalami kemajuan sama sekali. “Pelaku pelanggaran HAM tak pernah dihadapkan pada proses penyelidikan, penun- tutan, atau pemeriksaan di pengadilan,” terang Usman da- lam kuliah umum Peringatan Hari HAM Internasional yang diselenggarakan Front Perjuan- gan Rakyat (FPR) dan Komnas HAM. Raih award Sementara itu, perjuangan tiada akhir dari aktivis HAM Asmara Nababan mendapat apresiasi dengan penobatannya sebagai penerima Yap Thiam Hien Award (YTHA) 2010. Keputusan tersebut berdasar- kan hasil urun rembuk dewan juri yang terdiri dari Makarim Wibisono, Siti Musdah Mulia, Saparinah Sadli, Maruarar Siahaan, dan Sri Indrastuti Hadiputranto pada 16 Novem- ber lalu. “Dari nominasi awal 40 nama, diseleksi lagi hingga menjadi 12 dan diperkecil lagi menjadi 5. Dewan juri memu- tuskan pilihan pada Asmara Nababan,” kata Ketua Penye- lenggara YTHA 2010 Todung Mulya Lubis. (MJ/*/R-2) thalatie@ mediaindonesia.com 4 | Politik & HAM KAMIS, 9 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA ANTARA/FANNY OCTAVIANUS ANTARA/UJANG ZAELANI Presiden harus mengeluarkan keppres agar pengadilan ad hoc bisa segera terbentuk. Thalatie Yani Pemerintah Abaikan Persoalan HAM Saya tidak tahu persis bagaimana sikap Presiden terkait rekomendasi ini, kenapa harus berlama-lama.” Kabul Supriyadhie Komisioner Komnas HAM KASUS ORANG HILANG: Mantan Ketua Pansus DPR RI untuk orang hilang Effendi Simbolon (kiri) bersama Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsudin berbicara dalam diskusi publik dengan tema Menagih janji penuntasan kasus orang hilang di Jakarta, kemarin. BANTAHAN SYAFII MAARIF: Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif (kiri) berbincang-bincang dengan praktisi hukum Todung Mulya Lubis seusai menyampaikan bantahan telah menerima apartemen senilai Rp2 miliar dari pengusaha Aburizal Bakrie yang dipublikasikan sebuah tabloid, di Jakarta, kemarin. KOMISI I DPR menyambut positif rencana pemerintah menjadikan PT Dahana (Per- sero) sebagai sentra industri terpadu bahan peledak pada 2013. Pemerintah juga diminta memperketat pengawasan ter- hadap bahan peledak. “Pemerintah harus mengeta- hui setiap miligram produksi bahan peledak. Pengawasan dari hulu, proses pembuatan, hingga sistem pelaporan pe- makaian. Jangan sampai terjadi perbedaan,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin di Jakarta, kemarin. Ia mengakui PT Dahana memiliki pengalaman untuk membuat bahan peledak. Dalam kesempatan terpisah, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menjelaskan, se- telah menjadi sentra industri bahan peledak, PT Dahana diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan begitu, imbuh dia, Indonesia dapat mengurangi impor untuk pemenuhan ke- perluan bahan peledak. “De- ngan pembangunan ini, secara bertahap kita akan mandiri,” tutur Purnomo saat mengun- jungi PT Dahana di Subang, Jawa Barat, Sabtu (4/12). Purnomo menambahkan, produk PT Dahana juga dipe- runtukkan untuk swasta dan siap diekspor. Salah satunya, detonator nonelektrik yang mulai diekspor ke Australia. Dengan menjadi kawasan industri, areal PT Dahana se- luas 595 hektare di Subang juga akan menjadi pusat penelitian dan pengembangan. “Selama ini, penelitian dan pengem- bangan ada di Kementerian Pertahanan, PT Pindad, atau TNI,” urai Purnomo. Ia meminta Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) un- tuk mendukung penuh upaya membangun kawasan industri bahan peledak terpadu. Direktur Keuangan dan Pem- bangunan Usaha PT Dahana Harry Sampurno memaparkan, PT Dahana memenuhi sekitar 80% kebutuhan bahan peledak militer. “Pada 2013 kita akan lebih mandiri.” (Wta/P-1) Syafii Bantah Terima Apartemen Bakrie Perketat Penjualan Bahan Peledak

Upload: dodang

Post on 30-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4 | Politik & HAM Pemerintah Abaikan Persoalan HAM filetugas untuk menyelidiki dan menyusun berita acara perkara (BAP), dan sudah diserahkan ke kejaksaan. Yang memprihatinkan, su-dah

TOKOH pluralisme dan man-tan Ketua PP Muhammadiyah Syafi i Maarif membantah berita yang menyebutkan dirinya me-nerima apartemen senilai Rp2 miliar sebagai hadiah atas peng-anugerahan Bakrie Award.

Hal itu disampaikan Syafi i bersama kuasa hukumnya, To-dung Mulya Lubis, di Jakarta, kemarin.

“Kami menganggap ini sebuah pencemaran nama baik dan berbau fitnah. Berita itu tidak benar sama sekali. Buya (sapaan Syafi i Maarif) yang kita kenal kritis selama ini, tidak tedeng aling-aling terhadap semua golongan. Tuduhan itu keterlaluan,” tegas Todung.

Berita yang dimaksudnya

adalah sebuah tulisan berjudul ‘Multi Accident Award’ yang dimuat sebuah tabloid edisi 19 November-13 Desember 2010.

Di dalam tulisan itu ada kalimat yang berbunyi ‘Ada rekayasa yang terselubung dalam pemberian award. Syafi i Maarif bungkam, tidak kritis lagi setelah menerima aparte-men mewah senilai Rp2 miliar dari Aburizal Bakrie’.

“Akibat dari berita itu sangat merusak dan mengganggu. Buya banyak sekali mendapat SMS, isinya seolah menyesal-kan dan mempertanyakan apa benar Buya terima uang itu. Kami dengan tegas menyata-kan rumor itu tidak benar dan tidak bertanggung jawab,”

cetus Todung.Syafi i mengakui menempati

sebuah apartemen selama ting-gal di Jakarta. Apartemen ter-sebut milik sahabatnya yang berprofesi sebagai pengusaha.

“Apartemen yang saya tem-pati ini milik Deddy Julianto, seorang pengusaha batu bara dari Banjarnegara. Saya kalau tidak diberi tahu seseorang, saya tidak tahu mengenai berita itu. Sebenarnya saya malas me-nanggapinya,” ujarnya.

Todung menambahkan, pihaknya menuntut tabloid tersebut mencabut berita dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada Syafi i Maarif.

Sehingga, lanjut Todung,

pihak Syafi i Maarif tidak lang-sung menempuh upaya hu-kum.

“Kami akan menyampaikan hal ini ke Dewan Pers. Kami akan melakukan langkah hu-kum jika pihak tabloid tidak menyampaikan permintaan maaf secara terbuka,” cetus-nya.

Deddy Julianto, pemilik apar-temen yang juga hadir meng-aku memaksa Buya menempati apartemen miliknya.

“Harganya itu Rp450 juta, enggak ada itu Rp2 miliar. Saya yang memaksa Buya, daripada menginap di hotel selama di Jakarta lebih baik tinggal di apartemen saya,” ujarnya.(Wta/P-2)

PEMERINTAH dinilai belum serius dalam menangani kasus pe-langgaran hak asasi

manusia (HAM). Hal itu terlihat dengan be-

lum dilaksanakannya reko-mendasi membentuk pen-gadilan ad hoc. Padahal sudah setahun rekomendasi itu dike-luarkan DPR.

“Hasil penyelidikan Kom-nas HAM tersebut telah be-berapa kali dikembalikan Kejaksaan Agung ke Komnas HAM dengan berbagai ala-san formil maupun materiil. Yang terakhir, alasan peny-idik belum dapat melakukan karena belum terbentuknya pengadilan ad hoc HAM,” ujar Komisioner Komnas HAM Kabul Supriyadhie dalam diskusi bertema Menagih janji penuntasan kasus orang hi lang di Perpustakaan Nasional, Jakarta, kemarin.

K a b u l m e n a m b a h k a n , pihaknya sudah melaksanakan tugas untuk menyelidiki dan menyusun berita acara perkara (BAP), dan sudah diserahkan ke kejaksaan.

Yang memprihatinkan, su-

dah satu tahun ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum juga mengeluarkan ke-putusan presiden (keppres) untuk pembentukan pengadi-lan ad hoc HAM sebagaimana rekomendasi panitia khusus (pansus) DPR 2009. Akibatnya, penanganan kasus orang hilang 1997-1998 terbengkalai.

“Saya tidak tahu persis ba-gaimana sikap Presiden terkait rekomendasi ini, kenapa harus berlama-lama?” tukas Kabul.

Saat menanggapi hal ter-sebut, Direktur Penanganan Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Tindak Pi-dana Khusus Kejagung Domu P Sihite menegaskan keppres dibutuhkan untuk membentuk pengadilan ad hoc.

“Kita dukung pengadilan ad hoc karena itu syarat formil mengadakan pengadilan. Tapi untuk pengadilan ad hoc diper-lukan keppres yang hingga kini belum ada,” ujar Domu.

Kalau kejaksaan menerima data penyelidikan Komnas HAM, lanjut Domu, pihaknya telah melanggar aturan.

Mantan ketua pansus pe-nyelidikan orang hilang 2009 Effendi MS Simbolon menilai penghambat dalam menjalan-kannya rekomendasi itu ber-

ada di Sekretaris Kabinet dan Sekretariat Negara.

“Sekkab dan Setneg mencoba mengaburkan persoalan dan mementahkan kembali,” ujar Effendi.

Namun, dirinya percaya Pre-siden Susilo Bambang Yudho-yono punya nurani menerus-kan ke pengadilan atau mem-biarkan Kejagung melakukan penyidikan.

Sementara itu, Usman Hamid dari Komite untuk Orang Hil-ang dan Korban Tindak Ke-kerasan (Kontras) menegaskan penyelesaian kasus pelang-garan HAM di masa lalu tak mengalami kemajuan sama sekali.

“Pelaku pelanggaran HAM tak pernah dihadapkan pada proses penyelidikan, penun-tutan, atau pemeriksaan di pengadilan,” terang Usman da-lam kuliah umum Peringatan Hari HAM Internasional yang diselenggarakan Front Perjuan-gan Rakyat (FPR) dan Komnas HAM.

Raih awardSementara itu, perjuangan

tiada akhir dari aktivis HAM Asmara Nababan mendapat apresiasi dengan penobatannya sebagai penerima Yap Thiam Hien Award (YTHA) 2010.

Keputusan tersebut berdasar-kan hasil urun rembuk dewan juri yang terdiri dari Makarim Wibisono, Siti Musdah Mulia, Saparinah Sadli, Maruarar Siahaan, dan Sri Indrastuti Hadiputranto pada 16 Novem-ber lalu.

“Dari nominasi awal 40 nama, diseleksi lagi hingga menjadi 12 dan diperkecil lagi menjadi 5. Dewan juri memu-tuskan pilihan pada Asmara Nababan,” kata Ketua Penye-lenggara YTHA 2010 Todung Mulya Lubis. (MJ/*/R-2)

[email protected]

4 | Politik & HAM KAMIS, 9 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

ANTARA/FANNY OCTAVIANUS

ANTARA/UJANG ZAELANI

Presiden harus mengeluarkan keppres agar pengadilan ad hoc bisa segera terbentuk.

Thalatie Yani

Pemerintah Abaikan Persoalan HAM

Saya tidak tahu persis bagaimana sikap Presiden terkait rekomendasi ini, kenapa harus berlama-lama.”

Kabul SupriyadhieKomisioner Komnas HAM

KASUS ORANG HILANG: Mantan Ketua Pansus DPR RI untuk orang hilang Effendi Simbolon (kiri) bersama Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsudin berbicara dalam diskusi publik dengan tema Menagih janji penuntasan kasus orang hilang di Jakarta, kemarin.

BANTAHAN SYAFII MAARIF: Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif (kiri) berbincang-bincang dengan praktisi hukum Todung Mulya Lubis seusai menyampaikan bantahan telah menerima apartemen senilai Rp2 miliar dari pengusaha Aburizal Bakrie yang dipublikasikan sebuah tabloid, di Jakarta, kemarin.

KOMISI I DPR menyambut positif rencana pemerintah menjadikan PT Dahana (Per-sero) sebagai sentra industri terpadu bahan peledak pada 2013. Pemerintah juga diminta memperketat pengawasan ter-hadap bahan peledak.

“Pemerintah harus mengeta-hui setiap miligram produksi bahan peledak. Pengawasan dari hulu, proses pembuatan, hingga sistem pelaporan pe-makaian. Jangan sampai terjadi perbedaan,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin di Jakarta, kemarin.

Ia mengakui PT Dahana memiliki pengalaman untuk membuat bahan peledak.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menjelaskan, se-telah menjadi sentra industri bahan peledak, PT Dahana diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Dengan begitu, imbuh dia, Indonesia dapat mengurangi impor untuk pemenuhan ke-perluan bahan peledak. “De-ngan pembangunan ini, secara bertahap kita akan mandiri,” tutur Purnomo saat mengun-jungi PT Dahana di Subang, Jawa Barat, Sabtu (4/12).

Purnomo menambahkan, produk PT Dahana juga dipe-runtukkan untuk swasta dan siap diekspor. Salah satunya, detonator nonelektrik yang mulai diekspor ke Australia.

Dengan menjadi kawasan industri, areal PT Dahana se-luas 595 hektare di Subang juga akan menjadi pusat penelitian dan pengembangan. “Selama ini, penelitian dan pengem-bangan ada di Kementerian Pertahanan, PT Pindad, atau TNI,” urai Purnomo.

Ia meminta Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) un-tuk mendukung penuh upaya membangun kawasan industri bahan peledak terpadu.

Direktur Keuangan dan Pem-bangunan Usaha PT Dahana Harry Sampurno memaparkan, PT Dahana memenuhi sekitar 80% kebutuhan bahan peledak militer. “Pada 2013 kita akan lebih mandiri.” (Wta/P-1)

Syafii Bantah Terima Apartemen Bakrie PerketatPenjualan Bahan Peledak