4 bab ii - eprints.uny.ac.ideprints.uny.ac.id/18176/2/4_ bab ii 08.12.034 sup u.pdf · suherman...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Konsep Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan hal yang penting bagi perkembangan akademis
anak. Belajar adalah suatu kegiatan berproses dan merupakan unsur sangat
mendasar dalam penyelenggaraan jenjang pendidikan, hal ini berarti
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada
keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya.
Sudjana (2009: 3) berpendapat, belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses
belajar dapat ditujukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan
pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan serta aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.
Menurut Hamalik (dalam Jihad dan Haris, 2008: 2) menyajikan dua
definisi umum tentang belajar, yaitu:
“1) Belajar merupakan modifikasi atau memperteguh kekuatan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing); dan 2) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi lingkungan.”
Menurut John Dewey dalam Jihad dan Haris (2008: 2), belajar adalah bagian
interaksi manusia dengan lingkungan. Bagi John Dewey, siswa harus
dibimbing kearah kemanfaatan kekuatan untuk melakukan berpikir reflektif.
Slavin (2008: 141) mendefinisikan belajar sebagai :
11
“Learning is usually defined as a change in an individual caused by experience. Changes caused by development (such as growing taller) are not instances of learning. Neither are characteristics of individuals that are present at brith (such as reflexes and respons to hunger or pain). However, humans do so much learning from the day of brith (and some say earlier) that learning and development are inseparably linked.”
Dari penjelasan di atas, belajar secara umum diartikan sebagai
perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena
pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak
lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat
sebelum lahir. Belajar bukan merupakan sesuatu yang instan, tetapi suatu
proses yang membutuhkan waktu lama dan berlangsung sepanjang waktu.
Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak
disengaja dan menuju pada suatu perubahan pada diri seseorang. Perubahan
perilaku berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang
diperoleh individu, sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara
individu dengan lingkungannya sebagai sumber belajar.
Menurut Weitherington (dalam Nana Syaodih, 2007: 155), belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasi sebagai pola-
pola respon yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan
dan kecakapan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Crow and
Crow dan Hilgrad sebagaimana dikutip olah Nana Syaodih. Pendapat Crow
and Crow belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan
sikap baru, sedangkan menurut Hilgrad belajar adalah suatu proses di mana
12
suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap suatu
situasi.
Terminologi belajar dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda,
akan tetapi keduanya terdapat hubungan yang erat dan saling mempengaruhi.
Mengajar atau teaching adalah membantu siswa memperoleh informasi, ide,
keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekpresikan dirinya, dan
cara-cara bagaimana belajar (Joyce dan Well dalam Jihad dan Haris, 2008: 8).
Mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar dengan cara
mengorganisir lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa,
guna mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang
atau kelompok orang melalui beberapa upaya dan berbagai strategi, metode
dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek,
yaitu: belajar tertuju kepada apa yang seharusnya dilakukan oleh siswa,
mengajar berorientasi pada apa yang arus dilakukan oleh guru sebagai
pemberi pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu
menjadi suatu kegiatan yang pada saat interaksi antara guru dan siswa, serta
siswa dengan siswa saat berlangsungnya suatu pembelajaran. Menurut
Suherman dalam Jihad dan Haris (2008: 11) pembelajaran pada hakikatnya
merupakan proses komunikasi antara siswa dengan guru serta antar siswa
dalam rangka perubahan sikap.
13
Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Usman dalam Jihad
dan Haris, 2008: 12). Dimyati dan Mudjiono (2002: 297) berpendapat bahwa
pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan
pada penyedian sumber belajar.
Dalam proses pembelajaran, baik guru dan siswa bersama sama menjadi
pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembalajaran akan
tercapai pada hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara
efektif. Menurut Wragg (dalam Jihad dan Haris, 2008: 12), pembelajaran
efektif adalah pembelajaran yang memudahkan siswa untuk mempelajari
sesuatu yang bermakna dan bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai,
konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau suatu kerjasama
yang diinginkan.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
bukan sekedar transfer ilmu dari guru kepada siswa, melainkan suatu proses
kegiatan, yaitu interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan
siswa. Pembelajaran hendaknya tidak menganut paradigma transfer of
knowledge, yang mengandung makna bahwa siswa merupakan obyek dari
belajar. Tetapi upaya untuk membelajarkan siswa. Ditandai dengan kegiatan
memilih, menerapkan, mengambangkan, metode untuk mencapai hasil
pembelajaran yang diinginkan. Dalam pembelajaran, siswa tidak berinteraksi
14
dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan
keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran menaruh perhatian pada
“Bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “apa yang dipelajari
siswa”.
2. Pembelajaran IPS
a. Pengertian Pembelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berasal dari Social Studies
dikembangkan di Amerika tahun 1962-an dan National Council for Social
Studies (NCSS) dalam (Savage dan Amstrong, 1996: 9) didefinisikan
sebagai:
“Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and the natural sciences”
Dari penjelasan di atas dinyatakan bahwa Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan kajian terpadu dari ilmu-ilmu sosial
dan untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan. Di dalam program
persekolahan Ilmu Pengetahuan Sosial dikoordinasikan sebagai bahan
sistematis dan dibangun di atas beberapa disiplin ilmu antara lain
Antropologi, ilmu politik, Arkeologi, Ekonomi, Geografi, Sejarah, Hukum,
Filsafat, Psikologi, Agama, Sosiologi, dan juga mencakup materi yang
15
sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu-ilmu alam. Menurut Numan
Somantri (2001:74), mengemukakan :
“Pendidikan IPS adalah suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, ideology Negara dan disiplin ilmu lainya serta masalah-masalah sosial terkait, yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.”
Sapriya (2009: 19) menjelaskan bahwa istilah Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan
menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik
dengan istilah “social studies” dalam kurikulum persekolahan di negara
lain, khususnya di Australia dan Amerika Serikat.
Supardi (2011: 199), pembelajaran IPS merupakan mata pelajaran
yang diajarkan dan dipelajari secara terarah dan baik, sehingga dapat
membina siswa berpikir integratif untuk dirinya sendiri dan untuk
kepentingan kehidupan masyarakat pada umumnya.
Terkait dengan beberapa pengertian tentang Social Science
Education (Pendidikan IPS), bahwa mata pelajaran Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) dapat dikatakan sebagai mata pelajaran di
sekolah yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang
diorganisasikan dengan satu pendekatan interdisipliner, multidipliner atau
transdisipliner ilmu-ilmu Sosial dan humaniora (sosiologi, ekonomi,
geografi, sejarah, politik, hukum, budaya, psikologi sosial, ekologi). Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
diberikan kepada siswa mulai dari Sekolah Dasar (SD) sederajat hingga
16
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat. IPS mengkaji seperangkat
peristiwa, realitas, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu
sosial yang ada dalam masyarakat.
b. Tujuan Pembelajaran IPS
M. Numan Somantri (2001) bahwa tujuan pendidikan IPS pada
tingkat sekolah adalah :
“1) Menenkankan tumbuhnya nilai kewarganegaraan, moral, ideologi negara dan agama; 2) Menekankan pada isi dan metode berfikir ilmuan; dan 3) Menekankan reflective inquiry.”
Tujuan pendidikan IPS menurut NCSS yaitu informasi dan
pengetahuan (knowledge and information), nilai dan tingkah laku (attitude
and values), dan tujuan keterampilan (skill) yang meliputi sosial bekerja,
dan belajar, kerja kelompok, dan keterampilam intelaktual (Sapriya, 2009:
12).
Barth (1990: 41) mengemukakan bahwa “the goal of social studies is
preparation for citezenship and involves an integration of concepts in a
spiraling scope and sequence taken largely from the humanities and the
social sciences”. Sesuai pendapat di atas, tujuan pembelajaran IPS
(sebutan untuk social studies di Indonesia) adalah mempersiapkan warga
negara dengan melibatkan sebuah integrasi konsep-konsep yang diambil
sebagian besar dari humaniora dan ilmu-ilmu sosial dalam lingkup spiral.
Menurut Gross dalam Muhammad Numan Somantri (2001: 173)
menyebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan
siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat,
17
secara tegas ia mengatakan “to prepare student to be well-functioning
citizens in a democratic society”.
Tujuan dari pembelajaran IPS menurut Permendiknas No 22 tahun
2006 sebagai berkut: Pertama, memberikan pengetahuan untuk
menjadikan siswa sebagai warga negara yang baik, sadar sebagai makhluk
ciptaan Tuhan, sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga bangsa,
bersifat demokratis dan bertanggung jawab, memiliki identitas dan
kebanggaan nasional. Kedua, mengembangkan kemampuan berfikir kritis
dan inkuiri untuk dapat memahami, mengidentifikasi, menganalisis dan
kemudian memiliki keterampilan sosial yang berguna dalam memecahkan
masalah-masalah sosial. Ketiga, melatih belajar mandiri, menumbuhkan
sikap kebersamaan melalui pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif.
Keempat, mengembangkan kecerdasan, kebiasaan dan keterampilan
sosial.Kelima, mengembangkan kesadaran dan kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungan.
Berdasarkan pengertian dan tujuan pendidikan IPS, maka kurikulum
pendidikan IPS harus membuat bahan pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran
IPS secara umum adalah menjadikan siswa sebagai warga negara yang
baik, mampu memahami, menganalisis, dan ikut memecahkan masalah-
masalah sosial kemasyarakatan, dengan berbagai karakter yang berdimensi
spiritual, personal, sosial, dan intelektual.
18
3. Metode Pembelajaran Inkuiri
Metode menurut J.R David dalam Abdul Mujid (2013: 21) adalah:
“a way in achieving something”(cara untuk mencapai sesuatu). Artinya,
metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Menurut Abdul Mujid (2013: 193) metode adalah cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan
nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode
digunakan oleh guru untuk mengkreasikan lingkungan belajar dan
mengkhususkan aktivitas dimana guru dan siswa terlibat selama proses
pembelajaran berlangsung.
Dengan demikian, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran
memegang peranan yang sangat penting. Keberhasilan implementasi dari
strategi pembelajaran sangat bergantung pada cara guru menggunakan
metode pembelajaran karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin
dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran.
a. Pengertian Metode Inkuiri
Menurut Suryosubroto dalam Trianto (2010: 166), menyatakan
bahwa discovery merupakan bagian yang dari inkuiri, atau inkuiri
merupakan perluasan dari proses discovery yang digunakan lebih
mendalam. Hal serupa diungkapkan oleh Callahan and Clark (1982: 202)
yaitu: “…. Inquiry and discovery, do not have exactly the same meaning.
Teaching methods that focus on inquiry feature learning by discovery,
19
and methods that focus on discovery almost always involve some sort of
inquiri by the pupils.”
Metode pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan
pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan
analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
masalah yang dipertanyakan (Wina Sanjaya, 2009: 196).
Menurut Gulo dalam Trianto (2010: 166), menyatakan strategi atau
metode inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan
secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuanya dengan penuh percaya diri.
Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) Keterlibatan
siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, (2) keterarahan
kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3)
mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang ditemukan
dalam proses inkuiri.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran
inkuiri (Wina Sanjaya, 2009: 196-197) antara lain: Pertama, metode
inkuiri menekankan aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan
menemukan. Dalam proses belajar, siswa tidak hanya berperan sebagai
penerima pelajararan melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi
mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari meteri pelajaran itu
sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk
20
mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu yang dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri pada siswa.
Dengan demikian, metode ini menempatkan guru sebagai fasilitator dan
motivator belajar dari siswa. Ketiga, tujuan dari penggunaan metode ini
adalah mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis, dan
kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari
proses mental. Dengan demikian penggunaan metode pembelajaran ini
tidak hanya menuntut siswa untuk menguasai materi pembelajaran, akan
tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.
Metode pembelajaran inkuri merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered
approach). Dalam metode ini siswa memegang peranan penting dalam
proses pembelajran. Metode pembelajaran inkuiri akan efektif berjalan
manakala (Wina Sanjaya, 2009: 197-198) : Pertama, guru
mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu
permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam metode
inkuiri penguasaaan materi pelajaran bukan tujuan utama pembelajaran,
akan tetapi yang lebih penting adalah proses pembelajaran. Kedua, jika
bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep
yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.
Ketiga, jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa
terhadap sesuatu.
21
Keempat, jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa rata-
rata memiliki kemempuan dan kemauan berfikir. Metode ini akan kurang
berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan
untuk berfikir. Kelima, jika jumlah siswa yang belajar tidak terlalu
banyak sehingga bisa dikendalikan guru. Keenam, jika guru memiliki
waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada
siswa.
Berdasarkan pengertian metode inkuiri di atas dapat disimpulkan
bahwa metode inkuiri adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk
mengajarkan kepada siswa bagaimana cara meneliti permasalahan atau
pertanyaan fakta-fakta. Pembelajaran inkuiri memerlukan lingkungan
kelas dimana siswa merasa bebas untuk berkarya, berpendapat, membuat
kesimpulan dan membuat dugaan. Suasana seperti itu amat penting
karena keberhasilan pembelajaran bergantung pada kondisi pemikiran
siswa. Inkuiri menciptakan pengalaman konkret dan pembelajaran aktif
yang mendorong dan memberikan ruang dan peluang kepada siswa untuk
mengambil inisiatif dalam mengembangkan keterampilan pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian sehingga
memungkinkan mereka menjadi pelajar sepanjang hayat. Inkuiri
melibatkan komunikasi yang berarti tersedia suatu ruang, peluang, dan
tenaga bagi siswa untuk mengajukan pertanyaan dan pandangan yang
logis, obyektif dan bermakna, serta untuk melaporkan hasil-hasil kerja
mereka.
22
b. Kesulitan-kesulitan Implementasi Metode Pembelajaran Inkuiri
Metode inkuiri merupakan salah satu metode pembelajaran yang
dianggap baru di Indonesia. Karena merupakan suatu metode yang baru,
dalam penerapannya di sekolah terdapat beberapa kesuliatan, antara lain
Wina Sanjaya, 2009: 207) : Pertama, Sudah sejak lama telah tertanam
budaya belajar bahwa siswa belajar pada dasarnya adalah menerima
materi pelajaran dari guru, dengan demikian guru adalah sumber belajar.
Kedua, metode inkuiri merupakan pembelajaran yang menekankan
pada proses belajar berfikir yang berdasarkan kepada dua hal yang sangat
penting, yaitu proses belajar dan kerjasama. Selama ini guru sudah
terbiasa dengan pola pembelajaran sebagai proses penyampaian
informasi yang lebih menekankan kepada kerjasamanya. Dan bahkan
guru menganggap metode ini tidak dapat diterapkan karena tidak sesuai
budaya dan sistem pendidikan di Indonesia. Memang, untuk mengubah
suatu kebiasaan bukan pekerjaan yang mudah, apalagi sifat guru yang
cenderung konvensional, sulit untuk menerima pembaharuan-
pembaharuan.
c. Keunggulan dan Kelemahan Metode Inkuiri
1) Keunggulan
Metode pembelajaran inkuiri merupakan strategi pembelajaran
yang banyak dianjurkan karena strategi ini memiliki beberapa
keunggulan, antara lain (Wina Sanjaya, 2009: 208): Pertama, metode
pembelajaran Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang menekankan
23
kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara
seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih
bermakna. Kedua, metode ini memberikan ruang kepada siswa untuk
belajar sesuai dengan gaya belajar mereka. Ketiga, metode ini menuntut
keterlibatan siswa secara aktif baik secara individu maupun berkelompok
dalam melakukan observasi, merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data atau menguji hipotesis,
dan membuat kesimpulan.
Keempat, metode ini merupakan strategi yang dianggap sesuai
dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap
belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
Kelima, keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani
kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya,
siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat
oleh siswa yang lemah dalam belajar.
2) Kelemahan
Di samping memiliki keunggulan, metode pembelajaran inkuiri ini
juga mempunyai kelemahan, di antaranya (Wina Sanjaya, 2009: 208-
209): 1) jika metode inkuiri digunakan sebagai strategi pembelajaran,
maka sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa, 2) strategi ini
sulit dalam merencanakan pembelajaran sebab terbentur dengan kebisaan
belajar siswa, 3) kadang-kadang dalam mengimplementasikanya,
memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit
24
menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4) selama
kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasi
materi pelajaran, maka metode ini akan sulit di implementasikan oleh
setiap guru.
d. Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri
proses pembelajaranya dilaksanakan atas beberapa tahapan yang harus di
lakukan siswa. Langkah-langkah tersebut meliputi sebagai berikut (Made
Wena, 2010: 83):
“1) Langkah orientasi, merupakan langkah awal guru mengembangkan rasa peka terhadap masalah-masalah sosial; 2) Pengembangan hipotesis, dalam tahap ini guru harus membantu siswa mengembangkan hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan masalah yang dikaji; 3) Definisi, melakukan klarifikasi dan identifikasi dari hipotesis yang telah diajukan pada tahapan pengembangan hipotesis; 4) Eksplorasi, dalam tahap ini dilakukan analisis terhadap hipotesis yang telah diajukan; 5) Pengumpulan bukti dan fakta, digunakan untuk mendukung hipotesis yang telah diajukan dan melakukan klarifikasi serta pengkategorikan; dan 6) Generalisasi, merupakan tahapan dimana siswa mengembangkan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisis.”
Beberapa langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode
inkuiri menurut Wina Sanjaya (2010: 201) sebagai berikut:
“1) Langkah orientasi, merupakan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif; 2) merumuskan masalah, merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan atau masalah; 3) merumuskan hipotesis, membuat jawaban sementara untuk persoalan yang dikaji; 4) mengumpulkan data, merupakan aktifitas siswa mengumpulkan data, informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan; 5) menguji hipotesis, merupakan proses penentuan jawaban yang dianggap sesuai dengan data dan informasi yang
25
telah diperoleh; dan 6) merumuskan kesimpulan, merupakan proses mendiskipsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.”
Menurut Abdul Majid (2013: 224) langkah-langkah metode
pembalajaran inkuiri meliputi :
“1) Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang resposif; 2) Merumuskan masalah merupakan langkah melibatkan siswa pada suatu permasalahan yang mengandung teka-teki; 3) Merumuskan hipotesis merupakan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji; 4) Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan; 5) Menguji hipotesis, adalah proses penentuan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang telah diperoleh berdasarkan pengumpulan data; dan 6) Merumuskan kesimpulan, merupakan proses mendiskipsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.”
John Dewey (dalam Savage dan Amstrong, 1996: 238)
mengemukakan langkah-langkah metode pembelajaran inkuiri meliputi :
“1) Describe the essential features of a problem or situation; 2) Suggest possible solutions or explanations; 3) Grather evidence that can be used to test the accuracy of these solutions or explanations; 4) Evaluate the solutions or explanations in light of this evidence; and 5) Develop a conclusion that supported by the best evidence.”
Berdasarkan beberapa langkah proses pelaksanaan pembelajaran
inkuiri menurut beberapa ahli dapat disimpulkan menjadi enam tahapan
pembelajaran yaitu: Tahap pertama, langkah orientasi merupakan langkah
awal dimana guru membina dan menciptakan suasana iklim pembelajaran
yang responsif atau peka terhadap masalah-masalah sosial yang dibahas
dalam pembelajaran. Kedua, merumuskan masalah pada tahapan ini guru
merangsang dan mengajak siswa untuk berfikir memecahkan masalah.
26
Merumuskan masalah merupakan langkah dimana siswa dibawa menuju
suatu persoalan dan permasalahan sosial atas obyek yang dibahas dalam
pembelajaran. Ketiga, merumuskan hipotesis merupakan tahapan
penyusunan jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan
yang dapat diuji dengan data. Hipotesis digunakan sebagai penuntun
kegiatan proses inkuiri selanjutnya dengan cara membimbing siswa
menggemukakan gagasan dan dipilih salah satu yang relevan dengan
permasalahan yang diberikan.
Tahap keempat, mengumpulkan data tahapan ini siswa melakukan
aktifitas mengumpulkan informasi, fakta, bukti, dan data yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Pada tahapan ini siswa belajar
untuk memverivikasi, mengklarifikasi, mengkategorikan dan juga
mereduksi data-data yang telah siswa peroleh. Kelima, menganalisis data
atau menguji hipotesis merupakan proses menentukan jawaban atas
hipotesis yang telah diajukan melalui data-data dan informasi yang
diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Pada tahapan ini
mengembangkan kemampuan siswa berfikir rasional dan juga mencari
tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Kebenaran jawaban
yang diberikan bukan hanya argumentasi, tetapi harus didukung oleh data
yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. Keenam, membuat
kesimpulan tahapan terakhir yang merupakan penggungkapan
penyelesaian masalah yang dipecahkan. Dari fakta, data dan informasi
yang telah diperoleh maka siswa didorong untuk mencoba
27
mengembangkan kesimpulan, dan dari berbagai kesimpulan yang
dikemukanan oleh para siswa tersebut siswa belajar bagaimana memilih
pemecahan masalah yang paling tepat. Untuk mencapai kesimpulan yang
akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan kepada siswa data atau bukti
yang relevan.
4. Keaktifan siswa dalam belajar
Pembelajaran aktif ditandai dengan siswa belajar dengan aktif.
Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka mendominasi aktivitas
pembelajaran. Dengan demikian siswa banyak menemukan ide pokok dari
materi pembelajaran, memecahkan masalah atau persoalan, atau
mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan
yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, siswa diajak
dan turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan
tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya siswa akan
merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga kerjasama dapat
dimaksimalkan.
Rusman (2011: 324) mengemukakan bahwa pembelajaran yang aktif
merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan
aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan
untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga
mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan
pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu Rusman menambahkan
bahwa pembelajaran aktif memungkingkan siswa mengembangkan
28
kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis dan mensintesis,
serta melakukan penilaian terhadap berbagai peristiwa belajar dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, berdasarkan hal
tersebut berarti bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran tidak lain
adalah untuk mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri dan juga
membangun pemahaman atas segala sesuatu yang dihadapai dalam
kegiatan pembelajaran.
Wina Sanjaya (2010: 141) mengemukakan bahwa keaktifan siswa
itu ada yang secara langsung dapat diamati, seperti mengerjakan tugas,
berdiskusi, mengumpulkan data, dan lain sebagainya. Akan tetapi juga
ada yang tidak bisa diamati, seperti kegiatan mendengarkan dan
menyimak. Hal tersebut berarti, belajar yang berhasil dapat dengan
melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis.
Keaktifan siswa dalam belajar memiliki tujuan utama yaitu
kemampuan belajar mandiri yang harus dimiliki siswa. Ketika seorang
siswa aktif dalam pembelajaran diharapkan siswa mampu
mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya.
Dalam proses pembelajaran aktivitas siswa cukup kompleks dan
bervariasi, tidak hanya mendengarkan dan mencatat hasil pembelajaran.
Menurut Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2006: 101) ada berbagai
macam keaktifan atau aktivitas siswa di dalam proses pembelajaran
meliputi : visual activities, oral activities, listening activities, writing
29
activities, drawing activities, motor activities, mental activities, dan
emotional activities.
Visual activities termasuk di dalamnya meliputi kegiatan siswa
seperti membaca, mengamati percoban atau eksperimen, mengamati
demonstrasi, melihat gambar-gambar, serta mengamati orang lain yang
sedang bekerja. Oral activities, termasuk di dalamnya seperti menyatakan,
merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,
mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi. Kemudian sebagai contoh
listening activities yaitu mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik,
piano. Writing activities misalnya menulis cerita, karangan, laporan,
angket, menyalin. Drawing activities misalnya menggambar, membuat
grafik, peta, diagram. Selanjutnya motor activities, yang termasuk di
dalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat konstruksi, model
mereparasi, bermain, berkebun, beternak. Berbeda dengan mental
activities, yang memiliki contoh misalnya menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil
keputusan. Kemudian yang terakhir emotional activities, seperti misalnya
menaruh minat, rasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani,
tenang, dan gugup.
Untuk membuat siswa di kelas selalu aktif terdapat beberapa faktor
yang mendukung terciptanya aktivitas pembelajaran yang berpusat pada
kegiatan siswa. Gagne dan Briggs (dalam Martinis, 2007: 84)
mengemukakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan keaktifan siswa
30
dalam proses pembelajaran : 1) memberikan motivasi atau menarik
perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran, 2) menjelaskan tujuan instraksional (keampuan dasar pada
siswa), 3) menggingatkat kompetensi belajar kepada siswa, 4) memberikan
stimulus kepada siswa (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari),
5) memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya, 6) memunculkan
aktifitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, 7) memberi
umpan balik feed back, 8) melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa
berupa tes, sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur, dan
9) menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.
Berdasarkan teori dan pendapat dari beberapa pendapat para ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa untuk membuat siswa manjadi aktif di
dalam proses pembelajaran bukan hanya peran dari guru tetapi siswa juga
turut memegang peranan yang penting. Keaktifan siswa dalam
pembelajaran lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dan keaktifan
siswa terwujud apabila ada perilaku-perilaku seperti membaca,
mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mendengarkan atau
memperhatikan, menulis atau mencatat, bergerak, bersemangat dan rasa
senang. Dengan belajar aktif siswa diharapkan akan mampu
membangaun pengetahuan dan menggali potensinya, dan untuk guru
belajar aktif ini menuntut guru untuk berbagi pengetahuan keterampilan
dan juga pengalaman. Dan untuk menciptakan suasana belajar aktif
siswa, guru harus mampu merencanakan, mengelola, dan melaksanakan
31
kegiatan pembelajaran kegiatan siswa yang bervariasi dan bermacam-
macam.
5. Kerjasama Siswa
Kerjasama menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002: 554),
merupakan kegiatan atau usaha oleh beberapa orang seperti lembaga
pemeritahan, dan sebagainya untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama
merupakan kemampuan mental seseorang untuk dapat bekerja bersama-
sama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas yang telah
ditentukan. Kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran menuntut
adanya kerjasama antara seluruh siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran secara bersama. Siswa bertanggung jawab atas kemajuan
diri sendiri maupun tanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya
(Mukhtar, 2002: 134).
Anita Lie (2002: 28) berpendapat bahwa kerjasama merupakan
kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup, tanpa
kerjasama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah.
Menurut Isjoni (2009: 65), kerjasama merupakan kerja kelompok
belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang
tingkat kemampuannya berbeda, serta siswa dituntut memiliki
keterampilan-keterampilan bekerjasama. Untuk mencapai keterampilan
dalam bekerjasama terdapat delapan indikator yang perlu diamati dalam
pembelajaran IPS, yakni
“1) Keikutsertaan memberikan ide atau pendapat; 2) menanggapi pendapat dan menerima pendapat orang lain; 3)
32
melaksanakan tugas; 4) keikutsertaan dalam memecahkan masalah; 5) kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok; 6) keikutsertaan membuat laporan; 7) keikutsertaan dalam presentasi kelompok; dan 8) kepedulian membantu teman dalam memcahkan masalah.”
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kerjasama siswa
adalah berkaitan dengan pembelajaran kelompok atau kerja kelompok.
Menurut Tri Mulyani (2000: 20-21) kerja kelompok merupakan
bekerjanya sejumlah siswa baik sebagai anggota kelas maupun terbagi
menjadi kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan tertentu
secara bersama. Mudjiono dalam Tri Mulyani (2000: 20-21) berpendapat
bahwa kerja kelompok ditandai dengan adanya tugas bersama,
pembagian tugas dan adanya kerjasama antar anggota kelompok dalam
penyelesaian tugas kelompok.
Berdasarkan teori dan pendapat dari beberapa pendapat para ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa kerjasama siswa adalah kegiatan atau
usaha yang dilakukan oleh beberapa siswa untuk dapat bekerja bersama
sama dengan siswa lain dalam menyelesaikan tugas-tugas yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama siswa selalu dapat
menigkatkan optimalisasi kegiatan pembelajaran yang dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
Dalam penelitian ini kemampuan kerjasama siswa dalam proses
pembelajaran IPS diamati berdasarkan indikator-indikator : (1)
keikutsertaan memberikan pendapat, (2) kesediaan menerima pendapat
orang lain, (3) menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada
33
kelompok, (4) keikutsertaan memecahkan masalah, (5) kepedulian
terhasap kesulitan sesame anggota kelompok, (6) keikutsertaan membuat
laporan kelompok, dan (7) keikutsertaan dalam presentasi kelompok.
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Nugraheni Daryanti (2008) yang berjudul ‘Efektivitas
Penggunaan Metode Inkuiri dalam Pembelajaran Sosiologi SMA Negeri I
Kalasan Tahun Ajaran 2007-2008’. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian tindakan kelas (Classroom action research) dengan tujuan utama
efektivitas penggunaan metode inkuiri. Dari hasil penelitian ini diperoleh
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan tingkat potensi belajar sosiologi antara
kelompok eksperimen cadangan menggunakan metode inkuiri dan kelompok
control dengan menggunakan metode ceramah dimana kelompok eksperimen
memiliki rerata 29,03. Hal ini menunjukkan bahwa metode inkuiri lebih
tinggi dibandingkan metode cramah dalam pembelajaran Sosiologi.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Ety Zuly Masithoh, 2010 dalam penelitiannya yang berjudul
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Implementasi metode Inkuiri
dalam Pembelajaran IPS Ekonomi Kelas X Akuntansi I SMK YPKK I Sleman
Tahun Ajaran 2010. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pelaksanaan
pembelajaran Ekonomi dengan metode Inkuiri di kelas X Akuntansi I SMK
YPKK 1 Sleman dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.
Dari hasil tes yang diberikan pada setiap akhir siklus, terdapat peningkatan
34
tingkat prestasi belajar pada mata pelajaran Ekonomi pada siklus I dan II. Hal
ini dapat ditunjukan melalui proporsi tingkat prestasi dengan kategori tinggi
semakin besar sedangkan kategori rendah semakin menurun. Untuk siklus I
sebagian besar siswa memperoleh nilai dengan kategori cukup sebesar 43,
33%. Pada siklus II mengalami peningkatan yaitu sebagian besar siswa
memperoleh nilai kategori istimewa sebesar 73,33%. Tingkat keaktifan siswa
juga mengalami peningkatan pada siklus I dan II. Untuk siklus I sebagian
besar presentase keaktifan dengan kategori sedang sebanyak 53,33%. Pada
siklus II mengalami peningkatan yaitu sebagian besar presentase keaktifan
siswa pada kategori tinggi sebanyak 50%.
D. Kerangka Pikir
Penggunaan metode ceramah yang masih dominan dilakukan oleh guru
IPS SMP Negeri 3 Depok, memberi pengaruh pada terbatasnya aktifitas siswa
dalam proses pembelajaran, sehingga keaktifan dan kerjasama siswa masih
kurang. Siswa diharapkan mampu aktif dalam menemukan pengetahuan IPS
berdasarkan pengalaman secara langsung, namun pada kenyataannya siswa
hanya menerima mentah-mentah konsep yang sudah ada dalam buku
sehingga siswa tidak aktif dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya
pendidikan tidak hanya semata-mata berorientasi pada hasil (konsep), tetapi
juga proses sehingga penumbuhan dan pengembangan keterampilan proses
terhadap siswa sangat perlu dilakukan oleh guru. Salah satu cara untuk
mendapatkan kerjasama yang optimal dengan menggunakan metode
pembelajaran inkuiri. Dengan menggunakan metode ini diharapkan siswa di
35
kelas VIII D SMP Negeri 3 Depok mampu meningkatkan keaktifan dan
kerjasama dalam pembelajaran IPS.
Metode inkuiri ini digunakan untuk membantu siswa agar mampu
berfikir analitik. Pembelajaran ini dimulai dengan memberikan siawa suatu
permasalahan yang berhubungan dengan konsep yang nantinya akan menjadi
fokus agar mampu melakukan aktivitas-aktivitas penelitian (inquiry) kelas.
Dalam menyelesaikan suatu permasalahan, siswa mampu menghasilkan
hipotesis dari permasalahan tersebut, selain itu siswa mampu mengumpulkan
data yang relevan dengan hipotesis yang telah dibuat dan akhirnya siswa
mampu mengevaluasi sehingga sampai pada titik kesimpulan.
Dengan penelitian di SMP Negeri 3 Depok ini, diharapkan dapat
mengetahui peningkatan keaktifan dan kerjasama siswa dalam pembelajaran
IPS. Apabila keduanya dapat tercapai diharapkan siswa akan mampu
memahami pembelajaran IPS yang diajarkan di kelas VIII D semester 2 SMP
Negeri 3 Depok dengan menggunakan metode inkuiri.
36
Gambar 1. Kerangka Pikir
E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan uraian kerangka berpikir, hipotesis tindakan
dalam penelitian ini adalah: penerapan metode pembelajaran inkuiri, dapat
meningkatkan keaktifan dan kerjasama siswa dalam pembelajaran IPS di kelas
VIII D SMP Negeri 3 Depok.
Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir
1. Kegiatan pembelajaran monoton
2. Proses pembelajaran IPS hanya menggunakan metode ceramah
3. Kurangnya keaktifan dan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran
Implementasi metode inkuiri dalam pembelajaran IPS
Keaktifan dan kerjasama siswa dalam pembelajaran IPS meningkat