4 hasil dan pembahasan - · pdf filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal...

18
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. Dalam penelitian ini benzoil peroksida digunakan sebagai inisiator yang saat dipanaskan mudah terurai menjadi sumber radikal. Radikal kemudian bereaksi dengan monomer sebagai awal pertumbuhan rantai. Selanjutnya proses propagasi terjadi secara kontinu dari monomer yang mengakibatkan kenaikan panjang rantai. Gambar 4. 1 Reaksi sintesis polistiren Data volume stiren dan massa polistiren yang dihasilkan dicantumkan dalam Tabel 4. 1. Setelah pemurnian, polistiren yang dihasilkan berbentuk serabut putih seperti pada Gambar 4. 2 Polistiren a), namun sebagian berbentuk seperti stereofoam dan keras seperti pada Gambar 4. 2 Polistiren b). Pemurnian dengan menggunakan metanol dan kloroform didasarkan pada sifat stiren yang larut baik dalam kloroform dan metanol, sedangkan sifat polistiren larut dalam kloroform akan tetapi tidak larut dalam metanol. Jadi dengan pemurnian tersebut dapat dipisahkan polistiren yang telah terbentuk dengan stiren yang tidak terpolimerisasi. Pemurnian polistiren murni optimal terjadi pada perbandingan volume kloroform dan metanol sebesar 1:10.

Upload: lethuan

Post on 26-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Sintesis Polistiren

Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan

polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. Dalam penelitian ini benzoil

peroksida digunakan sebagai inisiator yang saat dipanaskan mudah terurai menjadi sumber

radikal. Radikal kemudian bereaksi dengan monomer sebagai awal pertumbuhan rantai.

Selanjutnya proses propagasi terjadi secara kontinu dari monomer yang mengakibatkan

kenaikan panjang rantai.

Gambar 4. 1 Reaksi sintesis polistiren Data volume stiren dan massa polistiren yang dihasilkan dicantumkan dalam Tabel 4. 1.

Setelah pemurnian, polistiren yang dihasilkan berbentuk serabut putih seperti pada Gambar

4. 2 Polistiren a), namun sebagian berbentuk seperti stereofoam dan keras seperti pada

Gambar 4. 2 Polistiren b). Pemurnian dengan menggunakan metanol dan kloroform

didasarkan pada sifat stiren yang larut baik dalam kloroform dan metanol, sedangkan sifat

polistiren larut dalam kloroform akan tetapi tidak larut dalam metanol. Jadi dengan

pemurnian tersebut dapat dipisahkan polistiren yang telah terbentuk dengan stiren yang tidak

terpolimerisasi. Pemurnian polistiren murni optimal terjadi pada perbandingan volume

kloroform dan metanol sebesar 1:10.

Page 2: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

30

Polistiren a) Polistiren b)

Gambar 4. 2 Polistiren hasil sintesis

Tabel 4. 1 Sintesis polistiren

Vol stiren (mL)

Massa Stiren

(g)

Massa PS hasil sintesis (g)

Rendemen

(%)

15 13,63 12,84 90,97

30 27,27 21,71 79,61

Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

tinggi, namun polistiren tidak memiliki gugus yang dapat menghantarkan proton. Dalam

penelitian ini dilakukan penambahan gugus sulfonat (sulfonasi) pada polistiren untuk

meningkatkan kemampuan penghantar proton. Gugus sulfonat dapat berinteraksi dengan

molekul air dan dapat mempengaruhi transport proton melalui membran.

Reaksi sintesis asetil sulfat dapat dilihat pada Gambar 4. 3 (A) dan reaksi sulfonasi polistiren

dapat dilihat pada Gambar 4. 3 (B) [Martins et al., 2003]. Pemilihan asetil sulfat sebagai

agen sulfonasi berdasarkan metode Makowski et al. Kriteria pemilihan agen sulfonasi

berdasarkan kompatibilitas dengan polimer, sifat pembentukan film, dan kekuatan mekanik

polimer tersulfonasi yang diinginkan [Smitha et al., 2003]. Pembuatan larutan asetil sulfat

sebagai agen sulfonasi dilakukan dalam kondisi atmosfir inert dan suhu 0oC. Kondisi

atmosfir inert bertujuan untuk mengusir oksigen dalam sistem, agar tidak terjadi reaksi lain

pada polimer (misalnya reaksi autooksidasi), dan kondisi suhu 0oC untuk mencegah bumping

dan penguapan pelarut. Saat pembuatan asetil sulfat serta sulfonasi polistiren, ditambahkan

diklorometana yang berfungsi sebagai pelarut dari agen sulfonasi dan polimer, sehingga

kondisi reaksi sulfonasi lebih homogen.

Page 3: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

31

Gambar 4. 3 Reaksi sintesis asetil sulfat (A) dan sulfonasi polistiren (B)

Reaksi sulfonasi dilakukan selama 20 menit dengan harapan menghasilkan derajat sulfonasi

10 % - 15 %. Pada penelitian sebelumnya [Martins et al., 2003], polistiren yang memiliki

derajat sulfonasi lebih dari 30% bersifat larut dalam air. Kelarutan polistiren tersulfonasi

dalam air tidak diinginkan karena akan menurunkan kemampuan polimer dalam aplikasinya

sebagai elektrolit PEMFC. Dalam aplikasinya sebagai elektrolit PEMFC, polimer harus

memiliki kestabilan dan kemampuan swelling dalam air. Pada penelitian ini derajat sulfonasi

polistiren bernilai 25%. Perhitungan penentuan derajat sulfonasi dapat dilihat pada

Lampiran.

Pada penelitian ini, sejumlah 2,8 g polistiren dapat menghasilkan polistiren tersulfonasi

sebanyak 3,29 g. Dengan adanya proses sulfonasi massa polistiren meningkat karena adanya

gugus sulfonat yang ditambahkan. Sebelum proses pemurnian, polistiren tersulfonasi yang

dihasilkan berupa padatan putih kecoklatan yang kemudian berubah menjadi padatan putih

setelah dilakukan pemurnian (Gambar 4. 4).

Gambar 4. 4 Polistiren tersulfonasi

Dari perhitungan massa molekul rata-rata viskositas (Mv) polistiren yang tercantum dalam

Lampiran, diketahui nilai Mv polistiren 70.743 g/mol, dan Mv polistiren tersulfonasi 40.950

g/mol. Seharusnya dengan penambahan gugus sulfonat pada polistiren tersulfonasi, nilai

massa molekul polistiren tersulfonasi meningkat. Pada hasil penelitian ini Mv polistiren

tersulfonasi lebih rendah dibanding Mv polistiren karena kemungkinan terjadinya pemutusan

rantai pada proses sulfonasi. Proses sulfonasi dilakukan pada suhu 40oC selama 20 menit,

sehingga memungkinkan terjadi pemutusan sebagian rantai utama menjadi rantai yang lebih

pendek sehingga menurunkan nilai massa molekul viskositas rata-rata.

Page 4: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

32

Struktur kimia polistiren dan polistiren tersulfonasi dapat dilihat dari Gambar 4. 5.

Perbedaan struktur polistiren dan polistiren tersulfonasi terdapat pada gugus sulfonat yang

dimiliki polistiren tersulfonasi. Perbedaan dan persamaan gugus fungsi yang dimiliki

polistiren dan polistiren tersulfonasi dapat ditentukan dengan analisis gugus fungsi melalui

alat Fourier Transform Infra Red (FTIR).

nCH2 CH

SO3H (A) (B)

Gambar 4. 5 Struktur polistiren (A) dan polistiren tersulfonasi (B) Kurva spektrum IR dari polistiren dan polistiren tersulfonasi tercantum dalam Gambar 4. 6

dan Gambar 4. 7. Pada polistiren, puncak serapan pada bilangan gelombang 3026,31 cm-1

merupakan hasil vibrasi gugus =C-H dari cincin aromatik. Pada bilangan gelombang

2922,16 cm-1 menunjukkan adanya C-H alifatik. Kemudian puncak serapan pada bilangan

gelombang 1490,97 cm-1 dan 1448,54 cm-1 menunjukkan adanya C=C pada cincin aromatik,

serta pada bilangan gelombang 754,17 cm-1 dan 698,23 cm-1 yang menunjukkan adanya

mono-subtitusi benzen.

Terdapat tiga puncak serapan khas polistiren tersulfonasi yaitu pada bilangan gelombang

1180,44 cm-1-1161,15 cm-1 yang dihasilkan dari vibrasi streching simetrik O=S=O, vibrasi

O-H pada bilangan gelombang 3446,79 cm-1, serta pada bilangan gelmbang 904,61 cm-1

yang menunjukkan para-subtitusi benzena. Ketiga puncak serapan tersebut menunjukkan

telah terjadi sulfonasi pada polistiren dan tidak terdeteksi pada spektrum IR polistiren.

Data puncak serapan yang menandakan adanya gugus fungsi tertentu dari polistiren dan

polistiren tersulfonasi dirangkum dalam Tabel 4. 2.

Page 5: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

33

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

%T

3026

.31

2922

.16

1490

.97

1448

.54

754.

1769

8.23

Polistiren Gambar 4. 6 Kurva IR polistiren (KBr)

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

65

70

75

80

85

90

95

100

%T

3446

.79

3078

.39

3024

.38

2922

.16

2850

.79

1600

.92

1490

.97

1448

.54

1371

.39

1319

.31

1180

.44 11

61.1

5

1064

.71

1026

.13

904.

61

754.

1769

8.23

538.

14

PSS4 Gambar 4. 7 Kurva IR polistiren tersulfonasi (KBr)

Page 6: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

34

Tabel 4. 2 Data serapan IR polistiren (PS) dan polistiren tersulfonasi(PSS)

4.2 Sintesis Kitosan

Kitin dapat menghasilkan kitosan sebagai produk dari proses deasetilasi. Kitosan memiliki

sifat biokompatibilitas, nontoksik, biodegrabilitas, stabilitas kimia dan termal yang baik

sehingga dalam beberapa tahun terakhir kitosan merupakan material menarik dalam banyak

aplikasi. Kitosan memiliki banyak gugus reaktif seperti hidroksil dan amina, yang dapat

dimodifikasi dengan variasi reaksi kimia. Adanya gugus hidroksil dan amina membuat

hidrofilisitas kitosan bertambah, dan hal itu berguna untuk aplikasi sebagai PEMFC. Gugus

amina kitosan dapat terhidrasi dan dapat menghantarkan proton.

Dalam penelitian ini kitin diisolasi dari kulit udang. Sebelum proses deproteinasi, kulit

udang dihancurkan dengan blender sampai berbentuk serpihan untuk menghindari lolosnya

kitin saat disaring. Skema isolasi kitin dan sintesis kitosan dapat dilihat pada Gambar 4. 8.

Kulit udang mengandung protein, kalsium karbonat, dan kitin, tetapi besarnya kandungan

komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya [Focher et al., 1992]. Pada proses

deproteinasi terjadi reaksi pelarutan protein dengan larutan NaOH 3,5% b/v yang

ditambahkan. Setelah proses deproteinasi masih tersisa kandungan kalsium karbonat, dan

kitin pada kulit udang. Selanjutnya dengan penambahan HCl 1 M terjadi reaksi pelarutan

kalsium karbonat (demineralisasi) serta bahan anorganik lain. Proses deproteinasi dan

demineralisasi menghasilkan kitin yang berwarna kekuningan. Dengan penambahan NaOH

50% (b/v) pada kitin terjadi reaksi hidrolisis sehingga dihasilkan kitosan.

Bil. gelombang PS

(cm-1)

Bil. gelombang PSS

(cm-1)

Gugus fungsi

- 3446,79 O-H

3026,31 3024,38 =C-H aromatik

2922,16 2922,16 C-H alifatik

1490,97-1448,54 1600,92-1448,54 C=C dari cincin aromatik

- 1180,44-1161,15 vibrasi streching simetrik O=S=O

- 904,61 Subtitusi para pada benzena

754,17 - 698,23 754,17 - 698,23 Mono-subtitusi benzena

Page 7: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

35

3,5 % NaOH

HCl 50% NaOH

-protein -CaCO3

Gambar 4. 8 Skema isolasi kitin dan sintesis kitosan

Massa awal kulit udang, massa akhir kitosan yang dihasilkan, dan rendemen tercantum pada

Tabel 4. 3. Untuk mengetahui pembentukan kitosan secara kualitatif, dapat dilakukan

dengan melarutkan kitosan dalam asam asetat. Dari percobaan yang dilakukan produk hasil

deasetilasi larut dalam asam asetat 1% yang menandakan telah terjadi konversi kitin

menghasilkan kitosan. Kitosan yang terbentuk berwarna putih kekuningan dan berbentuk

serpihan seperti Gambar 4. 9.

Dari hasil perhitungan yang tercantum pada Lampiran, diketahui massa molekul rata-rata

viskositas (Mv) kitosan sebesar 1,9.106 g/mol dan derajat deasetilasi sebesar 77%.

Tabel 4. 3 Data sintesis kitosan

Proses Massa awal (g)

Massa akhir (g)

Rendemen (%w/w)

Deproteinasi 50,04 40,32 80,58 Demineralisasi 14,75 29,47

Deasetilasi 13,22 26,42

Gambar 4. 9 Kitosan hasil sintesis

Struktur kimia kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 4. 10. Perbedaan

struktur kitin dan kitosan terdapat pada gugus amina yang dimiliki kitosan.

Perbedaan dan persamaan gugus fungsi yang dimiliki kitin dan kitosan dapat

ditentukan dengan analisis gugus fungsi melalui alat Fourier Transform Infra Red

(FTIR).

Kitin+CaCO3+protein (kulit udang)

Kitin

Kitosan

Kitin + CaCO3

Page 8: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

36

(A) (B)

Gambar 4. 10 Struktur kitin (A) dan kitosan (B)

Spektrum infra merah dari kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 4. 11 dan Gambar 4.

12. Sekilas spektrum IR dari kitin dan kitosan terlihat mirip. Kitin dan kitosan memiliki

puncak serapan gugus O-H pada bilangan gelombang sekitar 3450 cm-1, gugus CO-NH

pada bilangan gelombang sekitar 1650 cm-1 , serta pada bilangan gelombang sekitar 1100

cm-1 yang merupakan puncak serapan gugus C-O-C dan merupakan puncak khas dari

struktur sakarida. Data puncak serapan yang menandakan adanya gugus fungsi tertentu dari

kitin dan kitosan dirangkum dalam Tabel 4. 4.

Tabel 4. 4 Analisa IR kitin dan kitosan

Gugus fungsi

Bilangan gelombang kitin (cm-1)

Bilangan gelombang kitosan (cm-1)

O-H 3445 3448,72 CO-NH 1637,56 1662,64-1635,64 C-O-C 1028,06-1157,29 1151,50-1028,06

Pada spektrum IR, perbedaan antara kitin dan kitosan terletak pada intensitas serapan gugus

asetamida (CO-NH). Intensitas serapan gugus asetamida pada kitosan lebih rendah

dibandingkan serapan gugus asetamida dari kitin karena pada kitosan telah terjadi proses

deasetilasi. Rendahnya intensitas serapan gugus CO-NH pada kitosan ditandai dengan nilai

persen transmitans yang lebih tinggi dari kitin.

Puncak serapan gugus O-H dan gugus CO-NH juga berperan dalam menentukan derajat

deasetilasi kitosan. Gugus O-H berfungsi sebagai standar internal sedangkan gugus CO-NH

berfungsi sebagai gugus pembanding antara kitin dan kitosan. Dari perhitungan derajat

deasetilasi yang dicantumkan pada Lampiran, derajat deasetilasi kitosan dalam penelitian ini

sebesar 77%.

Dari hasil uji kualitatif, analisis gugus fungsi dengan FTIR, dan penentuan derajat deasetilasi

diketahui bahwa pada penelitian ini telah terjadi proses deasetilasi kitin menjadi kitosan.

Page 9: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

37

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

20

22.5

25

27.5

30

32.5

35

37.5

40

42.5

45%T

9

2924

.09

1637

.56

1309

.67 12

61.4

5 1236

.37

1205

.51

1157

.29

1114

.86

1076

.28

1028

.06

974.

0595

4.76

918.

1289

6.90

748.

3868

8.59

605.

6557

6.72

561.

2954

7.78

528.

50

Khitin

Gambar 4. 11 Kurva IR kitin (KBr)

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

20

25

30

35

40

45

50

55

%T

3448

.72

1662

.64

1635

.64 14

21.5

413

79.1

0 1344

.38

1323

.17 12

51.8

0

1151

.50

1091

.71

1028

.06

894.

97 775.

38

665.

4465

1.94

599.

86

Khitosan

Gambar 4. 12 Kurva IR kitosan (KBr)

4.3 Pembuatan Polyblend

Tujuan pembuatan polyblend adalah untuk mendapatkan sifat material yang lebih baik

dibandingkan sifat polimer penyusunnya. Pada penelitian ini dibuat polyblend yang terdiri

dari polistiren, polistiren tersulfonasi, dan kitosan sebagai polimer penyusun. Pada Tabel 4. 5

merupakan data komposisi massa polimer penyusun membran polyblend. Kandungan

polistiren dalam polyblend dibuat tetap 80% dan kandungan polistiren tersulfonasi serta

kitosan dibuat bervariasi antara 0-20%. Dengan gugus amina pada kitosan dan gugus

sulfonat pada polistiren tersulfonasi diharapkan membran polyblend dapat memiliki

karakteristik sebagai penghantar proton dalam aplikasi fuel cell. Komposisi polistiren yang

Page 10: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

38

paling banyak dibanding polimer lainnya karena sifat polistiren yang kuat, mudah

dilelehkan, serta mudah untuk dibuat membran dengan metode mekanik. Polistiren

tersulfonasi dan kitosan sulit untuk dibuat membran dengan metode mekanik karena sifat

polistiren tersulfonasi akan membentuk gelembung pada membran dan kitosan yang tidak

dapat meleleh. Jadi polistiren berfungsi sebagai dasar atau pondasi dari pembuatan membran

polyblend.

Tabel 4. 5 Data komposisi polimer penyusun polyblend

Komposisi PS-PSS-Kit Massa PS(g) Massa PSS(g) Massa kitosan (g) 80-20-0 0,80 0,20 - 80-15-5 0,80 0,15 0,05

80-10-10 0,80 0,10 0,10 80-5-15 0,80 0,05 0,15 80-20-0 0,80 - 0,20

Selanjutnya penamaan polyblend ditentukan berdasarkan komposisi kandungan PS, PSS, dan

Kitosan dalam polyblend seperti tertera pada Gambar 4. 13. Hasil analisis membran

polyblend akan dibandingkan dengan membran polistiren 100% yang juga dibuat dengan

metode mekanik. Pembandingan dengan membran polistiren murni dilakukan karena tidak

ada polimer penyusun lain yang dapat menghasilkan membran yang baik dengan cara

mekanik.

80-20-0 80-15-5 80-10-10 80-5-15 80-0-20

Gambar 4. 13 Membran polyblend dengan komposisi PS-PSS-Kitosan

Pembuatan polyblend dengan metode mekanik atau pelelehan dilakukan karena belum

diperoleh pelarut sesuai yang dapat melarutkan polistiren tersulfonasi dan kitosan. Polistiren

tersulfonasi dan kitosan memiliki sifat kepolaran yang berbeda. Kitosan bersifat polar

dengan adanya gugus hidroksil dan amina yang dimilikinya sedangkan polistiren tersulfonasi

memiliki sifat cenderung non polar karena besar derajat sulfonasi polistiren hanya 25%.

Beberapa cara yang telah dilakukan sebelumnya untuk menghasilkan membran polyblend

dapat dilihat pada Lampiran.

Page 11: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

39

4.3.1 Analisa gugus fungsi polyblend

Kurva IR polyblend dengan komposisi 80-10-10, tertera pada Gambar 4. 14. Terdapat empat

puncak paling tajam pada spektrum IR polyblend. Pada bilangan gelombang 3466,08 cm-1

merupakan puncak serapan vibrasi O-H yang berasal dari PSS atau kitosan. Puncak serapan

gugus =C-H aromatik dan C-H alifatik masing-masing berada pada bilangan gelombang

3026,31 cm-1 dan 2922,16 cm -1. Puncak pada bilangan gelombang 1600,92 cm-1 merupakan

puncak serapan khas C=C dari cincin aromatik yang berasal dari PS dan PSS. Bilangan

gelombang 1024,20 cm-1 dan 1068,56 cm-1 merupakan puncak serapan vibrasi -SO3H dari

PSS, dan bilangan gelombang 694,37 cm-1 menandakan adanya monosubtitusi benzen pada

polistiren.

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

80

82.5

85

87.5

90

92.5

95

97.5

100

%T

3466

.08

3026

.31

2922

.16 28

50.7

9

1944

.25

1600

.92

1490

.97

1448

.54

1373

.32

1068

.56

1024

.20

906.

54

752.

2469

4.37

536.

21

80-10-10

Gambar 4. 14 Kurva IR polyblend komposisi 80-10-10

Dari analisis gugus fungsi dengan menggunakan FTIR diketahui bahwa membran polyblend

mengandung polimer-polimer penyusunnya. Dalam polyblend, komposisi polistiren adalah

yang terbanyak. Kontribusi polistiren dapat dilihat dari tingginya intensitas serapan gugus-

gugus fungsi pada polistiren dibandingkan polimer penyusun yang lain. Data puncak

serapan yang menandakan adanya gugus fungsi polimer penyusun polyblend dirangkum

dalam Tabel 4. 6.

Page 12: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

40

Tabel 4. 6 Hasil kurva IR polyblend 80-10-10

Bilangan gelombang (cm-1)

Gugus fungsi Polimer penyusun

3466,08 O-H Kitosan dan PSS 3026,31 =C-H aromatik PS dan PSS 2922,16 C-H alifatik PS, PSS, dan kitosan

1448,54-1600,92 C=C dari cincin aromatik

PS dan PSS

1068,56-1024,20 SO3H PSS 694,37 monosubtitusi benzen PS

4.4 Analisis swelling

Pada penelitian ini uji swelling (penggembungan) dilakukan untuk mengetahui kemampuan

swelling dari membran karena pada aplikasi PEMFC, membran berada dalam keadaan

terhidrasi untuk dapat bekerja sebagai penghantar proton.

Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali, sehingga menghasilkan tiga nilai derajat swelling

(Dsw 1, 2, dan 3). Dari ketiga pengujian dilakukan metode pembasuhan membran yang

berbeda (sebelum penimbangan membran basah) agar dapat mengetahui keteraturan hasil uji

membran. Pada DSw1 (derajat swelling 1) pembasuhan dilakukan dengan menyeka

permukaan membran dengan kertas saring dan kemudian membran langsung ditimbang.

Pada DSw2 (derajat swelling 2) kedua sisi membran diapit dengan kertas saring dan

kemudian membran langsung ditimbang. Pada DSw3 (derajat swelling 3) membran

diletakkan dalam kertas saring dan ditunggu sebentar, kemudian membran ditimbang.

Dengan ketiga metode tersebut jelas terlihat pada Tabel 4. 7 bahwa nilai DSw

1>DSw2>DSw3.

Dari hasil yang tertera pada Tabel 4. 7 terlihat bahwa nilai derajat swelling polyblend lebih

tinggi dibanding membran PS. Hal ini disebabkan karena membran polyblend memiliki

polimer penyusun yang bersifat hidrofil sedangkan polistiren tidak memiliki gugus hidrofil.

Polistiren tersulfonasi dan kitosan memiliki gugus hidrofil yang masing-masing memberi

peran dalam kemampuan swelling membran. Secara umum nilai derajat swelling polyblend

dalam semua komposisi memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Akan tetapi, dari ketiga

metode yang dilakukan dihasilkan nilai optimum swelling pada membran dengan komposisi

80-15-5.

Secara umum, dari analisis derajat swelling polyblend pada semua komposisi, poliblend

memiliki kemampuan swelling yang cukup baik. Berdasar literatur [Chen, 2004] Nafion®

115 memiliki nilai derajat swelling 13,3%.

Page 13: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

41

Tabel 4. 7 Data hasil derajat swelling

Membran DSw1 (%) DSw2 (%) DSw3 (%) PS 2,18 2,61 0,43

80-20-0 26,51 6,46 0,42 80-15-5 33,93 17,25 11,26

80-10-10 32,17 8,92 5,95 80-5-15 26,22 9,16 6,78 80-0-20 23,98 9,09 10,18

4.5 Analisis Mekanik

Dari uji mekanik polyblend didapatkan nilai tegangan dan regangan saat membran terputus

karena nilai gaya dan pemanjangan yang tertera pada alat merupakan nilai saat membran

terputus.

Dari perhitungan yang dilampirkan pada Lampiran, diketahui hasil uji mekanik seperti

tertera pada Tabel 4. 8. Membran polyblend memiliki nilai tegangan dan regangan saat putus

lebih rendah dibanding kekuatan mekanik membran PS. Hal ini karena membran polistiren

bersifat homogen, sedangkan membran polyblend yang dihasilkan dalam penelitian ini

kurang bersifat homogen. Nilai kekuatan mekanik membran polyblend tertinggi pada

komposisi 80-20-0. Membran komposisi 80-20-0 yang terdiri dari 80% polistiren dan 20%

polistiren tersulfonasi memiliki sifat yang lebih homogen dibandingkan membran polyblend

dengan penambahan kitosan. Umumnya penambahan kitosan menurunkan sifat ketahanan

mekanik membran, karena sifat kitosan yang tidak dapat meleleh menyebabkan terjadi

peningkatan ketidakhomogenan membran, sehingga membran dengan komposisi kitosan

lebih tinggi bersifat lebih rapuh dibanding tanpa kitosan.

Tabel 4. 8 Hasil uji mekanik polyblend

Membran Tegangan saat putus

(kgf/mm2) Pemanjangan saat

putus (%) Modulus Young saat

putus PS 2,06 2,02 1,02

80-20-0 1,18 1,03 1,14 80-15-5 0,91 1,03 0,88

80-10-10 0,98 0,66 1,49 80-5-15 0,78 0,93 0,83 80-0-20 0,69 1,02 0,68

Page 14: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

42

4.6 Thermal Gravimetry Analysis (TGA)

Penentuan TGA dilakukan untuk mengetahui ketahanan termal dari membran polyblend.

Walaupun dalam aplikasinya, PEMFC beroperasi pada suhu yang tidak terlalu tinggi yaitu

60oC-80oC, namun untuk pemakaian jangka panjang membran harus memiliki ketahanan

termal yang baik untuk dapat diaplikasikan dalam PEMFC.

Parameter yang dapat dilihat untuk menentukan ketahanan membran suatu sampel yaitu

dengan melihat suhu awal kehilangan massa dan suhu dekomposisi akhir. Pengurangan

massa awal sampel dapat disebabkan karena penguapan air, pelarut, atau mulai

terdekomposisinya molekul-molekul kecil dalam sampel.

Dari hasil analisa pada Gambar 4. 15 sampai dengan Gambar 4. 18, terlihat bahwa polistiren

mulai kehilangan massa pada suhu 268,7oC, sedangkan pada penambahan polistiren

tersulfonasi (komposisi polyblend 80-20-0) ketahanan termal meningkat, ditandai dengan

suhu awal kehilangan massa pada 348,6oC. Namun dengan pengurangan komposisi PSS dan

penambahan komposisi kitosan (komposisi polyblend 80-10-10 dan 80-0-20) ketahanan

termal menurun, ditandai dengan suhu awal kehilangan massa yang berturut-turut 340,2oC

dan 226,7OC. Dari data hasil analisa TGA kitosan murni diketahui telah terjadi kehilangan

massa kitosan pada suhu 195,2OC. Dari data tersbut terlihat bahwa ketahanan termal

polyblend lebih baik dibanding PS dan pada polyblend dengan komposisi kitosan semakin

besar akan menurunkan ketahanan temal polyblend.

Data hasil analisis TGA dirangkum dalam Tabel 4. 9.

Tabel 4. 9 Hasil analisa TGA

Membran Suhu awal kehilangan massa (oC)

Massa awal yang hilang (%)

Suhu dekomposisi akhir (oC)

PS 268,7 3,2 427,6 80-20-0 348,6 0,7 449,5

80-10-10 340,2 1,5 442,8 80-0-20 226,7 2,8 428,3

Page 15: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

43

Gambar 4. 15 Kurva TGA polistiren

Gambar 4. 16 Kurva TGA polyblend 80-20-0

Page 16: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

44

Gambar 4. 17 Kurva TGA polyblend 80-10-10

Gambar 4. 18 Kurva TGA polyblend 80-0-20

Page 17: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

45

4.7 Ion Exchange Capacity (IEC) dan konduktivitas Ion Exchange Capacity (IEC) menyatakan jumlah mili ekivalen H+ yang terdapat dalam 1

gram membran. Nilai konduktitivas menyatakan kemampuan membran menghantarkan

proton. Semakin besar nilai IEC dan konduktivitas, kemampuan membran untuk menghantar

proton juga semakin besar.

Membran polistiren tersulfonasi dan kitosan memiliki nilai konduktivitas masing-masing

sebesar 0,07 µS/cm dan 52,2 µS/cm. Dari hasil penelitian yang tertera pada Tabel 4. 10, nilai

konduktivitas membran polyblend dengan komposisi kitosan lebih banyak lebih berperan

dalam meningkatkan konduktivitas dibandingkan membran dengan komposisi PSS lebih

banyak. Dari kedua data tersebut, kitosan memberikan pengaruh konduktivitas lebih tinggi

dibanding polistiren tersulfonasi karena nilai konduktivitas kitosan jauh lebih tinggi

dibanding polistiren tersulfonasi. Hal ini dapat disebabkan karena kitosan memiliki derajat

deasetilasi sebesar 77% sementara derajat sulfonasi PS hanya 25%. Jumlah gugus fungsi

penukar proton pada kitosan (-NH2) lebih banyak dibanding jumlah gugus fungsi penukar

proton pada PSS (-SO3H).

Secara teoritis semakin besar nilai konduktivitas suatu membran, nilai IEC dari membran

tersebut juga semakin besar. Dalam penelitian yang dilakukan melalui titrasi, nilai IEC

optimum sebesar 3,74 m ekiv/g diperoleh pada membran dengan komposisi 80-10-10

sedangkan nilai optimum konduktivitas sebesar 39,29 µS/cm pada komposisi membran 80%

PS-20% kitosan. Hal ini dapat terjadi karena membran polyblend yang dihasilkan kurang

homogen sehingga terdapat kemungkinan nilai analisis di suatu titik dan titik lain pada

membran memiliki nilai yang berbeda.

Berdasar literatur [Chen, 2004] nilai konduktivitas dan IEC Nafion® 115 berturut-turut

sebesar 0,142 S/cm dan 0,91 m ekiv/g. Membran polyblend yang dihasilkan pada penelitian

ini umumnya memiliki nilai IEC lebih dari 0,91 m ekiv/g, namun nilai konduktivitas

poliblend jauh lebih kecil dibandingkan Nafion® 115. Perbedaan nilai konduktivitas ini

kemungkinan dapat disebabkan karena perbedaan alat yang digunakan dan kurangnya waktu

hidrasi sebelum penentuan konduktivitas polyblend pada penelitian ini. Namun dengan

menggunakan metode dan alat ukur konduktivitas yang sama telah diperoleh nilai

konduktivitas Nafion® sebesar 77 µS/cm. Jika dibandingkan dengan nilai konduktivitas

Nafion dengan metode dan alat pengukuran yang sama, polyblend memiliki nilai

konduktivitas yang mendekati nilai Nafion.

Page 18: 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF filepolimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas. ... Polistiren mudah untuk disintesis dan memiliki gugus aromatik yang memiliki kestabilan

46

Tabel 4. 10 Hasil IEC dan konduktivitas

Membran IEC (m ekiv/g) Konduktivitas (µS/cm) 80-20-0 1,14 5,32 80-15-5 0,20 7,69

80-10-10 3,75 8,22 80-5-15 2,55 3,00 80-0-20 0,55 39,29