4. hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan...

20
17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Kota Bogor Kedudukan geografis Kota Bogor berada di tengah wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak sekitar 60 km dari Ibu Kota Jakarta, sehingga merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Wilayah Kota Bogor seluas 11 850 Km 2 terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Kemudian secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor. Batas wilayah Kota Bogor sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja. Sebelah timurnya berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, kemudian sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas. Sebelah selatannya berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Caringin. Penduduk Kota Bogor pada tahun 2012 terdapat sebanyak 1 004 831 orang yang terdiri dari 510 884 orang laki-laki dan sebanyak 493 947 perempuan. Kepadatan penduduk di Kota Bogor mencapai 8.480 orang per km 2 (Pemkot Bogor 2012). Sumber : BAPPEDA Kota Bogor, 2012 Gambar 1 Peta Wilayah Administrasi Kota Bogor 4.2. Deskripsi Geometrik Ruas Jalan Sampel Pencacahan kendaraan dilakukan di 7 titik jalan arteri Kota Bogor. Ketujuh titik tersebut yaitu: a) Jl. Padjajaran #1 tepatnya di depan RS. PMI; b) Jl. Padjajaran # 2, tepatnya di depan SPBU Bantar Jati; c) Jl. Jalak Harupat, di depan Lapangan Sempur; d) Jl. Veteran, tepatnya di depan pintu masuk Balai Kehutanan; dan e) di Jalan Raya Tajur; f) Jalan KH. Sholeh Iskandar; g) Jalan Pahlawan. Adapun deskripsi singkat dari geometrik setiap ruas jalan tersebut yaitu sebagai berikut:

Upload: trankiet

Post on 08-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Kota Bogor

Kedudukan geografis Kota Bogor berada di tengah wilayah Kabupaten

Bogor yang berjarak sekitar 60 km dari Ibu Kota Jakarta, sehingga merupakan

potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa,

pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi,

dan pariwisata. Wilayah Kota Bogor seluas 11 850 Km2 terdiri dari 6 kecamatan

dan 68 kelurahan. Kemudian secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh

wilayah Kabupaten Bogor. Batas wilayah Kota Bogor sebelah utara berbatasan

dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja.

Sebelah timurnya berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi,

kemudian sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Kecamatan

Ciomas. Sebelah selatannya berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Caringin.

Penduduk Kota Bogor pada tahun 2012 terdapat sebanyak 1 004 831 orang yang

terdiri dari 510 884 orang laki-laki dan sebanyak 493 947 perempuan. Kepadatan

penduduk di Kota Bogor mencapai 8.480 orang per km2 (Pemkot Bogor 2012).

Sumber : BAPPEDA Kota Bogor, 2012

Gambar 1 Peta Wilayah Administrasi Kota Bogor

4.2. Deskripsi Geometrik Ruas Jalan Sampel

Pencacahan kendaraan dilakukan di 7 titik jalan arteri Kota Bogor. Ketujuh

titik tersebut yaitu: a) Jl. Padjajaran #1 tepatnya di depan RS. PMI; b) Jl. Padjajaran

# 2, tepatnya di depan SPBU Bantar Jati; c) Jl. Jalak Harupat, di depan Lapangan

Sempur; d) Jl. Veteran, tepatnya di depan pintu masuk Balai Kehutanan; dan e) di

Jalan Raya Tajur; f) Jalan KH. Sholeh Iskandar; g) Jalan Pahlawan. Adapun

deskripsi singkat dari geometrik setiap ruas jalan tersebut yaitu sebagai berikut:

Page 2: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

18

a) Jalan Pajajaran # 1

Gambar 2 Lokasi pengamatan Jalan Pajajaran #1 depan RS. PMI,

Baranangsiang (Sumber: maps.google.com)[diakses 9 Juli 2014]

Titik pengamatan ini tepatnya berada di depan RS. PMI (Gambar 2). Tipe

jalan Pajajaran merupakan jalan terbagi atau kategori D, sehingga memiliki

dua ruas yang berlawanan arah. Lebar ruas jalan yang mengarah ke Utara

yaitu 7,8 m sedangkan lebar ruas jalan yang mengarah ke Selatan yaitu 6,8

m dengan lebar keseluruhan yaitu 14,6 m. Dua ruas tersebut dipisahkan oleh

trotoar pembatas, dan memiliki bahu jalan yang sempit, yakni sekitar 50 cm.

Di sisi kiri atau luar jalan ini telah dilengkapi dengan trotoar sebagai jalur

bagi pejalan kaki. Adanya pagar di sisi trotoar samping jalan telah menekan

aktivitas pejalan kaki dan kaki lima di bahu jalan, sehingga relatif tidak ada

hambatan bagi laju kendaraan.

b) Jalan Pajajaran # 2

Titik pengamatan ini tepatnya berada di depan SPBU Bantar Jati (Gambar

3). Tipe jalan Pajajaran merupakan jalan terbagi atau kategori D, sehingga

memiliki dua ruas yang berlawanan arah. Lebar ruas jalan yang mengarah

ke Utara yaitu 5 m dan lebar ruas jalan yang mengarah ke Selatan yaitu 4.9

m dengan lebar keseluruhan yaitu 9.9 m. Dua ruas tersebut dipisahkan oleh

trotoar pembatas dan hampir tidak memiliki bahu jalan. Di sisi kiri dan luar

jalan ini dilengkapi dengan trotoar untuk pejalan kaki, namun bahu jalan

relatif sempit dan lebar trotoar tidak lebih dari satu meter.

Gambar 3 Lokasi pengamatan arus lalu lintas di jalan Pajajaran, depan RS.

Azra (Sumber: maps.google.com) )[diakses 9 Juli 2014]

Page 3: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

19

c) Jalan Jalak Harupat

Gambar 4 Lokasi pengamatan arus lalu lintas di jalan Jalak Harupat, depan

Lap. Sempur (Sumber: maps.google.com) [diakses 9 Juli 2014]

Titik pengamatan ini tepatnya di depan Lapangan Sempur (Gambar 4). Tipe

jalan Jalak Harupat merupakan jalan yang tidak terbagi atau kategori UD,

yang berlawanan arah. Lebar ruas jalan yang mengarah ke barat yaitu 4.7 m

dan lebar ruas jalan yang mengarah ke Timur yaitu 4.2 m dengan lebar

keseluruhan yaitu 8.9 m. Ruas jalan tersebut tidak dipisahkan oleh trotoar

dan memiliki bahu jalan yang sempit. Di sisi kiri atau luar jalan ini telah

dilengkapi dengan trotoar (1 – 2 m) di sisi Selatan jalan sebagai sarana bagi

pejalan kaki. Lebar trotoar yang lebih dari satu meter memberi cukup ruang

untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik

pengamatan ini memungkinkan lebih banyak hambatan bagi laju kendaraan

terutama pada waktu akhir pekan.

d) Jalan Veteran

Titik pengamatan ini berada di jalan Veteran, tepatnya di depan pintu masuk

Balai Kehutanan (Gambar 5). Tipe jalan ini merupakan jalan yang tidak

terbagi atau kategori UD yang berlawanan arah. Lebar ruas jalan yang

mengarah ke Barat yaitu 4.5 m dan lebar ruas jalan yang mengarah ke Timur

yaitu 4.4 m dengan lebar keseluruhan yaitu 8.9 m. Ruas jalan tersebut tidak

dipisahkan oleh trotoar dan memiliki bahu jalan yang sempit. Di sisi kiri

jalan ini telah dilengkapi dengan trotoar sebagai sarana bagi pejalan kaki.

Trotoar memberikan ruang untuk aktivitas pejalan kaki di pinggir jalan.

Gambar 5 Lokasi pengamatan arus lalu lintas di Jalan Veteran, depan gerbang

Balai Kehutanan (Sumber: maps.google.com) [diakses 9 Juli 2014]

Page 4: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

20

e) Jalan Raya Tajur

Gambar 6 Lokasi pengamatan arus lalu lintas di Jalan Raya Tajur

(Sumber: maps.google.com) [diakses 9 Juli 2014]

Titik pengamatan ini berada di jalan Raya Tajur, di sekitar Terminal Tas

(Gambar 6). Tipe jalan ini merupakan jalan yang tidak terbagi atau kategori

UD yang berlawanan arah. Ruas jalan tersebut tidak dipisahkan oleh trotoar

dan memiliki bahu jalan yang sempit. Di sisi kiri atau luar jalan ini telah

dilengkapi dengan trotoar (sekitar 1 m) di sisi kanan-kiri jalan sebagai

sarana bagi pejalan kaki. Lebar trotoar yang ada memberikan cukup ruang

untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Dengan kondisi

demikian, pada titik Jalan Raya Tajur memungkinkan terjadi lebih banyak

hambatan bagi laju kendaraan.

f) Jalan KH. Sholeh Iskandar

Tipe jalan KH. Sholeh Iskandar merupakan jalan terbagi atau kategori D

(Gambar 7), sehingga terbagi menjadi dua ruas yang berlawanan arah. Dua

ruas tersebut dipisahkan oleh trotoar pembatas, dan memiliki bahu jalan

yang sempit. Di sisi kiri atau luar jalan ini telah dilengkapi dengan trotoar

sebagai jalur bagi pejalan kaki. Bahu jalan yang relatif sempit dan adanya

pagar di sisi trotoar samping jalan ditambah pula banyaknya toko-toko serta

beberapa mall berakibat pada besarnya hambatan bagi laju kendaraan dari

aktivitas kendaraan keluar masuk toko-toko atau mall juga oleh akitivitas

pejalan kaki dan pedagang kaki lima.

Gambar 7 Lokasi pengamatan arus lalu lintas di Jalan KH. Sholeh Iskandar

(Sumber: maps.google.com) [diakses 20 Juli 2014]

Page 5: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

21

g) Jalan Pahlawan

Gambar 8 Lokasi pengamatan arus lalu lintas di Jalan Pahlawan

(Sumber: maps.google.com) [diakses 9 Juli 2014]

Tipe jalan Pahlawan merupakan jalan yang tidak terbagi atau kategori UD

yang berlawanan arah (Gambar 8). Ruas jalan tersebut tidak dipisahkan oleh

trotoar dan memiliki bahu jalan yang sempit. Di sisi kiri atau luar jalan ini

telah dilengkapi dengan trotoar (sekitar 1 m) di sisi kanan-kiri jalan sebagai

sarana bagi pejalan kaki. Lebar trotoar yang ada memberikan cukup ruang

untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Dengan kondisi

begitu, pada titik pengamatan ini memungkinkan lebih banyak hambatan

bagi laju kendaraan.

4.3. Kecenderungan Peningkatan Jumlah Kendaraan di Kota Bogor

Pada Tabel 9 disajikan data jumlah kendaraan di Kota Bogor dari berbagai

jenis kendaraan dari tahun 2008 – 2013. Kajian melihat kencendrungan peningkatan

jumlah pertumbuhan kendaraan dilakukan dengan menggunakan data sekunder

yang diperoleh dari instansi yang menyediakan data terkait.

Tabel 9 Data jumlah kendaraan tahun 2008 – 2013

Jenis Kendaraan Bermotor Banyaknya kendaraan

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sedan, Jeep, Minibus (Pribadi) 32 620 34 460 37 675 45 383 46 871 51 229

Sedan, Jeep, Minibus (Umum) 3 433 3 627 3 965 4 776 3 228 4 028

Sedan, Jeep, Minibus (Pemerintah, TNI, POLRI) 321 339 371 447 429 478

Bus, Mikro Bus (Pribadi) 260 257 244 293 214 237

Bus, Mikro Bus (Umum) 335 331 314 377 285 312

Bus, Mikro Bus (Pemerintah, TNI, POLRI) 53 53 50 60 46 40

Truk, Light Truk, Pick Up (Pribadi) 7 657 7 541 8 043 9 754 9 533 10 295

Truk, Light Truk, Pick Up (Umum) 115 113 120 146 200 200

Truk, Light Truk, Pick Up (Pemerintah, TNI, POLRI) 168 166 177 215 205 223

Sepeda Motor (Pribadi) 106543 119564 147059 202269 159071 20329

Sepeda Motor (Umum) - - - - - -

Sepeda Motor (Pemerintah, TNI, POLRI) 570 640 787 1 088 812 1 069

Sumber: Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat Wilayah Kota Bogor

Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa peningkatan kendaraan dari tahun ke

tahun cenderung meningkat (tumbuh positif). Akan tetapi terjadi penurunan jumlah

kendaraan yang terdata di Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat Wilayah Kota

Bogor pada tahun 2012.

Page 6: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

22

Gambar 9 Pertumbuhan kendaraan tahun 2008-2013 (Sumber: Data diolah 2013)

Peningkatan yang cukup tinggi terjadi pada tahun 2008-2011, yakni sebesar

112 733 kendaraan, sedangkan dari 2011-2013 terjadi peningkatan yang tidak

begitu signifikan karena didalamnya sempat terjadi penurunan pada 2011-2012.

Gambar 10 Peningkatan mobil besar tahun 2008-2013 (Sumber: Data diolah 2013)

Pertumbuhan kendaraan roda dua yang disajikan pada Gambar 11 menun-

jukkan pola yang serupa dengan peningkatan kendaraan secara keseluruhan pada

gambar 10 di atas. Pertumbuhan kendaraan bermotor (roda dua) cenderung terus

menigkat dari tahun ke tahun meskipun sempat mengalami lag pada tahun 2011-

2012, akan tetapi setelah itu kembali mengalami peningkatan yang cukup tinggi.

Dilihat dari kepemilikan sepeda motor, sepeda motor milik pribadi cenderung

mengalami peningkatan lebih tinggi dibandingkan sepeda motor milik pemerintah.

TNI atau Polri. Menurut data tersebut, lebih banyak masyarakat yang memiliki

sepeda motor.

201320122011201020092008

275000

250000

225000

200000

175000

150000

Tahun

pe

nin

gka

tan

ke

nd

ara

an

Trend peningkatan Kendaraan Tahun 2008-2012Trend Peningkatan Kendaraan 2008-2013

Page 7: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

23

Gambar 11 Peningkatan jumlah motor tahun 2008-2013 (Sumber: Data diolah 2013)

Berdasarkan data jumlah kendaraan di Kota Bogor, terlihat bahwa adanya

kecenderungan peningkatan jumlah kendaraan di semua jenis kendaraan. Semakin

tahun jumlah kendaraan di Kota Bogor semakin meningkat. Banyaknya jumlah

kendaraan dapat berimplikasi langsung terhadap tingkat pelayanan jalan di Kota

Bogor. Jalan di Kota Bogor akan semakin padat karena meningkatnya arus

kendaraan yang melewati Kota Bogor. Hal ini akan menyebabkan permasalahan

ketika kapasitas jalan tidak bisa mengimbangi volume kendaraan. Apabila mening-

katnya jumlah kendaraan tidak diimbangi dengan penyesuaian tingkat pelayanan

jalan maka akan terjadi the tragedy of the common dari pemanfaatan jalan.

Jalan sebagai sumberdaya bersama memang sangat sensitif terhadap hak asasi

pengguna jalan. Hak pengguna jalan dapat saja di ambil atau berkurang yang di

akibatkan oleh pengguna jalan lain karena kapasitas jalan sudah tidak sesuai dengan

volume kendaraan. Kemacetan menjadi salah satu dampak adanya eksternalitas

negatif dari penggunaan sumberdaya secara bersama-sama.

4.4. Analisis Tingkat Kelayakan Jalan

4.4.1. Tingkat Pelayanan Jalan

Nilai tingkat pelayanan jalan atau Degree of Saturation (DS) atau V/C ratio

menjawab apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak,

nilai tersebut juga digunakan sebagai ukuran dalam penanganan masalah jalan dan

lalu lintas. Pada dasarnya, semakin besar hasil perbandingan antara keduanya, maka

kinerja jalan semakin rendah. Sebaliknya, semakin kecil hasil perbandingan

tersebut, maka tingkat kinerja jalan akan semakin baik. Berdasarakan perhitungan

dan analisis pada Tabel 10 yang dimulai dari identifikasi geometri jalan, analisis

volume lalu lintas, analisis hambatan samping dan analisis kapasitas jalan, maka

dapat ditentukan tingkat pelayanan jalan di Kota Bogor.

Page 8: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

24

Tabel 10 Standar tingkat pelayanan (Level of Service, LoS) jalan

Tingkat

Pelayanan Karakteristik V/C

A Kondisi arus bebas, berkendara dalam kecepatan

tinggi, volume lalu lintas rendah 0.0 – 0.20

B Arus stabil, kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi

lalu lintas 0.21 – 0.44

C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-

dalikan oleh kondisi lalu lintas 0.45 – 0.75

D Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih

dapat dikendalikan, V/C masih dapat ditolerir 0.76 – 0.84

E Arus tidak stabil, kecepatan kadang terhenti, per-

mintaan (kebutuhan) jalan mendekati kapasitasnya 0.85 – 1.00

F Arus dipaksakan rendah, volume kendaraan di atas

kapasitas jalan, terjadi antrian panjang (macet) ≥ 1.00 Sumber : AASHO, policy on design of urban highway aretrial streets (1973)

Menurut Tamin (2000) menyatakan nilai VCR atau tingkat pelayanan jalan

digunakan untuk menentukan rekomendasi bagi bentuk penanganan ruas jalan

serta persimpangan dalam suatu wilayah pengaruh. Jenis penanganannya

dikelompokkan sebagai berikut:

1. Jika nilai DS berada pada 0.6-0.8. Jenis penanganannya adalah

manajemen lalu lintas yag ditekankan pada pemanfaatan fasilitas

jalan yang ada seperti pemanfaatan lebar jalan secara efektif, bisa juga

berupa peningkatan kelengkapan marka dan rambu jalan, pemisahan arus,

pengendalian parkir dan kaki lima serta pengaturan belok.

2. Jika nilai DS sama dengan 0.8. Jenis penanganannnya adalah peningkatan

ruas jalan berupa pelebaran dan penambahan lajur jalan sehingga dapat

ditingkatkan kapasitas ruas jalannya dengan signifikan.

3. Jika nilai DS lebih dari 0.8. Nilai DS yang sudah jauh melebihi 0.8 maka

pilihan terakhir adalah pembangunan jalan baru, jalan lingkar atau jalan

utama alternatif yang dapat memecah kepadatan lalu lintas pada jalan

lama. Upaya ini ditempuh sebab penambahan lebar jalan dan penam-

bahan lajur sudah tidak memungkinkan lagi kerena keterbatasan lahan

dan kondisi lalu lintas yang sangat padat.

Volume kendaraan yang terus meningkat tiap tahunnya akan berakibat pada

semakin rendahnya tingkat pelayanan jalan apabila ruas jalan yang tersedia tidak

mengalami penambahan secara signifikan. Semakin rendahnya tingkat pelayanan

jalan dan meningkatnya volume kendaraan dapat menimbulkan eksternalitas bagi

pengguna jalan seperti kualitas jalan yang semakin berkurang akan menimbulkan

ketidaknyamanan bagi pengguna jalan, timbulnya kemacetan yang menambah

waktu tempuh perjalanan dan kerugian ekonomi lainnya, kondisi lingkungan yang

semakin tidak ramah akibat volume kendaraan yang meningkat. Perlu adanya solusi

untuk mengatasi masalah tersebut agar dapat mengurangi dampak eksternalitas

negatif yang timbul. Solusi dapat dilihat dari dua sisi, pertama dari volume

kendaraan seperti adanya kebijakan pembatasan volume kendaraan yang masuk

daerah Kota Bogor. Kedua, dari pelayanan jalan seperti penambahan lebar jalan,

Page 9: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

25

panjang jalan, kualitas jalan dan perbaikan sistem lalu lintas. Jika keduanya masih

belum dapat dilakukan secara maksimal, perlu adanya transportasi massal yang

berkualitas bagus, nyaman, dan harga yang terjangkau sehingga dapat mengurangi

penggunaan kendaraan pribadi baik motor atau mobil di jalan.

4.4.2. Kapasitas Jalan dan Derajat Kejenuhan

Pencacahan dilakukan dalam dua tahap, yakni observasi kondisi transportasi

untuk mengetahui periode yang mana terjadi volume kendaraan terpadat dan

pencacahan tersebut dilakukan pada rentang waktu volume kendaraan terpadat

tersebut. Hasil pencacahan kendaraan di masing-masing jalan dikonversikan ke

dalam satuan kapasitas sejenis yaitu “smp/jam” (satuan mobil penumpang per jam)

dengan nilai ekuivalensi untuk mobil penumpang 1, mobil besar 1.2, dan sepeda

motor 0.25. Hasil setelah dijadikan kedalam satuan smp/jam, kemudian dijumlah

sehingga didapat jumlah arus dalam satu jam selama satu minggu di masing-masing

lokasi yang ditunjukkan pada Tabel 11. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan

volume kendaraan saat flow, yakni volume kendaraan dalam 1 jam.

Tabel 11 Volume kendaraan rata-rata (smp/jam) di setiap lokasi sampling

Sumber : Data primer, 2013

Volume kendaraan yang digunakan untuk menghitung kapasitas pada tiap

lokasi ialah volume rata-rata yang terjadi dalam seminggu pencacahan kendaraan.

Volume rata-rata tersebut digunakan dalam perhitungan menggunakan Manual

Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) menghasilkan kapasistas jalan masing-masing

ruas. Kapasitas jalan dan derajat kejenuhan diamati pada 7 titik yang menjadi

sampling disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Kapasitas jalan dan derajat kejenuhan masing-masing ruas jalan

Sumber : Data diolah 2013

Nama jalan Nilai smp per jam

Jl. Pajajaran #1 4 367.2

Jl. Pajajaran #2 2 135.6

Jl. Jalak Harupat 3 810.4

Jl. Veteran 2 630.8

Jalan Raya Tajur 2 871.0

Jalan KH. Sholeh Iskandar 5 825.0

Jalan Pahlawan 2 227.0

Nama Jalan

Rata-

rata V

(smp)

Co

(smp) Fcw Fcsp Fcsf Fccs C DS LoS

Pajajaran #1 4 367.2 6 600 1.00 1.00 0.91 0.94 5 645.64 0.77 D

Pajajaran #2 2 135.6 6 600 0.92 1.00 0.81 0.94 4 623.22 0.46 C

Jalak Harupat 3 810.4 6 000 0.92 0.94 0.93 0.94 4 536.05 0.84 E

Veteran 2 630.8 6 000 0.91 1.00 0.93 0.94 4 773.13 0.55 C

Raya Tajur 2 871.0 6 600 0.91 1.00 0.94 0.94 5 306.90 0.54 C

Soleh Iskandar 5 825.0 6 600 1.08 1.00 0.97 0.94 6 499.31 0.89 E

Pahlawan 2 227.0 6 000 0.91 1.00 0.87 0.94 4 465.19 0.49 C

Page 10: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

26

Kapasitas jalan dan level pelayanan jalan (LoS) pada ketujuh titik yang

diamati memiliki nilai yang berbeda (Tabel 12). Kapasitas jalan dikatakan optimum

jika berada pada LoS sama dengan D, yakni ketika arus lalu lintas mendekati tidak

stabil, kecepatan masih dapat dikendalikan, dan V/C masih dapat ditoleransi. Pada

tabel 12 terlihat bahwa terdapat 4 titik jalan yang berada pada kondisi LoS C, yaitu

Jalan Pajajaran # 2, Jalan Veteran, Jl. Raya Tajur, dan Jalan Pahlawan. Karakteristik

pelayanan jalan pada LoS C yaitu arus kendaraan stabil, kecepatan dan gerak

kendaraan dikendalikan oleh kondisi lalu lintas. Terdapat 1 titik jalan arteri berada

pada kondisi optimum yaitu jalan Pajajaran (LoS = D) dimana arus kendaraan

mendekati tidak stabil, kecepatan masih dapat dikendalikan, dan tingkat pelayanan

jalan masih dapat ditoleransi. Terdapat 2 titik jalan pada kondisi LoS E, yaitu Jalan

Jalak Harupat dan Jalan KH. Sholeh Iskandar. Karakteristik LoS E yaitu di mana

arus kendaraan tidak stabil, kecepatan kendaraan kadang terhenti, serta permintaan

(kebutuhan) jalan mendekati kapasitasnya.

Hasil LoS menunjukkan bahwa tidak semua jalan berada pada level optimal

(LoS = D), diantaranya ada masuk pada level C dan level pelayanan E (Tabel 13).

Jalan-jalan yang masuk pada level C yaitu Jalan Pajajaran #2, Jalan Veteran, Jalan

Raya Tajur, dan Jalan Pahlawan masing-masing memiliki volume kendaraan 2

135.6 smp/jam, 2 630.8 smp/jam, 2 871 smp/jam, dan 2 227 smp/jam. Jalan-jalan

tersebut dapat berubah menjadi lebih buruk, yaitu pada level D (optimal) ketika

volume kendaraannya meningkat minimal menjadi 3 513,6 smp/jam (Jl. Pajajaran

#2), 3 627.6 smp/jam Jl. Veteran), 3 627.6 smp/jam (Jl. Raya Tajur), dan 3 276.5

smp/jam (Jl. Pahlawan).

Tabel 13 Volume kendaraan optimal ketika kapasitas jalan tetap

Nama Jalan V Rata-rata

(smp/jam) C (smp) LoS

V Optimal (level D)

Batas Bawah Batas Atas

Pajajaran #1 4 367.2 5 645.64 D 4 290.7 4 742.3

Pajajaran #2 2 135.6 4 623.22 C 3 513.6 3 883.5

Jalak Harupat 3 810.4 4 536.05 E 3 447.4 3 809.0

Veteran 2 630.8 4 773.13 C 3 627.6 4 009.4

Raya Tajur 2 871.0 5 306.90 C 4 033.2 4 457.8

Sholeh Iskandar 5 825.0 6 499.31 E 4 939.5 5 459.4

Pahlawan 2 227.0 4 465.19 C 3 393.5 3 750.8

Sumber: Data diolah 2013

Pada Jalan Pajajaran #2, jika terjadi penambahan volume kendaraan maka

jumlah yang masih bisa ditoleransi yaitu sebesar 1 378 smp/jam (3 513.6–2 135.6

smp/jam) sehingga tingkat pelayanannya jalan menjadi level D (batas bawah

optimal) dan mencapai batas atas optimal ketika volume kendaraan sudah mencapai

3 883.5 smp/jam. Begitu pula pada Jalan Veteran, jika terjadi toleransi penambahan

volume maka volume kendaraan masih bisa bertambah sebesar 996.8 smp/jam,

sehingga level tingkat pelayanan jalan berubah semakin menurun dari level C

menjadi level D (optimal). Pada jalan Raya Tajur, level tingkat pelayanan jalan akan

berubah menjadi level D (optimal) ketika volume kendaraan bertambah sebesar

756.6 smp/jam, selanjutnya akan mencapai batas atas optimal ketika volume

kendaraan sudah mencapai 4 009.4 smp/jam. Kemudian nilai toleransi perubahan

volume kendaraan pada Jalan Pahlawan adalah sebesar 1 049.5 smp/jam, sehingga

level tingkat pelayanan jalan berubah pada batas optimal, yakni menjadi level D.

Page 11: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

27

Jalan yang masih dalam kondisi level D atau optimal adalah Jalan Pajajaran

#1 dimana memiliki volume kendaraan sebesar 4 367.2 smp/jam yang berada pada

selang batas bawah dan batas atas volume optimal untuk Jalan Pajajaran #1, yaitu

4 290.7 – 4 742.3 smp/jam. Jalan Pajajaran #1 akan berada pada batas atas optimal

ketika volume kendaraan bertambah 375.1 smp/jam, sedangkan akan berubah

menjadi level jalan yang lebih baik ketika volume kendaraan berkurang minimal >

77.5 smp/jam. Jalan yang sudah melebihi batas optimal adalah Jalan Jalak Harupat

dan Jalan Sholeh Iskandar dimana berada pada level E. Jalan Jalak Harupat akan

berada pada tingkat pelayanan jalan optimal atau level D jika volume kendaraan

pada jalan tersebut dikurangi sebesar 41.5 smp/jam dimana mencapai batas atas

level optimal sebesar 3 768.9 smp/jam dan akan mencapai batas bawah level

optimum jika volume kendaraan dikurangi sebesar 400.5 smp/jam. Kemudian Jalan

Sholeh iskandar dimana volume kendaraan pada jalan tersebut sudah berada pada

level E. Jalan Sholeh Iskandar akan berada pada tingkat pelayanan jalan optimal

jika volume kendaraan pada jalan tersebut dikurangi sebesar 834.6 smp/jam yang

merupakan batas bawah level optimal sebesar 4 990.4 smp/jam dan akan mencapai

batas atas level optimum jika volume kendaraan dikurangi sebesar 309.3 smp/jam.

Menurut Hardin (1968) Pemanfaatan jalan sebagai barang publik oleh

seseorang akan mengurangi kemampuan orang lain untuk memanfaatkanya yang

disebut tragedi kepemilikan bersama. Analisis kapasitas jalan ini menjadi sebuah

indikator bagi pemanfaatan jalan sebagai salah satu dari common pool resource.

Dari data analisis yang ada, kapasitas jalan dari 7 titik jalan arteri di Kota Bogor

yang di amati menunjukkan arus volume kendaraan yang melewati jalan tersebut

pada rata-rata belum melebihi dari kapasitas dasar jalan yang ada. Namun demikian

kenyamanan pengguna jalan akan berkurang seiring dengan semakin menurunya

level derajat kejenuhan dari tiap titik jalan. Sebagai contoh titik Jalan Jalak Harupat

yang memiliki arus volume kendaraan rata-rata 3 810.4 smp/jam dan kapasitas jalan

sebesar 4 486.74 smp/jam sehingga derajat kejenuhan di Jalan Jalak Harupat berada

pada level E. Kemudian pula hal yang sama terjadi pada Jalan Sholeh Iskandar yang

memiliki kapasitas jalan 6 990.4 smp/jam dan arus volume kendaraan 5 825 smp

per jam sehingga level pelayanan jalan berada pada level E. Walaupun kapasitas

dasar Jalan Jalak Harupat dan Jalan Sholeh Iskandar dapat dikatakan masih dapat

menampung arus kendaraan yang ada saat ini yaitu sebesar 6 000 smp/jam dan 6

600 smp/jam, namun kondisi jalan sudah dapat dikatakan tidak nyaman karena arus

kendaraan tidak stabil dan mendekati kapasitas jalan. Tidak dapat menutup

kemungkinan keadaan kapasitas jalan sudah tidak dapat menampung arus

kendaraan yang melewati jalan tersebut ketika bertambahnya volume kendaraan

tidak di imbangi dengan penambahan lebar atau panjang jalan. Jika hal demikian

terjadi maka akan timbul eksternalitas negatif sehingga tragedi kepemilikan

bersama dari pemanfaatan jalan akan terjadi.

Jalan merupakan sumberdaya yang dikategorikan milik bersama (public

goods) yang dapat digunakan oleh siapa saja. Akan tetapi seringkali jalan

digunakan secara tidak tertib sehingga mengurangi nilai kegunaan bagi pengguna

jalan. Setiap orang ingin menggunakan jalan secara berlebihan Setiap individu

berupaya untuk tiba di tempat tujuannya dengan kendaraannya secepat

mungkin dengan melalui rute-rute tercepat. Pada awalnya, setiap tambahan

pengguna jalan seperti kendaraan tidak memperlambat lalu lintas. Hal tersebut

karena kemungkinan kapasitas jalan yang dilewati masih bisa menampung

Page 12: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

28

volume kendaraan yang ada. Namun demikian, jika terjadi fase di mana kapasitas

jalan sudah tidak dapat menampung volume kendaraan karena terdapat terlalu

banyak kendaraan yang melintas sehingga lalu lintas terganggu dan mengurangi

kenyamanan pengguna jalan maka terjadi masalah penggunaan sumberdaya

atau the tragedy of the common.

Perlu adanya berbagai solusi untuk mengatasi masalah ini, sebelum semakin

menurun tingkat pelayanan jalan seiring dengan peningkatan volume kendaraaan

tiap tahunya, tindakan pencegahan harus di upayakan agar meminimalisir

timbulnya eksternalitas negatif. Berbagai solusi diantaranya pengendalian volume

kendaraan yang melintasi jalan baik angkutan umum maupun berbagai jenis

kendaraan pribadi, peningkatan dan perbaikan kapasitas jalan seperti pada faktor

penyesuaian lebar jalan, faktor pemisah arah, faktor penyesuaian hambatan

samping dan bahu jalan sehingga dapat mengimbangi besarnya volume kendaraan

yang terus meningkat, ketegasan aparatur pemerintah terhadap peraturan mengenai

penggunaan jalan umum sebagai sumber daya kepemilikan bersama.

4.4.3. Proyeksi volume kendaraan dan perubahan tingkat pelayanan jalan

Tingkat pelayanan jalan yang telah diuraikan di atas akan terus mengalami

perbahan di setiap tahun. Perubahan tingkat pelayanan jalan dipengaruhi oleh

perubahan volume kendaraan (V) dan kapasitas jalan (C). Volume kendaraan yang

terus meningkat berakibat pada tingkat pelayanan jalan (VCR) yang semakin

rendah. Berdasarkan data Tabel 14, trend laju pertumbuhan kendaraan cendrung

meningkat yang berdampak pula pada meningkatnya volume kendaraan tiap tahun.

Tabel 14 Proyeksi jumlah volume kendaraan pada 7 titik jalan arteri di Kota Bogor

tahun 2014 – 2017

No. Lokasi Pengamatan

Smp/jam

2014 2015 2016 2017

1 Jl. Pajajaran #1 4 715.3 5 059.7 5 404.1 5 748.4

2 Jl. Pajajaran #2 2 305.7 2 474.1 2 642.4 2 810.8

3 Jl. Jalak Harupat 4 114.0 4 414.4 4 714.9 5 015.3

4 Jl. Veteran 2 840.4 3 047.9 3 255.3 3 462.7

5 Jl. Raya Tajur 3 099.9 3 326.2 3 552.6 3 779.0

6 Jl. KH. Sholeh Iskandar 6 289.0 6 748.2 7 207.5 7 666.8

7 Jl. Pahlawan 2 404.9 2 580.6 2 756.2 2 931.8

Sumber: Data diolah 2013

Hasil proyeksi peningkatan volume kendaraan menunjukkan bahwa di Jalan

KH. Sholeh Iskandar terjadi peningkatan volume kendaraan yang tertinggi di antara

titik jalan lainnya, yaitu pada tahun 2014 sebesar 6 222.7 smp/jam dan di tahun

2017 menjadi 7 586.2 smp/jam artinya terjadi perubahan sebesar 1 363.5 smp/jam

selama 4 tahun ke depan. Sedangkan peningkatan yang cukup kecil atau lambat

terjadi di Jalan Pajajaran # 2, di mana pada tahun 2014 sebesar 2 281.4 smp per jam

dan pada tahun 2017 menjadi 2 781.3 smp per jam, yang artinya terjadi perubahan

sebesar 499.9 smp/jam selama 4 tahun ke depan. Saat ini, setelah masa pengambilan

sampel, pemerintah Kota Bogor bersama Pemerintah Pusat telah membangun jalan

tol fly over di atas sebagian jalan tersebut sehingga mengurangi beban jalannya.

Page 13: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

29

Proyeksi perubahan volume kendaraan (Tabel 14) dapat digunakan untuk

memproyeksi tingkat pelayanan jalan dengan asumsi tidak terjadi perubahan

kondisi geometrik jalan (Tabel 15). Kemudian proyeksi derajat kejenuhan jalan dari

tahun 2014 hingga 2017 dapat dikategorikan dalam nilai Level of Service yang

disajikan pada Tabel 16. Penilaian tersebut dimaksudkan untuk mempermudah

identifikasi kondisi pelayanan di setiap ruas jalan yang menjadi sampel penelitian.

Tabel 15 Proyeksi derajat kejenuhan (DS) jalan pada tahun 2014-2017

Lokasi 2014 2015 2016 2017

Jl. Pajajaran #1 0.84 0.90 0.96 1.02

Jl. Pajajaran #2 0.50 0.54 0.57 0.61

Jl. Jalak Harupat 0.92 0.98 1.05 1.12

Jl. Veteran 0.60 0.64 0.68 0.73

Jl. Raya Tajur 0.65 0.70 0.74 0.79

Jl. Soleh Iskandar 0.96 1.03 1.10 1.17 Jl Pahlawan 0.56 0.60 0.64 0.68

Sumber : Data diolah 2013

Tabel 16 Proyeksi Level of Service tiap lokasi pada tahun 2014-2017

2014 2015 2016 2017

Jl. Pajajaran #1 D D E E

Jl. Pajajaran #2 C C C C

Jl. Jalak Harupat E E E F

Jl. Veteran C C C C

Jl. Raya Tajur C C C C

Jl. Soleh Iskandar E E F F

Jl. Pahlawan C C C C

Sumber : Data diolah 2013

Tabel 15 dan Tabel 16 menunjukkan perubahan LoS yang terjadi dari pada

tahun 2014-2017 yang berpatokan dari tahun 2013 dengan asumsi kapasitas jalan

tetap. Jalan Pajajaran #1 akan terjadi perubahan level sebanyak 2 kali perubahan

pada selang tahun 2014 hingga 2017. Perubahan tingkat pelayanan pertama pada

tahun 2015 dan kemudian pada tahun 2017, dari sebelumnya di tahun 2013 berada

pada level D dan pada tahun 2015 menjadi E lalu pada tahun 2017 kembali berubah

semakin memburuk menjadi level F. Sedangkan di lokasi lain hanya terjadi

perubahan 1 kali, yaitu Jalan Jalak Harupat dari E menjadi F, kemudian Jalan Raya

Tajur dari C menjadi D, dan Jalan Sholeh Iskandar mengalami perubahan dari E

menjadi status level F pada tahun 2015. Sedangkan di Jalan Pajajaran #2, Jalan

Veteran, dan Jalan Pahlawan tidak mengalami perubahan level status pelayanan

jalan hingga tahun 2017.

Secara umum, proyeksi tingkat pelayanan jalan untuk ketujuh titik jalan yang

diamati menunjukkan tren yang semakin buruk sebagai akibat peningkatan jumlah

kendaraan yang akan melewati jalan tiap tahunnya dan meningkatnya derajat

kejenuhan di tiap jalan arteri setiap tahun. Proyeksi perubahan volume kendaraan

dan juga tingkat pelayanan di atas dapat dijadikan dasar penentuan kebijakan untuk

menentukan prioritas perbaikan yang harus dilakukan terhadap titik jalan arteri agar

Page 14: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

30

tidak terjadi the tragedy of the common. Upaya pencegahan yang dilakukan akan

mengurangi kerugian-kerugian yang dapat terjadi lebih besar dan lebih luas.

Perlu adanya berbagai solusi untuk mengatasi masalah ini, sebelum semakin

menurun tingkat pelayanan jalan seiring dengan peningkatan volume kendaraan

tiap tahunnya, tindakan pencegahan harus diupayakan agar meminimalisasi

timbulnya eksternalitas negatif. Berbagai solusi diantaranya pengendalian volume

kendaraan yang melintasi jalan baik angkutan umum maupun berbagai jenis

kendaraan pribadi, peningkatan dan perbaikan kapasitas jalan seperti pada faktor

penyesuaian lebar jalan, faktor pemisah arah, faktor penyesuaian hambatan

samping dan bahu jalan sehingga dapat mengimbangi besarnya volume kendaraan

yang terus meningkat.

4.4.4. Proyeksi kapasitas jalan yang harus disediakan apabila pertumbuhan jumlah

kendaraan tidak dibatasi

Terdapat dua cara dalam menanggulangi menurunya tingkat pelayanan jalan

atau derajat kejenuhan yang semakin buruk. Pertama, dengan pendekatan leviatan,

yakni mengendalikan akses dan membatasi penggunaan SDA secara ketat dengan

menggunakan kekuatan pihak ketiga. Dalam konteks ini, pendekatan Leviatan

berupa pengendalian jumlah volume kendaraan yang melintasi jalan agar tidak

melebihi dari kapasitas jalan atau masih berada pada tingkat pelayanan jalan yang

ideal. Kedua, juga melibatkan partisipasi pemerintah tetapi dengan pendekatan

yang berbeda yaitu menyediakan kapasitas jalan yang sesuai dengan arus volume

kendaraan yang ada sehingga tingkat pelayanan jalan tidak semakin memburuk.

Pelaksanaan alternatif pertama melalui pembuatan regulasi pembatasan kendaraan

bermotor yang melintasi jalan atau rekayasa lalu lintas yang dirancang serta

dikontrol oleh pihak pemerintah daerah. Selain itu, pengendalian jumlah volume

kendaraan dapat dilakukan dengan pengadaan sarana transportasi umum yang

bersifat massal seperti bus, trem, dan kereta yang nyaman agar pengguna kendaraan

pribadi berkurang. Alternatif kedua dapat dilaksanakan berupa pembangunan atau

pengembangan infrastruktur jalan.

Pendekatan solusi terhadap masalah kemacetan di Kota Bogor yang dipilih

dalam tesis ini yaitu dengan alternatif kedua. Kebijakan tersebut dipilih mengingat

bahwa jumlah kendaraan cenderung akan terus bertambah dan kepemilikannya

merupakan hak warga negara yang tidak bisa dibatasi. Selain itu, alternatif solusi

pertama hanya dapat berjalan dengan beberapa asumsi, yaitu: 1) terdapat informasi

mengenai potensi sumberdaya alam secara akurat, 2) ada kemampuan melakukan

pengawasan, 3) kehandalan pihak berwenang dalam pemberian sanksi, 4) biaya

administrasi sama dengan nol atau gratis, dan 5) adanya informasi tentang siapa

pengguna sumberdaya alam dan lingkungan yang bekerjasama atau tidak bekerja-

sama. Informasi yang akurat tentang infrastruktur transportasi di Kota Bogor masih

sulit diperoleh. Pengawasan pemerintah Kota Bogor terhadap penggunaan jalan

sebagai infrastruktur transportasi masih rendah. Pemberian sanksi kepada pelanggar

belum tegas dan rawan praktik korupsi. Hingga saat ini biaya administrasi jalan

arteri memang gratis karena anggaran perawatan jalan berasal dari anggaran belanja

pemerintah daerah ataupun pusat, sesuai kewenang7uannya. Proyeksi yang dibuat

akan melihat seberapa besar kapasitas jalan yang seharusnya agar tingkat pelayanan

jalan ideal dengan asumsi tingkat pertumbuhan volume kendaraan yang tidak

dibatasi (Tabel 17).

Page 15: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

31

Tabel 17 Proyeksi kapasitas jalan pada 7 titik jalan arteri Kota Bogor sampai 2017

No Lokasi Tahun V

(smp/jam)

C Aktual

(smp/jam)

LoS C Ideal LoS

1 Jalan

Pajajaran #1

2014 4 852.4 5 645.64 E 5 613.5 - 6 204.4 D

2015 5 337.7 E 6 023.5 - 6 657.5 D

2016 5 822.9 F 5 433.4 - 7 110.6 D

2017 6 308.2 F 6 843.4 - 7 563.7 D

2 Jalan

Pajajaran #2

2014 2 372.7 4 623.22 C -

2015 2 610.0 C -

2016 2 847.2 C -

2017 3 084.5 C -

3 Jalak

Harupat

2014 4 233.5 4 536.05 E 4 897.6 - 5 413.1 D

2015 4 656.9 F 5 255.3 - 5 808.5 D

2016 5 080.3 F 5 613.0 - 6 203.8 D

2017 5 503.7 F 5 970.6 - 6 599.1 D

4 Jalan

Veteran

2014 2 923.0 4 773.13 C -

2015 3 215.3 C -

2016 3 507.6 C -

2017 3 799.9 D -

5 Jalan Raya

Tajur

2014 3 189.9 5 306.90 C -

2015 3 509.0 C -

2016 3 828.0 D -

2017 4 147.0 E 4 498.8 - 4 972.4 D

6 Jalan KH.

Sholeh

Iskandar

2014 6 471.7 6 499.31 E 7 486.8 - 8 274.9 D

2015 7 118.9 F 8 033.6 - 8 879.3 D

2016 7 766.2 F 8 580.4 - 9 483.6 D

2017 8 413.4 F 9127.1 - 10087.9 D

7 Jalan

Pahlawan

2014 2 474.8 4 465.19 C -

2015 2 722.3 C -

2016 2 969.8 C -

2017 3 217.3 D -

Sumber: Data diolah 2013

Berdasarkan Tabel 17 terlihat dari ketujuh titik jalan arteri yang diamati

terdapat titik jalan yang diproyeksikan harus menambah kapasitas jalan jika volume

kendaraan tidak dibatasi. Salah satu titik jalan yang kapasitas jalan masih pada level

C walaupun volume kendaraan terus meningkat tiap tahunnya adalah Jalan

Pajajaran #2 di mana volume kendaraan meningkat 499.9 smp/jam selama tahun

2014 – 2017. Dengan meningkatnya volume kendaraan dari proyeksi tahun 2014 –

2017 tidak membuat tingkat pelayanan di Jalan Pajajaran #2 berubah. Hal ini

dikarenakan kapasitas jalan di titik tersebut tergolong masih berada pada level di

bawah batas optimum, yaitu 4 623.2 smp/jam dan kapasitas dasar jalan yang besar

dibanding kapasaitas dasar jalan lainya serta volume kendaraan yang melintas pada

jalan tersebut yang tergolong rendah yaitu rata – rata 2 447.8 smp/jam (rata-rata

volume tahun 2013-2017).

Page 16: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

32

Pada titik Jalan Pajajaran#1 proyeksi volume kendaraan akan meningkat

sebesar 1 022.2 smp/jam selama tahun 2014 - 2017. Hal ini membuat kapasitas jalan

yang ada mengalami penurunan level atau tingkat pelayanan jalan dari LoS sama

dengan D mengalami penurunan bertahap pada tahun 2015 menjadi LoS sama

dengan E dan tahun 2017 menjadi LoS sama dengan F. Dengan demikian

pemerintah perlu menyediakan atau menambah kapasitas jalan pada titik Jalan

Pajajaran#1 rata-rata minimal 375.1 smp/jam per tahun sehingga tingkat pelayanan

jalan berada level D di mana tingkat pelayanan jalan masih dikatakan baik atau

optimum. Kemudian pada titik jalan Jalak Harupat, seiring meningkatnya proyeksi

volume kendaraan membuat tingkat pelayanan jalan pada titik ini mengalami

penurunan dari LoS = E pada tahun 2013 menjadi LoS = F pada tahun 2016. Untuk

tetap menjaga LoS pelayanan jalan pada batas optimum diperlukan peningkatan

kapasitas jalan rata-rata minimal 284.2 smp/jam per tahun agar tingkat pelayanan

pada titik ini berada pada level D atau batas optimum. Titik jalan arteri yang juga

mengalami perubahan adalah Jalan Sholeh Iskandar. Seiring meningkatnya volume

kendaraan pada Jalan Sholeh Iskandar membuat tingkat pelayanan jalan sudah akan

berubah menjadi LoS = F pada tahun 2015 dan untuk meningkatkan tingkat

pelayanan Jalan Soleh Iskandar agar tetap level D pada tahun 2014-2017 diperlukan

peningkatan kapasitas jalan rata-rata minimal 493.0 smp/jam per tahun.

Adanya perubahan level tingkat pelayanan jalan yang cukup signifikan pada

tiga titik jalan yang di amati yaitu Jalan Pajajaran#1, Jalan Jarak Harupat, dan Jalan

Sholeh Iskandar membuat jalan sebagai common pool resources terjadi tragedi

kepemilikan bersama karena peningkatan volume kendaraan yang melintasi titik

tersebut sedangkan kapasitas jalan pada ketiga jalan tersebut belum mengalami

penambahan yang signifikan. Menurut Widiastuti (2012) jalan merupakan sumber

daya buatan manusia (man-made) yang bisa digunakan oleh banyak orang dan dapat

digolongkan sebagai barang publik. Semakin sering dan banyak yang

menggunakan, maka akan mengurangi kesempatan orang lain untuk meman-

faatkannya. Penggunaan oleh banyak orang suatu sumber daya menimbulkan

berbagai eksternalitas negatif seperti kerusakan dan penurunan nilai kemanfaatan

jalan tersebut. Kerusakan tersebut tidak dapat dihindari karena hal tersebut sudah

merupakan provision (ketetapan).

4.4.5. Dampak Kemacetan Terhadap Kerugian Pengguna Jalan

Kemacetan lalu lintas dapat diartikan jika arus lalu lintas mendekati kapasitas,

kemacetan mulai terjadi dimana kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu

besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain, kemacetan total

terjadi apabila kendaraaan harus berhenti atau bergerak sangat lambat (Tamin

2000). Ada beberapa penyebab kemacetan diantaranya kecelakaan lalu lintas, ada

area pekerjaan jalan, cuaca buruk, alat pengatur lalu lintas yang kurang memadai,

dan fluktuasi pada arus normal.

Kemacetan lalu lintas telah menjadi fenomena umum di daerah perkotaan.

Beberapa faktor spesifik seperti jumlah penduduk, urbanisasi, penambahan

pemilikan kendaraan, dan penambahan jumlah perjalanan juga turut menambah

masalah kemacetan lalu lintas. Perkembangan Kota Bogor menyebabkan lebih

banyak penduduk yang datang dan menetap, selanjutnya mobilitas penduduk yang

terjadi akan meningkatkan kebutuhan angkutan umum.

Page 17: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

33

Berdasarkan pengamatan kami di sepanjang tujuh titik jalan yang di amati,

terdapat beberapa faktor penyebab timbulnya kemacetan diantaranya pertama

kondisi lalu lintas yang terdiri dari berbagai jenis kendaraan sehingga bercampur-

nya berbagai moda transportasi membuat menambah besar volume kendaraan yang

melintas. Salah satu contoh di Jalan Pajajaran #1 di mana jenis jalan daerah ini

merupakan jalan utama yang menghubungkan daerah Kota Bogor dengan daerah

Cibinong dan Cipanas sehingga kondisi lalu lintas bercampur dengan berbagai

moda transportasi. Dengan bertambahnya volume kendaraan yang tidak diimbangi

dengan penambahan kapasitas jalan maka akan berpengaruh terhadap tingkat

pelayanan jalan. Kedua, perilaku pengguna jalan yang kurang disiplin sehingga

dapat menimbulkan antrian kendaraan yang menyebabkan kemacetan. Perilaku

pengguna jalan tersebut seperti kendaraan yang berpindah jalur secara sembarangan

dimana dapat menimbulkan antrian atau tundaan, perilaku kendaraan yang bergerak

zig zag yang dapat membahayakan pengendara lainnya. Perilaku tersebut sering

dilakukan oleh moda transportasi angkutan umum dan sepeda motor. Kemudian

banyaknya kendaraan yang berhenti dimana sering dilakukan oleh supir angkutan

umum yang menaikkan atau menurunan penumpang seenaknya. Kendaraan yang

berhenti sembarangan ini membuat titik kemacetan.

Sesuai dengan peningkatan pendapatan penduduk, pemilikan kendaraan dan

jumlah perjalanan juga akan meningkat sehingga menghasilkan lebih banyak

kebutuhan akan fasilitas dan pelayanan transportasi. Faktor-faktor ini turut pula

mempercepat peningkatan kemacetan lalu lintas di Kota Bogor. Kemacetan

merupakan salah satu indikasi dari ketidakaturan pemanfaatan atau aturan atas

suatu barang publik yang menjadi kebutuhan masyarakat banyak, Keberadaan suatu

barang publik dimana setiap orang berhak untuk menggunakan atau mengambil

manfaatnya tanpa bisa dilarang oleh pengguna lainnya. Akhirnya kondisi ini dapat

menyebabkan the tragedy of the common yaitu penurunan manfaat dari suatu

barang publik yang harus ditanggung oleh semuanya akibat dari pemanfaatan

seseorang atau kelompok terhadap barang publik tersebut.

Dampak kemacetan yang juga signifikan terlihat pada penggunaan bahan

bakar, yaitu semakin borosnya bahan bakar kendaraan (BBM) dan semakin

besarnya tingkat emisi karbon yang dikeluarkan oleh kendaraan tersebut.

Peningkatan konsumsi bahan bakar berbanding lurus dengan penambahan waktu

perjalanan. Penambahan waktu perjalanan akan menambah konsumsi bahan bakar.

Dengan terjadinya kemacetan mengindikasikan terjadi penambahan waktu tempuh

perjalanan sehingga mengakibatkan peningkatan konsumsi BBM yang dibutuhkan.

Hampir seluruh responden setuju bahwa kemacetan akan membuat konsumsi bahan

bakar minyak pada kendaraan mereka menjadi lebih boros. Para sopir angkutan

umum mengeluhkan pendapatan mereka yang berkurang karena sering terjebak

kemacetan. Sebanyak 30 orang sopir angkutan umum trayek 03 jurusan Bubulak –

Baranangsiang yang dipilih sebagai responden. Berdasarkan hasil wawancara,

semua responden (100%) menyatakan mereka harus menambah uang bensin agar

beroperasi seperti biasanya atau mereka harus mengurangi jumlah operasional rit

kendaraan dari 6 rit pada kondisi normal, namun karena terjadi kemacetan menjadi

hanya 5 rit dalam sehari.

Page 18: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

34

4.5. Kerugian Ekonomi

Data yang diperoleh dari 30 responden sopir angkot mengenai rata-rata durasi

kemacetan yang dialami pengguna jalan adalah 28 menit untuk trayek Bubulak-

Baranangsiang. Berikut hasil perhitungan kerugian ekonomi (berkurangnya

pendapatan) karena adanya kemacetan dengan sampel 30 responden dari 382 sopir

angkot yang ditunjukkan pada Tabel 18.

Tabel 18 Perhitungan kerugian ekonomi sopir angkot trayek Baranangsiang –

Bubulak

kerugian bensin akibat kemacetan

normal macet selisih

rata-rata rit/hari 6 5 1

rata-rata pengeluaran bensin per rit 19 200 24 800 5 600

kerugian per hari ketika macet 5 600 x 5 rit = 28 000

kerugian waktu di konversi ke dalam rit akibat macet

kerugian per hari ketika macet 22 500 x 1 rit = 22 500

total kerugian ekonomi (pengeluaran BBM dan

waktu) per hari /sopir angkot (Rp) 28 000 + 22 500 = 50 500

kerugian perbulan/sopir angkot (Rp) 1 515 000

kerugian pertahun/sopir angkot (Rp) 18 180 000

kerugian perhari seluruh sopir angkot (Rp) 19 291 000

kerugian perbulan seluruh angkot (Rp) 578 730 000

kerugian pertahun seluruh angkot (Rp) 6 944 760 000 Sumber: Data diolah (2013), Keterangan: total banyaknya sopir angkot trayek 03 = 382

Hasil perhitungan pengeluaran sopir angkot untuk pembelian BBM dengan

rumus perhitungan rata-rata, terlihat adanya selisih yang menunjukkan perbedaan

antara kondisi normal dan macet. Kemacetan mengakibatkan konsumsi terhadap

bahan bakar minyak semakin meningkat. Selain itu, dampak kemacetan pun

membuat terbuangnya waktu karena terhambat saat melakukan perjalanan.

Kerugian rata-rata bensin per rit perjalanan yang diakibatkan dari kemacetan

sebesar Rp 5 600.00, sehingga rata-rata kerugian BBM yang harus dikeluarkan

dalam satu hari ketika macet (sebanyak 5 rit) yaitu sebesar Rp 28 000.00.

Kerugian di sisi lain adalah dari segi waktu. Rata-rata banyaknya rit yang bisa

ditempuh pada kondisi normal adalah 6 rit/hari, akan tetapi karena kondisi tidak

normal berakibat pada berkurangnya banyaknya rit yang bisa ditempuh oleh sopir

angkot menjadi 5 rit/ hari, artinya sopir angkot mengalami kerugian sebanyak 1 rit

perjalanan. Rata-rata kerugian 1 rit perjalanan per hari ketika macet tersebut sebesar

Rp 22 500.00. Sehingga total rata kerugian ekonomi yang hanya diukur dari

pengeluaran BBM dan waktu terbuang adalah sebesar Rp. 50 500.00/hari. Total

kerugian perhari tersebut jika dikalikan dengan jumlah seluruh angkot trayek

Bubulak – Baranangsiang sebesar Rp 19 291 000. Besarnya kerugian perbulan per

sopir angkot adalah sebesar Rp 1 515 000, jika dikalikan dengan seluruh supir

angkot maka kerugian sebesar Rp 578 730 000. Angka kerugian per tahun per sopir

angkot cukup besar yaitu Rp 18 180 000 dan jika dikalikan dengan seluruh sopir

angkot pada trayek angkot dari Bubulak – Baranangsiang maka nilai kerugian

ekonomi mencapai Rp 6 944 760 000. Perhitungan kerugian ekonomi di atas hanya

Page 19: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

35

dihitung dari satu trayek angkot, kemudian perhitungannya pun hanya untuk dilihat

dari aspek bertambahnya BBM dan kerugian waktu akibat kemacetan. Hal tersebut

menguatkan bahwa apabila perhitungan dilakukan untuk seluruh trayek angkot di

Kota Bogor dan dengan beberapa aspek lainnya, maka terjadi kerugian nominal

yang sangat besar ditambah kerugian dari sisi lainnya.

4.6. Perhitungan Emisi Karbon

Dampak lain yang bisa diperoleh selain kerugian pendapatan

pengemudi terhadap adanya kemacetan lalu lintas adalah semakin menurunnya

kualitas lingkungan akibat adanya peningkatan pencemaran lingkungan akibat

pembuangan gas emisi kendaraan. Dengan adanya kemacetan maka peng-

gunaan bahan bakar minyak semakin meningkat sehingga polusi udara dari

emisi gas kendaraan juga akan semakin meningkat. Salah satu unsur gas

buangan hasil pembakaran mesin kendaraan bermotor adalah karbon monoksida

(CO). Gas CO merupakan gas yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia

pada jangka pendek dan jangka panjang. Perhitungan beban emisi karbon

dihitung melalui pendekatan penggunaan konsumsi bahan bakar minyak.

Perhitungannya dengan faktor emisi dikalikan dengan rata-rata penggunaan

BBM perbulan dan dikalikan dengan jumlah angkot.

Faktor emisi yang digunakan pada perhitungan estimasi karbon (CO),

terlebih dahulu dikonversi dari kg/ton menjadi g/liter agar dapat disesuaikan

dengan satuan bensin dalam liter (Tabel 19). Cara ini untuk memudahkan

dalam perhitungan emisi karbon yang dikeluarkan dari operasional angkot.

Tabel 19 Konversi Faktor Emisi CO bahan bakar menjadi (g/liter)

bahan bakar CO (kg/ton) CO(g/liter)

bensin (kg/ton) 377 279

Solar (kg/ton) 43.5 37

Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup, 2007

Estimasi emisi karbon yang dihasilkan angkot trayek 03 selama satu

bulan pada kondisi lancar sebesar 56.59 liter (Tabel 20). Sedangkan estimasi

emisi karbon pada kondisi macet sebesar 61.07 liter (Tabel 21).

Tabel 20 Estimasi emisi karbon (CO) pada kondisi lancar

Jumlah konsumsi bensin total (ltr)

ltr/rit 2.95 ltr 2.95

ltr/hari 2.95 ltr x 6 rit 17.7

ltr/bln 2.95 ltr x 6 rit x 30 hari 531

Jumlah emisi total (ltr)

tiap angkot/bln 531 ltr x 279 x 0,000001 0.1482

semua angkot/bln 531 ltr x 279 x 0,000001 x 382 56.59

Keterangan: jumlah angkot trayek 03 sebanyak 382 unit

Berdasarkan tabel di atas, adanya kemacetan semakin menurunkan kualitas

lingkungan karena semakin meningkatnya emisi karbon di udara. Emisi karbon

yang dihasilkan ketika kondisi macet lebih besar 4.48 ton dibandingkan kondisi

Page 20: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · untuk aktivitas pejalan kaki di samping kanan dan kiri jalan. Pada titik ... C Arus stabil, kecepatan dan gerak kendaraan diken-dalikan

36

lancar. Perhitungan di atas hanya dilakukan pada mobil kendaraan jenis angkot

trayek 03. Hal ini akan lebih berdampak lagi jika ada 100 bahkan 500 angkot yang

beroperasi tiap harinya. Belum lagi jika jenis kendaraan lain dihitung pengeluaran

bahan bakar minyak saat kondisi macet akan semakin meningkatnya pencemaran

udara di lingkungan.

Tabel 21 Estimasi emisi karbon (CO) pada kondisi macet

Jumlah konsumsi bensin total (ltr)

ltr/rit 3.82 ltr 3.82

ltr/hari 3.82 ltr x 5 rit 19.1

ltr/bln 3.82 ltr x 5 rit x 30 hari 573

Jumlah emisi total (ton)

tiap angkot/bln 537 ltr x 279 x 0,000001 0.1599

semua angkot/bln 573 ltr x 279 x 0,000001 x 382 61.0692

Sumber: Data diolah (2013)

Terjadinya kemacetan lalu lintas juga berdampak pada kenyamanan

pengguna jalan. Para pengguna jalan dirugikan dari berbagai segi, baik dari segi

waktu tempuh yang lebih panjang dan dari segi biaya yang bertambah bila terjadi

kemacetan. Opportunity cost lain yang harus ditanggung pengguna jalan adalah

kelelahan akibat kemacetan yang berakibat pada emosi yang tidak stabil. Ini dapat

memicu kecelakaan lalu lintas yang seharusnya tidak terjadi bila kemacetan dapat

diatasi. Kesehatan pun yang tak luput dari akibat kemacetan ini karena

meningkatnya polusi kendaraan akibat kendaraan yang tersendat karena macet

sehingga dapat mengganggu kesehatan pengguna jalan seperti supir dan pejalan

kaki. Kemacetan lalu lintas ini berdampak secara menyeluruh ke berbagai aspek

baik ekonomi, sosial dan lingkungan sehingga perlu adanya solusi dari pemerintah

khususnya agar dapat menanggulangi kemacetan lalu lintas

Kemacetan lalu lintas menjadi salah satu dampak yang timbul karena kondisi

jalan yang sudah menurun baik kapasitas jalan maupun tingkat pelayanan jalan.

Kapasitas jalan yang tidak bertambah tidak di imbangi dengan arus dan volume

kendaraan yang terus bertambah sehingga dapat menyebabkan ketidakmampuan

suatu jalan untuk menampung volume kendaraan yang ada. Jika sudah mencapai

kondisi demikian maka kemacetan lalu lintas sudah tidak bisa dihindarkan lagi.

Meningkatnya volume kendaraan menyebabkan pula tingkat pelayanan jalan yang

semakin memburuk seperti kualitas jalan memburuk sehingga menjadi penyebab

terjadinya kemacetan lalu lintas. Kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas

adalah salah satu indikasi pula terjadinya the tragedy of the common dalam

pemanfaatan jalan. Jalan sebagai salah satu barang publik rentan sekali terjadinya

tragedi kepemilikan bersama karena setiap orang dapat memanfaatkan sumber daya

tersebut tanpa terkecuali. Sehingga semakin sering dan banyak yang menggunakan

maka akan mengurangi kesempatan orang lain untuk memanfaatkanya.

Perlu adanya solusi dalam mengatasi terjadinya kemacetan lalu lintas

sehingga dapat mengurangi terjadinya the tragedy of the common. Menurut James

(1992) ada beberapa metode dalam mengatasi kemacetan lalu lintas diantaranya

pembatasan kepemilikan kendaraan pribadi, pembatasan area baik ruas jalan atau

parkir dengan adanya ijin area jika memasuki suatu kawasan dan prioritas angkutan

publik dengan meningkatkan jumlah dan kualitas layanan sehingga pengguna jalan