4 kartj-6

Upload: strookehead

Post on 05-Mar-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

research ir Herry Vaza, MEngSc TENTANG JEMBATAN YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN

TRANSCRIPT

Sistem pendukung jembatan Cable-Stayed terdiri dari 2 element utam, pilon dan sistem kabel

KONFERENSI REGIONAL TEKNIK JALAN KEENAM - RIAUBEBERAPA CATATAN TENTANG JEMBATAN BARELANG YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN

Oleh:DR. Ir. Muztazir NoesirIr. Herry Vaza, MEngSc.

Abstrak

Berdasarkan Keppres no. 41 tahun 11973, daerah Pulau Batam dikembangkan sebagai daerah industri. Dengan luas hanya 415 km2, Pulau Batam tidak dapat mendukung peningkatan yang sangat pesat aktivitas bisnis dan ekonomi. Dari alokasi 40% areal yang ada sampai tahun 1991 sudah direalisir kurang lebih 36,7%, sementara masih terdapat lebih dari 1500 perusahaan yang mengajukan permohonan investasi.

Atas dasar kondisi yang ada, dikeluarkan Keppres no. 28 tahun 1992 tentang Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapan Sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat (bonded zone). Dari kajian teknis, maka diputuskan untuk memilih pembangunan infrastruktur sebagai pemicu pembangunan pulau-pulau lainnya yaitu dengan pembangunan enam buah jembatan yang menghubungkan ke-tujuh pulau dengan panjang 2264 meter.

Pembangunan ke-enam jembatan dimulai bulan Oktober tahun 1993 dan selesai secara bertahap mulai tahun 1996 sampai dengan bulan Januari 1998. Ke-enam jembatan ini memiliki bentang dan konstruksi yang berbeda satu sama lain yaitu: Jembatan #1 Cable-Stayed, bentang utama 350 m (642 m); Jembatan #2 Balance Cantilever Single Box Girder, bentang utama 160 m (420 m); Jembatan #3 Segmental Concrete Box Girder, bentang utama 45 m (270 m); Jembatan #4 Balance Cantilever Double Box Girder, bentang utama 145 m (365 m); Jembatan #5 Arch Bridge, bentang utama 245 m (385 m) dan Jembatan #6 Segmental Concrete Box Girder, bentang utama 45 m (180 m). Dalam makalah ini, penulis mengajak peserta seminar membahas sekilas konstruksi Jembatan Barelang dipandang dari sudut perencanaan dan pelaksanaan serta beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian terutama yang menyangkut program pemeliharaan dan perbaikan.

1.PENDAHULUAN

Secara umum pembangunan ke-enam Jembatan Barelang dapat digolongkan karya spektakuler putra-putri bangsa Indonesia menyongsong awal milenium ke-3. Dari variasi bangunan atas yang ada, bentangan utama jembatan dapat dikategorikan sebagai kelas dunia (world record), seperti jembatan #1 Cable-stayed BatamTonton dengan bentangan utama 350 meter merupakan jembatan sistem cable-stayed terpanjang di kawasan Asia Tenggara dan bahkan termasuk terpanjang dibelahan bumi selatan. Jembatan cable-stayed ini lebih panjang 5 meter dari saudara kembarnya yang ada di kota Sydney Glebe Island Bridge yang dibangun untuk menyongsong olympiade Sydney 2000.

Alasan mengapa jembatan Glebe Island sebagai saudara kembar jembatan #1 Cable-Stayed Batam-Toton adalah dilihat dari aspek teknis seperti konfirugasi kabel penggantung, bentuk pengaku lantai kendaraan, dan sedikit perbedaan pada kaki pylon yang pada jembatan Glebe Island membentuk diamond sedangkan pada jembatan Batam-Toton berbentuk huruf A yang sedikit lebih sederhana baik dipandang dari sudut perencanaan maupun dari sudut pelaksanaannya. Kesamaan lainnya dari kedua jembatan tersebut di atas adalah kedua dibangun di atas air (selat dan teluk) yang masing-masing harus diperhatikan kondisi salinitas lingkungannya.

Cara pelaksanaan pylon kedua jembatan inipun menggunakan cara yang sama yaitu dengan memanfaatkan peralatan Climbing Form. Secara umum dapat digambarkan bahwa untuk membuat kaki pylon, climbing form ini selalu bertumpu pada bagian yang sudah buat sebelumnya. Pada saat bertumpu pada bagian kaki pylon yang ada, dilakukan pengerjaan bagian dimuka/didepan atau di atasnya dan setelah selesai serta beton sudah cukup kuat, climbing form dipindahkan pada bagian yang baru dibuat dan seterusnya menumpu pada bagian ini, dan kemudian kembali untuk mengerjakan bagian dimukanya dan seterusnnya. Cara demikian juga yang dilakukan untuk pekerjaan lantai kendaraan. Peralatan kerja untuk lantai kendaraan pada kedua jembatan kembar ini biasanya disebut dengan Traveller Formwork, namun dasar cara kerja dan prosedurnya sama dengan cara kerja climbing form.

Jembatan lain dari ke-enam Jembatan Barelang yang juga termasuk karya munomental adalah Jembatan #5 Rempang-Galang Concrete Arch Bridge dengan bentangan utama 245 meter yang pembangunan busurnya menggunakan kabel penggantung sementara. Jembatan ini juga termasuk rekor bangsa Indonesia. Rekor dunia jembatan busur beton adalah Jembatan Tito, bentang utama 390 m yang menghubungkan Krk dengan Yugoslavia mainland yang dibangun dengan cara balance cantilever precast box segmental [6].

Sedangkan Jembatan #2 Toton-Nipah dapat dikategorikan sama dengan Jembatan #4 Setoko-Rempang yaitu jembatan concrete box girder yang dilaksanakan dengan cara balance cantilever. Perbedaan dari kedua jembatan ini adalah pada bentangan utama dan total panjang jembatan serta bentuk box girder. Pada Jembatan #2 digunakan single box girder sedangkan pada Jembatan #4 digunakan double box girder.

Demikian juga untuk Jembatan #3 Nipah-Setoko dapat dikategorikan sama dengan Jembatan #6 Galang-Galang Baru yaitu concrete box girder yang pelaksanaannya menggunakan Launching Truss. Dari aspek perencanaan jembatan #2 dan #4 dengan Jembatan #3 dan #6 adalah jembatan concrete box girder, yang kedua-keduanya sama-sama menggunakan kabel prestressing untuk mendukung strukturnya sendiri dan beban lalu-lintas. Yang membedakan adalah pada cara pelaksanaannya yang mungkin menyebabkan adanya tambahan kabel prestressing sementara yang diperlukan untuk pelaksanaan pada metode balance cantilever.

Dari uraian teknis mengenai aspek perencanaan dan pelaksanaan di atas dapatlah dirumuskan bahwa ke-enam Jembatan Barelang dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu masalah kabel (kabel penggantung, dan kabel prestressing) dan beton pratekan dan hal ini akan diangkat menjadi catatan penting yang perlu mendapat perhatian dalam program pemeliharaan dan perbaikan jembatan. Hal inilah penulis anggap penting dalam rangka mengoptimalkan tingkat layan jembatan selama umur rencana teknisnya.

2.JEMBATAN CABLE-STAYED

2.1Umum

Sistem pendukung jembatan Cable-Stayed terdiri dari 2 element utama, pylon dan sistem kabel. Pylon pada struktur jembatan modern selalu terbuat dari beton walaupun baja juga pernah digunakan pada jembatan-jembatan cable-stayed. Tower beton lebih disenangi karena murah dan pendetailan relatif mudah dan tidak menuntut ketelitian pelaksanaan dan prosedur inspeksi. Bentuk kabel pada pylon dapat menerus melalui pylon atau diangkerkan pada pylon.

Apapun penyusunannya, sistem kabel terdiri dari kawat baja termasuk sistem angker, sistem proteksi dan sistem proteksi cuaca luar. Pemilihan kedua sistem tersebut berbeda pada cara penggantian kabel-kabel. Pada sistem yang diangkur pada pylon memerlukan tower direncanakan untuk gaya tidak seimbang (unbalance) pada saat satu kabel dilepaskan.

Permasalahan akan dititikberatkan pada kabel tidak pada pylon mengingat pemeriksaan tower dan diperbaiki seperti pada element baja atau beton lainnya. Lebih lanjut, sebagai catatan sebagian besar jembatan cable-stayed yang ada sekarang ini, pylon tidak pernah menjadi masalah utama perbaikan dan pemeliharaan [2].Untuk masalah rehabilitasi, arrangement kabel tidaklah penting dibandingkan dengan masalah tipe kabel, proteksi korosi dan sistem angker kabel. Sehingga disini akan difocuskan pada hal-hal tersebut di atas.

Tipe KabelKabel penggantung (cable stays) dapat berupa untai kawat galvanis (galvanized wire rope), galvanized locked coil, galvanized strand dan batang, stands atau kawat yang digrouting. Biasanya untuk struktur cable-stayed di dunia saat ini, sistem yang disukai terdiri dari kabel penggantung yang terbuat bundel dari 20 sampai 80 strands yang disusun paralel, setiap strand terdiri dari 7 wires (kawat) yang dipuntir bersama-sama. Strand 7 wires tersebut adalah yang biasanya digunakan pada struktur beton pratekan dan banyak tersedia dipasaran dan mudah disimpan dan diangkut dengan cara menggulungnya pada gulungan. Pada struktur tertentu, strand memungkinkan untuk dilepaskan secara individual dan menggantinya, namun demikian jika keseluruhan kabel sudah dilengkapi dengan proteksi dengan cara memberi grouting di dalam pipa seperti pada teknologi beton prestress, maka penggantian individual strand tidak memungkinkan.

Proteksi KaratMerupakan hal yang sangat penting bahwa kabel-kabel dari jembatan cable-stayed diproteksi dari pengaruh karat. Bentuk proteksi karat tergantung pada tingkat proteksi yang direkomendasi untuk lokasi itu. Yang paling sering untuk sistem proteksi jembatan cable-stayed modern berupa pelapisan epoxy pada pipa polyethylene. Ruang kosong antara pipa polyethylene dan kabel diinjeksi dengan grouting cementitious. Kemudian pipa polyethylene dibungkus dengan polyvinyl flouride tape yang awet (PVF) untuk melindungi dari radiasi ultraviolet. Biasanya tape berwarna muda yang direkomendasi karena banyak memantulkan cahaya sehingga menjadikan kabel tidak sensitive terhadap variasi temperatur.

Pemilihan pipa pembungkus kabel untuk melindungi dari pengaruh korosi dan pemeliharaan sangat tergantung pada perencana bisa dari baja atau dari polyethylene. Penggunaan polyethylene direkomendasi oleh FHWA karena kawat baja dapat diperiksa menggunakan pemeriksaan Ultra Sound melalui pembungkus kabel polyethylene [2].

Angker KabelKarena jembatan cable-stayed direncanakan mulai dengan sedikit kabel sampai dengan banyak kabel, sehingga angker akan bervariasi dari sedikit sampai banyak. Untuk jembatan tertentu, dengan sedikit kabel penggantung, akan besar gaya kabelnya, sehingga dengan demikian jembatan dengan sedikit kabel penggantung cenderung sistem angkernya besar dan rumit pada hubungan dengan tower dan bangunan atas. Untuk maksud pemeriksaan dan perbaikan, karena konsentrasi gaya pada angker atau transfer melalui angker sangat besar. Pemeliharaan sistem proteksi dari angker menjadi perioritas utama. Hal ini berlaku pada jembatan Batam-Toton yang jumlah kabel strand penggantung berkisar antara 31 strand sampai dengan 91 strand untuk satu bundel.

Prosedur InspeksiProsedur pemeriksaan yang baik perlu dibuat untuk pembungkus kabel, system damping, angker dan kabel baja. Untuk maksud tersebut, informasi dasar adalah inspeksi manual yang disiapkan oleh perencanan struktur jembatan. Setiap struktur cable-stayed harus memiliki manual jembatan, langkah-langkah inspeksi, perbaikan dan operasional jembatan. Manual biasanya berisikan konfigurasi struktur dan fungsi dari beberapa elemen sebagai akibat dari kebutuhan perencanaan (design requirement). Juga berisikan penjelasan konstruksi dan perubahan yang dibuat selama pelaksanaan. Lebih penting lagi manual harus membuat outline prosedur inspeksi yang harus diikuti untuk setiap elemen dari jembatan, termasuk kemungkinan kelemahan-kelemahan dan menyantumkan prosedur perbaikan yang direkomendasi.

Manual jembatan harus juga mencantumkan sketsa dari komponen jembatan dan tabel dan formulir-formulir kosong yang akan digunakan pada saat pemeriksaan.

2.2KOMPONEN UTAMA INSPEKSI

Umumnya komponen-komponen utama inspeksi adalah sebagai berikut:Hal perlu diperhatikan untuk sistem cable-stayed jembatan Batam-Toton seperti gambar 1 berikut. Disini kabel dibungkus dengan polyethylene High-density telescopic pipe dengan neoprene boots dan dengan damper internal dan external pada ujung angker:

Pembungkus KabelPembungkus kabel harus diperiksa secara berkala untuk mengetahui retak dan ketidakkerasan pelapis proteksi atau pipe polyethylene atau pipa baja. Jika pembungkus retak, ada kemungkinan kabel penggantung akan mengalami karat akibat intrusi air. Jika pelapis dan pipa polyethylene retak kecil dan setempat, pembungkus yang retak dapat dibungkus kembali dengan pelapis serat kaca (fibreglass) untuk mengembalikan keutuhan pembungkus. Jika retaknya sangat banyak, dapat dilakukan dengan tambahan pembungkus polyethylene baru di sekitar bagian yang rusak. Penggantian dilakukan dengan sambungan memanjang dan kalau memungkinkan dapat dilakukan dilakukan injeksi gout cementitious sebagai lapisan kedua sistem proteksi.

Sistem DampingSistem damping dapat berupa internal maupun external, dan harus dapat diperiksa untuk menyakinkan bekerja dengan baik. Pengukuran vibrasi harus dilakukan dan dibandingkan dengan manual operasional. Jika vibrasi berlebihan, penyesuaian pada sistem damping harus dilakukan. Cara operasi dan cara penyesuain dari sistem ditentukan oleh pabrik pembuat dan harus menjadi bagian dari manual pemeliharan jembatan.

Jika external damper dalam bentuk shock absorbers yang digunakan, rembesan cairan hidrolik harus menjadi perhatian. Paking (bushing) harus dicek untuk menyakinkan keutuhan dan tidak terjadinya perubahan bentuk. Pada kondisi deformasi yang esktrem, masing-masing shock atau keseluruhan sistem damping mungkin memerlukan penggantian.

Pada beberapa jembatan cable-stayed digunakan pelemah (attenuator) vibrasi yang dipasang pada girder box beton. Attenuator memindahkan gaya-gaya pada bagian dalam box untuk mengurangi pontensi fatik dari kabel-kabel. Jembatan juga dilengkapi dengan peralatan untuk memantau vibrasi dan pergerakan-pergerakan lainnya.

Angker KabelAngker kabel harus diperiksa terutama menyangkut hal-hal berikut Ketahan rembesan air dari penutup (boot) neoprene pada ujung pipa-pipa pengarah. Jika tersedia lubang air, periksa drainase ruangan antara pipa-pipa pengarah dan transisi. Ruangan ini harus sering diperiksa kemungkinan terjadi penimbunan air. Proteksi korosi dari sistem angker. Permukaan baja yang ter-ekspos harus diperiksa kekerasan sistem cat (pelindung). Galur (thread) dari bagian yang bergerak termasuk juga ring, mur, kepala baut dan lain sebagainya, yang biasanya diproteksi dengan grease atau oli lainnya, harus diperiksa untuk menyakinkan konituitas pelumasan. Sistem damping internal harus diperiksa sesuai dengan rekomendasi fabrik pembuat.

KabelAlignment kabel harus diperiksa. Bergelombangnya kabel dapat menunjukan kerusakan atau putusnya kawat baja atau terjadinya distorsi yang diakibatkan selama proses pelaksanaan. Kekuatan kabel bisa lebih rendah dari yang diasumsikan apabila hal tersebut terjadi.

2.3PROSEDUR PEMELIHARAAN DAN REHABILITASI

Yang dimaksudkan dengan pemeliharaan (maintenance) adalah setiap tindakan yang diperlukan untuk menjamim kelangsungan perilaku jembatan pada tingkat perilakunya saat ini. Sedangkan rehabilitasi lebih diarahkan sebagai tindakan perbaikan (corrective actions) yang diperlukan untuk mengembalikan pada performance standar (rencana) atau suatu peningkatan performance atau tingkat kapasitas.

Biasanya prosedur maintenance dan rehabilitasi dibawah ini yang diperlukan untuk jembatan cable-stayed.

KabelUntuk kabel penggantung baja yang digrouting sesungguhnya tidak memerlukan pemeliharan. Pada strand yang dilindungi dengan grouting di dalam duct, pemeliharaan lebih ditujukan pada pemeliharaan sistem proteksinya saja. Jika strand rusak akibat korosi atau keadaan lainnya, keseluruhan kabel harus diganti. Di dalam manual operasi harus juga dicantumkan cara yang harus diikuti dalam penggantian kabel penggantung (stay cable).

Proteksi KabelPemeliharaan berkala dari kabel penggantung harus meliputi juga pengecatan pembungkus kabel baja atau pembungkusan kembali dari pembungkus polyethylene kabel. Untuk pemeliharan ini sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan lokasi. Biasanya, pengecatan kembali dari pembungkusan baja diperlukan setiap 15 sampai 20 tahun [2].

Sedangkan cat yang akan digunakan harus sesuai dengan jenis cat aslinya. Frekwensi dari pembungkusan kembali pelapis (tape) kurang lebih antara 5 sampai 7 tahun [2].

Proteksi Angker dan Sistem DampingSetiap kerusakan pada sistem kedap air dari pipa pengarah dan koneksi pipa transisi harus segera diperbaiki. Pelapisan proteksi harus sesuai dengan spesifikasi dari pelapis asli. Sedangkan prosedur pemeliharaan untuk sistem damping harus mengikuti rekomendasi pabrik pembuat.

Penyesuaian Gaya Kabel PenggantungJika perilaku jangka panjang dari jembatan dilaporkan berbeda dengan asumsi perencanaan, penyesuaian gaya kabel penggantung diperlukan. Inspeksi harus juga meliputi pengamatan untuk menentukan deformasi dari struktur akibat beban mati dan lendutan akibat beban hidup. Hal ini akan memungkinkan dapat mengevaluasi besaran rangkak, shrinkage dan kekakuan yang diasumsikan. Prosedur detail untuk penyesuaian gaya penggantung harus dibuat dan disajikan dalam manual pemeliharaan. Pengembangan prosedur ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari bagian perencanan.

Rehabilitation yang manyangkut retensioning (penegangan) kabel penggantung hanya dilakukan apabila prosedur sudah diidentifikasi dengan baik sebagai bagian perencanan dan program penanganan.

VibrasiVibrasi berlebihan dari kabel-kabel penggantung dapat menyebabkan kerusakan pada keseluruhan jembatan. Penyebab utama vibrasi adalah gaya angin dan air hujan yang mengenai kabel. Masalah vibrasi dapat juga menjadi objek studi dalam rangka untuk menentukan penyebab dan mencari tahu penyelesaiannya. Perbaikan perilaku vibrasi ini dalam bentuk pemasangan sistem damping adalah cara termurah dan secara nyata dapat memperbaiki performance dari jembatan cable-stayed [2].

Penggantian KabelKorosi (kabel) umumnya disebabkan oleh kombinasi antara lingkungan dengan tingkat salinitas tinggi dan tingginya humiditi. Apabila sistem proteksi kabel tidak baik bukan tidak mungkin perlu adanya penggantian kabel penggantung. Hal ini berlaku juga pada jembatan Batam-Tonton yang melintasi laut dengan kondisi humiditi tinggi (daerah tropis). Oleh karena itu, pada tahap perencanan, rencana atau skema penggantian kabel tanpa menutup lalu-lintas harus sudah dipikirkan. Namun demikian program penggantian kabel dapat juga dilakukan pada jembatan yang tidak dipertimbangkan atau direncanakann untuk diadakannya program penggantian kabel. Pada program penggantian kabel penggantung, elemen jembatan lainnya seperti sistem deck harus dimasukan sebagai bagian perbaikan.

3.Jembatan Box Girder

Segmental box girder dapat dilakukan secara precast atau cast-in-place dan apapun cara pelaksanaannya hal ini dikategorikan sebagai metode konstruksi sama seperti span by span, balance cantilever, incremental launching atau progressive placement. Dan untuk mengevaluasi jembatan yang sudah ada, metode pelaksanaan harus diketahui untuk memperkirakan beban-beban yang mungkin sudah dipertimbangkan akibat urutan ereksi yang digunakan.

Untuk mempertahankan kekuatan, jembatan box girder harus selalu dalam kondisi tekan (compression). Kekuatan tekan ini dapat diciptakan oleh posttensioning. Hasilnya struktur beton dapat sangat kuat, bila gaya tekannya cukup.

Namun demikian akibat variasi kondisi pembebanan, efek jangka panjang (time-dependent effects) dan efek posttensioning, banyak jembatan box girder baik untuk jalan raya maupun untuk kereta api, di bagian barat dan selatan Amerika Serikat menunjukan keadaan bahaya (distress) terutama yang dibangun pada 2 dekade terakhir [2].

3.1Prinsip Perencanaan

Gambar 2a berikut adalah diagram tegangan yang menggambarkan tipikal tegangan pada struktur jembatan di atas 2 tumpuan. Beban mati dan beban hidup menyebabkan tarik pada bagian bawah dan tekan pada bagian atas balok. Aplikasi gaya pratekan akan mengurangi hampir atau keseluruhan tegangan-tegangan tarik. Sedangkan pada Gambar 2b menunjukan distribusi tegangan untuk kondisi yang sama setelah efek waktu terjadi (time-dependent). Rangkak dan shrinkage dari beton mengurangi efektivitas posttensioning, sehingga mengurangi gaya tekan pada struktur dan menyebabkan kemungkinan terjadinya tegangan tarik. Tidak seperti pada baja, beton berubah terhadap waktu, efek rangkak dan shrinkage harus diperhitungkan dalam perencanaan beton pratekan sebab gaya pratekan akan berkurang terhadap waktu sebagai akibat rangkak dan shrinkage tersebut.

3.2Problem Umum

Banyak faktor yang menyebabkan struktur box girder perlu diperbaiki. Kurangnya petunjuk perencanaan menyebabkan banyaknya pendekatan dalam perencanaan yang tidak selalu baik. Tidak jelasnya batasan untuk rangkak, shrinkage dan relaksasi baja menyebabkan perencanaan diluar yang diharapkan dari sudut padang serviceability. Lebih lanjut efek dari perbedaan temperatur memberikan andil yang sangat besar. Tegangan-tegangan akibat perbedaan temperatur ini biasanya diabaikan pada perencanaan.

Hal-hal yang menunjukan distress pada struktur box girder, seperti retak geser, retak lentur biasanya dapat diperbaiki dengan menambah external posttensioning yang akan meningkatkan tegangan tekan pada beton dan akan memaksa retak yang ada menutup dan akan mengurangi retak-retak baru untuk muncul. Bagian lain dari distress adalah pada angker tendon dan pada daerah deviation.

Apabila retak-retak diabaikan bukan mustahil akan menyebabkan korosi pada tulangan dan kabel posttensioning dan tentu akan mengurangi umur teknis jembatan. Perbaikan segera dilakukan pada awal timbulnya distress untuk mengurangi kerusakan besar dan untuk mengembalikan kondisi precompressionnya.

3.3RetakUmumnya kelemahan ditandai dengan adanya retak. Retak yang diakibatkan shrinkage atau tidak cukupnya tulangan temperatur adalah hal biasa. Namun demikian tergantung pada lokasi dan ukuran, beberapa retak mungkin berbahaya pada struktur. Berapapun ukurannya, semua retak dapat memberikan jalan pada uap atau air asin untuk mencapai tulangan atau duct atau kabel pratekan (strand).

Retak lentur. Retak melintang pada bagian bawah atau atas box biasanya menunjukan tanda tidak cukupnya kapasitas struktur. Hal ini dapat disebabkan gaya pratekan atau tulangan tidak cukup untuk memikul gaya tarik yang disebabkan oleh beban luar. Tidak cukupnya kapasitas dapat disebabkan underestimate beban mati dan hidup, losses pratekan, rangkak & shrinkage dan momen distribusi. Gambar 3, menunjukan lokasi retak umumnya terjadi pada struktur box girder.

Retak Zone Lokal. Retak dekat daerah angker tendon biasanya ditandai tidak cukupnya tulangan zone lokal. Akibat gaya pratekan yang didesakan pada box girder, timbul juga retak tarik akibat bursting disamping retak tarik dari daerah angker tendon. Gambar 4 menunjukan kedua retak daerah zone angker tendon.

3.4Perbedaan Temperatur

Biasanya perbedaan temperatur dimaklumi sebagai sesuatu yang penting sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan perletakan dan expansion joint. Namun demikian, perbedaan temperatur sering dilupakan dalam perencanaan bangunan atas. Efek dari perbedaan temperatur ini ada apabila bagian atas bangunan atas panas atau dingin dibandingkan bagian bawah. Hal ini disebabkan adanya pemuaian atau susut yang tidak merata dari suatu section bangunan atas. Akibat adanya kondisi ini akan timbul tegangan-tegangan tambahan pada sistem bangunan atas jembatan sebagai akibat dari adanya usaha penyerasian permukaan/bidang yaitu plane remain plane, teori Navier untuk balok mengalami efek lentur. Menurut teori ini tegangan atau regangan pada setiap titik akibat bending diasumsikan proporsional terhadap jaraknya dari sumbu netral. Kondisi ini lebih-lebih menjadi pertimbangan penting pada struktur box girder dimana terdapat jebakan ruangan kosong yang suhunya sangat berbeda dari bagian luar.

Efek dari perbedaan temperatur pada struktur di atas 2 tumpuan dan tinggi box tidak melebih 300 mm (BMS 92) tidak akan memimbulkan tegangan-tegangan sekunder asalkan pada tumpuan tidak terdapat pengekangan momen. Efek dari perbedaan temperatur pada kondisi di atas ini akan menyebabkan terjadinya deformasi saja. Sama halnya dengan efek perbedaan temperatur rata-rata yang biasanya dipakai untuk perencanaan bearing dan expansion joint.

4.PENUTUP

Karya spektakuler nan megah menjadi catatan sejarah bangsa menjelang melenium 3 ini harus dilengkapi dengan manual operasional dan program pemeliharaan dan rehabilitasi secara sistematis dan terperinci. Seperti jembatan-jembatan besar di dunia lainnya, pemasangan peralatan monitoring yang real time perlu dipertimbangkan seperti pengukuran vibrasi, suhu, pergerakan tumpuan dan lain sebagainnya. Hal ini sangat diperlukan kalau kita menginginkan tingkat layan yang optimal dari jembatan selama umur rencana teknis jembatan.

Referensi:[1]Otorita Batam, Jembatan Barelang, Februari 1998.[2]Parsons Brinckerhoff, edited by Louis G. Sialano, P.E., Bridge Inspection and Rehabilitation, A Pratical Guide, John Wiley & Sons, Inc. 1993.[3]Bridge Management System, Bagian 2 Beban Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga 1992.[4]John S.Scott, Dictionary of Civil Engineering, The Penguin Books, Fourth Edition 1991.[5]Jurnal IABSE, Volume 9 Number 3, August 1999.[6]Christian Menn, Prestressed Concrete Bridge, Springer-Verlag, Wien, 1986.

Beberapa Catatan Jembatan Barelang 11