4 keadaan umum lokasi penelitian - repository.ipb.ac.id · sebelah timur : kab. dati ii bekasi dan...

24
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara Muara Angke berada di wilayah Jakarta Utara. Wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi lima kotamadya, yaitu Jakarta utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Posisi Jakarta Utara terletak pada 6º 25’ LS dan 106º 5’ BT (Malik, 2006). Jakarta Utara membentang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 35 km menjorok ke darat antara 4 sampai 10 km (Gambar 1). Ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai 2 meter, dari tempat tertentu ada yang di bawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa atau empang air payau. Wilayah Jakarta Utara beriklim panas dengan suhu rata- rata 27º C, curah hujan setiap tahunnya rata-rata 142,54 mm dengan maksimal hujan pada bulan September. Jakarta Utara berbatasan wilayah dengan: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Selatan : Kab. Dati II Tangerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur Sebelah Barat : Kab. Dati II Tangerang dan Jakarta Pusat Sebelah Timur : Kab. Dati II Bekasi dan Jakarta Timur Luas tanah daratan di kota Jakarta Utara 139,56 km², dirinci berdasarkan penggunaannya 52,7% untuk perumahan, 15,3% untuk areal industri, 10,4% digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan dan sisanya merupakan lahan pertanian, lahan kosong dan lahan lainnya (BPS, 2008). 4.1.2 Penduduk kota Jakarta Utara Jumlah penduduk Jakarta Utara pada tahun 2007 sebanyak 1.180.967 jiwa yang terdiri dari 51,2% laki-laki dan 48,8% perempuan. Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa jumlah nelayan di Jakarta Utara pada tahun 2007 adalah 19.234 orang yang tersebar di beberapa wilayah. Nelayan tersebut tersebar di wilayah pesisir yaitu, kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Pluit, Kelurahan Pademangan, Kelurahan Tanjung Priuk, Kelurahan Lagoa, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Cilincing dan Kelurahan Marunda. Selain nelayan juga terdapat pengolah, pedagang ikan, pembudidaya ikan hias maupun pelaku ekonomi di

Upload: phungthien

Post on 03-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

35

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara

4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara

Muara Angke berada di wilayah Jakarta Utara. Wilayah DKI Jakarta

terbagi menjadi lima kotamadya, yaitu Jakarta utara, Jakarta Selatan, Jakarta

Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Posisi Jakarta Utara terletak pada 6º 25’

LS dan 106º 5’ BT (Malik, 2006). Jakarta Utara membentang dari barat ke timur

sepanjang kurang lebih 35 km menjorok ke darat antara 4 sampai 10 km (Gambar

1). Ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai 2 meter, dari tempat tertentu

ada yang di bawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa

atau empang air payau. Wilayah Jakarta Utara beriklim panas dengan suhu rata-

rata 27º C, curah hujan setiap tahunnya rata-rata 142,54 mm dengan maksimal

hujan pada bulan September. Jakarta Utara berbatasan wilayah dengan:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Kab. Dati II Tangerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur

Sebelah Barat : Kab. Dati II Tangerang dan Jakarta Pusat

Sebelah Timur : Kab. Dati II Bekasi dan Jakarta Timur

Luas tanah daratan di kota Jakarta Utara 139,56 km², dirinci berdasarkan

penggunaannya 52,7% untuk perumahan, 15,3% untuk areal industri, 10,4%

digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan dan sisanya merupakan lahan

pertanian, lahan kosong dan lahan lainnya (BPS, 2008).

4.1.2 Penduduk kota Jakarta Utara

Jumlah penduduk Jakarta Utara pada tahun 2007 sebanyak 1.180.967 jiwa

yang terdiri dari 51,2% laki-laki dan 48,8% perempuan. Berdasarkan data yang

ada diketahui bahwa jumlah nelayan di Jakarta Utara pada tahun 2007 adalah

19.234 orang yang tersebar di beberapa wilayah. Nelayan tersebut tersebar di

wilayah pesisir yaitu, kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Pluit, Kelurahan

Pademangan, Kelurahan Tanjung Priuk, Kelurahan Lagoa, Kelurahan Kalibaru,

Kelurahan Cilincing dan Kelurahan Marunda. Selain nelayan juga terdapat

pengolah, pedagang ikan, pembudidaya ikan hias maupun pelaku ekonomi di

36

sektor perikanan banyak terdapat di Jakarta Utara (BPS, 2008). Jumlah penduduk

di Muara Angke sebesar 139 orang pada tahun 2007 (Laporan Kependudukan RW

11, 2008).

4.1.3 Kondisi perikanan tangkap kota Jakarta Utara

1) Unit penangkapan ikan

(1) Armada penangkapan dan alat

Usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan Jakarta Utara

menggunakan jaring payang, pukat cincin, jaring rampus, gillnet, bagan, bubu,

dan pancing. Alat tangkap jaring payang, pukat cincin, jaring rampus, bubu dan

pancing banyak dioperasikan oleh nelayan Muara Angke, sedangkan alat tangkap

gillnet dan pancing tuna longline banyak dioperasikan oleh nelayan Muara Baru.

Armada penangkapan ikan yang digunakan nelayan Jakarta Utara yaitu

perahu tanpa motor, perahu dengan motor dan kapal motor. Armada penangkapan

ikan yang banyak digunakan nelayan Jakarta Utara, yaitu kapal motor yang

berukuran 10-20 GT dan yang paling sedikit digunakan yaitu kapal motor

berukuran 30-50 GT. Pada tahun 2004 jumlah armada mengalami kenaikan

sebesar 2,21 %, kemudian menurun pada tahun 2005 sebesar 9,9%. Pada tahun

2007 jumlah armada kembali meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1,9%

(Tabel 6).

Tabel 6 Komposisi armada penangkapan Jakarta Utara 2003-2007

Jenis ArmadaTahun

2003 2004 2005 2006 2007Motor Tempel 958 909 810 729 765

(Unit)Perahu Tanpa Motor 562 685 617 554 431

(Unit)0-5 GT 439 502 451 406 4305-10 GT 1.481 1.492 1.343 1.209 1.276

Kapal Motor 10-20 GT 679 683 615 554 659(Unit) 20-30 GT 462 467 421 379 354

30-50 GT 57 49 45 39 34> 50 GT 823 795 726 653 760Jumlah 3.941 3.988 3.601 3.240 3.413

Jumlah Armada 5.461 5.582 5.028 4.523 4.609Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2008)

37

Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2008)

Gambar 3 Komposisi armada penangkapan Jakarta Utara, 2003-2007.

Jumlah armada terbanyak terjadi pada tahun 2004 yaitu 5.582 unit yang

terdiri atas 3.988 unit kapal motor, 685 unit kapal motor dan 909 motor tempel.

Jumlah armada terendah adalah pada tahun 2006 yaitu 4.523 unit yang terdiri atas

3.240 unit kapal motor, 554 unit perahu tanpa motor dan 729 unit motor tempel

(Gambar 3).

(2) Nelayan

Kegiatan penangkapan ikan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila

tidak dilengkapi dengan unit penangkapan ikan yang terdiri dari nelayan, alat

tangkap dan kapal perikanan. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya

melakukan penangkapan ikan. Oleh karena itu, nelayan merupakan salah satu

komponen yang berperan penting dalam suatu operasi penangkapan ikan.

Nelayan merupakan salah satu unsur yang terlibat langsung dalam kegiatan

penangkapan ikan.

Jumlah nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan di wilayah Jakarta

Utara pada tahun 2007 sebanyak 19.234 jiwa. Jumlah tersebut dapat ditinjau dari

status kependudukan maupun status kepemilikannya. Jika ditinjau dari status

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

2003 2004 2005 2006 2007

Jum

lah

Arm

ada

Tahun

Perahu Tanpa Motor

Motor Tempel

Kapal Motor

38

kependudukannya nelayan terbagi atas 12.027 jiwa nelayan setempat dan 7.207

nelayan pendatang. Apabila ditinjau dari status kepemilikan usaha maka nelayan

terbagi atas 4.103 orang nelayan pemilik dan 15.131 orang nelayan pekerja (Tabel

7).

Tabel 7 Jumlah nelayan Jakarta Utara 2003-2007

Status NelayanTahun

2003 2004 2005 2006 2007Nelayan penetap Pemilik 3.335 3.473 3.140 2.826 2.441(Orang) Pekerja 12.389 12.953 11.877 10.690 9.586

Jumlah 15.724 16.426 15.017 13.516 12.027Nelayan pendatang Pemilik 2.335 2.241 2.028 1.827 1.662(Orang) Pekerja 8.542 7.632 6.875 6.191 5.545

Jumlah 10.877 9.873 8.903 8.018 7.207Jumlah nelayan Pemilik 5.670 5.714 5.168 4.653 4.103(Orang) Pekerja 20.931 20.585 18.752 16.881 15.131

Jumlah 26.601 26.299 23.920 21.534 19.234Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2008)

Sejak tahun 2003 hingga 2007 jumlah nelayan di Jakarta Utara mengalami

penurunan (Tabel 7). Hal ini terlihat dari jumlah nelayan yang terus menurun

setiap tahunnya. Perkembangan jumlah armada dan nelayan yang cenderung

menurun dikarenakan beberapa hal :

1) Makin jauhnya daerah penangkapan ikan (fishing ground) menyebabkan

biaya operasional lebih mahal sehingga sebagian nelayan tidak sanggup

membiayainya;

2) Naiknya harga bahan bakar minyak menyebabkan biaya operasional

menjadi lebih mahal sehingga sebagian nelayan beralih profesi seperti

menjadi pedagang, supir, buruh pabrik dan tukang ojek;

3) Mahalnya biaya perawatan sehingga banyak kapal yang rusak tidak dapat

beroperasi;

4) Semakin sulitnya hidup di Jakarta dan banyak tempat tinggal mereka yang

ditertibkan maka sebagian nelayan kembali ke daerah masing-masing; dan

5) Beralihnya fungsi kapal ikan menjadi kapal transportasi umum seperti

kapal barang dan kapal penumpang.

39

2) Produksi Hasil Tangkapan

Jumlah produksi ikan di Jakarta Utara pada tahun 2007 sebanyak

31.763.259 kg. Ikan yang didaratkan di Jakarta Utara berasal dari enam

pelabuhan yaitu Muara Baru, Muara Angke, Pasar Ikan, Muara Kamal, Cilincing

dan Kali Baru. Muara Angke merupakan penyumbang terbesar produksi

perikanan Jakarta Utara sebesar 17.111.109 kg; disusul dengan Muara Baru

sebesar 12.617.266 kg (Tabel 8). Data produksi tersebut mencakup ikan yang

didaratkan di dermaga pendaratan ikan dan ikan kiriman dari luar daerah.

Tabel 8 Jumlah produksi perikanan Jakarta Utara

LokasiTahun

2003 2004 2005 2006 2007

PPIMuara Angke (kg) 12.209.027 11.779.785 9.728.239 17.582.561 17.111.109Pasar Ikan (kg) 763.685 743.190 638.050 688.221 722.305

TPI

Muara Baru (kg) 10.810.332 10.037.361 5.695.237 6.296.445 12.617.266Kamal Muara (kg) 529.550 577.370 589.370 529.920 521.280Cilincing (kg) - 422.765 318.296 341.386 263.959Kali Baru (kg) 240.575 326.715 326.801 424.144 527.240

Jumlah 24.553.169 23.887.186 17.295.993 25.862.677 31.763.259Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, (2008)

Produksi perikanan Jakarta Utara tahun 2003 hingga 2007 mengalami

fluktuasi. Pada tahun 2004 jumlah produksi perikanan menurun sebesar 2,7%

dan meningkat kembali pada tahun 2006 sebesar 49,5% dari tahun 2005 (Tabel 8).

3) Daerah Penangkapan Ikan

Daerah tujuan penangkapan ikan bagi nelayan-nelayan Jakarta Utara

adalah: Bangka Belitung, perairan timur Sumatera, Selat Karimata, Laut Jawa,

perairan Kalimantan Barat, Kepulauan Natuna, Teluk Jakarta, perairan Karawang,

perairan Papua dan perairan Karimun Jawa. Jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh

nelayan Jakarta Utara dari berbagai daerah diantaranya adalah cumi-cumi, sotong,

udang, pari, kembung, tongkol, tuna, cucut, manyung, tenggiri, kakap, kerapu,

bawal dan lain-lain (Dinas Perikanan DKI Jakarta, 2004 diacu dalam Malik,

2006). Daerah tujuan penangkapan ikan yang jauh, tanpa penanganan ikan yang

baik selama di atas kapal akan mengakibatkan turunnya kualitas ikan hasil

40

tangkapan. Daerah penangkapan ikan bisa dipengaruhi oleh musim penangkapan

ikan.

4.2 Keadaan Umum Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke

4.2.1 Letak geografis dan topografi PPI Muara Angke

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke mempunyai luas ± 65 ha

yang terletak di daerah Muara Angke. Secara administratif terletak di Kelurahan

Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara. Kawasan Muara Angke

berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Kali Angke

Sebelah Timur : Jalan Pluit

Sebelah Barat : Kali Angke

Lahan seluas 65 ha dimanfaatkan untuk perumahan nelayan; tambak uji

coba budidaya air payau (Gambar 4); bangunan pangkalan pendaratan ikan serta

fasilitas penunjangnya; hutan bakau; tempat pengolahan ikan tradisional; docking

kapal; lahan kosong; terminal; dan lapangan sepak bola (UPT PKPP Muara

Angke, 2006).

Sejak tahun 1976 secara keseluruhan kawasan ini dipersiapkan untuk

menampung kegiatan perikanan yang selama ini tersebar di beberapa lokasi

seperti Kamal Muara, Kali Baru, Cilincing dan Kali Adem. Untuk memudahkan

sekaligus lebih mengintesifkan pembinaan kepada masyarakat nelayan dibuatlah

sebuah desa nelayan dilengkapi dengan sarana penunjangnya. Rencana tersebut

dapat terwujud apabila Pemerintah Propinsi DKI Jakarta secara bertahap terus

melaksanakan pembangunan dengan memanfaatkan dana baik yang bersumber

dari APBD, APBN maupun melibatkan sektor swasta. Pada tahun 1977,

Pemerintah Propinsi DKI Jakarta menetapkan kawasan ini sebagai Pangkalan

Pendaratan Ikan dan Pusat Pembinaan Kegiatan Perikanan di DKI Jakarta (UPT

PKPP Muara Angke, 2006).

41

Sumber: www.maps.google.com, diolah kembali

Gambar 4 Lay out Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke.

4.2.2 Pengelolaan PPI Muara Angke

1) Tugas UPT, PKPP dan PPI Muara Angke

Unit Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan

Ikan merupakan Unit Pelaksana teknis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan

Provinsi DKI Jakarta di bidang pengelolaan kawasan pelabuhan perikanan dan

pangkalan pendaratan ikan. Sesuai dengan surat keputusan Gubernur Propinsi

DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2002 UPT. Pengelola Kawasan Pelabuhan

Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan mempunyai Tugas dan fungsi sebagai

berikut:

Tugas: - Mengatur, mengelola dan memelihara fasilitas pelabuhan perikanan,

pelelangan ikan dan pangkalan pendaratan ikan beserta sarana

penunjangnya (Lampiran 5).

- Mengelola pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya.

- Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban lingkungan kawasan

pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan.

41

Sumber: www.maps.google.com, diolah kembali

Gambar 4 Lay out Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke.

4.2.2 Pengelolaan PPI Muara Angke

1) Tugas UPT, PKPP dan PPI Muara Angke

Unit Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan

Ikan merupakan Unit Pelaksana teknis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan

Provinsi DKI Jakarta di bidang pengelolaan kawasan pelabuhan perikanan dan

pangkalan pendaratan ikan. Sesuai dengan surat keputusan Gubernur Propinsi

DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2002 UPT. Pengelola Kawasan Pelabuhan

Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan mempunyai Tugas dan fungsi sebagai

berikut:

Tugas: - Mengatur, mengelola dan memelihara fasilitas pelabuhan perikanan,

pelelangan ikan dan pangkalan pendaratan ikan beserta sarana

penunjangnya (Lampiran 5).

- Mengelola pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya.

- Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban lingkungan kawasan

pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan.

41

Sumber: www.maps.google.com, diolah kembali

Gambar 4 Lay out Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke.

4.2.2 Pengelolaan PPI Muara Angke

1) Tugas UPT, PKPP dan PPI Muara Angke

Unit Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan

Ikan merupakan Unit Pelaksana teknis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan

Provinsi DKI Jakarta di bidang pengelolaan kawasan pelabuhan perikanan dan

pangkalan pendaratan ikan. Sesuai dengan surat keputusan Gubernur Propinsi

DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2002 UPT. Pengelola Kawasan Pelabuhan

Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan mempunyai Tugas dan fungsi sebagai

berikut:

Tugas: - Mengatur, mengelola dan memelihara fasilitas pelabuhan perikanan,

pelelangan ikan dan pangkalan pendaratan ikan beserta sarana

penunjangnya (Lampiran 5).

- Mengelola pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya.

- Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban lingkungan kawasan

pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan.

42

Fungsi: - Menyusun program dan rencana kegiatan operasional.

- Perencanaan, pemeliharaan, pengembangan dan rehabilitasi dermaga

dan pelabuhan.

- Penertiban rekomendasi izin kapal perikanan yang masuk dan keluar

Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan dari aspek

kegiatan

perikanan.

- Pelayanan tambat labuh dan bongkar muat kapal ikan (Lampiran 6).

- Penyediaan fasilitas penyelenggaraan pelelangan ikan dan penyewaan

fasilitas penunjang lainnya.

- Pengelolaan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan usaha yang

menunjang usaha perikanan.

- Pengelolaan sarana fungsional, sarana penunjang dan pengusahaan

barang dan atau pihak ketiga.

- Pelayanan fasilitas sandar kapal, pasar grosir ikan, pasar pengecer,

pengolahan ikan, pengepakan ikan gudang hasil perikanan dan usaha

olahan ikan.

- Pengkoordinasian kegiatan operasional instansi terkait yang melakukan

aktivitas di pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan.

- Penyelenggaraan keamanan, ketertiban dan kebersihan di Kawasan

Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan.

- Pengelolaan pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya

- Pengelolaan urusan ketatausahaan.

4.2.3 Pasar Muara Angke

Pasar di Muara Angke terdiri dari dua macam yaitu pasar grosir ikan dan

tempat pengecer ikan. Pasar grosir merupakan salah satu sarana pasar rantai

pemasaran hasil perikanan (Gambar 5). Di pasar grosir tersebut tersedia 870 unit

lapak yang menampung 275 pedagang grosir. Aktifitas pasar grosir ini rata-rata

dilakukan pada malam hari. Ikan yang diperdagangkan selain dari hasil lelang di

Muara Angke dan Muara Baru juga didatangkan dari luar daerah seperti: Tuban,

43

Pekalongan, Tegal, Cilacap, Lampung dan lain-lain. Dalam satu malam

perputaran perdagangan ikan di pasar grosir rata-rata mencapai 35 ton.

Tempat pengecer ikan merupakan tempat yang dibangun dalam rangka

memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan ikan dalam jumlah

kecil di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Luas pasar 1.260 m² dengan

jumlah 150 lapak sedangkan jumlah pedagang pengecer 148 orang. Kegiatan di

pasar pengecer ikan dalam satu minggu mencapai 500 kg/pedagang yang puncak

keramaiannya biasanya terjadi pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Semakin

berkembangnya Muara Angke sebagai pusat pemasaran ikan di DKI Jakarta

mengakibatkan bertambahnya pedagang ikan sehingga fasilitas lapak yang ada di

pasar pengecer tidak mampu menampung para pedagang ikan. Hal ini

menyebabkan banyak pedagang ikan yang berjualan di pinggir jalan.

Selain pasar grosir dan tempat pengecer ikan yang terdapat di dalam PPI

Muara Angke masih ada satu pasar lagi yang terletak di luar PPI Muara Angke

yaitu pasar Muara Angke. Pasar ini lebih dekat dengan pemukiman penduduk

Muara Angke sehingga konsumen lebih banyak membeli ikan di pasar Muara

Angke dibandingkan di PPI Muara Angke. Pedagang ikan segar yang berjualan di

pasar Muara Angke berjumlah 12 orang. Selain pedagang ikan segar di pasar

Muara Angke juga terdapat pedagang ikan olahan, pedagang sayuran, penjual

daging, penjual ayam dan lain-lain (Gambar 6).

Gambar 5 Pasar grosir ikan. Gambar 6 Pasar Muara Angke.

44

4.2.4 Kondisi Perikanan Tangkap PPI Muara Angke

1) Armada penangkapan ikan di PPI Muara Angke

Armada penangkapan ikan yang berbasis di PPI Muara Angke mencakup

tiga jenis, yaitu perahu layar, motor tempel dan kapal motor. Perahu layar yang

digunakan sebagai armada perikanan memiliki ukuran sedang sampai berukuran

besar. Jumlah armada yang menggunakan perahu layar sangat sedikit karena

perahu layar merupakan armada perikanan tradisional. Perahu motor tempel

banyak digunakan oleh nelayan kelas menengah. Jumlah yang paling banyak

digunakan adalah kapal motor. Armada kapal perikanan yang terdapat di PPI

Muara Angke didominasi oleh jenis kapal motor yang berukuran antara 30 GT

sampai di atas 50 GT.

Kapal perikanan yang melakukan aktivitas tambat labuh kapal maupun

bongkar muat di PPI Muara Angke terdiri atas kapal dengan ukuran ≤ 30 GT dan

≥ 30 GT. Ada dua jenis kapal yang beraktivitas di PPI Muara Angke yaitu kapal

penangkap ikan dan kapal pengangkut. Jumlah kapal paling rendah terjadi pada

tahun 2008 sebesar 3.849 kapal (Tabel 9).

Tabel 9 Rekap kapal tambat labuh baik kapal pengangkut maupun kapalpenangkap ikan di PPI Muara Angke tahun 2003-2008

TahunJumlahKapal

GT Jenis Kapal≤ 30 > 30 Pengangkut Penangkap Ikan

2003 4.884 4.111 773 1.761 3.1232004 4.930 3.884 1.046 1.407 3.5232005 5.210 3.873 1.337 1.468 3.7422006 4.892 3.701 1.191 1.006 3.8862007 4.303 3.662 641 1.008 3.2952008 3.849 3.235 614 1.021 2.828

Sumber: UPT PKPP Muara Angke, (2009)

Jumlah kapal yang melakukan tambat labuh di PPI Muara Angke periode

2003-2008 mengalami penurunan, namun pernah mengalami peningkatan pada

tahun 2005 (Gambar 7). Kapal-kapal ini terdiri atas kapal pengangkut sebesar

28,2% dan kapal penangkap ikan sebesar 71,8%. Berdasarkan ukurannya, kapal-

kapal ini terbagi menjadi kapal berukuran ≤ 30 GT sebanyak 74,3% dan kapal

berukuran > 30 GT sebanyak 25,7% pada tahun 2005.

45

Gambar 7 Perkembangan jumlah kapal yang tambat labuh di PPI MuaraAngke (2003-2008).

Alat tangkap yang terdapat di PPI Muara Angke terdiri dari berbagai jenis.

Jenis alat tangkap yang mendominasi antara lain bukoami, jaring cumi, pukat

cincin, bubu, cantrang dan gillnet, sedangkan alat tangkap lainnya yang juga

terdapat di PPI Muara Angke yaitu muroami, jaring rampus, payang, lampara,

pancing dan liongbun.

Alat tangkap yang paling banyak dioperasikan oleh nelayan tahun 2008

yang beraktivitas di PPI Muara Angke antara lain bukoami sebanyak 40,7%

kemudian disusul oleh alat tangkap jaring cumi sebesar 21,6% selanjutnya pukat

cincin sebesar 17,8% dan bubu sebesar 7,5%. Jenis alat tangkap lainnya seperti

muroami, jaring rampus, payang, lampara pancing dan liongbun sebanyak 1,9%.

Jumlah alat tangkap terbanyak yang dioperasikan terdapat pada tahun 2006, yaitu

sebesar 3.886 alat dan terjadi penurunan pada tahun 2008 sebesar 4,8% dari tahun

sebelumnya (UPT PKPP Muara Angke, 2009). Penurunan jumlah alat tangkap

tersebut diduga karena banyak kapal yang berpindah tempat ke pelabuhan lain

untuk membongkar hasil tangkapannya karena ketidakcocokan harga pada saat

akan melelang hasil tangkapannya.

Nelayan yang memanfaatkan PPI Muara Angke sebagai tempat tambat

labuh maupun bongkar muat terbagi menjadi nelayan penetap dan nelayan

4884

4930

5210

4892

4303 3849

R² = 0.9

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

2003 2004 2005 2006 2007 2008

Jum

lah

Kap

al (

Uni

t)

Tahun

46

pendatang. Klasifikasi tersebut dapat terbagi lagi menjadi nelayan pekerja dan

nelayan pemilik.

Tabel 10 Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas bongkar muat dan sandar diPPI Muara Angke (2001-2003)

Status NelayanTahun

2001 2002 2003Nelayan penetap Pemilik 2.277 2.979 1.873(orang) Pekerja 8.862 11.703 790

Jumlah 11.139 14.682 2.663Nelayan pendatang Pemilik 1.324 1.813 1.690(orang) Pekerja 11.478 9.858 9.140

Jumlah 12.802 11.671 10.837Jumlah nelayan Pemilik 3.601 4.792 9.147(orang) Pekerja 20.340 21.561 4.353

Jumlah 23.941 26.353 13.500Sumber: UPT PKPP Muara Angke, (2006)

Jumlah nelayan PPI Muara Angke pada tahun 2001 sampai tahun 2003

mengalami fluktuasi (Tabel 10). Pada tahun 2002 terjadi kenaikan tetapi pada

tahun 2003 mengalami penurunan yang sangat drastis. Penurunan ini disebabkan

karena daerah penangkapan ikan yang semakin jauh, naiknya harga bahan bakar

minyak (BBM) dan mahalnya biaya perawatan kapal.

Selain itu dapat dikatakan bahwa selama periode 2001-2003 jumlah

nelayan terbanyak adalah nelayan penetap pekerja pada tahun 2002, yaitu

sebanyak 11.703 orang. Sedangkan jumlah nelayan paling sedikit adalah nelayan

penetap pekerja dimana pada tahun 2003 berjumlah 790 orang. Jika dibandingkan

antara jumlah nelayan penetap dan pendatang, ternyata nelayan yang melakukan

aktivitas bongkar muat dan sandar di PPI Muara Angke selama periode 2001-

2003, yaitu lebih banyak nelayan pendatang karena pendapatan di daerahnya tidak

mencukupi untuk menghidupi keluarganya sehari-hari. Hal tersebut disebabkan

karena harga ikan yang dilelang di daerah tidak setinggi harga ikan yang dilelang

di Jakarta, sehingga dapat mempengaruhi pendapatan nelayan yang bekerja di

suatu daerah.

Para nelayan dengan menggunakan armada penangkapan ikan yang

berbasis di PPI Muara Angke melakukan operasi penangkapan ikan di daerah

47

Perairan Bangka Belitung dengan hasil tangkapan 8,6%; Perairan Timur Sumetera

dengan hasil tangkapan 10,3%; Selat Karimata 13,4%; Laut Jawa 11,6%; Perairan

Kalimantan Barat 5,6%; Kepulauan Natuna 2,8%; Teluk Jakarta dan Karawang

0,7% dan di Karimun Jawa dengan hasil tangkapan 1,4% (UPT PKPP Muara

Angke, 2006).

2) Musim penangkapan

Musim penangkapan ikan di Muara Angke terjadi sepanjang tahun. Hanya

pada saat terang bulan tidak dilakukan penangkapan ikan. Menurut wawancara

dengan beberapa nakhoda (kapten kapal) musim penangkapan ikan dibagi menjadi

dua, yaitu musim barat terjadi pada bulan November – April, dan musim timur

pada bulan April – November. Pada musim barat angin bertiup sangat kuat dan

bergelombang besar. Keadaan demikian mengakibatkan banyak nelayan yang

tidak mau turun ke laut karena risiko yang terlalu besar. Nelayan banyak

menangkap ikan saat musim barat di daerah penangkapan di sekitar Teluk Jakarta

dan perairan Karawang. Pada musim timur angin bertiup tidak kuat dan

bergelombang tidak sekuat pada musim barat sehingga memungkinkan nelayan

untuk meningkatkan operasi penangkapannya. Daerah penangkapan yang

menjadi tujuan nelayan saat musim timur yaitu perairan Bangka Belitung, perairan

timur Sumatera, perairan Indramayu, Cirebon, dan Semarang.

3) Produksi ikan

Salah satu yang menjadi indikator perkembangan perikanan di suatu

daerah adalah jumlah dan nilai produksi perikanan. Produksi hasil tangkapan

yang didaratkan di PPI Muara Angke mengalami penurunan sebesar 19% pada

tahun 2007 dan 25,2% pada tahun 2008 (Gambar 8). Penurunan jumlah produksi

hasil tangkapan pada tahun tersebut karena jumlah kapal yang tambat labuh di PPI

Muara Angke juga menurun (Tabel 9). Namun jumlah hasil tangkapan pada tahun

2006 meningkat sebesar 13,6% dari tahun 2005 (Tabel 11) walaupun jumlah kapal

menurun. Peningkatan jumlah hasil tangkapan tersebut dapat dipengaruhi dari

kinerja nelayan dan musim penangkapan.

48

Tabel 11 Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPI Muara Angke 2004-2008

Tahun Jumlah produksi (Ton) Nilai (RP)

2004 8.189,19 33.311.092.5492005 9.392,51 34.539.811.1922006 10.675,82 35.539.811.1922007 8.647,29 31.274.813.7402008 6.464,71 28.972.929.810

Sumber : UPT PKPP Muara Angke, (2009)

Gambar 8 Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan di PPIMuara Angke (2004-2008).

Nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke mencapai titik

tertinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar Rp 35.539.811.192,00. Penurunan nilai

produksi hasil tangkapan mulai terjadi pada tahun 2007 sampai 2008 (Gambar 9).

6464,7

8647,310675,8

8189,2

9392,5

R2 = 0,9

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Jum

lah

Pro

du

ksi

(T

on)

49

Gambar 9 Perkembangan nilai produksi hasil tangkapandi PPI Muara Angke (2004-2008).

Dengan melihat jumlah dan nilai produksi, maka harga rata-rata hasil

tangkapan tiap tahunnya dapat dihitung dengan cara membagi nilai produksi

dengan jumlah produksinya. Dari gambar dapat dilihat bahwa rata-rata harga

hasil tangkapan di PPI Muara Angke mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 dan

2006 terjadi penurunan rata-rata harga hasil tangkapan sebesar 9,6% dan 9,5%..

Rata-rata harga hasil tangkapan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2007

sebesar 8,6% (Gambar 10).

Gambar 10 Perkembangan rata-rata harga hasil tangkapan.

34.539.811.192

33.311.092.54935.539.811.192

31.274.813.740

28.972.929.810

R2 = 0,9

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Nila

i pro

du

ksi

has

il ta

ngk

apan

(Ju

taan

Ru

pia

h)

4482

3617

3329

3677

4068 R2 = 0,9

0.00

500.00

1000.00

1500.00

2000.00

2500.00

3000.00

3500.00

4000.00

4500.00

5000.00

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

Rat

a-ra

ta h

arga

has

il ta

ngk

apan

(R

p/k

g)

50

Ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke merupakan ikan yang berasal

dari laut dan darat. Pasokan ikan dari darat biasanya berasal dari berbagai macam

daerah biasanya disebut pos daerah (Gambar 11) seperti : Tuban dengan hasil

tangkapan sebanyak 12,3%; Pekalongan 13,3%; Tegal 11,7%; Cilacap 10.5%;

Labuan 11,1%; Bandung 8,4%; Bogor 6,5%; Lampung 12,5%; Indramayu 13,6%

(UPT PKPP Muara Angke, 2009). Komposisi produksi hasil tangkapan yang

banyak didaratkan pada tahun 2008 adalah ikan bloso, cakalang, cucut, cumi-

cumi, kembung, pari, lemuru, tembang, tenggiri dan tongkol (UPT PKPP Muara

Angke, 2009).

51

.

Gam

bar

11D

aera

h pe

mas

ok ik

an k

e PP

I M

uara

Ang

ke.

52

4.3 Kondisi Umum Perikanan Pukat Cincin di PPI Muara Angke

4.3.1 Alat tangkap

Bentuk umum jaring yang digunakan oleh nelayan pukat cincin di Muara

Angke berdasarkan sampel penelitian mempunyai dimensi ukuran sebagai berikut:

1) Bahan Jaring: nilon

2) Dimensi utama jaring

- Panjang : 300-400 meter

- Tinggi : 90-140 meter

- Mesh size : 1 inci

3) Ukuran mesh size bagian bunt : 0,5 inci

4) Bahan dan jumlah pelampung : karet 1500 buah dengan jarak antar

pelampung 15-20 cm

5) Bahan dan jumlah pemberat : timah 1500 buah

6) Alat bantu penangkapan : 30 lampu dengan kekuatan 1000 watt; 1

ancak @ 12 lampu dengan kekuatan 12

volt (Lampiran 7); dan rumpon daun

kelapa.

Secara umum jaring pukat cincin terdiri dari sayap dan kantong (Lampiran

8). Tali temali yang ada pada jaring pukat cincin mencakup tali ris atas, tali ris

bawah, tali pelampung, tali pemberat dan tali kolor (purse line). Seluruh tali yang

ada menggunakan bahan PE (Poly Ethylene), kecuali tali kolor yang

menggunakan bahan manila (Gambar 12).

Pukat cincin memiliki ciri khusus yaitu terdapatnya tali kolor dengan

bahan manila dan cincin yang terbuat dari besi dengan diameter lubang 10 cm

berjumlah 120 cincin dengan jarak antar cincin 3 meter. Tali kolor dimasukkan

ke dalam cincin, hal ini yang memungkinkan bagian bawah jaring dikerutkan pada

saat operasi sehingga membentuk mangkuk dan mencegah ikan meloloskan diri.

53

Gambar 12 Tumpukan jaring pukat cincin di PPI Muara Angke.

4.3.2 Kapal pukat cincin

Kapal adalah salah satu bagian dari satu unit penangkapan ikan. Jenis

kapal pukat cincin Muara Angke adalah kapal motor. Berdasarkan sampel kapal

pukat cincin di Muara Angke memiliki ukuran kapal 18 m x 5 m x 3,1 m (PxLxD)

dan terbuat dari kayu. Ukuran GT kapal pukat cincin di Muara Angke berkisar

27-30 GT (Tabel 12). Mesin yang digunakan untuk mengoperasikan kapal

bermerk Mitsubishi dengan kekuatan mesin sebesar 88 PK dan berbahan bakar

solar. Jumlah palka yang dimiliki oleh setiap kapal berkisar 4-12 unit palka

dengan kapasitas muatan per palka sebesar 2,5 ton (Gambar 13).

Tabel 12 Spesifikasi armada pukat cincin di PPI Muara Angke

NamaKapal

Ukuran(GT)

Badan Kapal Mesin JumlahPalka(unit)

Panjang(m)

Lebar(m)

Dalam(m) Merk Kekuatan

(PK)Alam Jaya 27 18 5 6 Mitsubishi 88 8SinarHarapan

28 17,02 4,52 1,94 Hino 90 7

CitraWijaya

29 18,31 4,8 3,02 Mitsubishi 90 12

Putri 2 28 16,18 5,28 1,52 Mitsubishi 80 4

54

Gambar 13 Kapal Putri 2.

4.3.3 Nelayan

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan

ikan. Satu unit penangkapan dengan alat tangkap pukat cincin dioperasikan oleh

beberapa nelayan yang umumnya berkisar antara 30-35 orang (Tabel 13).

Armada penangkapan pukat cincin telah mengenal pembagian kerja dengan

bagian sebagai berikut:

1) Nakhoda: 1 orang, biasanya orang yang dipercaya oleh pemilik kapal.

Jabatan nakhoda mendapat bagian paling besar saat pembagian

keuntungan;

2) Wakil nakhoda: bertugas menggantikan nakhoda saat nakhoda harus

melakukan tugas lain;

3) Kepala Kamar Mesin: terdiri dari 2 orang yaitu KKM 1 dan KKM 2;

4) Koki/juru masak: 1 orang, bertugas menyiapkan makanan dan minuman

awak kapal, koki bekerja di dapur yang terdapat di belakang ruang kemudi

(wheel house); dan

5) ABK: sering disebut buruh penarik jaring, tugas utamanya adalah menarik

jaring.

55

Tabel 13 Jumlah nelayan dan pembagian tugas pada 4 kapal pukat cincin di PPI

Muara Angke

No NamaKapal

Jumlah Jumlah Petugas (orang)Nelayan(orang) Nakhoda Wakil

Nakhoda KKM Koki ABK

1KM. AlamJaya

35 1 1 2 2 29

2KM. SinarHarapan

30 1 1 2 2 24

3KM. CitraWijaya

35 1 1 2 3 28

4 KM. Putri 2 34 1 1 2 2 28

4.3.4 Metode pengoperasian pukat cincin

Berdasarkan wawancara dengan nakhoda, trip dilakukan pada saat gelap

bulan dimana operasi penangkapan umumnya satu kali dalam sebulan. Proses

penangkapan ikan dengan alat tangkap pukat cincin menggunakan sebuah kapal

saat melepas dan menarik jaring (one boat system), yang dibagi dalam beberapa

tahapan: persiapan (perbekalan), setting (melepas jaring) dan hauling (menarik

jaring) (Gambar 14). Dalam satu hari nelayan melakukan dua kali setting, yaitu

pukul 22.00-24.00 dan 04.00-06.00

Persiapan dilakukan sebelum berangkat menuju daerah penangkapan ikan.

Persiapan itu antara lain mengisi bahan bakar solar pada mesin utama,

mempersiapkan es (440 balok/44 ton), air tawar, perbekalan makanan, memeriksa

mesin utama, gardan, lampu tembak, memperbaiki serta merapikan jaring. Kapal

berangkat dari fishing base sekitar pukul 16.00-17.00 WIB. Saat hari mulai gelap,

nelayan menurunkan rumpon sekaligus ancak untuk memikat ikan agar berkumpul

di rumpon. Nelayan membiarkannya selama 3-4 jam menunggu sampai ikan

terkumpul pada rumpon tersebut.

56

Sumber: Setiawan, (2006)

Gambar 14 Ilustrasi pengoperasian pukat cincin.

Setting dilakukan dengan penurunan jaring yang diawali dengan

pelemparan pelampung tanda. Sebelum melakukan setting, posisi jaring dirapikan

terlebih dahulu di atas kapal agar dapat diturunkan dengan baik. Kegiatan setting

dilakukan di lambung kapal bagian kiri dengan arah putaran kapal berlawanan

jarum jam sehingga kapal berada di luar area pelingkaran jaring pukat cincin.

Penurunan jaring ditentukan oleh juru arus dengan mengamati keberadaan arus

perairan. Hal ini mempengaruhi keberhasilan pelingkaran jaring, selain itu untuk

membantu pelingkaran jaring dengan sempurna, kapal selalu memulai setting

dengan menghadang arus (berlawanan). Selama proses pelingkaran jaring

menggunakan sebuah kapal dengan kecepatan penuh, maka bagian jaring lainnya

dilepas pula ke laut agar jaring membentuk lingkaran penuh dengan cepat

sehingga diharapkan ikan tidak dapat meloloskan diri.

Setelah jaring melingkar penuh, pelampung tanda sudah naik kembali ke

atas kapal selanjutnya kedua ujung jaring diangkat ke kapal dan tali kolor

dihubungkan ke gardan (winch) untuk ditarik dengan cepat oleh para juru gardan.

Hal ini memungkinkan tali kolor akan menutup celah bagian bawah jaring hingga

57

bertemu kedua ujung sisi sayap, diharapkan ikan tidak dapat meloloskan diri ke

arah vertikal.

Penarikan badan jaring dilakukan oleh sejumlah ABK (dengan tangan)

setelah tali kolor dan cincin berada di atas kapal. Hauling dilakukan hingga

tertinggal bagian kantong (bunt) saja, dimana banyak ikan yang terkumpul di

dalamnya. Pemindahan ikan dari bunt ke palka menggunakan serok jika hasil

tangkapan cukup banyak. Namun jika hasil tangkapan relatif sedikit, maka jaring

langsung diangkat semua ke atas kapal lalu hasil tangkapan tersebut dimasukkan

ke dalam palka oleh ABK.

4.3.5 Penanganan, pengelolaan dan pemasaran

Kapal-kapal pukat cincin di Muara Angke umumnya hanya membawa

perbekalan es dan tidak membawa garam. Persediaan es secara utuh di atas kapal

jumlahnya bervariasi yaitu sekitar 250-450 balok es. Es yang dipakai dalam palka

sudah berbentuk es curah. Penanganan ikan menurut jenis maupun ukuran tidak

dilakukan di atas kapal, sehingga tingkat kesegaran ikan berkurang. Penyortiran

ikan dilakukan di PPI Muara Angke (Gambar 15).

Gambar 15 Kegiatan penyortiran ikan di atas dek kapal pukatcincin di PPI Muara Angke.

Setelah penyortiran hasil tangkapan selesai, hasil tangkapan akan segera

dibawa oleh palele (pelanggan/pedagang grosir) yang sudah bekerja sama dengan

pemilik kapal. Kemudian hasil tangkapan dibawa oleh palele untuk dipasarkan

lagi ke pedagang pengecer. Ikan ini dipasarkan ke pedagang pengecer di pasar

Muara Angke; saat penelitian dilakukan jumlah pedagang ikan di pasar Muara

Angke adalah 12 orang. Jumlah ikan yang dijual pedagang berkisar 20-50 kg per

58

hari. Jenis ikan yang dijual yaitu tongkol, kembung, selar bentong, lele, salem,

bandeng, dan udang. Pedagang ikan di pasar Muara Angke membeli ikan yang

untuk dijual di pasar grosir ikan Muara Angke. Penghasilan pedagang rata-rata

berkisar Rp 500.000,00 – Rp 700.000,00 per hari. Pedagang ikan berjualan di

pasar Muara Angke selama 2-5 tahun.

Hasil tangkapan yang sering tertangkap oleh nelayan pukat cincin adalah

ikan tongkol, cakalang, lemuru, kembung, tembang, layang, selar bentong, dan

bawal hitam (Tabel 14). Umumnya ikan-ikan tersebut dipasarkan pada pasar

lokal untuk dikonsumsi oleh masyarakat setempat.

Tabel 14 Jumlah hasil tangkapan pukat cincin Bulan April-Juli dan November2008 (kg)

Hasil Tangkapanpukat cincin April Mei Juni Juli November Jumlah

Bawal hitam 2.447 5.868 364 1.258 - 9.937Selar bentong 5.012 9.010 2.853 1.440 417 18.732

Kembung 1.740 12.584 1.489 2.177 574 18.564Tembang 12.913 25.108 20.829 - 2.544 61.394Tongkol 1.255 2.178 587 1.478 442 5.940Lemuru - - 3.800 - - 3.800

Sumber: UPT PKPP Muara Angke, (2009)