4. hasil dan pembahasan 4.1 gambaran umum tempat...
TRANSCRIPT
13
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
4.1.1 Letak Geografis Tempat Penelitian
Wilayah Kota Salatiga terletak di tengah–tengah Kabupaten Semarang.
Secara geografis Kota Salatiga memiliki topografi yang bergunung dengan
ketinggian sekitar 450 meter di atas permukaan laut. Letak Kota Salatiga cukup
strategis karena berada pada jalur transportasi darat utama Jakarta – Solo -
Surabaya dan terletak di antara dua kota pusat pengembangan yaitu Kota
Semarang dan Surakarta.
Kota Salatiga dengan pertumbuhan penduduk yang pesat dan penggunaan
SDA (Sumber Daya Alam) yaitu air untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang
cenderung eksploitatif merupakan tantangan terbesar bagi daerah yang sedang
giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam menjaga kelestarian fungsi
lingkungan hidup seperti Kota Salatiga. Jumlah penduduk yang terus meningkat
disertai penggunaan SDA berlebihan dapat menjadi tekanan yang besar bagi
lingkungan sehingga berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan.
Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun dapat mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta
pemanasan global yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan iklim
dan hal ini akan memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup.
Banyak persoalan lingkungan yang mulai menjadi topik dunia ketika
manusia mulai merasakan dampaknya yang semakin meluas yakni terlihat pada
banyaknya bencana yang terjadi di muka bumi ini akibat berbagai aktivitas
manusia itu sendiri seperti banjir, tanah longsor, pencemaran air akibat limbah
industri dan lain sebagainya. Dalam kondisi seperti ini, lingkungan hidup perlu
diatur dan dikelola dengan baik sehingga dapat memberikan manfaat yang
optimal. Oleh karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku
kepentingan. Karena dengan kualitas lingkungan yang baik merupakan salah satu
modal dasar penting bagi terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan
sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal, mencukupi kebutuhan
14
generasi saat ini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan kehidupan generasi yang akan datang.
Secara administratif Kota Salatiga terbagi menjadi 4 kecamatan dan 22
kelurahan. Luas wilayah Kota Salatiga tercatat sebesar 5.678,110 hektar atau
56.781 km². Luas yang ada, terdiri dari 798,932 hektar (14,07 persen) lahan
sawah; 4.680,195 hektar atau (82,42 persen) merupakan lahan kering dan 198,983
hektar (3,50 persen) adalah lahan lainnya. Di bawah ini merupakan Tabel Luas
Sawah Menurut Jenis Irigasi per Kelurahan Tahun 2012 (ha) di Salatiga (Kauman
Kidul, Pulutan dan Kutowinangun) disesuaikan dengan tempat yang diteliti:
Tabel 4.1. Luas Sawah Menurut Jenis Irigasi per Kelurahan Tahun 2012 (ha)
No Wilayah Irigasi
Teknis
Setengah
Teknis Sederhana
Tadah
Hujan Jumlah
Kecamatan Sidorejo
1 KaumanKidul 42,21 4,90 2,79 0,00 49,89
2 Pulutan 0,00 27,00 43,71 62,44 133,15
Kecamatan Tingkir
3 Kutowinangun 45,63 0,00 0,00 0,00 45,63
Sumber: Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Salatiga
Data Sekunder, 2012
4.1.2 Gambaran Sungai Penerima Pencemaran Limbah Yang Digunakan
Sebagai Irigasi Lahan Sawah Yang Diteliti
A. Sungai Ngaglik
Sungai Ngaglik atau sering disebut Sungai Sebanteng yaitu sungai yang
melintasi Kelurahan Ledok, Sidorejo Kidul dan Kutowinangun. Sungai ini
melintasi dua industri tekstil yang besar di Kota Salatiga, yaitu PT. Timatex (Tiga
Manunggal Tekstil) dan PT. Damatex (Daya Manunggal Tekstil). Oleh kedua
pabrik tersebut, Sungai Ngaglik dijadikan badan air penerima pembuangan limbah
cair dari kegiatan usahanya. Walaupun hasil analisa air limbahnya dilaporkan
setiap bulan masih di bawah baku mutu, namun limbah cair dari kedua pabrik ini
mempunyai indikasi kuat sebagai kontributor pencemaran yang menyebabkan
dampak penurunan produktivitas padi sawah yang teraliri air dari sungai ini.
15
Sungai Ngaglik juga digunakan oleh masyarakat sebagai badan air penerima
untuk pembuangan limbah domestik dari kegiatan rumah tangga, perbengkelan,
pencucian mobil, dan aktifitas restoran/rumah makan. Untuk dapat
membayangkan bagaimana situasi sungai dapat dilihat dari gambar di bawah ini:
Gambar 4.1. Sungai Ngaglik
Keterangan: Sungai Ngaglik pada waktu intensitas pencemaran berkurang (awal musim
penghujan)
Sumber: Data Primer, 2013
B. Sungai Banyuputih
Sungai Banyuputih atau sering juga disebut Sungai Kedung Ringis, adalah
sungai yang melintasi daerah Mangunsari, Banyuputih dan Pulutan, yang
kemudian mengalir menuju Rawa Pening. Sepanjang aliran sungai ini terdapat 16
(enam belas) industri tahu skala rumah tangga, dimana hampir semua limbah dari
kegiatan produksinya dibuang ke sungai tanpa melalui proses pengolahan terlebih
dahulu. Akibatnya ekosistem sungai, tanah di sekitar aliran, vegetasi dan
lingkungan sekitarnya menjadi terganggu, yang pada akhirnya sungai penerima
tidak mampu menguraikan limbah tahu secara sempurna sehingga semakin lama
akan terjadi degradasi di sepanjang sungai. Limbah pabrik tahu sebenarnya
memiliki kandungan organik dengan tingkat protein yang cukup tinggi dan tidak
berbahaya bagi tanaman padi sawah. Namun jika konsentrasinya terlalu tinggi dan
melebihi batas baku mutu akan menjadi tidak baik bagi produktivitas padi.
16
Sebenarnya jika ada pengolahan limbah tahu, maka para petani akan merasa
dibantu dengan mendapatkan pupuk dari limbah olahan tersebut.
Sungai Banyuputih juga digunakan sebagai tempat pembuangan limbah dari
kegiatan peternakan dan pemotongan ayam, muara pembuangan limbah cair dari
industri creamer PT. Kievit Indonesia serta pembuangan limbah cair dari Rumah
Sakit Umum Kota Salatiga. Dipihak lain masih banyak ditemukan masyarakat
yang langsung membuang sampahnya ke aliran Sungai Banyuputih. Di bawah ini
adalah gambar Sungai Banyuputih:
Gambar 4.2. Sungai Banyuputih
Keterangan: Sungai Banyuputih pada waktu intensitas pencemaran berkurang (awal musim
penghujan)
Sumber: Data Primer, 2013
4.1.3 Baku Mutu Kualitas Air Irigasi
Dari pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan secara berkala selama
satu tahun pada Sungai Ngaglik dan Banyuputih, dapat dipastikan bahwa dalam
beberapa aspek kualitas sungai tahun 2013 lebih baik daripada tahun 2012 (KLH,
2013) seperti dalam hal berkurangnya sampah pada kedua sungai dan
meningkatnya kualitas air sungai terutama Sungai Banyuputih. Untuk lebih
jelasnya kondisi kualitas air sungai yang dipakai irigasi dapat dilihat pada tabel di
halaman selanjutnya:
17
Tabel 4.2. Nilai Rata-rata Hasil Analisa Pemantauan Kualitas Air Sungai Tahun 2012/2013
(1) (3)
2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013
1 °C 25,45 25,66 25,87 27,08 25,76 27,19 27,9 25,12 30,44 17,7 26,55 25,61
2 mg/L 7,53 7,32 7,04 7,13 7,68 7,51 8,54 8,14 9,13 8,52 8,28 7,29
3 mg/L 27,6 17,00 55,58 23,00 36,63 36,82 27,44 26,55 19,39 32,36 51,27 23,00
4 mg/L 8,20 7,49 14,20 11,94 10,33 18,18 9,42 10,41 50,15 15,06 9,7 12,03
5 mg/L 62,01 20,80 197,27 33,98 81,30 28,70 126,01 70,52 446,18 214,64 312,67 68,86
6 mg/L 1,19 0,41 1,98 0,48 1,27 0,18 1,68 0,31 5,05 0,44 2,39 0,47
6
(8)
No Parameter SatuanLokasi Sampling
1 2 3 4 5
Koordinat
(2) (4) (5) (6) (7)
S 07°20'49.2" /
E 110°30'47.7"
(9)
Data
Sungai
Nama LokasiSungai
Banyuputih 1
Sungai
Banyuputih 2
Sungai
Banyuputih 3Sungai Ngaglik 1 Sungai Ngaglik 2 Sungai Ngaglik 3
Jan-Nov Jan-Nov Jan-Nov Jan-Nov Jan-Nov
S 07°19'15.9" /
E 110°29'12.7"
S 07°19'06.7" /
E 110°29'10.9"
S 07°19'03.9" /
E 110°29'11.4"
S 07°20'51.5" /
E 110°30'43.2"
S 07°20'48.1" /
E 110°30'44.4"
BOD
COD
NH3
Jan-Nov
FISIKA
Temperatur
KIMIA ANORGANIK
pH
TSS
Waktu Pemantauan
Sumber: Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Salatiga, 2012/2013
Keterangan: dihubungkan dengan kelas klasifikasi dan kriteria mutu, Salatiga masuk dalam kelas
IV. Pada lokasi sampling di Sungai Ngaglik terlihat rata-rata di atas baku mutu sungai. Sungai
Ngaglik 2 pada Tahun 2012 dan 2013 parameter yang tinggi di atas baku mutu adalah COD
(chemical oxygen demand) ini membuktikan bahwa masuknya limbah cair dari industri tekstil
memberi pengaruh terhadap peningkatan pencemaran air Sungai.
4.2 Gambaran Umum Partisipan dan Key Informant
4.2.1 Partisipan
Dalam penelitian ini terdapat 3 orang sebagai partisipan yang merupakan
ketua gapoktan dari masing-masing tempat penelitian. Partisipan tersebut
ditetapkan sesuai dengan kriteria umum yaitu mereka adalah petani yang
menggarap sendiri sawahnya dan sudah menekuni usaha tani padi sawah dengan
pengalaman lebih dari 15 tahun, dan yang paling penting di sawah mereka
irigasinya memakai air sungai yang tercemar limbah pabrik dan rumah tangga.
Selain itu ada kriteria khusus yaitu partisipan mampu menjawab setiap
pertanyaan dalam kuisioner yang diberikan secara menyakinkan dan berwawasan
luas. Berdasarkan kriteria tersebut, maka ditetapkan bahwa petani yang akan
menjadi partisipan adalah Bapak As’adi Komjajin dari Gapoktan Sumber Makmur
Pulutan, Bapak Muh Fadlil dari Gapoktan Ngudi Makmur Kutowinangun, Bapak
Agus Thohirin dari Gapoktan Ngudi Raharjo Kauman Kidul. Untuk lebih
mengetahui gambaran partisipan di dalam penelitian ini dapat dilihat dari tabel di
halaman selanjutnya:
18
Tabel 4.3. Gambaran Umum Partisipan
No. Nama Pendidikan Umur
(tahun)
Luas
lahan
Gapoktan
(ha)
Lama
menjadi
petani
(tahun)
Pekerjaan
1. As’adi
Komjajin SPMA 55 75 34 Petani Padi
Sawah 2. Muh Fadlil SLTA 47 46 15 Petani Padi
Sawah 3. Agus
Thohirin SLTA 42 67 18 Petani Padi
Sawah Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui pendidikan yang dimiliki ketiga petani
yang ditunjuk sebagai partisipan adalah tingkat SLTA, usia petani partisipan pada
sampel yang didapat berkisar antara 41 – 55 tahun, dengan luas lahan gapoktan
yang dikuasai berkisar antara 46 ha - 75 ha dari keseluruhan partisipan, telah
memiliki pengalaman menjadi petani berkisar antara 15 - 34 tahun dan ketiga
petani mengabdikan pekerjaannya memang sebagai petani, kalaupun ada
pekerjaan lain itu hanyalah pekerjaan sampingan karena yang utama adalah
menjadi petani.
4.2.2 Key Informant
Untuk pengambilan data, selain dari ketiga partisipan yang dipilih juga
diambil dari data key informant yang bertujuan untuk melengkapi hasil
wawancara dari ketiga partisipan tersebut. Data umum mengenai key informant
dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 4.4. Gambaran Umum Key Informant
Nama Keterangan Instansi Mujanari
Hadi Purnomo
Kepala Penyuluh Pertanian
Kepala Bagian Pengelolaan dan Pengendalian
Lingkungan
Dinas Pertanian
(Salatiga)
Kantor Lingkungan
Hidup (Salatiga)
Sumber: Data Primer, 2013
Key informant dalam penelitian ini sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
oleh peneliti agar lebih terarah pada tujuan penelitian, yang menjadi key informant
merupakan Kepala Penyuluh Dinas Pertanian Kota Salatiga untuk melihat dari sisi
produktivitas padi dan Kepala Bagian Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan
untuk melihat dari sisi kualitas air, dimana kedua orang tersebut dianggap cocok
19
dan mampu dengan pengetahuan yang dimiliki untuk dipilih sebagai informasi
kunci.
4.3 Persepsi Petani Mengenai Pengaruh Kualitas Air Terhadap Produktivitas
Padi Sawah
4.3.1 Gapoktan Sumber Makmur di Kelurahan Pulutan - Kecamatan
Sidorejo
Sawah Gapoktan Sumber Makmur di Kelurahan Pulutan mendapat air
irigasi dari Sungai Banyuputih melalui pintu Bendung Siandran, yang setiap
musim kemarau harus mengalami pembagian dengan sistem penjadwalan aliran
air. Luas wilayah persawahan yang dikuasai Gapoktan Sumber Makmur sebelum
ada jalan JLS (Jalan Lingkar Salatiga) adalah 82,3 hektar, setelah ada jalan JLS
berkurang menjadi 75 hektar. Hasil panen padi dapat digambarkan dalam
ungkapan Pak As’adi Komjajin sebagai berikut:
“Hasil panen padi di tempat ini pada waktu panen, total bobot gabah panen basah 10 ton/ha.
Padi yang ditanam adalah Memberamo, dengan dua kali musim panen pada bulan Maret
dan Oktober. Sistem tanam rata-rata di sawah ini memakai sistem Jajar Legowo, padi
terlihat bagus dan panenan berisi, rapi dengan masa tanam yang serempak dan karena
sistem ini tanaman padi menjadi jarang terkena hama tikus”.
Menanggapi hal di atas, Pak Mujanari sebagai Kepala Penyuluh Pertanian
menanggapi seperti di bawah ini:
“Pada tahun ini (2013), Gapoktan Sumber Makmur di Pulutan diambil dari contoh ubinan
2,5mx2,5m dengan total bobot 6,5 kg.”
Hal ini dapat dibuktikan data yang dikonversi dari sampel ubinan Dinas
Pertanian (2013) 2,5mx2,5m dengan total bobot 6,8 kg, sehingga hasil panen per
luas lahan bisa mencapai 10 ton/ha dari rata-rata panen per tahun 2013 (BPS,
2013). Ini merupakan kenaikan dari tahun sebelumnya 8 ton/ha. Kasus
pencemaran yang berada di sini adalah kasus pencemaran limbah pabrik tahu.
Berkenaan dengan hal ini, Kantor Lingkungan Hidup dalam rapat lingkungan
hidup yang selalu kerjasama dengan dinas-dinas terkait, dalam menangani
perusahaan-perusahaan yang mengadakan pengolahan limbah industri dari usaha
rumah tangga menengah/kecil dan perusahaan besar, sudah memperingatkan
namun kasus ini masih juga terjadi. Terlebih dengan melihat pernyataan pak
As’adi Komjajin sebagai berikut:
20
“Petani menginginkan supaya pihak pabrik dapat membuat fermentasi limbahnya, sehingga
limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk padi mereka. Limbah tahu
memiliki kandungan zat-zat yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman padi yaitu kaya akan
unsur N; namun bila berlebihan maka tanaman padi akan menjadi cepat kuning, mati dan
jika bisa sampai siap panen maka bijinya kopong atau orang di sana menyebutnya
ngropok”.
Menanggapi pernyataan Pak As’adi, dari Kantor Lingkungan Hidup Pak
Hadi Purnomo mengungkapkan bahwa:
“Penerapan sistem olah limbah sudah dianjurkan kepada seluruh pemilik industri tahu,
bahkan pemilik dianjurkan untuk dapat bekerjasama dengan masyarakat sekitar maupun
petani sekitar sawah, dalam hal ini untuk mencapai tujuan sama-sama untung. Pemilik
industri diuntungkan dari industrinya dan petani diuntungkan olahan limbah tahu yang
difermentasikan dapat dipakai untuk tambahan nutrisi bagi tanaman padi mereka. Karena di
dalamnya terkandung kandungan unsur N yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya padi.”
Saluran sungai yang terkena dampak limbah tidak perlu lagi menambahi
pupuk mengandung unsur N lagi, tetapi kalau lahan tanam jauh dari sungai maka
harus memberi pupuk mengandung unsur N sesuai aturannya, karena unsur N
berfungsi mempercepat pertumbuhan tanaman padi. Pak As’adi mengungkapkan
sebagai berikut:
“Jika padi terlalu cepat pertumbuhannya, hal ini justru mengakibatkan tanaman padi akan
cepat layu lalu mati dan bila tiba wktunya panen, bijinya kopong atau ngropok ”. Jika unsur
N yang dibawa limbah pabrik tahu itu tidak berlebihan maka tanaman padi menjadi gemuk-
gemuk, bagus, berisi dan subur, tinggal oleh petani dengan diimbangi pupuk unsur P dan K
saja”.
Ungkapan Pak As’adi dibenarkan Pak Mujanari seperti yang dikatakan di
bawah ini:
“ Limbah tahu sangat baik untuk budidaya padi karena banyak mengandung unsur N yang
sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan padi, maka dari itu untuk mencapai
pemanfaatan limbah tersebut dibutuhkan pengelolaan sumber air irigasi yang baik sehingga
limbah industri tahu tidak mengalir berlebihan atau malahan mengganggu areal sawah.”
Pak As’adi memberikan usulan bahwa di daerah Pancuran belakang pasar
kota seharusnya lebih diperhatikan Pemerintah Kota Salatiga, karena di aliran
sungai ini banyak warga dan penghuni pasar sembarangan membuang sampah-
sampahnya apalagi gelontoran kotoran manusia dialirkan ke sungai. Untuk
mengatasi hal tersebut menggunakan cara menutup aliran sungai dengan
dilakukan pengecoran untuk membuat jalan di atasnya dan di setiap titik terpilih
disediakan bak tempat sampah yang setiap harinya ada petugas pengambil
sampah-sampah tersebut. Selama ini para petani hanya memberikan saran-saran
atau usulan-usulan ke Dinas Pertanian dan Kantor Lingkungan Hidup, namun
21
keterlibatan dalam menangani hal pencemaran limbah, para petani tidak pernah
diajak duduk bersama dalam memberikan solusi dan merealisasikan tindakan
bersama.
Pada bulan Oktober tahun 2013 di area persawahan ini mendapatkan
pengucuran dana bantuan dari Departemen Pekerjaan Umum Propinsi Jawa
Tengah dalam rangka pembuatan talut irigasi. Bantuan tersebut telah
merealisasikan, satu talut sekunder panjang 161 meter dan tersier 285 meter (Data
Primer, 2014). Pemberian bantuan ini dengan metode swakelola yaitu dana dari
dinas dan pekerja diambil dari petani-petani sekitar tempat sendiri. Dengan
adanya pembangunan ini, saat ini air menjadi lebih dapat diatur dan dikelola
dengan semestinya.
Dari hasil pengamatan dan analisa data di Gapoktan Sumber Makmur ini,
kualitas air yang tercemar limbah industri tahu ternyata memiliki pengaruh yang
baik terhadap produktivitas padi, dan akan lebih baik lagi jika limbah industri tahu
dapat dikelola oleh pemilik industri dengan cara fermentasi sederhana, sehingga
pada waktu pencemaran limbah menjadi berlebihan maka tidak akan mengganggu
pertumbuhan padi yang akan mengakibatkan produktivitas padi menjadi tidak
sesuai harapan.
4.3.2 Gapoktan Ngudi Raharjo di Kelurahan Kauman Kidul - Kecamatan
Sidorejo
Sawah Gapoktan Ngudi Raharjo Kauman Kidul bagian Utara, mengambil
air yang digunakan untuk irigasinya dari sungai terusan irigasi Sawah Gapoktan
Ngudi Makmur Kutowinangun dan bagian Selatan mengambil air yang digunakan
untuk irigasinya dari Sungai Ngaglik. Luas area lahan sawah gapoktan ini 67
hektar. Pak Agus Thohirin sebagai Ketua Gapoktan Ngudi Raharjo, pada tahun
2011/2012 tepatnya di awal musim penghujan, melihat langsung peristiwa
pencemaran limbah pabrik, limbah tersebut berwarna hitam pekat dan mengendap
di dasar air seperti aspal. Setelah ditelusuri limbah ini merupakan limbah dari
pabrik tekstil ternama di Kota Salatiga. Setelah melihat keadaan tersebut, Pak
Agus Thohirin melaporkan keadaan tersebut ke Kantor Lingkungan Hidup Kota
Salatiga supaya hal tersebut dapat segera ditangani. Dari laporan tersebut, pabrik
22
dipantau dan diingatkan, hasilnya intensitas pencemaran menjadi berkurang
walaupun pada setiap awal musim hujan masih juga ada kebocoran limbah,
namun tidak mengganggu tanaman padi di sana. Hal ini membuat Pak Agus
Thohirin berkata bahwa:
“Kualitas air irigasi yang baik bagi hasil panen padi adalah yang banyak mengalirkan
unsur-unsur hara dan di dalam airnya terdapat banyak ikan-ikan yang hidup dan yang pasti
jika digunakan untuk pengairan padi membuat tanaman padi akan memiliki nilai hasil
panen yang baik karena memiliki kualitas air yang baik pula”.
Dalam hal ini Pak Hadi Purnomo menanggapi dari aspek lingkungan hidup:
“Kualitas air yang baik sesuai dengan standar baku mutu sungai dan dalam hal ini sama
dengan atau di bawah baku mutu air, selebihnya air sudah tercemar dan tidak baik untuk
dikonsumsi manusia apalagi dipakai untuk irigasi persawahan, karena akan mengurangi
nilai gizi dan akan mengandung banyak logam berat.”
Pada bulan Oktober tahun 2013 di gapoktan ini mendapatkan pengucuran
dana bantuan dari Departemen Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Tengah untuk
pembangunan talut irigasi. Bantuan tersebut digunakan untuk pembangunan satu
talut sekunder panjang 266 meter realisasi 280 meter dengan tambahan dana
tambahan dan yang tersier 126 meter terealisasi 137 meter dengan adanya
tambahan dana bantuan pula (Data Primer, 2014). Dalam pembangunan talut
tersebut menggunakan metode swakelola. Hasil panen padi dapat digambarkan
dengan melihat penyataan pak Agus Thohirin sebagai berikut:
“Hasil panen padi di tempat ini, pada waktu panen bobot gabah basah bisa mencapai 8
ton/ha, dengan padi yang ditanam adalah Mekongga, dua kali musim panen pada bulan
April dan Oktober”.
Menanggapi yang di atas, Pak Mujanari memberikan suatu data untuk lebih
meyakinkan seperti di bawah ini:
“Untuk di gapoktan yang diketuai Pak Thohirin diambil sampel padinya dengan luasan
ubinan 2,5mx2,5m mendapatkan hasil 6,5 kg.”
Untuk meyakinkannya dengan mengkonversi dari sampel ubinan
2,5mx2,5m yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dengan total bobot 6,5 kg,
sehingga di dapat informasi per hektar bisa mencapai 9 ton/ha dari rata-rata 2 kali
panen per tahun 2013 berbeda dari bobot yang diinformasikan oleh petani. Namun
hal ini merupakan kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu 8 ton/ha (BPS, 2013)
Sistem tanam yang diterapkan di Sawah Gapoktan Ngudi Raharjo paling
rata-rata menggunakan sistem Jajar Legowo; padi terlihat bagus, rapi dan masa
tanam yang sama menjadi serempak pertumbuhannya, karena perawatannya yang
23
efektif. Menggunakan sistem jajar legowo ini, tanaman padi jarang terkena hama
tikus dan panenan berisi. Pak Agus Thohirin menambahkan ungkapan:
“Dengan menerapkan sistem Jajar Legowo ini hama tikus akan semakin malu dilihat di
berbagai sisi, apalagi bila ada tempat yang terlihat lego.”
Setuju dengan pernyataan Pak Thohirin, dalam hal ini Pak Mujanari
menambahkan pendapatnya berkaitan tentang sistem tanam Jajar Legowo dari sisi
hama dan penyakit, seperti diungkapkan di bawah ini:
Dengan sistem tanam Jajar Legowo sangat membantu dalam penanganan hama dan
penyakit apalagi dari dulu serangan hama tikus belum juga dapat diberantas hanya bisa
dikurangi, sangat efektif digunakan tanpa pemberian obat tikus maupun digropyok.”
Dari hasil pengamatan dan analisa data di Gapoktan Ngudi Raharjo ini,
bahwa kualitas air irigasi yang terkena dampak pencemaran limbah industri tekstil
terhadap produktivitas padi bahwa kualitas air yang digunakan di lahan sawah ini
memberikan pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap produktivitas padi,
bahkan apabila dibiarkan terus dapat menyebabkan kegagalan panen.
Harapan dari Pak Thohirin, petani dapat dilibatkan secara langsung dalam
forum lingkungan (lebih formalnya di instansi pemerintahan) yang berkaitan
dengan penanganan pencemaran dan peningkatan produktivitas padi, dalam hal ini
di Kota Salatiga yang dilingkupi oleh banyak sekali industri
4.3.3 Gapoktan Ngudi Makmur Kutowinangun di Kelurahan Kutowinangun
- Kecamatan Tingkir
Sawah Gapoktan Ngudi Makmur Kutowinangun menggunakan air untuk
irigasinya melalui cabang sungai di Pancuran yang diambil dari air sumber
Benoyo yang pemisahannya ke Selatan menuju Banyuputih arah Sawah Gapoktan
Sumber Makmur Kelurahan Pulutan dan ke Utara ke arah Sawah Gapoktan Ngudi
Makmur Kutowinangun yang alirannya dapat tambahan air dari Kalisumba dan
Kalitaman. Luas lahan yang dikuasai gapoktan ini sebelumnya 46 hektar, karena
adanya pembangungan jalan tol maka berkurang menjadi 41 hektar.
Kasus pencemaran yang berada di sini adalah pencemaran limbah pasar dan
rumah tangga. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Muh Fadlil sebagi berikut:
“Sungai ini sangat fenomenal karena dikenal sebagai sungai tadah sampah dan panen
sampah terbesar dan sungai sampah terpanjang di Kota Salatiga.”
24
Hal di atas sebenarnya sudah beberapa kali diusulkan beberapa cara
penanggulangan limbah ini antara lain menutup sungai di daerah pemukiman dan
mengubahnya menjadi jalan, bertujuan untuk mengurangi intensitas sampah yang
dibuang ke sungai. Memang membutuhkan dana untuk pembangunan ini, namun
usulan hanya sekedar menjadi usulan yang tidak sampai ke dalam forum bersama
dan mencapai realisasi solusi. kembali sungai hanya dibersihkan dalam program
instansi terkait sekali dalam setahun, namun budaya membuang sampah
sembarangan di sungai terus terjadi.
Menanggapi apa yang diungkapkan Pak Fadlil, dari pihak Kantor
Lingkungan hidup dalam hal ini Pak Hadi Purnomo mengungkapkan sebagai
berikut:
“Pastinya begitu, aliran air ke sawah Kutowinangun telah dijadikan tempat sampah, orang-
orang di pasar dan pemukiman di sekitar sungai telah membuang sampah dengan
sembarangan dan membuang gelontoran, karena hal tersebut maka air terlihat kotor dan
terasa bau yang tidak sedap, ini menjadi pencamaran bagi lingkungan.”
Sebelum adanya pembangunan talut yang bantuan dananya merupakan
pemberian dari Departemen Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Tengah, para petani
di Gapoktan Ngudi Makmur Kutowinangun sering panen sampah, namun setelah
ada pembangunan talut irigasi sejauh 289 meter (Data primer, 2014), sampah
mulai berkurang dan sudah langsung mengalir menjauh dari persawahan gapoktan
ini, tetapi menjadi masalah baru bagi persawahan di Gapoktan Ngudi Raharjo
Kelurahan Kauman Kidul, karena yang mulanya sampah bisa terkurang di sawah
Kutowinangun menjadi mengalir ke talut irigasi yang mengairi Sawah Kauman
Kidul bagian Utara. Secara fisik petani di tempat ini sudah mengetahui kualitas air
yang dapat berpengaruh yang baik terhadap hasil panen padi. Dalam ini Pak Fadlil
mengungkapkan:
“Bahwa air irigasi yang berkualitas baik itu, diketahui poros mata airnya dengan kondisi air
yang jernih dan tidak mengandung limbah. Peristiwa pencemaran di persawahan ini yang
sangat menggangu adalah kasus pencemaran pada tahun 1998 saat musim tanam padi tiba,
yaitu pencemaran dari limbah pabrik sosis yang setiap hari memotong ayam dengan
membuang bulu dan kotoran lainnya. Untuk menghentikannya, para petani membuat
kesepakatan dengan pihak pabrik agar pencemaran tersebut segera ditangani oleh pabrik itu
sendiri”.
Menanggapi pernyataan di atas Pak Hadi berkata seperti di bawah ini:
Air irigasi yang berkualitas baik bagi tanaman padi itu yang masih masuk ke dalam kriteria
standar baku mutu yang sesuai dengan kriteria pengkelasan sebagai mana diungkapkan
dalam PP 82/2001 tentang Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
25
Usulan dari Pak Muh Fadlil sebagai Ketua gapoktan hampir sama dengan
usulan dari Pak As’adi yaitu di daerah Pancuran belakang Pasar Raya Kota
Salatiga harusnya lebih diperhatikan Pemerintah Kota Salatiga. Menurut Pak
Fadlil yang biasa dengan julukannya sebagai Pak Enjoy, setidaknya selain sebagai
pusat sampah, aliran sungai menuju Sawah Gapoktan Ngudi Makmur
Kutowinangun secara tidak langsung mendapatkan gelontoran kotoran manusia
sebagai tambahan kesuburan lahan persawahan dan hal ini dapat dimanfaatkan
sebagai asupan pupuk tambahan bagi tanaman padi mereka. Hasil panen padi di
tempat ini dapat digambarkan dari ungkapan Pak Enjoy sebagai berikut:
“Hasil panen padi di tempat ini pada waktu panen bobot gabah panen basah bisa mencapai
10 ton/ha, dengan padi yang ditanam adalah Batang Limbang, dua kali musim tanam pada
bulan Juni dan Desember”.
Ungkapan Pak Fadlil atau Pak Enjoy, ditanggapi dengan data yang telah
diambil oleh Dinas pertanian untuk BPS Pertanian seperti dikatakan di bawah ini
oleh Pak Mujanari:
“Dari sawah Gapoktan Pak Fadlil diambil sampel ubinan 2,5mx2,5m dan bobot padi yang
dihasilkan mencapai 8 kg, ini dipakai untuk data BPS Pertanian 2013”.
Untuk meyakinkannya hasil tersebut dapat mengkonversi sampel ubinan
2,5mx2,5m yang dilakukan oleh Dinas Pertanian, dengan bobot 8 kg, hasilnya per
hektar memang mencapai 10 ton/ha dari rata-rata 2 kali panen per tahun 2013
(BPS, 2013). Ini merupakan kenaikan dari tahun sebelumnya 9 ton/ha, kenaikan
hasil panen terjadi pada waktu musim kemarau datang, karena sinar matahari yang
cukup dan air yang terjamin.
Sistem tanam yang diterapkan di Sawah Gapoktan Ngudi Makmur
Kutowinangun paling banyak menggunakan Jajar Legowo dan ada yang
menggunakan teknik jarak tanam 30cmx40cm. Perlakuan tanam dan perawatan
tanaman padi di Sawah Gapoktan Ngudi Makmur Kutowinangun cenderung tidak
memandang itu teknik organik atau bukan yang terpenting hasilnya bagus dan
hasil panennya semakin naik, entah penanganan hama dan penyakitnya
menggunakan bahan kimia menjadikan itu bukan suatu masalah, yang terpenting
masalah di sawah cepat teratasi sehingga petani bisa melakukan aktifitas lain di
luar menanam padi. Berkaitan dengan standar kualitas air Pak Enjoy mengatakan
bahwa:
26
“Baku mutu air sungai merupakan standar untuk memantau kualitas air irigasi akibat dari
pencemaran limbah, apakah mengganggu ataukah masih aman bagi irigasi. Jika limbah dapat
dikelola dengan baik maka bisa dimanfaatkan sebagai penyokong sumber daya air dalam
meningkatkan hasil panen padi di gapoktan ini”.
Menanggapi hal di atas, Pak Hadi mengungkapkan tanggapannya sebagai
berikut:
“Bagi Kantor Lingkungan Hidup, baku mutu air sungai irigasi merupakan standar untuk
melakukan pemilahan kelas air, yang mana pemilahan kelas tersebut dapat diopakai
sebagaimana mestinya agar dalam pemilahan tersebut tidak ada penggunaan air secara
tumpang tindih. Untuk kelas air yang dipakai untuk irigasi sawah dapat dipakai di semua
kelas dari kelas 1-4, namun jangan sampai memakai kelas yang kualitas airnya melebihi
batas standar baku mutu air, karena hal tersebut dapat mengganggu lingkungan dan tidak
dapat dikonsumsi apapun karena bisa dikatakan sudah tercemar”.
Dari hasil pengamatan dan analisa data tentang pengaruh kualitas air irigasi
yang terkena dampak pencemaran limbah pemukiman terhadap produktivitas padi
di Gapoktan Ngudi Makmur ini, bahwa khusus untuk limbah rumah tangga yang
bersifat organik, hal ini akan membantu menyuburkan lahan padi sawah dan hal
ini dapat mempunyai pengaruh yang baik terhadap produktivitas padi. Sedangkan
untuk limbah rumah tangga yang bersifat anorganik, pada kenyataannya
memberikan pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap produktivitas padi,
sehingga harus selalu dibersihkan dari lahan padi sawah.