pilar 4 (2)

26
BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Definisi dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi menjalankan tata kelola rumah sakit yang baik (Good Hospital Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance). Tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance) adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit. Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Menurut UU No. 44 tahun 2009, fungsi rumah sakit adalah : a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. Universitas Sumatera Utara

Upload: eti-rohaeti-ners

Post on 25-Jul-2015

139 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pilar 4 (2)

BAB II

KERANGKA TEORITIS

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Definisi dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No.44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit didefinisikan sebagai institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat.

Organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan

misi menjalankan tata kelola rumah sakit yang baik (Good Hospital Governance)

dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance). Tata kelola klinis

yang baik (Good Clinical Governance) adalah penerapan fungsi manajemen klinis

yang meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis

bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil

pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.

Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan

yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan. Menurut UU No. 44 tahun 2009, fungsi rumah sakit adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Pilar 4 (2)

c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.

Sebagai bagian dari sistem pelayanan publik, pelayanan kesehatan di suatu

daerah harus memenuhi kriteria Availability, Appropriateness, Continuity-

Sustainability, Acceptability, Affordable, Efficient dan Quality 1.

2.1.2. Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No.983/Menkes/SK/XI/1992,

rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi2 :

1. Berdasarkan kepemilikan, yakni rumah sakit pemerintah (pusat, provinsi, dan

kabupaten), rumah sakit BUMN (ABRI), dan rumah sakit yang modalnya

dimiliki swasta (BUMS) ataupun luar negri (PMA).

2. Berdasarkan Jenis Pelayanan, yakni :

a. Rumah Sakit Umum yaitu rumah sakit yang melayani semua bentuk

pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuannya yang bersifat dasar,

spesialistik, dan subspesialistik.

b. Rumah Sakit Khusus yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan berdasarkan jenis pelayanan tertentu.

1 A.A.Gde Muninjaya : Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta, hlm 24

2 A.A.Gde Muninjaya: Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Edisi

Kedua.2004, hlm 221

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Pilar 4 (2)

3. Berdasarkan Kelas, rumah sakit dibedakan menjadi (Kepmenkes No. 51

Menkes/SK/11/1979 dan Permenkes No.340 tentang Klasifikasi Rumah

Sakit):

a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan

subspesialistik luas.

b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik minimal sebelas spesialistik

dan subspesialistik terbatas.

c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

2.1.3. Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Law)

Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga kesehatan

dan melindungi pasien maka rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal

rumah sakit yang biasa disebut hospital by laws. Peraturan tersebut meliputi

aturan-aturan berkaitan dengan pelayanan kesehatan, ketenagaan, administrasi dan

manajemen. Bentuk peraturan internal rumah sakit (HBL) yang merupakan materi

muatan pengaturan dapat meliputi antara lain: Tata tertib rawat inap pasien,

identitas pasien, hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed

consent, rekam medik, visum et repertum, wajib simpan rahasia kedokteran,

komete medik, panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak akses dokter

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Pilar 4 (2)

terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan

kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan dan rekanan.

Bentuk dari Hospital by laws dapat merupakan Peraturan Rumah Sakit,

Standar Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan,

Pengumuman, Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Peraturan internal rumah

sakit (HBL) antara rumah sakit satu dengan yang lainnya tidak harus sama materi

muatannya, hal tersebut tergantung pada: sejarahnya, pendiriannya,

kepemilikannya, situasi dan kondisi yang ada pada rumah sakit tersebut. Namun

demikian peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan

peraturan diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan

Pemerintah dan Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut

harus selaras dengan Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

dan peraturan pelaksanaannya.

2.2. Instalasi Rawat Inap

Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang

menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap.

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat

di rumah sakit yng merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori

pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau

observasi ketat karena penyakitnya3.

3 Sutopo Patria Jati : Beberapa Konsep Dasar tentang Manajemen Rumah Sakit, 2009

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Pilar 4 (2)

2.2.1. Kualitas Pelayanan Rawat Inap

Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat

inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah:

b) Penampilan keprofesian menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku

c) Efisiensi dan efektifitas, menyangkut pemanfaatan sumber daya

d) Keselamatan Pasien, menyangkut keselamatan dan keamanan pasien

e) Kepuasan Pasien, menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial terhadap

lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan,

keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.

Menurut Adji Muslihuddin (1996), Mutu asuhan pelayanan rawat inap

dikatakan baik apabila:

a) Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.

b) Menyediakan pelayanan yang profesional.

Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut:

a) Petugas harus mampu melayani dengan cepat

b) Penanganan pertama dari perawat dan dokter profesional harus mampu

membuat kepercayaan pada pasien.

c) Ruangan yang bersih dan nyaman,

d) Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional memberikan nilai

tambah.

2.2.2. Pelayanan Tenaga Medis dan Paramedis

Tenaga medis merupakan unsur yang berpengaruh besar dalam

menentukan kualitas pelayanan yang diberikan. Fungsi utamanya adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Pilar 4 (2)

memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya,

menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang

berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan kepada pasien dan rumah sakit.

Donabedian (1980), mengatakan bahwa perilaku dokter dalam aspek teknis

manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen psikologi manajemen

kontinuitas, koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal :

a. Ketepatan diagnosis

b. Ketepatan dan kecukupan terapi

c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap

d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga.

Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari

pelayanan rumah sakit secara menyeluruh, yang sekaligus merupakan tolok ukur

keberhasilan pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan sering menjadi faktor

penentu citra rumah sakit di mata masyarakat. Keperawatan sebagai suatu profesi

di rumah sakit yang cukup potensial dalam menyelenggarakan upaya mutu,

karena selain jumlahnya yang dominan juga pelayanannya menggunakan

pendekatan metode pemecahan masalah secara ilmiah melalui proses

keperawatan.

2.2.3. Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat obatan

Standar peralatan yang harus dimiliki oleh rumah sakit sebagai penunjang

untuk melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan sebagainya tergantung

dari tipe rumah sakit. Dalam rumah sakit, obat merupakan sarana yang mutlak

diperlukan, bagian farmasi bertanggung jawab. atas pengawasan dan kualitas obat.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Pilar 4 (2)

Persediaan obat harus cukup, penyimpanan efektif, diperhatikan tanggal

kadaluarsanya, dan sebagainya.

2.3. Rekam Medik

Rekam medik adalah kompilasi dari fakta-fakta yang relevan berkaitan

dengan riwayat kesehatan pasien dari dulu hingga sekarang, diagnosis,

pengobatan dan hasil akhir dari setiap perawatan4. Para profesional rekam medik

harus memastikan bahwa semua yang diisi relevan dengan fakta yang ada dan

bukan rekayasa.

Tujuan utama dari rekam medik adalah untuk memberikan informasi yang

akuran mengenai sejarah kesehatan pasien, dimulai dari masa lalu hingga saat ini,

pengobatan yang telah diberikan dan kejadian-kejadian pada pasien selama masa

perawatan. Rekam medik berisi banyak informasi yang berguna untuk banyak

pihak. Para pengguna rekam medik dibagi menjadi 2 jenis yakni personal dan

impersonal.

a. Personal yaitu rekam medik digunakan untuk penggunaan pribadi pasien

b. Impersonal yaitu rekam medik digunakan untuk studi penelitian atau uji klinis.

Informasi yang terkandung di dalam rekam medik memberikan kegunaan

tersendiri untuk masing-masing pihak. Adapun nilai rekam medik bagi pihak

tersebut adalah :

a. Bagi pasien, menyediakan bukti asuhan keperawatan, merupakan data untuk

pengobatan selanjutnya dan memberikan perlindungan hukum dalam kasus-

kasus tertentu.

4 A.V.Srinivasan, Managing a Modern Hospital 2

nd Edition, SAGE Publication, Ltd, 2008,India,

hlm.203

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Pilar 4 (2)

b. Bagi fasilitas layanan kesehatan, memiliki data untuk pekerja tenaga medis,

bukti untuk tagihan pembayaran, mengevaluasi sumber daya, mengevaluasi

mutu pelayanan, dan membantu dalam membuat perencanaan dan pemasaran.

c. Bagi pemberi pelayanan, menyediakan informasi untuk membantu seluruh

tenaga medis, membantu dokter dalam menyediakan data perawatan dan

sebagai data untuk penelitian.

2.4. Standar Pelayanan Instalasi Rawat Inap

2.4.1. Standar Pelayanan Minimal Departemen Kesehatan RI

Standar pelayanan minimal (Kepmenkes 129 Tahun 2008) adalah

ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib

daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Selain itu juga

merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang

diberikan oleh Badan Layanan Umum. Dengan disusunnya SPM diharapkan dapat

membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit.

SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam

melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan.

Pelaksanaan pelayanan di instalasi rawat inap berkaitan dengan pelayanan

medis dan penunjang klinis meliputi rekam medis dan kegiatan pemeliharaan

sarana. Dengan pelayanan rekam medis dan pemeliharaan sarana yang baik,

pasien di rawat inap akan merasa puas dan nyaman dalam proses

penyembuhannya. Adapun SPM untuk jenis layanan rawat inap, rekam medis dan

pemeliharaan sarana berdasarkan ketentuan Depkes adalah sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Pilar 4 (2)

Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan

No Jenis Layanan Indikator Standar

1 Rawat Inap

Pemberi Pelayanan a. Dokter Spesialis

b.Perawat min.pendidikan D3

Dokter penanggung jawab pasien 100 %

Ketersediaan Pelayanan Dasar Anak, Penyakit Dalam,

Kebidanan, Bedah

Jam visite dokter spesialis 08.00-14.00 setiap hari kerja

Kejadian infeksi pasca operasi ≤1,5 %

Kejadian infeksi pasca nasokomial ≤1,5 %

Tidak ada pasien jatuh yang berakibat

cacat/meninggal

100 %

Kematian pasien > 48 jam ≤ 0.24%

Kejadian pulang paksa/atas permintaan

sendiri (PAPS)

≤ 5 %

Kepuasan Pelanggan ≥ 90 %

Rawat Inap pasien TBC

a. Penegakan diagnosis TB melalui

pemeriksaan mikroskopis TB

b. Terlaksana kegiatan pencatatan dan

pelaporan TB di RS

a. ≥ 60 %

b. ≥ 60 %

2 Rekam Medik

Kelengkapan pengisian rekam medik 24

jam setelah selesai pelayanan 100 %

Kelengkapan informed concent setelah

mendapatkan informasi yang jelas 100 %

Waktu penyediaan dokumen rekam medik

pelayanan rawat inap ≤ 15 menit

3

Pelayanan

pemeliharaan

sarana rumah

sakit

Kecepatan waktu menanggapi kerusakan ≤ 80 %

Ketepatan waktu pemeliharaan alat 100 %

Peralatan terkalibrasi tepat waktu sesuai

dengan ketentuan 100 %

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/ Tentang Standar Pelayanan Minimal Tahun 2008

Selain menentukan SPM, Depkes juga menentukan indikator pelayanan

rumah sakit yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan

efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator tersebut terbagi untuk masing-masing

unit. Indikator untuk unit rawat inap antara lain :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio) adalah persentase pemakaian tempat tidur pada

satuan waktu tertentu.

2. AVLOS (Average Length of Stay) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Pilar 4 (2)

3. TOI (Turn Over Interval) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak

ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.

4. BTO (Bed Turn Over) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu

periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.

5. NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk

tiap-tiap 1000 penderita keluar.

6. GDR (Gross Death Rate) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000

penderita keluar.

Dari masing-masing indikator Depkes menentukan nilai standar ideal yang

yang dibuat berdasarkan standar yang telah dibuat oleh Huffman, yakni :

Tabel. 2.2. Indikator Rawat Inap Menurut Departemen Kesehatan

Indikator Standar Ideal

(Huffman)

Standar Ideal

Menurut Depkes

BOR (Bed Occupancy Ratio) > 75-85 % 60-85%

BTO (Bed Turn Over) 30 kali 40-50 kali

LOS (Length of Stay) 3-12 hari 6-9 hari

TOI (Turn Over Interval) 1-3 hari 1-3 hari

NDR (Net Death Rate) ≤ 25 ‰ ≤ 25 ‰

GDR (Gross Death Rate) ≤ 45 ‰ ≤ 45 ‰ Sumber : Statistik Rumah Sakit, Ery Rustiyanto, Graha Ilmu, 2010

2.4.2. Standar Pelayanan Indonesian Health Quality Network (IHQN)

Indonesian Health Quality Network (IHQN) diresmikan pada tanggal 30

Juni 2005. Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu

semakin berkembang sehingga berbagai inisiatif dan upaya dilakukan oleh

praktisi, peneliti, pengambil kebijakan, pendidik dan konsultan untuk menunjang

mutu dunia kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan. IHQN memiliki visi

“menjadi jejaring utama dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan di

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Pilar 4 (2)

Indonesia melalui kerjasama ditingkat nasional dan internasional”. Dan misi

“menyediakan jaringan kerja sama dalam mewujudkan mutu pelayanan kesehatan

yang aman dan efisien”. Dalam menjalankan kegiatannya sebagai pembuat

kebijakan guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan

efisien, IHQN membuat beberapa indikator dan variabel seperti berikut.

Tabel 2.3. Indikator Riset Fasilitas IHQN

Layanan Indikator

Rawat Inap Visite dokter spesialis

Kejadian infeksi pasca operasi

Kejadian infeksi nosokomial

Tidak ada pasien jatuh yang berakibat cacat/meninggal

Kejadian pulang paksa/atas permintaan sendiri

Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB

Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di RS

Kesesuaian pelayanan dengan SOP

Angka pasien dekubitus

Angka kejadian infeksi jarum infus

Medication error dan tindak lanjutnya

Pre-operative death rate

Kelengkapan dokumen keperawatan

Evaluasi mutu

Rekam Medik (RM) Adanya tenaga RM sebagai penyelenggara dan pengolah data

Adanya master data pasien

Adanya rekam medis ibu dan bayi yang terpisah

Adanya RM yang terpisah antara aktif dan non aktif

Adanya backup data pasien dalam server

Adanya penyelenggara RM elektronik (RME)

Adanya standar barcode dan labelling

Adanya sistem data capture RME

Penyelenggaraan audit kualitatif dan kuantitatif

Adanya standar penyimpanan dan pemusnahan RM

Ketersediaan buku pedoman penyelenggaraan RM

Ketersediaan, kecukupan dan kualifikasi tenaga RM

Kecukupan fasilitas dan peralatan RM

Kelengkapan dan ketepatan pengisian RM

Pengembangan (pelatihan dan pendidikan) staf RM

Penyampaian laporan secara berkala

Kelengkapan informed consent setelah mendapatkan informasi

Waktu penyediaan dokumen RM pelayanan rawat inap

Evaluasi mutu

Pemeliharaan Sarana Kecepatan waktu menanggapi kerusakan alat

Ketepatan waktu pemeliharaan alat

Peralatan terkalibrasi tepat waktu sesuai dengan ketentuan Sumber : www.ihqn.or.id

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Pilar 4 (2)

2.5. Mutu

Mutu adalah keseluruhan karakteristik barang/jasa yang menunjukkan

kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik kebutuhan yang

dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat5. Menurut beberapa pakar, definisi

terhadap mutu adalah sebagai berikut 6 :

1. Mutu adalah “Fitness for Use”, atau kesesuaian dengan tujuan atau

manfaatnya (J.M.Juran).

2. Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan yang meliputi availability,

delivery, reliability, maintainability dan cost effectiveness (Philip B. Crosby).

3. Mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan

mendatang (Deming, 1982)

Dalam pelaksanaan konsep mutu, mutu dipengaruhi oleh beberapa faktor-

faktor yang fundamental yang dikenal dengan 9M, yakni men, money, materials,

machines and menchanization, modern information methods, markets,

management, motivation dan Mounting Product Requirement.

Berdasarkan penelitian Zeithaml, Berry dan Parasuraman dimensi mutu

secara umum yang diterapkan pada perusahaan jasa dikelompokkan menjadi 7 8 :

1. Realibility (keandalan) yakni berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk

memberikan layanan yang akurat dan konsisten dengan yang telah dijanjikan.

2. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kesediaan dan kemampuan karyawan

untuk membantu pelanggan, merespon permintaan, dan menyediakan

pelayanan yang cepat dan tepat.

5 Imbalo.S.Pohan : Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, Jakarta, hlm 12

6 Iskandar Indranata : Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas, Jakarta, hlm 35

7 Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, : Total Quality Management, Yogyakart, hlm 27

8 Fandy Tjiptono & Gregorius Chandra : Service,Quality & Satisfaction,Yogyakarta, hlm 133

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Pilar 4 (2)

3. Assurance (jaminan) mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan karyawan

dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan,

kesopanan dan sifat dapat dipercaya.

4. Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual

kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan

memahami kebutuhan dan masalah pelanggan.

5. Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan,

karyawan dan alat-alat komunikasi.

Dimensi-dimensi mutu pelayanan harus diramu dengan baik, meskipun hal

itu tidak semudah yang dibayangkan. Dapat saja terjadi kesenjangan antara

organisasi dan pelanggan, karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud

pelayanan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman et.al mengenai

costumer perceived quality pada empat industri jasa, teridentifikasikan lima gap

yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa seperti yang terlihat pada

Gambar 2.1, yaitu :

1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

Pada kenyataannya pihak menajemen tidak selalu dapat memahami apa yang

menjadi keinginan pelanggannya secara tepat. Akibatnya tidak tahu

bagaimana mendesain jasa tersebut.

2. Gap antara persepsi manajemen dan penjabaran jasa.

Dalam hal ini manajemen mampu memahami apa yang diinginkan pelanggan,

tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini

dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Pilar 4 (2)

terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, dan karena adanya kelebihan

permintaan.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Ada beberapa penyebab gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih, beban

kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, dan tidak mau

memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.

Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan yang

dibuat oleh organisasi. Resiko yang dihadapi organisasi adalah apabila janji

yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.

5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.

Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja organisasi dengan cara

yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.

Personal NeedsWords of Mouth

CommunicationPast Experience

Expected Service

Preceived Service

Service Delivery (including

pre and post contact)

External Communication to

Consumers

Translation of perceptions

into service quality

spesification

Management perceptions of

consumer expeditions

Costumer

Provider

GAP 1

GAP 5

GAP 3

GAP 2

GAP 4

Gambar 2.1. Model Kualitas Jasa

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Pilar 4 (2)

2.6. Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat

memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat

kepuasaan rata-rata dan penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik

profesi9. Menurut Kemenkes RI, mutu pelayanan kesehatan meliputi kinerja yang

menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat

menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk

tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan 10

.

Adapun faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan kesehatan adalah

kelayakan, kesiapan, kesinambungan, efektivitas, kemanjuran, efisiensi,

penghormatan dan perhatian, keamanan dan ketepatan waktu.

Pandangan terhadap mutu layanan kesehatan memiliki perspektif yang

berbeda bagi setiap komponen, perbedan tersebut dapat terlihat sebagai berikut 11

:

a. Perspektif Pasien, adalah layanan yang dapat memenuhi kebutuhan yang

dibutuhkan dan diselenggarakan dengan sopan, tepat waktu dan tanggap.

b. Perspektif Pemberi Layanan Kesehatan (provider), adalah ketersediaan

peralatan, prosedur kerja, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan

kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir dan bagaimana

keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu.

c. Perspektif Penyandang Dana, adalah suatu layanan yang efisien dan efektif.

d. Perspektif Pemilik Sarana Layanan Kesehatan, adalah layanan yang

menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan

pemeliharaan dengan tarif pelayanan masih terjangkau.

9 Azrul Azwar : Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta, hlm 30

10 A.A.Gde Muninjaya : Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta, hlm 19

11 Imbalo.S.Pohan., Op.cit, hlm 13

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Pilar 4 (2)

e. Perspektif Administrator Layanan Kesehatan, adalah layanan yang bermutu

jika mampu menyusun prioritas dan dapat menyediakan apa yang menjadi

kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat.

2.7. Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan

Indikator adalah suatu perangkat yang dapat digunakan dalam pemantauan

suatu proses tertentu12

. Indikator layanan kesehatan adalah suatu ukuran

penatalaksanaan pasien atau keluaran dari layanan kesehatan Indikator dibuat

untuk memantau bagian kritis dari layanan kesehatan13

. Indikator yang secara

umum dapat dibedakan atas 2 jenis, yakni14

:

1. Indikator persyaratan minimal, menunjukkan pada ukuran terpenuhi atau

tidaknya standar masukan, lingkungan atau proses.

Indikator ini dapat dibagi lagi menjadi 3, yaitu :

a. Indikator Masukan, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan

seperti ukuran tenaga pelaksana, sarana serta dana yang tersedia di dalam

suatu organisasi kesehatan.

b. Indikator Lingkungan, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar lingkungan

seperti ukuran kebijakan, organisasi serta manajemen yang dianut oleh

organisasi kesehatan.

c. Indikator Proses, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar proses.

2. Indikator Penampilan Minimal, menunjuk pada ukuran terpenuhi atau

tidaknya standar penampilan minimal pelayanan kesehatan yang

12

Imbalo.S.Pohan, Ibid, hlm 212 13

Imbalo.S.Pohan, Ibid, hlm 232 14

Azrul Azwar, Op.cit, hlm 50

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Pilar 4 (2)

diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini disebut dengan indikator

keluaran (output/outcome).

Masing-masing indikator memiliki fungsi pengukuran yang berbeda, jika

yang ingin diukur adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan

kesehatan (penyebab) maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan

minimal. Tetapi jika yang diukur adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) maka

yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan). Secara sederhana

kedudukan dan peranan kedua indikator digambarkan dalam bagan berikut.

Indikator

Lingkungan

Indikator

Masukan

Indikator

Proses

Indikator

Keluaran

Penyebab Masalah

Mutu Pelayanan

Kesehatan

Masalah Mutu

Pelayanan

Kesehatan

Gambar 2.2. Kedudukan dan Peranan Indikator

2.8. Manajemen Mutu

2.8.1. Manajemen Mutu Layanan Kesehatan

Manajemen Mutu (Quality Management) adalah seluruh aktivitas kegiatan

fungsi manajemen dari kebijakan, tugas dan tanggung jawab yang dituangkan

dalam bentuk perencanaan mutu (quality planning), jaminan mutu (quality

assurance), kendali mutu (quality control), dan peningkatan mutu (quality

improvement) dalam satu sistem mutu1516

.

15

Dody Firmanda, Op.cit, hlm 4

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Pilar 4 (2)

a. Perencanaan Mutu (Quality Planning)

Perencanaan mutu (quality planning) dilakukan dengan mengidentifikasi

standar kualitas yang relevan terhadap objek dan menentukan bagaimana cara

memuaskan konsumen. Standar dilihat sebagai target eksplisit yang harus

dipenuhi atau definisi kuantitatif yang menyatakan persyaratan. Standar

berhubungan dekat dengan spesifikasi. Standar mengarahkan bagaimana

proses dapat terselesaikan sedangkan spesifikasi merupakan target dari

kinerja. Metrik merupakan pengukuran untuk menentukan tingkat kesesuaian

dengan spesifikasi. Standar mengarahkan objek ke dalam implementasi untuk

mencapai kesuksesan proses. Banyak standarisasi yang biasa digunakan

seperti ISO, Malcolm Baldridge Award, Keputusan Menteri Kesehatan,

Indonesian Health Quality Network (IHQN) dan lain sebagainya.

b. Jaminan Mutu (Quality Assurance)

Jaminan kualitas (Quality Assurance) adalah suatu kegiatan sistematis untuk

memastikan bahwa proyek akan mempekerjakan semua proses

dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Mengembangkan

kegiatan jaminan kualitas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Pilih standar yang relevan atau spesifikasi.

2) Menggunakan definisi operasional, menentukan kegiatan yang akan

diteliti, mengumpulkan data dan membandingkan hasil pada rencana.

3) Mengembangkan dan menerapkan metrik

4) Menentukan dan menyediakan sumber daya.

5) Menetapkan tanggung jawab untuk suatu entitas tertentu.

16

Kenneth.H.Rose, Project Quality Management (Why,What and How), J.Ross Publishing,USA

2005 p.41

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Pilar 4 (2)

6) Merakit kegiatan menjadi rencana jaminan kualitas.

Adanya jaminan Mutu (Quality Assurance), memberikan manfaat terhadap

pihak-pihak yang terlibat (Heriandi, 2007), yakni :

- Bagi rumah sakit, QA yang baik membuat rumah sakit mampu untuk

bersaing dan tetap eksis di lingkungan bisnisnya.

- Bagi pelanggan, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS

yang bermutu dan baik.

- Bagi praktisi medis, dengan adanya QA para praktisi medis dituntut untuk

semakin teliti, telaten, dan hati–hati dalam menjaga mutu pelayanannya.

- Bagi pemerintah sendiri, adanya QA dapat menjadikan standar dalam

memutuskan salah benarnya suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit

c. Pengendalian Mutu (Quality Control)

Pengendalian kualitas ialah keseluruhan cara yang digunakan untuk

menetapkan dan mencapai standar mutu atau dapat dikatakan bahwa

pengawasan mutu adalah suatu sistem yang terdiri atas pengujian, analisis, dan

tindakan yang harus diambil yang berguna untuk mengendalikan mutu suatu

produk sehinggga mencapai standar yang diinginkan (Kaoru Ishikawa:1985).

d. Peningkatan Mutu (Quality Improvement)

Peningkatan mutu adalah suatu metodologi yang berawal dari pengumpulan

dan analisis data kualitas, serta menentukan dan menginterpretasikan

pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem

industri, untuk meningkatkan kualitas produk, guna memenuhi kebutuhan dan

ekspektasi pelanggan.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Pilar 4 (2)

2.8.2. Alat Manajemen Mutu (Quality Management Tools)

Mutu merupakan tanggung jawab dari setiap anggota organisasi yang

terlibat dalam suatu proses pelayanan. Dalam penerapannya, diperlukan

manajerial yang baik dalam perencanaan, jaminan, pengendalian dan perbaikan.

Tools of quality adalah alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan lingkup

persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk

dipahami, menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan

memperjelas kenyataan atau fenomena yang otentik dalam suatu persoalan.

Selanjutnya analisa yang dihasilkan dapat membantu organisasi dalam

pengambilan keputusan yang tepat sesuai sasaran dan strategi organisasi. 7 Tools

of Quality dan 7 New Tools of Quality merupakan kumpulan alat-alat yang dipakai

dalam manajemen kualitas yang biasanya digunakan bagi yang menerapkan

metodologi 7 Steps of Quality Improvement.

The New Seven Tools dibuat untuk memperbaiki kekurangan yang ada

pada Seven Tools versi sebelumnya. Perbedaan keduanya adalah jika 7 tools lebih

ke eksplorasi kuantitatif (statistik) sedangkan 7 new tools lebih ke eksplorasi

kualitatif. Eksplorasi kuantitatif oleh 7 tools mencakup: Check Sheet, Histogram,

Grafik, Scatter Diagram, Pareto Diagram, Fish Bone Diagram dan Control Chart.

Sedangkan ekslorasi kualitatif oleh 7 Alat Manajemen (7 New Tools):

Interrelationship Diagram, Affinity Diagram, Tree Diagram, Matrix Diagram,

Matrix Data Analysis, Arrow Diagram dan PDPC (Process Decision Program

Chart).

Evolusi teori kualitas dan praktek telah menciptakan sejumlah alat yang

dapat diterapkan untuk mengelola kualitas. Alat-alat tersebut dapat dipadukan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Pilar 4 (2)

untuk mengangkat permasalahan dan memberikan solusi dari permasalahan yang

ada pada manajemen mutu. Untuk memahami pelaksanaan manajemen mutu

maka diperlukan pemahaman terhadap data dan proses. Langkah-langkah analisis

terbagi ke dalam lima kategori yang juga menggunakan beberapa kombinasi tools

dari 7 tools dan 7 new tools, yakni 1718

:

1. Pengumpulan data, data dapat dikumpulkan melalui Check Sheet.

2. Memahami data, empat alat yang membantu untuk memahami data, adalah :

a. Grafik, tujuannya untuk mengatur, meringkas, dan menampilkan data,

biasanya dari waktu ke waktu.

b. Histogram, merupakan salah satu alat bantu statistik untuk menyajikan

data dalam jumlah besar sehingga dapat dianalisa distribusinya

c. Grafik Pareto, pareto dibuat untuk menemukan atau mengetahui masalah

atau penyebab utama dalam penyelesaian masalah dan porsi masalah

utama tersebut terhadap keseluruhan masalah.

d. Diagram pencar (Scatter Diagram), digunakan untuk melihat hubungan

antara sepasang, sekolompok data atau dua variabel untuk mengetahui

jenis korelasinya dan juga tingkat hubungannya.

3. Memahami proses

Memahami data sangat penting namun hal tersebut hanya langkah awal dari

proyek manajemen kualitas. Data merupakan suara dari proses. Ketika proses

berjalan maka hasil akan terekspresikan melalui data. Untuk memahami

manajemen mutu, data tidaklah cukup sehingga perlu dilakukan pemahaman

proses. Tiga alat bantu untuk memahami proses antara lain :

17

Kenneth.H.Rose , Ibid, hlm 92 18

Iskandar Indranata, Ibid, hlm 208

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Pilar 4 (2)

a. Flow Chart, mengidentifikasi urutan peristiwa dalam suatu proses.

b. Run Chart, sebuah grafik yang digunakan untuk mengamati kinerja proses

dari waktu ke waktu.

c. Control Chart, adalah alat untuk memantau, mengendalikan, dan

meningkatkan proses dari waktu ke waktu. Peta kendali digunakan untuk

memperlihatkan variasi di dalam kualitas keluaran

4. Analisis proses

Setelah mencapai pemahaman tentang data dan proses, maka tahapan

kemudian adalah menganalisis proses dan memecahkan masalah. Pemahaman

proses tertentu bukan merupakan dasar yang cukup untuk mengambil

tindakan. Tindakan tanpa analisis terbatas pada preseden, percobaan intuisi,

dan kesalahan, atau menebak. Analisis diperlukan untuk menentukan aspek-

aspek interaksi sistem proses dan hubungan sebab-akibat. Alat bantu untuk

menganalisis proses ini antara lain :

a. Cause and Effect Diagram, diagram sebab akibat adalah diagram yang

disusun dari garis-garis dan simbol yang dirancang untuk menunjukkan

hubungan antara penyebab dan akibat dari suatu masalah. Untuk setiap

akibat, bisa terdiri dari banyak penyebab.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Pilar 4 (2)

b. Pillar Diagram, diagram pilar adalah kombinasi dari diagram sebab dan

akibat dan alat kualitas lainnya, dengan mengaitkan digraf. Diagram ini

menunjukkan hubungan antara himpunan penyebab dan hasil. Sebuah

digraf keterkaitan digunakan untuk menentukan hubungan di antara semua

elemen kontribusi dari suatu sistem. Tujuan dari diagram pilar ini adalah

untuk mengidentifikasi akar penyebab yang terkait dengan beberapa hasil.

5. Pemecahan masalah

Mengumpulkan, pemahaman dan menganalisis data, serta menganalisis proses

merupakan tahapan yang penting sebagai langkah persiapan untuk mengambil

tindakan. Empat alat bantu kualitas dalam memecahkan masalah antara lain :

a. Force Field Analysis, merupakan suatu diagram yang menunjukkan

analisis terhadap perhitungan kekuatan-kekuatan (positif) dan kelemahan-

kelemahan (negatif) yang dijumpai untuk mencapai sasaran perbaikan

proses terus menerus (continuous improvement).

b. Klasifikasi Masalah Kualitas.

c. Brainstorming, merupaka aktivitas yang efektif dan efisien untuk

mengeluarkan ide-ide baru untuk pemecahan masalah.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Pilar 4 (2)

d. Affinity Diagram, diagram gabungan yang sering menggunakan hasil

brainstorming untuk mengorganisasikan informasi sehingga mudah

dipahami untuk mengadakan perbaikan proses.

e. Nominal Group Technique and Multivoting, nominal Group Technique

adalah sebuah cara untuk menentukan prioritas masalah yang diinginkan.

6. Membuat rencana penanggulangan masalah

Tujuan dari langkah ini adalah memberikan arah dan jenis aktifitas yang akan

dilaksanakan dalam rangka penanggulangan masalah dengan cara menetapkan

rencana tindakan, menetapkan proses pelaksanaan penanggulangan,

menentukan personil, fasilitas, waktu dan tempat.

2.8.3. Strategi Kaizen

Kaizen adalah suatu filosofi dari Jepang yang memfokuskan diri pada

pengembangan dan penyempurnaan secara terus menerus atau berkesinambungan,

Kai=change Zen=for the better sehingga memiliki arti perubahan kearah yang

lebih baik. Kaizen melibatkan pemodal, karyawan dan manajer semua lini dalam

perusahaan untuk pengembangan perusahaan ke arah yang lebih baik. Kaizen

berarti berhadapan dengan penyebab permasalahan dan pencegahannya.

Strategi kaizen meliputi pandangan terhadap fungsi tugas; pandangan

terhadap konsep perbaikan; hubungan proses dan hasil, siklus Plan – Do – Check

- Act (PDCA) = Rencanakan – Kerjakan – Periksa – Tindak lanjut dan siklus

Standardize – Do – Check - Act (SDCA) = Standarisasi – Kerjakan – Periksa –

Tindak lanjut; mengutamakan kualitas; berbicara dengan data yang akurat dan

pentingnya posisi konsumen. Kunci Sukses penerapan Kaizen ada pada penerapan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Pilar 4 (2)

prinsip-prinsipnya. Dalam hal pemenuhan kepuasan pelanggan, Menurut

Wellington kaizen memiliki beberapa prinsip yaitu fokus pada pelanggan,

melakukan perbaikan terus-menerus, mengakui masalah secara terbuka,

mendorong keterbukaan, menciptakan tim kerja, mengelola proyek melalui tim

lintas fungsional, mengembangkan proses hubungan yang tepat, mengembangkan

disiplin pribadi, memberikan informasi kepada setiap karyawan, membuat setiap

karyawan menjadi mampu19

.

Kaizen merupakan aktivitas harian yang pada prinsipnya memiliki dasar

berorientasi pada proses dan hasil, berpikir secara sistematis pada seluruh proses

dan tidak menyalahkan, tetapi terus belajar dari kesalahan yang terjadi. Dampak

positif dari penerapan metode perbaikan dengan konsep Kaizen antara lain :

1. Setiap orang akan mampu menemukan masalah dengan cepat.

2. Setiap orang akan perhatian dan menekankan pada tahap perencanaan.

3. Mendukung cara berfikir yang berorientasi proses.

4. Setiap orang konsentrasi pada masalah yang lebih penting dan mendesak

untuk diselesaikan.

5. Setiap orang akan berpartisipasi dalam membangun sistem yang baru.

2.8.4. Kaizen dan Manajemen

Manajemen dalam konteks kaizen, mempunyai dua fungsi utama yaitu

pemeliharaan dan penyempurnaan atau perbaikan. Pemeliharaan didefinisikan

dengan kegiatan untuk memelihara teknologi, sistem manajerial, standar

operasional yang ada, dan menjaga standar tersebut melalui pelatihan serta

19

Patricia Wellington, Kaizen Strategies for Customer Care, 1998

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Pilar 4 (2)

disiplin. Dalam fungsi pemeliharaan, manajemen mengerjakan semua tugasnya

sehingga semua orang dapat memenuhi prosedur pengoperasian standar.

Sedangkan perbaikan diartikan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan

meningkatkan atau menyempurnakan standar yang ada.

Manajemen harus menetapkan kebijakan, peraturan, petunjuk dan

prosedur untuk semua kegiatan, kemudian mengawasinya agar semua orang

menerapkannya. Dalam setiap bisnis, karyawan bekerja menurut standar yang

telah ada, baik yang tertulis maupun yang tidak, yang dibebankan oleh

manajemen.

Kaizen secara umum sangat sederhana, cepat dan mudah diterapkan di

semua sektor industri, langsung menuju permasalahan, fokus pada major issue,

teamworking, dan melewati semua batasan birokrasi dari manager hingga

karyawan. Selain itu, dengan kaizen maka tujuan utama bisnis proses dapat

diarahkan. Kaizen hanya bisa dijalankan dalam 3 prinsip yakni (1) concern pada

proses dan hasil (tidak pada hasil saja), (2) Berpikir sistematis dan global, serta

(3) tidak menuduh atau menyalahkan, karena tuduhan hanya dapat menyebabkan

waste. Agar filosofi kaizen ini dapat berjalan dengan baik sebaiknya diterapkan

pada seluruh level organisasi, mulai dari manajemen puncak hingga karyawan

terendah.

Universitas Sumatera Utara