4 bab ii - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/18176/2/4_ bab ii 08.12.034 sup u.pdf · suherman...

27
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsep Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan hal yang penting bagi perkembangan akademis anak. Belajar adalah suatu kegiatan berproses dan merupakan unsur sangat mendasar dalam penyelenggaraan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Sudjana (2009: 3) berpendapat, belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditujukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar. Menurut Hamalik (dalam Jihad dan Haris, 2008: 2) menyajikan dua definisi umum tentang belajar, yaitu: “1) Belajar merupakan modifikasi atau memperteguh kekuatan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing); dan 2) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi lingkungan.” Menurut John Dewey dalam Jihad dan Haris (2008: 2), belajar adalah bagian interaksi manusia dengan lingkungan. Bagi John Dewey, siswa harus dibimbing kearah kemanfaatan kekuatan untuk melakukan berpikir reflektif. Slavin (2008: 141) mendefinisikan belajar sebagai :

Upload: vuongcong

Post on 06-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

10  

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan hal yang penting bagi perkembangan akademis

anak. Belajar adalah suatu kegiatan berproses dan merupakan unsur sangat

mendasar dalam penyelenggaraan jenjang pendidikan, hal ini berarti

keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada

keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya.

Sudjana (2009: 3) berpendapat, belajar adalah suatu proses yang ditandai

dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses

belajar dapat ditujukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan

pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,

kebiasaan serta aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.

Menurut Hamalik (dalam Jihad dan Haris, 2008: 2) menyajikan dua

definisi umum tentang belajar, yaitu:

“1) Belajar merupakan modifikasi atau memperteguh kekuatan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing); dan 2) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi lingkungan.”

Menurut John Dewey dalam Jihad dan Haris (2008: 2), belajar adalah bagian

interaksi manusia dengan lingkungan. Bagi John Dewey, siswa harus

dibimbing kearah kemanfaatan kekuatan untuk melakukan berpikir reflektif.

Slavin (2008: 141) mendefinisikan belajar sebagai :

11  

“Learning is usually defined as a change in an individual caused by experience. Changes caused by development (such as growing taller) are not instances of learning. Neither are characteristics of individuals that are present at brith (such as reflexes and respons to hunger or pain). However, humans do so much learning from the day of brith (and some say earlier) that learning and development are inseparably linked.”

Dari penjelasan di atas, belajar secara umum diartikan sebagai

perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena

pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak

lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat

sebelum lahir. Belajar bukan merupakan sesuatu yang instan, tetapi suatu

proses yang membutuhkan waktu lama dan berlangsung sepanjang waktu.

Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak

disengaja dan menuju pada suatu perubahan pada diri seseorang. Perubahan

perilaku berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang

diperoleh individu, sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara

individu dengan lingkungannya sebagai sumber belajar.

Menurut Weitherington (dalam Nana Syaodih, 2007: 155), belajar

merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasi sebagai pola-

pola respon yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan

dan kecakapan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Crow and

Crow dan Hilgrad sebagaimana dikutip olah Nana Syaodih. Pendapat Crow

and Crow belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan

sikap baru, sedangkan menurut Hilgrad belajar adalah suatu proses di mana

12  

suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap suatu

situasi.

Terminologi belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda,

akan tetapi keduanya terdapat hubungan yang erat dan saling mempengaruhi.

Mengajar atau teaching adalah membantu siswa memperoleh informasi, ide,

keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekpresikan dirinya, dan

cara-cara bagaimana belajar (Joyce dan Well dalam Jihad dan Haris, 2008: 8).

Mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar dengan cara

mengorganisir lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa,

guna mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang

atau kelompok orang melalui beberapa upaya dan berbagai strategi, metode

dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan.

Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek,

yaitu: belajar tertuju kepada apa yang seharusnya dilakukan oleh siswa,

mengajar berorientasi pada apa yang arus dilakukan oleh guru sebagai

pemberi pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu

menjadi suatu kegiatan yang pada saat interaksi antara guru dan siswa, serta

siswa dengan siswa saat berlangsungnya suatu pembelajaran. Menurut

Suherman dalam Jihad dan Haris (2008: 11) pembelajaran pada hakikatnya

merupakan proses komunikasi antara siswa dengan guru serta antar siswa

dalam rangka perubahan sikap.

13  

Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung

dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Usman dalam Jihad

dan Haris, 2008: 12). Dimyati dan Mudjiono (2002: 297) berpendapat bahwa

pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain

instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan

pada penyedian sumber belajar.

Dalam proses pembelajaran, baik guru dan siswa bersama sama menjadi

pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembalajaran akan

tercapai pada hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara

efektif. Menurut Wragg (dalam Jihad dan Haris, 2008: 12), pembelajaran

efektif adalah pembelajaran yang memudahkan siswa untuk mempelajari

sesuatu yang bermakna dan bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai,

konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau suatu kerjasama

yang diinginkan.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

bukan sekedar transfer ilmu dari guru kepada siswa, melainkan suatu proses

kegiatan, yaitu interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan

siswa. Pembelajaran hendaknya tidak menganut paradigma transfer of

knowledge, yang mengandung makna bahwa siswa merupakan obyek dari

belajar. Tetapi upaya untuk membelajarkan siswa. Ditandai dengan kegiatan

memilih, menerapkan, mengambangkan, metode untuk mencapai hasil

pembelajaran yang diinginkan. Dalam pembelajaran, siswa tidak berinteraksi

14  

dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan

keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran menaruh perhatian pada

“Bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “apa yang dipelajari

siswa”.

2. Pembelajaran IPS

a. Pengertian Pembelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berasal dari Social Studies

dikembangkan di Amerika tahun 1962-an dan National Council for Social

Studies (NCSS) dalam (Savage dan Amstrong, 1996: 9) didefinisikan

sebagai:

“Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and the natural sciences”

Dari penjelasan di atas dinyatakan bahwa Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan kajian terpadu dari ilmu-ilmu sosial

dan untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan. Di dalam program

persekolahan Ilmu Pengetahuan Sosial dikoordinasikan sebagai bahan

sistematis dan dibangun di atas beberapa disiplin ilmu antara lain

Antropologi, ilmu politik, Arkeologi, Ekonomi, Geografi, Sejarah, Hukum,

Filsafat, Psikologi, Agama, Sosiologi, dan juga mencakup materi yang

15  

sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu-ilmu alam. Menurut Numan

Somantri (2001:74), mengemukakan :

“Pendidikan IPS adalah suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideology Negara dan disiplin ilmu lainya serta masalah-masalah sosial terkait, yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.”

Sapriya (2009: 19) menjelaskan bahwa istilah Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS) merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan

menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik

dengan istilah “social studies” dalam kurikulum persekolahan di negara

lain, khususnya di Australia dan Amerika Serikat.

Supardi (2011: 199), pembelajaran IPS merupakan mata pelajaran

yang diajarkan dan dipelajari secara terarah dan baik, sehingga dapat

membina siswa berpikir integratif untuk dirinya sendiri dan untuk

kepentingan kehidupan masyarakat pada umumnya.

Terkait dengan beberapa pengertian tentang Social Science

Education (Pendidikan IPS), bahwa mata pelajaran Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) dapat dikatakan sebagai mata pelajaran di

sekolah yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang

diorganisasikan dengan satu pendekatan interdisipliner, multidipliner atau

transdisipliner ilmu-ilmu Sosial dan humaniora (sosiologi, ekonomi,

geografi, sejarah, politik, hukum, budaya, psikologi sosial, ekologi). Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang

diberikan kepada siswa mulai dari Sekolah Dasar (SD) sederajat hingga

16  

Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat. IPS mengkaji seperangkat

peristiwa, realitas, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu

sosial yang ada dalam masyarakat.

b. Tujuan Pembelajaran IPS

M. Numan Somantri (2001) bahwa tujuan pendidikan IPS pada

tingkat sekolah adalah :

“1) Menenkankan tumbuhnya nilai kewarganegaraan, moral, ideologi negara dan agama; 2) Menekankan pada isi dan metode berfikir ilmuan; dan 3) Menekankan reflective inquiry.”

Tujuan pendidikan IPS menurut NCSS yaitu informasi dan

pengetahuan (knowledge and information), nilai dan tingkah laku (attitude

and values), dan tujuan keterampilan (skill) yang meliputi sosial bekerja,

dan belajar, kerja kelompok, dan keterampilam intelaktual (Sapriya, 2009:

12).

Barth (1990: 41) mengemukakan bahwa “the goal of social studies is

preparation for citezenship and involves an integration of concepts in a

spiraling scope and sequence taken largely from the humanities and the

social sciences”. Sesuai pendapat di atas, tujuan pembelajaran IPS

(sebutan untuk social studies di Indonesia) adalah mempersiapkan warga

negara dengan melibatkan sebuah integrasi konsep-konsep yang diambil

sebagian besar dari humaniora dan ilmu-ilmu sosial dalam lingkup spiral.

Menurut Gross dalam Muhammad Numan Somantri (2001: 173)

menyebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan

siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat,

17  

secara tegas ia mengatakan “to prepare student to be well-functioning

citizens in a democratic society”.

Tujuan dari pembelajaran IPS menurut Permendiknas No 22 tahun

2006 sebagai berkut: Pertama, memberikan pengetahuan untuk

menjadikan siswa sebagai warga negara yang baik, sadar sebagai makhluk

ciptaan Tuhan, sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga bangsa,

bersifat demokratis dan bertanggung jawab, memiliki identitas dan

kebanggaan nasional. Kedua, mengembangkan kemampuan berfikir kritis

dan inkuiri untuk dapat memahami, mengidentifikasi, menganalisis dan

kemudian memiliki keterampilan sosial yang berguna dalam memecahkan

masalah-masalah sosial. Ketiga, melatih belajar mandiri, menumbuhkan

sikap kebersamaan melalui pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif.

Keempat, mengembangkan kecerdasan, kebiasaan dan keterampilan

sosial.Kelima, mengembangkan kesadaran dan kepedulian terhadap

masyarakat dan lingkungan.

Berdasarkan pengertian dan tujuan pendidikan IPS, maka kurikulum

pendidikan IPS harus membuat bahan pembelajaran yang sesuai dengan

tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran

IPS secara umum adalah menjadikan siswa sebagai warga negara yang

baik, mampu memahami, menganalisis, dan ikut memecahkan masalah-

masalah sosial kemasyarakatan, dengan berbagai karakter yang berdimensi

spiritual, personal, sosial, dan intelektual.

18  

3. Metode Pembelajaran Inkuiri

Metode menurut J.R David dalam Abdul Mujid (2013: 21) adalah:

“a way in achieving something”(cara untuk mencapai sesuatu). Artinya,

metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.

Menurut Abdul Mujid (2013: 193) metode adalah cara yang digunakan

untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan

nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode

digunakan oleh guru untuk mengkreasikan lingkungan belajar dan

mengkhususkan aktivitas dimana guru dan siswa terlibat selama proses

pembelajaran berlangsung.

Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran

memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan implementasi dari

strategi pembelajaran sangat bergantung pada cara guru menggunakan

metode pembelajaran karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin

dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran.

a. Pengertian Metode Inkuiri

Menurut Suryosubroto dalam Trianto (2010: 166), menyatakan

bahwa discovery merupakan bagian yang dari inkuiri, atau inkuiri

merupakan perluasan dari proses discovery yang digunakan lebih

mendalam. Hal serupa diungkapkan oleh Callahan and Clark (1982: 202)

yaitu: “…. Inquiry and discovery, do not have exactly the same meaning.

Teaching methods that focus on inquiry feature learning by discovery,

19  

and methods that focus on discovery almost always involve some sort of

inquiri by the pupils.”

Metode pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan

pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan

analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu

masalah yang dipertanyakan (Wina Sanjaya, 2009: 196).

Menurut Gulo dalam Trianto (2010: 166), menyatakan strategi atau

metode inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan

secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan

menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka

dapat merumuskan sendiri penemuanya dengan penuh percaya diri.

Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) Keterlibatan

siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, (2) keterarahan

kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3)

mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang ditemukan

dalam proses inkuiri.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran

inkuiri (Wina Sanjaya, 2009: 196-197) antara lain: Pertama, metode

inkuiri menekankan aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan

menemukan. Dalam proses belajar, siswa tidak hanya berperan sebagai

penerima pelajararan melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi

mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari meteri pelajaran itu

sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk

20  

mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan,

sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri pada siswa.

Dengan demikian, metode ini menempatkan guru sebagai fasilitator dan

motivator belajar dari siswa. Ketiga, tujuan dari penggunaan metode ini

adalah mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis, dan

kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari

proses mental. Dengan demikian penggunaan metode pembelajaran ini

tidak hanya menuntut siswa untuk menguasai materi pembelajaran, akan

tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

Metode pembelajaran inkuri merupakan bentuk dari pendekatan

pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered

approach). Dalam metode ini siswa memegang peranan penting dalam

proses pembelajran. Metode pembelajaran inkuiri akan efektif berjalan

manakala (Wina Sanjaya, 2009: 197-198) : Pertama, guru

mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu

permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam metode

inkuiri penguasaaan materi pelajaran bukan tujuan utama pembelajaran,

akan tetapi yang lebih penting adalah proses pembelajaran. Kedua, jika

bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep

yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

Ketiga, jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa

terhadap sesuatu.

21  

Keempat, jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa rata-

rata memiliki kemempuan dan kemauan berfikir. Metode ini akan kurang

berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan

untuk berfikir. Kelima, jika jumlah siswa yang belajar tidak terlalu

banyak sehingga bisa dikendalikan guru. Keenam, jika guru memiliki

waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada

siswa.

Berdasarkan pengertian metode inkuiri di atas dapat disimpulkan

bahwa metode inkuiri adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk

mengajarkan kepada siswa bagaimana cara meneliti permasalahan atau

pertanyaan fakta-fakta. Pembelajaran inkuiri memerlukan lingkungan

kelas dimana siswa merasa bebas untuk berkarya, berpendapat, membuat

kesimpulan dan membuat dugaan. Suasana seperti itu amat penting

karena keberhasilan pembelajaran bergantung pada kondisi pemikiran

siswa. Inkuiri menciptakan pengalaman konkret dan pembelajaran aktif

yang mendorong dan memberikan ruang dan peluang kepada siswa untuk

mengambil inisiatif dalam mengembangkan keterampilan pemecahan

masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian sehingga

memungkinkan mereka menjadi pelajar sepanjang hayat. Inkuiri

melibatkan komunikasi yang berarti tersedia suatu ruang, peluang, dan

tenaga bagi siswa untuk mengajukan pertanyaan dan pandangan yang

logis, obyektif dan bermakna, serta untuk melaporkan hasil-hasil kerja

mereka.

22  

b. Kesulitan-kesulitan Implementasi Metode Pembelajaran Inkuiri

Metode inkuiri merupakan salah satu metode pembelajaran yang

dianggap baru di Indonesia. Karena merupakan suatu metode yang baru,

dalam penerapannya di sekolah terdapat beberapa kesuliatan, antara lain

Wina Sanjaya, 2009: 207) : Pertama, Sudah sejak lama telah tertanam

budaya belajar bahwa siswa belajar pada dasarnya adalah menerima

materi pelajaran dari guru, dengan demikian guru adalah sumber belajar.

Kedua, metode inkuiri merupakan pembelajaran yang menekankan

pada proses belajar berfikir yang berdasarkan kepada dua hal yang sangat

penting, yaitu proses belajar dan kerjasama. Selama ini guru sudah

terbiasa dengan pola pembelajaran sebagai proses penyampaian

informasi yang lebih menekankan kepada kerjasamanya. Dan bahkan

guru menganggap metode ini tidak dapat diterapkan karena tidak sesuai

budaya dan sistem pendidikan di Indonesia. Memang, untuk mengubah

suatu kebiasaan bukan pekerjaan yang mudah, apalagi sifat guru yang

cenderung konvensional, sulit untuk menerima pembaharuan-

pembaharuan.

c. Keunggulan dan Kelemahan Metode Inkuiri

1) Keunggulan

Metode pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran

yang banyak dianjurkan karena strategi ini memiliki beberapa

keunggulan, antara lain (Wina Sanjaya, 2009: 208): Pertama, metode

pembelajaran Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan

23  

kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara

seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih

bermakna. Kedua, metode ini memberikan ruang kepada siswa untuk

belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. Ketiga, metode ini menuntut

keterlibatan siswa secara aktif baik secara individu maupun berkelompok

dalam melakukan observasi, merumuskan masalah, merumuskan

hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data atau menguji hipotesis,

dan membuat kesimpulan.

Keempat, metode ini merupakan strategi yang dianggap sesuai

dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap

belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

Kelima, keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani

kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya,

siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat

oleh siswa yang lemah dalam belajar.

2) Kelemahan

Di samping memiliki keunggulan, metode pembelajaran inkuiri ini

juga mempunyai kelemahan, di antaranya (Wina Sanjaya, 2009: 208-

209): 1) jika metode inkuiri digunakan sebagai strategi pembelajaran,

maka sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa, 2) strategi ini

sulit dalam merencanakan pembelajaran sebab terbentur dengan kebisaan

belajar siswa, 3) kadang-kadang dalam mengimplementasikanya,

memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit

24  

menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4) selama

kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasi

materi pelajaran, maka metode ini akan sulit di implementasikan oleh

setiap guru.

d. Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri

proses pembelajaranya dilaksanakan atas beberapa tahapan yang harus di

lakukan siswa. Langkah-langkah tersebut meliputi sebagai berikut (Made

Wena, 2010: 83):

“1) Langkah orientasi, merupakan langkah awal guru mengembangkan rasa peka terhadap masalah-masalah sosial; 2) Pengembangan hipotesis, dalam tahap ini guru harus membantu siswa mengembangkan hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan masalah yang dikaji; 3) Definisi, melakukan klarifikasi dan identifikasi dari hipotesis yang telah diajukan pada tahapan pengembangan hipotesis; 4) Eksplorasi, dalam tahap ini dilakukan analisis terhadap hipotesis yang telah diajukan; 5) Pengumpulan bukti dan fakta, digunakan untuk mendukung hipotesis yang telah diajukan dan melakukan klarifikasi serta pengkategorikan; dan 6) Generalisasi, merupakan tahapan dimana siswa mengembangkan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis.”

Beberapa langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode

inkuiri menurut Wina Sanjaya (2010: 201) sebagai berikut:

“1) Langkah orientasi, merupakan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif; 2) merumuskan masalah, merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan atau masalah; 3) merumuskan hipotesis, membuat jawaban sementara untuk persoalan yang dikaji; 4) mengumpulkan data, merupakan aktifitas siswa mengumpulkan data, informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan; 5) menguji hipotesis, merupakan proses penentuan jawaban yang dianggap sesuai dengan data dan informasi yang

25  

telah diperoleh; dan 6) merumuskan kesimpulan, merupakan proses mendiskipsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.”

Menurut Abdul Majid (2013: 224) langkah-langkah metode

pembalajaran inkuiri meliputi :

“1) Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang resposif; 2) Merumuskan masalah merupakan langkah melibatkan siswa pada suatu permasalahan yang mengandung teka-teki; 3) Merumuskan hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji; 4) Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan; 5) Menguji hipotesis, adalah proses penentuan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang telah diperoleh berdasarkan pengumpulan data; dan 6) Merumuskan kesimpulan, merupakan proses mendiskipsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.”

John Dewey (dalam Savage dan Amstrong, 1996: 238)

mengemukakan langkah-langkah metode pembelajaran inkuiri meliputi :

“1) Describe the essential features of a problem or situation; 2) Suggest possible solutions or explanations; 3) Grather evidence that can be used to test the accuracy of these solutions or explanations; 4) Evaluate the solutions or explanations in light of this evidence; and 5) Develop a conclusion that supported by the best evidence.”

Berdasarkan beberapa langkah proses pelaksanaan pembelajaran

inkuiri menurut beberapa ahli dapat disimpulkan menjadi enam tahapan

pembelajaran yaitu: Tahap pertama, langkah orientasi merupakan langkah

awal dimana guru membina dan menciptakan suasana iklim pembelajaran

yang responsif atau peka terhadap masalah-masalah sosial yang dibahas

dalam pembelajaran. Kedua, merumuskan masalah pada tahapan ini guru

merangsang dan mengajak siswa untuk berfikir memecahkan masalah.

26  

Merumuskan masalah merupakan langkah dimana siswa dibawa menuju

suatu persoalan dan permasalahan sosial atas obyek yang dibahas dalam

pembelajaran. Ketiga, merumuskan hipotesis merupakan tahapan

penyusunan jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan

yang dapat diuji dengan data. Hipotesis digunakan sebagai penuntun

kegiatan proses inkuiri selanjutnya dengan cara membimbing siswa

menggemukakan gagasan dan dipilih salah satu yang relevan dengan

permasalahan yang diberikan.

Tahap keempat, mengumpulkan data tahapan ini siswa melakukan

aktifitas mengumpulkan informasi, fakta, bukti, dan data yang dibutuhkan

untuk menguji hipotesis yang diajukan. Pada tahapan ini siswa belajar

untuk memverivikasi, mengklarifikasi, mengkategorikan dan juga

mereduksi data-data yang telah siswa peroleh. Kelima, menganalisis data

atau menguji hipotesis merupakan proses menentukan jawaban atas

hipotesis yang telah diajukan melalui data-data dan informasi yang

diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Pada tahapan ini

mengembangkan kemampuan siswa berfikir rasional dan juga mencari

tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Kebenaran jawaban

yang diberikan bukan hanya argumentasi, tetapi harus didukung oleh data

yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. Keenam, membuat

kesimpulan tahapan terakhir yang merupakan penggungkapan

penyelesaian masalah yang dipecahkan. Dari fakta, data dan informasi

yang telah diperoleh maka siswa didorong untuk mencoba

27  

mengembangkan kesimpulan, dan dari berbagai kesimpulan yang

dikemukanan oleh para siswa tersebut siswa belajar bagaimana memilih

pemecahan masalah yang paling tepat. Untuk mencapai kesimpulan yang

akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan kepada siswa data atau bukti

yang relevan.

4. Keaktifan siswa dalam belajar

Pembelajaran aktif ditandai dengan siswa belajar dengan aktif.

Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka mendominasi aktivitas

pembelajaran. Dengan demikian siswa banyak menemukan ide pokok dari

materi pembelajaran, memecahkan masalah atau persoalan, atau

mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan

yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, siswa diajak

dan turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan

tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya siswa akan

merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga kerjasama dapat

dimaksimalkan.

Rusman (2011: 324) mengemukakan bahwa pembelajaran yang aktif

merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan

aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan

untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga

mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan

pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu Rusman menambahkan

bahwa pembelajaran aktif memungkingkan siswa mengembangkan

28  

kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis dan mensintesis,

serta melakukan penilaian terhadap berbagai peristiwa belajar dan

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, berdasarkan hal

tersebut berarti bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran tidak lain

adalah untuk mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri dan juga

membangun pemahaman atas segala sesuatu yang dihadapai dalam

kegiatan pembelajaran.

Wina Sanjaya (2010: 141) mengemukakan bahwa keaktifan siswa

itu ada yang secara langsung dapat diamati, seperti mengerjakan tugas,

berdiskusi, mengumpulkan data, dan lain sebagainya. Akan tetapi juga

ada yang tidak bisa diamati, seperti kegiatan mendengarkan dan

menyimak. Hal tersebut berarti, belajar yang berhasil dapat dengan

melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis.

Keaktifan siswa dalam belajar memiliki tujuan utama yaitu

kemampuan belajar mandiri yang harus dimiliki siswa. Ketika seorang

siswa aktif dalam pembelajaran diharapkan siswa mampu

mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya.

Dalam proses pembelajaran aktivitas siswa cukup kompleks dan

bervariasi, tidak hanya mendengarkan dan mencatat hasil pembelajaran.

Menurut Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2006: 101) ada berbagai

macam keaktifan atau aktivitas siswa di dalam proses pembelajaran

meliputi : visual activities, oral activities, listening activities, writing

29  

activities, drawing activities, motor activities, mental activities, dan

emotional activities.

Visual activities termasuk di dalamnya meliputi kegiatan siswa

seperti membaca, mengamati percoban atau eksperimen, mengamati

demonstrasi, melihat gambar-gambar, serta mengamati orang lain yang

sedang bekerja. Oral activities, termasuk di dalamnya seperti menyatakan,

merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,

mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi. Kemudian sebagai contoh

listening activities yaitu mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik,

piano. Writing activities misalnya menulis cerita, karangan, laporan,

angket, menyalin. Drawing activities misalnya menggambar, membuat

grafik, peta, diagram. Selanjutnya motor activities, yang termasuk di

dalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat konstruksi, model

mereparasi, bermain, berkebun, beternak. Berbeda dengan mental

activities, yang memiliki contoh misalnya menanggapi, mengingat,

memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil

keputusan. Kemudian yang terakhir emotional activities, seperti misalnya

menaruh minat, rasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani,

tenang, dan gugup.

Untuk membuat siswa di kelas selalu aktif terdapat beberapa faktor

yang mendukung terciptanya aktivitas pembelajaran yang berpusat pada

kegiatan siswa. Gagne dan Briggs (dalam Martinis, 2007: 84)

mengemukakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan keaktifan siswa

30  

dalam proses pembelajaran : 1) memberikan motivasi atau menarik

perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan

pembelajaran, 2) menjelaskan tujuan instraksional (keampuan dasar pada

siswa), 3) menggingatkat kompetensi belajar kepada siswa, 4) memberikan

stimulus kepada siswa (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari),

5) memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya, 6) memunculkan

aktifitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, 7) memberi

umpan balik feed back, 8) melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa

berupa tes, sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur, dan

9) menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.

Berdasarkan teori dan pendapat dari beberapa pendapat para ahli di

atas dapat disimpulkan bahwa untuk membuat siswa manjadi aktif di

dalam proses pembelajaran bukan hanya peran dari guru tetapi siswa juga

turut memegang peranan yang penting. Keaktifan siswa dalam

pembelajaran lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dan keaktifan

siswa terwujud apabila ada perilaku-perilaku seperti membaca,

mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mendengarkan atau

memperhatikan, menulis atau mencatat, bergerak, bersemangat dan rasa

senang. Dengan belajar aktif siswa diharapkan akan mampu

membangaun pengetahuan dan menggali potensinya, dan untuk guru

belajar aktif ini menuntut guru untuk berbagi pengetahuan keterampilan

dan juga pengalaman. Dan untuk menciptakan suasana belajar aktif

siswa, guru harus mampu merencanakan, mengelola, dan melaksanakan

31  

kegiatan pembelajaran kegiatan siswa yang bervariasi dan bermacam-

macam.

5. Kerjasama Siswa

Kerjasama menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002: 554),

merupakan kegiatan atau usaha oleh beberapa orang seperti lembaga

pemeritahan, dan sebagainya untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama

merupakan kemampuan mental seseorang untuk dapat bekerja bersama-

sama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas yang telah

ditentukan. Kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran menuntut

adanya kerjasama antara seluruh siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran secara bersama. Siswa bertanggung jawab atas kemajuan

diri sendiri maupun tanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya

(Mukhtar, 2002: 134).

Anita Lie (2002: 28) berpendapat bahwa kerjasama merupakan

kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup, tanpa

kerjasama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah.

Menurut Isjoni (2009: 65), kerjasama merupakan kerja kelompok

belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang

tingkat kemampuannya berbeda, serta siswa dituntut memiliki

keterampilan-keterampilan bekerjasama. Untuk mencapai keterampilan

dalam bekerjasama terdapat delapan indikator yang perlu diamati dalam

pembelajaran IPS, yakni

“1) Keikutsertaan memberikan ide atau pendapat; 2) menanggapi pendapat dan menerima pendapat orang lain; 3)

32  

melaksanakan tugas; 4) keikutsertaan dalam memecahkan masalah; 5) kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok; 6) keikutsertaan membuat laporan; 7) keikutsertaan dalam presentasi kelompok; dan 8) kepedulian membantu teman dalam memcahkan masalah.”

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kerjasama siswa

adalah berkaitan dengan pembelajaran kelompok atau kerja kelompok.

Menurut Tri Mulyani (2000: 20-21) kerja kelompok merupakan

bekerjanya sejumlah siswa baik sebagai anggota kelas maupun terbagi

menjadi kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan tertentu

secara bersama. Mudjiono dalam Tri Mulyani (2000: 20-21) berpendapat

bahwa kerja kelompok ditandai dengan adanya tugas bersama,

pembagian tugas dan adanya kerjasama antar anggota kelompok dalam

penyelesaian tugas kelompok.

Berdasarkan teori dan pendapat dari beberapa pendapat para ahli di

atas dapat disimpulkan bahwa kerjasama siswa adalah kegiatan atau

usaha yang dilakukan oleh beberapa siswa untuk dapat bekerja bersama

sama dengan siswa lain dalam menyelesaikan tugas-tugas yang telah

ditentukan untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama siswa selalu dapat

menigkatkan optimalisasi kegiatan pembelajaran yang dapat

meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

Dalam penelitian ini kemampuan kerjasama siswa dalam proses

pembelajaran IPS diamati berdasarkan indikator-indikator : (1)

keikutsertaan memberikan pendapat, (2) kesediaan menerima pendapat

orang lain, (3) menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada

33  

kelompok, (4) keikutsertaan memecahkan masalah, (5) kepedulian

terhasap kesulitan sesame anggota kelompok, (6) keikutsertaan membuat

laporan kelompok, dan (7) keikutsertaan dalam presentasi kelompok.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Nugraheni Daryanti (2008) yang berjudul ‘Efektivitas

Penggunaan Metode Inkuiri dalam Pembelajaran Sosiologi SMA Negeri I

Kalasan Tahun Ajaran 2007-2008’. Jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian tindakan kelas (Classroom action research) dengan tujuan utama

efektivitas penggunaan metode inkuiri. Dari hasil penelitian ini diperoleh

kesimpulan bahwa terdapat perbedaan tingkat potensi belajar sosiologi antara

kelompok eksperimen cadangan menggunakan metode inkuiri dan kelompok

control dengan menggunakan metode ceramah dimana kelompok eksperimen

memiliki rerata 29,03. Hal ini menunjukkan bahwa metode inkuiri lebih

tinggi dibandingkan metode cramah dalam pembelajaran Sosiologi.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang

dilakukan oleh Ety Zuly Masithoh, 2010 dalam penelitiannya yang berjudul

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Implementasi metode Inkuiri

dalam Pembelajaran IPS Ekonomi Kelas X Akuntansi I SMK YPKK I Sleman

Tahun Ajaran 2010. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pelaksanaan

pembelajaran Ekonomi dengan metode Inkuiri di kelas X Akuntansi I SMK

YPKK 1 Sleman dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.

Dari hasil tes yang diberikan pada setiap akhir siklus, terdapat peningkatan

34  

tingkat prestasi belajar pada mata pelajaran Ekonomi pada siklus I dan II. Hal

ini dapat ditunjukan melalui proporsi tingkat prestasi dengan kategori tinggi

semakin besar sedangkan kategori rendah semakin menurun. Untuk siklus I

sebagian besar siswa memperoleh nilai dengan kategori cukup sebesar 43,

33%. Pada siklus II mengalami peningkatan yaitu sebagian besar siswa

memperoleh nilai kategori istimewa sebesar 73,33%. Tingkat keaktifan siswa

juga mengalami peningkatan pada siklus I dan II. Untuk siklus I sebagian

besar presentase keaktifan dengan kategori sedang sebanyak 53,33%. Pada

siklus II mengalami peningkatan yaitu sebagian besar presentase keaktifan

siswa pada kategori tinggi sebanyak 50%.

D. Kerangka Pikir

Penggunaan metode ceramah yang masih dominan dilakukan oleh guru

IPS SMP Negeri 3 Depok, memberi pengaruh pada terbatasnya aktifitas siswa

dalam proses pembelajaran, sehingga keaktifan dan kerjasama siswa masih

kurang. Siswa diharapkan mampu aktif dalam menemukan pengetahuan IPS

berdasarkan pengalaman secara langsung, namun pada kenyataannya siswa

hanya menerima mentah-mentah konsep yang sudah ada dalam buku

sehingga siswa tidak aktif dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya

pendidikan tidak hanya semata-mata berorientasi pada hasil (konsep), tetapi

juga proses sehingga penumbuhan dan pengembangan keterampilan proses

terhadap siswa sangat perlu dilakukan oleh guru. Salah satu cara untuk

mendapatkan kerjasama yang optimal dengan menggunakan metode

pembelajaran inkuiri. Dengan menggunakan metode ini diharapkan siswa di

35  

kelas VIII D SMP Negeri 3 Depok mampu meningkatkan keaktifan dan

kerjasama dalam pembelajaran IPS.

Metode inkuiri ini digunakan untuk membantu siswa agar mampu

berfikir analitik. Pembelajaran ini dimulai dengan memberikan siawa suatu

permasalahan yang berhubungan dengan konsep yang nantinya akan menjadi

fokus agar mampu melakukan aktivitas-aktivitas penelitian (inquiry) kelas.

Dalam menyelesaikan suatu permasalahan, siswa mampu menghasilkan

hipotesis dari permasalahan tersebut, selain itu siswa mampu mengumpulkan

data yang relevan dengan hipotesis yang telah dibuat dan akhirnya siswa

mampu mengevaluasi sehingga sampai pada titik kesimpulan.

Dengan penelitian di SMP Negeri 3 Depok ini, diharapkan dapat

mengetahui peningkatan keaktifan dan kerjasama siswa dalam pembelajaran

IPS. Apabila keduanya dapat tercapai diharapkan siswa akan mampu

memahami pembelajaran IPS yang diajarkan di kelas VIII D semester 2 SMP

Negeri 3 Depok dengan menggunakan metode inkuiri.

36  

Gambar 1. Kerangka Pikir

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan uraian kerangka berpikir, hipotesis tindakan

dalam penelitian ini adalah: penerapan metode pembelajaran inkuiri, dapat

meningkatkan keaktifan dan kerjasama siswa dalam pembelajaran IPS di kelas

VIII D SMP Negeri 3 Depok.

 

Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir

1. Kegiatan pembelajaran monoton

2. Proses pembelajaran IPS hanya menggunakan metode ceramah

3. Kurangnya keaktifan dan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran

Implementasi metode inkuiri dalam pembelajaran IPS

Keaktifan dan kerjasama siswa dalam pembelajaran IPS meningkat