4 2 tinjauan pustakarepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam...

24
4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapal Perikanan Kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan atau mengumpulkan sumber daya perairan, penggunaan dalam beberapa aktivitas riset, kontrol dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha tersebut (Ayodhyoa, 1972). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam dunia usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan, mengelola usaha budidaya perairan dan juga penggunaan dalam beberapa aktivitas (seperti untuk research, training, dan inspeksi sumberdaya perairan) (Nomura & Yamazaki, 1977). Kapal ikan memiliki kekhususan tersendiri yang disebabkan oleh bervariasinya kerja yang dilakukan pada kapal tersebut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi pencarian fishing ground, pengoperasian alat, pengejaran ikan, dan sebagai wadah hasil tangkapan. Hal tersebut membuat kapal ikan harus memiliki persyaratan minimal agar dapat digunakan untuk operasi penangkapan (Nomura & Yamazaki, 1977) sebagai berikut: 1) Memiliki kekuatan struktur badan kapal; 2) Menunjang keberhasilan operasi penangkapan; 3) Memiliki stabilitas yang tinggi, dan 4) Memiliki fasilitas penyimpanan hasil tangkapan ikan. Menurut (Statistika Perikanan Indonesia, 1994), klasifikasi kapal berdasarkan tingkat usahanya dapat digolongkan sebagai beikut: 1) Perahu tanpa motor a) Jukung b) Perahu papan - Kecil (perahu yang panjangnya kurang dari 7 meter) - Sedang (perahu yang panjangnya dari 7 sampai 10 meter) - Besar (perahu yang panjangnya 10 meter atau lebih) 2) Perahu motor tempel 3) Kapal motor (inboard engine) a) Kurang dari 5 GT

Upload: donga

Post on 10-Jun-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Kapal Perikanan

Kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam usaha penangkapan

ikan atau mengumpulkan sumber daya perairan, penggunaan dalam beberapa

aktivitas riset, kontrol dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha tersebut

(Ayodhyoa, 1972). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam dunia

usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha

menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan, mengelola usaha budidaya

perairan dan juga penggunaan dalam beberapa aktivitas (seperti untuk research,

training, dan inspeksi sumberdaya perairan) (Nomura & Yamazaki, 1977). Kapal

ikan memiliki kekhususan tersendiri yang disebabkan oleh bervariasinya kerja

yang dilakukan pada kapal tersebut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi

pencarian fishing ground, pengoperasian alat, pengejaran ikan, dan sebagai wadah

hasil tangkapan. Hal tersebut membuat kapal ikan harus memiliki persyaratan

minimal agar dapat digunakan untuk operasi penangkapan (Nomura & Yamazaki,

1977) sebagai berikut:

1) Memiliki kekuatan struktur badan kapal;

2) Menunjang keberhasilan operasi penangkapan;

3) Memiliki stabilitas yang tinggi, dan

4) Memiliki fasilitas penyimpanan hasil tangkapan ikan.

Menurut (Statistika Perikanan Indonesia, 1994), klasifikasi kapal berdasarkan

tingkat usahanya dapat digolongkan sebagai beikut:

1) Perahu tanpa motor

a) Jukung

b) Perahu papan

- Kecil (perahu yang panjangnya kurang dari 7 meter)

- Sedang (perahu yang panjangnya dari 7 sampai 10 meter)

- Besar (perahu yang panjangnya 10 meter atau lebih)

2) Perahu motor tempel

3) Kapal motor (inboard engine)

a) Kurang dari 5 GT

Page 2: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

5

b) 5-10 GT

c) 10-20 GT

d) 20-30 GT

e) 30-50 GT

f) 50-100 GT

g) 100-200 GT

h) 200 GT ke atas

Kapal ikan juga memiliki karakteristik/keistimewaan yang dapat membedakan

kapal ikan dengan kapal lainnya (Ayodhyoa, 1972), yaitu:

1) Kecepatan kapal (speed)

Kecepatan yang dibutuhkan kapal ikan disesuaikan dengan kebutuhan

penangkapan.

2) Olah gerak kapal (manouverability)

Olah gerak khusus yang dilakukan secara baik pada saat pengoperasian. Hal

tersebut meliputi kemampuan steerability yang baik, radius putaran (turning

circle), dan daya dorong (propulsive engine) yang dapat mudah bergerak maju

dan mundur.

3) Layak laut (seaworthiness)

Meliputi hal seperti ketahanan dalam melawan kekuatan angin dan gelombang,

stabilitas yang tinggi, serta daya apung yang cukup. Hal ini diperlukan untuk

menjamin keamanan dalam pelayaran dan operasi penangkapan ikan.

4) Luas lingkup area pelayaran

Luas lingkup yang dimaksud adalah luas area pelayaran yang ditentukan oleh

pergerakan kelompok ikan, daerah, musim ikan, dan migrasi.

5) Konstruksi

Konstruksi kapal perikanan yang kuat sangat diperlukan karena dalam operasi

penangkapan ikan, kapal akan menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah.

Konstruksi kapal harus mampu menahan beban getaran mesin yang timbul.

6) Mesin penggerak

Kapal ikan membutuhkan tenaga mesin penggerak yang cukup besar, tetapi

volume mesin dan getaran yang dihasilkan diusahakan harus kecil.

7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan

Page 3: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

6

Umumnya kapal ikan dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan seperti: cool room,

freezing room, processing machine.

8) Mesin bantu penangkapan (fishing equipment)

Fishing equipment berbeda untuk setiap kapal, tergantung dari jenis alat tangkap

yang digunakan.

Metode pengoperasian kapal ikan berbeda antara satu dengan yang lain tergantung

dari jenis alat tangkap yang digunakan. Menurut Iskandar dan Pujiati (1995),

kapal ikan dikelompokkan menjadi 4 kelompok berdasarkan metode

pengoperasian alat yang dioperasikannya, yaitu:

1) Kapal yang mengoperasikan alat yang statis (static gear) seperti gillnet,

longline, liftnet, pole and line;

2) Kapal yang mengoperasikan alat yang ditarik (towed gear/dragged gear),

seperti tonda;

3) Kapal yang mengoperasikan alat yang dilingkarkan (encircling gear) seperti

purse seine, payang, dogol;

4) Kapal yang mengoperasikan lebih dari dua alat tangkap yang berbeda

pengoperasiannya (multipurpose).

2.2 Desain dan Konstruksi

Fyson 1985, menyatakan bahwa kelengkapan dari perencanaan desain dan

konstruksi dalam pembangunan kapal ikan yaitu;

1) Profil kapal, rencana dek, rencana bawah dek;

2) Gambar garis dan tabel offset;

3) Profil konstruksi dan perencanaan;

4) Bagian-bagian konstruksi; dan

5) Gambar penyambungan.

Desain dapat dijelaskan sebagai proses perumusan spesifikasi dan proses

menghasilkan gambar dari suatu objek yang bertujuan untuk keperluan pembuatan

dan pengoperasiannya (Fyson, 1985). Pada proses pembuatan kapal, berat dan

panjang kapal memiliki pengaruh cukup besar dalam biaya produksi dan

operasinya. Selanjutnya, Fyson menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi desain suatu kapal dapat dikelompokkan sebagai berikut ;

Page 4: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

7

1) Sumberdaya yang tersedia;

2) Alat dan metode penangkapan;

3) Karakteristik geografi suatu daerah penangkapan;

4) Seaworthiness kapal dan keselamatan anak buah kapal;

5) Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan desain kapal ikan;

6) Pemilihan material yang tepat untuk konstruksi;

7) Penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan; dan

8) Faktor-faktor ekonomis.

Proses mendesain suatu kapal perikanan terdiri dari berbagai tahapan. Fyson

(1985) menyebutkan ada beberapa tahap pembuatan kapal mulai dari outline dan

general arrangement yang diinginkan pihak pemilik kapal, preliminary design,

proses penggambaran, perhitungan-perhitungan yang di butuhkan, hingga tahap

tryout dan evaluasi dari hasil pengoperasian kapal sebelum kapal tersebut selesai

dan diberikan kepada pemilik. Penjelasan prosesnya disampaikan pada Gambar 1.

Page 5: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

8

Sumber: Fyson (1985)

Gambar 1 Diagram proses desain dan konstruksi kapal ikan.

Operasional Kapal

Penyerahan Kapal

Penggambaran dan Perhitungan untuk

Evaluasi Hasil Pengoperasian Kapal

Estimasi Biaya

Perhitungan Dimensi Utama, Volume

Estimasi Parameter-parameter

Berat, Trims dan Perhitungan

Midship dan Bagian Longitudinal,

Ketahanan Gerak, Karakteristik

Spesifikasi

Cek Parameter-parameter Preliminary

Rencana GA

Spesifikasi Kontrak

Pemilihan Material

Outline dan GA

(spesifikasi pemilik)

Preliminary Design

Tender

Kontrak Desain

Klasifikasi Gambar

Penggambaran

Pembangunan di

Galangan

Tes dan Evaluasi

Page 6: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

9

Sesuai dengan perbedaan jenis-jenis kapal ikan yang ada, desain dan konstruksi

kapal ikan dibuat berbeda-beda pula sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya

dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan teknis pengoperasian kapal

tersebut. Perbedaan-perbedaan dalam desain ini terlihat dalam dimensi utama

kapal, besaran koefisien, besaran tinggi metacenter, rancangan umum kapal dan

rancangan penggunaan (Pasaribu, 1985).

Dimensi utama yang terdiri dari panjang (L), lebar (B) dan dalam (D) sangat

menentukan kemampuan dari suatu kapal. Oleh sebab itu dalam mendesain suatu

kapal, hal ini perlu diperhatikan dengan teliti. Adapun ukuran dimensi kapal

menurut Dohri dan Soedjana (1983) meliputi:

1) Panjang kapal (Length/L)

Panjang kapal terdiri dari :

(1) Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak horisontal, diukur

mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik terbelakang

dari buritan. Panjang total ini merupakan panjang yang terbesar dari

sebuah kapal dan diukur sejajar dengan lunas kapal. Penjelasan

disampaikan pada Gambar 2.

Sumber: Dohri dan Soedjana (1983)

Gambar 2 Ukuran panjang total kapal (LOA).

(2) Jarak sepanjang garis tegak atau LPP/LBP (Length Perpendicular/Length

Between Perpendicular) adalah jarak horisontal yang dihitung dari garis

tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan (Fore

Perpendicular) adalah garis khayal yang terletak tegak lurus pada

perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Garis tegak

buritan (After Perpendicular) adalah sebuah garis khayal yang terletak

pada bagian buritan atau di belakang poros kemudi (bagi kapal yang

memiliki poros kemudi). Penjelasan disampaikan pada Gambar 3.

Page 7: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

10

Sumber: Dohri dan Soedjana (1983)

Gambar 3 Ukuran panjang garis tegak (LBP).

(3) Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horisontal

dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi

haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan linggi

buritan. Penjelasan disampaikan pada Gambar 4.

Sumber: Dohri dan Soedjana (1983)

Gambar 4 Panjang garis air (LWL).

2) Lebar kapal (Breadth/B)

Lebar kapal terdiri dari :

(1) Lebar terbesar atau Bmax (breadth maximum) adalah jarak horisontal pada

lebar kapal yang terbesar di tengah-tengah kapal, dihitung dari salah satu

sisi terluar (sheer) yang satu ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan.

(2) Lebar dalam atau Bmoulded (breadth moulded) adalah jarak horisontal pada

lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu

ke bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan. Penjelasan

disampaikan pada Gambar 5.

Page 8: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

11

Sumber: Dohri dan Soedjana (1983) Keterangan:

1. Lebar terbesar (breadth maximum) 2. Lebar dalam (breadth moulded) 3. Gading (frame) 4. Kulit kapal (plate) 5. Garis air (water line)

Gambar 5 Lebar kapal.

3) Dalam kapal (Depth)

Dalam kapal terdiri dari (penjelasan disampikan pada Gambar 6):

(1) Dalam atau D (depth) adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah

kapal sampai titik terendah badan kapal.

(2) Sarat kapal atau d (draft) adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air

(water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal.

(3) Lambung bebas (freeboard) adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari

garis air (water line) tertinggi sampai dengan sheer.

Sumber: Dohri dan Soedjana (1983) Keterangan :

1. Dalam (Depth) 2. Sarat kapal (draft) 3. Lambung bebas (free board)

Gambar 6 Dalam kapal.

Besar kecilnya nilai rasio dimensi utama kapal (L,B,D) dalam membangun kapal

dapat digunakan untuk menganalisa performa (bentuk) dan mempengaruhi

Page 9: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

12

kemampuan dari suatu kapal. Nilai perbandingan L/D, L/B, dan B/D perlu

diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang

berlaku. Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal, karakteristik

perbandingan dimensi-dimensi utama merupakan hal penting yang harus

diperhatikan. Perbandingan tersebut meliputi:

1) Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B) yang mempengaruhi tahanan

dan kecepatan kapal. Semakin kecilnya nilai perbandingan L/B akan

berpengaruh pada kecepatan kapal/kapal menjadi lambat;

2) Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D) merupakan faktor yang

berpengaruh terhadap stabilitas. Jika nilai B/D membesar akan membuat

stabilitas baik, tetapi di sisi lain mengakibatkan propulsiveability memburuk;

dan

3) Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D) merupakan faktor yang

berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal. Jika nilai L/D membesar

akan mengakibatkan kekuatan longitudinal kapal melemah.

Berikut Tabel 1 yang berisikan nilai rasio L/D, L/B, dan B/D.

Tabel 1 Nilai rasio dimensi kapal untuk kelompok kapal perikanan dengan metode pengoperasian alat tangkap yang ditarik (towed/dragged gear), alat tangkap pasif (static gear), dan alat tangkap yang dilingkarkan (encircling gear)

Kelompok Kapal Panjang

Kapal (L) GT L/B L/D B/D

Alat Tangkap yang di Tarik <22 m - <6,3 <11,5 >1,75 Alat Tangkap Pasif <20 m <5 <5,0 >11,0 >2,5 5-10 5,0 11,0 2,2 10-15 5,0 10,5 2,1 >15 5,0 10,0 2,0 Alat tangkap yang dilingkarkan <22 m - 4,3 <10,0 >2,15

Sumber: Ayodhyoa (1972), Fyson (1985), diacu dalam Iskandar dan Pujiati (1995)

Analisis kesesuaian antara desain kapal dengan fungsi dan peruntukkannya perlu

dilakukan karena menurut Fyson (1985), rasio antara panjang dan lebar (L/B)

berpengaruh pada resistensi kapal. Rasio antara panjang dan dalam (L/D)

berpengaruh pada kekuatan memanjang kapal, serta rasio antara lebar dan dalam

berpengaruh terhadap stabilitas kapal.

Fyson (1985), mengemukakan bahwa koefisien bentuk (Coefficient of fineness)

menunjukkan bentuk tubuh kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan

Page 10: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

13

kapal yang berbeda dan volume tubuh kapal terhadap masing-masing dimensi

utama kapal (penjelasan disampaikan pada Gambar 7, 8, 9, dan 10) . Adapun

koefisien bentuk badan kapal, terdiri dari:

1) Coefficient of block (Cb) menunjukkan perbandingan antara nilai volume

displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan

kapal.

Sumber: Iskandar dan Novita (1997)

Gambar 7 Coefficient of Block (Cb).

2) Coefficient of prismatic (Cp) menunjukkan perbandingan antara volume

displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang

melintang tengah kapal (A⊗) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl).

3) Coefficient vertical prismatic (Cvp) menunjukkan perbandingan antara

volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area

kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal.

Sumber: Iskandar dan Novita (1997)

d

A P

F P

Lpp

Aw

B

A

A P

F P

Lpp

B

d

Page 11: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

14

Gambar 8 Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient vertical prismatic (Cvp).

4) Coefficient of waterplan (Cw) menunjukkan besarnya luas area penampang

membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang

yang mengelilingi luas area tersebut.

Sumber: Iskandar dan Novita (1997)

Gambar 9 Coefficient of waterplane (Cw).

5) Coefficient of midship (C⊗) menunjukkan perbandingan antara luas

penampang melintang tengah kapal secara vertikal dengan bidang empat

persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut.

Sumber: Iskandar dan Novita (1997)

Gambar 10 Coefficient of midship (C⊗).

Berikut Tabel 2 yang menyajikan nilai koefisien bentuk untuk kelompok kapal

perikanan dengan metode pengoperasian alat tangkap.

Tabel 2 Nilai koefisien bentuk untuk kelompok kapal perikanan dengan metode pengoperasian alat tangkap yang ditarik (towed/dragged gear), alat tangkap pasif (static gear), dan alat tangkap yang dilingkarkan (encircling gear)

Kelompok Kapal Cb Cp C⊗ Cw

Alat Tangkap yang di Tarik 0,58-0,67 0,66-0,72 0,88-0,93

Alat Tangkap Pasif 0,63-0,72 0,83-0,90 0,65-0,75 0,91-0,97

Alat tangkap yang dilingkarkan 0,57-0,68 0,76-0,94 0,67-0,78 0,91-0,95

A

B

d

Lwl

B Aw

Page 12: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

15

Sumber: Nomura dan Yamazaki (1977)

2.3 Fibreglass Reinforcement Plastic (FRP)

Fibreglass Reinforcement Plastic (FRP) atau yang lebih dikenal dengan fibreglass

merupakan kombinasi dari dua komponen yang mempunyai karakteristik fisik

berbeda, akan tetapi keduanya memiliki sifat saling melengkapi (Fyson, 1985).

Dua komponen yang membentuk FRP yaitu resin plastic polyester dan sebuah

penguatan serabut gelas (Verweij, 1967 diacu dalam Liberty,1997).

Menurut (Kusna, 2008), pemakaian fibreglass sebagai material bangunan kapal

mempunyai beberapa keuntungan yaitu:

1) Tidak berkarat dan daya serap air kecil;

2) Pemeliharaan dan reparasi mudah serta proses pengerjaannya cepat;

3) Tidak memerlukan pengecatan, karena warna/ pigmen telah dicampurkan pada

bahan (gelcoat) pada proses laminasi; dan

4) Untuk displacement yang sama, fibreglass konstruksinya lebih ringan.

Resin merupakan material cair sebagai pengikat serat penguat yang mempunyai

kekuatan tarik serta kekakuan lebih rendah dibandingkan serat penguatnya. Ada

beberapa jenis resin (menurut Kusnan, 2008)antara lain:

1) Polyester (Orthophthalic), resin jenis ini sangat tahan terhadap proses korosi

air laut dan asam encer. Adapun spesifikasi teknisnya adalah sebagai berikut:

a) Massa jenis : 1.23 gr / cm3

b) Modulus Young : 3.2 Gpa

c) Angka Poisson : 0.36

d) Kekuatan tarik : 65 MPa

2) Polyester (Isophthalic), resin jenis ini tahan terhadap panas dan larutan asam

dan kekerasannya lebih tinggi serta kemampuan menahan resapan air

(adhesion) yang paling baik dibandingkan dengan resin type ortho. Adapun

spesifikasi teknisnya adalah berikut:

a) Massa jenis : 1.21 gr / cm3

b) Modulus young : 3.6 GPa

c) Angka Poisson : 0.36

d) Kekuatan tarik : 60 MPa

Page 13: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

16

3) Epoxy, resin jenis ini mampu menahan resapan air (adhesion) sangat baik dan

kekuatan mekanik yang paling tinggi. Adapun spesifikasi teknisnya adalah

berikut:

a) Massa jenis : 1.20 gr / cm3

b) Modulus Young : 3.2 GPa

c) Angka Poisson : 0.37

d) Kekuatan tarik : 85 MPa

4) Vinyl Ester, resin jenis ini mempunyai ketahanan terhadap larutan kimia

(Chemical Resistance) yang paling unggul. Adapun spesifikasi teknisnya

adalah berikut:

a) Massa jenis : 1.12 gr / cm3

b) Modulus Young : 3.4 GPa

c) Kekuatan tarik : 83 MPa

5) Resin type Phenolic, resin jenis ini tahan terhadap larutan asam dan alkali.

Adapun spesifikasi teknisnya adalah berikut:

a) Massa jenis : 1.15 gr / cm3

b) Modulus Young : 3.0 GPa

c) Kekuatan tarik : 50 MPa

Adapun jenis resin yang umum dipakai untuk bangunan kapal adalah jenis

orthophthalic polyester resin. Resin jenis ini harganya paling murah dibandingkan

type lainnya dan tahan terhadap proses korosi yang disebabkan oleh air laut

sehingga cocok untuk bahan material bangunan kapal. Dengan sifat ini kerusakan

yang disebabkan karena proses korosi dapat dihindari sehingga biaya perawatan

untuk kulit lambung dari material logam maupun kayu. Resin polyester memiliki

beberapa keunggulan dan kekurangan.

Keunggulan dari resin ini adalah:

1) Viskositas yang rendah sehingga mempermudah proses

pembasahan/pengisian celah antara pada serat penguat (woven roving)

2) Harga relatif lebih murah

3) Ketahanan terhadap lingkungan korosif sangat baik kecuali pada larutan

alkali

Sedangkan kekurangannya ialah:

Page 14: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

17

1) Pada saat pengeringan terjadi penyusutan dan terjadi kenaikan temperatur

sehingga laminasi menjadi getas. Hal ini biasanya disebabkan oleh

penambahan katalis dan accelerator yang berlebih sehingga waktu kering

menjadi lebih cepat.

2) Mudah terjadi cacat permukaan/goresan.

3) Mudah terbakar

Resin jenis ini temasuk thermosetting plastik yaitu proses perubahan sifat fisik

dari cairan menjadi bentuk padat (polymerization) melalui proses panas. Proses

perubahan bentuk resin polyester ini dapat terjadi karena proses panas yang

dihasilkan dari dalam resin polyester sendiri (exothermic heat) dan bisa juga

karena pengaruh pemberian panas dari lingkungan luar atau penggabungan

keduanya. Proses kimia dari dalam resin yang dimaksud adalah adanya

penambahan zat/bahan katalis yang menimbulkan reaksi kimia awal dan

accelerator untuk mempercepat proses polimerisasi pada larutan polyester. Resin

polyester juga bisa berubah dari bentuk cair menjadi bentuk padat karena

pengaruh lingkungan luar yang berlangsung secara menerus dalam jangka waktu

yang lama. Untuk mencegah proses ini biasanya kedalam larutan resin polyester

tersebut ditambahkan zat inhibitor.

Serat penguat merupakan serat gelas yang memiliki kekakuan dan kekuatan tarik

yang tinggi serta modulus elastisitas yang cukup tinggi. Adapun fungsi dari serat

penguat adalah:

1) Meningkatkan kekakuan tarik dan kekakuan lengkung;

2) Mempertinggi kekuatan tumbuk;

3) Meningkatkan rasio kekuatan terhadap berat; dan

4) Menjaga/mempertahankan kestabilan bentuk.

Ada beberapa jenis serat penguat (menurut Kusnan, 2008) antara lain:

1) Serat E-glass (Electrical glass), adapun data teknis serat gelas adalah sebagai

berikut:

a) Massa jenis : 2.55 gr / cm3

b) Modulus Young : 72 GPa

c) Angka Poisson : 0.2

d) Kekuatan tarik : 2.4 GPa

Page 15: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

18

2) Serat S2 – glass (Strength glass)

a) Massa jenis : 1.50 gr / cm3

b) Modulus Young : 88 GPa

c) Angka Poisson : 0.2

d) Kekuatan tarik : 60 GPa

3) High strength carbon

a) Massa jenis : 1.74 – 1.81 gr / cm3

b) Modulus Young : 248 – 345 GPa

c) Kekuatan tarik : 3.1 – 4.5 GPa

4) Aramid (Kevlar 49)

a) Massa jenis : 1.45 gr /cm3

b) Modulus Young : 124 GPa

c) Kekuatan tarik : 2.8 GPa

Serat penguat yang sering digunakan untuk bangunan kapal adalah jenis E-glass

(Electrical glass), sedangkan jenis high strength carbon hanya digunakan untuk

keperluan khusus yaitu untuk mempertinggi kekakuan, dalam hal ini untuk

mempertinggi ketahanan tembakan pada daerah kritis di lambung atau bangunan

atas, sedangkan jenis serat S2-glass banyak digunakan untuk konstruksi pesawat,

adapun jenis serat aramid memiliki kekuatan tarik yang sangat tinggi dipakai

sebagai serat penguat pada matriks metalik atau keramik dan dianjurkan

digunakan untuk mempertinggi ketahanan ledak/tembak (Kusnan, 2008).

Serat penguat yang umum dipakai untuk bangunan kapal terdiri dari beberapa

jenis menurut bentuk dan konfigurasi dari serat penguat. Adapun jenis serat

penguat gelas (menurut Kusnan, 2008) antara lain:

1) Chopped Strand Mat, dalam pemakaian di industri sering disebut Mat atau

Matto, berupa potongan-potongan serat fibreglass dengan panjang sekitar 50

mm yang disusun secara acak dan dibentuk menjadi satu lembaran. Jenis ini

meupakan serat penguat dengan konfigurasi serat acak dan merupakan serat

penguat tidak menerus, serat penguat yang digunakan yaitu E-glass. Pada

proses pembuatan laminasi perbandingan antara berat serat matto dengan resin

sekitar 25-35% matto dan 65-75% resin polyester. Laminasi chopped strand

mat ini biasanya digunakan sebagai lapisan pengikat antara, supaya tidak

Page 16: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

19

mudah terkelupas maupun selip pada proses laminasi berikutnya. Juga sering

digunakan sebagai laminasi awal dan akhir dengan tujuan bagian sisi tersebut

menjadi rata.

Dalam pemakaian sehari-hari dan yang umum digunakan untuk bangunan kapal,

serat chopped strand mat terdiri dari:

(1) Chopped strand mat 300 gram/ m2 (mat 300) dengan data teknis sebagai berikut:

a) Berat spesifik ( W/m2 )f : 300 gram/ m2

b) Kekuatan tarik : 213 MPa

c) Modulus elastisitas : 16 GPa

d) Angka poisson : 0.2

(2) Chopped strand mat 450 gram/ m2 (mat 450) dengan data teknis sebagai berikut:

a) Berat spesifik ( W/m2 )f : 450 gram/ m2

b) Kekuatan tarik : 213 MPa

c) Modulus elastisitas : 16 GPa

d) Angka Poisson : 0.2

2) Jenis Woven roving merupakan serat penguat menerus berbentuk anyaman

dengan arah yang saling tegak lurus. Pada proses laminasi perbandingan berat

antara serat woven roving dengan resin adalah 45-50% woven roving 50-55%

resin polyester dari fraksi berat, untuk bangunan kapal umumnya sering

dipakai komposisi 50% woven roving dengan 50% resin, woven roving ini

digunakan sebagai laminasi utama yang memberikan kekuatan tarik maupun

lengkung yang lebih tinggi dibandingkan laminasi matto.

Dalam proses pembuatan laminasi serat woven roving lebih sulit untuk dibasahi

oleh resin dan terkadang larutan resin relatif sulit untuk mengisi celah anyaman

serat woven roving. Dengan kandungan resin polyester yang relatif lebih sedikit

dibandingkan laminasi matto maka laminasi serat woven roving ini memiliki

ketahanan terhadap resapan air yang kurang baik. Untuk memperbaiki kondisi ini

maka biasanya laminasi serat woven roving dilapisi lagi dengan dua lapisan matto

pada bagian sisi luar yang memiliki kandungan resin polyester yang relatif lebih

banyak.

Dalam pemakaian di bangunan kapal terdiri dari:

Page 17: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

20

(1) Woven roving 400 gram/ m2 ( WR 400 ) dengan data teknis sebagai berikut:

a) Berat spesifik (W/m2)f : 400 gram/ m2

b) Kekuatan tarik : 512 MPa

c) Modulus elastisitas : 38.5 GPa

d) Angka Poisson : 0.2

(2) Woven roving 600 gram/ m2 ( WR 600 ) dengan data teknis sebagai berikut:

a) Berat spesifik (W/m2)f : 600 gram/ m2

b) Kekuatan tarik : 512 MPa

c) Modulus elastisitas : 38.5 GPa

d) Angka Poisson : 0.2

(3) Woven roving 800 gram/ m2 (WR 800 ) dengan data teknis sebagai berikut:

a) Berat spesifik (W/m2)f : 800 gram/ m2

b) Kekuatan tarik : 512 MPa

c) Modulus elastisitas : 38.5 GPa

d) Angka Poisson : 0.2

3) Jenis Triaxial merupakan serat penguat menerus (Continuous fibre reinforced)

dengan konfigurasi serat penguat terdiri dari tiga layer yaitu layer pertama 45o

terhadap prinsipal axis dan arah layer kedua 0o terhadap prinsipal axis serta

arah layer ketiga – 45o terhadap prinsipal axis.

Perbandingan berat antara serat triaxial dengan resin yang digunakan adalah 45-

50% serat triaxial dan 50-65% resin polyester dari fraksi berat namun untuk

bangunan kapal umumnya sering dipakai 50% : 50% dalam satu laminasi,

Laminasi serat triaxial ini digunakan sebagai laminasi utama yang memberikan

kekuatan tarik dan lengkung lebih tinggi dibandingkan laminasi serat woven

roving.

Adapun data teknis sebagai berikut:

a) Berat spesifik (W/m2)f : 1200 gram/ m2

b) Kekuatan tarik : 820 MPa

c) Modulus elastisitas : 61.5 GPa

d) Angka poisson : 0.2

Page 18: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

21

Dalam proses pembuatan laminasi ada beberapa material pendukung yang

berpengaruh terhadap karakteristik laminasi sehingga perlu diketahui fungsi,

komposisi dan pengaruh dari masing-masing bahan pendukung tersebut

diantaranya:

1) Katalis (Catalyst) berfungsi untuk memulai proses awal perubahan bentuk

resin dari cair menjadi padat (polymerization) pada temperatur kamar (27o

Celcius). Umumnya pemberian katalis ini adalah sekitar 0.5 – 4% dari fraksi

volume resin. Misalnya pemberian katalis 2% maka resin akan mengalami

proses perubahan dari cair ke bentuk gel sekitar 15 menit pada suhu 27o C.

Katalis ini tidak berfungsi bila bercampur dengan air, katalis yang umum

dipakai untuk polyester resin adalah Metil Ethyl Keton Peroksida (MEKP);

2) Accelerator (Promotor) adalah bahan pendukung yang berfungsi supaya

katalis dan polyester resin dapat berpolymerisasi pada temperatur kamar

dengan waktu relatif lebih cepat, dalam hal ini proses polimerisasi terjadi

tanpa adanya pemberian panas dari luar. Adapun promotor ini paling tinggi

1% dari fraksi volume resin polyester. Promotor yang sering digunakan adalah

Cobalt naphthenate. Untuk bangunan kapal promotor biasanya sudah

langsung dicampur pada resin polyester (diproses oleh produsen resin)

misalnya polyester resin SHCP 268 BQTN dan YUKALAC 157 BQTN EX;

3) Sterin (Styene Monomer) merupakan bahan pendukung berupa cairan encer

bening tidak berwarna yang berfungsi untuk mengencerkan. Adapun

penambahan sterin ini adalah sekitar 35-40% dari fraksi volume resin;

4) Gelcoat termasuk salah satu jenis resin polyester dan fungsi utamanya yaitu

sebagai lapisan pelindung laminasi kulit FRP dari goresan atau gesekan benda

keras pada permukaan kulit, lapisan gelcoat merupakan lapisan terluar dari

laminasi maka sebaiknya resin gelcoat (misalnya jenis gelcoat yang dipakai

gelcoat 2141 TEX) mempunyai ketahanan yang sangat baik terhadap pengaruh

cuaca/lingkungan luar. Pada lapisan luar gelcoat ini diberi pewarna (pigmen)

dan pemberian campuran zat pewarna tidak boleh lebih dari 15% dari resin

gelcoat dengan ketebalan maksimum 15µ merupakan permukaan yang

berhubungan langsung dengan cetakan (mold) saat proses laminasi;

Page 19: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

22

5) Pigmen (pewarna) adalah campuran yang digunakan untuk memberikan warna

pada lapisan luar yang dikehendaki yang dicampurkan pada gelcoat, misalnya:

pigmen white super, pigmen color;

6) Parafin ialah cairan yang berfungsi memberikan kesan cerah pada gelcoat

yang telah diberi pigmen, pemakaiannya sedikit hampir sama dengan cobalt;

7) Lapisan pelepas (mold release) merupakan lapisan yang berfungsi untuk

mencegah laminasi tidak lengket dengan cetakan. Lapisan ini yang umum

digunakan yaitu untuk lapisan pertama adalah mold release wax (misalnya

mirror glaze) dan lapisan berikutnya PVA; dan

8) Talk yaitu sejenis bubuk kapur yang dapat berfungsi sebagai dempul setelah

dicampur dengan resin dan katalis.

Resin yang biasa digunakan untuk membuat kapal adalah 3.115 SHCP

unsaturated polyester resin. Serabut gelas adalah campuran benang-benang

sutera dengan gelas yang diolah dan diproses sedemikian rupa sehingga bentuk

akhirnya merupakan serabut-serabut yang berdiameter 5-20 µm. Bahan ini

memberikan kekuatan tambahan polyester. Serabut gelas yang biasanya

digunakan dalam pembuatan kapal fibreglass adalah Matt 300 dan 450 dan Woven

Roving 600 (Imron, 2004).

Kekuatan kombinasi ditentukan oleh serabut-serabut gelas yang membentuk

kombinasi tersebut. Kualitas fisik FRP ditentukan oleh tipe dan jumlah penguatan

gelas yang digunakan. Penggunaan kombinasi yang berbeda dari jumlah dan tipe

penguatan gelas maka tingkat kualitas fisik dapat bervariasi (Verweij, 1967 diacu

dalam Liberty,1997).

Penggunaan material fibreglass reinforcement plastic (FRP) untuk pembuatan

kapal-kapal ukuran kecil pada kegiatan perikanan mulai berkembang sejak awal

tahun 1960-an. Negara-negara produsen seperti Amerika Serikat dan Jepang

berusaha memasarkan jenis material ini ke negara-negara lainnya, termasuk

Indonesia pada tahun 1970-an sebagai alternatif pengganti kayu dan besi

(Pasaribu, 1985). Menurut Pasaribu (1985), karakteristik kapal ikan yang dibuat

dari bahan FRP memiliki ciri sebagai berikut:

1) Konstruksi tidak memerlukan sambungan-sambungan;

2) Daya tahan pemakaian lebih lama;

Page 20: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

23

3) Kapal lebih ringan;

4) Mengapung lebih cepat;

5) Memiliki nilai stabilitas yang rendah; dan

6) Mudah mengalami defleksi.

Menurut Imron (2004), tahapan pekerjaan pembuatan kapal fibreglass adalah

sebagai berikut:

1) Pembuatan plug dan pelapisannya dengan bahan pemisah;

2) Pembuatan cetakan kapal;

3) Meyiapkan bahan dan pencampuran bahan baku;

4) Pengecoran gelcoat;

5) Pelapisan matt 300;

6) Penempatan lapisan-lapisan lainnya;

7) Pelepasan hasil dari cetakan;

8) Penyatuan bolder dan ujung deck dengan deck;

9) Pemasangan sekat plywood;

10) Pemasangan lantai/ floor;

11) Penggergajian pisang-pisang;

12) Penyatuan deck pada hull;

13) Pemasangan gading-gading dan papan tiang layar; dan

14) Pengecatan, pendempulan dan pengampelasan.

Menurut Imron (2004), sistem kerja dalam pembuatan kapal dari bahan fiberglass

menggunakan sistem blok, yaitu dengan memisahkan seluruh bagian kapal

(masing-masing bagian hull, deck, pemotongan plywood, gading-gading dan

finishing). Setiap bagian kapal dibuat pada tempat terpisah sehingga tiap pekerja

memiliki tugas masing-masing. Penyatuan antara bagian yang satu dengan bagian

yang lain dilakukan apabila masing-masing bagian telah selesai di buat. Gambar

11 berikut menunjukkan bagan kerja pembuatan kapal ikan fibreglass.

Page 21: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

24

Sumber: Imron (2004)

Gambar 11 Bagan kerja pembuatan kapal ikan fibreglass.

Bahan Baku

Hull Gading-

gading

Pelepasan dari

Cetakan

Finishing

Plywood Deck

Pelepasan dari

Cetakan

Pemasangan Lantai

Penyatuan Hull dan Deck

Pengeboran

Pemasangan Gading-gading

Pengecatan dan

Pengampelasan

Kapal Jadi

Penggergajian

Pisang-pisang

Pemasangan Sekat

Page 22: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

25

2.4 Stabilitas Kapal

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kapal adalah masalah

stabilitas. Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk kembali ke posisi

semula (tegak) setelah menjadi miring akibat bekerjanya gaya dari dalam maupun

dari luar, pada kapal tersebut (Hind, 1982). Stabilitas kapal dibagi ke dalam

stabilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis (initial stability) adalah

stabilitas kapal yang diukur pada kondisi air tenang dengan beberapa sudut

keolengan pada nilai ton displacement yang berbeda.

Stabilitas kapal merupakan salah satu syarat utama yang menjamin keselamatan

kapal dan kenyamanan kerja di atas kapal. Stabilitas sebuah kapal dipengaruhi

oleh letak ketiga titik konsentrasi gaya yang bekerja pada kapal tersebut. Ketiga

titik tersebut adalah titik B (centre of buoyancy), titik G (centre of grafity), dan

titik M (metacentre). Posisi titik G bergantung dari distribusi muatan. Posisi titik

B bergantung pada bentuk kapal yang terendam di dalam air.

2.4.1 Titik-titik penting/utama

Titik-titik penting/utama yang menentukan keseimbangan awal adalah:

1) Titik berat (G)

Titik berat (centre of gravity) disingkat dengan titik G, merupakan titik

tangkap/titik pusat dari gaya-gaya berat yang menekan tegak lurus ke bawah.

a) Letak titik berat kapal (G) selalu berada pada tempatnya, yaitu pada

sebuah bidang datar yang dibentuk oleh lunas (keel) dan haluan kapal,

dimana letak kapal simetris terhadap bidang ini. Bidang tersebut di atas,

disebut juga bidang simetris (centre line) disingkat dengan CL.

b) Letak titik berat kapal (G) akan berubah bilamana dalam kapal tersebut

terjadi penambahan, pengurangan, dan pergeseran muatan. Dalam

stabilitas awal walaupun titik G keluar dari bidang simetris, tetapi tetap

tidak mempengaruhi keseimbangan kapal. Pada kapal dalam keadaan

tegak, titik G selalu berada pada bidang simetris.

2) Titik apung (B)

Titik apung (centre of bouyancy) atau disingkat dengan titik B, merupakan titik

tangkap dari semua gaya yang menekan tegak lurus ke atas, dimana gaya-gaya

tersebut berasal dari air. Keadaan titik B tergantung dari bentuk bagian kapal

Page 23: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

26

dibawah garis air (WL), dan tidak pernah tetap selama adanya perubahan sarat

(draft) kapal.

3) Titik metacentre (M)

Titik metacentre adalah titik yang terjadi dari perpotongan gaya yang melalui titik

B pada waktu kapal tegak dan pada waktu kapal miring atau sebuah titik batas

dimana titik G tidak melewatinya, supaya kapal selalu mendapat stabilitas yang

positif.

2.4.2 Macam-macam keseimbangan

Titik G hanya akan berubah bebas bila ada perubahan, pengurangan, atau

pemindahan muatan. Sehubungan dengan perpindahan titik G sepanjang bidang

simetri, serta letak dari kedua titik utama dan lainnya, maka keseimbangan kapal

dapat dibedakan dalam 3 macam dan dijelaskan pada Gambar 12, yaitu:

1) Keseimbangan positif/stabil (stable equilibrium)

Keseimbangan kapal disebut positif, apabila:

(1) Titik G berada dibawah titik M;

(2) GZ positif dengan momen penegak positif; dan

(3) Momen penegak ini sanggup mengembalikan kapal ke posisi tegak

semula.

2) Keseimbangan negatif/labil (unstable equilibrium)

Kapal mempunyai keseimbangan negatif (labil), apabila :

(1) Titik G berada di atas titik M; dan

(2) GZ negatif, momen penegak tidak mampu untuk mengembalikan kapal ke

posisi tegak semula, sehingga kemungkinan kapal akan terbalik.

3) Keseimbangan netral (neutral equilibrium)

Keseimbangan netral, apabila :

(1) Letak titik G dan M berimpit; dan

(2) Sehingga apabila kapal miring, akan tetap miring, karena tidak ada lengan

penegak, dengan sendirinya momen penegak tidak ada.

Page 24: 4 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985),

27

Sumber: Hind (1982) Keterangan: (a) : Posisi keseimbangan M : Titik metacentre (b) : Keseimbangan yang stabil GZ : Lengan pengembali (c) : Keseimbangan yang tidak stabil K : Lunas (d) : Keseimbangan netral WL : Garis air B : Titik pusat apung W : Gaya yang bekerja G : Titik pusat gravitasi θ : Sudut oleng

Gambar 12 Posisi keseimbangan kapal.