bab 4_ 2002lcd.pdf
TRANSCRIPT
N. PROFIL KOPI INDONESIA
4.1. Budidaya Kopi
Tanaman kopi merupakan tanaman tropis dan sangat cocok untuk iklim di
Indonesia. Sehingga dapat dikatakan komoditi kopi Indonesia memiliki
keunggulan mutlak (absolute h t a g e ) karena kondisi alam yang mendukung
budidaya kopi. Kawasan tanah subur dengan s i i tanah b-ir dan tanah
lempung sangat mendukung budidaya tanaman kopi. Selain itu, tanah yang cukup
dengan humus dan keasaman tanah sekitar pH 5.5-6.5 &an memberikan hasil
yang baik. Adapun unsur-unsur tanah yang penting bagi pertumbuhan tanaman
kopi adalah Nitrogen, Potasium, Asam Phosphor dan Kapur (Siswoputranto,
1993). Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tanaman kopi adalah
ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah. Pada
Tabel 10 berikut ini diuraikan berbagai syarat dan kondisi tanaman kopi.
Tabel 10. Persyaratan Lahan Untuk Tanaman Kopi
1. Curah hujan r-- 2. Suhu 3. Ketinggian
Tanah : 1. Keasaman
1 Kopi Arabii I Kopi Robusta I I I Minimum 1300 mm/th, tanaman toleran thd curah hujan tinggi. h4asa bulan kering pendek dan maksimum 4 bulan. 15-24°C 500-1800 m dpl
Min. 1250 mmlth, optimum pada 1550-2000 mmlth. Masa kering minimum 3 bulan atau lebih. 24-30°C 0-400 m dpl
I >pH 4.5 dan tanaman toleran terhadan netral dan basa.
peaambatan air tioggi dan kedalaman tanah c&up
I I t I Sumber : Siswoputmnto, 1993.
Tanaman kopi mempakan tanaman tahunan. Pohon kopi akan mulai
rnenghasiian biji kopi pada tahun ke-3. Umur ekonomis pohon kopi bisa sampai
20 tahun dan jika sudah menghas i i petani dapat memanen biji kopi setiap
tahunnya. Sebagian besar produksi kopi Indonesia Tihasilkan dari perkebunan
rakyat. Luas perkebunan kopi rakyat mencapai lebii dari 90 persen dari total luas
perkebunan kopi nasional. Sehingga jumlah produksi untuk kebutuhan domestik
dan ekspor 2 90 persen disuplai dari perkebunan rakyat. Adapun jenis tanaman
kopi di perkebunan rakyat umumnya adalah jenis kopi Arabika (Coffea Arabica),
Robusta (Coffea Canephora), Liberika (Coffea Liberica) clan hibrida, yaitu hasii
persilangan antara 2 varietas kopi unggul. Diantara jenis kopi tersebut, yang
terbanyak ditanam dalam perkebunan rakyat Indonesia adalah jenis kopi robusta
karena produksmya tinggi narnun resiko penanamannya kecil.
Tabel 1 1. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Tanaman Kopi Menurut Jenis Pengusahaannya.
Keterangan : * Data sanentara ** Data estimasi
Sumba : Ditjen Pakebunan, 2001
Berdasarkan Tabel 11 diitas, pemmbuhan luas areal perkebunan rakyat
mengalami penurunan rata-rata 0.7 persen per tahun, sementara luas areal
perkebunsn negara meningkat 0.8 persen per tahun dan luas areal perkebunan
swasta rata-rata turun sebesar 0.5 persen per tahun. Namun secara nasional total
luas areal perkebunan kopi selama enam tahun terakhir tidak berubah. Sementara,
walaupun luas areal kopi rakyat mengalami permrunan, namun jumlah produksi
yang d i i justru meningkat rata-rata 2.6 persen per tahun. Demikian jugs
dengan perkebunan negara dan swasts, rata-rata peningkatan produksi per tahun
sebesar 10.4 persen untuk perkebunan negara dan 5.4 persen untuk perkebunan
swasta. Secara nasional jumlah produksi kopi meningkat 2.8 persen per tahun.
. Dari sehuuh wilayah perkebunan kopi di Indonesia, propinsi tertinggi
dalam m e n g h a s i i kopi adalah Sumatera selatan dengan luas areal kopi 259 860
Ha dan total produksi 137 165 ton D i t i oleh Lampung, luas areal 13 1 54 1 Ha
dan total produksi 79 152 ton, kemudian J a w timur, luas areal 82 816 Ha dan
total produksi 39 427 ton (Ditjen Perkebunan, 2001). Namun daerah yang
merniliki tingkat pertumbuhan tertinggi adalah Riau, yaitu rata-rata luas areal
meningkat 65.5 persen per tahun. Di i t i oleh Jawa timur dengan tingkat
pertumbuhan areal 8.7 persen per tahun (Lampiran 1). Berilcut ini adalah
kontribusi masing-wing wilayah peogamatan terhadap total produksi dan ekspor
biji kopi nasional tahun 2000.
Tabel 12. Kcatribusi Wilayah Tehdap Produksi Kopi Nasiooal Tahun 2000
Wilayah L. Areal Produksi Produktiviias Kontribusi Nasional(%) (Ha) Crow (KgMa) L. Areal I Produksi
Sumber : Dijen Perkebuaan, 2001
Sumber : BPS, 2000
Berdasarkan Tabel 12 dan 13 diatas, ditunjukkan bahwa wilayah terbesar
dalam memberikan kontribusi terhadap produksi dan ekspor biji kopi nasional
adalah wilayah 11, yaitu daerah Lampung, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan
Sumatera Barat. Daerah-daerah tersebut sudah lama dikenal sebagai sentra
produksi kopi Indonesia. Bahkan perkembangan harga biji kopi domestik sangat
berganhug pada perkembangan harga biji kopi di daerahdaerah t d u t .
Pembudidayaan kopi diiulai dengan pembukaan lahan, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama, penyakit dan gulma, pemaogkasan dan
pernanenan. Penanaman kopi robusta dianjurkan ditanam dengan jarak tanam 2.5
x 2.5 m atau 2.75 x 2.75, sedangkan jenis kopi arabika jarak tanamnya adalah 2.5
x 2.5, dengan demikian jumlah pohon kopi yang diperlukan untuk luas lahan 1 Ha
adalah 1600 pohon. Untuk penyulaman sebaiknya dicadangkan 400 pohonfHa.
Sebelum kopi ditanam, terlebii dahulu ditanam tanaman pelindmg, s e p d
lamtoro gung, sengon laut atau dadap yang b a k g s i selain untuk melindungi
tanaman muda dari sinar matahari langsung, juga untuk meningkatkan penyerapan
Nitrogen. Sehingga dalam 1 Ha dipdukan sekitar 1 000 pohm pelinduag untuk
1 600 pohon kopi yang akan ditanam @ien Perkebunan. 1996).
Pemupukan sangat diperlukan untuk memberikan kesuburan pada tanah.
Pupuk yang digunakan pada umumnya hams mengandung unsur-unsur Nitrogen,
Phosphat dan Kalium dalam jumlah yang cukup banyak. Pemberian pupuk
d i i dua kali pada awai dan akhir musin hujan dengan meletakkan pupuk
tersebut ke dalam tanah (sekitar 10-20 cm dari permukaan tanah) dan disehkan
diikeliling tanaman. Berikut ini adalah dosis pemupukan tanaman kopi.
Sumba : Ditjen Perkebunan, 1996.
Selanjutnya, pemangkasan cabang-cabang dan batang pohon kopi secara
teratur harus d i a n agar tanaman kopi tidak dibiarkan tumbuh semakin tinggi
k a n a akan menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit. Terakhir,
pemanenan &pat dilakukan pada saat umur pohon telah mencapai 3 tahun.
Jumlah kopi pada masa awal panen relatif sediit dan semakin meningkat sejalan
dengan bertambahnya umur tanaman. Jumlah produksi mencapai puncaknya pada
usia 7 - 10 tahun. Pada umur tersebut produksi kopi b i i mencapai 9 - 15 kwintal
kopi bera.dHa/tahun (Ditjen Perkebunan, 1996). Seluruh penggunaan faktor-
faktor produksi kopi yang digunakan dalam penelitian ini dapat d i t pada
Lampiran 5, yaitu tentang standar fisik kebutuhan input perkebunan kopi rakyat.
4.2. Perdagangrn Kopi Domestik
Tataniaga kopi dimulai dari petani produsen hingga pabrik pengolahan
kopi dan p e ~ ~ d I a a n eksportir. Saluran pemasaran kopi di Indonesia belum
efisien sehingga hal ini menyebabkan rendahnya tingkat penerimaan petani.
Menurut GrafE (1986) bagian yang diterima petani kopi rakyat hanya sekitar 54
hingga 70 persen dari total siap ekspor (Free on Board). Sedangkan bagian yang
diterima &ang sebesar 30 hingga 46 persen dari nilai FOB. Hal ini
disebabkan karena (1) keterbatasan keadaan petani dalam bidang pendidiian, (2)
rendahnya penerimaan i n f o m i pasar, ( 3 ) masih lemahnya peranan pemerintah
dan lembaga tataniaga yang ada, (4) keterbatasan sarana ekonomi, (5)
kebijaksanaan pemerintah secara menyeluruh kurang mendukung sistem produksi
kopi rakyat, clan (6) keadaan ekonomi dunia.
Berdasarkan bagan tataniaga pada Gambar 7 di halaman berikut,
ditunjukkan bahwa petani kopi dapat memasarkan biji kopinya langsung ke
pedagang pengumpul atau lewat tengkulak. Biasanya petani yang memil i mesin
kupas (huller) juga berfUngsi sebagai pedagang pengumpul di tingkat desa atau
tingkat kecamatan. Di beberapa daerah di Indonesia, petani kopi telah memiliki
Kelompok Tani yang dapat memasarkan kopi hasil kebun petani langsung kepada
eksportir. Hal ini sangat menguntungkan petani karena margin keuntungan yang
diperolehnya akan lebii besar. Sementara, pada perkebunan-perkebunan besar
mereka memiliki unit khusus pedagangan ekspor. Perkebunan jenis ini pada
umumnya mempunyai hubungan dengan pihak importir dan membina hubungan
tersebut dengan baik.
Gamber 7. Bagan Saiuran Tataniaga Biji Kopi (Siswoputranto, 1993)
Di Indonesia, seluruh eksportir kopi terdaftar sebagai anggota Asosiasi
Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). Badan ini mengusahakan agar kopi Indonesia
mendapatkan harga optimal di pasar dunia. Asosiasi ini mewakili lebih dari 1000
eksportir dengan 13 cabang di ibukota propinsi di Indonesia dan memiliki kantor
perwakilan di luar negeri, yaitu New York, London dan Tokyo. Asosiasi ini
mewakili anggota-anggotanya ddam ha1 promosi ekspor, koordinasi dan
pembiiaan kegiatan anggotanya, serta membina komunikasi yang baik antara
eksportir dan importir di seluruh dunia.
4.3. Perdagangan Kopi Internasional
Perdagangan dan industri kopi dunia sedang mengalami banyak perubahan
sebagai akibat dari liberalisasi perdagangan yang berpangkal dari keberhasilan
GATT atw htaran Uruguay. Salah satu esensi dari keberhasilan htaran
Uruguay adalah sektor pertanian tidak lagi diperlakukan secara ekslusif dalam
kerangka GATT. Dengan denikian, distorsi perdagangan produk pertanian akan
hilang atau berkurang sehingga diharapkan terjadi peningkatan efisiensi dan
volume perdagangan produk pertanian (Deperindag, 2001).
Sejalan dengan komitmen tersebut, bagi Indonesia pengurangan tarif
impor kopi telah dijadwalkan dari 100 persen pada tahun 1995 menjadi 40 persen
pada tahun 2004. Salah satu negara yang menerapkan tarif impor pada komoditi
pertanian adalah Eropa Barat. Sebelumnya negara tersebut menerapkan sistem
tarif s e w a diikriminatif sebesar 4 persen, namun sejak tahun 2000 telah
dipuskan menjadi 0 persen.
Sementara, negara-negara utama pengekspor kopi dunia adalah Brazil,
dengan pangsa pasar 22.7 persen, Colombia (13.6 persen), Vietnam (7.4 persen)
dan Indonesia (7.0 persen). Selain itu terdapat negara-negara Guatemala, Mexico,
Uganda dan Ivory Coast, yang pangsa pasarnya dibawah 6 persen (AEKI, 1999).
Banyak studi yang mengatakan bahwa tingkat harga kopi dunia sangat
dipengaruhi oleh negara Brazil, sebagai negara yang menguasai pangsa pasar kopi
dunia terbesar dan sekaligus mmpakan negara terbesar ketiga dalam
mengkonsumsi kopi. Hal ini pernah teqadi pada tahun 1976 dan tahun 1994,
dimana harga kopi meningkat tajam sebagai akibat gagalnya produksi kopi di
Brazil karenafrost.
Selama lima tahun terakhir produksi kopi Brazil berfluktuasi dari 16.8 juta
karung sampai 35.6 juta k m g . Pada periode yang sama, Colombia sebagai
negara kedua terbesar menunjukkan perkembangan produksi yang stabii dengan
kisaran 10.78-12.94 juta karung. Demikian juga dengan Indonesia menunjukkan
kisaran produksi yang stabii, yaitu 5.8 - 7.9 juta karung (Herman dan Wardhani,
2000). Berikut ini adalah perkembangan produksi, ekspor, impor, stok dan
konsumsi kopi dunia.
Tabel 15. Perkembangan Produksi, Ekspor, Impor, Stok dan Konsumsi Biji Kopi Dunia
Keterangan : * Data sementara Sumber : BPS, 2001.
Berdasarkan Tabel 15 diatas, maka setiap tahunnya terdapat sisa suplai
sebesar lebih dari satu juta ton dan produksi kopi dunia selama empat tahun
terakhir menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 3.9 persen per tahun.
Sementara, ekspor kopi Indonesia selarna sepuluh tahun terakhir hanya
mengalami penumnan rata-rata satu persen per tahun. Namun nilai ekspor
meningkat sekitar empat persen per tahun Sebaliknya nilai irnpor berfluktuasi
secara tajam. Impor tertinggi selama 10 tahun terakhir terjadi pada tahun 1997,
yaitu sebesar 10 226 ton seperti pada Tabel 16 berikut ini.
Tabel 16. Perkembangan Ekspor dan Impor Biji Kopi Indonesia
I per tahun (%) I I I I I
Sumber : Ditjen Perkebunan, 2001
Perkembangan yang terjadi pada tahun 2000, berdasarkan informasi dari
Asosiasi Eksporti Kopi Indonesia, suplai kopi dunia saat ini sangat b e r l e b i
(over supply) sehingga harga kopi di pasar dunia sulit untuk dipertahankan.
Perkembangan harga kopi di pasar dunia tentu akan rnempengaruhi harga kopi
domestik. Selain itu posisi harga juga dipengaruhi oleh jumlah produksi kopi dari
negara-negara produsen utama. Seperti pada tabel 17 dibawah, periode tahun
1990 -1993 harga kopi di pasar dunia rats-rata turun 8.3 persen per tahun.
K e m u d i harga tiba-tiba naik pada tahun 1994 sebesar US$ 144.36 senlpon,
diebabkan karena kegagalan panen di negara Brazil akibat frost. Setelah tahun
1994, tren harga dunia kembali rnenunjukkan penurunan rata-rata 2.4 persen per
tahun. Sebaliknya harga kopi domestik cenderung meningkat setiap tahunnya,
yaitu sekitar 12.9 persen per tahun pada periode 1990-1993 dan selanjutnya
pertumbuhannya meningkat rata-rata 36 persen per tahun. Hal ini dibabkan
karena nilai tukar rupiah terhadap dollar Am& yang terus menurun (rata-rata
22 persen per tahun) sehingga harga kopi domestik menjadi meningkat.
Tabel 17. Perkembangan Harga Biji Kopi Dunia dan Domestik
Sumber : Dien Perkebunan, 2000
Selain perkembangan nilai tukar rupiah terhadap USD, harga kopi ekspor
Indonesia juga ditentukan oleh harga didaerah sentra kopi Indonesia, seperti Jawa
timur, Lampung dan Sumatera selatan.
Tabel 18. Perkembangan Harga Biji Kopi Robusta di Daerah Sentra Kapi
Sumber : AEKI (2000)
Untuk menjaga kestabilan harga kopi dunia, ACPC (Association of Coffee
Producing Countries) b a s a h a menggalang kerjasama bersama negara-negara
produsen kopi dalam rangka mengangkat harga kopi dunia yang jatuh pada titik
terendah selama tujuh tahun terakhir, yaitu sebesar US$ 0.36 per pon untuk jenis
robusta dan US$ 0.80 per pon untuk jenis arabika pada awal tahun 2000.
Jatuhnya harga tersebut disebabkan karena tidak patuhnya beberapa anggota
ACPC seperti, Brazil dan Am& tengah dalam menjalankan program retensi
ekspor sehingga kondisi penawaran menjadi jauh lebih tinggi daripada tingkat
konsumsi kopi dunia.
Program retensi ekspor telah disepakati sejak tahun 1993 yang bertujuan
untuk meningkatkan harga serta menjaga stabifitas harga kopi dunia. Program ini
berupa penahanan jumlah ekspor kopi oleh masing-masing negara secara
individual berdasarkan perkembangan harga kopi di pasar dunia. Dan sebagai
pedomannya, ACPC telah mengeiuarkan price rmtge (kisaran harga) untuk
program retensi tersebut sebagai berikut :
Tabel 19. Ketentuan Retensi Kopi Dunia
Karena suiitnya pelaksanaan program retensi tersebut, maka pada tanggal
15-19 Mei 2000 di London, Dewan ACPC mengusulkan kembali program retensi
ekspor yang dituangkan dalam Drafi Coffee Retention Plan yang mencakup
seluruh aspek pelaksanaan program tersebut, seperti dehisi, tujuan, peraturan
Indikator Harga kopi (US$ senAb)
< 95 95.0l-.ll0.00
> 110.00 -
Tingkat Retensi (persen) 20 0
R e l e e (lepas)
pelaksanaan retensi, mekanisme pengawasan, &I, komite pelaksana, dan
pembiayaan. Program retensi ini kemudian dinyatakan dimulai sejak 1 Juni 2000.
namun bagi negara-negara yang belum siap diberi kelonggaran sampai 1 Oktober
2000 (AEKI, 2000).
Brazil sebagai negara produsen kopi utama telah memulai program retensi
sejak 15 Juni 2000 dengan meretensi sebanyak 20 ribu karung dan mencapai 120
ribu karung pada Juni 2000. Sedangkan negara lain yang taah menyatakan
dukungannya pada program tersebut adalah Columbia, Costa Rika, El Savador,
Uganda, Honduras, dan Nicaragua. Indonesia sendii telah menyatakan
mendukung program retensi ekspor tersebut pada bulan April 2001 dan
menyatakan bahwa pelaksanaan program retensi oleh Indonesia bergantung pads
keseriusan dari negara Vietnam dan India. Hal ini dilakukan karena pada tahun
1994 Indonesia pernah menanggung beban retensi, sementara Vietnam mengambil
keuntungan dari retensi yang dilakukan oleh Indonesia Akibatnya pangsa pasar
kopi Indonesia yang pada waktu itu menempati urutan ketiga tergeser oleh
Vietnam (Hennan, 2000).
Saat ini Asosiasi Eksporti Kopi Indonesia bersama-sama dengan
pemerintah berusaha mengkoordinasikan penanganan program retensi ekspor kopi
Indonesia. Dan sesuai dengan harapan dari pedagang eskpor kopi, rencananya
pemerintah akan menanggung beban biaya retensi tersebut.