4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

161

Upload: dangquynh

Post on 27-Dec-2016

256 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Laporan Akhir

Agustus, 2014

Program Dukungan Rendah Karbon untuk Kementerian Keuangan, Indonesia

Analisis Biaya dan ManfaatPembiayaan Investasi LimbahMenjadi Energi Melalui Kredit Program

Laporan Akhir

Agustus, 2014

Program Dukungan Rendah Karbon untuk Kementerian Keuangan, Indonesia

Analisis Biaya dan ManfaatPembiayaan Investasi LimbahMenjadi Energi Melalui Kredit Program

Laporan Akhir

Agustus, 2014

Program Dukungan Rendah Karbon untuk Kementerian Keuangan, Indonesia

Analisis Biaya dan ManfaatPembiayaan Investasi LimbahMenjadi Energi Melalui Kredit Program

Laporan Akhir

Agustus, 2014

Program Dukungan Rendah Karbon untuk Kementerian Keuangan, Indonesia

Analisis Biaya dan ManfaatPembiayaan Investasi LimbahMenjadi Energi Melalui Kredit Program

Laporan Akhir

Agustus, 2014

Program Dukungan Rendah Karbon untuk Kementerian Keuangan, Indonesia

Analisis Biaya dan ManfaatPembiayaan Investasi LimbahMenjadi Energi Melalui Kredit Program

Page 2: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN INVESTASI LIMBAH MENJADI ENERGI MELALUI DUKUNGAN PROGRAM KREDIT

Laporan Akhir Agustus, 2014 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance, Indonesia

Page 3: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to
Page 4: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

i Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

PENGANTAR VERSI BAHASA INDONESIA

Laporan kegiatan Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Dukungan Program Kredit ini dibuat dalam dua versi bahasa, yakni versi bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Bagi para pembaca yang tertarik dengan dengan versi bahasa Indonesia, dapat membaca laporan versi bahasa Indonesia yang disediakan oleh LCS dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Laporan versi bahasa Indonesia merupakan rujukan utama dari laporan versi bahasa Inggris.

Disclaimer Laporan akhir disiapkan oleh “The Low Carbon Support Programme” untuk Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk tujuan pengembangan kebijakan dan diskusi. Pandangan atau pendapat yang dituangkan dalam laporan akhir ini adalah semata-mata pendapat dari penulis dan tidak merefleksikan pendapat dari Kementerian Keuangan atau Pemerintah Indonesia.

Pertanyaan berkaitan dengan Laporan Akhir Setiap pertanyaan mengenai Laporan Akhir ini atau laporan lain dari Program LCS dapat ditujukan kepada [email protected].

Page 5: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

ii Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

KATA PENGANTAR

Laporan ini menilai atas kelayakan skema kredit untuk mendukung Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Skim kredit yang diusulkan difokuskan pada limbah yang diubah menjadi energi (WtE) sehingga memberikan solusi energi alternatif sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca. Laporan ini bertujuan untuk mengidentifikasi implikasi dari alternatif WtE yang terpilih dan mempersiapkan analisis biaya dan manfaat dalam kaitannya dengan skema kredit potensial untuk mendukung perkembangan WtE.

Tingginya permintaan energi bahan bakar fosil merupakan masalah dan kendala untuk melaksanakan RAN-GRK. Semakin tingginya harga fosil menyebabkan semakin tingginya beban biaya pada kegiatan produksi, baik untuk industri maupun rumah tangga. Di sisi lain, harga energi internasional yang tinggi meningkatkan beban secara signifikan terhadap anggaran subsidi pemerintah pada harga bahan bakar dan energi. Optimasi limbah yang diubah menjadi energi (WtE) dapat menjadi salah satu solusi alternatif untuk mengatasi krisis energi dan juga untuk membantu melaksanakan RAN-GRK.

Optimasi pengolahan limbah memiliki potensi besar untuk memberikan manfaat bersih. Namun, optimalisasi pengolahan limbah untuk energi skala kecil oleh usaha kecil dan menengah (UKM) atau rumah tangga relatif jarang terjadi di Indonesia. Salah satu alasannya adalah keterbatasan sumber daya keuangan UKM dan rumah tangga yang dimilikinya serta keterbatasan akses terhadap kredit. Oleh karena itu, terdapat alasan dalam mendukung kredit investasi untuk memungkinkan konversi limbah menjadi energi, yaitu melalui skema kredit.

Laporan ini mengkaji kelayakan dukungan kredit untuk: (i) reaktor biogas limbah industri tahu; (ii) reaktor limbah peternakan sapi; (iii) pengembangan pembangkit listrik biogas untuk pabrik kelapa sawit limbah Biogas (Palm Oil Mill Effluent /POME); (iv) pembentukan pembangkit listrik biomassa pelepah sawit; dan (v) pemanfaatan sekam padi untuk silo padi/jagung (dryer/pemanas).

Kami berterima kasih kepada semua pihak yang membantu dan memberikan saran kepada penyelesaian laporan ini, termasuk pejabat dari Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan berbagai entrepreneueurs dan pejabat industri yang menyediakan data dan pandangannya.

Kami berharap laporan ini akan memberikan saran yang berguna untuk semua Kementerian Keuangan dan pembuat kebijakan terkait.

Jakarta, August 2014

Tim Peneliti, Universitas Indonesia Consultants Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Page 6: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

iii Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

RINGKASAN EKSEKUTIF

Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan cukup besar, salah satunya adalah berasal dari limbah. Limbah berupa limbah perkotaan, sektor pertanian, sektor industri dan lain-lain dapat dimanfaatkan untuk dikonversikan sebagai energi, baik berupa energi bahan bakar/pemanas maupun listrik. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) (2011), Indonesia mempunyai potensi limbah berupa biomassa sebesar 885,2 juta Gigajoule (GJ) per tahun. Potensi kalori sebesar itu diperoleh diantaranya jenis limbah peremajaan kebun karet (496,0 juta GJ per tahun), sisa lodging(11,0 juta GJ per tahun), limbah industri penggergajian kayu (10,6 juta GJ per tahun), tandan kosong kelapa sawit (15,4 juta GJ per tahun), sabut sisa kelapa sawit (35,3 juta GJ per tahun), cangkang buah sawit (17,2 juta GJ pertahun), bagas tebu (78,0 juta GJ pertahun), sekam padi (179,0 juta GJ per tahun), tempurung kelapa (18,7 juta GJ per tahun) serta sabut kelapa (24,0 juta GJ per tahun).

Potensi sumber listrik dari limbah tersebut dapat mencapai 50 ribu MW, yang merupakan potensi sumber daya energi terbesar kedua setelah hidro dalam skala besar. Pemanfaatan limbah tersebut sampai saat ini masih sekitar 1600 MW atau sekitar 3,25% dari potensi yang ada. Dari Program Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik Berbasis Bio-Energi yang dilakukan oleh PT PLN (Persero), kondisi kapasistas eksisting pembangkit listrik yang ada yang berasal dari biomasa (berbasis kelapa sawit), biogas, dan sampah perkotaan yang terhubung dengan jaringan listrik PLN baru sebesar 61 MW pada bulan Februari 2012, yang akan ditingkatkan kemudian sebesar 197 MW pada tahun 2013 dan ditingkatkan lagi sebesar 544 MW pada tahun 2014 (sehingga menjadi 741 MW pada tahun 2013/2014)

Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya beban biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan semakin besarnya pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah dari APBN. Masih tingginya ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah kaca (GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan limbah menjadi energi dapat dijadikan alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan tersebut.

Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebegai energi alternatif memberikan dampak positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi dikarenakan limbah pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan hanya akan menjadi sampah apabila tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya dapat menjadi lebih efisien dikarenakan penanganan limbah secara khusus seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya mengurangi penggunaan lahan khusus untuk penampungan limbah, yang pada akhirnya akan menghemat biaya penanganan limbah.

Beberapa jenis potensi pemanfaatan limbah yang dapat dikonversikan menjadi energI (WtE atau bioenergi) di Indonesia adalah pemanfaatan biogas dari limbah industri tahu, biogas dari limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari biogas limbah industri kelapa sawit (POME), pembangkit listrik dari biomassa pelepah sawit, pemanfaatan sekam padi untuk pengering/silo padi/jagung, pemanfaatan sampah perkotaan (urban waste), dan pemanfaatan biogas dari limbah domestik rumah tangga (kotoran manusia). Berbagai potensi tersebut sudah dimanfaatkan dan dikembangkan melalui program-program yang ada di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian ESDM dengan dukungan baik melalui APBN, hibah internasional, maupun kredit perbankan. Namun, pengembangannya masih dirasa terbatas dikarenakan terbatasnya anggaran di APBN, dan beberapa program bantuan sudah berhenti. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan pembiayaan pengembangan WtE atau bioenergi yang lebih berkelanjutan.

Page 7: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�v

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

iv Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Terdapat beberapa jenis peluang dalam pembiayaan untuk pengembangan WtE di Indonesia, antara lain program dari KLH (sudah berhenti), Kementerian ESDM (beberapa sudah berhenti), Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, Pusat Investasi pemerintah (PIP), kredit perbankan (dari Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin dengan dukungan AFD), dan juga kredit program eksisting dengan berbagai pola (namun belum spesifik dapat dimanfaatkan untuk pengembangan WtE). Dari berbagai jenis sumber pembiayaan tersebut, Kredit Program berupa Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) merupakan kredit program yang eksisting yang dirasa paling sesuai untuk mendukung pengembangan WtE dikarenakan untuk merealisasikannya tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama bila dibandingkan dengan pilihan yang lain (yaitu dengan merevisi Peraturan Menteri Keuangan dan menyusun Pedoman Teknis-nya di KLH atau Kementerian ESDM).

Dikarenakan ada batasan dari skema pembiayaan investasi melalui KKP-E terutama terkait dengan besaran kredit yang dapat diberikan (yaitu maksimum Rp. 100 juta untuk individu dan maksimum Rp. 500 juta untuk kelompok) dan juga tenor waktu yang diberikan (yaitu maksimum 5 tahun), jenis pengembangan WtE yang berpeluang untuk diberikan kredit program adalah pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu dan pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi dimana untuk pengembangannya membutuhkan biaya yang besarnya dapat kurang dari Rp. 100 juta untuk setip unitnya. Untuk pengembangan jenis WtE yang lain dapat menggunakan sumber pendanaan yang lain seperti PIP atau skema kredit program yang baru, dikarenakan pengembangannya dibutuhkan biaya yang lebih besar dari batas maksimum KKP-E.

Fokus dari analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi pada berbagai jenis pemanfaatan limbah dalam kajian ini mencakup (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi. Secara keuangan, hampir semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini layak untuk dikembangkan, namun sangat tergantung dari kondisi awal. Potensi yang layak adalah pengembangan produk bersih dan biogas dari limbah industri tahu (pengembangan biogas industri tahu yang dibarengi dengan pengembangan produk bersih), pengembangan biogas dari limbah/kotoran peternakan sapi (terutama untuk penggantian gas LPG, sementara untuk penggantian dari bahan bakar kayu sangat tergantung dari harga kayu bakar di daerahnya), pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industri kelapa sawit (POME) (terutama untuk penggantian solar, bukan untuk menjual produk listriknya), pembangkit listrik dari pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk pemanas/pengering pada silo padi/jagung.

Untuk beberapa jenis WtE yang layak secara keuangan tersebut di atas dapat dilakukan tanpa diberikan dukungan bantuan subsidi bunga. Sedangkan untuk jenis pengembangan yang tidak layak secara keungan, seperti misalnya pengembangan biogas industri tahu yang tanpa dibarengi dengan pengembangan produk bersih, pengembangan biogas dari limbah peternakan sapi untuk penggantian kayu bakar (yang sangat tergantung harga kayu bakar), dan pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industri kelapa sawit (POME) dimana produk listriknya dijual, dibutuhkan subsidi bunga atau bantuan lain dalam pembiayaan pengembangan WtE agar menjadi layak. Namun demikian, untuk mendorong agar masyarakat tertarik untuk melakukan pengembangan WtE, tetap dibutuhkan insentif berupa subsidi bunga melalui kredit program untuk semua jenis pengembangan WtE.

Secara ekonomi, berdasarkan hasil analisis biaya dan manfaat (CBA), semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini (mencakup: (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian

Page 8: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia v

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

v Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi) layak untuk dikembangkan, dengan rasio manfaat per biayanya (BCR) yang bervariatif. Variasi dari nilai BCR sangat tergantung dari: (a) besarnya investasi yang dibutuhkan; (b) kondisi awal dari jenis dan harga energi yang disubstitusi dengan biogas dan biomassa (WtE atau bioenergi); (c) pemanfaatan/penggunaan dari produk WtE.

Berdasarkan pengalaman dari berbagai negara yang mengembangkan WtE, terdapat beberapa kunci sukses dalam pengembangan WtE, antara lain: (a) harga energi fosil dan listrik yang tinggi dan tidak bersubsidi; (b) dilakukan untuk mensubstitusi jenis energi fosil yang digunakan; (c) keberlanjutan ketersediaan limbah; (d) terbatasnya lahan untuk pembuangan limbah; (e) tingginya tipping fee untuk pembuangan sampah/limbah; (f) Kebijakan untuk lebih mendukung pengembangan WtE; dan (g) dukungan publik akan pengembangan WtE.

Saran/rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari kegiatan Analisis Biaya Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara lain:

a. Masih terdapat perbedaan teknis terkait ukuran, spesifikasi, dan standar biaya untuk pengembangan setiap jenis WtE. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan koordinasi dan penyepakatan diantara kementerian teknis yang terkait, yaitu Kementerian ESDM dan KLH;

b. Untuk pengembangan WtE awal, dapat dilakukan melalui kredit program dengan pola subsidi bunga yang eksisting saat ini, yaitu skema Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) untuk 2 (dua) jenis pengembangan WtE yang potensial, yaitu biogas dari limbah industri tahu dan biogas dari kotoran sapi;

c. Untuk pengembangan WtE yang lain (pembangkit listrik dari biogas POME dan biomassa pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk pemenas/pengering/ silo padi/jagung), dapat menggunakan skema PIP, pembiayaan perbankan atau skema kredit program yang baru;

d. Agar dalam pengembangan WtE melalui kredit program tidak tumpang tindih dengan program-program yang sudah ada, terutama dari Kementerian ESDM dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, maka perlu dilakukan penentuan kriteria penerima manfaat (beneficiaries) dan pemetaan lokasinya (zoning), baik oleh Kementerian ESDM maupun KLH;

e. Bank Pelaksana adalah pelaku utama yang menjadi faktor penentu dalam keberhasilan pelaksanaan program pengembangan WtE melalui kredit program. Untuk pelibatannya, diperlukan sosialisasi, baik oleh Kementerian Keuangan, KLH dan Kementerian ESDM untuk mendorong mereka agar tertarik dalam pembiayaan WtE. Selain sosialisasi, diperlukan juga dukungan teknis dari kementerian teknis (KLH dan Kementerian ESDM) untuk membantu perbankan, misalnya melalui technical assistant (TA) dalam pengembangan WtE. Bank Pelaksana yang diprioritaskan adalah perbankan yang pernah atau sedang melakukan pembiayaan melalui kredit terhadap pengembangan WtE, antara lain Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan beberapa Bank Pembangunan Daerah; dan

f. Sebagai payung hukum pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE, dibutuhkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu Perubahan Ketiga atas PMK Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) di Kementerian Keuangan RI. Selain itu, di kementerian teknis (yaitu KLH dan/atau Kementerian ESDM), dibutuhkan Peraturan Menteri LH atau Peraturan Menteri ESDM terkait dengan pedoman teknis pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE, seperti yang juga dilakukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pelaksanaan KKP-E.

Page 9: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesiav�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

vi Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Dari hasil pelaksanaan kajian tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini, masih banyak langkah tindak lanjut yang diperlukan untuk merealisasikan, baik yang dilakukan oleh kementerian teknis (yaitu KLH dan Kementerian ESDM), Kementerian Keuangan maupun Bank Pelakana. Guna menindaklanjuti hasil kajian ini, masih diperlukan FGD kembali dengan pihak perbankan selaku pelaksana dari rencana kegiatan Kredit Program bagi WtE ini, yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI) Direktorat Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI. Beberapa hal yang juga masih perlu dilakukan, terutama oleh kementerian teknis, antara lain:

a. Penentuan kriteria calon penerima manfaat (beneficiaries) dari program, baik dari sisi KLH maupun Kementerian ESDM. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih program ini dengan kegiatan/program serupa yang lain yang sedang dilaksanakan oleh KLH maupun Kementerian ESDM. Pemetaan (zonasi) penerima manfaat antara program-program yang sedang berlangsung dengan program yang akan diusulkan dibiayai dengan kredit program juga menjadi penting. Dengan adanya kriteria penerima manfaat dan pemetaannya yang jelas, maka diharapkan program ini akan lebih tepat sasaran;

b. Penyusunan daftar calon bank pelaksana (beserta contact person (CP)-nya) yang sudah berpengalaman dalam mendukung dan melaksanakan program-program terkait dengan lingkungan maupun energi yang selama ini telah menjadi mitra baik KLH, Kementerian ESDM maupun Kementerian Keuangan. Diharapkan dengan adanya kesediaan dari bank pelaksana yang berpengalaman, maka program ini akan lebih mudah untuk dijalankan dan tujuan dari program ini akan lebih tepat sasaran; dan

c. Dalam menuju proses penyiapan rancangan peraturan berupa Rancangan Peraturan Menteri Keuangan dan juga peraturan dari kementerian teknis, maka diharapkan agar KLH dan Kementerian ESDM kiranya dapat mempersiapkan nama dan alamat calon penerima manfaat (beneficiaries) dalam sebuah daftar yang nantinya dapat disampaikan kepada Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI), Direktorat Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI sebagai dasar dalam disbursement subsidi nantinya.

Page 10: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia v��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

vii Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

DAFTAR ISI

PENGANTAR VERSI BAHASA INDONESIA ........................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................. iii DAFTAR ISI ........................................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ................................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. x DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................................ xi

PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1 1.2. Tujuan .................................................................................................................... 2 1.3. Ruang Lingkup ....................................................................................................... 2 1.4. Keluaran yang Diharapkan ..................................................................................... 3 1.5. Sistematika Penulisan Laporan .............................................................................. 3

POTENSI PENGEMBANGAN WASTE-TO-ENERGY DI INDONESIA............................ 5 2.1. Pemanasan Global, Isu Emisi dan Krisis Energi ..................................................... 5 2.2. Limbah Sebagai Sumber Energi dan Implementasi Pengembangan Waste-to-

Energy .................................................................................................................... 6 2.3. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu ........................................... 9 2.4. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi ................................... 10 2.5. Pembangunan Pembangkit Listrik dari Limbah (Biogas) Industri Kelapa Sawit

dan Biomassa dari Pelepah Sawit ........................................................................ 14 2.6. Penggunaan Limbah Biomassa Pertanian untuk Bahan Bakar

Pemanas/Pengering: Pengeringan/Silo Gabah ..................................................... 15 2.7. Pemanfaatan Sampah Perkotaan ......................................................................... 17 2.8. Pemanfaatan Limbah Cair Domestik .................................................................... 18

ALTERNATIF PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE-TO-ENERGY DI INDONESIA ...... 20 3.1. Kebutuhan Dukungan Pembiayaan ...................................................................... 20 3.2. Program Pinjaman Lunak di KLH .......................................................................... 20

3.2.1. Program Pollution Abatement Equipment (PAE) ....................................... 20 3.2.2. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 1 ......... 21 3.2.3. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 2 ......... 21 3.2.4. Program Debt for Nature Swap (DNS) ...................................................... 22 3.2.5. Program Emission Reduction Investment (ERI) ........................................ 23

3.3. Program di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral .................................. 24 3.4. Kredit Program Eksisting ...................................................................................... 25

3.4.1. Pola Subsidi Bunga (Interest Subsidy Pattern) .......................................... 25 3.4.2. Pola Jasa Penjaminan (Assurance Services Pattern) ................................ 33 3.4.3. Kredit Program Pola Kombinasi (Combination Pattern) ............................. 35

3.5. Kredit Perbankan- Agence Française de Développement (AFD) .......................... 36 3.6. Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Perdesaan ........................................ 37 3.7. Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ......................................................................... 38 3.8. Usulan Pembiayaan Waste-to-Energy Melalui Kredit Program Ketahanan

Pangan dan Energi (KKP-E) ................................................................................. 41 3.9. Peran Perbankan dan Konsep Pengembangan Skema Pembiayaan UMKM

Ramah Lingkungan .............................................................................................. 44 3.10. Minat Terhadap Pinjaman Ramah Lingkungan (Green Lending) .......................... 45

ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE-TO-ENERGY MELALUI KREDIT PROGRAM ..................................................................... 47 4.1. Asumsi Dasar ....................................................................................................... 47

Page 11: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesiav���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

viii Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

4.1.1. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu ......................................................................................................... 48

4.1.2. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi ....................................................................................... 49

4.1.3. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT dari Biogas Palm Oil Mill Effluent (POME) ........................................................................................ 50

4.1.4. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit ......... 51 4.1.5. Asumsi Dasar untuk Pemanfaatan Sekam Padi unruk

Silo/Pemanas/Pengering Gabah/Jagung ................................................... 52 4.2. Analisis Kelayakan Keuangan .............................................................................. 53

4.2.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu....................... 53 4.2.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi ........................ 55 4.2.3. Pengembangan PLT Biogas dari Limbah Industri Kelapa Sawit (POME) .. 57 4.2.4. Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit ......................................... 59 4.2.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pengering/Pemanas/Silo Padi/Jagung ... 60

4.3. Analisis Biaya dan Manfaat................................................................................... 61 4.3.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu....................... 61 4.3.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi ........................ 62 4.3.3. Pengembangan PLT dari Biogas Limbah Industri Kelapa Sawit (POME) .. 63 4.3.4. Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit .................................. 64 4.3.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pemanas/Pengering/Silo Padi/Jagung ... 64

4.4. Mekanisme Pembiayaan Investasi WtE Melalui Kredit Program ........................... 65 PENUTUP ..................................................................................................................... 70

5.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 70 5.2. Saran/Rekomendasi Kebijakan ............................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 73 LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................................... 76

Page 12: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �x

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

ix Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Ketersediaan Pasokan Energi Fosil Nasional ................................................... 8Tabel 2.2 : Program Nasional Rencana Pengurangan Emisi 2020 ..................................... 8Tabel 2.3 : Persebaran Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi 2009 - 2013* (dalam

Ekor) ............................................................................................................... 11Tabel 2.4 : Produksi Padi dan Jagung Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2011 ............ 16Tabel 3.1 : Skema Pinjaman Lunak Lingkungan ............................................................... 20Tabel 3.2 : Laporan Penyaluran per 31 Mei 2013 dan Rencana Tahunan Penyaluran

(RTP) KKP-E (dalam Rp. Juta) ....................................................................... 43Tabel 3.3 : Analisis Penggabungan WtE ke KKP-E .......................................................... 44Tabel 4.1 : Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis

Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu ................................................ 48Tabel 4.2 : Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis

Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi .............................. 49Tabel 4.3 : Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis

Pengembangan Reaktor Biogas POME .......................................................... 50Tabel 4.4 : Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis

Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit ............................................... 52Tabel 4.5 : Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis

Pemanfaatan Sekam Padi untuk Silo Gabah/Jagung ...................................... 52Tabel 4.6 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas

Industri Tahu Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) dan IRR (dalam Persen) ............................................................................................... 54

Tabel 4.7 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu Berdasarkan Hasil Hitung ROI (dalam Persen) dan PI .............. 54

Tabel 4.8 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) ..... 56

Tabel 4.9 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung IRR (dalam Persen) ........ 56

Tabel 4.10 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung ROI (dalam Persen) ....... 56

Tabel 4.11 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung PI ................................... 57

Tabel 4.12 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .......... 58Tabel 4.13 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .......... 58Tabel 4.14 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .......... 59Tabel 4.15 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME .......... 59Tabel 4.16 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan PLT Biomassa

Pelepah Sawit Berdasarkan Hasil Hitung NPV, IRR, ROI dan PI .................... 60Tabel 4.17 : Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Silo Pengering

Padi/Jagung Berdasarkan Hasil Hitung Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of Return (IRR) .......................................................................... 60

Tabel 4.18 : Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu .... 61Tabel 4.19 : Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Limbah

Peternakan Sapi Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun ............... 62Tabel 4.20 : Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT dari Biogas POME ............. 63Tabel 4.21 : Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah

Sawit Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun ................................ 64Tabel 4.22 : Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Silo Pengering Gabah ............... 64

Page 13: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesiax

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

x Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Peningkatan Suhu Permukaan Global Tahun 1999 - 2008 ........................ 6 Gambar 2.2 : Sektor Penyumbang Emisi Gas CO2 ......................................................... 7 Gambar 2.3 : Total Pasokan Sumber Energi Nasional Tahun 2011 ................................. 7 Gambar 2.4 : Komposisi Target Kontribusi Energi Nasional Tahun 2025 ........................ 9 Gambar 2.5 : Skema Model IPAL Reaktor Biogas Fixed Bed ........................................ 10 Gambar 2.6 : Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia .............................................. 11 Gambar 2.7 : Perkembangan Populasi Sapi Potong Tahun 2009-2013 ......................... 12 Gambar 2.8 : Potensi Nasional Biogas Asal Ternak Tahun 2010 .................................. 12 Gambar 2.9 : Komponen Reaktor Program Biru (Biogas Rumah Indonesia) ................. 13 Gambar 2.10 : Produksi Kelapa Sawit Indonesia (dalam Ton) Tahun 2008 – 2012 ......... 14 Gambar 2.11 : Contoh Model PLTU Mini Berbahan Bakar Limbah Biomassa

Kelapa Sawit Dengan Kapasitas Produksi Listrik 250 KW ....................... 15 Gambar 2.12 : Model Pengering Gabah .......................................................................... 17 Gambar 2.13 : Proses Konversi Biologis ......................................................................... 18 Gambar 2.14 : Proporsi Penduduk Tanpa Akses terhadap Sanitasi ................................ 19 Gambar 3.1 : Skema Kredit Ketahanan Pangan Energi ................................................. 26 Gambar 3.2 : Skema Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi

Perkebunan ............................................................................................. 28 Gambar 3.3 : Skema Penyaluran KPP NAD – Nias ....................................................... 29 Gambar 3.4 : Skema Penyaluran KUPS ........................................................................ 30 Gambar 3.5 : Skema Penyaluran S-SRG ...................................................................... 31 Gambar 3.6 : Skema instalasi Biogas Skala Rumah Tangga ......................................... 38 Gambar 3.7 : Sektor Prioritas Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ................................... 39 Gambar 3.8 : Fokus Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ke Depan .................................. 40 Gambar 3.9 : Instrumen Keuangan Pusat Investasi Pemerintah (PIP)........................... 41 Gambar 3.10 : Skema Intensif Pembiayaan Terkait Target Penurunan Emisi Nasional

2020 ........................................................................................................ 42 Gambar 3.11 : Minat UMKM Mendapatkan Pinjaman Ramah Lingkungan ...................... 46 Gambar 4.1 : Prosedur Penyaluran KKP-E kepada Petani/ Peternak/Pekebun secara

Individu atau Kelompok Tani/ Koperasi secara Langsung ke Bank .......... 66 Gambar 4.2 : Prosedur Penyaluran KKP-E oleh Petani/Kelompok Tani/Koperasi

yang Bekerjasama dengan Mitra Usaha .................................................. 67 Gambar 4.3 : Tugas dan Tanggung Jawab Lembaga yang Terkait ............................... 69

Page 14: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia x�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

xi Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

DAFTAR SINGKATAN

AFD Agence Française de Développement APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BAU Business as Usual BBM Bahan Bakar Minyak BBN Bahan Bakar Nabati BCA Bank Central Asia BI Bank Indonesia BII Bank Internasional Indonesia BKF Badan Kebijakan Fiskal BLUD Badan Layanan Umum Daerah BMKG Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BNI Bank Negara Indonesia BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana BOD Biological Oxygen Demnad BPD Bank Pembangunan Daerah BPS Badan Pusat Statistik BRI Bank Rakyat Indonesia BSCF Billion Standard Cubic Feet BUMD Badan Usaha Milik Daerah BUMN Badan Usaha Milik Negara CBA Cost and Benefit Analysis CCFL Caissecentrale de la France Libre COD Chemical Oxygen Demand DAK Dana Alokasi Khusus DAK EBT Dana Alokasi Khusus Enegi Baru Terbaruan DIPA Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran DNS Debt for Nature Swap DPR RI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ERI Emission Reduction Investment ESDM Energi dan Sumber Daya Mineral FGD Focus Group Discussion Gakoptindo Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia GDP Gross Domestic Product GHG Green-House Gas GJ Giga Joule GRK Gas Rumah Kaca HIVOS Humanistic Institute for Development Cooperation IDUL Instalasi Daur Ulang Limbah IEPC Industrial Efficiency and Pollution Control IJP Imbal Jasa Penjaminan IKM Industri Kecil dan Menengah IPAL Instalasi Pengolahan Air Limbah

Page 15: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesiax��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

xii Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change IPLP Instalasi Pengolahan Limbah Padat IPPU Instalasi Pengendalian Pencemaran Udara IRR Internal Rate of Return JBIC Japan Bank for International Cooperation KESDM Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral KfW Kreditanstalt fur Wiederaufbau KIP Kredit Investasi Pemerintah KKP-E Kredit Ketahanan Pangan dan Energi KLH Kementerian Lingkungan Hidup KOPTI Koperasi Tahu Tempe Indonesia KPEN-RP Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan KPP NAD-Nias Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias KPSP Koperasi Peternakan Sapi Perah KSRG Kredit Subsidi Resi Gudang KTT Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan KTS Kotoran Ternak Segar KUMK Kredit Usaha Mikro Kecil KUPS Kredit Usaha Pembibitan Sapi KUR Kredit Usaha Rakyat LKP Lembaga Keuangan Pelaksana LPG Liquefied Petroleum Gas LPS Lembaga Penjamin Simpanan LULUCF Land Use, Land-Use Change and Forestry MW Mega Watt NPV Net Present Value PAE Pollution Abatement Equipment PDAM Perusahaan Daerah Air Minum PDB Produk Domestik Bruto PI Profitability Index PIP Pusat Investasi Pemerintah PKPPIM Pusat Kebijakan Pendanaan Perubahan Iklim dan Multilateral PLN Perusahaan Listrik Negara PLTMH Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTSa Pembangkit Listrik Tenaga Sampah PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap PMK Peraturan Menteri Keuangan PNM Permodalan Nasional Madani POME Palm Oil Mill Effluent PPP Public Private Partnership PT Perusahaan Terbatas RDKK Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok RKU Rencana Kebutuhan Usaha

Page 16: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia x���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

xiii Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

ROI Return on Investment S-SRG Skema Subsidi Resi Gudang SBI Sertifikat Bank Indonesia SNV Netherlands Development Organization TAU Team Assistance Unit TBS Tandan Buah Segar TDL Tarif Dasar Listrik TSCF Trillion Standard Cubic Feet TSS Total Suspended Solid UMKM Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKMK Usaha Mikro, Kecil, Menegah dan Koperasi UNEP United Nations Environment Programme UNFCCC United Nations Framework Convention on Climate Change UNICEF United Nations International Children's Emergency Fund WHO World Health Organization WMO World Meteorological Organization WtE Waste-to-Energy WWTP Waste Water Treatment Plant

Page 17: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to
Page 18: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

1 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan cukup besar, salah

satunya adalah berasal dari limbah. Limbah berupa limbah perkotaan, sektor pertanian, sektor industri dan lain-lain dapat dimanfaatkan untuk dikonversikan sebagai energi, baik berupa energi bahan bakar/pemanas maupun listrik. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) (2011), Indonesia mempunyai potensi biomassa sebesar 885,2 juta Gigajoule (GJ) pertahun. Potensi kalori sebesar itu diperoleh diantaranya jenis limbah peremajaan kebun karet (496,0 juta GJ pertahun), sisa lodging (11,0 juta GJ pertahun), limbah industri penggergajian kayu (10,6 juta GJ pertahun), tandan kosong kelapa sawit (15,4 juta GJ pertahun), sabut sisa kelapa sawit (35,3 juta GJ per tahun), cangkang buah sawit (17,2 juta GJ per tahun), bagas tebu (78,0 juta GJ per tahun), sekam padi (179,0 juta GJ per tahun), tempurung kelapa (18,7 juta GJ pertahun) serta sabut kelapa (24,0 juta GJ per tahun).

Potensi sumber listrik dari limbah tersebut dapat mencapai 50 ribu MW, yang merupakan potensi sumber daya energi terbesar kedua setelah hidro dalam skala besar. Pemanfaatan limbah tersebut sampai saat ini masih sekitar 1600 MW atau sekitar 3,25% dari potensi yang ada. Dari Program Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik Berbasis Bio-Energi yang dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN-Persero), kondisi kapasistas eksisting pembangkit listrik yang ada yang berasal dari biomassa (berbasis kelapa sawit), biogas, dan sampah perkotaan yang terhubung dengan jaringan listrik PLN baru sebesar 61 MW pada bulan Februari 2012, yang akan ditingkatkan kemudian sebesar 197 MW pada tahun 2013 dan ditingkatkan lagi sebesar 544 MW pada tahun 2014 (sehingga menjadi 741 MW pada tahun 2013/2014)

Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya beban biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan semakin besarnya pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Masih tingginya ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah kaca (GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan biomassa, salah satunya limbah menjadi energi dapat dijadikan alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan tersebut.

Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebagai energi alternatif memberikan dampak positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi dikarenakan limbah pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan hanya akan menjadi sampah apabila tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya dapat menjadi lebih efisien dikarenakan penanganan limbah secara khusus seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya mengurangi penggunaan lahan khusus untuk penampungan limbah, yang pada akhirnya akan menghemat biaya penanganan limbah.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian ESDM telah melaksanakan studi dan juga telah menjalankan beberapa proyek terkait pemanfaatan limbah untuk dijadikan energi (waste-to-energy (WtE)).1 Khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup, studi tersebut bertujuan untuk mengembangkan program pembiayaan investasi WtE untuk 1 Kajian Teknis Peluang Pemanfaatan Biogas untuk Pembangkit Sendiri pada Industri, Kementerian Energi dan

Sumber Daya Mineral, 2012 Kajian Kelayakan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari Limbah Cair PKS di Kabupaten Rokan Hulu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012 Analisis Kelayakan Investasi POME, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012 Ragam Investasi Waste to Energy, Kementerian Lingkungan Hidup, 2011

Page 19: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

2 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

beberapa hal, antara lain (a) penangkapan gas metan di limbah peternakan sapi (biogas); (b) efisiensi dan penangkapan gas metan di limbah industri tahu (biogas); (c) limbah pertanian (biomassa); (d) industri pengolahan (panas menjadi energi); (e) WtE umum (biomassa dari pelepah pohon kelapa sawit, biogas dari pabrik kelapa sawit, dan limbah domestik (kotoran manusia)); (f) flaring pada industri minyak dan gas bumi (KLH, 2013). Dari berbagai jenis WtE, terdapat empat jenis tipe WtE yang diusulkan untuk didukung melalui pembiayaan investasi, yaitu (a) reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi.

Pemanfaatan limbah menjadi energi dalam skala kecil dan menengah, baik oleh industri kecil dan menengah (IKM) maupun rumah tangga, masih relatif sedikit di Indonesia, salah satunya dikarenakan keterbatasan pendanaan yang dimiliki oleh IKM dan rumah tangga. Oleh karena itu, diperlukan dukungan pembiayaan investasi limbah menjadi energi, salah satunya melalui kredit program.

Terdapat beberapa jenis kredit program yang didukung oleh Kementerian Keuangan, salah satunya adalah Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dimana terkait dengan energi masih ditujukan untuk pengembangan bahan baku Bahan Bakar Nabati (BBN), yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79/PMK.05/2007 sebagaimana telah diubah dua kali, yaitu melalui PMK Nomor 48/PMK.05/2009 dan PMK Nomor 198/PMK.05/2010. Kredit program tersebut dilakukan melalui subsidi bunga, dan sangat dimungkinkan pula bahwa pengembangan WtE dilakukan dengan mekanisme yang sama, namun perlu dilakukan penyesuaian, khususnya terkait dengan regulasi yang ada.

Pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program, selain memiliki manfaat, tentunya memiliki konsekuensi logis terhadap biaya. Manfaat yang diproleh baik secara keuangan, ekonomi, maupun lingkungan, diharapkan dapat lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk membuktikan hal tersebut, dan juga sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan kebijakan ke depan, diperlukan analisis biaya dan manfaat yang cukup komperehensif dari pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program.

1.2. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan

Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program adalah untuk mengidentifikasi dan melakukan analisis biaya dan manfaat terkait dengan usulan skim pembiayaan investasi kredit program untuk mendukung pengembangan WtE untuk beberapa jenis atau tipe pengembangan WtE. Hasil analisis tersebut nantinya akan digunakan oleh Pusat Kebijakan Pendanaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM)-Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk menyiapkan kebijakan terkait dengan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program.

1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat

Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini adalah:

a. Mengidentifikasi berbagai jenis potensi pemanfaatan limbah yang dapat dikonversikan menjadi energi, khususnya yang berasal dari limbah peternakan sapi, industri tahu, perkebunan/industri kelapa sawit, dan biomassa pertanian padi di Indonesia;

Page 20: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

3 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

b. Mengidentifikasi berbagai jenis pembiayaan melalui kredit program yang ada saat ini dan berpotensi untuk dimanfaatkan dalam pembiayaan investasi limbah menjadi energi yang didukung oleh Pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan;

c. Melakukan analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi pada berbagai jenis pemanfaatan limbah, yang mencakup (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi.

d. Melakukan analisis biaya dan manfaat dari pembiayaan investasi limbah menjadi energi yang nantinya diusulkan, yang mencakup (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi, dan

e. Menyusun draft rekomendasi kebijakan untuk pengembangan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program berdasarkan hasil analisis kelayakan keuangan dan analisis biaya dan manfaat.

1.4. Keluaran yang Diharapkan Keluaran (output) yang diharapkan dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan

Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini adalah:

a. Berbagai jenis pembiayaan investasi limbah menjadi energi (WtE) melalui mekanisme kredit program dan lainnya yang didukung oleh Pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan. Hasil studi ini juga merekomendasikan jenis pembiayaan investasi yang cocok untuk mendukung pengembangan WtE;

b. Analisis kelayakan keuangan untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program pada berbagai jenis pemanfaatan limbah, yang mencakup empat jenis yaitu (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi

c. Analisis biaya dan manfaat untuk pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program pada berbagai jenis pemanfaatan limbah, yang mencakup empat jenis yaitu (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari perkebunan dan industri kelapa sawit; dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi; dan

d. Draft Nota Dinas ke Menteri Keuangan terkait usulan pembiayaan investasi melalui kredit program untuk mendorong pengembangan WtE di Indonesia.

1.5. Sistematika Penulisan Laporan Laporan dari pelaksanaan studi tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan

Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang tersusun dengan sistematika sebagai berikut:

Page 21: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

4 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Bab I Pendahuluan Bab ini berisikan tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, keluaran yang diharapkan dan sistematika penulisan laporan dari pelaksanaan studi.

Bab II Potensi Pengembangan Waste-to-Energy di Indonesia Bab ini menguraikan tentang limbah sebagai sumber energi alternatif, implementasi pengembangan WtE, dan berbagai potensi pengembangan WtE di Indonesia, yang mencakup pengembangan reaktor biogas di industri tahu, reaktor biogas limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari limbah industri kelapa sawit (POME) dan biomassa pelepah sawit, penggunaan limbah biomassa sekam padi untuk bahan bakar pemanas/pengering, pemanfaatan limbah cair domestik, dan pemanfaatan sampah perkotaan.

Bab III Alternatif Pembiayaan Investasi Waste-to-Energy di Indonesia Bab ini menjelaskan tentang berabgai alternatif pembiayaan investasi yang eksisting WtE di Indonesia baik melalui kredit program maupun lainnya, seperti misalnya yang berasal dari KLH, Kementerian ESDM, dan pihak lainnya. Selain itu, bab ini juga berisikan tentang usulan pembiayaan investasi WtE melalui Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).

Bab IV Analisis Keuangan dan Analisis Biaya Manfaat Pembiayaan Waste-to-EnergyMelalui Kredit Program Bab ini berisikan tentang asumsi-asumsi yang digunakan, analisis keuangan, dan analisis biaya manfaat dari pembiayaan investasi melalui kredit program, yaitu mencakup pengembangan reaktor biogas di industri tahu, reaktor biogas limbah peternakan sapi, pembangkit listrik dari limbah industri kelapa sawit (POME) dan biomassa pelepah sawit, penggunaan limbah biomassa sekam padi untuk bahan bakar pemanas/pengering seperti yang diusulkan oleh KLH dan Kementerian ESDM.

Bab V Penutup Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dan saran/rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari pelaksanaan studi ini terkait dengan dukungan pembiayaan investasi WtE melalui kredit program. Selain itu, terdapat juga langkah tindak lanjut dari pelaksanaan kajian ini.

Page 22: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

5 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

2. POTENSI PENGEMBANGAN WASTE-TO-ENERGY DI INDONESIA

Peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) akibat aktifitas manusia. Indonesia disinyalir sebagai negara peringkat empat paling berpolusi di dunia (sebagai salah satu negara penghasil GRK terbesar). Penggunaan energi adalah salah satu sektor penyumbang emisi CO2. Sampai tahun 2011, energi fosil dikonsumsi hingga 96,21% dari total energi nasional (KLH, 2013). Persoalan energi juga diiringi oleh permasalahan krisis energi dan komitmen Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011 terkait pengurangan emisi GRK, dimana Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020 dari kondisi business as usual (BAU).

Kondisi krisis energi juga menjadi perhatian serius pemerintah. Indonesia sebagai negara tropis banyak menghasilkan biogas dan biomassa termasuk bioenergi yang merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable energy). Bioenergi dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (suistainable). Dengan pendekatan penggunaan teknologi yang tepat, limbah biogas dan biomassa tersebut termanfaatkan dengan nilai guna dan nilai ekonomi tinggi (valuable). Upaya-upaya perbaikan lingkungan dengan mengimplementasikan teknologi WtE (pemanfaatan limbah menjadi energi) memerlukan dukungan untuk mempercepat pengembangannya. Dalam program pengembangan WtE, setidaknya terdapat dua indikator keberhasilan, yaitu: (1) pengurangan emisi dari kegiatan pemanfaatan WtE; dan (2) didapatkannya energi alternatif pengganti bahan bakar fosil bagi masyarakat sebagai hasil dari kegiatan pemanfaatan WtE.

2.1. Pemanasan Global, Isu Emisi dan Krisis Energi Fenomena pemanasan global telah menjadi isu utama bagi semua negara dalam

waktu belakangan. Menurut the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebagian besar peningkatan suhu global sejak pertengahan abad ke-20 dimungkinkan karena adanya peningkatan gas rumah kaca yang berasal dari aktivitas manusia.2 IPCC menyatakan saat probabilitas 95% dari masing-masing individu di planet ini bertanggung jawab untuk pemanasan global. Selain itu, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer meningkat sebesar 20% sejak tahun 1950. Dengan kata lain, tingkat konsentrasi karbon dioksida di atmosfer telah meningkat sebesar 40% sejak era pra-industri.3 Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan efek yang signifikan, seperti tingkat kenaikan air laut, cuaca ekstrim, gangguan tanaman pertanian, perubahan jalur curah hujan, hilangnya gletser; dan kepunahan hewan.4

2Summary for Policy Makers: A report of Working Group I of the Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC, 2007.3 Summary Report on Climate Change, IPCC, 20134 NASA: Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News, August 31, 2007.

Page 23: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

6 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Sumber: Wikipedia.org

Gambar 2.1: Peningkatan Suhu Permukaan Global Tahun 1999 - 2008

Upaya untuk mengendalikan pemanasan global dilakukan melalui pengurangan emisi gas rumah kaca. Protocol Kyoto mengatur enam jenis gas-gas rumah kaca yang memberikan dampak pemanasan global, yaitu karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan tiga gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC,PFC dan SF6)5. Indonesia telah disinyalir sebagai negara peringkat empat paling berpolusi di seluruh dunia. Berdasarkan data KLH, emisi GRK nasional Indonesia, dari CO2, CH4, N2O diluar emisi dari Peat Fire dan Land Use, Land-Use Change and Forestry (LULUCF), meningkat 733.017 KT CO2e di tahun 2000 di tahun 20006.

2.2. Limbah Sebagai Sumber Energi dan Implementasi Pengembangan Waste-to-Energy

Produksi energi adalah sektor penyumbang emisi CO2 terbesar. Dengan mengesampingkan sumber emisi dari LULUCF, emisi CO2 menyumbang 85% dari total emisi7. Sedangkan sisanya 15% berasal dari agrikultur, industri dan limbah. Sedangkan sampai tahun 2011, energi didominasi oleh penggunaan minyak bumi, gas alam dan batu bara. Energi fosil dikonsumsi hingga 96,21% dari total energi nasional8. Total pasokan sumber energi berupa oil sebesar 46,93%, batu bara 26,93%, dan berupa gas sebesar 21,90%.

5 The Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panei on Climate Change (IPCC) AR4, 2007. 6 Kajian Kementerian Lingkungan Hidup, 2010. 7 Kementerian Lingkungan Hidup, 2010. 8 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012.

Page 24: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

7 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2010

Gambar 2.2: Sektor Penyumbang Emisi Gas CO2

Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2012

Gambar 2.3: Total Pasokan Sumber Energi Nasional Tahun 2011

Saat ini, urgensi penyediaan energi dari sumber-sumber baru telah diintensifkan karena alasan lain selain dari kebutuhan untuk mengatasi emisi gas rumah kaca. Penggunaan energi baru dan terbarukan hanya mengisi 4,79% dari total energi nasional. Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar merupakan pengguna energi fosil yang cukup dominan dipergunakan di banyak sektor. Dalam beberapa kurun waktu terakhir, harga energi semakin mahal dan mengakibatkan subsidi energi juga semakin besar Rp. 229,8 Triliun yang dibagi untuk alokasi BBM Rp. 199,9 Triliun dan untuk alokasi Listrik Rp. 100,0 Triliun.

Namun faktanya, Indonesia masih boros dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber energinya. Pertumbuhan konsumsi energi rata-rata 7% per tahun ini belum diimbangi dengan pasokan energi yang cukup. Selain itu keterbatasan pasokan energi nasional juga semakin menipis. Cadangan sumber energi fosil sebagai pemasok sumber energi terbesar saat ini hanya bertahan untuk beberapa tahun mendatang. Kondisi konsumsi energi yang terus meningkat tajam dan cadangan energi nasional dari sumber energi fosil yang semakin menipis juga menjadi perhatian serius pemerintah.

Page 25: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

8 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Tabel 2.1: Ketersediaan Pasokan Energi Fosil Nasional

NO. FOSSIL ENERGY RESERVES PRODUCTIONPER YEAR

RESERVE TO PRODUCTION RATIO

1. Oil 4.0 billion barel 347 million barel 11 years 2. Gas 104.71 TSCF 3212 BSCF 32 years 3. Coal 28 billion ton 329 million ton 85 years

Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2012

Pemerintah berkomitmen untuk mendukung pengendalian pencemaran diantaranya adalah komotmen Pemerintah Indonesia dalam pertemuan G-20 di Pittsburg untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% jika mendapatkan bantuan internasional pada tahun 2020 dari kondisi business as usual(BAU). Pemerintah juga terdorong mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan porsi NRE (New and Renewable Energy) dalam energi nasional. Kebijakan global tentang energi nasional menyebutkan bahwa diversifikasi energi dijalankan dengan meningkatkan kontribusi NRE sebagai pemasok energi nasional, yaitu:

a) Energi Baru, Batu bara cair (Liquefied Coal), Metana batu bara (Coal Bed Methane), gasifikasi batu bara (Gasified Coal), nuklir (Nuclear), hydrogen (Hydrogen).

b) Energi Terbarukan, geothermal (Geothermal), bioenergi (Bioenergy), air (Hydro), matahari (Solar), angin (Wind), arus laut (Ocean).

Kebijakan ini diperkuat dengan perundangan melalui Peraturan Presiden Nomor 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Peraturan ini mendorong NRE berkontribusi hingga 17% di tahun 2025. Melalui visi energi nasional 2025, NRE semakin didorong untuk berkontribusi hingga 25%.

Tabel 2.2: Program Nasional Rencana Pengurangan Emisi 2020

Sectors Sectors Emission

Reduction Plan (Giga ton CO2e)

Agency

26% 15% (total 41%) Forestry and Peat 0.672 0,367 Ministry of Forestry, Ministry of Environment,

Ministry of Public Works, Ministry of Agriculture Waste 0.048 0.03 Ministry of Public Works, Ministry of

Environment Agriculture 0.008 0.003 Ministry of Agriculture, Ministry of Environment Industry 0.001 0.004 Ministry of Industry Energy and Transportation

0.038 0.018 Ministry of Transportation, Ministry of Energy and Mining, Ministry of Public Works

0.767 0.422 Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

Page 26: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

9 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Sumber: Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, 2012

Gambar 2.4: Komposisi Target Kontribusi Energi Nasional Tahun 2025

2.3. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu Industri tahu di Indonesia mempunyai peran penting, selain makanan yang biasa

dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat, industri tahu merupakan industri berskala kecil dan rumah tangga yang menghidupi banyak warga masyarakat di kalangan ekonomi menengah ke bawah. Di Indonesia, tercatat sebanyak 177 koperasi tahu dan tempe (Kopti) yang tersebar di 18 provinsi. Jumlah perajinnya mencapai 115.000 unit, dengan total jumlah tenaga kerja 1 juta orang. Industri tahu sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku kedelai. Kebutuhan bahan baku kedelai untuk perajin tahu dan tempe mencapai 132 ton per bulan9.

Industri tahu ternyata salah satu industri penyumbang emisi yang signifikan. Jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 usaha unit. Dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, industri tahu ini memproduksi limbah cair sebanyak 20 juta meter kubik per tahun dengan menghasilkan emisi sekitar satu juta ton CO2 ekivalen. Sebanyak 80% industri tahu berada di Pulau Jawa. Dengan demikian emisi yang dikeluarkan pabrik tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO2 ekivalen10.

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Kandungan organik tinggi ini yang berpotensi melepas emisi metana. Seperti perlakukan limbah kotoran sampi, limbah industri tahu tersebut juga dapat diolah dengan reaktor biogas. Penataan produksi bersih di bagian proses perlu dilakukan untuk memastikan kondisi limbah cukup memenuhi syarat untuk diolah dalam reaktor biogas.

9 Gokaptindo, 2013 10 Asdep Analisis Kebutuhan Iptek, Deputi Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek Kementerian Ristek, 2010

MinyakBumi20%

MinyakBumi23%

Page 27: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

10 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Sumber: Sri Subekti UNPAD, 2011

Gambar 2.5: Skema Model IPAL Reaktor Biogas Fixed Bed

Salah satu model pengolahan limbah industri tahu adalah dengan menggunakan model Fixed Bed Reaktor dan dibangun dengan sistem anerobik. Pertimbangannya, sistem ini memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Keuntungan lain dari sistem ini adalah dalam prosesnya menghasilkan energi dalam bentuk biogas, ampas dan air untuk makanan ikan ternak. Selain itu, prosesnya lebih stabil dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Unit pengolahan limbah cair tahu terdiri dari unit utama digaster, jaringan pipa pengumpul limbah, penampung gas, trickling filter, jaringan sisa limbah hasil olahan, kolam penampung air hasil proses.

2.4. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Sektor peternakan yang berkembang cukup baik di Indonesia salah satunya adalah

peternakan sapi perah. Populasi ternak sapi perah di Indonesia mencapai 597.100 ekor dengan penyebaran dominan di pulau Jawa. Populasi sapi perah di pulau Jawa mencapai 99% dari total populasi sapi perah di Indonesia (592.400 ekor). Selanjutnya populasi terbesar kedua adalah Sumatera sebesar 0,4% (2.400 ekor). Sebaran di pulau Jawa didominasi wilayah Jawa Timur sebesar 49,61% (296.300 ekor), dan selanjutnya Jawa Tengah 25,11% (149.900 ekor) serta Jawa Barat 23,44% (140.000 ekor) (BPS, 2011).

Page 28: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

11 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Sumber: BPS, 2011

Gambar 2.6: Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia Angka populasi sapi potong di Indonesia mengalami peningkatan angka populasi

sapi potong di tiap tahunnya selama periode 2009-2013. Pada tahun 2009, populasi sapi potong sekitar 12,7 juta ekor. Angka ini kemudian meningkat sebesar 6,44% pada tahun 2010 menjadi sekitar 13,5 juta ekor. Peningkatan angka populasi terbesar sepanjang lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2011 yang tumbuh sebesar 9,15% menjadi sekitar 14,8 juta ekor. Pada tahun 2012, angka populasi sapi potong juga meningkat menjadi sekitar 15,9 juta ekor, meskipun angka pertumbuhannya turun sedikit dari tahun sebelumnya, yakni sebesar 7,8%. Kemudian, pada tahun 2013 populasi sapi potong meningkat sedikit menjadi sekitar 16,6 juta ekor, namun dengan pertumbuhan yang cukup rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni hanya sebesar 3,92%

Tabel 2.3: Persebaran Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi 2009 - 2013* (dalam Ekor)

No. ProvinsiTahun Pertumbuhan

2013 thdp 2012 (%)2009 2010 2011 2012 2013*)

1 Nanggroe Aceh Darussalam2 Sumatera Utara 3 Sumatera Barat 4 Riau 5 Jambi 6 Sumatera Selatan 7 Bengkulu 8 Lampung 9 Bangka Belitung 10 Kepulauan Riau 11 DKI Jakarta 12 Jawa Barat 13 Jawa Tengah 14 DI Yogyakarta 15 Jawa Timur 16 Banten 17 Bali 18 Nusa Tenggara Barat 19 Nusa Tenggara Timur 20 Kalimantan Barat 21 Kalimantan Tengah 22 Kalimantan Selatan 23 Kalimantan Timur 24 Sulawesi Utara 25 Sulawesi Tengah 26 Sulawesi Selatan 27 Sulawesi Tenggara 28 Gorontalo 29 Sulawesi Barat 30 Maluku 31 Maluku Utara 32 Papua Barat

669.996 722.501 462.840 505.171 530.999 5,11394.063 412.670 541.698 609.951 625.817 2,60492.272 513.255 327.013 359.233 373.603 4,00172.394 170.105 159.855 189.060 197.340 4,38164.256 177.710 119.888 139.534 151.543 8,61342.412 347.873 246.295 260.124 277.032 6,50

97.528 103.262 98.948 105.550 111.756 5,88 463.032 496.066 742.776 778.050 834.154 7,21

9.624 9.852 7.733 8.405 9.246 10,008.323 8.693 17.338 17.251 17.440 1,10

0 0 1.691 1.214 1.214 0,00 309.609 327.750 422.989 429.637 444.155 3,38

1.525.250 1.554.458 1.937.551 2.051.407 2.092.436 2,00283.043 290.949 375.844 358.387 424.839 18,54

3.458.948 3.745.453 4.727.298 4.957.478 5.058.853 2,0473.515 69.727 46.900 55.424 56.942 2,74

675.419 683.800 637.473 651.216 660.984 1,50592.875 695.951 685.810 916.560 1.002.503 9,38577.552 600.923 778.633 814.450 817.708 0,40175.019 176.734 153.320 169.240 171.429 1,29

68.022 75.098 54.647 59.385 71.922 21,11 218.065 228.545 138.691 152.495 162.515 6,57101.176 108.321 90.748 99.986 104.985 5,00106.598 98.522 105.225 119.889 125.883 5,00210.535 211.769 230.682 250.921 257.303 2,54729.066 848.916 983.985 1.112.893 1.152.053 3,52253.171 268.138 213.736 236.511 261.008 10,36240.659 253.411 183.868 202.974 203.582 0,30124.632 135.770 72.822 79.905 88.208 10,39

79.162 83.943 73.976 83.866 95.156 13,46 45.488 45.488 60.840 64.136 68.675 7,08 36.081 37.093 41.464 52.046 62.683 20,44

Page 29: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

12 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. ProvinsiTahun Pertumbuhan

2013 thdp 2012 (%)2009 2010 2011 2012 2013*)

33 Papua 62.053 78.825 81.796 88.347 92.837 5,08 Indonesia 12.759.838 13.581.570 14.824.373 15.980.697 16.606.803 3,92

*) Angka Sementara Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2013

Sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang berpotensi menyumbang emisi metana. Sedangkan metana merupakan emisi terbesar kedua setelah CO2 dengan memberikan kontribusi 13% dari total emisi. Dengan pertimbangan ini maka emisi gas metana dan sumber emisi gas metana terbesar dari sektor peternakan perlu mendapat perhatian serius. Potensi produksi Kotoran Ternak Segar (KTS) sebagai bahan baku biogas limbah sapi mencapai 88714,88 ribu Ton pada Tahun 2010. Dari potensi produksi KTS tersebut mampu menghasilkan produksi biogas setara minyak Tanah sebesar 4,43 miliar liter per tahun. Kemudian potensi pupuk organik yang dihasilkan mencapai 35,48 miliar ton per Tahun.

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Gambar 2.7: Perkembangan Populasi Sapi Potong Tahun 2009-2013

Sumber: Kementerian ESDM, 2010

Gambar 2.8: Potensi Nasional Biogas Asal Ternak Tahun 2010

6,44

9,15

7,80

3,92

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

2009 2010 2011 2012 2013PE

RSEN

RIBU

EKO

R

Populasi Sapi Potong Pertumbuhan

RuminansiaBesar

RuminansiaKecil

NonRuminansia Unggas

Produksi KTS (Ribu Ton/th) 66,294 7,152 6,362 8,906Produksi Pupuk Organik (Ribu

Ton/Tahun) 26,518 2,861 2,545 3,563

Produksi Biogas Setara MinyakTanah ( Ribu Liter/Tahun) 3,314,719 357,623 318,084 445,318

- 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000

- 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000

Page 30: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

13 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Reaktor biogas merupakan salah satu solusi untuk mengendalikan emisi metana. Kotoran hewan ternak yang berpotensi mengahasilkan metana, akan diisolasi dalam reaktor dan ditampung produksi metananya. Gas metana terkandung dalam biogas, sebagai hasil reaktor biogas, merupakan bahan bakar yang dapat mengkonversi penggunaan minyak tanah dan elpiji untuk keperluan rumah tangga maupun usaha. Konversi energi dengan bahan bakar alternatif biogas akan menekan emisi metana yang sangat besar berkontribusi pada pemanasan global.

Keterangan: 1 : Inlet (tangki pencampur) 2 : Pipa Inlet (bisa diadaptasi untuk dihubungkan ke toilet) 3 : Digester 4 : Penampung Gas (Kubah) 5 : Manhole 6 : Outlet & Overflow 7 : Pipa Gas Utama 8 : Katup Gas Utama 9 : Saluran Pipa 10 : Waterdrain 11 : Pengukur Tekanan 12 : Keran Gas 13 : Kompor Gas dengan pipa selang karet 14 : Lampu (opsional) 15 : Lubang Bio-slurry Sumber: http://www.biru.or.id, 2013

Gambar 2.9: Komponen Reaktor Program Biru (Biogas Rumah Indonesia)

Reaktor biogas berfungsi mengubah kotoran binatang, kotoran manusia dan materi organik lainnya, menjadi biogas. Konsumsi biogas untuk skala rumah tangga antara lain digunakan sebagai bahan bakar alternatif pemanas dan generator listrik. Dari lamanya pengembangan dan aplikasi teknologi biogas di dunia, dapat dikatakan bahwa teknologi ini sudah cukup mapan dan terbukti dapat memproduksi energi non BBM yang sekaligus ramah lingkungan. Bagi masyarakat dan kalangan usaha terutama pelaku usaha mikro kecil, produksi biogas sangatlah menguntungkan.

Page 31: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

14 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar alternatif adalah mekanisme yang berguna untuk menggantikan bahan bakar fosil, seperti minyak tanah dan LPG. Ampas biogas, yang dihasilkan dari proses anaerobik dalam reaktor, berpotensi cukup baik untuk digunakan sebagai pupuk organik. Reaktor biogas adalah teknologi yang praktis dan tidak rumit untuk digunakan oleh masyarakat pedesaan. Operasi dan pemeliharaan cukup mudah dan tidak perlu kemampuan khusus. Di Indonesia, sudah ada banyak teknisi yang siap untuk menerapkan berbagai teknologi reaktor biogas.

2.5. Pembangunan Pembangkit Listrik dari Limbah (Biogas) Industri Kelapa Sawit dan Biomassa dari Pelepah Sawit

Komoditas perkebunan yang cukup besar produktifitasnya di Indonesia antara lain Kelapa Sawit, Kelapa dan Tebu. Selain dari produk utamanya, komoditas tersebut juga menghasilkan limbah Biomassa yang besar. Limbah biomassa kering kelapa sawit antara lain berupa tepas/pelepah, angkang, bungkil dan tandan kosong. Dari kelapa terdapat limbah biomassa kering berupa tempurung, serbuk kayu dan sabut. Sedangkan tebu menghasilkan limbah kering daun dan bagas/ampas tebu. Dari ketiga komoditas ini, kelapa sawit berkembang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Produksi limbah cair pabrik kelapa sawit (palm oil mill effluent, POME) di Indonesia diperkirakan sebesar 28,7 juta ton/tahun. POME adalah limbah cair kelapa sawit yang masih mengandung banyak padatan terlarut. Sebagian besar padatan terlarut ini berasal dari material lignoselulosa mengandung minyak yang berasal dari buah sawit. Umumnya pengolahan POME dilaksanakan secara konvensional yaitu dengan menggunakan sistem kolam (pond). Selain memerlukan biaya operasional dan memerlukan lahan yang luas, sistem ini juga menghasilkan emisi gas rumah kaca. Padahal POME merupakan bahan baku potensial untuk menghasilkan biogas.

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012

Gambar 2.10: Produksi Kelapa Sawit Indonesia (dalam Ton) Tahun 2008 – 2012

Kelapa, kelapa sawit, dan tebu sebagian besar menyebar di luar Pulau Jawa. Mengingat banyak daerah di luar Pulau Jawa tidak dialiri listrik, pengembangan pembangkit

Page 32: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

15 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

listrik dari limbah biomassa kering adalah solusi sempurna untuk memperlengkapi penduduk yang tinggal di luar Pulau Jawa dengan jaringan listrik.

Limbah biomassa kering memiliki potensi total kalori 2.000 sampai 3.000 kkal per kilogram limbah. Jika dibakar, akan ada uap yang dihasilkan. Uap yang dapat menghasilkan listrik melalui generator turbin uap. Potensi listrik dari semua biomasa adalah 49.810 MW yang hanya 3% (1.618 MW) saat ini sedang digunakan. Diperkirakan bahwa 60% listrik potensial dari biomassa dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif melalui pembangkit listrik tenaga uap.

Kementerian Lingkungan Hidup sendiri dalam menangani energi terbarukan memiliki pengalaman dalam pengembangan PLT Biomassa dari pelepah sawit dan Kementerian Eenergi dan Sumber Daya Mineral mengembangkan PLT dari POME (limbah pabrik kelapa sawit). Untuk mengembangkan PLT Biomassa ukuran mini (misal 200 kW) dari pelepah sawit, dibutuhkan biaya sekitar Rp. 5 miliar. Sedangkan PLT POME lebih besar dari Rp. 20 miliar, tergantung kapasitas pengolahan sawit (30 ton/jam – 1 MW, 45 ton/jam – 1,5 MW, 60 ton/jam – 2 MW). Pengembangan PLT dari pelepah sawit dan POME dilakukan untuk memproduksi listrik (dijual untuk penerangan rumah tangga atau digunakan sendiri) dan menggantikan/menghemat konsumsi solar.

Sumber: Muluk. C, 2011

Gambar 2.11: Contoh Model PLTU Mini Berbahan Bakar Limbah Biomassa Kelapa Sawit Dengan Kapasitas Produksi Listrik 250 KW

2.6. Penggunaan Limbah Biomassa Pertanian untuk Bahan Bakar Pemanas/Pengering: Pengeringan/Silo Gabah

Pertanian padi dan jagung merupakan komoditas yang cukup dominan dikembangkan di Indonesia. Dengan kondisi infrastruktur pengairan saat ini maka model pertanian yang dikembangkan masih mengandalkan kepada musim dan pasokan air hujan. Model pertanian tersebut tentunya akan menjadi kendala dalam proses penyimpanan pasca panen. Masa panen yang tidak penuh dalam satu tahun menuntut metode penyimpanan yang mampu menunjang cadangan komoditas pada masa paceklik. Salah satu teknologi yang telah dikembangkan adalah teknologi pengeringan hasil panen. Biji produk seperti

Page 33: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

16 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

gabah dan jagung dikeringkan hingga kadar air tertentu sihingga akan tahan lama untuk disimpan.

Tabel 2.4: Produksi Padi dan Jagung Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 2011

Provinsi Jenis Tanaman Produksi(Ton) Jenis Tanaman Produksi(Ton)

Indonesia Padi 70,866,571 Jagung 18,510,435 Aceh Padi 1,968,474 Jagung 186,761 Sumatera Utara Padi 3,664,588 Jagung 984,453 Sumatera barat Padi 2,373,806 Jagung 525,205 Riau Padi 440,131 Jagung 30,185 Jambi Padi 685,681 Jagung 26,038 Sumatera Selatan Padi 3,593,463 Jagung 147,499 Bengkulu Padi 626,176 Jagung 90,769 Lampung Padi 3,218,232 Jagung 1,725,727 Bangka Belitung Padi 29,087 Jagung 1,061 Kepulauan Riau Padi 1,396 Jagung 818 DKI Jakarta Padi 10,141 Jagung - Jawa Barat Padi 12,009,422 Jagung 1,113,088 Jawa Tengah Padi 10,295,494 Jagung 3,042,420 DI Yogyakarta Padi 891,137 Jagung 271,751 Jawa Timur Padi 12,144,973 Jagung 5,741,833 Banten Padi 2,046,832 Jagung 11,897 Bali Padi 857,157 Jagung 57,954 Nusa Tenggara Barat Padi 2,161,442 Jagung 624,445 Nusa Tenggara Timur Padi 725,507 Jagung 711,278 Kalimantan Barat Padi 1,514,654 Jagung 161,632 Kalimantan Tengah Padi 793,576 Jagung 7,283 Kalimantan Selatan Padi 1,990,788 Jagung 104,402 Kalimantan Timur Padi 573,382 Jagung 8,492 Sulawesi Utara Padi 641,236 Jagung 439,263 Sulawesi Tengah Padi 1,033,241 Jagung 140,304 Sulawesi Selatan Padi 4,911,567 Jagung 1,440,003 Sulawesi Tenggara Padi 562,078 Jagung 69,137 Gorontalo Padi 291,248 Jagung 677,249 Sulawesi Barat Padi 429,006 Jagung 121,232 Maluku Padi 113,178 Jagung 12,315 Maluku Utara Padi 71,002 Jagung 27,146 Papua Barat Padi 26,280 Jagung 1,710 Papua Padi 172,196 Jagung 7,085 Sumber: BPS, 2013

Pengeringan hasil pertanian dimaksudkan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam bahan hasil pertanian yang dikeringkan hingga mencapai tinggal 10% sampai 12% saja, dengan hasil pengeringan seperti ini biji-bijian hasil pertanian tidak mudah diserang mikroorganisme pembusuk (Lahming, 1993). Mengingat bahwa bahan bakar biomassa (limbah-limbah pertanian, seperti gabah) dapat dimanfaatkan dalam peningkatan nilai ekonomi dan pencegahan pencemaran lingkungan. Proses pengeringan dengan memanfaatkan bahan bakar biomassa pada prinsipnya sama dengan pemanfaatannya dalam kegiatan pembangkit listrik. Namun dalam alat pengering ini, kalori yang dihasilkan dari pembakaran limbah dapat langsung dikontakkan dengan bahan/media yang akan diolah. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memiliki pengalaman dalam pengembangan sekam padi untuk pengering gabah. Untuk penggunaan sekam padi untuk pengering gabah, dibutuhkan investasi Rp. 945 juta dengan kapasitas 20 ton/hari.

Page 34: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

17 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Sumber: http://santosorising.blogspot.com, 2014

Gambar 2.12: Model Pengering Gabah

2.7. Pemanfaatan Sampah Perkotaan Pemanfaatan sampah perkotaan merupakan salah satu dari prioritas nasional bidang

energi baru dan terbarukan yang tertuang dalam agenda riset nasional 2010-2014, hal ini yang juga melatarbelakangi untuk menjadikan sampah sebagai objek penelitian dalam konversi energi listrik. Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau di buang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi. Dalam Undang-Undang No. 18 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses alam yang berbentuk padat.

PLTSa disebut juga sebagai pembangkit listrik tenaga sampah merupakan pembangkit yang dapat membangkitkan tenaga listrik dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan utamanya, baik dengan memanfaatkan sampah organik maupun anorganik. Mekanisme pembangkitan dapat dilakukan dengan metode secara pembakaran/termal dan secara biologis. Proses konversi melalui metode termal dapat dicapai melalui beberapa cara pembangkitan, yaitu dengan metode pirolisis, combustion, Plasma Arc Gasification, thermalgasifikasi.

Page 35: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

18 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Sumber: aneka-sains.blogspot.com, 2014

Gambar 2.13: Proses Konversi Biologis

2.8. Pemanfaatan Limbah Cair Domestik Selain permasalahan sampah, kawasan pemukiman juga menimbulkan dampak

pembuangan limbah cair domestik. Besarnya jumlah penduduk dan padatnya permukiman penduduk terutama di perkotaan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar terutama pada limbah cair rumah tangga. Limbah cair rumah tangga pada permukiman apabila tidak ditangani dengan cukup baik, akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan diantaranya penurunan kualitas air badan air dan air tanah, penurunan tingkat kesuburan tanah, maupun penurunan tingkat estetika suatu wilayah. Limbah cair rumah tangga biasanya dihasilkan dari kegiatan mandi, cuci, kakus, memasak, maupun kegiatan-kegiatan rumah tangga lainnya. Limbah cair rumah tangga ini juga sering disebut dengan limbah domestik. Sebagai cirikhas dari limbah ini adalah mempunyai karakteristik kaya akan zat organik disamping adanya zat padat.

Potensi kerugian ekonomi akibat sanitasi buruk mencapai US$ 6,3 Miliar atau setara Rp. 58 Triliun atau 2,3% GDP Indonesia. Hal demikian sama saja dengan kebocoran pada angka pertumbuhan ekonomi Indonesia (World Bank, 2007). Pada tahun 2011, terdapat peningkatan presentasi jumlah penduduk yang memiliki akses terhadap sanitasi yang layak di Indonesia, sebesar 55,60%. Beberapa permasalahan dalam pengembangan infrastruktur limbah cair rumah tangga antara lain terbatasnya pendanaan, terbatasnya sumber daya manusia, persepsi tentang pentingnya sanitasi masih rendah, belum efisiennya tata kelola dan kelembagaan, Sektor air limbah bukan sektor yang “seksi”. Sampai saat ini investasi sanitasi masih jauh dari kondisi ideal. Angka Investasi Sanitasi tahun 1970 – 2000 sebesar Rp. 200/kap/tahun. Selama lima tahun terakhir terjadi peningkatan menjadi Rp. 5000/kap/tahun jauh dari Angka Investasi Sanitasi Ideal yaitu Rp. 47.000/kap/tahun.11

11 World Bank, 2007 Program dan Kebijakan Kementerian PU dalam Penurunan Beban Pencemaran Air Limbah Domestik; Director for Environtment Sanitation Development, Director General for Human Settlements, Minister For Public Works, 2013

Page 36: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

19 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Sumber: WHO/UNICEF, 2012

Gambar 2.14: Proporsi Penduduk Tanpa Akses terhadap Sanitasi

Dibandingkan dengan limbah cair lainnya, kotoran manusia memiliki dampak terbesar pada sanitasi. Limbah cair domestik dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan seperti biogas reaktor dan telah dikembangkan di berbagai tempat. Contohnya adalah reaktor biogas kotoran manusia yang dikembangkan di pesantren. Pemasangan reaktor biogas di pesantren dapat mendorong pesantren untuk memperhatikan pengelolaan limbah dan penggunaan energi alternatif.

Page 37: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

20 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

3. ALTERNATIF PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE-TO-ENERGY DI INDONESIA

3.1. Kebutuhan Dukungan Pembiayaan Usaha pelestarian lingkungan hidup membutuhkan penanganan yang sistemik dan

menyeluruh. Terlebih, penanganan pelestarian lingkungan hidup dengan pemanfaatan Waste-to-Energy (WtE) memerlukan pendekatan multi-stakeholders. Kegiatan pemanfaatan WtE memerlukan penanganan dari berbagai pemangku kepentingan. Kesadaran dunia usaha khususnya UMKM akan pemanfaatan WtE membutuhkan dukungan investasi tersendiri. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mengurangi kerusakan lingkungan telah dilakukan oleh pemerintah antara lain melakukan edukasi kepada seluruh pemangku kepentingan terkait pentingnya pengelolaan lingkungan hidup, pemberian insentif (misal pembebasan bea impor, pengurangan PPh atas biaya pengolahan limbah, subsidi kompos, dan lain-lain), dan pemberian pinjaman lunak.12

3.2. Program Pinjaman Lunak di KLH Secara umum, program pinjaman lunak untuk Kementerian Lingkungan Hidup

memiliki beberapa karakteristik dari pinjaman, suku bunga pinjaman rendah (lebih rendah dari tarif komersial), jangka waktu pelunasan panjang: 3-10 tahun, dan masa tenggang 0-3 tahun. Masing-masing karakteristik program pinjaman lunak ini di Kementerian Lingkungan Hidup, antara lain tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 3.1: Skema Pinjaman Lunak Lingkungan

Keterangan JBIC-PAE IEPC-KfWPhase I

IEPC-KfWPhase II SKEMA DNS

Target Whole Scale SMEs SMEs SMEs Executing Bank 9 National Bank 4 BPD, 1 Bank

Nasional 2 APEX Bank, 4 BPD, 2 Bank Nasional

Bank Syariah Mandiri

Types of Credit Investment Investment Investment (60%), working capital (40%)

Investment (60%), Working Capital (40%)

Interest Rate (Effective)

SBI 10,06 % 11 % Sharing System (interest equivalent 10 %)

TechnicalAssistance

- Regional Consultant Consultant Team Consultant Team

Sumber: Asisten Deputi Pembiayaan dan Insentif, Kementerian Lingkungan Hidup, 2009

3.2.1. Program Pollution Abatement Equipment (PAE) Program PAE (Pollution Abatement Equipment) dimulai dari tahun 1992-2011

dengan sumber dana dari Jepang melalui JBIC (Japan Bank for International Cooperation)- (JBIC-PAE). Program ini dilaunching pada tahun 1992. Dana yang telah disalurkan Rp. 407,7 miliar ke 96 perusahaan semua skala. Dana revolving fund per tahun sekitar Rp. 38 miliar. Pelaksanaannya empat bank, Danamon, BII, BCA, Lippo, BNI dan Mandiri. Ini kredit investasi dengan bunga sesuai SBI. Khusus untuk Program PAE, BI bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Bank Peserta (BCA, Bank Danamon, BII, Lippo Bank, Bank Umum Nasional, PT. BBD (Persero), PT. BEII (Persero), PT. BNI (Persero), dan PT. Bapindo (Persero)). Tingkat bunga. digunakan dalam program ini mengikuti salah satu yang 12 Kajian Kesiapan UMKM Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan, 2012, BI.

Page 38: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

21 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. risiko kegagalan pinjaman sub dilakukan oleh program PAE.

3.2.2. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 1 Program Kreditanstalt fur Wiederaufbau-Industrial Efficiency And Pollution Control

Tahap I yang selanjutnya disebut Program KfW-IEPC I adalah program yang bersumber dari hibah Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW) yang dipinjamkan oleh Pemerintah c.q. Kementerian Keuangan kepada bank pelaksana untuk membiayai kegiatan investasi yang berorientasi lingkungan hidup dalam rangka pengendalian polusi dan efisiensi industri. Program IEPC (Industrial Efficiency and Pollution Control) Tahap I dimulai dari Tahun 1998-2013.

Sasaran dari program pinjaman lunak ini adalah industri dengan skala Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Bank pelaksana dari kegiatan program ini terdiri dari 4 BPD, 1 Bank Nasional yaitu Bank BNI, Bank Jateng, Bank Nagari, Bank Jabar Banten, dan BPD Bali dengan tingkat suku bunga efektif mencapai 9 – 14%. Tujuan dari pinjaman ini adalah untuk mendorong agar UMK dapat mengurangi limbah produksi melalui peningkatan efisiensi dalam penggunaan energi, bahan baku dan pengolahan limbah. Tingkat bunga yang dimasukkan pada program ini adalah 10,6%. Risiko kegagalan pinjaman sub dilakukan oleh program IPEC.

3.2.3. Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 2 Salah satu permasalahan yang dihadapi Usaha Kecil dan Menengah dalam

pengelolaan lingkungan adalah tidak tersedianya dana untuk pengadaan peralatan pencegahan dan pengendalian pencemaran. Pemerintah Indonesia menyediakan pinjaman lunak untuk membantu usaha skala kecil dan menengah dalam: (i) Investasi di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran; (ii) Meningkatkan efisiensi produksi; dan (iii) Bantuan teknis.

Dana pinjaman ini bersifat bergulir (Revolving Fund), sehingga akan diterus-pinjamkan kembali kepada nasabah yang menerapkan upaya pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan. Dana ini berasal dari bantuan Pemerintah Jerman melalui program Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2) – Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW). Oleh karena itu disebut Program Pinjaman Lunak Lingkungan IEPC-KfW Phase II.

Sasaran dari dana program pinjaman ini antara lain ditujukan bagi:

- Usaha Kecil dan Menengah (UKM) nasional, yang memiliki aset kurang dari Rp. 10 Miliar (di luar tanah dan bangunan);

- UKM sentra dan/atau individu yang berbadan hukum (CV, PT, koperasi dan lain-lain);

- Potensial mencemari lingkungan.

Dana ini dapat diberikan apabila perusahaan tersebut telah memenuhi kelayakan teknis yang ditentukan berdasarkan penilaian KLH dan kelayakan finansial yang ditentukan berdasarkan penilaian Bank Penyalur. Maksimum pinjaman adalah Rp. 5 Miliar (Rp. 10 Miliar untuk perusahaan sistem kluster) dengan tingkat suku bunga pinjaman yang kompetitif. Tingkat bunga pinjaman adalah 11% per tahun (lihat Tabel 3.1 untuk informasi lebih lanjut) dan tingkat pengembalian 3-10 tahun telah dengan pembayaran pokok pinjaman dimulai sekitar 0-1 tahun. Ketentuan pembayaran bunga dan pokok yang sesuai dengan peraturan internal bank penyalur.

Mekanisme yang dalam pengajuan dana yang harus diperhatikan dalam program Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2), yaitu:

Page 39: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

22 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

- Pengajuan permohonan pinjaman dari Perusahaan kepada Bank Penyalur. - Penilaian aspek finansial oleh Bank Penyalur; - Permohonan penilaian aspek teknis dari Bank Penyalur kepada KLH; - Penilaian aspek teknis oleh KLH; - Penyampaian hasil penilaian teknis KLH kepada Bank Penyalur; - Permohonan dana dari Bank Penyalur ke Bank Pelaksana; - Pencairan dana dari Bank Pelaksana ke Bank Penyalur; dan - Pencairan dana dari Bank Penyalur kepada Perusahaan Pemohon.

Kemudian komponen investasi yang dapat dibiayai dalam program Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2), yaitu:

- Peralatan pencegahan pencemaran (mesin produksi yang ramah lingkungan, mesin yang lebih efesien dari segi bahan baku, energi dan berkurangnya cacat serta kegagalan produk);

- Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), Instalasi Pengendalian Pencemaran Udara (IPPU), Instalasi Pengolahan Limbah Padat (IPLP), Instalasi Daur Ulang Limbah (IDUL);

- Jasa konsultasi desain sistem dan konstruksi sipil, pencegahan dan pengendalian pencemaran, serta daur ulang; dan

- Lahan tapak IPAL.

Pada komponen modal kerja yang dapat dibiayai yakni modal kerja permanen yang terkait investasi seperti bahan kimia, suku cadang dan lain-lain yang terkait dengan mesin atau alat yang dibiayai oleh IEPC2 (tidak lebih dari 40%). Sedangkan komponen investasi yang tidak dapat dibiayai dalam program Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2), yaitu:

- Biaya administrasi; - Pajak; - Bangunan pabrik, gudang, kantor, kantin; - Kompensasi dan pembebasan lahan pabrik; - Biaya operasi dan pemeliharaan; - Alat transportasi; dan - Power plant, genset.

Bank Pelaksana adalah bank yang menampung dana dari KFW Jerman dan menyalurkan melalui Bank Penyalur. Bank Pelaksana dalam program Industrial Efficiency and Pollution Control tahap ke 2 (IEPC2) adalah Bank Negara Indonesia dan Bank Ekspor Indonesia. Sedangkan bank penyalurnya adalah Bank Negara Indonesia, Bank Jateng, Bank BPD Kaltim, Bank Kalbar, Bank Bukopin, dan Bank Niaga

3.2.4. Program Debt for Nature Swap (DNS) Salah satu aksi kongkret pemerintah adalah melalui kerjasama dengan pemerintah

Jerman, yang juga memberi perhatian serius terhadap pembangunan berwawasan lingkungan. Aksi kongret tersebut adalah bekerjasama melakukan penyelamatan atau pelestarian lingkungan melalui program pembiayaan usaha kecil dan mikro yang memberi perhatian pada pelestarian lingkungan. Sumber dana pembiayaan berasal dari konversi hutang pemerintah Indonesia kepada pemerintah Jerman yang disalurkan kepada sektor usaha kecil dan mikro yang peduli terhadap pelestarian lingkungan melalui perbankan. Program tersebut dinamakan pembiayaan Debt Nature Swap-Kementrian Lingkungan Hidup (DNS-KLH).

Inti dari program DNS-KLH adalah Bank dapat membiayai usaha kecil dan mikro, dimana sumber pendanaan berasal dari alokasi pembayaran hutang pemerintah sebesar 80% dari total pembiayaan dan sisanya 20% berasal dari dana komersial perbankan.

Page 40: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

23 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Besarnya pembiayaan yang dapat diterima oleh nasabah adalah s.d. Rp. 500 juta. Beberapa Benefit yang dapat diterima oleh nasabah kecil dan mikro yang dibiayai adalah:

1) Akses ke perbankan bagi usaha kecil dan mikro menjadi lebih mudah. Selama ini usaha kecil dan mikro mengalami kesulitan dalam mengakses pendanaan dari perbankan, karena memang sifat usaha mereka yang belum bankable.

2) Tingkat bunga atau margin yang dikenakan lebih murah dari tingkat bunga perbankan secara umum yaitu setara dengan 12% eff.p.a. Sebagai informasi bahwa tingkat bunga pembiayaan kecil dan mikro di perbankan berada pada kisaran 20% eff. p.a. ke atas. Sudah lazim kita ketahui bahwa perbankan membebankan tingkat bunga yang cukup tingga untuk nasabah kecil dan mikro. Hal ini sejalan dengan tingkat risiko yang relatif tinggi di segmen ini.

3) Mensukseskan program pemerintah khususnya dalam upaya pelestarian lingkungan.

4) Membantu pemerintah dalam mengurangi hutang kepada pemerintah Jerman. Sebagai informasi bahwa Rp. 1 dana pembiayaan yang disalurkan akan melunasi Rp. 2 hutang pemerintah Indonesia kepada pemerintah Jerman. Semakin besar portofolio pembiayaan program ini, maka hutang pemerintah Indonesia akan semakin cepat terbayar.

3.2.5. Program Emission Reduction Investment (ERI) Program Emission Reduction Investment (ERI) adalah program pinjaman lunak

dengan mekanisme two step loan yang bertujuan membiayai investasi pengurangan emisi bagi industri lokal dalam mendorong penggunaan peralatan efisiensi energi. Program ini merupakan dana hibah yang berasal dari Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KFW) yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang kemudian diteruspinjamkan kepada Bank Pelaksana. ERI program merupakan kesepakatan Pemerintah Jerman dengan Pemerintah Indonesia yang terdiri dari 3 (tiga) komponen:

- Dana untuk pinjaman sebesar EUR 16,5 juta yang disalurkan kepada Loan Administrator dan/atau kepada Lembaga Keuangan terpilih untuk membiayai investasi efisiensi energi bagi usaha kecil dan menengah;

- Unit Bantuan Teknis (Technical Assistance Unit) sebesar EUR1,5 juta untuk mendukung pelaksanaan, pemasaran, peningkatan kapasitas, perispan program, dan portofolio pengembangan bagi lembaga pelaksana dan industri.

- Sebesar EUR 2,0 juta dialokasikan untuk suatu pengembangan skema insentif untuk mendorong investasi hemat energi/energi efisiensi.

Program ini diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kesadaran akan pentingnya ERI dan memberikan informasi tentang manfaat komersial dari program ini. Selanjutnya, dapat mengembangkan fasilitas pendanaan yang berkelanjutan untuk investasi pengurangan emisi dalam pembangunan berkelanjutan untuk usaha kecil dan menengah. Tujuan lain dari ERI adalah untuk meningkatkan kapasitas lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam program ERI dan perusahaan lokal, dan membangun portofolio ERI untuk dipilih melaksanakan lembaga keuangan. Sedangkan beberapa tipe pinjaman dalam program ERI antara lain sebagai berikut, yaitu:

a) Tipe 1: Pinjaman sampai Rp. 750 juta untuk Investasi ERI skala kecil yang telah distandardisasi:

- Skala kecil investasi ERI berdasarkan daftar teknologi dan peralatan (pendekatan berdasarkan teknologi);

- Jumah pinjaman sampai Rp. 750 juta (mendekati USD 90.000);

Page 41: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

24 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

- Lama pinjaman sampai 5 tahun; - Tidak dibutuhkan jasa/input konsultansi.

b) Tipe 2: Pinjaman sampai Rp. 10 Miliar untuk investasi ERI skala usaha menengah

- Skala menengah investasi ERI (pendekatan berdasarkan penilaian/assessment based approach)

- Jumlah pinjaman sampai Rp. 10 Miliar; - Lama pinjaman sampai 7 tahun termasuk grace period; - Kriteria pinjaman: min. 15% pengurangan emisi, dan project IRR > 12%; - Dibutuhkan jasa konsultansi (ERI eligibility assessment, project preparation

support)

3.3. Program di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Telah diakui secara luas bahwa energi memainkan peran penting dalam mendukung

upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium dan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat miskin di seluruh dunia. Sebagai tindak lanjut dari KTT Pembangunan Berkelanjutan, pemerintah Belanda telah menformulasikan program aksi untuk pembangunan berkelanjutan. Dengan kemampuan program untuk mengatasi hubungan antara kemiskinan dan energi yang memungkinkan akses ke jasa energi untuk 10 juta orang (2 juta rumah tangga) sebagai salah satu hasil yang diinginkan, pemerintah Belanda menyediakan EUR 500 juta untuk mempromosikan energi terbarukan di sejumlah negara berkembang. Pemerintah Belanda mengalokasikan EUR 656.535 pada program Biogas Rumah Tangga atau dipopulerkan dengan BIRU (Biogas Tumah Tangga) untuk memungkinkan pembentukan sektor biogas berorientasi pasar yang layak dan mandiri. Program ini berlangsung dari 15 Mei 2009 sampai dengan 31 Desember 2013.

Program Biogas Rumah Indonesia atau biasa disebut dengan Program BIRU adalah program 4 tahun yang dikelola dan diimplementasikan oleh HIVOS (Institut Kemanusiaan untuk Kerjasama Pembangunan) dengan bantuan teknis dari SNV (Lembaga Pembangunan Belanda) yang bertanggung jawab untuk pertukaran pengetahuan selama fase implementasi program. Program ini didanai seluruhnya oleh Kedutaan Besar Kerajaan Belanda dan dukungan penuh dari Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi dari Kementrian Energi Sumber Daya Mineral RI.

Secara keseluruhan, program ini bertujuan untuk mempopulerkan reaktor biogas rumah sebagai sumber energi lokal yang berkelanjutan melalui pengembangan pasar sektor komersial berorientasi pasar di provinsi terpilih di Indonesia. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga hingga delapan provinsi di Indonesia melalui konstruksi reaktor biogas rumah. Ini menargetkan setidaknya 8.000 reaktor biogas akan dibangun di rumah dan reaktor dapat memberikan berbagai keuntungan.

Pemanfaatan teknologi biogas secara langsung berkontribusi terhadap naiknya tingkat kesejahteraan hidup rumah tangga di pedesaan khususnya bagi anak-anak dan perempuan. Hal ini sekaligus membuka kesempatan kerja dengan membuka sektor bisnis dan usaha (mulai dari pemasok hingga pekerja). Manfaat lain termasuk metode yang hemat waktu dan dana seperti pengurangan berbagai bahan bakar yang tidak terbarukan seperti kayu bakar, batu bara dan bahan bakar fosil yang telah terbukti merusak baik lingkungan dan kesehatan; mempromosikan hidup organik melalui penggunaan bio-slurry atau ampas biogas yang menyuburkan tanah sehingga menghasilkan panen perkebunan dan pertanian yang lebih tinggi hingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi lokal.

Berdasarkan studi kelayakan yang telah dilakukan sebelum inisiasi program, pulau Jawa, Sumatera Barat dan Bali menjadi fokus awal program BIRU karena populasi ternak di lokasi-lokasi ini tinggi dengan sebagian besar hewan ternak dikandangkan. Meski demikian, keputusan ini tidak hanya mempertimbangkan potensi pasar teknis semata, namun juga

Page 42: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

25 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

keberadaan dari kemampuan pelaksana untuk segera mengikutsertakan diri dalam beberapa fungsi primer dari program nasional: konstruksi dan jasa pasca penjualan serta pemberian kredit. Pemilihan provinsi-provinsi target biasanya diawali dengan pelaksanaan studi pasar. Pada saat ini, Program BIRU beroperasi di tujuh provinsi di Indonesia (Jawa Barat, DI Yogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Lampung).

3.4. Kredit Program Eksisting 3.4.1. Pola Subsidi Bunga (Interest Subsidy Pattern) a. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)

Dalam rangka mendukung Program Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Bahan Baku Bahan Bakar Nabati, diperlukan pendanaan yang mengedepankan peran perbankan nasional dengan subsidi bunga dari Pemerintah. Selain itu, agar penyediaan, penyaluran dan pertanggungjawaban pendanaan KKP-E dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, perlu diciptakan suatu skema dan mekanisme kredit yang terpadu. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 tentang Perubahan Pertama Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tanggal 17 Juli 2007 tentang KKP-E dan terakhir kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tanggal 23 November 2010.

Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atas dasar permohonan bank yang bersangkutan, yang kemudian diatur dalam Perjanjian Kerjasama Pendanaan (PKP) antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E. Plafon KKP-E Per Bank Pelaksana Per Kelompok Kegiatan ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan Program Kementerian Teknis, Komitmen Pendanaan Bank Pelaksana, Alokasi Subsidi Bunga dalam APBN, dan pendapat Komite Kebijakan.13

Peserta KKP-E adalah Petani/Peternak/Pekebun/Nelayan dan Pembudidaya Ikan yang tergabung dalam Kelompok/Koperasi secara mandiri atau bekerjasama dengan Mitra Usaha. Calon Peserta KKP-E mengajukan KKP-E kepada Bank Pelaksana dengan dilampiri Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang telah disetujui Dinas terkait,14 diseleksi dan ditetapkan sebagai Peserta KKP-E oleh Bank Pelaksana.

Kegiatan Usaha yang dibiayai KKP-E adalah:

1) Pengembangan Tanaman Pangan; 2) Pengembangan Hortikultura; 3) Pengembangan Perkebunan; 4) Pengembangan Pengadaan Pangan berupa gabah, jagung, kedelai dan perikanan; 5) Peternakan; 6) Penangkapan dan Pembudidayaan ikan; dan 7) Pengadaaan/peremajaan peralatan, mesin dan sarana lain yang diperlukan untuk

menunjang kegiatan usaha dari huruf a s/d f di atas.

Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus usaha dan tanam, paling lama 5 (lima) tahun. Tingkat bunga peserta KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditambah 5% untuk kegiatan usaha perkebunan (tebu) dan ditambah 6% untuk kegiatan usaha non perkebunan (tebu).

13 Dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Perekonomian Nomor 32 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Keputusan Menko Prekonomian Nomor: KEP-05/M.EKON/01/2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan bagi UMKMK. 14 Misalnya: Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten/Kota.

Page 43: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

26 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Plafon Peserta KKP-E per individu maksimum sebesar Rp. 100 juta dan untuk Koperasi, Kelompok Tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani (KKP-E Pengadaan pangan gabah, jagung, dan kedelai serta perikanan) maksimum sebesar Rp. 500 juta. Sedangkan untuk pengadaan/ peremajaan peralatan dan mesin, batas maksimum kredit adalah sebesar Rp. 500 juta.

Gambar 3.1: Skema Kredit Ketahanan Pangan Energi

Bank Pelaksana KKP-E sebanyak 22 bank yang menyediakan alokasi kredit KKP-E dengan plafon total sebesar Rp. 9,34 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Outstanding KKP-E s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp. 4,01 triliun atau sebesar 42,92% dari total plafon. Realisasi subsidi bunga TA 2012 sebesar Rp. 196,08 miliar (87,20%) dari alokasi TA 2012 sebesar Rp. 224,86 miliar. Formulasi perhitungan KKP-E adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KKP-E yang telah dibayarkan kepada Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan Monitoring dan Verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KKP-E sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara. Pelaksanaan Monitoring dan Verifikasi dilakukan dengan:

1) Meminta data perkembangan pelaksanaan KKP-E yang meliputi penyaluran, pengembalian, outstanding, dan jumlah debitur serta informasi lainnya terkait dengan pelaksanaan KKP-E kepada Bank Pelaksana;

2) Memberikan lembar isian kepada Bank Pelaksana KKP-E untuk diisi oleh petugas bank yang menangani/memahami masalah KKP-E; dan

3) Memilih dan mengunjungi satu atau dua sampel peserta KKP-E dengan mempertimbangkan jarak dan waktu pelaksanaan monitoring KKP-E.

b. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2006, Pemerintah

telah mencanangkan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati. Guna mempercepat pertumbuhan sektor riil melalui pengembangan perkebunan, Menteri Pertanian telah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian No. 33/Permentan/OT. 140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Pelaksanaan program pengembangan tanaman bahan baku bahan bakar nabati dan

Page 44: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

27 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

revitalisasi perkebunan didukung pendanaan yang mengedepankan perbankan nasional. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan 2, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.06/2006 tanggal 30 Nopember 2006 tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP).

KPEN-RP diberikan langsung kepada Petani Peserta atau melalui Mitra Usaha. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan menunjuk Bank Pelaksana berdasarkan permohonan bank yang bersangkutan. Antara Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Bank Pelaksana dibuat Perjanjian Kerjasama Pendanaan.

Tingkat bunga KPEN-RP ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis dengan ketentuan setinggi-tingginya sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 5%. Menteri Keuangan menetapkan bagian tingkat bunga KPEN-RP yang dibebankan kepada Petani Peserta atas usul Menteri Pertanian, setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga atas KPEN-RP diberikan sebesar selisih antara tingkat bunga KPEN-RP dengan tingkat bunga KPEN-RP yang dibebankan kepada Petani Peserta.

Tingkat bunga KPEN-RP ditinjau dan ditetapkan kembali setiap 6 (enam) bulan pada tanggal 1 April dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Bank setelah mendengar pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga dibayarkan setiap 3 bulan berdasarkan data penyaluran yang disampaikan Bank Pelaksana. Pemerintah memberikan Subsidi Bunga selama masa pengembangan.

Untuk mengetahui kebenaran perhitungan subsidi bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan kepada Bank Pelaksana, maka perlu dilakukan verifikasi terhadap pembayaran subsidi bunga KPEN-RP sebagaimana ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah dan Bank Pelaksana KKP-E dan Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara.

Pembangunan di perkebunan yang dapat didanai melalui KPEN-RP mencakup perluasan, rehabilitasi, dan penanaman kembali kelapa sawit, karet, dan kakao. Ambang batas untuk setiap peserta KPEN-RP adalah luas maksimum lahan empat hektar sebagaimana telah disesuaikan dengan peraturan yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Keuangan. Periode pembangunan perkebunan yakni maksimal 5 tahun untuk kelapa sawit dan kakao, sedangkan untuk karet adalah maksimal 7 tahun. Risiko KPEN-RP ditanggung sepenuhnya oleh Bank Pelaksana, dan/atau bersama dengan mitra bisnis, dan/atau dalam hubungannya dengan lembaga penjaminan kredit, dengan kesepakatan bersama.

Pendanaan KKP-E berasal dari Bank Pelaksana sebanyak 17 bank. Total alokasi kredit sebesar Rp. 38,61 triliun (posisi per 28 Februari 2013). Telah Akad Kredit s.d. 28 Februari 2013 adalah sebesar Rp. 7,32 triliun atau sebesar 18,97% dari total plafon. Subsidi Bunga KPEN-RP yang telah dibayarkan TA 2012 adalah sebesar Rp. 76,99 Miliar (87,40%) dari alokasi sebesar Rp. 88,09 Miliar dialokasikan anggaran subsidi bunga KPEN-RP sebesar Rp. 80,313 miliar.

Page 45: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

28 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Gambar 3.2: Skema Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP)

Formula Perhitungan Subsidi Bunga KPEN-RP

c. Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD-Nias) untuk Korban Bencana Alam Gempa dan Tsunami

Bencana alam gempa dan gelombang tsunami akhir tahun 2004 yang lalu telah mengakibatkan kerusakan yang luar biasa diberbagai aspek kehidupan masyarakat di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias. Kehilangan/kerusakan aset, ditambah dengan sarana dan prasarana perekonomian yang belum sepenuhnya pulih, yang mengakibatkan biaya operasional usaha menjadi mahal, pada akhirnya mengakibatkan pengusaha lokal sulit untuk segera bangkit kembali dari keterpurukan akibat bencana alam tersebut.

Rapat konsultasi antara Tim Pengawas Penanggulangan Bencana Alam di Propinsi NAD dan Nias Sumatera Utara - DPR RI dengan Pemerintah c.q. Menteri Keuangan pada tanggal 27 Maret 2007 disepakati bahwa pengusaha lokal perlu dibantu dan diberdayakan untuk dapat berperan serta mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi perekonomian Provinsi NAD dan Kepulauan Nias melalui penyediaan kredit dengan tingkat bunga yang terjangkau yang mengedepankan pendanaan perbankan dengan subsidi bunga Pemerintah.

Sebagai tindaklanjut hasil Rapat di atas dan sebagai pelaksanaan Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias korban bencana Alam Gempa dan Tsunami, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tanggal 23 Juli 2008 tentang Kredit Pemberdayaan Pengusaha NAD dan Nias (KPP NAD dan Nias). Surat Kuasa Menteri Keuangan No. SKU-295/MK/2008 tanggal 20 Agustus 2008 tentang pelimpahan kuasa kepada Dirjen Perbendaharaan dalam rangka KPP NAD dan Nias.

Page 46: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

29 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Terkait Pelaksanaan dari kegiatan ini telah dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan No.135/PMK.05/ 2008 pada tanggal 18 Agustus 2008 di Banda Aceh, NAD dan tanggal 24 Agustus 2008 di Nias, Kepulauan Nias (Sumatera Utara);

2) Penetapan Bank Pelaksana KPP NAD dan Nias, yaitu PT. Bank Sumut dan PT. BPD Istimewa Aceh, Bank Mandiri dan Bank BNI (Bank BRI menolak untuk menjadi bank pelaksana); dan

3) Peraturan Gubernur NAD dan Peraturan Gubernur terkait pelaksanaan teknis KPP NAD dan Nias.

Realisasi outstanding penyaluran KPP NAD-Nias s/d 28 Februari 2013 oleh BPD Aceh, BPD Sumatera Utara, BNI dan Bank Mandiri selaku Bank Pelaksana sebesar Rp. 26,33 miliar (3,13%) dari komitmen sebesar Rp. 840 miliar dan realisasi subsidi bunga Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 1,39 miliar (27,86%) dari alokasi subsidi sebesar Rp. 5 miliar.

Gambar 3.3: Skema Penyaluran KPP NAD – Nias

Pembayaran subsidi bunga KPP NAD Nias kepada Bank Pelaksana dilakukan berdasarkan saldo harian KPP-NAD secara bunga tunggal dan dihitung berdasarkan hari yang sebenarnya dengan ketentuan 1 (satu) tahun dihitung 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sebagai faktor pembagi tetap, dan dibayarkan setiap 6 bulan, dengan ketentuan:

1) periode bulan Oktober s.d. Maret, subsidi bunga ditagihkan pada bulan April; dan

2) periode bulan April s.d. September, subsidi bunga ditagihkan pada bulan Oktober.

Subsidi bunga KPP NAD-Nias diberikan selama jangka waktu pinjaman dan tidak termasuk untuk perpanjangan jangka waktu pinjaman dan tambahan plafon.

Page 47: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

30 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

d. Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) Berdasarkan surat Menteri Keuangan RI No. 258/KU.300/M/10/2008 tanggal 21

Oktober 2008, diputuskan dalam rakortas Wakil Presiden tanggal 24 Juni 2008 bersama beberapa Menteri Kabinet dan calon Bank Pelaksana untuk pengadaan satu juta ekor bibit sapi dalam lima tahun. Pelaku Usaha perlu diberikan bantuan tingkat bunga yang memadai untuk melaksanakan program pemerintah melalui swasembada daging sapi melalui program subsidi bunga kredit yang disalurkan oleh perbankan pelaksana. Penyaluran KUPS berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.05/2009 tanggal 18 Agustus 2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK No.241/PMK.05/ 2011 tanggal 27 Desember 2011 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi, yang diantaranya mengatur tentang pemberian subsidi bunga kepada Pelaku usaha pembibitan sapi.

Realisasi penyaluran KUPS hingga 28 Februari 2013 oleh 12 Bank Pelaksana sebesar Rp. 575,24 miliar (14,51%) dari komitmen pendanaan sebesar Rp. 3,96 triliun. Sedangkan realisasi pembayaran subsidi bunga KUPS hingga 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp. 26,98 miliar (63,40%) dari plafon sebesar Rp. 42,55 miliar. 12 Bank Pelaksana KUPS adalah Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, BPD Sumut, BPD Sumbar, BPD Jateng, BPD DIY, BPD Jatim, BPD Bali, BPD NTB dan BPD Jambi.

Gambar 3.4: Skema Penyaluran KUPS

e. Kredit Skema Subsidi Resi Gudang (S-SRG) Dalam rangka membantu usaha kecil, menengah, petani serta kelompok tani dalam

mendapatkan akses kredit perbankan, maka pada rapat Panitia Anggaran DPR dan Pemerintah pada tanggal 21-24 Oktober 2008, disepakati untuk memberikan subsidi atas kepemilikan Resi Gudang yang dimanfaatkan untuk menjaga usaha produksi yang berkelanjutan.

Menindaklanjuti hal tersebut, pada bulan November 2008 telah dilaksanakan rapat antara Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Sistem Manajemen Investasi dengan Kementerian Perdagangan guna membahas rencana subsidi bunga kredit melalui skema Kredit Subsidi Resi Gudang (KSRG).

Tujuan Kredit SRG ini antara lain adalah:

Page 48: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

31 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

1) memfasilitasi petani/poktan/gapoktan dan koperasi agar dapat dengan mudah mengakses sumber pembiayaan baik bank maupun lembaga keuangan lainnya;

2) petani/poktan/gapoktan dapat memanfaatkan Sistem Resi Gudang (SRG) dalam upaya menghindari kejadian anjlok harga pada saat panen raya;

3) memfasilitasi petani/poktan/gapoktan agar mendapatkan pembiayaan/harga yang lebih baik pada saat musim paceklik.

Sasaran yang ingin dicapai melalui program Kredit SRG ini antara lain:

1) Terfasilitasinya petani/poktan/gapoktan dan koperasi dalam mengakses sumber pembiayaan baik bank maupun lembaga keuangan dalam pelaksanaan SRG di 15 Kabupaten yang tersebar di 7 provinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara dan Lampung.

2) Terfasilitasinya petani/poktan/gapoktan dan koperasi di daerah sentra produksi yang menghasilkan 8 komoditi yaitu: Gabah, beras, jagung, karet, kakao, kopi, lada dan rumput laut.

Realisasi penyaluran S-SRG per 28 Februari 2013 oleh 7 bank pelaksana (BPD Jatim, BPD Jabar, Bank BRI, BPD Kalsel , BPD DIY, BPD Sumut dan BPD Jateng) sebesar Rp. 58,54 miliar(49,19%) dari komitmen pendanaan sebesar Rp. 119 miliar. Realisasi Pembayaran subsidi bunga S-SRG Tahun Anggaran 2012 sebesar Rp. 430 juta (40,93%) dari Plafon sebesar Rp. 1,05 miliar. Rendahnya penyaluran S-SRG ini disebabkan belum tersedianya sarana pergudangan komoditas yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.

Tanggal jatuh tempo/tanggal akhir periode = tanggal terakhir pelunasan kredit oleh debitur sesuai perjanjian kredit antara debitur dan bank pelakasana S-SRG.

Gambar 3.5: Skema Penyaluran S-SRG

f. Kredit Investasi Pemerintah (KIP) untuk UMK Dalam rangka meningkatkan perkuatan akses permodalan usaha mikro dan kecil

bagi kegiatan usaha produktif, Menteri Negara Koperasi dan UKM melalui surat No.

Page 49: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

32 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

125/M.KUMK/VIII/2002 tanggal 30 Agustus 2002, mengusulkan penyediaan kredit yang berasal dari dana SU-005. Setelah medapatkan izin dari DPR melalui Kesepakatan Bersama antara Pemerintah dengan Komisi IX DPR-RI pada tanggal 19 Desember 2003, Menteri Keuangan menetapkanKeputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.6/2003 tanggal 29 Januari 2003 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.06/2005 tanggal 14 Pebruari 2005 tentang KUMK. Plafon dana SU-005 untuk pendanaan KUMK pada awalnya sebesar Rp.3,1 triliunm dan telah dialokasikan kepada 33 BUMN Pengelola/LKP KUMK yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan yang kemudian diatur dalam Perjanjian Pinjaman antara Pemerintah dan BUMN Pengeloladan LKP.

Dalam perkembangannya, Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.06/2005 tanggal 14 Pebruari 2005 tentang KUMK disempurnakan kembali melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember 2011 tentang Kredit Investasi Pemerintah (KIP) yang dananya langsung dari APBN. Dari 33 BUMN Pengelola/LKP,saat ini tinggal 23 BUMN Pengelola/LKP yang menyalurkan KUMK dengan total outstanding pinjaman Rp 2,9 tiliun, sedang 10 BUMN/LKP telah melunasi dan tidak memperpanjang.

Kredit Investasi Pemerintah, yang selanjutnya disingkat KIP, adalah pembiayaan Pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang digunakan untuk membiayai kegiatan peningkatan produksi dan/atau pengendalian polusi yang dilakukan oleh usaha mikro dan usaha kecil. KIP disediakan dengan tujuan untuk meningkatkan akses Usaha Mikro dan Usaha Kecil terhadap pembiayaan kegiatan dalam rangka peningkatan produksi secara berkelanjutan dan/atau pengendalian polusi. Kegiatan pengendalian polusi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Usaha Mikro atau Usaha Kecil yang bertujuan untuk mengurangi tingkat polusi dan meningkatkan efisiensi produksi. Kegiatan peningkatan produksi merupakan kegiatan pada semua sektor ekonomi yang dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan Usaha Mikro atau Usaha Kecil

Pola penyaluran KUMK terbagi dua yaitu langsung dipinjamkan pemerintah kepada BUMN Pengelola yang selanjutnya diteruspinjamkan kepada LKP untuk dipinjamkan kembali kepada usaha mikro dan kecil atau pemerintah meminjamkan dana SU-005 kepada LKP yang ditunjuk langsung oleh Menteri Keuangan untuk dipinjamkan kepada usaha mikro dan kecil. Atas dana yang diterima, BUMN Pengelola/LKP membayar bunga sebesar BI rate 3 (tiga) bulan secara triwulanan, dengan ketentuan apabila terjadi keterlambatan pembayaran pokok/bunga maka akan dikenakan denda sebesar 4% di atas tingkat bunga yang dikenakan. Guna mendorong penyaluran KUMK dalam rangka peningkatan penyaluran KUMK, dipersyaratkan bahwa apabila outstanding KUMK kurang dari 80%, maka BUMN Pengelola/LKP akan dikenakan denda sebesar 4% atas selisih outstanding tersebut. Risiko KUMK sepenuhnya (100%) ditanggung oleh BUMP Pengelola/LKP.

Usaha yang dapat dibiayai adalah usaha mikro dan kecil pada semua sektor ekonomi, yang dinilai layak untuk dibiayai sesuai asas-asas perkreditan yang sehat, serta tidak sedang memperoleh KUMK dari LKP lain atau kredit di luar KUMK dari LKP lain. Dengan plafon individual untuk usaha kecil maksimal sebesar Rp.500 juta dan usaha mikro maksimal Rp.50 juta. Jangka waktu KUMK untuk kredit investasi maksimal 5 tahun dan kredit modal kerja maksimal 1 tahun (dapat diperpanjang maksimal 2 kali). Peserta KUMK tidak dikenakan Biaya Komitmen dan Biaya Provisi.

Pengenaan tingkat bunga kepada Usaha Mikro dan Kecil sebesar:

1. dari BUMN Pengelola kepada LKP:

a. spread bunga dari Bank Mandiri kepada BSM adalah 0% (pass on); dan b. spread bunga dari PNM kepada LKP maksimal 4% sedangkan dari LKP kepada

usaha mikro dan kecil maksimal 9%.

2. dari LKP kepada usaha mikro dan kecil:

Page 50: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

33 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

a. spread bunga dari LKP perbankan kepada: o usaha mikro setinggi-tingginya adalah 10%; o usaha kecil setinggi-tingginya adalah 7%.

b. spread bunga Pegadaian kepada usaha mikro & kecil maksimal 12%.

Dengan telah diperpanjangnya pinjaman pendanaan KUMK dari Pemerintah kepada BUMN Pengelola/LKP selama 10 (sepuluh) tahun dari semula 10 Desember 2007 s.d 10 Desember 2009 menjadi 10 Desember 2017 s.d. 10 Desember 2019, dari 31 BUMN Pengelola/LKP KUMK sebanyak 22 (dua puluh dua) BUMN Pengelola/LKP menyatakan memperpanjang pinjaman pendanaan KUMK, yang mana 1 (satu) diantaranya mengajukan pengurangan plafon pinjaman, sedangkan 10 BUMN-P/LKP lainnya menyatakan tidak memperpanjang pinjamannya atau mengembalikan pinjaman sesuai dengan jadwal angsuran.

Dari total plafon Rp.9,9 triliun dana SU-005, telah diteruspinjamkan sebesar 3,1 triliun kepada 31 BUMN Pengelola/LKPdan telah dilunasi oleh 10 BUMN. Atas dana angsuran dari BUMN Pengelola/LKP yang tidak memperpanjang, pada tahun 2011 dilanjutkan dengan Kredit Investasi Pemerintah (KIP) melalui PMK No.193/PMK.05/2011 tanggal 1 Desember 2011 berupa penambahan pinjaman kepada Bank Sumbar sebesar Rp300 miliar, Bank Jatim sebesar Rp200 miliar dan pinjaman baru kepada Bank Jateng sebesar Rp 42 miliar, sehingga s.d 31 Desember 2012 terdapat 2 BUMN Pengelola dan 20 LKP dengan sisa outstanding pinjaman sebesar Rp.2,72 triliun.

3.4.2. Pola Jasa Penjaminan (Assurance Services Pattern) Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menegah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan

lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, melalui penerbitan Paket Kebijakan pemerintah pada tahun 2007 yang bertujuan meningkatkan Sektor Riil dan memberdayakan UMKMK. Untuk meningkatkan akses UMKMK pada sumber pembiayaan, diperlukan penyediaan kredit/pembiayaan yang bersumber dari dana perbankan dengan persyaratan yang ringan dan terjangkau yang didukung fasilitas penjaminan dari Pemerintah.

Pelaksanaan program penjaminan kredit/pembiayaan bagi UMKMK, Pemerintah yang diwakili oleh 6 (enam) Kementerian Teknis bersama-sama dengan 6 (enam) bank pelaksana dan 2 (dua) perusahaan penjaminan sepakat menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2007 yang mengatur tugas dan kewajiban masing-masing pihak. Pelaksanaan program pejaminan KUR agar dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.06/2006 tanggal 24 September 2008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dalam rangka percepatan penyaluran KUR, 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD) kemudian ditetapkan sebagai bank pelaksana KUR berdasarkan Amandemen Kedua Nota Kesepahamanan Pelaksanaan KUR.

Selain dilakukan penambahan bank pelaksana KUR, Pemerintah melakukan revisi atas Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.06/2006 tanggal 24 September 2008 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189/PMK.05/2010 tanggal 2 November 2010. Adapun pokok-pokok perubahan pelaksanaan KUR meliputi:

1) Merupakan calon debitur yang tidak sedang menerima kredit modal kerja dan/atau investasi dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah yang dibuktikan dengan hasil Sistem Informasi Debitur pada saat Permohonan KUR diajukan;

2) Debitur yang sedang menerima Kredit Konsumtif (Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya) masih dapat menerima KUR;

Page 51: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

34 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

3) Untuk linkage program dengan pola executing, lembaga linkage yang menyalurkan KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) wajib tidak sedang menerima Kredit Program;

4) Untuk linkage program dengan pola channeling, lembaga linkage yang menyalurkan KUR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dapat sedang menerima Kredit Program; dan

5) Untuk KUR sampai dengan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan KUR melalui lembaga linkage sampai dengan Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) per UMKM-K, tidak diwajibkan melampirkan hasil Sistem Informasi Debitur.

Pendanaan KUR bersumber dari bank pelaksana, sedangkan penjaminan KUR dilaksanakan oleh 2 Lembaga Penjaminan Kredit, yaitu PT Askrindo dan Perum Jamkrindo yang telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2008. Atas kredit/pembiayaan yang dijaminkan, lembaga penjaminan kredit mendapat Imbal Jasa Penjaminan (IJP) atau premi dari Pemerintah.

Penjaminan kredit/pembiayaan kepada UMKMK dilaksanakan secara otomatis bersyarat, dan UMKMK yang mendapat fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang layak, namun belum bankable. Tata cara pelaksanaan KUR adalah sebagai berikut:

1) KUR yang disalurkan kepada setiap UMKM-K dapat digunakan baik untuk kredit modal kerja maupun kredit investasi, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. paling tinggi sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan paling tinggi sebesar/setara 22% efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan; dan

b. Di atas Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.

2) KUR yang disalurkan melalui linkage program pola executing, dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Plafon yang diberikan kepada setiap lembaga linkage paling tinggi sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);

b. Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan paling tinggi sebesar/setara 14% efektif per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan; dan

c. Tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan lembaga linkage kepada UMKM-K paling tinggi sebesar/setara 22% efektif per tahun, atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan.

3) UMKM-K yang telah menerima KUR dapat menerima fasilitas penjaminan dalam rangka perpanjangan, restrukturisasi, dan tambahan pinjaman (suplesi) dengan syarat masih dikategorikan belum bankable, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi dapat diberikan sepanjang tidak melebihi 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi terhitung sejak tanggal efektifnya perjanjian kredit awal antara bank pelaksana dan UMKM-K;

b. Dalam hal kredit/pembiayaan investasi untuk usaha perkebunan tanaman keras, perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan suplesi tidak dapat diberikan;

c. Tambahan pinjaman dapat diberikan dengan syarat plafon pinjaman dan tingkat bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan

Page 52: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

35 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

d. Mekanisme pelaksanaan perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi dan tambahan pinjaman (suplesi) diatur lebih lanjut dalam perjanjian kredit antara Bank Pelaksana dan debitur.

4) Besarnya Imbal Jasa Penjaminan yang dibayarkan kepada Perusahaan Penjaminan ditetapkan sebesar 3,25% per tahun atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atas rekomendasi Komite Kebijakan, yang dibayarkan setiap tahun dan dihitung dari KUR yang dijamin, dengan ketentuan:

a. Untuk kredit modal kerja dihitung dari plafon kredit; b. Untuk kredit investasi dihitung dari realisasi kredit.

5) Persentase jumlah KUR yang dijaminkan kepada Perusahaan Penjaminan ditetapkan sebesar:

a. 80% dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri;

b. 80% dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk KUR Tenaga Kerja Indonesia;

c. 70% dari KUR yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada UMKM-K dan lembaga linkage untuk sektor lainnya.

Pemerintah memberikan Imbal Jasa Penjaminan KUR selama jangka waktu paling lama 6 (enam) tahun untuk kredit modal kerja dan paling lama 10 (sepuluh) tahun untuk kredit investasi termasuk untuk perpanjangan, tambahan pinjaman (suplesi), dan restrukturisasi. Sedangkan untuk kredit/pembiayaan investasi di sektor tanaman keras, jangka waktu paling lama adalah 13 tahun dan tidak dapat diperpanjang jangka waktunya.

Formula perhitungan Imbal Jasa Penjaminan KUR adalah sebagai berikut:

Plafon kredit/pembiayaan kepada UMKM:

1) s.d Rp. 20 jt dengan tingkat bunga 22% effektif per tahun; 2) di atas Rp. 20 jt s.d Rp. 500 jt dengan tingkat bunga 14% effektif per tahun.

Realisasi penyaluran KUR s.d. 28 Februari 2013 sebesar Rp. 103,20 triliun oleh 33 bank pelaksana KUR. Dari realisasi penyaluran KUR yang telah dijamin, telah dibayarkan subsidi IJP KUR kepada PT Askrindo (Persero) dan Perum Jamkrindo untuk TA 2012 sebesar Rp. 801,13 miliar (100%) dari alokasi anggaran sebesar Rp. 801,13 miliar.

3.4.3. Kredit Program Pola Kombinasi (Combination Pattern) Dalam rangka percepatan penyediaan air minum, Pemerintah Pusat dengan

memperhatikan kemampuan keuangan negara dapat memberikan jaminan atas pembayaran kembali kredit PDAM kepada bank dan subsidi atas bunga yang dikenakan oleh bank sebagaimana tercantum dalam peraturan Presiden RI nomor 29 tahun 2009 tentang pemberian jaminan dan subsidi bunga oleh pemerintah pusat. Pemberian jaminan atas utang perusahaan daerah air minum (PDAM) sekaligus memberikan subsidi bunga atas kredit yang diberikan bank kepada perusahaan daerah tersebut. Langkah ini diharapkan akan memperbaiki kondisi keuangan perusahaan dan pada akhirnya memperlancar pasokan

Untuk Kredit Modal Kerja : 3,25% x 70% x 1 tahun x plafon kredit Untuk Kredit Investasi : 3,25% x 70% x 1 tahun x realisasi kredit

Page 53: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

36 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

air bersih di daerah. Kredit yang diberikan hanya untuk investasi, berdasarkan perjanjian antara PDAM dan bank. Besaran penjamian oleh pemerintah pusat sebesar 70% dengan pembebanan realisasi pembayaran 40% pemerintah pusat dan 30% pemerintah daerah dari jumlah keseluruhan kewajiban pembayaran kembali kredit, sedangkan 30% menjadi resiko bank pemberi kredit.

Jaminan atas pembayaran kembali kredit PDAM kepada bank mencapai 70% dari jumlah kewajiban PDAM yang telah jatuh tempo, sedangkan sisanya 30% menjadi risiko bank pemberi kredit. Adapun subsidi bunga diberikan kepada PDAM sebesar selisih antara suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) dengan suku bunga kredit investasi yang disepakati oleh bank pemberi kredit investasi, atau paling tinggi 5%. Pemberian jaminan Pemerintah Pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dengan menerbitkan Surat Jaminan Pemerintah Pusat.

Setiap pembayaran jaminan Pemerintah Pusat kepada bank harus didahului dan didasarkan pada perjanjian pinjaman antara PDAM dan Pemerintah Pusat sebesar jumlah yang akan dibayarkan kepada bank sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak dapat dipenuhi PDAM. Jaminan dan subsidi diberikan kepada dua jenis PDAM, yakni PDAM yang tidak memiliki tunggakan kepada pemerintah pusat maupun PDAM yang masih mempunyai kewajiban kepada pusat. Catatan Kementerian Keuangan menyebutkan, total utang ditambah bunga dan denda 107 PDAM mencapai Rp. 4,8 triliun. Dalam data yang dikemukakan Kementerian Pekerjaan Umum dijelaskan, utang 190 PDAM yang jatuh tempo hingga 2008 mencapai Rp. 4,39 triliun. Utang itu terdiri atas utang pokok Rp. 1,44 triliun dan tunggakan berupa denda, bunga, serta commitment charge sebesar Rp. 2,96 triliun

3.5. Kredit Perbankan- Agence Française de Développement (AFD)Di Indonesia sendiri, AFD memulai aktivitasnya sejak tahun 2007 dengan fokus

untuk pinjaman program perubahan iklim (Climate Change Program), bantuan teknis dan keahlian dalam teknologi hijau (Green Technology), serta pendanaan publik dan swasta. Agence Francaise de Development (AFD) memberikan pinjaman senilai US$ 50 juta (Rp. 500 miliar) melalui PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) untuk pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi. Pinjaman tersebut memiliki tenor panjang, yakni maksimum 10 tahun. Pinjaman itu merupakan nilai maksimum, namun Bank Bukopin dapat meningkatkan seiring dengan peningkatan kinerja bisnis terkait proyek-proyek energi terbarukan dan efisiensi energi. Tujuan pinjaman ini adalah memperoleh pendanaan jangka panjang dan peningkatan pendapatan bunga dan pendapatan non-bunga (fee-base), sekaligus meningkatnya portofolio energi terbarukan. Proyek-proyek yang akan dibiayai oleh AFD ini sejalan dengan program 'Protokol Kyoto' yang bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan industri dunia, terkait dengan perubahan (perbaikan) iklim dunia.

Sebelum dengan Bank Bukopin, guna mendukung pengembangan energi terbarukan dan proyek efisiensi energi di Indonesia, Agence Francaise de Development (AFD) juga telah memberikan dana pinjaman kepada PT Bank Mandiri Tbk senilai US$100 juta. Penandatangan fasilitas kredit ini dilakukan pada bulan November 2013. Fasilitas tersebut merupakan pinjaman kedua setelah pinjaman pertama pada tahun 2010. Fasilitas ini memiliki tenor 5 sampai 10 tahun dan akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang memenuhi kriteria, baik yang diimplementasikan oleh perusahaan milik negara maupun swasta, terutama untuk sektor energi seperti hydropower, geothermal, biogas, dan lain-lain dalam berbagai ukuran dan kapasitas.

Bank Mandiri telah memanfaatkan pinjaman pertama sebesar US$97 juta untuk membiayai proyek nasabah di bidang hydropower, biogas, dan combined-cycle powerplant.Fasilitas kedua ini juga membantu PT Bank Mandiri Tbk memperkuat struktur pembiayaan jangka panjang dan meningkatkan pembiayaan untuk proyek ramah lingkungan yang dapat mendukung peningkatan investasi di Indonesia.

Page 54: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

37 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

3.6. Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Perdesaan Dana Alokasi Khusus Bidang Energi Perdesaan yang selanjutnya disebut DAK

Bidang Energi Perdesaan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan pembangunan energi terbarukan. Pemerintah mengucurkan dana alokasi khusus (DAK) kepada tujuh puluh satu kabupaten di seluruh Indonesia pada tahun anggaran 2013. Sejak tahun anggaran 2013, DAK berbeda dengan kegiatan dimana sebelumnya yang hanya mengeimplementasikan pengembangan energi baru terbarukan untuk listrik maka untuk kegiatan DAK tahun 2013 juga akan memfasilitasi pemanfaatan biogas. Diharapkan Kabupaten penerima memiliki rencana kegiatan yang akan didanai dari DAK bidang energi perdesaan secara partisipatif berdasarkan konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan sehingga kegiatan akan menghasilkan energi yang diprioritaskan pada desa yang belum terjangkau listrik dari PT PLN (Persero).

DAK ini dialokasikan untuk diversifikasi energi yaitu memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan, termasuk masyarakat di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, terhadap energi modern. Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2013, DAK Bidang Energi Perdesaan diarahkan untuk membiayai kegiatan fisik pembangunan instalasi pemanfaatan energi terbarukan yang meliputi, pembangunan PLTMH baru; kemudian rehabilitasi PLTMH yang rusak, perluasanatau peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH yang rusak; lalu pembangunan PLTS Terpusat dan/atau PLTS Tersebar; dan Pembangunan instalasi Biogas skala rumah tangga. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan program pemerintah melalui pelaksanaan DAK EBT yang menekankan pada 2 (dua) hal penting, yaitu (i) upaya diversifikasi energi di sisi penyediaan dengan mengutamakan sumber energi baru terbarukan, serta (ii) mendorong percepatan pembangunan daerah yang rasio elektrifikasinya relatif masih rendah.

Sedangkan dalam Peraturan menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2014, diatur mengenai spesifikasi umum dan khusus dari pembangunan instalasi biogas skala rumah tangga. Spesifikasi umumnya adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan instalasi Biogas skala rumah tangga ditujukan untuk pembangunan perangkat peralatan Biogas baru untuk rumah tangga dengan volume 4 (empat) m3 sampai dengan 6 m3;

2. Instalasi Biogas skala rumah tangga yang dibangun meliputi:

a) tangki pencerna (digester, dengan bak dan saluran pemasukan bahan baku maupun bak dan saluran pengeluaran bahan organik;

b) penyaluran biogas terdiri atas pemipaan, penguras air (water drain), keran gas, dan manometer;

c) kompor terdiri atas kompor biogas dan pemantik api; d) lampu Biogas (apabila diperlukan).

3. Untuk menjamin ketersediaan limbah kotoran ternak, rumah tangga penerima bantuan perangkat peralatan Biogas harus memiliki hewan ternak paling sedikit 2 ekor sapi atau 7 ekor babi (tangki pencerna/digester ukuran 4 m3) dan 3 ekor sapi atau 10 ekor babi (tangki pencerna/ digester ukuran 6 m3) serta membuat surat pernyataan jaminan ketersediaan ternak minimal selama 2 (dua) tahun;

4. Instalasi biogas skala rumah tangga dibangun untuk unit tangki pencerna/ digester anaerob menggunakan tipe kubah tetap (fixed dome) dan diterapkan untuk seluruh wilayah penerima DAK Bidang Energi Perdesaan;

Page 55: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

38 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

5. Khusus untuk wilayah di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, dapat menggunakan tipe serat kaca (fiber glass).

6. Untuk wilayah yang rawan bencana alam dimungkinkan untuk melakukan perubahan tipe tangki pencerna (digester) Biogas, dengan melampirkan surat konfirmasi adanya potensi bencana alam oleh kepala desa dan/ atau kepala stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang terdekat.

7. Pembangunan instalasi Biogas skala rumah tangga dilakukan oleh kontraktor pelaksana yang memiliki tenaga ahli yang ditandai dengan sertifikat atau surat keterangan pelatihan di bidang Biogas oleh lembaga pelatihan atau institusi lokal/internasional di bidang pelatihan atau pengembangan instalasi Biogas.

8. Pembangunan unit tangki pencerna (digester) anaerob tipe kubah tetap (fixed dome) menggunakan material, peralatan dan dimensi material sebagaimana yang dipersyaratkan untuk menjamin instalasi biogas dapat beroperasi normal.

9. Pembangunan unit tangki pencerna (digester) anaerob menggunakan material serat kaca (fiberglass) yang memiliki tangki pencerna (digester) Biogas serat kaca (fiberglass) yang diproduksi sesuai SNI 7639:20 II.

10. Pemasangan sistem pemipaan menggunakan material yang diproduksi dengan SNI yang berlaku dengan ukuran panjang dan dimensi yang menjamin perangkat peralatan Biogas dapat beroperasi normal.

11. Kompor Biogas yang digunakan adalah kompor yang khusus diproduksi untuk pemanfaatan bahan bakar Biogas.

12. Skema instalasi Biogas skala rumah tangga adalah sebagaimana tercantum pada gambar di bawah ini:

Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012

Gambar 3.6: Skema instalasi Biogas Skala Rumah Tangga

3.7. Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) merupakan lembaga di bawah Kementerian

Keuangan yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1005/KMK.05/2006

Page 56: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

39 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

tentang Penetapan Badan Investasi Pemerintah pada Kementerian Keuangan sebagai instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan dirubah dengan KMK Nomor 497/KMK.05/2007 sehingga menjadi Pusat Investasi Pemerintah. Berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, Investasi Pemerintah dilakukan dalam bentuk Investasi Surat Berharga dan Investasi Langsung. Investasi Surat Berharga meliputi investasi dengan cara pembelian saham dan surat utang. Investasi Langsung meliputi Penyertaan Modal dan/atau Pemberian Pinjaman. Investasi Langsung dilakukan dengan cara kerjasama investasi antara PIP dengan Badan Usaha dan/atau BLU dengan pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership atau PPP) dan/atau antara PIP dengan Badan Usaha, BLUD, Pemprov/Pemkab/ Pemkot, BLUD, dan/atau badan hukum asing dengan pola selain PPP (Non-PPP).

Dasar hukum pembiayaan dari PIP adalah:

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tanggal 18 Agustus 2010.

Skema Pembiayaan yang dapat diberikan, antara lain:

Penyediaan lahan infrastruktur Pembiayaan konstruksi infrastruktur Pembiayaan melalui joint venture dengan Badan Usaha

PIP juga dapat melakukan kerja sama investasi atau pembiayaan proyek-proyek pembangunan terutama di bidang infrastruktur dengan mitra luar negeri. Salah satu fokus bidang investasi dari PIP adalah program pembangunan yang ramah lingkungan, salah satunya adalah energi terbarukan.

Sumber : Pusat Investasi Pemerintah, 2013

Gambar 3.7: Sektor Prioritas Pusat Investasi Pemerintah (PIP)

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

39 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

tentang Penetapan Badan Investasi Pemerintah pada Kementerian Keuangan sebagai instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan dirubah dengan KMK Nomor 497/KMK.05/2007 sehingga menjadi Pusat Investasi Pemerintah. Berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, Investasi Pemerintah dilakukan dalam bentuk Investasi Surat Berharga dan Investasi Langsung. Investasi Surat Berharga meliputi investasi dengan cara pembelian saham dan surat utang. Investasi Langsung meliputi Penyertaan Modal dan/atau Pemberian Pinjaman. Investasi Langsung dilakukan dengan cara kerjasama investasi antara PIP dengan Badan Usaha dan/atau BLU dengan pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership atau PPP) dan/atau antara PIP dengan Badan Usaha, BLUD, Pemprov/Pemkab/ Pemkot, BLUD, dan/atau badan hukum asing dengan pola selain PPP (Non-PPP).

Dasar hukum pembiayaan dari PIP adalah:

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal tanggal 18 Agustus 2010.

Skema Pembiayaan yang dapat diberikan, antara lain:

Penyediaan lahan infrastruktur Pembiayaan konstruksi infrastruktur Pembiayaan melalui joint venture dengan Badan Usaha

PIP juga dapat melakukan kerja sama investasi atau pembiayaan proyek-proyek pembangunan terutama di bidang infrastruktur dengan mitra luar negeri. Salah satu fokus bidang investasi dari PIP adalah program pembangunan yang ramah lingkungan, salah satunya adalah energi terbarukan.

Sumber : Pusat Investasi Pemerintah, 2013

Gambar 3.7: Sektor Prioritas Pusat Investasi Pemerintah (PIP)

Electricity Oil & Gas Roads & Bridges (Toll Roads)

Transportation Telecommunication Markets

Hospitals Terminals Clean Water

Page 57: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

40 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Ketenagalistrikan merupakan salah satu target investasi PIP pada proyek infrastruktur guna mempercepat laju ekonomi dan transaksi bisnis bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, investasi PIP pada proyek ketenagalistrikan juga mendukung percepatan program sejuta listrik pemerintah. Khusus untuk ketenagalistrikan, sumber daya kelistrikan adalah dari pembangkit listrik dengan energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga air (hydropower), pembangkit listrik tenaga gas maupun sumber energi listrik lainnya yang ramah lingkungan.

Prioritas PIP atas rencana proyek ketenagalistrikan di tahun 2013 adalah proyek yang tujuannya untuk pembangunan atau penambahan daya dalam rangka menunjang kebutuhan pasokan listrik untuk rumah tangga, industri maupun bisnis. Investasi pada sektor teknologi ramah lingkungan untuk tahun 2013 dilaksanakan melalui skema/instrumen investasi berupa pinjaman daerah maupun kerjasama dengan pihak BUMN/D dan swasta. Skema pinjaman daerah diprioritaskan mengingat bahwa investor/ pengembang teknologi ramah lingkungan di Indonesia masih relatif baru (2 s/d 3 tahun) sehingga diperlukan adanya peran pemerintah daerah berada pada lokasi sumber proyek/ kegiatan investasi energi terbarukan dan secara langsung mendapat manfaat dari investasi tersebut.

Source: Indonesia Investment Agency, 2013

Gambar 3.8: Fokus Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ke Depan

Page 58: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

41 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Source: Pusat Investasi Pemerintah, 2013

Gambar 3.9: Instrumen Keuangan Pusat Investasi Pemerintah (PIP)

3.8. Usulan Pembiayaan Waste-to-Energy Melalui Kredit Program Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)

Pendanaan lingkungan merupakan instrumen berbasis intensif sebagai salah satu strategi pengelolaan lingkungan hidup yang menggunakan pendekatan berbasis pasar (market based instrument) dan dijalankan sebagai komplementari dari pendekatan pengaturan dan pengawasan (command and control). Instrumen ini bekerja mempengaruhi benefit-cost dari pelaku ekonomi melalui market signal.

Pendanaan lingkungan telah menjadi kebutuhan yang tidak terpisahkan dalam mendukung pengembangan inventasi lingkungan. Investasi lingkungan yang telah terbukti memberikan keuntungan signifikan bagi pelaku usaha baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan akan terdorong tumbuh lebih cepat dengan program intensif pendanaan lingkungan. Dukungan intensif ini akan semakin mendorong peran aktif pelaku usaha untuk secara mandiri melakukan perbaikan kualitas lingkungan.

KLH telah menggulirkan program pinjaman lunak sebagai bagian dari pelayanan intensif pendanaan untuk investasi lingkungan. Sebanyak Rp. 727,7 miliar telah disalurkan kepada 401 usaha dimana diantaranya adalah 84 usaha skala besar dan 317 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi telah menerima pembagian berupa pinjaman lunak untuk pembiayaan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan. Program pinjaman lunak ini yaitu:

a) Program Pollution Abatement Equipment (PAE) bagi semua skala usaha, yang dibiayai dari pinjaman lunak Pemerintah Jepang melalui Bank International Coperation (JBIC);

b) Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 1 bagi usaha skala kecil dan menengah, yang didukung oleh Pemerintah Jerman melalui Kreditanstalt fur Wiederaufbau (WfK) berupa hibah;

c) Program Industrial Efficiency and Pollution Control (IEPC) Tahap 2 bagi usaha skala kecil dan menengah, yang bersumber dari pinjaman lunak dari Pemerintah Jerman melalui Kreditanstalt fur Wiederaufbau (WfK); dan

d) Program Debt for Nature Swap (DNS) bagi usaha skala mikro dan kecil, yang dibiayai melalui pertukaran hutang Pemerintah Jerman.

Page 59: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

42 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Terkait dengan program nasional penurunan emisi 26% di tahun 2020, Kementerian lingkungan hidup telah mengembangkan program pinjaman lunak baru yaitu Program Emision Reduction Investment (ERI). Program ini memberikan insentif pembiayaan bagi pelaku usaha skala kecil, menengah dan besar (untuk chiller) yang berinvestasi untuk menurunkan konsumsi energinya.

Terkait limbah biomassa dan sumber energi alternatif, Kementerian lingkungan hidup mengajukan pengembangan program pinjaman lunak baru untuk kegiatan pemanfaatan WtE. Program ini diperuntukkan bagi usaha skala mikro, kecil dan menengah.

Sumber : Kementerian Lingkungan Hidup, 2013

Gambar 3.10: Skema Intensif Pembiayaan Terkait Target Penurunan Emisi Nasional tahun 2020

Program pinjaman lunak ini direncanakan dibiayai oleh kredit program pemerintah yang telah bergulir dengan beberapa tambahan insentif dan adaptasi mekanisme pandanaan. Fasilitas baru ini diimplementasikan untuk lebih mendorong sektor riil berperan aktif secara mandiri dalam mendukung program penurunan emisi nasional melalui kegiatan pemanfaatan WtE.

Sumber dana pembiayaan program pinjaman lunak lingkungan berasal dari dana Bank Pelaksana yang dikelola dan disalurkan berdasarkan ketentuan program. Insentif pembiayaan berupa subsidi bunga diperoleh dari dana APBN yang dikucurkan melalui DIPA Kementerian Keuangan. Dana subsidi dikucurkan kepada bank pelaksana untuk menutup selisih yang harus ditanggung Bank Pelaksana atas pengurangan besaran bunga yang disalurkan terhadap besaran bunga komersial. Dana subsidi juga dipergunakan besaran bunga yang disalurkan terhadap besaran bunga komersial. Dana subsidi juga dipergunakan untuk menutup selisih besaran jaminan yang ditanggung nasabah terhadap cover jaminan sesuai ketentuan Bank Pelaksana.

Dalam rangka mendukung kelancaran program WtE, KLH mengalokasikan dana untuk pelaksanaan kegiatan Pokja Program, assessment, pertemuan teknis, koordinasi, monitoring dan evaluasi serta pelaporan diperoleh dari dana APBN melalui DIPA KLH. Disamping itu, untuk meningkatkan kinerja program maka dipandang perlu membentuk TAU dalam melaksanakan fungsi pendamping terhadap calon nasabah, bank pelaksana, Kemenkeu dan KLH. Dana ini diperoleh dari dana APBN melalui DIPA KLH yang akan membiayai kegiatan TAU.

Page 60: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

43 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan Kementerian Keuangan, KLH, dan Kementerian ESDM, muncul usulan bahwa untuk pengembangan WtE dengan investasi sampai maksimum Rp. 500 juta (berkelompok), yaitu untuk Biogas Industri Tahu dan Biogas dari Kotoran Sapi, dapat menggunakan skema KKP-E dikarenakan membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama dan secara regulasi hanya membutuhkan revisi PMK berupa Perubahan Ketiga atas PMK No. 79/PMK.05/2007 tentang KKP-E dan penerbitan Peraturan Menteri LH atau Peraturan Menteri ESDM terkait KKP-E untuk WtE. Sedangkan untuk pengembangan WtE dengan investasi lebih dari Rp. 500 juta, dapat menggunakan skema PIP atau skema Kredit Program Baru (membutuhkan waktu yang lebih lama), yaitu untuk PLT dari POME dan pelepah sawit dan penggunaan sekam padi untuk pemanas/pengering/silo padi/jagung

Sementara itu, kondisi dari KKP-E sendiri sampai dengan Juni 2013 adalah sebagai berikut:

Per 30 Juni 2013 terdapat 22 Bank Pelaksana KKP-E:

a) 3 Bank BUMN, yaitu BRI, BNI, Mandiri b) 5 Bank Swasta Nasional, yaitu Bukopin, BCA, BRI Agro, BII, CIMB Niaga c) 14 Bank Pembangunan Daerah, yaitu BPD Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel

Babel, Riau, Jabar Banten, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, Kalsel, Sulsel, Papua.

Plafon Pendanaan:

a) KKP-E Tebu : Rp 3,38 T b) KKP-E Lainnya: Rp 7,23 T

Tabel 3.2: Laporan Penyaluran per 31 Mei 2013 dan Rencana Tahunan Penyaluran (RTP) KKP-E (dalam Rp. Juta)

No Bank Pelaksana TOTAL

RTP 2013 Plafon Outstanding % Outstanding Thd Plafon

1. BRI 6,783,000.00 2,776,390.59 40.90% 4,100,000.00 2. BNI 627,000.00 335,228.03 53.50% 432,850.00 3. Bank Mandiri 500,000.00 206,671.25 41.30% 228,000.004. Bukopin 745,000.00 201,764.20 27.10% 735,000.00 5. BCA 55,000.00 8,817.00 16.00% 15,000.00 6. Bank Agroniaga 438,000.00 54,920.60 12.50% 301,900.007. BII 105,000.00 11,389.30 10.80% 55,000.00 8. Bank CIMB Niaga 190,000.00 62,050.41 32.70% 28,900.009. BPD Sumut 24,050.00 12,041.56 50.10% 3,230.00 10. BPD Sumbar 100,000.00 51,617.73 51.60% 26,811.00 11. BPD Sumsel 20,000.00 - 0.00% 11,000.00 12. BPD Jabar 105,500.00 66,400.44 62.90% 26,740.00 13. BPD Jateng 100,000.00 64,077.86 64.10% 77,182.00 14. BPD DIY 25,000.00 20,913.30 83.70% 10,318.00 15. BPD Jatim 375,000.00 183,637.54 49.00% 67,650.00 16. BPD Bali 278,755.00 190,845.75 68.50% 61,000.00 17. BPD Sulsel 1,100.00 - 0.00% - 18. BPD Kalsel 7,114.50 3,082.66 43.30% 8,340.00 19. BPD Papua 65,000.00 26,648.82 41.00% 5,600.00 20. BPD Riau 50,000.00 28,298.37 56.60% - 21. BPD NTB 9,812.00 280.41 2.90% 7,256.00 22. BPD Jambi 13,400.00 - 0.00% -

JUMLAH 10,617,731.50 4,305,075.82 40.50% 6,201,777.00Sumber: Dit SMI, Dirjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan RI, 2013

Terkait dengan usulan pembiayaan investasi WtE melalui KKP-E, setidaknya terdapat beberapa pendapat pro dan kontra-nya, antara lain:

Page 61: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

44 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Tabel 3.3: Analisis Penggabungan WtE ke KKP-E Pro’s Con’s

Semangat WtE sejalan dengan program ketahanan energi nasional, walaupun lingkup KKP-E saat ini baru sebatas Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nasional.

Skema-skema kredit program direncanakan untuk di sederhanakan menjadi satu skema sehingga perlu sdipertimbangkan kemungkinan skema KKP-E akan ikut digabungkan ke dalam skema baru.

Penyaluran kredit melalui mekanisme perbankan memiliki governance dan manajemen risiko yang lebih baik

Beberapa jenis proyek WtE membutuhkan biaya lebih dari Rp 100 juta sehingga tidak dapat dibiayai melalui KKP-E. (Dapat dimungkinkan melalui KUR)

Tidak perlu penyusunan PMK baru, dimungkinkan dengan revisi PMK KKP-E dan revisi Perjanjian Kerjasama. Walaupun tetap diperlukan Peraturan Menteri LH.

Mekanisme penyaluran mengikuti komoditas/ kegiatan usaha lainnya yang telah ada misal maksimal jangka waktu kredit, maksimal plafon, dsb

Sumber: Dit SMI, Dirjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan RI, 2013

Selain pendapat pro dan kontra, terdapat juga beberapa tantangan penggabungan usulan pembiayaan WtE melalui KKP-E, antara lain:

1. Pendanaan KKP-E dilakukan oleh perbankan sehingga perlu analisis kelayakan usaha yang memadai (IRR, NPV, Payback Period, dan lain-lain) agar perbankan tertarik untuk menyalurkan kredit WtE. (Contoh kasus KUPS: kelayakan usaha pembibitan sapi tidak memadai namun dipaksakan untuk dibiayai dengan kredit perbankan)

2. Penunjukan calon peserta KKP-E memerlukan rekomendasi dan pengesahan Kebutuhan Indikatif Kredit/Rencana Kebutuhan Definitif Kelompok dari kementerian/dinas teknis sehingga perlu disusun mekanisme/SOP penerbitan rekomendasi oleh Kementerian LH. Kritik: saat ini proses rekomendasi dan pengesahan RDKK cenderung lambat dan “berbiaya”.

3. Perlu disusun Nilai Kebutuhan Indikatif Kredit untuk masing-masing jenis proyek WtE sebagai acuan perbankan dalam menganalisa kewajaran pengajuan kredit.

4. Risiko kegagalan proyek WtE akan berbeda dengan risiko di sektor pertanian sehingga perlu analisa kelayakan tingkat bunga yang akan menjadi beban debitur

3.9. Peran Perbankan dan Konsep Pengembangan Skema Pembiayaan UMKM Ramah Lingkungan15

Secara sekilas, lembaga perbankan sepertinya tak terpengaruh atas masalah lingkungan yang ada saat ini. Meski secara internal, lembaga perbankan itu sendiri umumnya menerapkan aspek ramah lingkungan dalam menjalankan aktivitasnya. Namun, secara eksternal, bila disimak lebih mendalam hubungan yang terjadi antara lembaga perbankan dengan entitas pengguna produk perbankan, maka kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh entitas pengguna jasa perbankan ini sangat signifikan. Dengan kata lain, lembaga perbankan yang berperan sebagai mediator dalam mempengaruhi kegiatan industri, secara tidak langsung akan berhadapan dengan risiko terkait dengan kerusakan lingkungan hidup. Selanjutnya, merosotnya kualitas lingkungan hidup serta daya dukungnya terhadap kegiatan ekonomi di dalamnya diperkirakan dapat mempengaruhi kualitas aktiva dan ekspektasi pengembalian pembiayaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain bagi lembaga perbankan untuk menerapkan go green dan berperan pro-aktif.

15 Kajian Kesiapan UMKM Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan, Bank Indonesia, 2012

Page 62: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

45 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Bahkan lembaga perbankan dapat berperan sebagai lokomotif dalam aspek kelestarian lingkungan hidup melalui prinsip pembiayaan yang berpihak pada kelestarian lingkungan.

Kebijakan yang diterapkan lembaga perbankan sedikit banyak akan memaksa industri (UMKM) untuk melakukan investasi melalui manajemen lingkungan yang tepat guna. Jika kebijakan ini diimplementasikan secara proporsional sesuai dengan kondisi UMKM, maka tidak mustahil kebijakan ini menjadi instrumen yang sangat efektif dalam mencegah kerusakan lingkungan. Bahkan lembaga perbankan dapat berperan dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan etika dan tanggung jawab sosial perusahaan melalui penerapan kebijakan investasi yang mempertimbangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan citra, daya saing dan memberi keunggulan komparatif tersendiri bagi perbankan yang bersangkutan.

Menyimak pentingnya peran lembaga perbankan sebagai salah satu institusi yang turut menentukan arah kebijakan terhadap kelestarian lingkungan, serta memperhatikan kondisi UMKM yang sangat bervariasi untuk menerapkan usaha ramah lingkungan, maka konsep pengembangan skema pembiayaan usaha ramah lingkungan adalah:

i. Bekerjasama dengan lembaga terkait seperti dinas-dinas yang mengelola lingkungan hidup, perindustrian dan perdagangan serta pertambangan untuk melakukan stratifikasi atau assesment secara berkala atau periodik terhadap UMKM yang memiliki potensi pencemaran lingkungan. Pihak perbankan juga melakukan assesment terhadap aspek feasibility usaha dan aspek bankable-nya terhadap UMKM dimaksud. Hasil kajian akan diperoleh stratifikasi atau pengelompokkan UMKM berdasarkan aspek kelayakan usaha dan aspek lingkungan yaitu potensi pencemaran. Selanjutnya, kelompok UMKM dimaksud dapat memiliki kriteria sebagai UMKM yang feasible dan bankable serta ramah lingkungan, atau kriteria sebaliknya.

ii. Berdasarkan stratitifikasi tersebut dapat dirancang bentuk bantuan teknis dan skema pembiayaan yang sesuai dengan kondisi masing-masing strata UMKM atau kriteria yang dimiliki. Rancangan dimaksud dapat didiskusikan dengan dinas terkait, sedangkan usulan skema pembiayaan termasuk sumber pembiayaan dapat diusulkan melalui pemanfaatan dana dari program CSR dan didiskusikan lebih lanjut dengan lembaga perbankan.

iii. Rancangan dan implementasi program bantuan teknis dalam rangka pengembangan UMKM ramah lingkungan merupakan program multiyears dan berkesinambungan. Secara garis besar terdapat kelompok UMKM yang feasible, namun belum memiliki potensi sebagai usaha ramah lingkungan sehingga diupayakan pemberian pinjaman/pembiayaan dengan suku bunga yang menarik. Untuk kelompok UMKM dengan keterbatasan kemampuan dari sisi keuangan dan kemampuan diupayakan peningkatan kemampuan teknis sehingga akan mendorong UMKM menjadi feasible seraya diarahkan usahanya memenuhi kriteria ramah lingkungan.

iv. Dukungan pemerintah dan lembaga domestik melalui edukasi dan sosialisasi secara terencana dan berkesinambungan kepada UMKM dan masyarakat sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap pentingnya kelestarian lingkungan, diantaranya penggunaan produk-produk ramah lingkungan serta adanya sanksi yang tegas dan bersifat mendidik bila diperlukan.

3.10. Minat Terhadap Pinjaman Ramah Lingkungan (Green Lending)16

Berkaitan dengan upaya perintisan pinjaman yang mengarah pada upaya untuk mendorong UMKM agar ramah lingkungan bahwa 77% responden UMKM menyatakan

16 Ibid.

Page 63: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

46 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

minatnya untuk mendapatkan pinjaman jenis ini. Meskipun demikian terdapat sekitar 17,4% UMKM lainnya dengan tegas menyatakan tidak berminat. Total responen dari survey berjumlah 283 pelaku UMKM yang terdiri dari sektor Industri Pengolahan 141 responden, sektor pertanian 81 responden, sektor transportasi 51 responden dan sektor pertambangan 10 responden.

Hampir semua UMKM dari berbagai sektor usaha berminat mendapatkan pinjaman ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan adanya niatan dari para pelaku UMKM untuk mengarahkan usahanya pada kelestarian lingkungan. Namun demikian informasi ini perlu dicermati dengan hati-hati, karena konsep ramah lingkungan belum dipahami dengan baik oleh pelaku UMKM. Temuan dalam kajian yang dilakukan BI menunjukan bahwa bank dalam menjalankan program pinjaman kepada UMKM lebih berorientasi pada aspek kelayakan usaha, artinya isu lingkungan belum menjadi aspek yang menjadi pertimbangan. Hal ini terungkap saat wawancara dengan pihak perbankan bahwa asas 5C menjadi dasar utama dalam penyaluran kreditnya.

Pinjaman ramah lingkungan yang coba ditawarkan kepada UMKM tersebut direncanakan akan digunakan untuk menambah modal (57%), dan investasi 21%. Hanya sebagian saja yang menyatakan secara eksplisit bahwa pinjaman tersebut akan diperuntukan guna pengadaan peralatan (13%) dan kegiatan pengendalian dan pencegahan pencemaran (7%). Fakta ini menunjukkan bahwa pinjaman ramah lingkungan harus dirancang sedemikian rupa agar peruntukannya sesuai dengan target yang diharapkan. Bila tidak maka para pelaku UMKM akan menggunakan pinjaman tersebut seperti layaknya pinjaman konvensional.

Sumber: Bank Indonesia, 2012

Gambar 3.11: Minat UMKM Mendapatkan Pinjaman Ramah Lingkungan

Page 64: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

47 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

4. ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT PEMBIAYAAN INVESTASI WASTE-TO-ENERGY MELALUI KREDIT

PROGRAM

4.1. Asumsi Dasar Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis keuangan dan analisis biaya dan

manfaat (CBA) proyek pengembangan WtE bersumber dari survei lapangan (primer) dan sumber data sekunder dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Sumber data yang digunakan dalam penyusunan asumsi dasar yang berasal dari survei adalah survei pada 3 (tiga) lokasi, yaitu pelaku Industri Tahu di Kabupaten Kulonprogo (untuk biogas limbah industri tahu), Koperasi Setia Kawan di Kabupaten Pasuruan (untuk biogas limbah peternakan sapi perah), dan PT Pinago Utama di Kota Palembang (untuk biogas POME). Kemudian sumber data sekunder diperoleh dari program-program ragam investasi WtE yang pernah dilakukan oleh KLH dan Kementerian ESDM.

Studi kasus atau program-program ragam investasi yang menjadi pijakan dasar dalam penyusunan asumsi dasar analisis perhitungan keuangan dan analisis biaya-manfaat (CBA) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu antara lain:

a) Studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup untuk pengembangan biodigester limbah dari industri tahu 94 m3 di Kabupaten Klaten;

b) Studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup pengembangan biodigester yang 84 m3

di Bekasi; dan c) Studi Kasus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pembangunan

biodigester di industri tahu sampah yang 90 m3 di Kabupaten Kulonprogo.

Studi kasus atau program-program ragam investasi yang menjadi pijakan dalam penyusunan asumsi dasar analisis perhitungan keuangan dan analisis biaya-manfaat (CBA) pengembangan reaktor biogas POME yakni studi kasus Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yaitu dari studi kasus Tandun – PTPN V, PT. Nubika, Lada Kalteng – PT SSS, dan Sei Mangkei – Sumatera Utara.

Kemudian penyusunan asumsi pada pengembangan PLT biomassa pelepah sawit didasarkan pada studi kasus Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yakni Koperasi Primer Malolo, Kec. Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat. Sedangkan studi kasus yang dijadikan pijakan penyusunan asumsi analisis perhitungan keuangan dan analisisi biaya-manfaat (CBA) pengembangan silo/pengering/pemanas gabah/jagung yakni berasal pengalaman Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada CV Pesona, Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape/Lapok, Kab. Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Selain berdasarkan studi kasus, terdapat asumsi umum yang digunakan untuk semua perhitungan analisa kelayakan keuangan dan analisa biaya dan manfaat (CBA) untuk setiap jenis pengembangan WtE. Asumsi umum tersebut antara lain:

- Jangka waktu pinjaman (5 tahun) - Umur ekonomis (20 tahun) - Suku bunga perbankan sebesar suku bunga penjaminan LPS (7,5%) + 6%, yakni

sebesar 13,5%) - Kurs Rp/USD adalah sebesar Rp. 11.500/USD - Pajak UMKM adalah sebesar 1% dari omset - Pajak industri besar totalnya adalah sebesar 35% dari keuntungan kena pajak - Gas LPG yang disubsitusi adalah LPG bersubsidi - Solar yang disubstitusi adalah Solar Indusrti (non subsidi)

Page 65: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

48 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

- Tidak Ada Perdagangan Karbon - Kelayakan keuangan jika NPV positif, IRR > suku bunga pinjaman bank umum

(12%), ROI positif, dan Profitability Index > 1

4.1.1. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Industri Tahu Untuk pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu, asumsi yang

dibangun dalam analisis ini terdiri dari berbagai ukuran reaktor biogas berdasarkan pengalaman Kementerian ESDM yaitu ukuran 40 m3 dan 90 m3 (tanpa perbaikan produksi bersih) dan pengalaman KLH untuk ukuran 94 m3 dan 84 m3 (dengan perbaikan produksi bersih). Secara rinci, berikut adalah asumsinya:

Tabel 4.1: Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu

No. Asumsi Unit KLH94 m3

KLH84 m3

KESDM90 m3

1. Investasi Awal Rp. 148,000,000 105,720,000 120,000,000 2. Jangka Waktu Investasi Tahun 5 5 5 3. Umur Ekonomis Tahun 20 20 20 4. Volume Kedelai Kg / day 600 300 300 5. Kotoran yang Dimanfaatkan M3 94.3 84 90 6. Biogas yang Dihasilkan M3 Biogas 10.6 9.4 10.12 7. Biogas ke LPG Kg per 1 M3

Biogas per Hari 0.52 0.46 0.46

8. Setara LPG Kg 5.5 2.30 4.65 9. Biogas ke Kayu Bakar Kg per 1 M3

Biogas per Hari 3.5 3.5 3.5

10. Setara Kayu Bakar Kg/Hari 133.33 25.0 65.75 11. Harga Gas LPG Rp./1 Kg

(Tabung) 5,500 6,000 6,000

12. Subsidi Gas LPG Rp./Kg 4,500 4,500 4,500 13. Harga Kayu Bakar Rp. Per Kg 67.5 5,250 300 14. Kebutuhan Rumah Tangga thd LPG Kg per Hari per

RT 0.465

15. Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga 5 17 16. Hemat LPG (Volume) Kg per Tahun 2008 840 2491 17. Hemat LPG (Rp) Rp. Per Tahun 11,041,250 5,037,000 14,946,000 18. Hemat Kayu Bakar (Volume) Kg per Tahun 48,665 9,125 24,000 19. Hemat Kayu Bakar (Rp) Rp. Per Tahun 3,285,000 47,906,250 7,200,000 20. Suku Bunga Pinjaman ke

Industri/Kelompok*) Persen 0% 0% 0%

21. Subsidi Bunga*) Persen 13.5% 13.5% 13.5% 22. Bunga yang Diterima Bank Persen 13.5% 13.5% 13.5% 23. Bunga Penjaminan LPS Persen 7.5% 7.5% 7.5% 24. Tambahan Bunga Persen 6% 6% 6% 25. Karbon Dioksida dari LPG Kg CO2/Kg LPJ 2.6873 3 3 26. Karbon Dioksida dari Kayu Bakar Kg CO2/Kg

Kayu Bakar 1.52 1.52 1.52

27. Karbon Dioksida dari LPG yang Dihemat

Ton CO2/Tahun 5.39 2.52 7.47

28. Karbon Dioksida dari Kayu Bakar yang Dihemat

Ton CO2/Tahun 74.13 13.90 36.56

29. Depresiasi Persen per Tahun

5% 5% 5%

30. Sisa dalam 20 Tahun (dari umur ekonomis 20 tahun)

Persen di Tahun ke 5

0% 0% 0%

31. Waktu Bangun sampai siap Pakai Hari 153 153 153 32. Asumsi Penghindaran Polusi: Biaya

EUR 19/Ton dan Kurs: 1 EUR: Rp. 16,500

Rp/Ton 313.500 313.500 313.500

Page 66: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

49 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Asumsi Unit KLH94 m3

KLH84 m3

KESDM90 m3

33. Pengeluaran Tahunan Rp. 160,920,000 34. Penerimaan Tahunan Rp. 197,100,000

*) Dapat Dirubah untuk Simulasi

Sumber: KLH dan KESDM, 2013

4.1.2. Asumsi Dasar untuk Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Untuk pengembangan reaktor biogas limbah peternakan/kotoran sapi, asumsi yang

dibangun dalam analisis ini terdari dari berbagai ukuran reaktor biogas, yaitu 6 m3, 8 m3, 10 m3, dan 12 m3 berdasarkan pengalaman Kementerian ESDM. Sebenarnya juga ada ukuran 4 m3, namun dari kunjungan lapangan di Koperasi Setia Kawan di Kabupaten Pasuruan (untuk biogas limbah peternakan sapi perah), ukuran tersebut banyak yang tidak berfungsi karena hasil produksi biogasnya kurang optimal. Secara rinci, berikut adalah asumsi-asumsi yang digunakan:

Tabel 4.2: Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi

No. Asumsi Satuan Ukuran6 m3

Ukuran8 m3

Ukuran10 m3

Ukuran12 m3

1. Investasi Awal Rp. 8.000.000 10.000.000 12.000.000 14.000.0002. Jangka Waktu Investasi Tahun 5 5 5 5 3. Umur Ekonomis Tahun 20 20 20 204. Jumlah Sapi Ekor 6 - 8 8 - 10 10 - 12 12 -14 5. Kotoran yang Dimanfaatkan kg 60 80 100 1206. Biogas yang Dihasilkan M3 Biogas 1.8 2.4 3 3.6 7. Biogas ke LPG Kg per 1 M3

Biogas per Hari

0.46 0.46 0.46 0.46

8. Setara LPG Kg 0.828 1.104 1.38 1.656 9. Biogas ke Kayu Bakar Kg per 1 M3

Biogas per Hari

3.5 3.5 3.5 3.5

10. Setara Kayu Bakar Kg 6.3 8.4 10.5 12.6 11. Harga Gas LPG Rp./1 Kg

(Tabung) 6,000 6,000 6,000 6,000

12. Subsidi Gas LPG Rp./Kg 6,855 6,855 6,855 6,855 13. Harga Kayu Bakar Rp. Per Kg 600 600 600 60014. Kebutuhan Rumah Tangga

Gas LPG Kg per Hari per RT

0.465 0.465 0.465 0.465

Kayu Bakar Kg per Hari per RT

3.185 3.185 3.185 3.185

15. Jumlah Rumah Tangga Rumah Tangga

2 2 3 4

16. Hemat LPG (Volume) Kg per Tahun 302 403 504 604 17. Hemat LPG (Rp) Rp. Per

Tahun 1,813,320 2,417,760 3,022,200 3,626,640

18. Hemat Kayu Bakar (Volume) Kg per Tahun 2,300 3,066 3,833 4,599 19. Hemat Kayu Bakar (Rp) Rp. Per

Tahun 1,379,700 1,839,600 2,299,500 2,759,400

20. Suku Bunga Pinjaman ke Industri/Kelompok*)

Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%

21. Subsidi Bunga*) Persen 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%22. Bunga yang Diterima Bank Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% 23. Bunga Penjaminan LPS Persen 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%24. Tambahan Bunga Persen 6% 6% 6% 6%

Page 67: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

50 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Asumsi Satuan Ukuran6 m3

Ukuran8 m3

Ukuran10 m3

Ukuran12 m3

25. Karbon Dioksida dari LPG Kg CO2/Kg LPJ

3 3 3 3

26. Karbon Dioksida dari Kayu Bakar

Kg CO2/Kg Kayu Bakar

1.52 1.52 1.52 1.52

27. Karbon Dioksida dari LPG yang Dihemat

Ton CO2/Tahun

0.91 1.21 1.51 1.81

28. Karbon Dioksida dari Kayu Bakar yang Dihemat

Ton CO2/Tahun

3.50 4.67 5.84 7.01

29. Pupuk yang Dihasilkan Kg per Bulan 15 20 25 3030. Harga Pupuk Rp/Kg 2,500 2,500 2,500 2,500 31. Pendapatan dari Pupuk Rp/ per

Tahun 450,000 600,000 750,000 900,000

32. Depresiasi Persen per Tahun

5% 5% 5% 5%

33. Sisa dalam 20 Tahun (dari umur ekonomis 20 tahun)

Persen di Tahun ke 5

0% 0% 0% 0%

34. Waktu Bangun sampai siap Pakai

Hari 15 15 15 15

35. Asumsi Penghindaran Polusi: Biaya EUR 19/Ton dan Kurs: 1 EUR: Rp. 16,500

Rp/Ton 313,500 313,500 313,500 313,500

*) Dapat Dirubah untuk Simulasi

Sumber: KESDM, 2013

4.1.3. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT dari Biogas Palm Oil Mill Effluent(POME)

Untuk pengembangan PLT dari biogas POME, asumsi yang dibangun dalam analisis ini terdari dari berbagai ukuran reaktor biogas, yaitu 45 Ton TBS (dari Tandun – PTPN V), 45 Ton TBS (dari PT Nubika), 60 Ton TBS (dari Lada Kalteng – PT SSS), dan 75 Ton TBS (dari Sei Mangkei – Sumatera Utara) berdasarkan pengalaman dari Kementerian ESDM. Secara rinci, asumsi yang digunakan untuk setiap ukuran tersebut adalah:

Tabel 4.3: Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit Analysis Pengembangan Reaktor Biogas POME17

No. Asumsi Satuan Tandun:Ukuran

45 Ton TBS

PT Nubika:Ukuran

45 Ton TBS

PT SSS:Ukuran

60 Ton TBS

Sei Mangkei:Ukuran

75 Ton TBS 1. Investasi Awal (Jual Listrik) USD 3,214,297 3,686,668 3,843,190 8,019,205

Investasi Awal (Pengganti Solar) USD 2,162,375 2,572,286 2,697,269 6,157,083

2. Jangka Waktu Investasi Tahun 5 5 5 5 3. Umur Ekonomis Tahun 20 20 20 20 4. Kurs Rupiah Rp./USD 11,500 11,500 11,500 11,500 5. Laju Limbah M3/hari 630 600 600 975

6. Kualitas COD ppm atau mg/l 45,000 53,000 54,500 54,500

7. HRT Hari 63 63 18 18 8. Kadar CH4 dalam Biogas Persen 65.0% 60% 60% 60% 9. Produksi CH4 Nm3/hari 8,930 8,930 9,728 15,808

10. Volume Reaktor M3 39,690 39,690 10,800 17,550 11. Biogas yang Diproduksi M3/hari 13,739 14,884 16,214 26,347 12. Power plant capacity kW 1,415 1,415 1,415 2,504 13. Listrik yang Dihasilkan KWh/Tahun 11,772,182 11,772,182 12,824,135 20,839,220

17 Semua angka yang diambil ke dalam tabel 4.3 berasal dari survei Kementerian Lingkungan Hidup. Tim tidak memiliki otorisasi untuk mengubah data.

Page 68: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

51 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Asumsi Satuan Tandun:Ukuran

45 Ton TBS

PT Nubika:Ukuran

45 Ton TBS

PT SSS:Ukuran

60 Ton TBS

Sei Mangkei:Ukuran

75 Ton TBS 14. Harga Listrik Rp/KwH 1,325 1,325 1,325 1,325 15. Penjualan Listrik Rp. 15,598,141,761 15,598,141,761 16,991,979,237 27,611,966,261

16. Biaya Working Capital (Jual listrik) USD 292,209 292,209 349,381 729,019

17. Biaya Working Capital (Pengganti Solar) USD 196,580 233,844 245,206 559,735

18. Variabel Cost USD 38,594 38,594 44,813 67,861 19. Fixed Cost USD 225,001 225,001 269,023 561,344

20. Penghematan Solar per Hari Liter per Hari 8,377 8,875 9,126 14,830

21. Penghematan Solar per Tahun Liter per Tahun 3,057,710 3,239,267 3,330,944 5,412,784

22. Harga Solar Industri Rp. Per Liter 13,665 13,665 13,665 13,665

23. Hemat Solar (Rp) Rp. Per Tahun 41,782,991,920 44,263,933,827 45,516,686,671 73,964,615,841

24. Metana Baseline ton CO2eq per Tahun 38,379 38,379 44,328 72,034

25. Metana After Project ton CO2eq per Tahun 3,567 3,567 6,406 10,409

26. Saving Metana ton CO2eq per Tahun 34,812 34,812 37,923 61,624

27. Suku Bunga Pinjaman ke Industri/Kelompok*) Persen 0% 0% 0% 0%

28. Subsidi Bunga*) Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% 29. Bunga yang Diterima Bank Persen 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% 30. Bunga Penjaminan LPS Persen 7.5% 7.5% 7.5% 7.5% 31. Tambahan Bunga Persen 6% 6% 6% 6%

32. Karbon Dioksida dari Solar per Liter Solar

Kg CO2/Liter Solar

2.6873 2.6873 2.6873 2.6873

33. Karbon Dioksida dari Solar dalam Setahun

ton CO2eq per Tahun 8,217 8,705 8,951 14,546

34. Karbon Dioksida Total ton CO2eq per Tahun 43,029 43,517 46,874 76,170

35. Depresiasi Persen per Tahun 5% 5% 5% 5%

36. Sisa dalam 20 Tahun (dari umur ekonomis 20 tahun)

Persen di Tahun ke 5 5% 5% 5% 5%

37. Waktu Bangun sampai siap Pakai Tahun 1 1 1 1

38. Asumsi Penghindaran Polusi: Biaya EUR 19/Ton dan Kurs: 1 EUR: Rp. 16,500

Rp/Ton 313,500 313,500 313,500 313,500

39. Variabel Cost - Solar USD 12,867 12,867 12,957 12,957 40. Fixed Cost - Solar USD 151.366 180.060 188.809 430.996

*) Dapat Dirubah untuk Simulasi

Sumber: KESDM, 2013

4.1.4. Asumsi Dasar untuk Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit Untuk pengembangan PLT biomassa dari pelepah sawit, studi kasus yang digunakan

adalah berdasarkan pengalaman dari KLH pada Koperasi Primer Malolo, Kec. Sarudu Mamuju Utara, Sulawesi Barat (Jl. Trans Sulawesi, Desa Sarudu, Kab. Mamuju Utara – Sulawesi Barat). Asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Page 69: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

52 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Tabel 4.4: Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit AnalysisPengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit

No. Deskripsi Satuan Nilai 1. Investasi Awal Rp 4,886,108,000 2. Jangka Waktu Investasi tahun 20 3. Depresiasi % 5% 4. Kapasitas Reaktor akan Pelepah Sawit kg/jam 170 9. Harga Bahan Bakar Solar Rp/liter 13,665 10. Subsidi Bahan Bakar Solar Rp/liter 0 11. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/jam 50 12. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/bulan 18,000 11. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/tahun 219,00012. Discount rate % 12.0% 13. Marjin bunga yang diterima bank % 13.5% 14. Bunga yang diterima debitur*) % 0% 15. Subsidi bunga*) % 13.5% 16. Pajak Persen dari Omset 1% 17. Kapasitas Produksi % 100% 18. Faktor Emsisi CO2 Solar Kg/Liter 2.6873 19. Penurunan emisi CO2 Ton/Tahun 589 20. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Euro/ton 19 21. Kurs Euro Rp/Euro 16,500 22. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Rp/Tahun 184,500,612 23. Pelepah Sawit kg/hari 2040 24. Kapasitas Pembangkit KW 200 25. Konsumsi Rumah Tangga Watt 200 26. Jumlah Rumah Tangga KK 737 27. Jam Operasional Jam 12 28. Biaya Bahan Baku Rp./Bulan 12,240,000 29. Upah Tenaga Kerja Rp./Bulan 12,000,000 30. Maintenance Rp./Tahun 20,000,000 31. O & M Rp./Tahun 310,880,000 32. Pendapatan Koperasi dari Listrik Rp./Bulan 184,250,000

*) Dapat Dirubah untuk Simulasi

Sumber: KLH, 2013

4.1.5. Asumsi Dasar untuk Pemanfaatan Sekam Padi unruk Silo/Pemanas/Pengering Gabah/Jagung Untuk pemanfaatan sekam padi untuk silo/pemanas/pengering gabah/jagung, studi kasus yang digunakan berdasarkan pengalaman dari KLH pada CV Pesona, Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape/Lapok, Kab. Sumbawa. Asumsi rinci yang digunakan adalah:

Tabel 4.5: Asumsi Dasar Perhitungan Analisis Keuangan dan Cost Benefit AnalysisPemanfaatan Sekam Padi untuk Silo Gabah/Jagung

No. Deskripsi Satuan Nilai 1. Investasi Awal Rp 945,000,000 2. Jangka Waktu Investasi Tahun 20 3. Depresiasi % 5% 4. Kapasitas Reaktor ton 3 5. Harga Bahan Bakar Solar (dengan Pajak) Rp/liter 13,665 6. Subsidi Bahan Bakar Solar Rp/liter 0 7. Penghematan Bahan Bakar Solar Liter per Hari 150 8. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/bulan 4,500 9. Penghematan Bahan Bakar Solar liter/tahun 54,000 10. DiscountFactor % 12.0% 11. Marjin bunga yang diterima bank % 13.5%

Page 70: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

53 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Deskripsi Satuan Nilai 12. Bunga yang diterima debitur*) % 0% 13. Subsidi bunga*) % 13.5% 14. Pajak Persen dari Omset 1% 15. Kapasitas Produksi % 100% 16. Faktor Emsisi CO2 Solar Kg/Liter 2.6873 17. Penurunan emisi CO2 Ton/Tahun 145 18. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Euro/ton 19 19. Kurs Euro Rp/Euro 16,500 20. Biaya Lingkungan Akibat Emisi CO2 Rp/Tahun 45,493,302 21. Biomassa Sekam kg/hari 3000 22. Jam Operasional Jam per Hari 10 23. Biaya Maintenance Rp./Tahun 20,000,000

*) Dapat Dirubah untuk Simulasi

Sumber: KLH, 2013

4.2. Analisis Kelayakan Keuangan Dalam rangka mencari indikator yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau

penolakan suatu proyek, terdapat beberapa kriteria investasi yang perlu diperhatikan. Kriteria investasi yang akandigunakan pada analisis keuangan ini adalah net present value(NPV) dan internal rate of return (IRR). NPV merupakan selisih nilai sekarang (present value) dari arus manfaat terhadap arus biaya. Di sisi lain, IRR menggambarkan tingkat rendemen (rate of return) dari investasi netto. Dalam evaluasi proyek, diperlukan NPV yang lebih besar atau sama sama dengan nol dan IRR yang lebih besar dibandingkan tingkat diskonto agar suatu proyek layak untuk dilaksanakan secara finansial.

Indikator keuangan lainnya yang dapat juga digunakan adalah Indeks Profitabilitas (Profitability Index/PI) dan Return on Investment (ROI). Indeks Profitabilitas (PI) dimaksudkan untuk menghitung perbandingan antara nilai arus kas bersih yang akan datang dengan nilai investasi yang sekarang. Jika PI > 1, maka investasi layak dijalankan dan jika PI < 1 maka investasi tidak layak dijalankan. Kemudian, ROI adalah rasio laba bersih terhadap biaya. ROI digunakan untuk membandingkan laba atas investasi antara investasi-investasi yang sulit dibandingkan dengan menggunakan nilai moneter. ROI yang positif menunjukan bahwa investasi layak untuk dilaksanakan.

4.2.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu Pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu umumnya dilakukan untuk

menggantikan atau menghemat penggunaan gas LPG dan/atau kayu bakar, baik oleh industri tahu itu sendiri maupun rumah tangga pemiliki industri tahu dan/atau tetangganya. Kelayakan secara keuangan sangat ditentukan oleh seberapa besar produk biogas yang dihasilkan mampu menggantikan atau menghemat penggunaan gas LPG dan/atau kayu bakar. Gas LPG dan kayu bakar umumnya bersama-sama digunakan sebagai bahan bakar pada industri tahu, dengan kondisi proporsi yang bervariatif.

Pilihan suku bunga yang ditanggung debitur mulai dari 0% sampai dengan 13,5% menentukan nilai berbagai indikator keuangan. Dari hasil perhitungan NPV dan IRR di bawah ini, terlihat bahwa ukuran reaktor biogas industri tahu yang layak untuk dikembangkan yakni ukuran 84 m3 dan 94 m3, dimana keduanya adalah pengembangan biogas industri tahu yang merupakan pengalaman dari KLH, dimana dalam prosesnya dibarengi pula dengan perbaikan proses bersih produksi pada industri tahu. Sedangkan untuk ukuran 40 m3 dan 90 m3 merupakan pengalaman dari Kementerian ESDM, dimana dalam proses pengembangan biogasnya tidak disertai dengan perbaikan proses produksi pada industri tahu. Selain itu juga, pada ukuran 40 m3, informasi yang digunakan untuk analisis keuangan tidak lengkap, terutama dari sisi penerimaan.

Page 71: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

54 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Hal yang menjadi catatan penting dalam analisa kelayakan pengembangan raktor biogas dari limbah industri tahu adalah bahwa kelayakan sangat dipengaruhi oleh harga kayu bakar yang ada di daerah masing-masing dan seberapa besar kebutuhannya, dimana kondisinya sangat berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Samakin tinggi harga dan volume kayu bakar yang digantikan dengan biogas di suatu daerah, semakin layak juga pengembangan biogas dari limbah industri tahu secara keuangan, dan begitu juga sebaliknya.

Tabel 4.6: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp) dan IRR (dalam Persen)

Suku Bunga

Debitur

NPV (Rp Juta) IRR (%) KLH

94 m3KLH

84 m3KESDM 90 m3

KLH 94 m3

KLH 84 m3

KESDM 90 m3

0% 103.65 193.7 -49.38 19.13% 30.28% 7.50% 1% 100.21 191.24 -52.18 18.83% 29.88% 7.29% 2% 96.77 188.79 -54.97 18.53% 29.49% 7.09% 3% 93.32 186.33 -57.76 18.24% 29.11% 6.89% 4% 89.88 183.87 -60.55 17.96% 28.73% 6.69% 5% 86.44 181.41 -63.34 17.67% 28.36% 6.50% 6% 83.00 178.95 -66.13 17.40% 27.99% 6.31% 7% 79.56 176.49 -68.92 17.13% 27.63% 6.12% 8% 76.12 174.04 -71.71 16.86% 27.28% 5.94% 9% 72.68 171.58 -74.50 16.60% 26.93% 5.76%

10% 69.23 169.12 -77.29 16.30% 26.58% 5.58% 11% 65.79 166.66 -80.08 16.10% 26.25% 5.41% 12% 62.35 164.2 -82.87 15.80% 25.91% 5.24% 13% 58.91 161.74 -85.66 15.60% 25.59% 5.07%

13.5% 57.19 160.51 -87.06 15.50% 25.43% 4.99% Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Dari indikator NPV dan IRR (Tabel 4.6), menunjukkan bahwa tingkat bunga yang lebih rendah untuk debitur akan mengarah pada peningkatan kelayakan pembangunan reaktor biogas industri tahu, dan sebaliknya. Dalam cara yang sama, hasil dari ROI dan PI (Tabel 4.7) dari pengembangan biogas reaktor untuk industri tahu menunjukkan bahwa ukuran 94 m3 dan 84 m3 adalah output biogas yang layak untuk pengembangan lebih lanjut. Ini harus dilakukan dengan proses produksi bersih di industri tahu, seperti dengan kasus Kementerian Lingkungan Hidup.

Nilai NPV dan IRR dari ukuran pembangunan limbah industri tahu reaktor biogas 90 m3 memiliki nilai paling kecil di antara ukuran lainnya. Alasan di balik nilai-nilai yang lebih kecil adalah pengembangan dari 90 m3 reaktor biogas dari limbah industri tahu berkonsentrasi hanya dalam mengembangkan biogas tanpa mempertimbangkan perbaikan dalam produksi tahu sendiri. Di sisi lain, pengembangan reaktor biogas limbah industri tahu ukuran 94 m3 dan 84 m3 peduli terhadap peningkatan efisiensi proses produksi tahu.

Tabel 4.7: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu Berdasarkan Hasil Hitung ROI (dalam Persen) dan PI

Suku Bungan Debitur

ROI (%) PIKLH

94 m3KLH

84 m3KESDM90 m3

KLH94 m3

KLH84 m3

KESDM90 m3

0% 20.10% 390.29% 80.68% 1.70 2.83 0.59 1% 19.95% 383.05% 78.01% 1.68 2.81 0.57 2% 19.79% 376.01% 75.42% 1.65 2.79 0.54 3% 19.64% 369.18% 72.90% 1.63 2.76 0.52 4% 19.49% 362.54% 70.45% 1.61 2.74 0.5 5% 19.33% 356.09% 68.08% 1.58 2.72 0.47

Page 72: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

55 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Suku Bungan Debitur

ROI (%) PIKLH

94 m3KLH

84 m3KESDM90 m3

KLH94 m3

KLH84 m3

KESDM90 m3

6% 19.18% 349.81% 65.76% 1.56 2.69 0.45 7% 19.03% 343.70% 63.51% 1.54 2.67 0.43 8% 18.88% 337.76% 61.32% 1.51 2.65 0.4 9% 18.73% 331.97% 59.19% 1.49 2.62 0.38

10% 18.58% 326.34% 57.11% 1.47 2.60 0.36 11% 18.43% 320.85% 55.09% 1.44 2.58 0.33 12% 18.28% 315.50% 53.12% 1.42 2.55 0.31 13% 18.13% 310.29% 51.20% 1.40 2.53 0.29

13.5% 18.05% 307.73% 50.26% 1.39 2.52 0.27 Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.2.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Dalam pengembangan reaktor biogas limbah peternakan sapi, terdapat dua kondisi

awal yang menentukan hasil perhitungan, yaitu kondisi pengembangan reaktor biogas limbah peternakan sapi untuk menggantikan salah satu dari: i) penggunaan gas LPG atau ii) penggunaan kayu bakar. Berbeda halnya dengan pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu yang secara bersamaan dapat menggantikan atau menghemat penggunaan gas LPG dan kayu bakar, pengembangan reaktor biogas limbah peternakan hanya dapat menggantikan salah satu jenis penggunaan dikarenakan karakteristik dari rumah tangga yang memang awalnya hanya menggunakansalah satu jenis bahan bakar saja, dimana sebagian rumah tangga hanya menggunakan gas LPG saja, dan sebagian rumah tangga hanya menggunakan kayu bakar saja.

Dari hasil perhitungan terhadap berbagai indikator keuangan yang digunakan, dapat ditunjukkan bahwa pengembangan reaktor biogas limbah peternakan sapi akan layak dilakukan untuk semua ukuran (6m3, 8m3, 10m3, dan 12m3) apabila produk biogas dari limbah peternakan sapi tersebut digunakan untuk mensubstitusi gas LPG yang selama ini digunakan oleh rumah tangga para peternak untuk kepentingan keseharian di rumah. Sedangkan apabila produk biogas dari limbah peternakan sapi tersebut hanya digunakan untuk mensubstitusi kayu bakar yang selama ini digunakan oleh rumah tangga, kelayakan secara keuangannya sangat tergantung dari besaran suku bunga yang harus ditanggung oleh debitur dan ukuran dari reaktor biogas limbah peternakan sapi yang dibangun. Semakin kecil suku bunga yang harus ditanggung debitur dan semakin besar ukuran reaktornya, semakin layak juga secara keuangan untuk pengembangan biogas dari limbah peternakan sapi.

Dari indikator keuangan yang ada, biogas dari limbah peternakan sapi layak secara keuangan digunakan untuk mensubstitusi penggunaan kayu bakar jika debitur hanya menanggung beban bunga maksimal sebesar 3% untuk ukuran 8 m3, menangung beban bunga sebesar maksimal 7% untuk ukuran 10 m3 dan menanggung beban bunga sebesar 9% untuk ukuran 12 m3. Sementara itu, untuk ukuran 6 m3 berdasarkan indikator NPV, IRR, dan PI tidak layak secara keuangan, namun secara ROI layak. Bila dilihat secara umum untuk semua ukuran biogas dari limbah kotoran sapi, kelayakan secara keuangan sangat ditentukan oleh pemanfaatan dari produk biogas yang dihasilkan dan juga produk sampingannya, yaitu pupuk.

Page 73: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

56 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Tabel 4.8: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rp)

Suku Bunga Debitur

NPV dari LPG ke Biogas (Rp. Juta) NPV dari Kayu Bakar ke Biogas (Rp Juta)Ukuran

6 m3Ukuran

8 m3Ukuran10 m3

Ukuran12 m3

Ukuran6 m3

Ukuran8 m3

Ukuran10 m3

Ukuran12 m3

0.0% 3.05 5.22 7.38 9.55 (0.17) 0.92 2.01 3.10 1.0% 2.87 4.99 7.11 9.22 (0.35) 0.69 1.73 2.78 2.0% 2.68 4.75 6.83 8.90 (0.54) 0.46 1.46 2.45 3.0% 2.50 4.52 6.55 8.57 (0.73) 0.22 1.18 2.13 4.0% 2.31 4.29 6.27 8.25 (0.91) (0.01) 0.90 1.80 5.0% 2.12 4.06 5.99 7.92 (1.10) (0.24) 0.62 1.48 6.0% 1.94 3.82 5.71 7.60 (1.29) (0.47) 0.34 1.15 7.0% 1.75 3.59 5.43 7.27 (1.47) (0.71) 0.06 0.83 8.0% 1.57 3.36 5.15 6.95 (1.66) (0.94) (0.22) 0.50 9.0% 1.38 3.13 4.87 6.62 (1.84) (1.17) (0.50) 0.17

10.0% 1.19 2.89 4.59 6.29 (2.03) (1.40) (0.78) (0.15) 11.0% 1.01 2.66 4.31 5.97 (2.22) (1.64) (1.06) (0.48) 12.0% 0.82 2.43 4.04 5.64 (2.40) (1.87) (1.34) (0.80) 13.0% 0.64 2.20 3.76 5.32 (2.59) (2.10) (1.61) (1.13) 13.5% 0.54 2.08 3.62 5.15 (2.68) (2.22) (1.75) (1.29)

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Tabel 4.9: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung IRR (dalam Persen)

Suku Bunga Debitur

LPG to Biogas IRR Firewood to Biogas IRRUkuran

6 m3Ukuran

8 m3Ukuran10 m3

Ukuran12 m3

Ukuran6 m3

Ukuran8 m3

Ukuran10 m3

Ukuran12 m3

0.0% 16.17% 17.69% 18.70% 19.42% 11.77% 13.02% 13.84% 14.43% 1.0% 15.88% 17.38% 18.38% 19.09% 11.51% 12.75% 13.57% 14.15% 2.0% 15.59% 17.08% 18.07% 18.77% 11.27% 12.49% 13.30% 13.88% 3.0% 15.31% 16.78% 17.76% 18.46% 11.02% 12.24% 13.04% 13.62% 4.0% 15.03% 16.49% 17.46% 18.15% 10.79% 11.99% 12.79% 13.36% 5.0% 14.76% 16.20% 17.17% 17.85% 10.55% 11.75% 12.54% 13.10% 6.0% 14.49% 15.92% 16.88% 17.56% 10.33% 11.51% 12.29% 12.85% 7.0% 14.23% 15.65% 16.59% 17.27% 10.10% 11.27% 12.05% 12.60% 8.0% 13.97% 15.38% 16.32% 16.98% 9.88% 11.05% 11.81% 12.36% 9.0% 13.72% 15.12% 16.04% 16.70% 9.67% 10.82% 11.58% 12.12%

10.0% 13.48% 14.86% 15.78% 16.43% 9.45% 10.60% 11.35% 11.89% 11.0% 13.24% 14.60% 15.51% 16.16% 9.25% 10.38% 11.13% 11.66% 12.0% 13.00% 14.35% 15.26% 15.90% 9.04% 10.17% 10.91% 11.44% 13.0% 12.76% 14.11% 15.00% 15.64% 8.84% 9.96% 10.70% 11.22% 13.5% 12.65% 13.99% 14.88% 15.51% 8.74% 9.86% 10.59% 11.11%

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Tabel 4.10: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung ROI (dalam Persen)

Suku Bunga Debitur

ROI Dari LPG ke Biogas ROI Dari Kayu Bakar ke BiogasUkuran

6 m3Ukuran

8 m3Ukuran 10 m3

Ukuran 12 m3

Ukuran 6 m3

Ukuran 8 m3

Ukuran 10 m3

Ukuran 12 m3

0.0% 182.33% 201.15% 213.70% 222.66% 128.24% 143.45% 153.60% 160.84% 1.0% 178.15% 196.70% 209.06% 217.89% 124.86% 139.85% 149.85% 156.99% 2.0% 174.10% 192.38% 204.56% 213.26% 121.59% 136.36% 146.21% 153.24% 3.0% 170.17% 188.18% 200.19% 208.76% 118.41% 132.97% 142.68% 149.61% 4.0% 166.34% 184.10% 195.94% 204.39% 115.32% 129.67% 139.24% 146.08% 5.0% 162.63% 180.14% 191.81% 200.15% 112.31% 126.47% 135.90% 142.64%

Page 74: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

57 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Suku Bunga Debitur

ROI Dari LPG ke Biogas ROI Dari Kayu Bakar ke BiogasUkuran

6 m3Ukuran

8 m3Ukuran 10 m3

Ukuran 12 m3

Ukuran 6 m3

Ukuran 8 m3

Ukuran 10 m3

Ukuran 12 m3

6.0% 159.01% 176.28% 187.79% 196.02% 109.39% 123.35% 132.66% 139.30% 7.0% 155.50% 172.53% 183.89% 192.00% 106.55% 120.32% 129.50% 136.06% 8.0% 152.08% 168.88% 180.08% 188.09% 103.78% 117.37% 126.42% 132.89% 9.0% 148.75% 165.33% 176.38% 184.28% 101.09% 114.49% 123.43% 129.82%

10.0% 145.50% 161.87% 172.78% 180.57% 98.47% 111.70% 120.52% 126.82% 11.0% 142.34% 158.50% 169.27% 176.96% 95.91% 108.97% 117.68% 123.90% 12.0% 139.26% 155.21% 165.84% 173.44% 93.42% 106.32% 114.91% 121.05% 13.0% 136.26% 152.01% 162.51% 170.01% 90.99% 103.73% 112.21% 118.28% 13.5% 134.78% 150.43% 160.87% 168.32% 89.80% 102.45% 110.89% 116.92%

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Tabel 4.11: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pembangunan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan Hasil Hitung PI

Suku Bunga Debitur

Profitability Index Dari LPG ke Biogas Profitability Index Dari Kayu Bakar ke Biogas

Ukuran6 m3

Ukuran8 m3

Ukuran10 m3

Ukuran12 m3

Ukuran6 m3

Ukuran8 m3

Ukuran10 m3

Ukuran12 m3

0.0% 1.38 1.52 1.62 1.68 0.98 1.09 1.17 1.22 1.0% 1.36 1.50 1.59 1.66 0.96 1.07 1.14 1.20 2.0% 1.34 1.48 1.57 1.64 0.93 1.05 1.12 1.18 3.0% 1.31 1.45 1.55 1.61 0.91 1.02 1.10 1.15 4.0% 1.29 1.43 1.52 1.59 0.89 1.00 1.07 1.13 5.0% 1.27 1.41 1.50 1.57 0.86 0.98 1.05 1.11 6.0% 1.24 1.38 1.48 1.54 0.84 0.95 1.03 1.08 7.0% 1.22 1.36 1.45 1.52 0.82 0.93 1.00 1.06 8.0% 1.20 1.34 1.43 1.50 0.79 0.91 0.98 1.04 9.0% 1.17 1.31 1.41 1.47 0.77 0.88 0.96 1.01

10.0% 1.15 1.29 1.38 1.45 0.75 0.86 0.94 0.99 11.0% 1.15 1.29 1.38 1.45 0.72 0.84 0.91 0.97 12.0% 1.10 1.24 1.34 1.40 0.70 0.81 0.89 0.94 13.0% 1.08 1.22 1.31 1.38 0.68 0.79 0.87 0.92 13.5% 1.07 1.21 1.30 1.37 0.66 0.78 0.85 0.91

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.2.3. Pengembangan PLT Biogas dari Limbah Industri Kelapa Sawit (POME) Dalam pengembangan PLT biogas dari limbah industri kelapa sawit, secara umum

terdapat dua asumsi kondisi yang berbeda yang menentukan kelayakan pengembangannya secara keuangan, yaitu i) apabila pengembangan PLT biogas dari POME dilakukan untuk memproduksi listrik dan selanjutnya listrik tersebut dijual; dan ii) apabila pengembangan PLT biogas dari POME dilakukan untuk menggantikan atau menghemat penggunaan solar (dalam hal ini solar industri yang tidak bersubsidi).

Dari hasil perhitungan berbagai indikator keuangan, dapat ditunjukkan bahwa pengembangan PLT biogas dari limbah industri sawit (POME) dalam berbagai ukuran kapasitas akan layak secara keuangan apabila dilakukan untuk pengganti solar yang digunakan untuk pembangkit listrik. Sedangkan untuk pengembangan PLT biogas dari limbah industri sawit (POME) yang dilakukan dengan tujuan untuk memproduksi listrik dan nantinya dijual ke masyarakat, secara umum relatif tidak layak. Kelayakan secara keuangan hanya terjadi untuk studi kasus Tandun – PTPN V, dan hal itupun layak apabila debitur hanya menanggung maksimum 1% dari beban bunga yang diberlakukan oleh perbankan. Apabila ditinjau lebih jauh, penyebab utama ketidaklayakan tersebut berasal dari produksi listrik yang masih relatif kecil dan harga jual listrik yang masih relatif rendah.

Page 75: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

58 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Tabel 4.12: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME Berdasarkan Hasil Hitung NPV (Dalam Juta Rupiah)

Suku Bunga Debitur

NPV Jual Listrik (Rp. Juta) NPV dari Penggantian Solar (Rp. Juta)

Tandun: Size

45 Ton TBS

PT Nubika:

Size 45 Ton

TBS

PT. SSS: Size

60 Ton TBS

Sei Mangkei:

Size 75 Ton

TBS

Tandun: Size

45 Ton TBS

PT Nubika:

Size 45 Ton

TBS

PT. SSS: Size

60 Ton TBS

Sei Mangkei:

Size 75 Ton

TBS 0.0% 938.71 (7,296.95) (6,597.40) (55,908.40) 148,844.29 153,806.63 157,441.26 231,419.57 1.0% 264.48 (8,265.99) (7,607.59) (58,052.88) 148,390.71 153,267.07 156,875.49 230,128.06 2.0% (409.75) (9,235.03) (8,617.77) (60,197.36) 147,937.13 152,727.51 156,309.71 228,836.56 3.0% (1,083.98) (10,204.07) (9,627.95) (62,341.84) 147,483.55 152,187.95 155,743.93 227,545.05 4.0% (1,758.21) (11,173.11) (10,638.13) (64,486.32) 147,029.98 151,648.39 155,178.16 226,253.55 5.0% (2,432.43) (12,142.16) (11,648.32) (66,630.80) 146,576.40 151,108.83 154,612.38 224,962.04 6.0% (3,106.66) (13,111.20) (12,658.50) (68,775.28) 146,122.82 150,569.27 154,046.60 223,670.54 7.0% (3,780.89) (14,080.24) (13,668.68) (70,919.76) 145,669.24 150,029.71 153,480.83 222,379.04 8.0% (4,455.12) (15,049.28) (14,678.87) (73,064.23) 145,215.66 149,490.15 152,915.05 221,087.53 9.0% (5,129.35) (16,018.32) (15,689.05) (75,208.71) 144,762.09 148,950.59 152,349.27 219,796.03

10.0% (5,803.58) (16,987.36) (16,699.23) (77,353.19) 144,308.51 148,411.03 151,783.50 218,504.52 11.0% (6,477.80) (17,956.40) (17,709.42) (79,497.67) 143,854.93 147,871.47 151,217.72 217,213.02 12.0% (7,152.03) (18,925.44) (18,719.60) (81,642.15) 143,401.35 147,331.91 150,651.94 215,921.51 13.0% (7,826.26) (19,894.48) (19,729.78) (83,786.63) 142,947.77 146,792.35 150,086.16 214,630.01 13.5% (8,163.37) (20,379.00) (20,234.87) (84,858.87) 142,720.99 146,522.57 149,803.28 213,984.26

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Tabel 4.13: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME Berdasarkan Hasil Hitung IRR (dalam Persen)

Suku Bunga Debitur

IRR Jual Listrik IRR Penggantian Solar

Tandun: Size

45 Ton TBS

PT Nubika:

Size 45 Ton

TBS

PT. SSS: Size

60 Ton TBS

Sei Mangkei:

Size 75 Ton

TBS

Tandun: Size

45 Ton TBS

PT Nubika:

Size 45 Ton

TBS

PT. SSS: Size

60 Ton TBS

Sei Mangkei:

Size 75 Ton

TBS 0.0% 12.26% 10.19% 10.44% 5.55% 58.02% 52.96% 52.15% 39.60% 1.0% 12.07% 9.97% 10.22% 5.37% 57.64% 52.60% 51.79% 39.27% 2.0% 11.89% 9.75% 10.00% 5.19% 57.27% 52.24% 51.43% 38.95% 3.0% 11.70% 9.54% 9.79% 5.01% 56.90% 51.88% 51.07% 38.64% 4.0% 11.52% 9.33% 9.57% 4.84% 56.53% 51.52% 50.72% 38.32% 5.0% 11.34% 9.12% 9.37% 4.67% 56.16% 51.17% 50.36% 38.01% 6.0% 11.17% 8.92% 9.16% 4.50% 55.80% 50.82% 50.02% 37.71% 7.0% 11.00% 8.72% 8.97% 4.33% 55.44% 50.47% 49.67% 37.40% 8.0% 10.83% 8.53% 8.77% 4.16% 55.08% 50.12% 49.33% 37.10% 9.0% 10.66% 8.33% 8.58% 3.99% 54.72% 49.78% 48.99% 36.80%

10.0% 10.49% 8.15% 8.39% 3.84% 54.37% 49.44% 48.65% 36.51% 11.0% 10.33% 7.96% 8.20% 3.68% 54.02% 49.11% 48.32% 36.21% 12.0% 10.17% 7.78% 8.02% 3.52% 53.67% 48.77% 47.99% 35.93% 13.0% 10.01% 7.60% 7.88% 3.37% 53.33% 48.44% 47.66% 35.64% 13.5% 9.93% 7.51% 7.75% 3.21% 53.16% 48.28% 47.49% 35.50%

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Page 76: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

59 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Tabel 4.14: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME Berdasarkan Hasil Hitung ROI (dalam Persen)

Suku Bunga Debitur

ROI Jual Listrik ROI Penggantian Solar

Tandun: Size

45 Ton TBS

PT Nubika:

Size 45 Ton

TBS

PT. SSS: Size

60 Ton TBS

Sei Mangkei:

Size 75 Ton

TBS

Tandun: Size

45 Ton TBS

PT Nubika:

Size 45 Ton

TBS

PT. SSS: Size

60 Ton TBS

Sei Mangkei:

Size 75 Ton

TBS 0.0% 54.32% 48.29% 47.45% 28.12% 121.62% 115.98% 115.01% 96.47% 1.0% 53.64% 47.38% 46.58% 27.27% 121.27% 115.60% 114.63% 96.02% 2.0% 52.97% 46.48% 45.73% 26.43% 120.92% 115.23% 114.25% 95.58% 3.0% 52.31% 45.59% 44.89% 25.60% 120.57% 114.86% 113.87% 95.14% 4.0% 51.65% 44.72% 44.06% 24.78% 120.22% 114.48% 113.50% 94.70% 5.0% 51.00% 43.85% 43.24% 23.97% 119.87% 114.11% 113.12% 94.26% 6.0% 50.35% 42.99% 42.43% 23.17% 119.52% 113.74% 112.75% 93.83% 7.0% 49.71% 42.15% 41.62% 22.38% 119.18% 113.38% 112.38% 93.40% 8.0% 49.07% 41.31% 40.83% 21.61% 118.83% 113.01% 112.01% 92.96% 9.0% 48.44% 40.49% 40.04% 20.84% 118.49% 112.64% 111.64% 92.53%

10.0% 47.82% 39.67% 39.26% 20.08% 118.14% 112.28% 111.27% 92.11% 11.0% 47.20% 38.86% 38.50% 19.33% 117.80% 111.91% 110.90% 91.68% 12.0% 46.58% 38.07% 37.74% 18.59% 117.46% 111.55% 110.54% 91.26% 13.0% 45.97% 37.28% 36.98% 17.86% 117.12% 111.19% 110.17% 90.84% 13.5% 45.67% 36.89% 36.61% 17.50% 116.95% 111.01% 109.99% 90.63%

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Tabel 4.15: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Reaktor POME Berdasarkan Hasil Hitung PI

Suku Bunga Debitur

Profitability Index Jual Listrik Profitability Index Penggantian Solar

Tandun: Size

45 Ton TBS

PT Nubika:

Size 45 Ton

TBS

PT. SSS: Size

60 Ton TBS

Sei Mangkei:

Size 75 Ton

TBS

Tandun: Size

45 Ton TBS

PT Nubika:

Size 45 Ton

TBS

PT. SSS: Size

60 Ton TBS

Sei Mangkei:

Size 75 Ton

TBS 0.0% 1.03 0.83 0.85 0.39 6.99 6.20 6.08 4.27 1.0% 1.01 0.81 0.83 0.37 6.97 6.18 6.06 4.25 2.0% 0.99 0.78 0.81 0.35 6.95 6.16 6.04 4.23 3.0% 0.97 0.76 0.78 0.32 6.93 6.14 6.02 4.21 4.0% 0.95 0.74 0.76 0.30 6.91 6.13 6.00 4.20 5.0% 0.93 0.71 0.74 0.28 6.89 6.11 5.98 4.18 6.0% 0.92 0.69 0.71 0.25 6.88 6.09 5.97 4.16 7.0% 0.90 0.67 0.69 0.23 6.86 6.07 5.95 4.14 8.0% 0.88 0.65 0.67 0.21 6.84 6.05 5.93 4.12 9.0% 0.86 0.62 0.65 0.18 6.82 6.04 5.91 4.10

10.0% 0.84 0.60 0.62 0.16 6.80 6.02 5.89 4.09 11.0% 0.84 0.60 0.62 0.16 6.78 6.00 5.88 4.07 12.0% 0.81 0.55 0.58 0.11 6.77 5.98 5.86 4.05 13.0% 0.79 0.53 0.55 0.09 6.75 5.96 5.84 4.03 13.5% 0.78 0.52 0.54 0.08 6.74 5.95 5.83 4.02

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.2.4. Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit Berdasarkan hasil perhitungan indikator keuangan untuk studi kasus pengembangan

PLT biomassa dari pelepah sawit di Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat (pengalaman KLH), semua indikator yang ada baik NPV, IRR, ROI maupun PI menunjukkan layak secara keuangan. Sama halnya dalam pengembangan PLT biogas dari limbah industri kelapa sawit (POME) yang layak secara keuangan, pengembangan PLT biomassa pelepah sawit layak secara keuangan dikarenakan produknya digunakan sebagai pengganti solar dari pembangkit listrik yang ada sebelumnya.

Page 77: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

60 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.16 menyiratkan bahwa pembangunan pembangkit listrik biomassa pelepah sawit secara finansial layak pada setiap tingkat bunga. Semua nilai NPV positif dan semua nilai IRR berada di atas biaya peluang modal. Ini berarti subsidi bunga tidak diperlukan agar program ini dapat dimulai.

Tabel 4.16: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit Berdasarkan Hasil Hitung NPV, IRR, ROI dan PI

Suku Bunga Debitur

NPV(Rp. Juta)

IRR(Persen)

ROI(Persen) Profitability Index

0% 3,967.45 19.37% 162.46% 1.8120 1% 3,853.83 19.09% 160.09% 1.7887 2% 3,740.21 18.83% 157.76% 1.7655 3% 3,626.59 18.56% 155.48% 1.7422 4% 3,512.97 18.30% 153.24% 1.7190 5% 3,399.35 18.05% 151.03% 1.6957 6% 3,285.73 17.80% 148.86% 1.6725 7% 3,172.11 17.55% 146.73% 1.6492 8% 3,058.49 17.31% 144.64% 1.6260 9% 2,944.87 17.07% 142.58% 1.6027

10% 2,831.25 16.83% 140.56% 1.5794 11% 2,717.63 16.60% 138.57% 1.5562 12% 2,604.01 16.38% 136.61% 1.5329 13% 2,490.39 16.15% 134.68% 1.5097

13.5% 2,433.58 16.04% 133.73% 1.4981 Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.2.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pengering/Pemanas/Silo Padi/Jagung Pengembangan pemanfaatan sekam padi untuk pengeriang/pemanas/silo padi/jagung secara umum dari indikator keuangan yang ada menunjukan bahwa hal tersebut layak untuk dikembangkan secara keuangan. Pemanfaatan sekam padi dilakukan untuk mengganti solar yang selama ini digunakan dalam pengering/pemanas/silo padi/jagung.

Tabel 4.17: Hasil Analisis Keuangan Pembiayaan Pengembangan Silo Pengering Padi/Jagung Berdasarkan Hasil Hitung Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of

Return (IRR) Suku

Bunga Debitur

NPV IRR ROI Profitability Index(Rp. Juta) (Persen) (Persen) Index

0.0% 3,723.08 59.00% 505.44% 4.9398 1.0% 3,689.01 58.14% 493.92% 4.9037 2.0% 3,654.95 57.29% 482.84% 4.8677 3.0% 3,620.88 56.44% 472.16% 4.8316 4.0% 3,586.81 55.59% 461.87% 4.7956 5.0% 3,552.75 54.76% 451.94% 4.7595 6.0% 3,518.68 53.93% 442.36% 4.7235 7.0% 3,484.62 53.12% 433.10% 4.6874 8.0% 3,450.55 52.30% 424.15% 4.6514 9.0% 3,416.49 51.50% 415.50% 4.6153

10.0% 3,382.42 50.71% 407.13% 4.5793 11.0% 3,348.36 49.92% 399.03% 4.5432 12.0% 3,314.29 49.15% 391.18% 4.5072 13.0% 3,280.23 48.38% 383.58% 4.4711 13.5% 3,263.20 48.00% 379.86% 4.4531

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Page 78: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

61 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

4.3. Analisis Biaya dan Manfaat Analisis biaya dan manfaat adalah proses identifikasi, pengukuran, dan

pembandingan biaya dan manfaat sosial yang dihasilkan oleh suatu proyek atau kegiatan investasi. Titik awal dari diperlukannya analisis biaya dan manfaat dalam analisis proyek adalah ketidakmampuan analisis finansial secara tunggal menangkap keseluruhan keuntungan dan kerugian yang dirasakan oleh masyarakat akibat dilakukannya suatu proyek atau investasi. Indikator-indikator yang digunakan dalam analisis finansial dapat menyesatkan apabila dijadikan indikator kesejahteraan sosial sebab sebagian besar proyek publik menghasilkan barang yang tidak dapat diperdagangkan secara bebas di pasar, seperti pengelolaan sampah, pengurangan polusi, atau perbaikan sarana kesehatan.

Salah satu metode analisis biaya dan manfaat yang lazim digunakan adalah benefit-cost ratio (BCR). Benefit-cost ratio (BCR) ini pada dasarnya adalah perbandingan antara nilai sekarang dari valuasi manfaat yang diterima masyarakat terhadap biaya yang harus ditanggung masyarakat dari pelaksanaan suatu proyek. Suatu proyek dinyatakan layak untuk dilaksanakan apabila B/C ratio lebih besar dibandingkan satu, yang mana valuasi manfaat lebih besar jika dibandingkan dengan valuasi biaya.

4.3.1. Pengembangan Reaktor Biogas dari Limbah Industri Tahu Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pelaku industri tahu bahwa masa

manfaat reaktor biogas industri tahu mampu bertahan sampai 20 tahun. Maka dengan demikian asumsi yang dibangun dalam analisis biaya dan manfaat pada reaktor biogas industri tahu memberikan masa manfaat selama 20 tahun. Reaktor biogas merupakan bentuk kekayaan (aktiva) tetap yang memiliki umur jangka panjang dan tidak habis pakai. Dalam analisis biaya dan manfaat ini, pinjaman yang akan diberikan memiliki asumsi jangka waktu pengembalian selama lima tahun.

Analisis biaya dan manfaat pengembangan reaktor biogas industri tahu terdapat beberapa ukuran yang umumnya digunakan oleh para pemilik pabrik tahu, yakni ukuran 40 m3, 94 m3, 84 m3, dan ukuran 90 m3. Berdasarkan analisis biaya dan manfaat dari semua skenario terhadap masing-masing ukuran reaktor biogas pada industri tahu memberikan kesimpulan layak untuk dijalankan karena nilai BCR menghasilkan nilai yang lebih besar dari satu, kecuali pada ukuran 40 m3 dimana informasi nilai manfaatnya tidak lengkap (dari Kementerian ESDM). Ukuran 40 m3 memiliki BCR sebesar 0,86, ukuran 94 m3 memiliki nilai sebesar 2,49, ukuran 84 m3 memiliki nilaisebesar 2,55, dan ukuran 90 m3 memiliki nilai 1,89.

Dalam perhitungan CBA, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah. Dari hasil CBA tersebut, dan apabila informasi manfaat yang diperoleh cukup lengkap, secara umum semua ukuran pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu layak secara ekonomi untuk dikembangkan.

Tabel 4.18: Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun

No. Indikator KESDM: Ukuran 40 m3

KLH: Ukuran 94 m3

KLH: Ukuran 84 m3

KESDM: Ukuran 90 m3

1 Biaya Awal (Rp) 103,627,000 148,000,000 105,720,000 120,000,000 2 Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5 3 Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% 4 Simulasi untuk Beban Bunga Debitur A. Skenario 1:

Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

Page 79: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

62 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator KESDM: Ukuran 40 m3

KLH: Ukuran 94 m3

KLH: Ukuran 84 m3

KESDM: Ukuran 90 m3

Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak Penurunan Emisi C02 (ton) 44 1,557 321 862

B. Skenario 2: Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0% Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 210,868,571 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 181,140,056 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) (29,728,516) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 0.86 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Tidak Layak Layak Layak Layak Penurunan Emisi C02 (ton) 44 1,557 321 862

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.3.2. Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pemilik reaktor biogas limbah

peternakan sapi bahwa masa manfaat reaktor biogas limbah peternakan sapi mampu bertahan sampai 20 tahun. Sama halnya dengan pengembangan reaktor bioas dari limbah industri tahu, dalam analisis biaya dan manfaat untuk pengembangan reaktor biogas dari limbah peternaan sapi ini, pinjaman yang akan diberikan memiliki asumsi jangka waktu pengembalian selama lima tahun.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis biaya dan manfaat untuk semua ukuran reaktor biogas limbah peternakan sapi, dari nilai BCR yang dihasilkan menunjukkan bahwa pengembangan tersebut layak secara ekonomi untuk dijalankan karena nilainya lebih besar dari 1, baik untuk yang sebelumnya menggunakan gas LPG maupun kayu bakar sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangganya. Dalam perhitungan CBA ini, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah.

Tabel 4.19: Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Reaktor Biogas Limbah Peternakan Sapi Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun

No. Indikator Ukuran6 m3

Ukuran8 m3

Ukuran10 m3

Ukuran12 m3

1. Biaya Awal (Rp) 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5 3. Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% 4. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur A. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% a. Pengalihan dari LPG ke Biogas

- Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 - Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 - Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147

B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak Penurunan Emisi C02 (ton) 18 24 30 36 b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke

Page 80: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

63 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran6 m3

Ukuran8 m3

Ukuran10 m3

Ukuran12 m3

Biogas - Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 - Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 - Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706

B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak Penurunan Emisi C02 (ton) 70 93 117 140

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.3.3. Pengembangan PLT dari Biogas Limbah Industri Kelapa Sawit (POME) Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pengembang PLT dari biogas

limbah industry kelapa sawit (POME) bahwa masa manfaat reaktor biogas POME mampu bertahan sampai 20 tahun. Sama seperti dalam pengembangan jenis WtE yang lain, dalam analisis biaya dan manfaat untuk pengembangan jenis WtE ini, pinjaman yang akan diberikan memiliki asumsi jangka waktu pengembalian selama lima tahun.

Dari hasil analisis biaya dan manfaat untuk pengembangan PLT dari biogas POME berdasarkan ukuran kapasitas pengolahan sawit, yaitu untuk ukuran 45 Ton TBS (Tandun PTPN V), 45 Ton TBS (PT Nubika), 60 Ton TBS (PT. SSS), dan 75 Ton TBS per jam (Sei Mangkei), ditunjukan bahwa nilai BCR-nya lebih besar dari 1, yang berarti pengembangan tersebut layak secara ekonomi, baik untuk tujuan penjualan listrik maupun penggantian/penghematan solar industri yang selama ini digunakan. Dalam perhitungan CBA ini, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah.

Tabel 4.20: Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT dari Biogas POME Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun

No. Indikator Tandun:Ukuran

PT Nubika:Ukuran

PT. SSS:Ukuran

Sei Mangkei:Ukuran

45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS1. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 36,964,416,510 42,396,678,573 44,196,687,578 92,220,853,048 2. Biaya Awal - Penghematan Solar

(Rp) 24,867,310,067 29,581,284,210 31,018,593,375 70,806,449,968

3. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5 4. Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% 5. Simulasi untuk Beban Bunga

Debitur

A. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% a. Asumsi Jual Listrik

- Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 - Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 - Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673

B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak Penurunan Emisi C02 (ton) 817,548.80 826,818.86 890,604.30 1,447,231.98 b. Asumsi Penghematan Solar

- Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 - Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 - Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674

B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak Penurunan Emisi C02 (ton) 817,548.79 826,818.86 890,604.30 1,447,231.98

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

Page 81: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

64 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

4.3.4. Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah SawitBerdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pengembang PLT biomassa

pelepah sawit bahwa masa manfaat PLT biomassa pelapah sawit mampu bertahan sampai 20 tahun. Dari studi kasus yang digunakan, ukuran dari PLT biomassa yang dikembangkan adalah berdaya 200 KV, yang mampu untuk menerangi hampir 800 rumah penduduk. Dari hasil analisa CBA, pengembangan PLT biomassa dari pelepah sawit layak secara ekonomi untuk dikembangkan, dimana nilai BCR-nya lebih besar dari 1. Dalam perhitungan CBA ini juga, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah.

Tabel 4.21: Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan PLT Biomassa dari Pelepah Sawit Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun

No. Indikator Ukuran200 KV

1. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 4,886,108,000 2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 3. Suku Bunga Bank 13.5%

Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Penurunan Emisi C02 (ton) 11,181.85

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.3.5. Pemanfaatan Sekam Padi untuk Pemanas/Pengering/Silo Padi/Jagung Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh KLH, pemanfaatan sekam padi untuk

pemanas/pengering/silo padi/jagung mampu memberikan masa manfaat sampai 20 tahun. Dari studi kasus yang digunakan, yaitu berupa silo padi dengan kapasitas 20 ton per hari, pemanfaatan sekam padi digunakan untuk menggantikan solar yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar. Dari hasil analisa CBA, diperoleh bahwa nilai BCR-nya lebih besar dari satu yang menunjukkan bahwa pemanfaatan sekam padi untuk pemanas/pengering/silo padi/jagung layak secara ekonomi untuk dikembangkan. Sama halnya dalam perhitungan analisis CBA jenis WtE yang lainnya, dalam perhitungan CBA ini juga, besaran beban bunga debitur dan beban subsidi bunga tidak berpengaruh terhadap kelayakan secara ekonomi, dikarenakan hal tersebut hanya bersifat transfer tanggungan, antara beban bunga yang ditanggung oleh debitur dan beban subsidi bunga oleh pemerintah.

Tabel 4.22: Analisis Biaya dan Manfaat Pengembangan Silo Pengering Gabah Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun

No. Indikator Ukuran200 KV

1. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 945,000,000 2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 3. Suku Bunga Bank 13.5% 4. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur A. Skenario 1:

Beban Bunga Debitur 0.0% Subsidi Bunga 13.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005

Page 82: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

65 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran200 KV

Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Penurunan Emisi C02 (ton) 2,886.73

Sumber: Hasil Pengolahan Tim, 2013

4.4. Mekanisme Pembiayaan Investasi WtE Melalui Kredit Program Pasca UU Nomor 23 Tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999 tentang BI sebagaimana

terakhir diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, Bank Sentral tidak diperkenankan lagi memberikan kredit likuiditas untuk mendukung pengembangan sektor-sektor prioritas yang ditetapkan pemerintah. Selanjutnya, peran tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui pemberian kredit program. Kredit program adalah kredit/pembiayaan yang ditujukan untuk pengembangan sektor prioritas, sumber dananya 100% menggunakan dana bank dengan suku bunga rendah yang ditetapkan oleh pemerintah. Selisih antara suku bunga kredit program dengan suku bunga pasar yang seharusnya diterima oleh bank, disubsidi oleh pemerintah.

Beberapa kredit program yang diluncurkan oleh pemerintah antara lain kredit-kredit yang terkait dengan sektor pertanian dan perkebunan, misalnya, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Pengembangan Energi Nabati & Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Selain itu, terdapat kredit program yang menggunakan pola penjaminan, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR merupakan kredit/pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi yang usahanya layak dibiayai (feasible) namun belum memenuhi persyaratan bank (unbankable).

Senada dengan tujuan kredit program lainnya, bahwa tujuan dari pembiayaan investasi WtE juga mempunyai semangan dan tujuan yang sama. Tujuan dari pembiayaan investasi WtE melalui kredit program antara lain:

a) Mendukung program pemerintah dalam pengendalian pencemaran termasuk mendukung komitmen Pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% jika mendapat bantuan internasional pada tahun 2020;

b) Mendorong proyek investasi lingkungan WtE sehingga dapat memberikan kontribusi perbaikan kualitas lingkungan secara signifikan dan berkelanjutan serta memberikan penambahan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha;

c) Meningkatkan jumlah pendanaan untuk investasi lingkungan WtE bagi industri dan usaha produktif; dan

d) Memberikan kemudahan akses pembiayaan investasi lingkungan WtE bagi usaha skala mikro, kecil, menengah dan koperasi.

Yang lebih spesifik dari pembiayaan investasi WtE yakni lebih mengerucut pada investasi dalam memberikan kontribusi perbaikan kualitas lingkungan secara signifikan dan berkelanjutan serta memberikan penambahan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha. Meski demikian sasaran pembiayaan investasi WtE sama dengan sasaran kredit program lainnya, yakni petani dan UKM.

Page 83: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

66 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Gambar 4.1: Prosedur Penyaluran KKP-E kepada Petani/ Peternak/Pekebun secara Individu atau Kelompok Tani/ Koperasi secara Langsung ke Bank

Keterangan: 1. Petani/peternak/pekebun yang langsung mengajukan kredit secara individu

menyusun Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) dan bagi kelompok Tani menyusun menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) dibantu oleh Petugas Dinas Teknis /Badan setempat atau Penyuluh Pertanian;

2. Pejabat Dinas Teknis/Badan setempat atau Penyuluh Pertanian mensahkan RKU atau RDKK;

3. Rencana Kebutuhan Usaha (RKU) petani/peternak/pekebunan dan atau RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana;

4. Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen usulan kredit, dan apabila dinilai layak dan memenuhi syarat, kemudian petani/peternak menandatangani akad kredit dengan cabang Bank Pelaksana dan menyalurkan kredit ke petani/peternak.

5. Jika petani mengajukan kredit melalui Kelompok Tani maka RDKK diajukan ke bank pelaksana, jika memenuhi syarat kelompok tani menandatangi akad kredit dan KKP-E akan disalurkan kepada petani anggota kelompok.

6. Petani/ peternak/ pekebun yang secara individu langsung mengembalikan kredit kepada Bank pelaksana sesuai jadwal, dan bila melalui kelompoktani anggota mengembalikan kepada kelompoktani;

7. Kelompok tani mengembalikan KKP-E langsung kepada Bank Pelaksana sesuai jadwal yang disepakati dalam akad kredit.

Page 84: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

67 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Gambar 4.2: Prosedur Penyaluran KKP-E oleh Petani/Kelompok Tani/Koperasi yang Bekerjasama dengan Mitra Usaha

Keterangan: 1. Petani menyusun Rencana Kebutuhan Usaha dan Kelompok Tani

menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok RDKK dibantu oleh Petugas Dinas Teknis setempat/Badan atau Penyuluh Pertanian.

2. Pejabat yang diberi kuasa Dinas Teknis/Badan setempat/Penyuluh Pertanian terkait mensahkan RKU atau RDKK yang diketahui oleh Mitra Usaha.

3. RDKK yang sudah disahkan diajukan langsung ke Bank Pelaksana.

4. Bank pelaksana meneliti kelengkapan dokumen RKU/RDKK, dan apabila dinilai layak kemudian bank menandatangani akad kredit dengan petani/kelompok tani, selanjutnya menyalurkan KKP-E kepada Kelompok Tani.

5. Dalam hal petani/kelompoktani/koperasi bekerjasama dengan Mitra Usaha (Perusahaan BUMN, BUMD, Koperasi, Swasta lain yang memiliki usaha bidang pertanian), maka mitra usaha dapat bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit (avalis) sesuai perjanjian pihak yang bermitra.

6. Jika mitra usaha sebagai avalis sebagian pengelolaan kredit sesuai perjanjian dapat dikuasakan kepada mitra usaha. Bagi mitra usaha berbentuk koperasi maka koperasi bertindak sebagai penjamin pasar atau kredit (avalis) terhadap anggotanya.

7. Mitra usaha menjamin pemasaran hasil produksi petani/kelompok tani/ koperasi dan membantu kelancaran pengembalian kreditnya yang berkoordinasi dengan Bank Pelaksana.

8. Petani/kelompok tani/koperasi mengembalikan KKP-E langsung kepada Bank pelaksana sesuai jadwal yang disepakati dalam akad kredit.

Untuk mewujudkan pembiayaan WtE melalui kredit program, diusulkan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab menurut lembag sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, antara lain mencakup:

a. KLH atau Kementerian ESDM bertugas dan bertanggung jawab dalam hal berikut:

1) Membantu menyusun dan mengembangkan pedoman daftar investasi lingkungan WtE yang berhak mendapatkan fasilitas program insentif lingkungan.

2) Memberikan arahan aspek teknis terkait pemenuhan kriteria lingkungan dalam penyaluran program.

3) Menerbitkan panduan teknis obyek investasi yang berhak mendapatkan insentif pembiayaan.

4) Melakukan peningkatan kapasitas dan koordinasi hal teknis terkait pemahaman terhadap penilaian kontribusi terhadap lingkungan dan pemenuhan kriteria program.

Page 85: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

68 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

5) Melakukan sosialisasi program pembiayaan WtE. 6) Melakukan monitoring terhadap realisasi pengadaan investasi dan pencapaian

kontribusi terhadap lingkungan terkait kriteria program.

b. Kementerian Keuangan bertugas dan bertanggung jawab dalam hal berikut:

1) Menyediakan dana APBN sebagai fasilitas subsidi bunga. 2) Menetapkan besaran subsidi suku bunga pinjaman. 3) Menunjuk bank pelaksana. 4) Memberikan persetujuan plafon masing-masing bank.

c. Komite Kredit Program, berwenang untuk melakukan evaluasi dan membahas perubahan dalam kebijakan program yang menjadi acuan pelaksanaan bagi stakeholder.

d. Bank Pelaksana bertugas dan bertanggung jawab untuk menyalurkan pembiayaan program sesuai mekanisme dan kriteria yang telah ditetapkan. Tugas dan tanggung jawab Bank Pelaksana secara detail adalah sebagai berikut.

1) Menyampaikan komitmen target penyaluran kepada Kementerian Keuangan dan mempersiapkan dana pembiayaan yang akan disalurkan pada calon Nasabah.

2) Melaksanakan pembiayaan program sesuai syarat dan ketentuan. 3) Mengidentifikasi calon potensial nasabah baik secara mandiri maupun bersama-

sama dengan TAU. 4) Menganalisa sesuai dengan prosedur dan ketentuan Bank Pelaksana untuk

menentukan apakah pembiayaan kepada calon Nasabah layak untuk dilakukan. 5) Melakukan pencairan pembiayaan kepada Nasabah. 6) Melakukan manajemen risiko atau pembiayaan kepada Nasabah. 7) Menatausahakan dan menagih kewajiban Nasabah. 8) Melakukan monitoring dan evaluasi pembiayaan kepada Nasabah. 9) Melakukan pembinaan bersama dengan KLH atau Kementerian ESDM, untuk

memastikan pembiayaan tersebut sesuai dengan tujuan yang disepakati. 10) Mempunyai komitmen jangka panjang untuk memastikan indikator keberhasilan

program terpenuhi. 11) Menyusun laporan kepada KLH atau Kementerian ESDM atas penyaluran dan

perkembangan usaha Nasabah yang dilaporkan secara periodik. 12) Melakukan hal-hal lain yang sesuai dengan ketentuan pembiayaan Bank Pelaksana.

e. Pokja program adalah badan bentukan KLH atau Kementerian ESDM yang bertugas dan bertanggung jawab untuk melakukan evaluasi dan memberikan masukan di internal KLH atau Kementerian ESDM terhadap pelaksanaan program.

f. Unit Pendamping Teknis (TAU), dimana tugas dan tanggung jawab utama Unit Pendamping Teknis atau Technical Assistance Unit (TAU) adalah sebagai berikut:

1) Membantu KLH atau Kementerian ESDM, Kemenkeu, Bank Pelaksana dan calon nasabah dalam pengembangan WtE.

2) Mengenalkan dan meningkatkan pemahaman UMKM tentang WtE. 3) Bersama-sama KLH atau Kementerian ESDM menyusun dan mengembangkan

daftar investasi lingkungan WtE yang berhak mendapatkan fasilitas program insentif lingkungan.

4) Mengembangkan konsep evaluasi dan monitoring KLH atau Kementerian ESDM serta membantu KLH atau Kementerian ESDM dalam kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan.

5) Membantu serta memfasilitasi kegiatan sosialisasi dan capacity building stakeholder termasuk Kemenkeu, Bank Pelaksana dan pihak terkait.

6) Membantu studi kelayakan, identifikasi kegiatan dan pengembangan pipeline di Bank Pelaksana.

7) Menyusun laporan kegiatan TAU secara periodik (semester dan tahunan).

Page 86: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

69 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Gambar 4.3: Tugas dan Tanggung Jawab Lembaga yang Terkait

Page 87: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

70 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari kegiatan Analisis Biaya Manfaat

Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara lain:

a. Limbah penting yang dapat diubah menjadi energi bio atau WTE (WTE) di Indonesia meliputi: limbah industri tahu; limbah ternak sapi; limbah perkebunan kelapa sawit (POME); pelepah kelapa sawit; sekam padi; sampah kota atau sampah, dan limbah domestik cair. Daerah-daerah yang potensial sedang diupayakan dan dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dengan dukungan dari APBN, hibah internasional, dan/atau kredit perbankan. Namun, perkembangannya masih terbatas disebabkan oleh terbatasnya akses ke APBN dan hibah tidak aktif. Itu sebabnya, dukungan keuangan untuk WTE atau bioenergi berkelanjutan sangat diperlukan.

b. Terdapat beberapa jenis peluang dalam pembiayaan untuk pengembangan WtE di Indonesia, antara lain program dari KLH (sudah berhenti), Kementerian ESDM (beberapa sudah berhenti), Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, Pusat Investasi pemerintah (PIP), kredit perbankan (dari Bank Syariah Mandiri dan Bank Bukopin dengan dukungan AFD), dan juga kredit program eksisting dengan berbagai pola (namun belum secara spesifik dapat dimanfaatkan untuk pengembangan WtE). Dari berbagai jenis sumber pembiayaan tersebut, Kredit Program berupa Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) merupakan kredit program yang eksisting yang dirasa paling sesuai untuk mendukung pengembangan WtE dikarenakan untuk merealisasikannya tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama bila dibandingkan dengan pilihan yang lain (yaitu dengan merevisi Peraturan Menteri Keuangan dan menyusun Pedoman Teknis-nya di KLH atau Kementerian ESDM).

c. Fokus analisis kelayakan pembiayaan investasi limbah menjadi energi pada berbagai jenis pemanfaatan limbah pada studi ini meliputi: (a) pengembangan reaktor biogas limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik perkebunan kelapa sawit dan industri biomassa (POME); dan (d) penggunaan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, terutama memanfaatkan biomassa sekam padi. Secara finansial, hampir semua jenis pembangunan WtE yang menjadi fokus penelitian ini layak untuk dikembangkan. Namun, kelangsungan hidup tergantung pada kondisi awal. Opsi yang layak adalah: (i) pengembangan produk bersih dan biogas dari limbah industri tahu; (ii) pengembangan biogas dari limbah peternakan sapi/kotoran (terutama untuk penggantian gas LPG, sedangkan penggantian kayu bakar sangat tergantung dari harga kayu bakar di daerah); (iii) pengembangan pembangkit listrik biogas dari limbah industri kelapa sawit (terutama untuk penggantian diesel tetapi tidak untuk menjual listrik); (iv) pembangkit listrik dari pelepah sawit; dan (v) pemanfaatan sekam padi untuk pemanas/pengering di silo padi/jagung.

d. Untuk beberapa jenis WtE yang layak secara keuangan tersebut di atas dapat dilakukan tanpa diberikan dukungan bantuan subsidi bunga. Sedangkan untuk jenis pengembangan yang tidak layak secara keungan, seperti: (i) pengembangan biogas industri tahu yang tanpa dibarengi dengan pengembangan produk bersih, (ii) pengembangan biogas dari limbah peternakan sapi untuk penggantian kayu bakar (yang sangat tergantung harga kayu bakar), dan (iii) pengembangan pembangkit listrik tenaga biogas dari limbah industri kelapa sawit (POME) dimana produk listriknya dijual, dibutuhkan subsidi bunga atau bantuan lain dalam pembiayaan

Page 88: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

71 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

pengembangan WtE agar menjadi layak.18 Namun demikian, untuk mendorong agar masyarakat tertarik untuk melakukan pengembangan WtE, tetap dibutuhkan insentif berupa subsidi bunga melalui kredit program untuk semua jenis pengembangan WtE.

e. Secara ekonomi, berdasarkan hasil analisis biaya dan manfaat (CBA), semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini (mencakup (a) pengembangan reaktor biogas dari limbah peternakan sapi; (b) pengembangan reaktor biogas dari limbah industri tahu; (c) pengembangan pembangkit listrik dari biomassa perkebunan dan industri kelapa sawit (POME); dan (d) pemanfaatan biomassa pertanian untuk pemanas/pengering, khususnya untuk biomassa sekam padi) layak untuk dikembangkan, dengan rasio manfaat per biayanya (BCR) yang bervariatif. Variasi dari nilai BCR sangat tergantung dari: (a) besarnya investasi yang dibutuhkan; (b) kondisi awal dari jenis dan harga energi yang disubstitusi dengan biogas dan biomassa (WtE atau bioenergi); (c) pemanfaatan/penggunaan dari produk WtE.

f. Berdasarkan pengalaman dari berbagai negara yang mengembangkan WtE, terdapat beberapa kunci sukses dalam pengembangan WtE, antara lain: (a) Harga energi fosil dan listrik yang tinggi dan tidak bersubsidi; (b) Dilakukan untuk mensubstitusi jenis energi fosil yang digunakan; (c) Keberlanjutan ketersediaan limbah; (d) Terbatasnya lahan untuk pembuangan limbah; (e) Tingginya tipping feeuntuk pembuangan sampah/limbah; (f) Kebijakan untuk lebih mendukung pengembangan WtE; dan (g) Dukungan public akan pengembangan WtE.

5.2. Saran/Rekomendasi Kebijakan Saran/rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan dari kegiatan Analisis Biaya

Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini antara lain:

a. Masih terdapat perbedaan teknis terkait ukuran, spesifikasi, dan standar biaya untuk pengembangan setiap jenis WtE. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, diperlukan koordinasi dan penyepakatan diantara kementerian teknis yang terkait, yaitu Kementerian ESDM dan KLH.

b. Untuk pengembangan WtE awal, dapat dilakukan melalui kredit program dengan pola subsidi bunga yang eksisting saat ini, yaitu skema Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) untuk 2 jenis pengembangan WtE yang potensial, yaitu biogas dari limbah industri tahu dan biogas dari kotoran sapi.

c. Untuk pengembangan WtE yang lain (pembangkit listrik dari biogas POME dan biomassa pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam padi untuk pemenas/pengering/ silo padi/jagung), dapat menggunakan skema PIP, pembiayaan perbankan atau skema kredit program yang baru.

d. Agar dalam pengembangan WtE melalui kredit program tidak tumpang tindih dengan program-program yang sudah ada, terutama dari Kementerian ESDM dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi Pedesaan, maka perlu dilakukan penentuan kriteria penerima manfaat (beneficiaries) dan pemetaan lokasinya (zoning), baik oleh Kementerian ESDM maupun KLH.

e. Bank Pelaksana adalah pelaku utama yang menjadi faktor penentu dalam keberhasilan pelaksanaan program pengembangan WtE melalui kredit program. Untuk pelibatannya, diperlukan sosialisasi, baik oleh Kementerian Keuangan, KLH

18 Pemulaian pengembangan WtE memiliki biaya cukup tinggi. Kondisi di Indonesia saat ini yakni bank dan investor lain masih belum menaruh minat untuk menginvestasikan dananya pada bidang WtE. Oleh karena itu, pemerintah harus turun tangan pada situasi saat ini dengan memberikan subsidi bunga bagi mereka yang ingin berinvestasi dalam program WtE.

Page 89: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

72 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

dan Kementerian ESDM untuk mendorong mereka agar tertarik dalam pembiayaan WtE. Selain sosialisasi, diperlukan juga dukungan teknis dari kementerian teknis (KLH dan Kementerian ESDM) untuk membantu perbankan, misalnya melalui technical assistant (TA) dalam pengembangan WtE. Bank Pelaksana yang diprioritaskan adalah perbankan yang pernah atau sedang melakukan pembiayaan melalui kredit terhadap pengembangan WtE, antara lain Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan beberapa Bank Pembangunan Daerah.

f. Sebagai payung hukum pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE, dibutuhkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu Perubahan Ketiga atas PMK Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) di Kementerian Keuangan RI. Selain itu, di kementerian teknis (yaitu KLH dan/atau Kementerian ESDM), dibutuhkan Peraturan Menteri LH atau Peraturan Menteri ESDM terkait dengan pedoman teknis pelaksanaan KKP-E untuk pengembangan WtE, seperti yang juga dilakukan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pelaksanaan KKP-E.

5.3. Langkah Tindak Lanjut Dari hasil pelaksanaan kajian tentang Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program ini, masih banyak langkah tindak lanjut yang diperlukan untuk merealisasikan, baik yang dilakukan oleh kementerian teknis (yaitu KLH dan Kementerian ESDM), Kementerian Keuangan maupun Bank Pelakana. Guna menindaklanjuti hasil kajian ini, masih diperlukan FGD kembali dengan pihak perbankan selaku pelaksana dari rencana kegiatan Kredit Program bagi WtE ini, yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI) Direktorat Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI.

Beberapa hal yang juga masih perlu dilakukan, terutama oleh kementerian teknis, antara lain:

a. Penentuan kriteria calon penerima manfaat (beneficiaries) dari program, baik dari sisi KLH maupun Kementerian ESDM. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih program ini dengan kegiatan/program serupa yang lain yang sedang dilaksanakan oleh KLH maupun Kementerian ESDM. Pemetaan (zonasi) penerima manfaat antara program-program yang sedang berlangsung dengan program yang akan diusulkan dibiayai dengan kredit program juga menjadi penting. Dengan adanya kriteria penerima manfaat dan pemetaannya yang jelas, maka diharapkan program ini akan lebih tepat sasaran.

b. Penyusunan daftar calon bank pelaksana (beserta contact person (CP)-nya) yang sudah berpengalaman dalam mendukung dan melaksanakan program-program terkait dengan lingkungan maupun energi yang selama ini telah menjadi mitra baik KLH, Kementerian ESDM maupun Kementerian Keuuangan. Diharapkan dengan adanya kesediaan dari bank pelaksana yang berpengalaman, maka program ini akan lebih mudah untuk dijalankan dan tujuan dari program ini akan lebih tepat sasaran.

c. Dalam menuju proses penyiapan rancangan peraturan berupa Rancangan Peraturan Menteri Keuangan dan juga peraturan dari kementerian teknis, maka diharapkan agar KLH dan Kementerian ESDM kiranya dapat mempersiapkan nama dan alamat calon penerima manfaat (beneficiaries) dalam sebuah daftar yang nantinya dapat disampaikan kepada Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Dit SMI), Direktorat Jenderal Perbendahaaran Negara (DJPb), Kementerian Keuangan RI sebagai dasar dalam disbursement subsidi nantinya.

Page 90: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

73 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2012. Implementasi Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK), Jakarta; Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

Bank Indonesia, 2010. Studi Kelayakan Usaha Sapi Potong di Kabupaten Langkat Sumatera Utara, Medan: Bank Indonesia Medan.

_________, 2012. Kajian Kesiapan Umkm Ramah Lingkungan Dalam Mendapatkan Akses Pembiayaan, Jakarta: Bank Indonesia.

Husnan, Suad dan Suwarsono Muhammad (2000). Studi Kelayakan Proyek, Edisi-4, Yogyakarta; UPP AMP YKPN.

Ibrahim, Yacob. 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi revisi. Jakarta; Rineka Cipta.

Intergovernmental Panel on Climate Change, 2007. Summary for Policymakers: A report of Working Group I of the Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC.

Kamaluddin, 2004. Studi Kelayakan Bisnis, Malang; Dioma.

Kasmir, Jakfar, 2003. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi-1, Jakarta; Prenada Media.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012. Kajian Teknis Peluang Pemanfaatan Biogas untuk Pembangkit Sendiri Pada Industri, Jakarta; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.

_________, 2012. Kajian Kelayakan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari Limbah Cair PKS di Kabupaten Rokan Hulu, Jakarta; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.

_________, 2012. Studi Kelayakan: Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Tandun PTPN V Riau, Jakarta; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.

_________, 2012. Studi Kelayakan: Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT Nubika, Jakarta; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.

_________, 2012. Studi Kelayakan: Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Se Mangkei Sumut, Jakarta; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.

_________, 2012.Program Pengembangan Bioenergi di Indonesia, Jakarta; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.

_________, 2013.Peluang dan Tantangan Pengembangan WtE di Indonesia, Jakarta; Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi.

Kementerian Keuangan, 2013. Peluang Pemanfaatan KKP-E Untuk PembiayaanWTE, Jakarta; Direktorat Sistem Manajemen Investasi Kementerian Keuangan.

Kementerian Lingkungan Hidup, 2009. Ragam Investasi WtE: PLTU Mini dengan Pelepah Sawit di Mamaju, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.

_________, 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10A Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Penyaluran Pembiayaan Bagi Kegiatan Debt for Nature Swap (DNS) Dengan Pemerintah Jerman Untuk Investasi Lingkungan Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK), Jakarta; Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan

Page 91: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

74 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

_________, 2010.Ragam Investasi WtE: Industri Tahu dan Reaktor Biogas di Bekasi, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.

_________, 2010. Ragam Investasi Industri WtE: Ragam Investasi WtE: Industri Tahu dan Reaktor Biogas di Klaten, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.

_________, 2010. Ragam Investasi Industri WtE: Ragam Investasi WtE: Pengering Gabah dan Sekam di Sumbawa, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.

_________, 2012.Ragam Investasi Industri WtE: Reaktor Biogas Limbah Kotoran Sapi di Pasuruan, Jakarta; Kementerian Lingkungan Hidup.

_________, 2013.Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi (WtE), Jakarta; Asdep Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup.

Kementerian Pekerjaan Umum, 2001. Kajian Metode Analisis Biaya-manfaat Hasil Litbang, Jakarta: Puslitbang Sosial, Ekonomi dan Lngkungan.

Kementerian Pertanian, 2012. Pedoman Teknis Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Jakarta. Direktorat Pembiayaan Pertanian Kementerian Pertanian.

Kuncoro. Kukuh Siwi, 2010. Studi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah 10 MWe di Kota Medan ditinjau dari Aspek Teknis, Ekonomi dan Lingkungan, Medan: Fakultas Teknologi Industri ITS.

Lahming, 2012. Rancang Bangun Alat Pengering Biji-Bijian Hasil Pertanian Tipe Kontinyu Bahan Bakar Biomassa Ramah Lingkungan, Makassar: Universitas Negeri Makassar

Mulyantara. Lilik T, dkk, 2008. Simulasi Pengering Jagung Pipilan Menggunakan Alat Pengering Surya Tipe Rumah Kaca (ERK) - Hybrid Dengan Pengering Silinder Berputar, Bogor: Institut Pertanian Bogor .

NASA, 2007.Global Warming to Cause More Severe Tornadoes, Storms, Fox News: August 31, 2007.

Putri, Agita Kirana, 2008. Studi Kelayakan Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat di Wilayah Kabupaten Bogor, Bogor; Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Sugiarto, Lilik, dkk, 2008. Studi Kelayakan Pembuatan Biogas dari Fases Sapi sebagai Sumber Energi Alternatif, Yogyakarta; Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND.

Sutoyo, S, 2003. Studi Kelayakan Proyek: Konsep dan Teknik, Jakarta: Badan Penerbit LPPM.

Umar, Husein, 2005. Studi Kelayakan Bisnis, Edisi-3, Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama.

Zubir, Z., 2006. Studi Kelayakan Usaha, Jakarta; Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,.

Web: Asep Budi Brata, RMOL: Upaya BI dalam Mendongkrak Peningkatan Penyaluran Kredit Program Melalui Kemitraan Strategis

http://www.rmol.co/read/2011/12/01/47602/Upaya-BI-dalam-Mendongkrak-Peningkatan-Penyaluran-Kredit--Program-Melalui-Kemitraan-Strategis-

Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia

http://www.menlh.go.id/

Page 92: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

75 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia

http://www.esdm.go.id/

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas

http://www.bappenas.go.id/

Page 93: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

76 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 94: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

77 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Lampiran 1 : Hasil Survey Lapangan Pengembangan Waste-to-Energy: Yogyakarta, Pasuruan (via Malang), dan Palembang

A. Yogyakarta: Rangkuman Laporan Kegiatan Survei Penggunaan Limbah Tahu di Kabupaten

Kulonprogo, Provinsi DI Yogyakarta Latar Belakang

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Kandungan organik tinggi ini yang berpotensi melepas emisi metana. Seperti perlakukan limbah kotoran sapi, limbah industri tahu tersebut juga dapat diolah dengan reaktor biogas. Penataan produksi bersih di bagian proses perlu dilakukan untuk memastikan kondisi limbah cukup memenuhi syarat untuk diolah dalam reaktor biogas.

Industri tahu adalah industri berbasis UMK, bertempat di pemukiman, menggunakan banyak sumber daya air dan berpotensi mengakibatkan pencemaran, disamping sifat industrinya sendiri yang telah turun-menurun memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat sekitarnya;

Industri ini sangat tipis dalam permodalan dan omset yang dijalankan, sehingga permasalahan tambahan seperti air buangan dan bau, belumlah menjadi perhatian serius. Di sisi lain, industri ini telah banyak memberi kontribusi bagi pembangunan gizi masyarakat, dengan mengolah bahan berprotein tinggi (kedelai), menjadi bahan makanan murah yang berpotensi cukup luas dapat dinikmati masyarakat golongan ekonomi apapun;

Perlu adanya perbaikan dalam proses-peralatan-tata/ruang, diharapkan efisiensi proses akan meningkat, termasuk efisiensi penggunaan air;

Diharapkan juga pendapatan bertambah, sehingga permasalahan lingkungan akan semakin dekat untuk diselesaikan, setelah semakin terpenuhinya harapan terbesar industriawan dalam meraih laba; dan

Perlu adanya teknologi pengolahan limbah, yang sebisa mungkin sekaligus memanfaatkan buangan tersebut, sehingga dengan nilai tambah yang diperoleh, mendorong upaya penangulangan pencemaran akibat buangan industri ini akan teratasi dengan kesadaran dari pemilik.

Investasi Produksi Bersih dan Reaktor Biogas Tahu Kedelai diproses dengan kaidah produksi bersih yaitu mengefisiensikan ruang

proses, mendorong perilaku penghematan air dan energi, merubah cara produksi sehingga lebih bersih dan efisien, mengendalikan pencemaran, memanfaatkan buangan;

Mengoptimalkan ruang pengolahan 100 kg kedelai per hari dapat dimaksimalkan menjadi 400 kg kedelai per hari dengan nilai investasi yang sama karena faktor penghematan waktu kerja;

Penghematan konsumsi air (menghemat biaya listrik); Menurunkan konsumsi bahan bakar lebih dari 20% (menghemat biaya produksi); Perbaikan kualitas tahu dari sisi tampilan dan cita rasa karena perubahan cara

masak; Mendapat nilai ekonomi tambahan dari pemanfaatan buangan limbah cair yang

diproduksi menjadi biogas sebagai sumber bahan bakar pengganti di rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan 4 KK; dan

Menyelesaikan permasalahan limbah dan dampak lingkungan sehingga industri tahu dapat diterima di pemukiman.

Page 95: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

78 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Deskripsi Usaha Tahu Tradisional Usaha tahu tradisional menggunakan metode masakan langsung. Bubur tahu di

campur air dan dipanaskan langsung di atas api dengan pengadukan terus menerus. Proses masakan menggunakan bahan bakar kayu bakar. Proses penggumpalan telah menggunakan air asaman dari buangan hasil penggumpalan. Hasil gumpalan tahu dicetak lempengan dan dipotong sesuai ukuran pesanan.

Dari sisi konsumsi air, pengerajin masih menggunakan air tanpa kontrol ukuran terutama di bagian pencucian dan pembilasan awal kedelai. Air buangan juga tercampur antara air buangan netral dari cucian dan air buangan asam dari pasca proses masakan. Dalam sistem produksi tradisional ini, produsen tahu relatif lebih besar mengkonsumsi air dan energi. Bahan bakar saat ini menggunakan kayu bakar yang relatif semakin langka dan harga relatif mahal.

Dengan kondisi ini, maka perlu dilakukan pembenahan proses produksi, mengatur konsumsi air, mendapatkan bahan bakar alternatif pengganti kayu bakar dan berupaya mengolah limbah cair dengan biodegester. Upaya pengolahan limbah cair dengan biodegester juga memberi nilai tambah ekonomi dengan dihasilkannya biogas yang dapat menjadi energi alternatif rumah tangga.

Reduce Limbah Tahu Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) menjadi sebuah tatanan yang memiliki

keterkaitan antara proses satu dengan lainnya. Pengelohan Limbah terpadu saat ini cenderung mengarah pada sebuah pengolahan yang bisa menghasilkan sebuah benefit finansial yang menguntungkan untuk semua pihak. Prinsip terpadu dalam pengolahan limbah diterapkan dalam sebuah siklus ekologi industri. Konsep ini berawal dari sistem biologi yang dikenal dengan sebuah ekosistem yang didalamnya terdapat sebuah rantai makanan bagi spesies yang ada di dalamnya. Upaya penerapan produksi bersih (cleaner production) dengan cara penataan proses produksi yang baik dari mulai tempat proses pencucian, penempatan peralatan yang tepat, penggunaan air yang bersih sehingga limbah padat maupun limbah cair berkurang merupakan salah satu dari upaya pengelolaan limbah yang mengacu pada prinsip 3R yaitu Reduce (upaya pengurangan). Selain itu, upaya Reduce yang lainnya dapat dilakukan dengan memanfaatkan mikroalga dapat mengatasi limbah pabrik tahu. Teknologi pembiakan Chlorella sp. dapat dikembangkan sehingga secara terus-menerus dapat mengubah limbah cair tahu menjadi biomassa.

Desain Ideal Adanya perubahan konsep proses pengolahan kedelai, untuk mendorong

tercapainya laba yang berlipat. Proses pembuatan tahu banyak menggunakan air sehingga limbah cair lebih banyak dibandingkan limbah padat tahu Limbah cair dari industri tahu banyak mengandung bahan organik yang baik untuk perkembangan mikroorganisme, limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu sekitar 15-20 liter/kg bahan baku kedelai. Total Suspended Solid (TSS) sekitar 30 Kg/Kg bahan baku kedelai, Biological Oxygen Demnad(BOD) 65 g/ Kg bahan baku kedelai dan Chemical Oxygen Demand (COD) 130 g/ Kg bahan baku kedelai. Pengolahan limbah cair secara biologi dengan menggunakan mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

Pengolahan limbah secara anaerob. Limbah cair mengalami proses penguraian dengan bantuan mikroorganisme anaerob, mikroorganisme yang dapat hidup tanpa memerlukan oksigen bebas; dan

Pengolahan limbah secara aerob. Limbah cair mengalami proses penguraian dengan bantuan mikroorganisme aerob, mikroorganisme yang memerlukan oksigen bebas untuk hidup. Mikroorganisme, seperti bakteri dapat berkembang biak dengan baik menghasilkan

biogas. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses pembusukkan bahan organik oleh bakteri pada kondisi anaerob.

Page 96: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

79 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Salah satu sumber energi yang ramah lingkungan dan murah adalah biogas. Biogas dapat diperoleh dari proses fermentasi limbah organik dengan bantuan mikroorganisme. Limbah cair tahu memungkinkan untuk dijadikan penghasil biogas.

Keadaan di Lapangan (Lokasi Survei) Kapasitas Biodigaster 90M3

Dengan adanya pemanfaatan limbah tahu sebagai sumber energi alternatif memberikan dampak terhadap peralihan penggunaan dari gas LPG ke gas limbah tahu. Tidak menggunakan lagi gas LPG 3Kg;

Pemanfaatan biogas dari biodigaseter: a) Menyalurkan 15 tungku kompor yang didistribusikan ke rumah tangga setara

dengan penggunaan gas LPG 3Kg. Untuk menunjang kebutuhan masak rumah tangga membutuhkan 1 - 2 tabung gas LPG 3Kg dalam 1 minggu. Harga gas LPG tabung ukuran 3Kg sebesar Rp. 18.000,00.

b) Menyalurkan 3 tungku kompor yang digunakan untuk kegiatan industri tahu setara dengan gas @12Kg. Untuk menunjang kegiatn industri tahu membutuhkan 2 tabung gas @12Kg dalam 1 bulan. Harga LPG 12Kg mencapai Rp. 72.000,00.

c) Jika penggorengan tahu dilakukan dengan kayu bakar tanpa biogas maka setiap bulannya membutuhkan kayu 5 rit kayu dengan harga kayu sebesar Rp. 1.000.000 per rit. Sedangakan jika penggorengan tahu hanya mengandalkan biogas maka hanya membutuhkan bahan bakar kayu sebanyak 1 rit dalam setiap bulannya. Dengan kata lain, penggunaan biogas dari limbah tahu dapat menghemat kayu sebanyak 4 rit per bulannya.

Dengan adanya pemanfaatan limbah tahu sebagai sumber energy alternativememberikan dampak penghematan biaya pada industri tahu dan rumah tangga sebesar 90%;

Kapasitas produksi tahu di lokasi survei sebanyak 250 – 300 Kg per hari; dan Potensi penggunaan biogas yang berasal dari limbah tahu di wilayah survei antara

lain terdapat 15 pengrajin tahu dalam satu dusun yang belum memanfaatkan limbah tahu sebagai sumber energy alternative.

Bentuk Investasi yang dapat diberikan Refinancing dan penambahan beberapa peralatan untuk optimasi, penataan dan

relokasi proses-peralatan-tata/ruang serta penanganan dan pemanfaatan limbah dengan instalasi reaktor biogas.

Kesimpulan Perubahan peralatan dan penataan ruang produksi sesuai cara kerja proses

produksi bersih memberikan keuntungan lingkungan dan ekonomi. Tujuan perubahan peralatan dan penataan ruangan adalah untuk menjadikan proses produksi tahu lebih ramah lingkungan dan efisien (ekoefisiensi) menggunakan sumber daya bahan baku kedelai, bahan bakar pemanas dan terutama konsumsi air. Pada ujung proses tujuan utamanya adalah menekan jumlah limbah baik padat (ampas tahu) dan limbah cair sebagai upaya menekan dampak negatif keberadaan industri tahu. Pemanfaatan limbah dengan instalasi reaktor biogas, penambahan unit reaktor biogas untuk memanfaatkan buangan air asam sebagai sumber produksi biogas. Gas tersebut dapat dipergunakan sebagai energi alternatif untuk kompor rumah tangga atau tambahan panas untuk tungku ketel uap.

Responden : Bapak Adjid CP : 081215510111

Page 97: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

80 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

B. Pasuruan (via Malang)

Laporan Kegiatan Pengumpulan Data dan Peninjauan Lapangan

Atas Pembiayaan Program Waste-to-Energy (WtE) Selasa s.d. Rabu / 11 s.d. 12 Desember 2013

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Hari/tanggal : Selasa s.d. Rabu / 11 s.d. 12 Desember 2013 Tempat : Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan,

Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur Kontak : Responden 1. H. Hariyanto (08125228446)

Responden 2. Tri (085234095571) Responden 3. Mukhlisin (085646711797)

Pada tanggal 11 s.d. 12 Desember 2013 bertempat di Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur, PKPPIM yang diwakili oleh Staf Bidang Perubahan Iklim I mengikuti kegiatan lapangan bersama perwakilan dari Direktorat Bioenergi – Kementerian ESDM, perwakilan dari Asdep Ekonomi Lingkungan – Kementerian Lingkungan Hidup, dan konsultan dari Universitas Indonesia untuk pengumpulan data dan peninjauan lapangan tahap II atas pembiayaan program Waste-to-Energy (WtE) pada para peternak sapi yang telah berhasil mengimplementasikan pengelolaan biogas skala rumah tangga (Biogas Rumah/BIRU).

A. Pendahuluan Agenda pokok kegiatan adalah menghimpun segala data yang ada untuk mendukung penyusunan kajian pembiayaan WtE yang sedang dilaksanakan. Sebelumnya PKPPIM bersama dengan Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan, Direktorat Bioenergi, dan Konsultan dari Universitas Indonesia pada tanggal 23 November 2013 telah melaksanakan pengumpulan data dan peninjauan lapangan tahap I atas pembiayaan program Waste-to- Energy (WtE) pada para pengusaha tahu/tempe di Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Kegiatan tahap II ini merupakan kelanjutan dari kegiatan tahap I tersebut. B. PembahasanSekilas tentang KPSP Setia Kawan

1) Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan Nongkojajar merupakan koperasi terbesar di Provinsi Jawa Timur yang berdiri tahun 1967. Hasil utamanya adalah susu sapi segar. Berada di lereng sebelah barat Pegunungan Tengger di ketinggian 400-2.000 meter, wilayah kerja KPSP Setia Kawan meliputi 12 desa yang termasuk pada Kecamatan Tutur Nongkojajar. Sejak tahun 1979, PT.Nestle Indonesia merupakan perusahaan yang menampung seluruh produksi susu segar dari Anggota KPSP Setia Kawan Nongkojajar. Tingkat produksi saat ini telah meningkat secara signifikan dan sekarang mampu meng-output sekitar 50.000-60.000 liter susu per harinya. Sampai dengan saat ini, KPSP Setia Kawan memiliki anggota terdaftar sebanyak 8.094 peternak sapi yang terbagi menjadi 63 kelompok perwakilan, dimana yang masih aktif yaitu sebanyak 4.352 peternak. Simpanan wajib bagi anggota sebesar Rp. 31.000 dimana sebesar Rp. 25.000 untuk simpanan pokok dan Rp. 6.000 untuk administrasi.

2) Usaha ternak sapi perah di Nongkojajar Pasuruan Jawa Timur tidak hanya menghasilkan produk utama susu segar, tapi juga mampu menghasilkan produk sampingan berupa energi alternatif biogas dan pupuk organik, sehingga siklus kegiatan peternakan selain mampu meningkatkan nilai ekonomi juga menjaga kelestarian lingkungan.

3) KPSP Setia Kawan pada awalnya hanya bergerak di bidang penampungan susu segar, simpan pinjam, serta perdagangan dan jasa. Seiring dengan kemajuaan

Page 98: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

81 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

usahanya, perkembangan populasi sapi perah dari tahun ke tahun juga semakin bertambah. Diakui peningkatan populasi sapi perah juga berhasil meningkatkan pendapatan peternak. Namun di sisi lain, peningkatan populasi sapi perah juga meningkatkan produksi kotoran sapi yang berdampak menimbulkan masalah polusi lingkungan dan mengganggu kesehatan.

4) Berangkat dari pertimbangan tersebut maka koperasi kemudian mengajak para anggotanya untuk memanfaatkan kotoran sapi perahnya menjadi energi alternatif melalui proses reaktor biogas. Maka, sejak tahun 1989 koperasi merintis membangun dua unit reaktor biogas skala rumah tangga untuk dimanfaatkan dua keluarga di Desa Tutur dan Desa Gendro.

5) Biogas yang dihasilkan sangat membantu kebutuhan energi rumah tangga peternak. Biogas dimanfaatkan untuk bahan bakar genset, lampu penerangan, memasak, serta water heater (pemanas air) yang sangat dibutuhkan bagi warga yang berada di kawasan kaki Gunung Bromo yang dingin.

6) Limbah kotoran sapi yang telah diambil gasnya (bio-slurry) yang jumlahnya melimpah juga bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik yang sangat dibutuhkan para petani maupun peternak sebagai pupuk tanaman bunga krisan, cabe, paprika, apel, tebu, pembibitan pohon keras, serta rumput Setia, yakni rumput jenis gajah yang daunnya halus tak berbulu dan disukai sapi. Sehingga dengan melimpahnya produk pupuk organik juga berdampak pada pelestarian lingkungan dan peningkatan pendapatan peternak maupun petani.

7) Dengan ketersediaan energi alternatif biogas, warga juga tidak lagi merambah hutan guna menebang tanaman keras untuk kayu bakar, sehingga berdampak pula pada pelestarian sumber air yang juga sangat dibutuhkan peternak dalam memelihara sapi perahnya. Disebutkan, setiap ekor sapi perah setiap harinya membutuhkan air antara 80 hingga 150 liter. Sementara itu, sekitar separuh dari 150 sumber air yang ada sempat kering. Namun setelah adanya pengembangan energi alternatif biogas yang berdampak pada pelestarian lingkungan, kini banyak sumber air di Nongkojajar yang sempat mati telah kembali mengalirkan air lagi.

8) KPSP Setia Kawan pernah meraih beberapa penghargaan pada tahun 2012, yaitu di antaranya: Penghargaan Pemasok Susu Terbaik dan wawasan lingkungan dari PT. Nestle Indonesia; Penghargaan Energi Prakarsa dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia; dan Penghargaan Kalpataru kategori Penyelamat lingkungan dari Presiden RI dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia. KPSP Setia Kawan, Nongkojajar memperoleh Kalpataru kategori kelompok penyelamat lingkungan karena keberhasilannya membangun 883 unit biogas untuk mengolah kotoran sapi yang populasinya mencapai 17.765 ekor yang bisa dimanfaatkan untuk 1.253 rumah tangga, dan menghasilkan pupuk organik, serta melestarikan lingkungan.

Sekilas tentang Biogas Rumah (BIRU) 1) Rata-rata setiap rumah tangga di Nongkojajar mempunyai 3 s.d. 4 ekor sapi. Setiap

ekor sapi dapat menghasilkan rata-rata 11 liter susu/hari. 2) Sebagai gambaran, 1 kg kotoran ternak sapi menghasilkan sekitar 37 liter biogas.

Satu buah kompor dalam waktu 1 jam menghabiskan ± 400 liter biogas atau 0,22 – 1,10 m3 per jam dan satu buah lampu dalam waktu 1 jam menghabiskan ± 100 -150 liter biogas atau 0,07 – 0,14 m3 per jam. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan biogas, peternak setiap harinya membutuhkan sekitar 50-60 kg kotoran sapi, atau setara dengan 1 ember cat ukuran 50 kg diisi penuh. Satu ekor sapi perah secara normal menghasilkan 25-30 kg kotoran setiap harinya.

3) Setiap 30 kg kotoran sapi pada biodigester tipe 8m3 akan mengasilkan pupuk slurry (kotoran kering) sebanyak 10 kg. Dimana setiap 1 kg pupuk slurry dihargai Rp. 1.500.

Page 99: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

82 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

4) Reaktor biogas berfungsi mengubah kotoran binatang, kotoran manusia dan materi organik lainnya menjadi biogas. Konsumsi biogas untuk skala rumah tangga antara lain digunakan sebagai bahan bakar memasak dan lampu untuk penerangan.

5) Teknologi reaktor BIRU adalah reaktor kubah beton (fixed-dome) yang diadaptasi dari sistem yang telah digunakan di negara lain seperti Bangladesh, Kamboja, Laos, Pakistan, Nepal, dan Vietnam. Reaktor kubah beton ini terbuat dari batu-bata dan beton yang tertutup di bawah tanah. Sistem ini terbukti aman bagi lingkungan dan berfungsi sebagai sumber energi yang bersih. Di Nepal, teknologi ini telah digunakan oleh lebih dari 200 ribu rumah tangga selama lebih dari 15 tahun dengan 95% reaktor masih berfungsi.

6) Bangunan kubah beton biogas ini dapat bertahan minimal 15 tahun dengan penggunaan dan perawatan benar. Perawatannya mudah, hanya membutuhkan pemeriksaan sesekali dan – jika butuh – penggantian pipa dan perlengkapan. Untuk mengoperasikan satu unit, dibutuhkan setidaknya dua sapi atau tujuh babi (atau 170 ayam) untuk memproduksi bahan baku (kotoran) yang cukup agar reaktor dapat memproduksi gas yang dapat mencukupi kebutuhan dasar memasak dan penerangan lampu rumah tangga (petromak).

7) Ada 6 bagian utama dari reaktor BIRU yaitu: Inlet (tangki pencampur) tempat bahan baku kotoran dimasukkan, reaktor (ruang anaerobik/hampa udara), penampung gas (kubah penampung), outlet (ruang pemisah), sistem pipa penyalur gas dan lubang penampung ampas biogas atau lubang pupuk kotoran yang telah terfementasi. Campuran kotoran dan air (yang bercampur dalam inlet atau tangki pencampur) mengalir melalui saluran pipa menuju kubah. Campuran tersebut lalu memproduksi gas setelah melalui proses pencernaan di dalam reaktor. Gas yang dihasilkan lalu ditampung di dalam ruang penampung gas (bagian atas kubah). Kotoran yang sudah berfermentasi dialirkan keluar dari kubah menuju outlet. Ampas ini dinamakan bio-slurry. Ia akan mengalir keluar melalui overflow outlet ke lubang penampung slurry. Gas yang dihasilkan di dalam kubah lalu mengalir ke dapur melalui pipa.

8) Reaktor Biodigester yang biasanya dibuat oleh KPSP Nongkojajar terdiri dari Biodigester tipe 6m3 untuk 1 rumah tangga, 8m3 untuk 2 rumah tangga, 10m3 untuk 3 rumah tangga, dan 12m3 untuk 4 rumah tangga. KPSP Setia Kawan paling banyak melayani permintaan anggota untuk membangun Biodigester yang tipe 8m3.

9) Untuk reaktor berkapasitas 6 m3 membutuhkan bahan baku kotoran sebanyak 40–60 kg/hari dan jumlah tersebut masih bisa dipenuhi dari 3 ekor sapi perah.

10) Dengan pemeliharaan yang baik, umur reaktor bisa mencapai 15 tahun.

Page 100: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

83 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Sekilas tentang Pendanaan Reaktor BIRU di KPSP Setia Kawan 1) KPSP Setia Kawan mempunyai suatu divisi simpan pinjam yang mana salah satu

pembiayaannya adalah adanya kredit pengadaan reaktor biogas. 2) Harga rata-rata sapi per ekor yakni mencapai Rp. 10 juta – Rp. 15 juta per ekor.

Kebutuhan ekor sapi untuk membangun Biodigester: Tipe 6m3 membutuhkan 5-8 ekor sapi; Tipe 8m3 membutuhkan 8-10 ekor sapi; Tipe 10m3 membutuhkan 10-12 ekor sapi; dan Tipe 12m3 membutuhkan 12-14 ekor sapi.

3) Biaya untuk membangun Biodigester: Tipe 6m3 sebesar Rp. 10 juta; Tipe 8m3 sebesar Rp. 12 juta; Tipe 10m3 sebesar Rp. 14 juta; dan Tipe 12m3 sebesar Rp. 16 juta.

4) Misal untuk pembangunan tipe 8 m3, HIVOS (organisasi pembangunan nirlaba non-pemerintah dai Belanda) mensubsidi 2 juta, dimana dibayarkan sebesar Rp. 1,9 juta pada waktu awal dan sisanya pada saat inspeksi dalam dua semester pertama. Untuk biaya yang tidak disubsidi HIVOS, Nestle memberikan kredit pinjaman tanpa bunga yang harus dilunasi selama 3 tahun dan BSM (Bank Syariah Mandiri) melalui pendanaan DNS (debt nature swap) KLH memberikan kredit pinjaman yang berbunga lunak dengan jangka waktu pelunasan lebih panjang yaitu 5 tahun.

5) Seluruh pembiayaan tersebut dikelola oleh koperasi dan kemudian disalurkan kepada masyarakat dengan iuran wajib ke koperasi sebesar Rp. 42.000/10 hari dengan jangka waktu pelunasan selama 5 tahun. Kredit pinjaman dari BSM ini yang dinilai lebih menarik karena walaupun berbunga lunak, namun jangka waktu pelunasannya lebih panjang dari jangka waktu Nestle sehingga yang dibayarkan bulanan oleh peternak ke koperasi tidaklah terlalu besar. Hal ini dirasa tidak memberatkan oleh para peternak karena peternak rata-rata memiliki 3 ekor sapi dimana tiap ekornya dapat menghasilkan 13 liter susu/hari, dan dapat menghasilkan pendapatan Rp. 1.250.000/10 hari dengan biaya perawatan dan pakan sebesar Rp. 350.000/10 hari.

6) Mekanisme koperasi untuk mendapatkan pendanaan pun juga tidaklah gampang. Untuk pengajuan pendanaan ke BSM, koperasi harus menanggung biaya pembangunan terlebih dahulu, baru setelah reaktor selesai dibangun, baru dapat diajukan pembiayaanya ke BSM.

7) Aspek Manfaat: Penghematan konsumsi Gas LPG

Dengan adanya pemanfaatan kotoran sapi menjadi gas, rumah tangga tidak lagi menggunakan gas LPG sebagai bahan bakar untuk memasak. Pemanfaatan gas biodigaster dapat memberikan manfaat penghematan pengeluaran untuk membeli gas. Setiap rumah tangga membutuhkan 3 tabung gas LPG/10 hari. Harga gas LPG Rp. 18.000. Maka rumah tangga dapat menghemat pengeluaran sebesar RP. 54.000/10 hari. Masing-masing ukuran biodigaster dapat menghasilkan titik penggunaan kompor (Asumsi bahwa setiap rumah tangga memiliki 2 titik komor): Tipe 6m3 menghasilkan 2 titik kompor untuk 1 rumah tangga; Tipe 8m3 menghasilkan 4 titik kompor untuk 2 rumah tangga; Tipe 10m3 menghasilkan 6 titik kompor untuk 3 rumah tangga; dan Tipe 12m3 menghasilkan 8 titik kompor untuk 4 rumah tangga.

Penghematan Penggunaan Kayu Bakar Dengan menggunakan gas yang dihasilkan dari biodigaster, rumah tangga berkesempatan untuk tidak lagi menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak. Setiap rumah tangga membutuhkan 8 Kg/hari kayu untuk kebutuhan memasak. Harga kayu pada umumnya Rp. 30.000/pikul dengan berat

Page 101: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

84 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

+/- 50 Kg. Maka pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memasak menggunakan kayu bakar sebesar Rp. 4.500/hari atau Rp. 45.000/10 hari.

Pupuk Limbah bodigaster dapat digunakan sebagai pupuk. Harga pupuk kering biasanya terjual dengan harga Rp. 2.500/Kg. Masing-masing ukuran biodigaster mampu menghasilan pupuk: Tipe 6m3 menghasilkan 15 Kg pupuk kering/30 hari; Tipe 8m3 menghasilkan 20 Kg pupuk kering/30 hari; Tipe 10m3 menghasilkan 25 Kg pupuk kering/30 hari; dan Tipe 12m3 menghasilkan 30 Kg.

C. Kesimpulan1) Sampai dengan saai ini KPSP Setia Kawan telah membangun sebanyak 1.300 buah

biodigester bagi anggotanya. Biogas yang dihasilkan sampai dengan saat ini masih dialirkan langsung ke rumah warga melalui pipa, belum dapat dimasukkan ke dalam tabung dikarenakan belum terdapatnya alat untuk dapat memasukkan biogas ke dalam tabung dan sekaligus memampatkannya. Apabila biogas ini nantinya dapat dimasukkan dalam tabung, besar kemungkinan dimana tabung gas nantinya dapat diperjualbelikan di pasar sehingga menambah manfaat ekonomi yang didapatkan warga yang memiliki reaktor biogas. Selain itu, sedang dikembangkan suatu genset modifikasi yang dapat memurnikan biogas yang ada agar tidak menyebabkan korosi sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik rumahan warga dan menghemat biaya listrik PLN.

2) Kandungan air dalam biogas membuat nyala api merah/kuning dan menimbulkan korosi. Untuk mencegah korosi, ada beberapa komponen peralatan biogas yang harus dilindungi terutama pada bagian kritis kebocoran, misalnya pada pipa gas utama yang harus di galvanis, burner cup pada kompor yang harus kuningan dan keran gas utama yang juga mesti kuningan.

3) Warga mengungkapkan sejak menggunakan energi alternatif biogas tidak lagi dibayang-bayangi rasa was-was, karena meski sifat biogas mudah terbakar, jika terjadi kebocoran tidak sampai menimbulkan ledakan. Selain itu, warga dapat berhemat dalam hal pengeluaran untuk membeli elpiji. Lokasi pemukiman warga yang berada di daerah pegunungan tinggi membuat harga elpiji mahal karena biaya distribusi. Apalagi pada saat terjadi kelangkaan elpiji atau permainan pasar yang mengakibatkan warga tidak mampu untuk membelinya, maka biogas sangat dapat diandalkan. Sehingga biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk membeli elpiji setiap bulannya dapat dialihkan untuk investasi penambahan sapi.

4) Kendala yang kami hadapi adalah tidak didapatnya laporan keuangan koperasi dikarenakan laporan keuangan tersebut disimpan oleh pengurus.

5) Saran dan masukan dari responden antara lain bukan hanya biodigaster yang menadi sasaran pembiayaan namun demikian diharapkan lebih diperluas dengan program pembangunan sistem kandang ternak yang lebih memperhatikan sanitasi dan manajemen operasional yang lebih memadai. Kebanyakan yang menjadi anggota koperasi merupakan petani kecil yang belum terlalu memperhatikan sanitasi dan sistem manajemen operasi kandang yang baik.

6) Saran dan masukan selanjutnya yaitu terkait dengan jaminan (collateral). Memperhatikan bahwa sebagian besar anggota koperasi adalah petani kecil yang tidak terlalu mempunyai jaminan yang besar. Oleh karena itu, reaktor/biodigaster dan sapi dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.

Page 102: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

85 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

C. Palembang Methane Recovery and Utilisation at PT Pinago Utama Sugihwaras Palm Oil Mill,

Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.

Latar Belakang Proyek Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism) di PT.Pinago Utama dilatarbelakangi oleh keinginan besar manajemen Perusahaan untuk membantu pemerintah dalam pelestarian lingkungan dan penurunan kadar pencemaran dengan melakukan pengurangan emisi karbon dari kegiatan industri pengolahan yang sejalan dengan tujuan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) – (sebuah organisasi internasional yang dibentuk pasca protokol Kyoto dengan tujuan untuk membuat desain kegiatan dalam rangka penurunan emisi).

Rencana Proyek Dari Latar belakang tersebut diperoleh rencana pengembangan proyek:

Methane Recovery & Utilisation for Thermal Energy Generation; Methane Emissions Avoidance from EFB Biomass Composting; dan Biomass Power Plant for the new Palm Kernel Oil Processing Plant.

Setelah melalui tahapan Audit, Validasi dan pemeriksaan Fisik, maka diputuskan untuk skala prioritas diutamakan pengajuan proposal proyek “ Methane Recovery & Utilisation for Thermal Energy Generation”.

Tujuan: Untuk mengurangi gas metan hasil pengolahan Limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit yang terlepas ke atmosfer dan dimanfaatkan menjadi sumber Energi.

Data Fisik Sebelum Pengembangan Proyek CDM Kapasitas pabrik Terpasang = 120 ton TBS/jam; Jumlah TBS rata-rata yang diproses dari tahun 2005 – 2008 = 310,000 ton/tahun; Menghasilkan air limbah (POME) rata-rata sebanyak 186,000 m3/tahun COD bagi POME dalam lingkungan sebesar 45 – 80 kg/m3; dan Cara pengolahan air limbah menggunakan system Kolam Air Limbah Anaerobik

Terbuka. Baseline: Pengeluaran Gas Metan (GHG) dari Kolam Air Limbah Anaerobik Terbuka.

Prinsip Kerja Kegiatan proyek Clean Development Mechanism (CDM) ini akan menggantikan system pengolahan air limbah kolam terbuka seperti yang sudah ada saat ini digantikan dengan Digester Anaerobik tanki tertutup (CSTR = Closed Tank Anaerobic Digester & Biogas Recovery) dengan tujuan untuk menangkap gas metan dalam proses pengolahan air limbah Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) menggunakan tanki besi pengolah limbah.

Perbandingan prinsip kerja Deskripsi Konvensional Proyek CDM Cara pengelolaan air limbah POME

Kolam Air Limbah Anaerobik terbuka

System Anaerobik tanki tertutup ( Technology CSTR)

Pembuangan Limbah Cair Mematuhi baku mutu pembuangan Limbah Cair

Mematuhi Baku mutu pembuangan limbah cair dengan mutu yang lebih konsisten dan rendah

Gas Methan Akan terlepas ke atmosfer Gas Methan ditangkap dalam tanki tertutup system anaerobik dan dimanfaatkan menjadi sumber energi pengganti solar

Sludge Akan mempengaruhi kualitas tanah

Akan dipisahkan dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan kompos

Page 103: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

86 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Penurunan Emisi Dicapai oleh Proyek CDM Anggaran/ Target penurunan emisi (ER) pertahun dalam pengembangan proyek CDM (t CO2-e): 2009 (Apr-Dec) ~ 29,326 2010 ~ 44,069 2011 ~ 49,036 2012 ~ 54,003 2013 onwards ~ 58,970

Gambar A Lokasi Proyek

Gambar B Lokasi Baseline (kolam lama) dan ‘Proyek’

Page 104: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

87 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Keunggulan System CSTR 1. Sudah terbukti berhasil dikembangkan di negara –negara lain2. Mampu menurunkan COD hingga 90-95% 3. Anti Bocor 4. Dapat menampung seluruh produksi biogas yang dihasilkan 5. Gas Metan yang tertangkap dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pengganti Bahan Bakar

Solar.

Efek Lingkungan Dengan penangkapan Gas methan secara sempurna akan mengurangi pelepasan

methan dan H2S (Hydrogen Sulphide) ke atmosfer sehingga pencemaran udara dapat dikurangi.

Dengan penerapan system tangki tertutup, maka pengolahan limbah cair lebih konsisten dan efisien sehingga menghasilkan limbah yang memiliki baku mutu yang lebih baik. Dengan demikian pencemaran air dapat lebih dieliminir.

“Sludge” dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar kompos sehingga tidak mempengaruhi kondisi kestabilan tanah dan hidrologis lokal.

Gambar C. Diagram Skematik

Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan) Kriteria L.1 : Keberlanjutan lingkungan dengan menerapkan konservasi atau diversifikasi

pemanfaatan sumber daya alam Kriteria L.2 : Keselamatan dan kesehatan masyarakat local

Project Boundary

Closed tank - Anaerobic Digester

Cooling & acidification

pond

Sludge Separation system

Sludge use for co-composting with

EFB

Final effluent to

river

Biogas Burners Biogas Burners

Package steam boiler

Drying of crumb rubber

Drying of

compost

POME

Biogas

Anaerobic ponds (2)

Facultative ponds (2)

POME

POME flow under project activity

POME flow under baseline scenario

Biogas flow under project activity

Enclosed flare system

Drying of RSS

Aerobic ponds

Baseline

Page 105: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

88 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Aktivitas proyek tidak akan menyebabkan dampak negatif terhadap ekologis lokal dan pencemaran lingkungan (udara, air dan tanah).

Deskripsi: 1. Proyek dikembangkan dengan memanfaatkan gas metan hasil pengolahan Pabrik

yang biasanya terlepas ke atmosfer menjadi sumber energi baru (pengganti solar) sehingga pencemaran udara tidak terjadi.

2. Sludge dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan kompos (pupuk Organik) sehingga membantu mengembalikan kualitas tanah.

3. System pengolahan Limbah cair menggunakan system CSTR menghasilkan outputlimbah buangan yang berkualitas sangat baik.

Aktivitas proyek tidak akan menyebabkan gangguan kesehatan terhadap pekerja atau masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi.

Deskripsi: 1. Perusahaan menerapkan prinsip “ Utamakan Keselamatan Kerja ” sehingga dalam

setiap kegiatan dilengkapi dengan alat keselamatan kerja yang memadai dan fasilitas kesehatan berupa klinik perusahaan lengkap dengan dokter dan perawat yang terampil.

2. Perusahaan melakukan pengecekan kesehatan seluruh karyawan tanpa terkecuali setiap tahunnya bekerjasama dengan Disnaker dan Balai Hiperkes Kabupaten untuk memantau tingkat kesehatan karyawan.

3. “Final Effluent” yang sudah melalui tahapan proses pengolahan limbah memiliki kualitas yang sangat baik sehingga aman untuk dibuang ke sungai dan tidak menyebabkan kerusakan ekosistem air maupun penurunan kualitas air untuk dimanfaatkan masyarakat sekitar pabrik.

Keberlanjutan Ekonomi Kriteria E.1 Kesejahteraan masyarakat lokal

1. Aktivitas proyek mengakibatkan pembukaan peluang kesempatan kerja dan lapangan pekerjaan baru karena diperlukannya penambahan tenaga kerja. Dalam recruitmenttenaga kerja, masyarakat lokal diberikan prioritas yang utama dalam penerimaan tenaga kerja dimana sistem recruitment akan memakai sistem yang transparan, sehingga tidak timbul kecemburuan atau prasangka ketidakadilan.

2. PT Pinago Utama memiliki Kesepakatan Kerja Bersama dan Lembaga Bipartit untuk menyelesaikan keluhan dan permasalahan menyangkut kepegawaian sehingga proses pemutusan kerja (bila terjadi) menggunakan peraturan perundangan yang berlaku dan menerapkan pola persuasif konstitusional.

3. PT.Pinago Utama mengembangkan budidaya Jamur Tiram Putih dengan memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit (Empty Bunch) sebagai media tanamnya. Budidaya jamur ini targetnya dikembangkan sebagai industri rumah tangga masyarakat sekitar pabrik sehingga bisa menjadi komoditas andalan masyarakat dan menopang sendi perekonomian masyarakat untuk jangka panjang.

Budidaya Jamur Tiram Putih Budidaya yang dilakukan dimulai dari skala laboratorium (Skala percobaan) hingga skala menengah. Dalam jangka pendek, usaha dan produksi yang dikembangkan akan diarahkan pada skala komersil.

Dengan system pembinaan dan transfer ilmu yang berkelanjutan akan menciptakan sebuah unit usaha budidaya jamur masyarakat yang menjadi komoditas andalan daerah dan mampu menopang sendi perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dan jangka panjang disamping pekerjaan disektor perkebunan dan industri pabrik minyak kelapa sawit.

Page 106: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

89 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Keberlanjutan Sosial Kriteria S.1 Partisipasi masyarakat Kriteria S.2 Proyek tidak merusak integritas sosial masyarakat

1. Forum konsultasi masyarakat lokal telah diadakan pada tanggal 15 Oktober 2008 dimana para pemangku kepentingan (Stakeholders) seperti Bupati Kabupaten Musi Banyuasin, Camat, Kepala Desa, Tokoh Agama dan Masyarakat, LSM dan perusahaan-perusahaan perkebunan telah menghadiri dan tidak ada komentar negatif atau bantahan mengenai rencana pengembangan proyek tersebut.

2. Proyek dibangun diatas lahan perusahaan sendiri sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam proses pembebasan lahan dan pembangunan pabrik. Dengan pembangunan proyek CDM tidak akan merusak Integritas sosial masyarakat.

Keberlanjutan Teknologi Kriteria T.1 Terjadi alih teknologi

1. Teknologi ini berdasarkan “Teknologi Novaviro-KS Anaerobic Digester” yang telah menerima penghargaan ASEAN Energy Award tahun 2003.

2. Teknologi yang diterapkan merupakan suatu teknologi yang sudah terbukti dan efisien dan sudah diaplikasikan pada beberapa perusahaan di Indonesia dan Malaysia.

3. Proses transfer teknologi akan dilakukan dari awal kegiatan instalasi sampai dengan perngoperasian dan perawatan kepada enginer, teknisi dan tenaga kerja lokal sehingga tidak terjadi ketergantungan terhadap tenaga kerja asing/ expatriat dan terjadi peningkatan kualitas skill individual tenaga kerja lokal.

4. Teknologi ini akan menjadi proyek percontohan bagi Pabrik minyak kelapa sawit lainnya di indonesia untuk pemanfaatan Biogas melalui penangkapan gas metan.

Corporate Social Responsibility 1. Pembangunan Sekolah Dasar SD Pinago Mulya dengan Jumlah Murid sebanyak 135

Siswa dan sudah meluluskan sebanyak 64 murid. Sekolahan ini terdiri dari 6 lokal kelas dan 1 unit bangunan kantor. Disamping itu juga disediakan 2 (Dua) unit bus sekolah untuk layanan antar jemput anak karyawan dan masyarakat.

2. Pembangunan Klinik/Puskesbun yang melayani masyarakat sekitar dan seluruh karyawan perusahaan yang bisa diakses pelayanan 24 jam. Layanan ini Bekerjasama dengan klinik dan puskesmas kecamatan terdekat.

3. Bekerjasama dengan PU Binamarga, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten dalam rangka Perbaikan jalan kabupaten dengan pembuatan konsorsium perbaikan jalan dan jembatan. Dalam hal ini PT. Pinago Utama membantu dalam penyediaan material maupun penyediaan unit alat berat.

4. Bantuan dalam proses site preparation pembuatan pasar kecamatan. 5. Pembuatan dermaga Pontoon Penyeberangan untuk membantu akses desa Sungai

Napal di Kec. Batang harileko Kab. Musi Banyuasin 6. Bantuan-bantuan tentatif berupa sumbangan kegiatan sosial, keagamaan, olahraga,

penyediaan fasilitas perangkat desa, sekolah dan lain sebagainya. 7. Pembagian hewan kurban, pelaksanaan acara sunatan masal dan kegiatan rutin

lainnya. 8. Dan Saat ini pemerintah kabupaten sedang menyusun forum CSR dimana PT.

Pinago Utama sebagai anggotanya akan menyusun program-program pendanaan kegiatan masyarakat baik dalam bidang infrastruktur maupun bidang-bidang lainnya. Diharapkan dengan adanya forum ini, arah pembangunan dan bentuk kepedulian dunia usaha dapat diimplementasikan secara lebih efektif dan terarah.

9. Bekerja sama dengan Assesor dari PT. Surveyor Indonesia untuk melakukan assesment terkait kebutuhan CSR desa-desa Ring 1 diwilayah kerja perusahaan.

Page 107: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

90 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Kesimpulan 1. PT.Pinago Utama concern pada kegiatan penurunan emisi karbon dan pencemaran

lingkungan dengan penerapan sistem CSTR dalam pengolahan limbah PMKS. 2. PT. Pinago Utama berusaha menerapkan konsep Reduce, Recovery, Recycle &

Reuse dalam pengelolaan limbah pabrik. 3. PT. Pinago Utama menerapkan pola pembangunan berkelanjutan ( Sustainable

Development) dan Program Corporate Social Responsibility (CRS) dalam kegiatan pengembangan proyek.

4. Proyek tersebut dianggap sebagai Clean Development Mechanism karena mampu menyumbang penurunan emisi GHG.

Estimated amount of emission reductions over the chosen crediting period: The estimated amount of emission reductions over the first of the 3 x 7 years crediting period is summarised in the table below:

Years Estimation of annual emission reductions (tCO2-e) 2010 (Aug – Dec) 17,756

2011 47,502 2012 52,392 2013 57,281 2014 57,281 2015 57,281 2016 57,281

2017 (Jan – July) 33,414 Total estimated reductions 380,186 Total number of crediting years in the first crediting period

7 years

Annual average over the crediting period of estimated reductions

54,312

Summary of sources and gases included in the project boundary

Base

line

Source Gas Included? Justification/Explanation

Wastewater treatment processes

CH4 Yes Emissions from anaerobic digestion of wastewaterfrom open lagoons treatment system.

N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 No CO2 emissions from the decomposition of

organicwaste are considered as carbon neutral.

Electricity consumption / generation

CH4 No Excluded for simplification. This is conservative. N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 No Electricity used is from the Biomass Power Plant

of themill, which is carbon neutral.

Decay of final sludge generated

CH4 No The final sludge generated under the baseline scenario is disposed off at the disposal site and might be subject to anaerobic decay. However this source of emissions is excluded for simplification. This is conservative.

N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 No Excluded for simplification. This is conservative.

Thermal energy generation

CH4 No Excluded for simplification. This is conservative. N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 Yes Emissions from combustion of fossil fuel for

thermal energy generation at the Crumb Rubber Factory.

Page 108: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

91 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Base

line

Source Gas Included? Justification/Explanation

Wastewater treatment processes

CH4 Yes Emissions from anaerobic digestion of wastewaterfrom open lagoons treatment system.

N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 No CO2 emissions from the decomposition of

organicwaste are considered as carbon neutral.

Electricity consumption / generation

CH4 No Excluded for simplification. This is conservative. N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 No Electricity used is from the Biomass Power Plant

of themill, which is carbon neutral.

Decay of final sludge generated

CH4 No The final sludge generated under the baseline scenario is disposed off at the disposal site and might be subject to anaerobic decay. However this source of emissions is excluded for simplification. This is conservative.

N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 No Excluded for simplification. This is conservative.

Thermal energy generation

CH4 No Excluded for simplification. This is conservative. N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 Yes Emissions from combustion of fossil fuel for

thermal energy generation at the Crumb Rubber Factory.

Proj

ect A

ctiv

ity

Wastewater treatment processes

CH4 Yes The treatment of wastewater under the proposed project activity may cause emissions: a) physical leakage of methane from the

digester system; b) methane emissions from discharged

wastewater where treatment may be incomplete.

N2O No Excluded for simplification. This emission source is assumed to be very small.

CO2 No CO2 emissions from the decomposition of organic waste are considered as carbon neutral.

On-site electricity use.

CH4 No Excluded for simplification. This emission source is assumed to be very small.

N2O No Excluded for simplification. This emission source is assumed to be very small.

CO2 No Electricity consumed for the operation of the wastewater treatment system under the project activity is from the Biomass Power Plant of the mill, which is carbon neutral.

On-site fossil fuel consumption.

CH4 No No equipment or systems under the project activity require the combustion of fossil fuel.

N2O No No equipment or systems under the project activity require the combustion of fossil fuel.

CO2 No No equipment or systems under the project activity require the combustion of fossil fuel.

Decay of final sludge generated

CH4 No The final sludge generated under the project scenario would be sent for aerobic co-composting with EFB at a composting facility adjacent to the project site. Excess sludge would be directed to soil application.

N2O No The final sludge generated under the project scenario would be sent for aerobic co-composting with EFB at a composting facility adjacent to the project site. Excess sludge would be directed to soil application.

CO2 No CO2 emissions from the decomposition of organic waste are considered as carbon neutral.

Page 109: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

92 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Base

line

Source Gas Included? Justification/Explanation

Wastewater treatment processes

CH4 Yes Emissions from anaerobic digestion of wastewaterfrom open lagoons treatment system.

N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 No CO2 emissions from the decomposition of

organicwaste are considered as carbon neutral.

Electricity consumption / generation

CH4 No Excluded for simplification. This is conservative. N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 No Electricity used is from the Biomass Power Plant

of themill, which is carbon neutral.

Decay of final sludge generated

CH4 No The final sludge generated under the baseline scenario is disposed off at the disposal site and might be subject to anaerobic decay. However this source of emissions is excluded for simplification. This is conservative.

N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 No Excluded for simplification. This is conservative.

Thermal energy generation

CH4 No Excluded for simplification. This is conservative. N2O No Excluded for simplification. This is conservative. CO2 Yes Emissions from combustion of fossil fuel for

thermal energy generation at the Crumb Rubber Factory.

Utilisation or combustion of biogas

CH4 Yes Emissions from incomplete combustion of the biogas.

N2O No Excluded for simplification. This emission source is assumed to be very small.

CO2 No CO2 emissions from the combustion of organic waste are considered as carbon neutral.

CDM – Executive Board

Page 110: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

93 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Description of how the anthropogenic emissions of GHG by sources are reduced below those that would have occurred in the absence of the registered small-scale CDM project activity: The project would not have occurred without the additional financial support expected from the CDM project activity. The project proponent has considered CDM support available to the project financing at the early stage of project planning. The following is a summary of the efforts undertaken by the project developer for the CDM project activity development:

Date Event

16 October 2006 Review proposal from technology provider on the development of POME Biogas Recovery and Utilisation project as a CDM project.

21 May 2007 Review Letter of Intent for CDM Projects from AES AgriVerde, Indonesia. 26 October 2007 Board of Director’s decided to proceed with the development of the POME Biogas

Recovery and Utilisation Project provided that CDM Support can be achieved. 20 November 2007 Review biogas CDM Project Development Proposal from EcoSecurities, Indonesia 8 January 2008 Proposal on the POME Biogas Recovery and Utilisation project was received from

technology provider for evaluation. 18 January 2008 Project Idea Note (PIN) was prepared and sent to potentialAnnex I entities to

participate in the proposed projectactivity. Several offers were received. 19 February 2008 Nordjysk Elhandel A/S (NE) arranged by the Royal Danish Embassy at Kuala

Lumpur was short-listed. General terms and conditions of offer for the participation by Nordjysk Elhandel has been agreed upon.

31 March 2008 The project developer signed the contract for the project on implementation of the Anaerobic Digester Plant with Aquarius Systems Sdn Bhd.

9 June 2008 Letter of Intent (LoI) was signed with Nordjysk Elhandel A/S (NE) 19 June 2008 NE Contract with CDM Consultant was signed. 20 Oct 2008 Draft ERPA has been prepared by NE and forwarded to PT Pinago Utama for

consideration. 15 Dec 2008 NE has signed contract with DOE for CDM project validation.

Input data in financial analysis Parameter Value ( ‘000 USD)

Capital cost inclusive of: 3,187 Engineering, procurement, construction, installation and biogas piping system of anaerobic digester plant, biogas burners and dual fuel package boiler.

Capital cost for CDM Monitoring Equipment 150 Annual Salary cost 105 Annual Operation & maintenance cost inclusive of monitoring, testing & calibration, parts & repairs and consumables for:

1. Biogas Plant 34 2. Biogas thermal energy generation systems (biogas burners and

package boiler) 20

3. CDM monitoring equipment 15 Insurance 5 Annual CDM Monitoring Consultancy fees and expenses 27 19Revenue – diesel saving 311 CER price 17.34

19Bank of Indonesia, 2006 Economic Report on Indonesia, page 4.

Page 111: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

94 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Lampiran 2: Ragam Investasi Waste-to-Energy: Pengalaman KLH dan Kementerian ESDM

A. Biogas Industri Tahu 1. Pengalaman Kementerian ESDM

Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Bio-Digester Limbah Industri Tahu Kapasitas 40 M3 di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten No. Pekerjaan Unit Harga 1. Digaster 1 Rp 87,861,067.50 2. Pemipaan 1 Rp 6,344,568.50 3. Komisioning dan Pelatihan Termasuk Pencetakan Buku Manual 1 Rp 2,000,000.00 Jumlah Biaya Konstruksi Rp 94,205,636.00 PPN 10 % Rp 9,420,563.60 Total Rp 103,626,199.60

DIBULATKAN Rp 103,627,000.00

Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Bio-Digester Limbah Industri Tahu Kapasitas 40 M3 di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten No Uraian Pekerjaan Analisa Volume Harga Satuan

(Rp) Jumlah

(Rp) I PEKERJAAN TANAH 1. Galian tanah B.6.3 198.57 m3 45,685.00 9,071,555.51 2. Urugan pasir B.6.11 4.74 m3 132,605.00 628,268.17 3. Urugan tanah B.6.9 94.66 m3 8,736.00 826,960.61 4. Buang galian tanah B.6.8 103.91 m3 23,350.00 2,426,210.75 12,952,995.04

II PEKERJAAN PASANGAN DAN PLESTERAN 1. Lantai Kerja 1:3:5 G.6.1 4.74 m3 571,917.50 2,709,683.35 2. Beton bertulang G.6.28 10.13 m3 3,309,960.00 33,529,894.80 3. Pasangan batu bata 1 pc: 4 ps 1 batu D.6.3 DG 88.56 m2 201,048.00 17,804,810.88 4. Pasangan batu bata 1 pc: 4 ps 1/2 batu D.6.9 DG 17.40 m3 133,690.00 2,326,206.00 5. Plesteran 1:3 E.6.14 160.19 m2 26,384.30 4,226,511.78 6. Plesteran 1:2 kedap gas E.6.2 45.78 m2 90,037.00 4,122,001.90 7. Pemasangan Batu Vulkano T6 11.50 m3 291,375.00 3,350,812.50 64,719,108.71

III PERLENGKAPAN 1. Pemasangan Pipa PVC Ø 6" J.6.33 2.00 m' 73,843.75 147,687.50 2. Pemasangan Pipa PVC Ø 4" J.6.33 18.00 m' 42,103.75 757,867.50 3. Pemasangan Pipa PVC D Ø 2" J.6.29 4.00 m' 21,659.00 86,636.00 4. Pemsangan Tee Ø 4" T2 8.00 Bh 31,334.00 250,672.00 5. Pemasangan man hole plat baja T1 1.00 Bh 366,968.75 366,968.75 6. Pemasangan Kompor Biogas + Pemantik T8 8.00 Bh 256,997.13 2,055,977.00 7. Pemsngn Slang kompor Ø 3/8" T7 40.00 m' 9,997.13 399,885.00 8. Pemasngn Pipa PVC Inst gas Ø 3/4" J.6.25 80.00 m' 8,384.63 670,770.00 9. Pemasangan Kran KITZ Ø 3/4" J.6.36 1.00 Bh 208,300.00 208,300.00 10.Pemasangan Kran KITZ Ø 1/2" J.6.36 16.00 Bh 174,637.50 2,794,200.00 11.Pemasangan Manometer Paket 8.00 Bh 200,000.00 1,600,000.00 12.Test kebocoran Paket 1.00 ls 350,000.00 350,000.00 13.Papan Nama - 1.00 unit 500,000.00 500,000.00 10,188,963.75 JUMLAH 87,861,067.50

Page 112: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

95 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan Pemipaan Bio-Digester Limbah Industri Tahu 40 M3 di Dk Pandansari Ds Somopuro Kecamatan Jogonalan Kabupaten

Klaten No Uraian Pekerjaan Analisa Volume Harga Satuan

(Rp) Jumlah

(Rp) I PEKERJAAN TANAH 1. Galian tanah B.6.3 18.00 m3 45,685.00 822,330.00 2. Urugan tanah B.6.9 13.50 m3 8,736.00 117,936.00 3. Urugan pasir B.6.11 3.00 m3 132,605.00 397,815.00 1,338,081.00

II PEKERJAAN PASANGAN DAN PLESTERAN 1. Bak kontrol 60x60 J.6.15E 3.00 bh 438,100.00 1,314,300.00 1,314,300.00

III PEMIPAAN 1. Pemasangan PVC D Ø 6' J.6.33 50.00 m' 73,843.75 3,692,187.50 3,692,187.50 JUMLAH 6,344,568.50

2. Pengalaman KLH Minimalisasi Buangan Proses Melalui Optimasi, Penataan dan Relokasi Proses-Peralatan-Tata/Ruang Serta Penanganan dan Pemanfaatan Limbah dengan Instalasi Reaktor Biogas Menjadi Sumber Energi dan Pupuk Alam Klaten – Jawa Tengah

Pemilik:

Bapak Marno Desa Pandean, Kelurahan Karang Anom, Klaten Utara Klaten – Jawa Tengah

Jenis UMK:

Industri tahu (industri makanan)

Bentuk Investasi:

Refinancing dan penambahan beberapa peralatan untuk optimasi, penataan dan relokasi proses-peralatan-tata/ruang serta penanganan dan pemanfaatan limbah dengan instalasi reaktor biogas

RAB Refinancing dan Penambahan Peralatan untuk Optimasi, Penataan dan Relokasi Proses-Peralatan-Tata/Ruang dan Penanganan dan Pemanfaatan Limbah dengan Instalasi Reaktor Biogas

No Perincian Item Total

1. Tata ruang lama meliputi rekondisi ruang produksi meliputi fondasi, lantai, tembok, atap, ventilasi, pintu dan lain-lain kelengkapan bangunan pabrik. Termasuk tenaga borongan untuk membangun;

Pemasangan serta penataan perpipaan air bersih dan jalur-jalur air buangan;

Lantai dan lubang peresapan air cucian; Fondasi mesin giling berbahan concrete.

Rp 21,600,000.00 Rp 21,600,000.00

2. Bak cuci (3 buah) berbahan concrete ukuran 60 x 60 x 80 cm;

Bak rendam (1 buah) berbahan concrete ukuran 175 x 120 x 80 cm.

Rp 850,000.00 Rp 850,000.00

3. Ayakan kedelai double screen stainless steel Rp 4,500,000.00 Rp 4,500,000.00 4. Mesin giling berikut motor diesel 7.5 PK untuk

penggerak mesin giling Rp 13,750,000.00 Rp 13,750,000.00

5. Bak buat masakan (2 buah) berbahan concrete dilapis stainless steel di dasar dengan dasar mendatar ukuran

Rp 2,500,000.00 Rp 5,000,000.00

Page 113: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

96 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No Perincian Item Total

diameter 80 x 80 cm 6. Gantungan kain-rantai-kain (2 set) Rp 250,000.00 Rp 500,000.00 7. Bak buat pengasaman (2 buah) berbahan concrete

dilapis stainless steel dengan dasar melengkung ukuran diameter 80 x 80 cm

Rp 3,000,000.00 Rp 6,000,000.00

8. Bak tampungan air bersih (2 buah) berbahan concrete dilapis porcelain ukuran 60 x 60 x 80 cm

Rp 600,000.00 Rp 3,600,000.00

9. Bak tampungan air asam (4 buah) berbahan concrete ukuran 60 x 60 x 80 cm;

Bak pengepresan berbahan concrete;

Rp 700,000.00 Rp 700,000.00

10. Pemotong tahu berbahan stainless steel Rp 850,000.00 Rp 850,000.00 11. Serok berbahan stainless steel Rp 200,000.00 Rp 200,000.00 12. Ketel uap dan Tungku ketel Rp 9,500,000.00 Rp 9,500,000.00 13. Biogas Rp 26,750,000.00 Rp 26,450,000.00 14. Menara dan Bak tampungan air bersih (1 buah) berikut

sumur dan pompa Rp 3,500,000.00 Rp 3,500,000.00

15. Sosialisa perubahan dan upgrade proses Rp 10,000,000.00 Rp 10,000,000.00 16. Jasa Pelatihan dan Pendampingan Rp 10,000,000.00 Rp 10,000,000.00 17. Jasa konsultan penyelenggara Rp 6,000,000.00 Rp 6,000,000.00

Total Pinjaman Investasi Persiapan, Fasilitasi Proses dan Pekerjaan

Rp 123,000,000.00

Modal Kerja dan Pengembangan Usaha Rp 25,000,000.00 Rp 25,000,000.00 Total Pinjaman Rp 148,000,000.00 Rp 148,000,000.00

Peralatan dan Tata Ruang Produksi Bersih pada Industri Tahu Bekasi – Jawa Barat

Bank Pelaksana : PT. BSM Cabang Bekasi No./Tgl Surat : B-/Dep-VII-3/LH/04/2010, April 2010 Pemohon : H. Mamik M. K. Alamat Kantor/ : Perum Margahayu Jaya, Jl Pinus IV Blok A No. 535, Bekasi Timur Bidang Usaha : Industri Tahu Pabrik

Daftar Komponen Yang Secara Teknis Dinilai Layak Mendapatkan Pinjaman Program DNS

No. Komponen Spesifikasi Teknis Satuan Harga Satuan Total A Investasi Peralatan /

Mesin Kapasitas produksi 300 kg kedelai per hari

Rp 74,050,000.00

1 Bak perendaman kedelai Bak ukuran 600 liter, pasangan bata berlapis keramik

1 LS Rp 1,500,000.00 Rp 1,500,000.00

2 Bak cucian kedelai Bak ukuran 100 liter, pasangan bata berlapis keramik

3 LS Rp 400,000.00

Rp 1,200,000.00

3 Ketel uap dan tungku Diameter 80 cm tinggi 120 cm, steinless steel tebal 2 mm, pipa saluran uap galvanis diameter 1", tungku pasangan bata lapis semen api horisontal dengan 2 pipa api

1 LS Rp 22,000,000.00 Rp 22,000,000.00

4 Bak pemanas dan penggumpalan bubur kedelai

Bejana 250 liter pasangan bata dan besi beton berlapis steinless steel tebal 0,8 mm

4 LS Rp 800,000.00

Rp 3,200,000.00

5 Bak air bersih dan asaman

Bak 200 liter, pasangan bata berlapis keramik

6 LS Rp 450,000.00

Rp 2,700,000.00

6 Tempat cetakan tahu Meja ukuran @ 0,5 m2, beton dan pasangan bata berlapis keramik dan pipa air buangan

1 LS Rp 750,000.00

Rp 750,000.00

7 Peralatan tambahan Saringan gantung, press ampas dan tahu

1 LS Rp 1,700,000.00 Rp 1,700,000.00

8 Alat gilingan kedelai Gilingan 12' merk panda, Motor diesel 15 PK merk dompeng, fondasi alat dan motor bata plester

1 LS Rp 9,000,000.00 Rp 9,000,000.00

Page 114: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

97 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

9 Reaktor Biogas Bak biodegester 36 m3, Diameter 5m dan kedalama 3m, bentuk kubah dengan dasar silindris

1 LS Rp 32,000,000.00 Rp 32,000,000.00

B Investasi Bangunan

Pekerjaan sipil ruang produksi bersih Industri Tahu

kapasitas produksi 300 kg kedelai per hari

Rp 24,500,000.00

1 Lantai kerja Plesteran lapis keramik anti licin 1 LS Rp 3,000,000.00 Rp 3,000,000.00 2 Saluran buang air limbah Kemiringan 1 derajat, rolak dan

plester 1 LS Rp

500,000.00 Rp 500,000.00

3 Pekerjaan bongkaran tembok

Pekerjaan bongkaran tembok bata, pembersihan dan perataan lantai serta pendirian tembok sekat baru dengan bata plester

1 LS Rp 5,000,000.00 Rp 5,000,000.00

4 Ruang penyimpanan bahan bakar alternatif

Ukuran ruang 16 m2, fondasi, cor ringan, lantai plester, tembok bata, atap genteng

1 LS Rp 16,000,000.00 Rp 16,000,000.00

C. Modal Kerja Rp 7,170,000.001 Pembelian Kedelai 300 kg/hari x 4 hari x Rp 5.100,-

/kg 1200 LS

Rp 5,100.00

Rp 6,120,000.00

2 Pembelian Serbuk gergaji/sekam

1 karung/hari x 3 hari x Rp 350.000,-/karung

3 LS Rp 350,000.00

Rp 1,050,000.00

TOTAL (A+B+C) Rp 105,720,000.00

B. Biogas Limbah Kotoran Sapi: Pengalaman Kementerian KLH

Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi Pasuruan – Jawa Timur

Nama Calon Nasabah : Koperasi Setia Kawan (Tahap VI) Alamat Nasabah : Jl. Raya Nongkojajar No. 38 Pasuruan Kontak Personal : Hariyanto Telp/HP : 0343-499099 Tanggal Aplikasi : - Bidang Usaha : Pembuatan Biogas dari Kotoran Sapi Bank Pelaksana : BSM KC Malang Koperasi Setia Kawan merupakan koperasi dengan 7.000 anggota dan mempunyai 16.000 sapi perah yang berlokasi di 12 desa di Kecamatan Tutu Nongkojajar, Pasuruan - Jawa Timur. Koperasi ini mendapatkan program subsidi biogas bantuan Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Jerman yang disebut dengan Program BIRU (Biogas Rumah). Untuk pengajuan tahap VI ini, Koperasi Setia kawan mengajukan 126 unit biogas untuk 126 peternak sapi dengan reaktor volume 6 – 12 m3. Kebutuhan pembiayaan total seluruh reaktor setelah dipenuhi selfinancing sebesar Rp. 252 juta adalah:

Page 115: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

98 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

C. Biogas Limbah Industri Kelapa Sawit: Pengalaman Kementerian ESDM

1. Biogas PTPN V di Riau Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Biogas PTPN V Riau

No. Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)1. Purchased Equipment 1 2,864,792.41 Rp 25,783,131,721 2. Piping 0 0.00 Rp - 3. Electrical 0 0.00 Rp - 4. Instrumentation 0 0.00 Rp - 5. Utilities 0 0.00 Rp - 6. Foundations 0 0.00 Rp - 7. Insulations 0 0.00 Rp - 8. Painting, fireprofing, safety 0 0.00 Rp - 9. Yard Improvement 0 0.00 Rp -

10. Environmental 0.02 57,295.85 Rp 515,662,634 11. Building 0 0.00 Rp - 12. Land 0 0.00 Rp - 13. Subtotal 1 1.02 2,922,088.26 Rp 26,298,794,355 14. Construction, engineering 0 0.00 Rp - 15. Contractors fee 0 0.00 Rp - 16. Contigency 0 0.00 Rp - 17. Subtotal 2 0 0.00 Rp - 18. Total Plant Cost 1.02 2,922,088.26 Rp 26,298,794,355 19. Other Capital Requirements 20. Off-site Facilities 0% 0.00 Rp - 21. Plant start-up 0% 0.00 Rp - 22. Working capital 10% 292,208.83 Rp 2,629,879,436 23. Total Plant Investment 3,214,297.09 Rp 28,928,673,791

Page 116: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ��

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

99 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PTPN V Riau (Pengganti Solar)

No. Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah) 1. Purchased Equipment 1 1,927,250.26 Rp 17,345,252,3132. Piping 0 0 Rp - 3. Electrical 0 0 Rp - 4. Instrumentation 0 0 Rp - 5. Utilities 0 0 Rp - 6. Foundations 0 0 Rp -7. Insulations 0 0 Rp -8. Painting, fireprofing, safety 0 0 Rp - 9. Yard Improvement 0 0 Rp -

10. Environmental 0.02 38,545.01 Rp 346,905,046 11. Building 0 0 Rp - 12. Land 0 0 Rp - 13. Subtotal 1 1.02 1,965,795.26 Rp 17,692,157,36014. Construction, engineering 0 0 Rp - 15. Contractors fee 0 0 Rp - 16. Contigency 0 0 Rp -17. Subtotal 2 0 0 Rp - 18. Total Plant Cost 1.02 1,965,795.26 Rp 17,692,157,360 19. Other Capital Requirements 20. Off-site Facilities 0% 0 Rp - 21. Plant start-up 0% 0 Rp - 22. Working capital 10% 196,579.53 Rp 1,769,215,736 23. Total Plant Investment 2,162,374.79 Rp 19,461,373,096

2. Biogas PT Nubika

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT Nubika No. Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah) 1. Purchased Equipment 1 3,285,800.09 Rp 29,572,200,818 2. Piping 0 0 Rp - 3. Electrical 0 0 Rp - 4. Instrumentation 0 0 Rp - 5. Utilities 0 0 Rp - 6. Foundations 0 0 Rp - 7. Insulations 0 0 Rp - 8. Painting, fireprofing, safety 0 0 Rp - 9. Yard Improvement 0 0 Rp -

10. Environmental 0.02 65,716.00 Rp 591,444,016 11. Building 0 0 Rp - 12. Land 0 0 Rp - 13. Subtotal 1 1.02 3,351,516.09 Rp 30,163,644,835 14. Construction, engineering 0 0 Rp - 15. Contractors fee 0 0 Rp - 16. Contigency 0 0 Rp - 17. Subtotal 2 0 0 Rp - 18. Total Plant Cost 1.02 3,351,516.09 Rp 30,163,644,835 19. Other Capital Requirements 20. Off-site Facilities 0% 0 Rp - 21. Plant start-up 0% 0 Rp - 22. Working capital 10% 335,151.61 Rp 3,016,364,483 23. Total Plant Investment 3,686,667.70 Rp 33,180,009,318

Page 117: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�00

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

100 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT Nubika (Pengganti Solar)

No Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah) 1. Purchased Equipment 1 2,292,589.65 Rp 20,633,306,820 2. Piping 0 0 Rp - 3. Electrical 0 0 Rp - 4. Instrumentation 0 0 Rp - 5. Utilities 0 0 Rp - 6. Foundations 0 0 Rp - 7. Insulations 0 0 Rp - 8. Painting, fireprofing, safety 0 0 Rp - 9. Yard Improvement 0 0 Rp - 10. Environmental 0.02 45,851.79 Rp 412,666,136 11. Building 0 0 Rp - 12. Land 0 0 Rp - 13. Subtotal 1 1.02 2,338,441.44 Rp 21,045,972,956 14. Construction, engineering 0 0 Rp - 15. Contractors fee 0 0 Rp - 16. Contigency 0 0 Rp - 17. Subtotal 2 0 0 Rp - 18. Total Plant Cost 1.02 2,338,441.44 Rp 21,045,972,956 19. Other Capital Requirements 20. Off-site Facilities 0% 0 Rp - 21. Plant start-up 0% 0 Rp - 22. Working capital 10% 233,844.14 Rp 2,104,597,296 23. Total Plant Investment 2,572,285.58 Rp 23,150,570,252

3. PT SSS Kalimantan Tengah

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT SSS Kalimantan Tengah No Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah) 1. Purchased Equipment 1 3,425,303.23 Rp 30,827,729,071 2. Piping 0 0.00 Rp - 3. Electrical 0 0.00 Rp - 4. Instrumentation 0 0.00 Rp - 5. Utilities 0 0.00 Rp - 6. Foundations 0 0.00 Rp - 7. Insulations 0 0.00 Rp - 8. Painting, fireprofing, safety 0 0.00 Rp - 9. Yard Improvement 0 0.00 Rp -

10. Environmental 0.02 68,506.06 Rp 616,554,581 11. Building 0 0.00 Rp - 12. Land 0 0.00 Rp - 13. Subtotal 1 1.02 3,493,809.29 Rp 31,444,283,652 14. Construction, engineering 0 0.00 Rp - 15. Contractors fee 0 0.00 Rp - 16. Contigency 0 0.00 Rp - 17. Subtotal 2 0 0.00 Rp - 18. Total Plant Cost 1.02 3,493,809.29 Rp 31,444,283,652 19. Other Capital Requirements 20. Off-site Facilities 0% 0.00 Rp - 21. Plant start-up 0% 0.00 Rp - 22. Working capital 10% 349,380.93 Rp 3,144,428,365 23. Total Plant Investment 3,843,190.22 Rp 34,588,712,017

Page 118: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �0�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

101 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas PT SSS Kalimantan Tengah (Penghemat Solar)

No Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)1. Purchased Equipment 1 2,403,983.06 Rp 21,635,847,5062. Piping 0 0 Rp - 3. Electrical 0 0 Rp - 4. Instrumentation 0 0 Rp - 5. Utilities 0 0 Rp - 6. Foundations 0 0 Rp -7. Insulations 0 0 Rp -8. Painting, fireprofing, safety 0 0 Rp - 9. Yard Improvement 0 0 Rp - 10. Environmental 0.02 48,079.66 Rp 432,716,950 11. Building 0 0 Rp - 12. Land 0 0 Rp - 13. Subtotal 1 1.02 2,452,062.72 Rp 22,068,564,45614. Construction, engineering 0 0 Rp - 15. Contractors fee 0 0 Rp - 16. Contigency 0 0 Rp -17. Subtotal 2 0 0 Rp - 18. Total Plant Cost 1.02 2,452,062.72 Rp 22,068,564,456 19. Other Capital Requirements 20. Off-site Facilities 0% 0 Rp - 21. Plant start-up 0% 0 Rp - 22. Working capital 10% 245,206.27 Rp 2,206,856,446 23. Total Plant Investment 2,697,268.99 Rp 24,275,420,902

4. Biogas di Sei Mangkei, Sumatera Utara

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Sei Mangke Sumatera Utara No. Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah)1. Purchased Equipment 1 7,147,241.19 Rp 64,325,170,6922. Piping 0 0 Rp - 3. Electrical 0 0 Rp - 4. Instrumentation 0 0 Rp - 5. Utilities 0 0 Rp - 6. Foundations 0 0 Rp -7. Insulations 0 0 Rp -8. Painting, fireprofing, safety 0 0 Rp - 9. Yard Improvement 0 0 Rp - 10. Environmental 0.02 142,944.82 Rp 1,286,503,414 11. Building 0 0 Rp - 12. Land 0 0 Rp - 13. Subtotal 1 1.02 7,290,186.01 Rp 65,611,674,10514. Construction, engineering 0 0 Rp - 15. Contractors fee 0 0 Rp - 16. Contigency 0 0 Rp -17. Subtotal 2 0 0 Rp - 18. Total Plant Cost 1.02 7,290,186.01 Rp 65,611,674,105 19. Other Capital Requirements 20. Off-site Facilities 0% 0 Rp - 21. Plant start-up 0% 0 Rp - 22. Working capital 10% 729,018.60 Rp 6,561,167,411 23. Total Plant Investment 8,019,204.61 Rp 72,172,841,516

Page 119: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

102 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Perhitungan Nilai Investasi Pembangkit Biogas Sei Mangke Sumatera Utara (Pengganti Solar)

No. Component Factor Cost ($) Biaya (Rupiah) 1. Purchased Equipment 1 5,487,595.91 Rp 49,388,363,149 2. Piping 0 0.00 Rp - 3. Electrical 0 0.00 Rp - 4. Instrumentation 0 0.00 Rp - 5. Utilities 0 0.00 Rp - 6. Foundations 0 0.00 Rp - 7. Insulations 0 0.00 Rp - 8. Painting, fireprofing, safety 0 0.00 Rp - 9. Yard Improvement 0 0.00 Rp -

10. Environmental 0.02 109,751.92 Rp 987,767,263 11. Building 0 0.00 Rp - 12. Land 0 0.00 Rp - 13. Subtotal 1 1.02 5,597,347.82 Rp 50,376,130,412 14. Construction, engineering 0 0.00 Rp - 15. Contractors fee 0 0.00 Rp - 16. Contigency 0 0.00 Rp - 17. Subtotal 2 0 0.00 Rp - 18. Total Plant Cost 1.02 5,597,347.82 Rp 50,376,130,412 19. Other Capital Requirements 20. Off-site Facilities 0% 0.00 Rp - 21. Plant start-up 0% 0.00 Rp - 22. Working capital 10% 559,734.78 Rp 5,037,613,041 23. Total Plant Investment 6,157,082.61 Rp 55,413,743,453

D. Biomassa Pelepah Sawit: Pengalaman KLH Investasi dan Modal (Pendanaan) Kerja yang Direkomendasi PLT Biomassa Pelepah

Sawit

No Uraian Spesifikasi (Engineering, Kapasitas) Jumlah Satuan Harga/unit Total Pengajuan

(Rp) (Rp)

A Peralatan Mesin PLTU Mini

1 Bangunan dan Gudang

Bangunan gudang ukuran 25 X 100 m2 1 Unit 250,000,000.00 250,000,000.00

2 Mesin Perajang Pelepah Terdiri dari: 1 Unit 25,000,000.00 25,000,000.00

dan Daun Kelapa Sawit 1. Corong kerucut

2. Dimensi p x l = 110 x 330 mm

3. Berat: 270 kg

4. Kapasitas perajang: 170 kg pelepah sawit/jam

5. Perajang daun dan pelepah sawit sekaligus

6. Mesin 12 PK sistem starter atau sistem manual

7. Konsumsi bahan bakar solar 2,5 jam/liter

Bahan Perajang: 1. Plat UNP 8

2. Plat DLM 10 mm untuk dudukan pisau diameter 500 mm

3. Tebal plat tabung 3 mm 4. Pisau pemotong HSS 18%

5. Pisau perajang berbahan baja intan

Page 120: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �0�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

103 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No Uraian Spesifikasi (Engineering, Kapasitas) Jumlah Satuan Harga/unit Total Pengajuan

(Rp) (Rp)3 Screw Feeding

Machine Kapasitas: 750 kg/jam 16,500,000.00 16,500,000.00

4 Screw Press Machine Kapasitas: 750 kg/jam 19,000,000.00 19,000,000.00

5 Screw Drier Conveyor Machine Kapasitas: 60 kg/jam 11,250,000.00 11,250,000.00

6 Bio Pallet Machine Kapasitas: 100 - 200 kg/jam 21,000,000.00 21,000,000.00

7 Solar Pumping System Kapasitas: 2 m3 120,000,000.00 120,000,000.00

8 Boiler Feed Water System Condensing Sytem 92,500,000.00 92,500,000.00

9 Pekerjaan Jaringan

A. JARINGAN TR JALUR UTAMA 5 KM 1 Unit 452,250,000.00 452,250,000.00

- Tiang Listrik 126 buah seharga Rp. 189,000,000

- Kabel TIC 70 sebanyak 5000 m seharga Rp. 225,000,000

B. JARINGAN TR JALUR SUB 10 KM 1 Unit 802,875,000.00 802,875,000.00

- Tiang Listrik 251 buah seharga Rp. 376,500,000

- Kabel TIC 25 sebanyak 10000 m seharga Rp. 350,000,000

10 Steam Boiler Unit 2000 kg/jam

feeding, automatic water control, sertifikat Depnaker. 1 1,530,000,000.00 1,530,000,000.00

Pressure 6 bar automatic

Konsumsi pelepah sawit (2.000 kkal/kg) 170 kg/jam

11 Steam Turbine, Pressure nett Electrical Output 200 kW 1,545,733,000.00 1,545,733,000.00

5 bar, 2 ton/jam steam Condesor unit

Mechanical Transmission, Coupling and Safety Guard

Synchronous Generator, 250 kVA/200 kW, 230/400V

3P 50 Hz, 1.500 rpm, Brussles, class H.Including base frame

Controller, 200 kW/ 250 kVA, 230/400 V 50 Hz, Merk

Renerconsys, Digital Power Metering: voltage, 3P

Current, frequensi. Contactor, circuit breaker,

Transducer and Lighting arrester

Suvervision of erection, commisioning

Total Investasi Peralatan/Mesin 4,886,108,000

B Modal Kerja 0C Total Kebutuhan

Dana 4,886,108,000

D Self financing

- Bangunan dan gudang 250,000,000

E Pembiayaan 4,636,108,000 1. DNS-KLH (80%) 3,708,886,400 2. BSM (20%) 927,221,600

Page 121: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

104 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

E. Biomassa Sekam Padi: Pengalaman KLH

PENGGANTIAN SOLAR DENGAN SEKAM PADI PADA PROSES PENGERINGAN GABAH – SUMBAWA

Nama Nasabah : CV Pesona Alamat Nasabah : Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape / Lapok,

Kab. Sumbawa Alamat Usaha : Dusun Kabuyit RT/RW. 001/007, Desa Langam, Kec. Lape / Lapok,

Kab. Sumbawa Telephone/Fax : 0818-03666716 Contact Person : H.A. Karim Maula Bidang Usaha : Penggilingan Padi BSM Pelaksana : BSM KCP Sumbawa

CV. Pesona adalah perusahaan penggilingan padi yang sudah berjalan sejak tahun 2007, saat ini berproduksi 20 ton beras/hari. Bahan baku penggilingan yaitu gabah hasil panen dibeli dari petani lokal dari kecamatan Lape.dengan harga Rp. 3.250/kg dan dari kecamatan Klunyuk juga harga dengan harga Rp. 3.250/kg tetapi ditambah biaya BBM karena kecamatan Klunyuk berjarak 80 Km dari lokasi usaha.

Page 122: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �0�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

105 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Lampiran 3 : Draft Peraturan Menteri Keuangan Nomor ……/PMK.011/2014 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Menteri Keungan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

USULAN DRAFT PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR /PMK.011/2014

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi dan perluasan obyek pendanaan

untuk program peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009, perlu dilakukan penyesuaian jenis kegiatan usaha yang dapat dibiayai, skema penyaluran, dan tingkat plafon individual Kredit Ketahanan Pangan dan Energi;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hurufa, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang PerubahanKetiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007Tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi;

Mengingat : 1. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tentang Kredit

Ketahanan Pangan dan Energi sebagaimana terakhir diubah denganPeraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 79/PMK.05/2007 TENTANG KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI.

Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

79/PMK.05/2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energisebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor48/PMK.05/2009 diubah sebagai berikut:

Page 123: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

106 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Program Ketahanan Pangan adalah upaya peningkatan produksi

dan produktivitas usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan yang menghasilkan pangan nabati dan/atau hewani.

2. Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati adalah upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman penghasil bahan baku bahan bakar nabati untuk memenuhi kebutuhan sumber energi lain.

3. Program Waste-to-Energy adalah upaya perbaikan lingkungan dengan mengimplementasikan teknologi pemanfaatan limbah menjadi energi pada industri tahu serta peternakan sapi potong dan/atau sapi perah.

4. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, selanjutnya disingkat KKP-E, adalah kredit investasi dan/atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Ketahanan Pangan, Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati dan Program Waste-to-Energy y.

5. Kredit Ketahanan Pangan, selanjutnya disingkat KKP, adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan, kelompok (tani, peternak, nelayan dan pembudidaya ikan) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan ubi jalar, pengembangan budidaya tanaman tebu, peternakan sapi potong, ayam buras dan itik, usaha penangkapan dan budidaya ikan, serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung, dan kedelai.

6. Menteri Teknis adalah Menteri yang membidangi sektor/sub-sektor tertentu yang tercakup dalam program dibiayai KKP-E.

7. Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok, selanjutnya disingkat RDKK, adalah rencana kebutuhan kredit kelompok dalam rangka Program Ketahanan Pangan, Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati dan Program Waste-to-Energy untuk 1 (satu) periode tertentu, yang disusun melalui musyawarah anggota kelompok atas dasar program kelompok dan satuan biaya, dan dilengkapi dengan rencana pembayaran kembali kredit yang akan diperoleh.

8. Calon Peserta KKP-E adalah petani, peternak, pekebun, nelayan, pembudidaya ikan, dan/atau koperasi yang memenuhi kriteria untuk dapat menjadi Peserta KKP-E yang RDKK-nya telah disetujui oleh pejabat yang diberi kuasa oleh dinas teknis setempat.

9. Peserta KKP-E adalah calon peserta KKP-E yang disetujui oleh Bank Pelaksana sebagai penerima KKP-E.

10. Kelompok Tani adalah kumpulan petani, peternak, pekebun, nelayan, dan pembudidaya ikan yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya, tempat) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

11. Mitra Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta dan/atau Badan Usaha Milik Daerah, atau Koperasi yang berbadan hukum dan memiliki usaha di bidang

Page 124: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �0�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

107 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan/atau industri bahan bakar nabati.

12. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga KKP-E yang berlaku dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada Peserta KKP-E.

13. Kebutuhan Indikatif adalah biaya maksimum untuk setiap komoditas yang didanai KKP-E per satuan luas dan/atau per unit usaha yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.

14. Bank Indonesia adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksuddalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004.

15. Bank Pelaksana adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

16. Koperasi adalah Koperasi Primer sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang anggotanya terdiri dari Calon Peserta/Peserta KKP-E.

17. Perjanjian Kerjasama Pendanaan, selanjutnya disingkat PKP, adalah perjanjian antara Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan mewakili Pemerintah dengan Bank Pelaksana.

18. Lembaga Penjamin Simpanan adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

19. Komite Kebijakan dan Komite Teknis adalah komite yang dibentuk oleh Menteri Keuangan, yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil Kemeterian Keuangan, Kementerian Teknis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.”

2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 2

KKP-E disediakan dalam rangka mendukung pendanaan pelaksanaan Program Ketahanan Pangan, Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati dan Program Waste-to-Energy.”

3. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 3

(1) Kegiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E meliputi: a. Pengembangan Tanaman Pangan; b. Pengembangan Tanaman Hortikultura; c. Pengembangan Perkebunan; d. Pengadaan Pangan berupa gabah, jagung, kedelai, dan

perikanan; e. Peternakan; f. Penangkapan dan Pembudidayaan Ikan; dan g. Pengembangan Biogas dari limbah industri tahu serta kotoran

sapi; h. Pengadaan/peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain

yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf g.

Page 125: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia�0�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

108 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

(2) Uraian kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Teknis.”

3. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 10

(1) KKP-E diberikan kepada Peserta KKP-E melalui Kelompok Tani, dan/atau Koperasi.

(2) KKP-E dapat diberikan secara langsung kepada petani, peternak,pekebun, nelayan, pembudidaya ikan, pengusaha tahu dan/atau tempe, dan peternak sapi potong dan/atau perah untuk jenis kegiatan usaha tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Teknis.

(3) Penyaluran KKP-E dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Volume kegiatan usaha yang dibiayai, paling tinggi sebesar

batas tertinggi volume kegiatan usaha per Peserta KKP-E yang ditetapkan oleh Menteri Teknis atau pejabat yang dikuasakan;

b. Realisasi KKP-E paling tinggi sebesar Kebutuhan Indikatif; c. Besarnya plafon individual KKP-E ditetapkan oleh Bank

Pelaksana dengan memerhatikan Kebutuhan Indikatif, dengan ketentuan: 1) untuk petani, peternak, pekebun, nelayan, dan

pembudidaya ikan paling banyak sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

2) untuk pengajuan plafon kredit lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), calon peserta KKP-E wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bank Pelaksana;

3) untuk koperasi, kelompok tani, dan/atau gabungan kelompok tani dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung, kedelai, dan perikanan) paling banyak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan

4) untuk kelompok tani dalam rangka pengadaan/ peremajaan peralatan, mesin, dan sarana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf h, paling banyak sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

d. Besarnya batas tertinggi plafon individual sebagaimana dimaksud pada huruf c ditinjau kembali setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober.

(4) Total baki debet penyaluran KKP-E oleh Bank Pelaksana dari waktu ke waktu untuk masing-masing komoditas/kelompok kegiatan usaha paling banyak sebesar plafon KKP-E sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).”

Pasal II Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Page 126: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia �0�

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

109 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal MENTERI KEUANGAN, ttd. M. CHATIB BASRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR….

Page 127: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

110 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Lampiran 4 : Notulensi Focus Group Discussion (FGD) Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Notulensi Focus Group Discussion (FGD) Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi

Melalui Kredit Program ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kegiatan : Focus Group Discussion (FGD) Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

A. Tempat, Waktu, dan Fasilitator Tempat : Ruang Rapat Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan

Multilateral Kementerian Keuangan Republik Indonesia Gedung Radius Prawiro, lt 6, Jalan Dr. Wahidin No. 1, Jakarta 10710 Waktu : Kamis, 27 Maret 2014 Pukul : 15.00 – 18.00 WIB Fasilitator : Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral -

Kementerian Keuangan RI

B. Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan ini yakni memberikan kesempatan bagi pemangku kepentingan untuk memberikan masukan kepada terhadap hasil kajian pada Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah menjadi Energi melalui Kredit Program. Dengan adanya kegiatan FGD ini diharapkan dari berbagai pemangku kepentingan memberikan kritik, saran serta masukan dari hasil kegiatan ini.

C. Peserta FGD Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program dihadiri oleh: 1. Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan,

Kementerian Lingkungan Hidup; 2. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian

Sumber Daya Energi dan Mineral; 3. Direktorat Sistem Manajemen Investasi, Kementerian Keuangan; 4. Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Kementerian

Keuangan; 5. Tim Pengkaji dari Universitas Indonesia.

D. Diskusi Dalam kegiatan FGD Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program, terbagi dalam beberapa termin yaitu: 1. Pembukaan Kepala Bidang I PKPPIM

Kegiatan FGD ini dibuka dan dipimpin langsung oleh Bapak S. Haryo Suwakhyo Kepala Bidang I PKPPIM. Dalam pembukaan FGD ini mengemukaan bahwa Indonesia mempunyai potensi pengembangan limbah menjadi energi yang nantinya akan berdampak pada pngurangan subsidi pada penggunaan energi fosil. Harga energi yang meningkat dari waktu ke waktu menyebabkan semakin tingginya beban biaya energi pada sektor industri untuk menjalankan aktifitas produksinya dan semakin besarnya pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan energinya. Di sisi lain, tingginya harga energi juga semakin meningkatkan beban subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah dari APBN. Masih tingginya ketergantungan pada energi fosil, menyebabkan upaya penurunan gas rumah kaca (GRK) juga mengalami kelambatan. Pemanfaatan Biomassa, salah satunya limbah

Page 128: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

111 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

menjadi energi dapat dijadikan alternatif solusi terhadap berbagai permasalahan tersebut. Pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya sebegai energi alternatif memberikan dampak positif secara langsung. Pertama, terdapat perbaikan dalam efisiensi energi dikarenakan limbah pertanian dan lainnya memiliki potensi energi yang besar dan hanya akan menjadi sampah apabila tidak dimanfaatkan. Kedua, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya dapat menjadi lebih efisien dikarenakan penanganan limbah secara khusus seringkali lebih mahal biayanya dibandingkan pemanfaatannya. Ketiga, pemanfaatan limbah pertanian dan lainnya mengurangi penggunaan lahan khusus untuk penampungan limbah, yang pada akhirnya akan menghemat biaya penanganan limbah. Oleh karena itu membutuhkan kajian pembiayaan limbah energi melalui kredit program. Pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program, selain memiliki manfaat, tentunya memiliki konsekuensi logis terhadap biaya. Manfaat yang diproleh baik secara keuangan, ekonomi, maupun lingkungan, diharapkan dapat lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Untuk membuktikan hal tersebut, dan juga sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan kebijakan ke depan, diperlukan analisis biaya dan manfaat yang cukup komperehensif dari pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program.

2. Pemaparan Laporan Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program Pemaparan laporan kegiatan ini disampaikan oleh Tim Kajian Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program yang disampaikan oleh Bapak Nurkholis. Beberapa point yang dipaparkan oleh tim pengkaji antara lain sebagai berikut: - Dari pengalaman Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Energi

dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ukuran reaktor biogas dari kotoran sapi umumnya: 4 m3, 6 m3, 8 m3, 10 m3, dan 12 m3, namun yang ukuran 4 m3 banyak yang tidak aktif.

- Ukuran reaktor biogas pada limbah peternakan sapi ditentukan berdasarkan jumlah kepemilikan peternak sapi yakni: 6 m3 (6 – 8 ekor), 8 m3 (8- 10 ekor), 10 m3 (10-12 ekor), dan 12 m3 (12-14 ekor).

- Kebutuhan pembiayaan per unit reaktor biogas: 6 m3 (Rp. 6,5 – 8 juta), 8 m3 (Rp. 10 juta), 10 m3 (Rp. 12 juta), dan 12 m3 (Rp. 14 juta)

- Pengembangan biogas limbah kotoran sapi dilakukan untuk menggantikan/ menghemat konsumsi gas LPG dan/atau kayu bakar oleh rumah tangga.

- Dari pengalaman KLH dan KESDM, ukuran reaktor biogas dari industri tahu sangat bervariasi, tergantung dari kapasitas kedelai yang diproduksi tahu.

- Pengalaman dari KLH, pengembangan biogas industri tahu juga dilakukan dengan perbaikan pada proses produksi tahu, sedangkan pengalaman dari KESDM hanya pengembangan biogas saja.

- Dengan ukuran dari 40 s.d. 94 m3, dibutuhkan investasi sekitar Rp. 90 s.d. 170 juta per unit reaktor biogas.

- Pengembangan biogas industri tahu dilakukan untuk menggantikan/menghemat konsumsi gas LPG dan/atau kayu bakar/serbuk gergaji oleh industri tahu dan rumah tangga.

- KLH memiliki pengalaman dalam pengembangan PLT Biomassa dari pelepah sawit, dan KESDM mengembangkan PLT dari biogas POME (limbah pabrik kelapa sawit -PKS).

- Untuk mengembangkan PLT Biomassa ukuran mini (misal 200 kW) dari pelepah sawit, dibutuhkan biaya sekitar Rp. 5 miliar. Sedangkan PLT Biogas POME lebih besar dari Rp. 20 miliar, tergantung kapasitas pengolahan sawit (30 ton/jam – 1 MW, 45 ton/jam – 1,5 MW, 60 ton/jam – 2 MW).

Page 129: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

112 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

- Pengembangan PLT dari pelepah sawit dan POME dilakukan untuk produksi listrik (dijual untuk penerangan rumah tangga atau digunakan sendiri) dan/atau menggantikan / menghemat konsumsi solar di PKS atau pembangkit listrik.

- KLH memiliki pengalaman dalam pengembangan sekam padi untuk pengering gabah.

- Untuk penggunaan sekam padi untuk pengering gabah, dibutuhkan investasi Rp. 945 juta dengan kapasitas 20 ton/hari.

- Penggunaan silo pengering Padi/jagug dapat dilakukan untuk menggantikan/ menghemat konsumsi solar.

- Secara keuangan, tidak semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini layak untuk dikembangkan. Potensi yang layak adalah: pengembangan produk bersih dan biogas tahu (KLH), biogas kotoran sapi (terutama penggantian LPG), POME (untuk penggantian solar), pembangkit listrik dari pelepah sawit, dan pemanfaatan sekam untuk pemanas/pengering pada silo padi/jagung.

- Untuk menjadikan semakin layak secara keuangan, dibutuhkan subsidi bunga dalam pembiayaan pengembangan WtE

- Secara ekonomi (CBA), semua pengembangan jenis WtE yang menjadi fokus dalam kajian ini layak untuk dikembangkan.

- Apabila menggunakan skema kredit eksisting, yaitu KKP-E (dengan sedikit merevisi PMK), terdapat 2 jenis pengembangan WtE yang potensial, yaitu biogas dari limbah industri tahu dan biogas dari kotoran sapi , dimana pertimbangan utamanya adalah besarnya investasi yang dibutuhkan yang besarnya bisa maksimal Rp. 100 juta.

- Untuk pengembangan WtE yang lain (POME, pelepah sawit, dan sekam untuk silo), dapat menggunakan skema PIP atau pembiayaan perbankan (misal AFD – Bukopin) atau skema kredit program yang baru dikarenakan besarnya investasi yang lebih besar dari Rp. 100 juta.

3. Masukan dari Pemangku Kepentingan: Beberapa point penting disampaikan oleh para pemangku kepentingan yang hadir dalam FGD ini, yaitu: a) Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan,

Kementerian Lingkungan Hidup; - Asdep Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup yang fokus terhadap pennganan investasi dan penanganan teknis pada pengembangan pengolahan limbah menjadi energi ramah lingkungan. Investasi lingkungan ini bermaksud juga investasi terhadap tekhnologi bersih, CBHF, penyajian bahan-bahan ramah lingkungan.

- Dengan banyaknya permintaan dari berbagai pihak untuk memfasilitasi pengolahan limbah bisa menjadi energi, Asdep Deputi Ekonomi Lingkungan Deputi MENLH Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup berusaha untuk mengajukan kembali program khusus pembiayaan pengolahan limbah baik padat maupun cair menjadi energi. Oleh karena itu lebih baik untuk terlebih dahulu fokus terhadap biogas untuk produksi tahu.

- Selain fokus pada pengembangan dan fasilitasi pengolahan limbah menjadi energi itu sendiri tapi juga fokus terhadap proses produksi bersih. Hal tersebut dilakukan supaya mitigasi dari sektor biogas terus berkelanjutan. Diharapkan dengan adanya penanganan pengolahan limbah secara keseluruhan dari proses produksi sampai dengan pengolahan limbahnya akan mampu memberikan efisiensi dan produksi yang sehat.

- Dengan demikian, mengusulkan program pinjaman dengan asumsi intervensi dari proses produksinya. Penangnan produksi dapat dilakukan pada peternakan sapi, tahu, dll.

Page 130: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

113 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

- Penyeragaman dan spesifikasi dari pengembangan reaktor biogas akan didiskusikan lebih lanjut dengan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral. Pada umunya spesifikasi investasi pengembangan pengolahan limbah menjadi energi yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tidak berbeda jauh.

- Pelaksanaan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program akan terdistorsi oleh adanya program-program lain yang bersumber dari dana hibah.

b) Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral; - Program yang telah berhasil dijalankan oleh Direktorat Jenderal Energi Baru,

Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral yakni program pembiayaan dari HIVOS.

- Program pinjaman dari HIVOS yang difasilitasi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mempuyai rata-rata pembebanan biaya bunga 10%. Para peternak umumnya mempunyai kemampuan untuk terus mengembangkan usahanya sendiri. Peternak, misalnya telah mempunyai kemampuan dalam proses produksi dan telah mempunyai pasar sendiri. Namun di sisi lain, tidak tahu bagaimana cara mengubah limbah menjadi biogas yang dapat dimanfaatkan. Oleh karenanya, membutuhkan fasilitasi dalam bentuk kerja sama pembiayaan dan kerja sama terhadap teknik pembangunan alat pengolahan limbah menjadi biogas. Program pembiayaan tersebut dimasukkan dalam kategori shoft loan bukan hibah.

- Peternak yang sudah mempunyai kemampuan produksi secara efisien hanya perlu didorong pada bentuk pinajaman, kemudian diperbaiki dari segi produksinya sehingga bisa lebih efisien dan limbahnya dapat diubah menjadi biogas. Hanya peternak yang tidak mempunyai kemampuan membayar serta tidak tahu bagaimana cara mengolah limbah itulah yang berhak mendapatkan dana hibah. Oleh karena itu, perlu dipetakan kriteria siapa yang berhak mendapatkan hibah dan siapa yang mendapatkan soft loan.

- Kami memberikan dalam bentuk soft loan entah dalam bentuk pinjaman bunga rendah ataupun subsidi bunga karena di lapangan banyak peternak yang telah maju dimana mereka telah berinteraksi dengan pasar dan mempunyai income yang baik. Kami mendorong mereka bisa lebih professional sehingga bisa masuk dalam skala komersial. Intervensi kita dalam hal pengembangan sehingga lebih mengenal pasar. Kalaupun kemudian program ini untuk mengubah limbah menjadi biogas, maka perlu dilakukan pemetaan sehingga program ini tepat sasaran.

- Sampai tahun 2014, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral masih mempunyai program pemban pengembangan limbah menjadi energi melalui program non pembiayaan (hibah). Dengan adanya kegiatan ini nantinya akan mendistorsi program pembiayaan limbah menjadi energi melalui kredit program. Oleh karena itu, program yang akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral akan dilakukan dengan memperhatikan aspek kewilayahan yang mempunyai elektrifikasi yang masih rendah dan daerah yang terpencil.

c) Direktorat Sistem Manajemen Investasi, Kementerian Keuangan; - Lembaga Keuangan Perbankan merupakan salah satu pihak yang

berkepentingan terhadap pelaksanaan pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program. Oleh karena itu, membutuhkan forum tersendiri

Page 131: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

114 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

dalam rangka menyampaikan usulan pembiayaan investasi limbah energi menjadi energi melalui redit program.

- Selain itu, memerlukan informasi terkait dengan ketertarikan pihak perbankan terhadap pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program. Paling tidak dengan mengundang pelalu perbankan yang sudah memiliki pengalaman dalam pembiayaan investasi limbah menjadi energi.

d) Bidang I PKPPIM - Pengalaman pengembangan sarana pengolahan limbah menjadi energi

mempunyai variasi dan/atau ukuran yang berbeda. Oleh karena itu membutuhkan standardisasi atau penyeragaman dalam pelaksanaan pembangunan reaktor biogas. Dengan adanya penyeragaman/standardisasi pengembangan dalam pengolahan limbah menjadi energi akan mudah dalam memberikan pembiayaan pengolahan limbah.

- Supaya pembahasan menjadi lebih jelas, membutuhkan koordinasi antara Kemen LH, Kemen ESDM dan Pemda terhadap pelaksanaan program masing-masing. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan kegiatan program dan dapat dilaksanakan tepat sasaran.

- ESDM, Pemda dan KLH yang akan atau sudah melakukan bernagai kegiatan pengembangan dalam pengolahan limbah menjadi biogas mungkin bisa memberitahukan sumber pembiayaan, mekanisme serta tipe pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program.

- Membutuhkan Pemetaan secara kewilayahan dalam pelaksanaan program pembiayaan investasi limbah menjadi energi melalui kredit program. Karena hal tersebut dilakukan untuk menghindari distrorsi program lainnya, seperti program hibah pengolahan limbah menjadi energi.

E. Penutup Kegitan ini tutup oleh Bapak S. Haryo Suwakhyo Kepala Bidang I PKPPIM Kementerian Keuangan. Diharapkan dari kegiatan ini dapat memberikan perbaikan laporan kegiatan dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari pemangku kepentingan pada kegiatan Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program. Harapan lainnya yakni hasil kegiatan ini dapat diimplementasikan dalam sebuah kebijakan yang tepat sasaran.

Jakarta, 27 Maret 2014 Tim Penyusun

Page 132: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

115 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Lampiran 5 : Perhitungan Kelayakan Keuangan dan Analisa Biaya Manfaat

A. Biogas Industri Tahu

Tabel Analisis Keuangan Pengembangan Reaktor Biogas Industri Tahu (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)

No. Indikator Indikator Ukuran Ukuran Ukuran 94 M3 84 M3 90 M3

A Biaya Awal (Rp) 148,000,000 105,720,000 120,000,000 B Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 C Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% D Simulasi untuk Beban Bunga Debitur 1. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% Nilai NPV (Rp) 103,649,432 193,702,367 (49,384,828) IRR 19.1% 30.3% 7.5% ROI 20.1% 390.3% 80.7% Profitability Index 170.0% 283.2% 58.8% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

2. Skenario 2: Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% Nilai NPV (Rp) 100,207,880 191,243,983 (52,175,276) IRR 18.8% 29.9% 7.3% ROI 19.9% 383.0% 78.0% Profitability Index 167.7% 280.9% 56.5% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

3. Skenario 3: Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% Nilai NPV (Rp) 96,766,328 188,785,598 (54,965,724) IRR 18.5% 29.5% 7.1% ROI 19.8% 376.0% 75.4% Profitability Index 165.4% 278.6% 54.2% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

4. Skenario 4: Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% Nilai NPV (Rp) 93,324,776 186,327,214 (57,756,171) IRR 18.2% 29.1% 6.9% ROI 19.6% 369.2% 72.9% Profitability Index 163.1% 276.2% 51.9% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

5. Skenario 5: Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% Nilai NPV (Rp) 89,883,224 183,868,830 (60,546,619) IRR 18.0% 28.7% 6.7% ROI 19.5% 362.5% 70.5% Profitability Index 160.7% 273.9% 49.5% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

6. Skenario 6: Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% Nilai NPV (Rp) 86,441,672 181,410,445 (63,337,066) IRR 17.7% 28.4% 6.5% ROI 19.3% 356.1% 68.1% Profitability Index 158.4% 271.6% 47.2% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

Page 133: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

116 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Indikator Ukuran Ukuran Ukuran 94 M3 84 M3 90 M3

7. Skenario 7: Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% Nilai NPV (Rp) 83,000,120 178,952,061 (66,127,514) IRR 17.4% 28.0% 6.3% ROI 19.2% 349.8% 65.8% Profitability Index 156.1% 269.3% 44.9% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

8. Skenario 8: Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% Nilai NPV (Rp) 79,558,568 176,493,677 (68,917,962) IRR 17.1% 27.6% 6.1% ROI 19.0% 343.7% 63.5% Profitability Index 153.8% 266.9% 42.6% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

9. Skenario 9: Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% Nilai NPV (Rp) 76,117,016 174,035,292 (71,708,409) IRR 16.9% 27.3% 5.9% ROI 18.9% 337.8% 61.3% Profitability Index 151.4% 264.6% 40.2% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

10. Skenario 10: Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% Nilai NPV (Rp) 72,675,464 171,576,908 (74,498,857) IRR 16.6% 26.9% 5.8% ROI 18.7% 332.0% 59.2% Profitability Index 149.1% 262.3% 37.9% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

11. Skenario 11: Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% Nilai NPV (Rp) 69,233,912 169,118,524 (77,289,304) IRR 16.3% 26.6% 5.6% ROI 18.6% 326.3% 57.1% Profitability Index 146.8% 260.0% 35.6% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

12. Skenario 12: Beban Bunga Debitur 11% 11% 11% Subsidi Bunga 3% 3% 3% Nilai NPV (Rp) 65,792,360 166,660,139 (80,079,752) IRR 16.1% 26.2% 5.4% ROI 18.4% 320.9% 55.1% Profitability Index 144.5% 257.6% 33.3% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

13. Skenario 13: Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% Nilai NPV (Rp) 62,350,808 164,201,755 (82,870,200) IRR 15.8% 25.9% 5.2% ROI 18.3% 315.5% 53.1% Profitability Index 142.1% 255.3% 30.9% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

14. Skenario 14: Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0%

Page 134: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

117 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Indikator Ukuran Ukuran Ukuran 94 M3 84 M3 90 M3

Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% Nilai NPV (Rp) 58,909,256 161,743,371 (85,660,647) IRR 15.6% 25.6% 5.1% ROI 18.1% 310.3% 51.2% Profitability Index 139.8% 253.0% 28.6% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

15. Skenario 15: Beban Bunga Debitur 14% 14% 14% Subsidi Bunga 0% 0% 0% Nilai NPV (Rp) 57,188,480 160,514,179 (87,055,871) IRR 15.5% 25.4% 5.0% ROI 18.1% 307.7% 50.3% Profitability Index 138.6% 251.8% 27.5% Kelayakan Layak Layak Tidak Layak

Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Reaktor Biogas Industri Tahu (Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun)

NNo.o. Indikator Indikator Ukuran Ukuran Ukuran

94 M3 84 M3 90 M3

A. Biaya Awal (Rp) 148,000,000 105,720,000 120,000,000 B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 C. Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% D. Simulasi untuk Beban Bunga

Debitur

1. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

2. Skenario 2: Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

3. Skenario 3: Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

4. Skenario 4: Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

5. Skenario 5: Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5%

Page 135: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

118 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

NNo.o. Indikator Indikator Ukuran Ukuran Ukuran

94 M3 84 M3 90 M3

Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

6. Skenario 6: Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

7. Skenario 7: Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

8. Skenario 8: Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

9. Skenario 9: Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

10. Skenario 10: Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

11. Skenario 11: Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

12. Skenario 12: Beban Bunga Debitur 11.0% 11.0% 11.0% Subsidi Bunga 2.5% 2.5% 2.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

13. Skenario 13:

Page 136: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

119 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

NNo.o. Indikator Indikator Ukuran Ukuran Ukuran

94 M3 84 M3 90 M3

Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

14. Skenario 14: Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 302,109,086 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 753,439,700 547,826,431 462,564,344 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.49 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

15. Skenario 15: Beban Bunga Debitur 13.5% 13.5% 13.5% Subsidi Bunga 0.0% 0.0% 0.0% Nilai Biaya (C)(Rp) 301,162,328 215,127,576 244,185,671 Nilai Manfaat (B) (Rp) 752,492,942 547,826,431 462,564,344

Nilai Manfaat Bersih (Rp) 451,330,614 332,698,855 218,378,672 B per C Ratio (BCR) 2.50 2.55 1.89 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak

B. Biogas Limbah Kotoran Sapi

Tabel Analisis Keuangan Pengembangan Reaktor Limbah Kotoran Sapi (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran6 M3 8 M3 10 M3 12 M3

A. Biaya Awal (Rp) 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5 C. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur 1. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 3,053,898 5,219,168 7,384,438 9,549,707 IRR 16.2% 17.7% 18.7% 19.4% ROI 182.3% 201.1% 213.7% 222.7% Profitability Index 1.3817 1.5219 1.6154 1.6821 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (168,870) 922,143 2,013,157 3,104,170 IRR 11.8% 13.0% 13.8% 14.4% ROI 128.2% 143.5% 153.6% 160.8% Profitability Index 0.9789 1.0922 1.1678 1.2217 Kelayakan Tidak Layak Layak Layak Layak

2. Skenario 2: Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0% Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 2,867,868 4,986,631 7,105,393 9,224,155 IRR 15.9% 17.4% 18.4% 19.1% ROI 178.2% 196.7% 209.1% 217.9% Profitability Index 1.3585 1.4987 1.5921 1.6589 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

Page 137: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

120 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran6 M3 8 M3 10 M3 12 M3

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (354,900) 689,606 1,734,112 2,778,618 IRR 11.5% 12.8% 13.6% 14.2% ROI 124.9% 139.9% 149.8% 157.0% Profitability Index 0.9556 1.0690 1.1445 1.1985 Kelayakan Tidak Layak Layak Layak Layak

3. Skenario 3: Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0% Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 2,681,839 4,754,093 6,826,348 8,898,603 IRR 15.6% 17.1% 18.1% 18.8% ROI 174.1% 192.4% 204.6% 213.3% Profitability Index 1.3352 1.4754 1.5689 1.6356 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (540,930) 457,069 1,455,067 2,453,066 IRR 11.3% 12.5% 13.3% 13.9% ROI 121.6% 136.4% 146.2% 153.2% Profitability Index 0.9324 1.0457 1.1213 1.1752 Kelayakan Tidak Layak Layak Layak Layak

4 Skenario 4: Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0% Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 2,495,809 4,521,556 6,547,303 8,573,050 IRR 15.3% 16.8% 17.8% 18.5% ROI 170.2% 188.2% 200.2% 208.8% Profitability Index 1.3120 1.4522 1.5456 1.6124 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (726,960) 224,531 1,176,023 2,127,514 IRR 11.0% 12.2% 13.0% 13.6% ROI 118.4% 133.0% 142.7% 149.6% Profitability Index 0.9091 1.0225 1.0980 1.1520 Kelayakan Tidak Layak Layak Layak Layak

5. Skenario 5: Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0% Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 2,309,779 4,289,019 6,268,258 8,247,498 IRR 15.0% 16.5% 17.5% 18.2% ROI 166.3% 184.1% 195.9% 204.4% Profitability Index 1.2887 1.4289 1.5224 1.5891 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (912,989) (8,006) 896,978 1,801,961 IRR 10.8% 12.0% 12.8% 13.4% ROI 115.3% 129.7% 139.2% 146.1% Profitability Index 0.8859 0.9992 1.0747 1.1287 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Layak Layak

6. Skenario 6: Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0% Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% 8.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 2,123,749 4,056,481 5,989,214 7,921,946 IRR 14.8% 16.2% 17.2% 17.9% ROI 162.6% 180.1% 191.8% 200.1% Profitability Index 1.2655 1.4056 1.4991 1.5659 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (1,099,019) (240,543) 617,933 1,476,409

Page 138: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

121 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran6 M3 8 M3 10 M3 12 M3

IRR 10.6% 11.7% 12.5% 13.1% ROI 112.3% 126.5% 135.9% 142.6% Profitability Index 0.8626 0.9759 1.0515 1.1055 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Layak Layak

7. Skenario 7: Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% 6.0% Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 1,937,719 3,823,944 5,710,169 7,596,394 IRR 14.5% 15.9% 16.9% 17.6% ROI 159.0% 176.3% 187.8% 196.0% Profitability Index 1.2422 1.3824 1.4758 1.5426 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (1,285,049) (473,080) 338,888 1,150,857 IRR 10.3% 11.5% 12.3% 12.8% ROI 109.4% 123.4% 132.7% 139.3% Profitability Index 0.8394 0.9527 1.0282 1.0822 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Layak Layak

8. Skenario 8: Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% 7.0% Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% 6.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 1,751,689 3,591,407 5,431,124 7,270,842 IRR 14.2% 15.6% 16.6% 17.3% ROI 155.5% 172.5% 183.9% 192.0% Profitability Index 1.2190 1.3591 1.4526 1.5193 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (1,471,079) (705,618) 59,843 825,305 IRR 10.1% 11.3% 12.1% 12.6% ROI 106.5% 120.3% 129.5% 136.1% Profitability Index 0.8161 0.9294 1.0050 1.0590 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Layak Layak

9. Skenario 9: Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% 8.0% Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% 5.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 1,565,660 3,358,870 5,152,079 6,945,289 IRR 14.0% 15.4% 16.3% 17.0% ROI 152.1% 168.9% 180.1% 188.1% Profitability Index 1.1957 1.3359 1.4293 1.4961 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (1,657,109) (938,155) (219,201) 499,752 IRR 9.9% 11.0% 11.8% 12.4% ROI 103.8% 117.4% 126.4% 132.9% Profitability Index 0.7929 0.9062 0.9817 1.0357 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Layak

10. Skenario 10: Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% 9.0% Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% 4.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 1,379,630 3,126,332 4,873,035 6,619,737 IRR 13.7% 15.1% 16.0% 16.7% ROI 148.7% 165.3% 176.4% 184.3% Profitability Index 1.1725 1.3126 1.4061 1.4728 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (1,843,139) (1,170,692) (498,246) 174,200 IRR 9.7% 10.8% 11.6% 12.1% ROI 101.1% 114.5% 123.4% 129.8%

Page 139: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

122 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran6 M3 8 M3 10 M3 12 M3

Profitability Index 0.7696 0.8829 0.9585 1.0124 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Layak

11. Skenario 11: Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% 10.0% Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% 3.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 1,193,600 2,893,795 4,593,990 6,294,185 IRR 13.5% 14.9% 15.8% 16.4% ROI 145.5% 161.9% 172.8% 180.6% Profitability Index 1.1492 1.2894 1.3828 1.4496 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (2,029,169) (1,403,230) (777,291) (151,352) IRR 9.5% 10.6% 11.4% 11.9% ROI 98.5% 111.7% 120.5% 126.8% Profitability Index 0.7464 0.8597 0.9352 0.9892 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak

12. Skenario 12: Beban Bunga Debitur 11% 11% 11% 11% Subsidi Bunga 3% 3% 3% 3%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 1,007,570 2,661,258 4,314,945 5,968,633 IRR 13.2% 14.6% 15.5% 16.2% ROI 142.3% 158.5% 169.3% 177.0% Profitability Index 1.1259 1.2661 1.3596 1.4263 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (2,215,198) (1,635,767) (1,056,336) (476,904) IRR 9.2% 10.4% 11.1% 11.7% ROI 95.9% 109.0% 117.7% 123.9% Profitability Index 0.7231 0.8364 0.9120 0.9659 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak

13. Skenario 13: Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% 12.0% Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% 1.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 821,540 2,428,720 4,035,900 5,643,081 IRR 13.0% 14.4% 15.3% 15.9% ROI 139.3% 155.2% 165.8% 173.4% Profitability Index 1.1027 1.2429 1.3363 1.4031 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (2,401,228) (1,868,304) (1,335,380) (802,456) IRR 9.0% 10.2% 10.9% 11.4% ROI 93.4% 106.3% 114.9% 121.1% Profitability Index 0.6998 0.8132 0.8887 0.9427 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak

14. Skenario 14: Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% 13.0% Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% 0.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 635,510 2,196,183 3,756,856 5,317,528 IRR 12.8% 14.1% 15.0% 15.6% ROI 136.3% 152.0% 162.5% 170.0% Profitability Index 1.0794 1.2196 1.3131 1.3798 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (2,587,258) (2,100,842) (1,614,425) (1,128,009) IRR 8.8% 10.0% 10.7% 11.2% ROI 91.0% 103.7% 112.2% 118.3% Profitability Index 0.6766 0.7899 0.8655 0.9194 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak

Page 140: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

123 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran6 M3 8 M3 10 M3 12 M3

15. Skenario 15: Beban Bunga Debitur 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% Subsidi Bunga 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai NPV (Rp) 542,495 2,079,914 3,617,333 5,154,752 IRR 12.6% 14.0% 14.9% 15.5% ROI 134.8% 150.4% 160.9% 168.3% Profitability Index 1.0678 1.2080 1.3014 1.3682 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai NPV (Rp) (2,680,273) (2,217,110) (1,753,947) (1,290,785) IRR 8.7% 9.9% 10.6% 11.1% ROI 89.8% 102.5% 110.9% 116.9% Profitability Index 0.6650 0.7783 0.8538 0.9078 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak

Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Reaktor Limbah Kotoran Sapi (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran6 M3 8 M3 10 M3 12 M3

A. Biaya Awal (Rp) 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 5 5 5 C. Suku Bunga Bank 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur 1. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

2. Skenario 2: Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0% Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

3. Skenario 3: Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0% Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548

Page 141: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

124 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran6 M3 8 M3 10 M3 12 M3

Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

4. Skenario 4: Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0% Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

5. Skenario 5: Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0% Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

6. Skenario 6: Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0% Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% 8.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

7. Skenario 7: Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% 6.0% Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77

Page 142: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

125 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran6 M3 8 M3 10 M3 12 M3

Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas

Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

8. Skenario 8: Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% 7.0% Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% 6.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

9. Skenario 9: Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% 8.0% Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% 5.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

10. Skenario 10: Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% 9.0% Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% 4.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

11. Skenario 11: Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% 10.0% Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% 3.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas

Page 143: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

126 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran6 M3 8 M3 10 M3 12 M3

Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

12. Skenario 12: Beban Bunga Debitur 11.0% 11.0% 11.0% 11.0% Subsidi Bunga 2.5% 2.5% 2.5% 2.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

13. Skenario 13: Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% 12.0% Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% 1.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

14. Skenario 14: Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% 13.0% Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% 0.5%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 50,757,622 60,426,106 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 24,266,421 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 1.92 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

15. Skenario 15: Beban Bunga Debitur 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% Subsidi Bunga 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

a. Pengalihan dari LPG ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,832,229 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 43,992,374 57,851,432 71,710,490 85,569,548 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,160,145 35,775,432 45,219,289 54,663,147 B per C Ratio (BCR) 2.47 2.62 2.71 2.77 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Pengalihan dari Kayu Bakar ke Biogas Nilai Biaya (C)(Rp) 17,660,800 22,076,000 26,491,200 30,906,400 Nilai Manfaat (B) (Rp) 31,420,653 41,089,137 63,176,189 60,426,106

Page 144: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

127 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran6 M3 8 M3 10 M3 12 M3

Nilai Manfaat Bersih (Rp) 13,759,853 19,013,137 36,684,988 29,519,706 B per C Ratio (BCR) 1.78 1.86 2.38 1.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

C. Biogas POME

Tabel Analisis Keuangan Pengembangan PLT Biomassa POME (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS

A. Biaya Awal-Jual Listrik (Rp)

36,964,416,510 42,396,678,573 44,196,687,578 92,220,853,048

Biaya Awal-Penghematan Solar (Rp)

24,867,310,067 29,581,284,210 31,018,593,375 70,806,449,968

B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun)

5 5 5 5

C. Suku Bunga Bank/Tingkat Diskonto

13.5% 13.5% 13.5% 13.5%

D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur

1. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) 938,705,875 (7,296,950,934) (6,597,403,119) (55,908,403,315

) IRR 12.3% 10.2% 10.4% #NUM! ROI 54.3% 48.3% 47.4% 28.1% Profitability Index 1.0254 0.8279 0.8507 0.3938 Kelayakan Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 148,844,286,995

153,806,633,540 157,441,263,213 231,419,565,237

IRR 58.0% 53.0% 52.1% 39.6% ROI 121.6% 116.0% 115.0% 96.5% Profitability Index 6.9855 6.1995 6.0757 4.2683 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

2. Skenario 2: Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0% Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) 264,477,709 (8,265,991,939) (7,607,586,086) (58,052,882,129

) IRR 12.1% 10.0% 10.2% 5.4% ROI 53.6% 47.4% 46.6% 27.3% Profitability Index 1.0072 0.8050 0.8279 0.3705 Kelayakan Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 148,390,709,137

153,267,073,150 156,875,486,413 230,128,060,937

IRR 57.6% 52.6% 51.8% 39.3% ROI 121.3% 115.6% 114.6% 96.0% Profitability Index 6.9673 6.1812 6.0575 4.2501 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

3. Skenario 3: Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0% Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%

a. Asumsi Jual Listrik

Page 145: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

128 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS

Nilai NPV (Rp) (409,750,456) (9,235,032,944) (8,617,769,053) (60,197,360,943)

IRR 11.9% 9.8% 10.0% 5.2% ROI 53.0% 46.5% 45.7% 26.4% Profitability Index 0.9889 0.7822 0.8050 0.3472 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 147,937,131,280

152,727,512,760 156,309,709,612 228,836,556,637

IRR 57.3% 52.2% 51.4% 39.0% ROI 120.9% 115.2% 114.3% 95.6% Profitability Index 6.9491 6.1630 6.0392 4.2319 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

4. Skenario 4: Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0% Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (1,083,978,621) (10,204,073,949

) (9,627,952,019) (62,341,839,756

) IRR 11.7% 9.5% 9.8% #NUM! ROI 52.3% 45.6% 44.9% 25.6% Profitability Index 0.9707 0.7593 0.7822 0.3240 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 147,483,553,422

152,187,952,370 155,743,932,812 227,545,052,338

IRR 56.9% 51.9% 51.1% 38.6% ROI 120.6% 114.9% 113.9% 95.1% Profitability Index 6.9308 6.1447 6.0210 4.2136 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

5. Skenario 5: Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0% Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (1,758,206,787) (11,173,114,953

) (10,638,134,986

) (64,486,318,570

) IRR 11.5% 9.3% 9.6% #NUM! ROI 51.7% 44.7% 44.1% 24.8% Profitability Index 0.9524 0.7365 0.7593 0.3007 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 147,029,975,565

151,648,391,981 155,178,156,011 226,253,548,038

IRR 56.5% 51.5% 50.7% 38.3% ROI 120.2% 114.5% 113.5% 94.7% Profitability Index 6.9126 6.1265 6.0027 4.1954 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

6. Skenario 6: Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0% Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% 8.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (2,432,434,952) (12,142,155,958

) (11,648,317,953

) (66,630,797,383

) IRR 11.3% 9.1% 9.4% #NUM! ROI 51.0% 43.9% 43.2% 24.0% Profitability Index 0.9342 0.7136 0.7364 0.2775 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!

b. Asumsi Penghematan Solar

Page 146: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

129 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS

Nilai NPV (Rp) 146,576,397,707

151,108,831,591 154,612,379,211 224,962,043,738

IRR 56.2% 51.2% 50.4% 38.0% ROI 119.9% 114.1% 113.1% 94.3% Profitability Index 6.8943 6.1083 5.9845 4.1771 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

7. Skenario 7: Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% 6.0% Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (3,106,663,118) (13,111,196,963

) (12,658,500,920

) (68,775,276,197

) IRR 11.2% 8.9% 9.2% #NUM! ROI 50.4% 43.0% 42.4% 23.2% Profitability Index 0.9160 0.6907 0.7136 0.2542 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 146,122,819,850

150,569,271,201 154,046,602,410 223,670,539,438

IRR 55.8% 50.8% 50.0% 37.7% ROI 119.5% 113.7% 112.7% 93.8% Profitability Index 6.8761 6.0900 5.9663 4.1589 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

8. Skenario 8: Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% 7.0% Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% 6.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (3,780,891,283) (14,080,237,968

) (13,668,683,887

) (70,919,755,010

) IRR 11.0% 8.7% 9.0% #NUM! ROI 49.7% 42.1% 41.6% 22.4% Profitability Index 0.8977 0.6679 0.6907 0.2310 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 145,669,241,992

150,029,710,811 153,480,825,610 222,379,035,139

IRR 55.4% 50.5% 49.7% 37.4% ROI 119.2% 113.4% 112.4% 93.4% Profitability Index 6.8579 6.0718 5.9480 4.1407 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

9. Skenario 9: Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% 8.0% Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% 5.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (4,455,119,448) (15,049,278,973

) (14,678,866,854

) (73,064,233,824

) IRR 10.8% 8.5% 8.8% 4.2% ROI 49.1% 41.3% 40.8% 21.6% Profitability Index 0.8795 0.6450 0.6679 0.2077 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 145,215,664,135

149,490,150,421 152,915,048,810 221,087,530,839

IRR 55.1% 50.1% 49.3% 37.1% ROI 118.8% 113.0% 112.0% 93.0% Profitability Index 6.8396 6.0535 5.9298 4.1224 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

10. Skenario 10: Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% 9.0%

Page 147: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

130 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS

Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% 4.5% a. Asumsi Jual Listrik

Nilai NPV (Rp) (5,129,347,614) (16,018,319,978)

(15,689,049,821)

(75,208,712,637)

IRR 10.7% 8.3% #NUM! 4.0% ROI 48.4% 40.5% 40.0% 20.8% Profitability Index 0.8612 0.6222 0.6450 0.1845 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak #NUM! Tidak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 144,762,086,277

148,950,590,031 152,349,272,009 219,796,026,539

IRR 54.7% 49.8% 49.0% 36.8% ROI 118.5% 112.6% 111.6% 92.5% Profitability Index 6.8214 6.0353 5.9115 4.1042 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

11. Skenario 11: Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% 10.0% Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% 3.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (5,803,575,779) (16,987,360,983

) (16,699,232,788

) (77,353,191,451

) IRR 10.5% 8.1% 8.4% 3.8% ROI 47.8% 39.7% 39.3% 20.1% Profitability Index 0.8430 0.5993 0.6222 0.1612 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 144,308,508,420

148,411,029,641 151,783,495,209 218,504,522,240

IRR 54.4% 49.4% 48.7% 36.5% ROI 118.1% 112.3% 111.3% 92.1% Profitability Index 6.8031 6.0171 5.8933 4.0859 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

12. Skenario 12: Beban Bunga Debitur 11% 11% 11% 11% Subsidi Bunga 3% 3% 3% 3%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (6,477,803,945) (17,956,401,988

) (17,709,415,754

) (79,497,670,264

) IRR 10.3% #NUM! 8.2% #NUM! ROI 47.2% 38.9% 38.5% 19.3% Profitability Index 0.8248 0.5765 0.5993 0.1380 Kelayakan Tidak Layak #NUM! Tidak Layak #NUM!

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 143,854,930,562

147,871,469,252 151,217,718,408 217,213,017,940

IRR 54.0% 49.1% 48.3% 36.2% ROI 117.8% 111.9% 110.9% 91.7% Profitability Index 6.7849 5.9988 5.8751 4.0677 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

13. Skenario 13: Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% 12.0% Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% 1.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (7,152,032,110) (18,925,442,993

) (18,719,598,721

) (81,642,149,078

) IRR 10.2% 7.8% 8.0% #NUM! ROI 46.6% 38.1% 37.7% 18.6% Profitability Index 0.8065 0.5536 0.5764 0.1147 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!

Page 148: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

131 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 143,401,352,704

147,331,908,862 150,651,941,608 215,921,513,640

IRR 53.7% 48.8% 48.0% 35.9% ROI 117.5% 111.6% 110.5% 91.3% Profitability Index 6.7667 5.9806 5.8568 4.0495 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

14. Skenario 14: Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% 13.0% Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% 0.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (7,826,260,275) (19,894,483,998

) (19,729,781,688

) (83,786,627,892

) IRR 10.0% 7.6% #NUM! 3.4% ROI 46.0% 37.3% 37.0% 17.9% Profitability Index 0.7883 0.5308 0.5536 0.0915 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak #NUM! Tidak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 142,947,774,847

146,792,348,472 150,086,164,807 214,630,009,340

IRR 53.3% 48.4% 47.7% 35.6% ROI 117.1% 111.2% 110.2% 90.8% Profitability Index 6.7484 5.9623 5.8386 4.0312 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

15. Skenario 15: Beban Bunga Debitur 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% Subsidi Bunga 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai NPV (Rp) (8,163,374,358) (20,379,004,501

) (20,234,873,172

) (84,858,867,298

) IRR 9.9% 7.5% 7.7% #NUM! ROI 45.7% 36.9% 36.6% 17.5% Profitability Index 0.7792 0.5193 0.5422 0.0798 Kelayakan Tidak Layak Tidak Layak Tidak Layak #NUM!

b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai NPV (Rp) 142,720,985,918

146,522,568,277 149,803,276,407 213,984,257,191

IRR 53.2% 48.3% 47.5% 35.5% ROI 117.0% 111.0% 110.0% 90.6% Profitability Index 6.7393 5.9532 5.8295 4.0221 Kelayakan Layak Layak Layak Layak

Page 149: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

132 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk PLT Biomassa POME (sumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun)

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS

A. Biaya Awal-Jual Listrik (Rp) 36,964,416,510 42,396,678,573 44,196,687,578 92,220,853,048 Biaya Awal-Penghematan Solar (Rp)

24,867,310,067 29,581,284,210 31,018,593,375 70,806,449,968

B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun)

5 5 5 5

C. Suku Bunga Bank/Tingkat Diskonto

13.5% 13.5% 13.5% 13.5%

D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur

1. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Subsidi Bunga 13.5% 13.5% 13.5% 13.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

2. Skenario 2: Beban Bunga Debitur 1.0% 1.0% 1.0% 1.0% Subsidi Bunga 12.5% 12.5% 12.5% 12.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

3. Skenario 3: Beban Bunga Debitur 2.0% 2.0% 2.0% 2.0% Subsidi Bunga 11.5% 11.5% 11.5% 11.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

4. Skenario 4: Beban Bunga Debitur 3.0% 3.0% 3.0% 3.0% Subsidi Bunga 10.5% 10.5% 10.5% 10.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685

Page 150: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

133 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS

Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

5. Skenario 5: Beban Bunga Debitur 4.0% 4.0% 4.0% 4.0% Subsidi Bunga 9.5% 9.5% 9.5% 9.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

6. Skenario 6: Beban Bunga Debitur 5.0% 5.0% 5.0% 5.0% Subsidi Bunga 8.5% 8.5% 8.5% 8.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

7. Skenario 7: Beban Bunga Debitur 6.0% 6.0% 6.0% 6.0% Subsidi Bunga 7.5% 7.5% 7.5% 7.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

8. Skenario 8: Beban Bunga Debitur 7.0% 7.0% 7.0% 7.0% Subsidi Bunga 6.5% 6.5% 6.5% 6.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48

Page 151: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

134 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS

Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak b. Asumsi Penghematan Solar

Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

9. Skenario 9: Beban Bunga Debitur 8.0% 8.0% 8.0% 8.0% Subsidi Bunga 5.5% 5.5% 5.5% 5.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

10. Skenario 10: Beban Bunga Debitur 9.0% 9.0% 9.0% 9.0% Subsidi Bunga 4.5% 4.5% 4.5% 4.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

11. Skenario 11: Beban Bunga Debitur 10.0% 10.0% 10.0% 10.0% Subsidi Bunga 3.5% 3.5% 3.5% 3.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

12. Skenario 12: Beban Bunga Debitur 11.0% 11.0% 11.0% 11.0% Subsidi Bunga 2.5% 2.5% 2.5% 2.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar

Page 152: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

135 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran Ukuran Ukuran Ukuran45 Ton TBS 45 Ton TBS 60 Ton TBS 75 Ton TBS

Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

13. Skenario 13: Beban Bunga Debitur 12.0% 12.0% 12.0% 12.0% Subsidi Bunga 1.5% 1.5% 1.5% 1.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

14. Skenario 14: Beban Bunga Debitur 13.0% 13.0% 13.0% 13.0% Subsidi Bunga 0.5% 0.5% 0.5% 0.5%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

15. Skenario 15: Beban Bunga Debitur 13.5% 13.5% 13.5% 13.5% Subsidi Bunga 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

a. Asumsi Jual Listrik Nilai Biaya (C)(Rp) 130,577,022,753 137,122,560,225 146,746,347,401 293,578,389,012 Nilai Manfaat (B) (Rp) 252,041,144,313 236,398,939,765 254,359,349,049 434,552,531,685 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 121,464,121,560 99,276,379,540 107,613,001,648 140,974,142,673 B per C Ratio (BCR) 1.93 1.72 1.73 1.48 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

b. Asumsi Penghematan Solar Nilai Biaya (C)(Rp) 167,069,912,183 186,035,035,800 192,966,778,018 370,321,553,481 Nilai Manfaat (B) (Rp) 480,258,032,346 507,344,753,694 526,585,561,403 849,405,525,155 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 313,188,120,163 321,309,717,894 333,618,783,385 479,083,971,674 B per C Ratio (BCR) 2.87 2.73 2.73 2.29 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak Layak Layak Layak

Page 153: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

136 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

D. PLT Biomassa Pelepah Sawit

Tabel Analisis Keuangan Pengembangan PLT Biomassa Pelepah Sawit (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)

No. Indikator Ukuran200 KV

A. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 4,886,108,000 B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 C. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5% D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur1. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% Subsidi Bunga 13.5% Nilai NPV (Rp) 3,967,448,360 IRR 19.4% ROI 162.5% Profitability Index 1.8120 Kelayakan Layak

2. Skenario 2: Beban Bunga Debitur 1.0% Subsidi Bunga 12.5% Nilai NPV (Rp) 3,853,828,124 IRR 19.1% ROI 160.1% Profitability Index 1.7887 Kelayakan Layak

3. Skenario 3: Beban Bunga Debitur 2.0% Subsidi Bunga 11.5% Nilai NPV (Rp) 3,740,207,888 IRR 18.8% ROI 157.8% Profitability Index 1.7655 Kelayakan Layak

4. Skenario 4: Beban Bunga Debitur 3.0% Subsidi Bunga 10.5% Nilai NPV (Rp) 3,626,587,653 IRR 18.6% ROI 155.5% Profitability Index 1.7422 Kelayakan Layak

5. Skenario 5: Beban Bunga Debitur 4.0% Subsidi Bunga 9.5% Nilai NPV (Rp) 3,512,967,417 IRR 18.3% ROI 153.2% Profitability Index 1.7190 Kelayakan Layak

6. Skenario 6: Beban Bunga Debitur 5.0% Subsidi Bunga 8.5% Nilai NPV (Rp) 3,399,347,181 IRR 18.0% ROI 151.0% Profitability Index 1.6957 Kelayakan Layak

7. Skenario 7: Beban Bunga Debitur 6.0% Subsidi Bunga 7.5% Nilai NPV (Rp) 3,285,726,945 IRR 17.8%

Page 154: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

137 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran200 KV

ROI 148.9% Profitability Index 1.6725 Kelayakan Layak

8. Skenario 8: Beban Bunga Debitur 7.0% Subsidi Bunga 6.5% Nilai NPV (Rp) 3,172,106,709 IRR 17.6% ROI 146.7% Profitability Index 1.6492 Kelayakan Layak

9. Skenario 9: Beban Bunga Debitur 8.0% Subsidi Bunga 5.5% Nilai NPV (Rp) 3,058,486,473 IRR 17.3% ROI 144.6% Profitability Index 1.6260 Kelayakan Layak

10. Skenario 10: Beban Bunga Debitur 9.0% Subsidi Bunga 4.5% Nilai NPV (Rp) 2,944,866,237 IRR 17.1% ROI 142.6% Profitability Index 1.6027 Kelayakan Layak

11. Skenario 11: Beban Bunga Debitur 10.0% Subsidi Bunga 3.5% Nilai NPV (Rp) 2,831,246,001 IRR 16.8% ROI 140.6% Profitability Index 1.5794 Kelayakan Layak

12. Skenario 12: Beban Bunga Debitur 11% Subsidi Bunga 3% Nilai NPV (Rp) 2,717,625,765 IRR 16.6% ROI 138.6% Profitability Index 1.5562 Kelayakan Layak

13. Skenario 13: Beban Bunga Debitur 12.0% Subsidi Bunga 1.5% Nilai NPV (Rp) 2,604,005,529 IRR 16.4% ROI 136.6% Profitability Index 1.5329 Kelayakan Layak

14. Skenario 14: Beban Bunga Debitur 13.0% Subsidi Bunga 0.5% Nilai NPV (Rp) 2,490,385,293 IRR 16.2% ROI 134.7% Profitability Index 1.5097 Kelayakan Layak

15. Skenario 15: Beban Bunga Debitur 13.5% Subsidi Bunga 0%

Page 155: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

138 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran200 KV

Nilai NPV (Rp) 2,433,575,175 IRR 16.0% ROI 133.7% Profitability Index 1.4981 Kelayakan Layak

Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk PLT Biomassa Pelepah Sawit (Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun)

No. Indikator Ukuran200 KV

A. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 4,886,108,000 B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 C. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5% D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur1. Skenario 1:

Beban Bunga Debitur 0.0% Subsidi Bunga 13.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

2. Skenario 2:Beban Bunga Debitur 1.0% Subsidi Bunga 12.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

3. Skenario 3:Beban Bunga Debitur 2.0% Subsidi Bunga 11.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

4. Skenario 4:Beban Bunga Debitur 3.0% Subsidi Bunga 10.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

5. Skenario 5:Beban Bunga Debitur 4.0% Subsidi Bunga 9.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

6. Skenario 6:Beban Bunga Debitur 5.0% Subsidi Bunga 8.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329

Page 156: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

139 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran200 KV

B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

7. Skenario 7:Beban Bunga Debitur 6.0% Subsidi Bunga 7.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

8. Skenario 8:Beban Bunga Debitur 7.0% Subsidi Bunga 6.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

9. Skenario 9:Beban Bunga Debitur 8.0% Subsidi Bunga 5.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

10. Skenario 10:Beban Bunga Debitur 9.0% Subsidi Bunga 4.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

11. Skenario 11:Beban Bunga Debitur 10.0% Subsidi Bunga 3.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

12. Skenario 12:Beban Bunga Debitur 11.0% Subsidi Bunga 2.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

13. Skenario 13:Beban Bunga Debitur 12.0% Subsidi Bunga 1.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

14. Skenario 14:Beban Bunga Debitur 13.0% Subsidi Bunga 0.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477

Page 157: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia��0

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

140 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran200 KV

Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

15. Skenario 15:Beban Bunga Debitur 13.5% Subsidi Bunga 0.0% Nilai Biaya (C)(Rp) 13,739,279,477 Nilai Manfaat (B) (Rp) 40,662,524,806 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 26,923,245,329 B per C Ratio (BCR) 2.96 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

E. Silo Pengering Padi/Jagung

Tabel Analisis Keuangan Pengembangan Silo Pengering/Jagung (Asumsi Manfaat 20 Tahun, Namun untuk Pinjaman 5 Tahun)

No. Indikator Ukuran200 KV

1. Biaya Awal (Rp) 945,000,000 2. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 3. Suku Bunga Bank 13.5% 4. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur1. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% Subsidi Bunga 13.5% Nilai NPV (Rp) 3,723,075,435 IRR 59.0% ROI 505.4% Profitability Index 4.9398 Kelayakan Layak

2. Skenario 2: Beban Bunga Debitur 1.0% Subsidi Bunga 12.5% Nilai NPV (Rp) 3,689,010,300 IRR 58.1% ROI 493.9% Profitability Index 4.9037 Kelayakan Layak

3. Skenario 3: Beban Bunga Debitur 2.0% Subsidi Bunga 11.5% Nilai NPV (Rp) 3,654,945,165 IRR 57.3% ROI 482.8% Profitability Index 4.8677 Kelayakan Layak

4. Skenario 4: Beban Bunga Debitur 3.0% Subsidi Bunga 10.5% Nilai NPV (Rp) 3,620,880,030 IRR 56.4% ROI 472.2% Profitability Index 4.8316 Kelayakan Layak

5. Skenario 5: Beban Bunga Debitur 4.0% Subsidi Bunga 9.5% Nilai NPV (Rp) 3,586,814,895

Page 158: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

141 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran200 KV

IRR 55.6% ROI 461.9% Profitability Index 4.7956 Kelayakan Layak

6. Skenario 6: Beban Bunga Debitur 5.0% Subsidi Bunga 8.5% Nilai NPV (Rp) 3,552,749,760 IRR 54.8% ROI 451.9% Profitability Index 4.7595 Kelayakan Layak

7. Skenario 7: Beban Bunga Debitur 6.0% Subsidi Bunga 7.5% Nilai NPV (Rp) 3,518,684,625 IRR 53.9% ROI 442.4% Profitability Index 4.7235 Kelayakan Layak

8. Skenario 8: Beban Bunga Debitur 7.0% Subsidi Bunga 6.5% Nilai NPV (Rp) 3,484,619,490 IRR 53.1% ROI 433.1% Profitability Index 4.6874 Kelayakan Layak

9. Skenario 9: Beban Bunga Debitur 8.0% Subsidi Bunga 5.5% Nilai NPV (Rp) 3,450,554,354 IRR 52.3% ROI 424.2% Profitability Index 4.6514 Kelayakan Layak

10. Skenario 10: Beban Bunga Debitur 9.0% Subsidi Bunga 4.5% Nilai NPV (Rp) 3,416,489,219 IRR 51.5% ROI 415.5% Profitability Index 4.6153 Kelayakan Layak

11. Skenario 11: Beban Bunga Debitur 10.0% Subsidi Bunga 3.5% Nilai NPV (Rp) 3,382,424,084 IRR 50.7% ROI 407.1% Profitability Index 4.5793 Kelayakan Layak

12. Skenario 12: Beban Bunga Debitur 11% Subsidi Bunga 3% Nilai NPV (Rp) 3,348,358,949 IRR 49.9% ROI 399.0% Profitability Index 4.5432 Kelayakan Layak

13. Skenario 13: Beban Bunga Debitur 12.0%

Page 159: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

142 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran200 KV

Subsidi Bunga 1.5% Nilai NPV (Rp) 3,314,293,814 IRR 49.1% ROI 391.2% Profitability Index 4.5072 Kelayakan Layak

14. Skenario 14: Beban Bunga Debitur 13.0% Subsidi Bunga 0.5% Nilai NPV (Rp) 3,280,228,679 IRR 48.4% ROI 383.6% Profitability Index 4.4711 Kelayakan Layak

15. Skenario 15: Beban Bunga Debitur 13.5% Subsidi Bunga 0% Nilai NPV (Rp) 3,263,196,111 IRR 48.0% ROI 379.9% Profitability Index 4.4531 Kelayakan Layak

Tabel Analisis Biaya dan Manfaat untuk Silo Pengering/Jagung (Asumsi Manfaat 20 Tahun dan Pinjaman 5 Tahun)

No. Indikator Ukuran200 KV

A. Biaya Awal - Jual Listrik (Rp) 945,000,000 B. Jangka Waktu Pinjaman (Tahun) 5 C. Suku Bunga Bank / Tingkat Diskonto 13.5% D. Simulasi untuk Beban Bunga Debitur1. Skenario 1: Beban Bunga Debitur 0.0% Subsidi Bunga 13.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

2. Skenario 2: Beban Bunga Debitur 1.0% Subsidi Bunga 12.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

3. Skenario 3: Beban Bunga Debitur 2.0% Subsidi Bunga 11.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

4. Skenario 4: Beban Bunga Debitur 3.0% Subsidi Bunga 10.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005

Page 160: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia ���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

143 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran200 KV

Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

5. Skenario 5: Beban Bunga Debitur 4.0% Subsidi Bunga 9.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

6. Skenario 6: Beban Bunga Debitur 5.0% Subsidi Bunga 8.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

7. Skenario 7: Beban Bunga Debitur 6.0% Subsidi Bunga 7.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

8. Skenario 8: Beban Bunga Debitur 7.0% Subsidi Bunga 6.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

9. Skenario 9: Beban Bunga Debitur 8.0% Subsidi Bunga 5.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

10. Skenario 10: Beban Bunga Debitur 9.0% Subsidi Bunga 4.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

11. Skenario 11: Beban Bunga Debitur 10.0% Subsidi Bunga 3.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

12. Skenario 12: Beban Bunga Debitur 11.0% Subsidi Bunga 2.5%

Page 161: 4. analisis biaya dan manfaat pembiayaan investasi waste-to

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia���

Analisis Biaya dan Manfaat Pembiayaan Investasi Limbah Menjadi Energi Melalui Kredit Program

144 Low Carbon Support Programme to Ministry of Finance Indonesia

No. Indikator Ukuran200 KV

Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

13. Skenario 13: Beban Bunga Debitur 12.0% Subsidi Bunga 1.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

14. Skenario 14: Beban Bunga Debitur 13.0% Subsidi Bunga 0.5% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak

15. Skenario 15: Beban Bunga Debitur 13.5% Subsidi Bunga 0.0% Nilai Biaya (C)(Rp) 2,643,619,075 Nilai Manfaat (B) (Rp) 7,047,808,005 Nilai Manfaat Bersih (Rp) 4,404,188,930 B per C Ratio (BCR) 2.67 Kelayakan (Jika BCR > 1) Layak