4 pilar pendidikan unesco.shila

26

Click here to load reader

Upload: shila-avila

Post on 15-Nov-2015

91 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

4 Pilar Pendidikan Unesco.shila

TRANSCRIPT

MAKALAH4 ( EMPAT) PILAR PENDIDIKAN UNESCO

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Pengembangan Peserta Didikyang di bimbing oleh Dr. Hj. Dahlia, M. S.

Oleh: Kelompok 13Pendidikan Biologi/Off. A/2013Adelima Dyah Kartika130341603371Shila Avila130341603369

JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS NEGERI MALANGMaret 2015KATA PENGANTARPuji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah yang berjudul 4 (Empat) Pilar Pendidikan UNESCO ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik di semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri dkemudian hari saat penulis telah menjadi pendidik/guru/dosen.Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan yang diberikan oleh beberapa pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada:1. Dr. Hj. Dahlia, M. S. selaku dosen pengampu mata kuliah Perkembangan Peserta Didik;1. Teman-teman yang telah membantu selama penyusunan dari awal hingga selesainya makalah ini; dan1. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan akan kelancaran proses belajar di perguruan tinggi.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran diharapkan dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya penulis.

Malang, 19 Maret 2015

Penulis

iDAFTAR ISI

Kata pengantar iDaftar IsiiiBAB I Pendahuluan1.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah.11.3 Tujuan1BAB II Pembahasan2.1 Definisi Empat Pilar Pendidikan UNESCO 32.2 Macam Macam Pilar Pendidikan UNESCO 52.2.1 Learning to know 52.2.2 Learning to do122.2.3 Learning to be162.2.4 Learning to life together18BAB III Penutup3.1 Kesimpulan 14Daftar Pustaka 15

iiBAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPendidikan adalah gerbang pintu utama menuju kualitas hidup suatu bangsa. Dalam rangka meningkatkan kualitas suatu bangsa, harus dilakukan dengan melakukan peningkatan mutu pendidikan. Kualitas pendidikan menjadi sangat penting karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang dapat bertahan dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat kompetensinya adalah manusia yang berkualitas. Manusia yang demikian yang diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain turut bepartisipasi dalam percaturan dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki. Mencermati pemikiran tersebut dmaka Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui salah satu sayap lembaga pendidikannya UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to be, dan (4) Learning to live together. Maka dari itu, kami memuat makalah ini untuk membahasa mengenai 4 pilar UNESCO untuk pedoman pembelajaran pada abad 21.

1.2 Rumusan Masalah1. Apakah yang dimaksud dengan 4 pilar pendidikan UNESCO? 2. Apa saja macam-macam pilar pendidikan Unesco?1.3 Tujuan 1. Mengetahui pengertian 4 pilar pendidikan UNESCO.2. Mengetahui macam-macam pilar pendidikan UNESCO.

1

2BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian 4 Pilar Pendidikan UNESCO1. Sejarah UNESCOUNESCO (singkatan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) merupakan agensi dunia di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB (bahasa Inggris: United Nations atau disingkat UN) yang didirikan pada tanggal 4 November 1946, dibentuk oleh 43 Negara.Sejarah berdirinya organisasi UNESCO adalah pada awal mula tahun 1942, pada saat itu perang dunia kedua sedang berkecamuk, delegasi dari bebarapa negara Eropa bertemu di Inggris mengadakan konfrensi yang dihadiri menteri-menteri pendidikan atau (CAME) Conference of AlliedMinisters of Education. Guna membahas masalah pendidikan yang berorientasi pada perdamaian. Adapun konfrensi internasional di London dari tanggal 1-16 November 1945. Hasil dari konferensi tersebut antara lain agar organisasi UNESCO ikut membantu mengatasi penyelesaian peperangan agar tercipta perdamaian disamping juga mengembangkan intelektual dan moral. Di akhir konferensi, konstitusi UNESCO ditandatangani oleh 37 negara peserta. Di antara poin penting yang tercantum dalam piagam pendirian UNESCO adalah penghormatan terhadap keadilan, pemerintahan hukum, perlindungan HAM, dan kebebasan asasi. Badan utama dalam UNESCO adalah Sekjen, Badan Pelaksana, dan Sidang Umum (Hamzah, 2008)

32. PeranPeran UNESCO adalah mengkampanyekan kedamaian dan keamanan dengan mempromosikan kerja sama antar negara melalui pendidikan, sains, dan budaya dalam rangka meningkatkan rasa hormat universal kepada keadilan, peraturan hukum, dan HAM dan kebebasan dasar (Hamzah, 2008).Dengan 50 kantor wilayah dan beberapa institut dan pusat di seluruh dunia. UNESCO mengejar aksinya melalui lima program utama:pendidikan, ilmu alam, ilmu sosial & manusia, budaya, dan komunikasi & informasi. Proyek yang disponsori oleh UNESCO termasuk program "literacy", teknikal, dan pelatihan-guru; program ilmu internasional; proyek sejarah regional dan budaya, promosi keragaman budaya; kerja sama persetujuan internasional untuk mengamankan warisan budaya dan alam dunia dan untuk memelihara HAM; dan mencoba untuk memperbaiki perbedaan digital dunia (Hamzah, 2008).Pada tahun 1998 UNESCO telah mencanangkan empat pilar pendidikan, yaitu pilar-pilar yang dibuat oleh UNECO bertujuan untuk menghadapi arus informasi dan kehidupan yang terus-menerus berubah, sehingga diharapkan membuahkan hasil yang unggul secara intelektual, anggun dalam moral, kompeten menguasai IPTEKS, memilki komitmen tinggi dalam berbagai peran sosial (Tilaar, 1998). Empat pilar pendidikan tersebut antara lain adalah learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Empat pilar pendidikan tersebut menurut di konsep learning to live together bahwa pendidikan harusnya tidak hanya membekali peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memecahkan masalah yang dihadapi (tidak hanya kemampuan dalam kerangka kognitif dan psikomotorik), tetapi juga dibekali dengan kemampuan untuk hidup berdampingan dengan orang lain yang berbeda secara fisik, suku, agama, negara dengan penuh tanpa prasangka, penuh pengertian, dan penuh toleransi. Pendidikan harus mampu memberikan pemahaman atau kesadaran diri bahwa manusia diciptakan dengan banyak keragaman. Hal ini tidak lain agar manusia tersebut saling kenal mengenal diantaranya (Hamzah, 2008).

42.2 Macam-macam pilar pendidikan UNESCOUNESCO menetapkan 4 (empat) pilar pendidikan, yang sudah bersifat integratif, tidak dapat di pisahkan antara satu pilar dengan pilar lainnya. Ke empat pilar dimaksud menyatakan bahwa pendidikan pada akhirnya adalah membentuk manusia untuk:2.2.1. Learning to knowBelajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi. Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja disebabkan karena adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan teknologi, tetapi juga karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang elektronika, memungkinkan sejumlah besar informasi dan pengetahuan tersimpan, bisa diperoleh dan disebarkan secara cepat dan hampir menjangkau seluruh planet bumi. Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan berbagai upaya perolehan pengetahuan, melalui membaca, mengakses internet, bertanya, mengikuti kuliah, dll. Pengetahuan dikuasai melalui hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah, penerapan, dll. Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan, meningkatakan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll (Oetomo, 2002). Proses belajar mengajar pada pilar ini, pengajar (guru/dosen/tutor) seharusnya menjadi seseorang fasilitator. Pengajar bukan lagi menjadi satu-satunya sumber belajar. Peserta didik (siswa/mahaiswa) harus disadarkan akan ketidak-tahuan mereka akan sesuatu (ilmu). Dengan kesadaran tersebut diharapkan dapat memberiakn motivasi peserta didik dalam mempelajari sesuatu tersebut (Oetomo, 2002).

5Learning to know telah membawa sebuah konsep bahwa peserta didik harus mampu menumbuhkan kemauan didalam dirinya untuk dapat belajar mengetahui atau mempelajari lebih banyak dari apa yang telah di pelajari atau yang telah didapatkan sebelumnya. Disinilah dibutuhkan fasilitator yang diperankan oleh pengajar. Pengajar harus mampu menerapkan dirinya sebagai teman berdialog bagi siswa atau anak didik dalam rangka meningkatkan kemampuan dan menambah pengetahua siswa yang bersangkutan (Oetomo, 2002). Penerapan atau contoh yang dapat diaplikasikan dikelas adalah misalnya dengan diadakan dialog tanya jawab di kelas.Implikasi dari pembelajaran ini adalah meningkatkan kompetensi kognitif dari siswa. Peserta didik harus diletakkan dalam sebuah proses pembelajaran yang menuntut aktivitas siswa yang lebih besar untuk mau dan mampu mempelajari sesuatu, artinya proses belajar mengajar yang diselenggarakan harus mampu membuat peserta didik lebih aktif (Oetomo, 2002). Mampu bertindak dalam kerangka Leraning to know adalah kemampuan bertindak secara ilmiah. Dengan kemampuan inilah peserta didik akan mendapatkan atau memperoleh pengetahuan baru. Hal ini menujukkan bahwa pilar learning to know berangkat dari tatanan ilmu pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dari peserta didik (Oetomo, 2002). Secara implisit, learning to know bermakna belajar sepanjang hayat (Life long education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak atas keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup, baik didalam maupun diluar sekolah. Sehubungan dengan asas pendidikan seumur hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia untuk mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrati manusia itu sendiri (Oetomo, 2002).Menurut Oetomo (2002) dengan pengertian bahwa belajar tidak mengenal batas usia, waktu dan lokasi maka setiap pribadi yang dalam hal ini sebagai subjek pendidikan, diharapkan memiliki kesadaran yang lebih dari cukup, bahwa: 1. 6Proses pendidikan dilaksanakan sejak dalam kandungan atau saat masih dalam gendongan hingga mati.2. Tidak ada lagi pengertian terlambat untuk belajar atau seseorang dipersoalkan karena terlalu dini untuk belajar.3. Belajar artinya masuk sekolah dengan asumsi harus di dalam suatu komplek yang diri dari gedung-gedung atau ruangan belajar, tetapi belajar bisa juga dilakukan di alam terbuka tidak harus dipengaruhi persyaratan dalam ruangan atau gedung tertentu. Selanjutnya dalam proses pendidikan kehadiran guru menjadi orang yang memiliki peranan identik dengan pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa. Di tangan gurulah tunas-tunas bangsa ini terbentuk sikap dan moralitasnya, sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk anak negeri ini di masa yang akan datang.Kualitas guru akan menjadi faktor sangat dominan terhadap keberhasilan proses pendidikan, artinya profesionalitas dan kompetensi pribadi guru akan sangat berpengaruh dalam upaya meraih keberhasilan pendidikan di kemudian hari. Menurut oetomo (2002) konsep learning to know ini mengisyaratkan makna bahwa pendidik dalam hal ini seorang guru harus mampu berperan sebagai berikut:a. Guru sebagai sumber belajar Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagi sumber belajar bagi anak didiknya.b. Guru sebagai Fasilitator

7Guru berperan memberikan pelayanan yang memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.c. Guru sebagai pengelola atau manajerGuru harus mampu berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman, bahkan menyenangkan. d. Guru sebagai demonstratorGuru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.e. Guru sebagai pembimbingSiswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.f. Guru sebagai mediator Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media pendidikan juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik.g. Guru sebagai EvaluatorDimaksudkan dalam hal ini adalah guru sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan penilaian tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan/keefektifan metode mengajar serta strategi pembelajaran untuk langkah-langkah selanjutnya.

82.2.2 Learning to doLearning to do adalah sebuah aspek psikomotorik yang harus diberikan kepada anak didik. Aspek psikomotorik ini dapat diterjemahkan dalam segala kegiatan belajar mengajar. Proses pembelajaran dalam konsep learning to do adalah pseserta didik harus mau dan mampu merealisasikan keterampilan yang dimilikinya, selain bakat dan minat yang telah dimiliki sejak awal. Berani mengaktualisasi minat dan bakatnya, berarti peserta didik diarahkan untuk menyadari kelebihan dan kekurangan yang di milikinya. Kelebihan yang dimiliki harus senantiasa diasah untuk meningkatkan kemanfaatannya dan juga pengetahuan akan kekurangan yang di miliki memberikan sebuah tantangan untuk memperbaiki sehingga peserta didik nantinya akan menjadi manusia yang lebih unggul di masa yang akan datang (Sembiring, 2009).Kemajuan IPTEK telah memberikan dampak kepada pengurangan kebutuhan industri dan lapangan perkerjaan, yang dalam banyak hal telah tergantikan oleh adanya perkembangan di bidang keteknikan dan computer,serta sistem tekonologi informasi. Konsep learning to do sebenarnya tidak hanya berisi bagaimana peserta didik mampu melakukan pekerjaan dengan keterampilan yang dimiliki atau dengan kata lain, dikatakan cukup mempunyai penguasan motorik. Namun, dengan kemajuan IPTEK tersebut diperlukan kemampuan-kemampuan, misalnya mampu untuk mendesain, mengorganissi,mengontrol sebuah system,dan memperbaiki (Oetomo. 2002)Pendidikan membekali manusia tidak sebatas agar ia mengetahui sesuatu, tetapi juga bagaimana ia menjadi terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kemampuan kerja anak bangsa untuk mendukung dan memasuki ekonomi industri. Dalam masyarakat industri seperti sekarang ini, pengembangan dan penguasaan keterampilan motorik seperti tindakan controlling, monitoring, designing, organizing menjadi kebutuhan tang tidak bisa dihindarkan. Dengan demikian berarti peserta didik mesti diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi (Sembiring, 2009).

9Menurut Sembiring (2009) meskipun bakat dan minat anak dipengaruhi oleh faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Lingkungan yang dimaksud terbagi menjadi dua yaitu: 1) Lingkungan sosialYang termasuk dalam lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar siswa tersebut. Dari lingkungan sosial ini, diakui bahwa kegiatan belajar peserta didik banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan keluarganya sendiri.2) Lingkungan nonsosialCakupan lingkungan nonsosial meiputi gedung sekolah dan lokasinya, tata ruang dan nuansanya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, dan keadaan cuaca keadaan penunjang transportasi peserta didik, yang semua itu ikut berperan menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.Tegasnya bahwa learning to do menginspirasikan agar hendaknya sekolah juga berperan aktif menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu itu sangat diperlukan sehingga peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Tujuannya adalah agar mereka terbiasa bertanggung jawab dan makin terampil sehingga pada akhirnya terlatih dan memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Sembiring, 2009).

10Dalam proses belajar mengajar, belajar melakukan sesuatu membutuhkan situasi yang sesuai dengan kenyataan yang nantinya akan dihadapi oleh peserta didik atau secara konkrit peserta didik dilatih mendapatkan keterampilan yang tidak terbatas pada kemampuan secara motoric akan tetapi juga diberikan keterampilan bagaimana mengelola sebuah organisasi dan bekerja sama dengan orang lain (Sembiring, 2009). Contoh dari aplikasi learnig to do di lingkungan sekolah adalah dengan diadakan kegiatan di luar ruangan atau kelas, seperti ekstrakurikuler. 2.2.3. Learning to beTantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks, menuntut pengembangan manusia secara utuh. Manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Sebenarnya tuntutan perkembangan kehidupan global, bukan hanya menuntut berkembangnya manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia utuh yang unggul. Untuk itu mereka harus berusaha banyak mencapai keunggulan (being excellence). Keunggulan diperkuat dengan moral yang kuat. Individu-individu global harus berupaya bermoral kuat atau being morally (Uno, 2008). Pilar-pilar yang lain ditujukan bagi lahirnya pesertra didik sebagai generasi muda yang diharapkan nantinya akan mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan, mampu melaksanakan tugas dan terampil dalam memecahkan masalah, mampu bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Selanjutnya dengan pilar-pilar pendidikan tersebut bila berhasil dengan sendirinya akan menimbulkan rasa percaya diri pada masing-masing peserta didik (Uno, 2008).Pilar yang ketiga adalah konsep learning to be. Konsep pilar pendidikan ini perlu dihayati oleh para praktisi pendidikan dengan sasaran agar peserta didik memiliki rasa percaya diri yang tinggi, sensitif terhadap kemajuan diri dan lingkungannya. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, belajar untuk senantiasa bisa menembatkan diri secara proporsional pada lingkungan dimana ia berada, sesungguhnya merupakan proses pencapain aktualisasi diri (Uno, 2008). Contoh dari pengaplikasian pilar ini adalah dibentuk struktur kelas dan organisasi sekolah.

112.2.4. Learning to life togetherLearning to live together (belajar hidup bersama) merupakan pilar terakhir yang mempunyai arti belajar untuk hidup bersama, bermasyarakat dan bersosial. Bahwa kenyataan kehidupan di dunia ini adalah pluralisme, majemuk dan beraneka ragam baik ras, agama, etnik dan sekte sehingga tidak mungkin mengajarkan anak untuk hidup sendiri atau untuk diri sendiri karena bagaimanapun juga seseorang butuh orang lain, sehingga jenis belajar ini adalah mengajarkan untuk dapat bersosial dan bermanfaat di lingkungannya. Oleh karena itu cara yng harus dipilih adalah kesanggupan untuk belajar hidup berdampingan bersama-sama, tanpa harus uniformity (serba satu); saling memanfaatkan potensi positifnya untuk saling menopang kehidupan bersama. Sudah barang tentu batasannya tipis sekali, yakni masalah aqidah yang tidak boleh dicampur adukan. Secara naluriah manusia memang human social (manusia sosial) yang hidup berkelompok, tidak menyendiri. Sejak kecil hingga besar nalurinya sudah membimbing untuk hidup bersama. Akan tetapi mengandalkan naluri saja tidaklah cukup harus diarahkan melalui pendidikan, dan learning to live together sebagai salah satu cara untuk menguatkan visi pendidikan agar nilai-nilai sosial jangan sampai luput diajarkan pada diri anak, tidak sekedar bersosial tapi bagaimana ia dapat bermanfaat di tengah sosialnya. Dan masyarakatpun juga ikut berpartisipasi aktif agar terwujud masyarakat kuat, bermartabat sertabermoral, tanpa saling membantu hanya akan sia-sia (Tim Pengembang Ilmu Pendidkan FIP-UPI, 2007).

1212Dalam kehidupan global, kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok etnik, daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup bersama dan bekerja sama dengan aneka kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi, berkomonikasi, bekerja sama dan hidup bersama antar kelompok dituntut belajar hidup bersama. Tiap kelompok memiliki latar belakang pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan tahap perkembangan yang berbeda, agar bisa bekerjasama dan hidup rukun, mereka harus banyak belajar hidup bersama, being sociable (berusaha membina kehidupan bersama) (Tim Pengembang Ilmu Pendidkan FIP-UPI, 2007).Pengaruh kehidupan dunia dengan sebutan era globalisasi yang ditandai dengan kemajuan dunia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta tatanan ekonominya ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah kehidupannya. Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun penyebabnya, semua konflik itu latar belakangnya selalu berkisar pada ketidakmampuan beberapa individu atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Mencermati hal yang demikian maka pendidikan dituntut untuk tidak hanya membekali generasi muda menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta memecahkan masalah, melainkan juga kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian (Tim Pengembang Ilmu Pendidkan FIP-UPI, 2007). Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar yang penting untuk ditananamkan pada peserta didik agar nantinya tumbuh menjadi generasi anak manusia yang mampu mengembangkan jiwa perdamaian (Widodo, 2008). Contoh penerapan pilar terakhir ini dalam kehidupan di sekolah adalah seperti membentuk kelompok belajar, membentuk organisasi sekolah.

13Secara umum ke empat pilar tersebut menyiratkan bahwa pendidikan merupakan tahapan atau pross seseorang untuk belajar mengeahui, belajar mengerjakan, belajar mandiri, belajar untuk hidup bersama. Artinya, manusia harus secara berkesinambungan dan penuh kesadaran agar belajar untuk mengetahui, melakukan, menjadi dan pada akhirnya agar dapat hidup bersama secara harmonis (Widodo, 2008). Dalam menjalani proses kehidupan ini, manusia harus bisa hidup selaras secara utuh dengan lingkungannya. Dalam perspektif yang lebih luas, manusia harus mampu hidup delaras dengan diri, sesama, dan lingkungannya yang pada akhirnya selaras dengan bagaimana hidup yang benar sesuai dengan kehendak-Nya. Untuk mencapai ini, pendidikan adalah wahana yang universal.

BAB IIIPENUTUPKesimpulanEmpat pilar pendidikan UNESCo merupkan pilar-pilar yang dibuat oleh UNECO yang mana bertujuan untuk menghadapi arus informasi dan kehidupan yang terus-menerus berubah, sehingga diharapkan membuahkan hasil yang unggul secara intelektual, anggun dalam moral, kompeten menguasai IPTEKS, memilki komitmen tinggi dalam berbagai peran sosial. Dengan mengaplikasikan pilar-pilar pendidikan di dalam kehidupan, diharapkan pendidikan dapat berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia, penididikannya juga menjadi lebih baik. Adapun empat pilar pendiikan yang telah dikeluarkan oleh UNESCO yaitu adalah Learning to know, Learning to do, Learning to be, Leaning to live together. Jadi sangat diperlukan kerja sama dari semua pihak dalam implementasi empat pilar pendidikan UNESCO dalam menjalani pendidikan sepanjang hayat, begitu pula dengan pengajaran di Indonesia demi kualitas hidup manusia yang lebih baik.

14

15DAFTAR PUSTAKADjamal. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Oetomo, Budi Sutedjo Dharma. 2002. Education Konsep, Teknologi dan Aplikasi Pendidikan. Yogyakarta ANDI.Sembiring, M. Gorky. 2009. Mengungkap Rahasia dan Tips Manjur Menjadi Guru Sejati. Jogjakarta: Penerbit Best Publisher.Tilaar, H. A. R. 1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Persepektif Abad 21. Magelang: PT. Tera Indonesia.Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.Tim Pengembang Ulmu Pendidikan FIP-UPI. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. 2007. Jakarta: PT. Imperal Bhakti Utama.Widodo, Chomsin & Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.