4 2 tinjauan pustakarepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62582/5...diperhatikan dalam...
TRANSCRIPT
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Kapal Perikanan
Kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam usaha penangkapan
ikan atau mengumpulkan sumber daya perairan, penggunaan dalam beberapa
aktivitas riset, kontrol dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha tersebut
(Ayodhyoa, 1972). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam dunia
usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha
menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan, mengelola usaha budidaya
perairan dan juga penggunaan dalam beberapa aktivitas (seperti untuk research,
training, dan inspeksi sumberdaya perairan) (Nomura & Yamazaki, 1977). Kapal
ikan memiliki kekhususan tersendiri yang disebabkan oleh bervariasinya kerja
yang dilakukan pada kapal tersebut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi
pencarian fishing ground, pengoperasian alat, pengejaran ikan, dan sebagai wadah
hasil tangkapan. Hal tersebut membuat kapal ikan harus memiliki persyaratan
minimal agar dapat digunakan untuk operasi penangkapan (Nomura & Yamazaki,
1977) sebagai berikut:
1) Memiliki kekuatan struktur badan kapal;
2) Menunjang keberhasilan operasi penangkapan;
3) Memiliki stabilitas yang tinggi, dan
4) Memiliki fasilitas penyimpanan hasil tangkapan ikan.
Menurut (Statistika Perikanan Indonesia, 1994), klasifikasi kapal berdasarkan
tingkat usahanya dapat digolongkan sebagai beikut:
1) Perahu tanpa motor
a) Jukung
b) Perahu papan
- Kecil (perahu yang panjangnya kurang dari 7 meter)
- Sedang (perahu yang panjangnya dari 7 sampai 10 meter)
- Besar (perahu yang panjangnya 10 meter atau lebih)
2) Perahu motor tempel
3) Kapal motor (inboard engine)
a) Kurang dari 5 GT
5
b) 5-10 GT
c) 10-20 GT
d) 20-30 GT
e) 30-50 GT
f) 50-100 GT
g) 100-200 GT
h) 200 GT ke atas
Kapal ikan juga memiliki karakteristik/keistimewaan yang dapat membedakan
kapal ikan dengan kapal lainnya (Ayodhyoa, 1972), yaitu:
1) Kecepatan kapal (speed)
Kecepatan yang dibutuhkan kapal ikan disesuaikan dengan kebutuhan
penangkapan.
2) Olah gerak kapal (manouverability)
Olah gerak khusus yang dilakukan secara baik pada saat pengoperasian. Hal
tersebut meliputi kemampuan steerability yang baik, radius putaran (turning
circle), dan daya dorong (propulsive engine) yang dapat mudah bergerak maju
dan mundur.
3) Layak laut (seaworthiness)
Meliputi hal seperti ketahanan dalam melawan kekuatan angin dan gelombang,
stabilitas yang tinggi, serta daya apung yang cukup. Hal ini diperlukan untuk
menjamin keamanan dalam pelayaran dan operasi penangkapan ikan.
4) Luas lingkup area pelayaran
Luas lingkup yang dimaksud adalah luas area pelayaran yang ditentukan oleh
pergerakan kelompok ikan, daerah, musim ikan, dan migrasi.
5) Konstruksi
Konstruksi kapal perikanan yang kuat sangat diperlukan karena dalam operasi
penangkapan ikan, kapal akan menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah.
Konstruksi kapal harus mampu menahan beban getaran mesin yang timbul.
6) Mesin penggerak
Kapal ikan membutuhkan tenaga mesin penggerak yang cukup besar, tetapi
volume mesin dan getaran yang dihasilkan diusahakan harus kecil.
7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan
6
Umumnya kapal ikan dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan seperti: cool room,
freezing room, processing machine.
8) Mesin bantu penangkapan (fishing equipment)
Fishing equipment berbeda untuk setiap kapal, tergantung dari jenis alat tangkap
yang digunakan.
Metode pengoperasian kapal ikan berbeda antara satu dengan yang lain tergantung
dari jenis alat tangkap yang digunakan. Menurut Iskandar dan Pujiati (1995),
kapal ikan dikelompokkan menjadi 4 kelompok berdasarkan metode
pengoperasian alat yang dioperasikannya, yaitu:
1) Kapal yang mengoperasikan alat yang statis (static gear) seperti gillnet,
longline, liftnet, pole and line;
2) Kapal yang mengoperasikan alat yang ditarik (towed gear/dragged gear),
seperti tonda;
3) Kapal yang mengoperasikan alat yang dilingkarkan (encircling gear) seperti
purse seine, payang, dogol;
4) Kapal yang mengoperasikan lebih dari dua alat tangkap yang berbeda
pengoperasiannya (multipurpose).
2.2 Desain dan Konstruksi
Fyson 1985, menyatakan bahwa kelengkapan dari perencanaan desain dan
konstruksi dalam pembangunan kapal ikan yaitu;
1) Profil kapal, rencana dek, rencana bawah dek;
2) Gambar garis dan tabel offset;
3) Profil konstruksi dan perencanaan;
4) Bagian-bagian konstruksi; dan
5) Gambar penyambungan.
Desain dapat dijelaskan sebagai proses perumusan spesifikasi dan proses
menghasilkan gambar dari suatu objek yang bertujuan untuk keperluan pembuatan
dan pengoperasiannya (Fyson, 1985). Pada proses pembuatan kapal, berat dan
panjang kapal memiliki pengaruh cukup besar dalam biaya produksi dan
operasinya. Selanjutnya, Fyson menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi desain suatu kapal dapat dikelompokkan sebagai berikut ;
7
1) Sumberdaya yang tersedia;
2) Alat dan metode penangkapan;
3) Karakteristik geografi suatu daerah penangkapan;
4) Seaworthiness kapal dan keselamatan anak buah kapal;
5) Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan desain kapal ikan;
6) Pemilihan material yang tepat untuk konstruksi;
7) Penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan; dan
8) Faktor-faktor ekonomis.
Proses mendesain suatu kapal perikanan terdiri dari berbagai tahapan. Fyson
(1985) menyebutkan ada beberapa tahap pembuatan kapal mulai dari outline dan
general arrangement yang diinginkan pihak pemilik kapal, preliminary design,
proses penggambaran, perhitungan-perhitungan yang di butuhkan, hingga tahap
tryout dan evaluasi dari hasil pengoperasian kapal sebelum kapal tersebut selesai
dan diberikan kepada pemilik. Penjelasan prosesnya disampaikan pada Gambar 1.
8
Sumber: Fyson (1985)
Gambar 1 Diagram proses desain dan konstruksi kapal ikan.
Operasional Kapal
Penyerahan Kapal
Penggambaran dan Perhitungan untuk
Evaluasi Hasil Pengoperasian Kapal
Estimasi Biaya
Perhitungan Dimensi Utama, Volume
Estimasi Parameter-parameter
Berat, Trims dan Perhitungan
Midship dan Bagian Longitudinal,
Ketahanan Gerak, Karakteristik
Spesifikasi
Cek Parameter-parameter Preliminary
Rencana GA
Spesifikasi Kontrak
Pemilihan Material
Outline dan GA
(spesifikasi pemilik)
Preliminary Design
Tender
Kontrak Desain
Klasifikasi Gambar
Penggambaran
Pembangunan di
Galangan
Tes dan Evaluasi
9
Sesuai dengan perbedaan jenis-jenis kapal ikan yang ada, desain dan konstruksi
kapal ikan dibuat berbeda-beda pula sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya
dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan teknis pengoperasian kapal
tersebut. Perbedaan-perbedaan dalam desain ini terlihat dalam dimensi utama
kapal, besaran koefisien, besaran tinggi metacenter, rancangan umum kapal dan
rancangan penggunaan (Pasaribu, 1985).
Dimensi utama yang terdiri dari panjang (L), lebar (B) dan dalam (D) sangat
menentukan kemampuan dari suatu kapal. Oleh sebab itu dalam mendesain suatu
kapal, hal ini perlu diperhatikan dengan teliti. Adapun ukuran dimensi kapal
menurut Dohri dan Soedjana (1983) meliputi:
1) Panjang kapal (Length/L)
Panjang kapal terdiri dari :
(1) Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak horisontal, diukur
mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik terbelakang
dari buritan. Panjang total ini merupakan panjang yang terbesar dari
sebuah kapal dan diukur sejajar dengan lunas kapal. Penjelasan
disampaikan pada Gambar 2.
Sumber: Dohri dan Soedjana (1983)
Gambar 2 Ukuran panjang total kapal (LOA).
(2) Jarak sepanjang garis tegak atau LPP/LBP (Length Perpendicular/Length
Between Perpendicular) adalah jarak horisontal yang dihitung dari garis
tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan (Fore
Perpendicular) adalah garis khayal yang terletak tegak lurus pada
perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Garis tegak
buritan (After Perpendicular) adalah sebuah garis khayal yang terletak
pada bagian buritan atau di belakang poros kemudi (bagi kapal yang
memiliki poros kemudi). Penjelasan disampaikan pada Gambar 3.
10
Sumber: Dohri dan Soedjana (1983)
Gambar 3 Ukuran panjang garis tegak (LBP).
(3) Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horisontal
dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi
haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan linggi
buritan. Penjelasan disampaikan pada Gambar 4.
Sumber: Dohri dan Soedjana (1983)
Gambar 4 Panjang garis air (LWL).
2) Lebar kapal (Breadth/B)
Lebar kapal terdiri dari :
(1) Lebar terbesar atau Bmax (breadth maximum) adalah jarak horisontal pada
lebar kapal yang terbesar di tengah-tengah kapal, dihitung dari salah satu
sisi terluar (sheer) yang satu ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan.
(2) Lebar dalam atau Bmoulded (breadth moulded) adalah jarak horisontal pada
lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu
ke bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan. Penjelasan
disampaikan pada Gambar 5.
11
Sumber: Dohri dan Soedjana (1983) Keterangan:
1. Lebar terbesar (breadth maximum) 2. Lebar dalam (breadth moulded) 3. Gading (frame) 4. Kulit kapal (plate) 5. Garis air (water line)
Gambar 5 Lebar kapal.
3) Dalam kapal (Depth)
Dalam kapal terdiri dari (penjelasan disampikan pada Gambar 6):
(1) Dalam atau D (depth) adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah
kapal sampai titik terendah badan kapal.
(2) Sarat kapal atau d (draft) adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air
(water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal.
(3) Lambung bebas (freeboard) adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari
garis air (water line) tertinggi sampai dengan sheer.
Sumber: Dohri dan Soedjana (1983) Keterangan :
1. Dalam (Depth) 2. Sarat kapal (draft) 3. Lambung bebas (free board)
Gambar 6 Dalam kapal.
Besar kecilnya nilai rasio dimensi utama kapal (L,B,D) dalam membangun kapal
dapat digunakan untuk menganalisa performa (bentuk) dan mempengaruhi
12
kemampuan dari suatu kapal. Nilai perbandingan L/D, L/B, dan B/D perlu
diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang
berlaku. Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal, karakteristik
perbandingan dimensi-dimensi utama merupakan hal penting yang harus
diperhatikan. Perbandingan tersebut meliputi:
1) Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B) yang mempengaruhi tahanan
dan kecepatan kapal. Semakin kecilnya nilai perbandingan L/B akan
berpengaruh pada kecepatan kapal/kapal menjadi lambat;
2) Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D) merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap stabilitas. Jika nilai B/D membesar akan membuat
stabilitas baik, tetapi di sisi lain mengakibatkan propulsiveability memburuk;
dan
3) Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D) merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal. Jika nilai L/D membesar
akan mengakibatkan kekuatan longitudinal kapal melemah.
Berikut Tabel 1 yang berisikan nilai rasio L/D, L/B, dan B/D.
Tabel 1 Nilai rasio dimensi kapal untuk kelompok kapal perikanan dengan metode pengoperasian alat tangkap yang ditarik (towed/dragged gear), alat tangkap pasif (static gear), dan alat tangkap yang dilingkarkan (encircling gear)
Kelompok Kapal Panjang
Kapal (L) GT L/B L/D B/D
Alat Tangkap yang di Tarik <22 m - <6,3 <11,5 >1,75 Alat Tangkap Pasif <20 m <5 <5,0 >11,0 >2,5 5-10 5,0 11,0 2,2 10-15 5,0 10,5 2,1 >15 5,0 10,0 2,0 Alat tangkap yang dilingkarkan <22 m - 4,3 <10,0 >2,15
Sumber: Ayodhyoa (1972), Fyson (1985), diacu dalam Iskandar dan Pujiati (1995)
Analisis kesesuaian antara desain kapal dengan fungsi dan peruntukkannya perlu
dilakukan karena menurut Fyson (1985), rasio antara panjang dan lebar (L/B)
berpengaruh pada resistensi kapal. Rasio antara panjang dan dalam (L/D)
berpengaruh pada kekuatan memanjang kapal, serta rasio antara lebar dan dalam
berpengaruh terhadap stabilitas kapal.
Fyson (1985), mengemukakan bahwa koefisien bentuk (Coefficient of fineness)
menunjukkan bentuk tubuh kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan
13
kapal yang berbeda dan volume tubuh kapal terhadap masing-masing dimensi
utama kapal (penjelasan disampaikan pada Gambar 7, 8, 9, dan 10) . Adapun
koefisien bentuk badan kapal, terdiri dari:
1) Coefficient of block (Cb) menunjukkan perbandingan antara nilai volume
displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan
kapal.
Sumber: Iskandar dan Novita (1997)
Gambar 7 Coefficient of Block (Cb).
2) Coefficient of prismatic (Cp) menunjukkan perbandingan antara volume
displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang
melintang tengah kapal (A⊗) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl).
3) Coefficient vertical prismatic (Cvp) menunjukkan perbandingan antara
volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area
kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal.
Sumber: Iskandar dan Novita (1997)
d
A P
F P
Lpp
Aw
B
A
A P
F P
Lpp
B
d
14
Gambar 8 Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient vertical prismatic (Cvp).
4) Coefficient of waterplan (Cw) menunjukkan besarnya luas area penampang
membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang
yang mengelilingi luas area tersebut.
Sumber: Iskandar dan Novita (1997)
Gambar 9 Coefficient of waterplane (Cw).
5) Coefficient of midship (C⊗) menunjukkan perbandingan antara luas
penampang melintang tengah kapal secara vertikal dengan bidang empat
persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut.
Sumber: Iskandar dan Novita (1997)
Gambar 10 Coefficient of midship (C⊗).
Berikut Tabel 2 yang menyajikan nilai koefisien bentuk untuk kelompok kapal
perikanan dengan metode pengoperasian alat tangkap.
Tabel 2 Nilai koefisien bentuk untuk kelompok kapal perikanan dengan metode pengoperasian alat tangkap yang ditarik (towed/dragged gear), alat tangkap pasif (static gear), dan alat tangkap yang dilingkarkan (encircling gear)
Kelompok Kapal Cb Cp C⊗ Cw
Alat Tangkap yang di Tarik 0,58-0,67 0,66-0,72 0,88-0,93
Alat Tangkap Pasif 0,63-0,72 0,83-0,90 0,65-0,75 0,91-0,97
Alat tangkap yang dilingkarkan 0,57-0,68 0,76-0,94 0,67-0,78 0,91-0,95
A
B
d
Lwl
B Aw
15
Sumber: Nomura dan Yamazaki (1977)
2.3 Fibreglass Reinforcement Plastic (FRP)
Fibreglass Reinforcement Plastic (FRP) atau yang lebih dikenal dengan fibreglass
merupakan kombinasi dari dua komponen yang mempunyai karakteristik fisik
berbeda, akan tetapi keduanya memiliki sifat saling melengkapi (Fyson, 1985).
Dua komponen yang membentuk FRP yaitu resin plastic polyester dan sebuah
penguatan serabut gelas (Verweij, 1967 diacu dalam Liberty,1997).
Menurut (Kusna, 2008), pemakaian fibreglass sebagai material bangunan kapal
mempunyai beberapa keuntungan yaitu:
1) Tidak berkarat dan daya serap air kecil;
2) Pemeliharaan dan reparasi mudah serta proses pengerjaannya cepat;
3) Tidak memerlukan pengecatan, karena warna/ pigmen telah dicampurkan pada
bahan (gelcoat) pada proses laminasi; dan
4) Untuk displacement yang sama, fibreglass konstruksinya lebih ringan.
Resin merupakan material cair sebagai pengikat serat penguat yang mempunyai
kekuatan tarik serta kekakuan lebih rendah dibandingkan serat penguatnya. Ada
beberapa jenis resin (menurut Kusnan, 2008)antara lain:
1) Polyester (Orthophthalic), resin jenis ini sangat tahan terhadap proses korosi
air laut dan asam encer. Adapun spesifikasi teknisnya adalah sebagai berikut:
a) Massa jenis : 1.23 gr / cm3
b) Modulus Young : 3.2 Gpa
c) Angka Poisson : 0.36
d) Kekuatan tarik : 65 MPa
2) Polyester (Isophthalic), resin jenis ini tahan terhadap panas dan larutan asam
dan kekerasannya lebih tinggi serta kemampuan menahan resapan air
(adhesion) yang paling baik dibandingkan dengan resin type ortho. Adapun
spesifikasi teknisnya adalah berikut:
a) Massa jenis : 1.21 gr / cm3
b) Modulus young : 3.6 GPa
c) Angka Poisson : 0.36
d) Kekuatan tarik : 60 MPa
16
3) Epoxy, resin jenis ini mampu menahan resapan air (adhesion) sangat baik dan
kekuatan mekanik yang paling tinggi. Adapun spesifikasi teknisnya adalah
berikut:
a) Massa jenis : 1.20 gr / cm3
b) Modulus Young : 3.2 GPa
c) Angka Poisson : 0.37
d) Kekuatan tarik : 85 MPa
4) Vinyl Ester, resin jenis ini mempunyai ketahanan terhadap larutan kimia
(Chemical Resistance) yang paling unggul. Adapun spesifikasi teknisnya
adalah berikut:
a) Massa jenis : 1.12 gr / cm3
b) Modulus Young : 3.4 GPa
c) Kekuatan tarik : 83 MPa
5) Resin type Phenolic, resin jenis ini tahan terhadap larutan asam dan alkali.
Adapun spesifikasi teknisnya adalah berikut:
a) Massa jenis : 1.15 gr / cm3
b) Modulus Young : 3.0 GPa
c) Kekuatan tarik : 50 MPa
Adapun jenis resin yang umum dipakai untuk bangunan kapal adalah jenis
orthophthalic polyester resin. Resin jenis ini harganya paling murah dibandingkan
type lainnya dan tahan terhadap proses korosi yang disebabkan oleh air laut
sehingga cocok untuk bahan material bangunan kapal. Dengan sifat ini kerusakan
yang disebabkan karena proses korosi dapat dihindari sehingga biaya perawatan
untuk kulit lambung dari material logam maupun kayu. Resin polyester memiliki
beberapa keunggulan dan kekurangan.
Keunggulan dari resin ini adalah:
1) Viskositas yang rendah sehingga mempermudah proses
pembasahan/pengisian celah antara pada serat penguat (woven roving)
2) Harga relatif lebih murah
3) Ketahanan terhadap lingkungan korosif sangat baik kecuali pada larutan
alkali
Sedangkan kekurangannya ialah:
17
1) Pada saat pengeringan terjadi penyusutan dan terjadi kenaikan temperatur
sehingga laminasi menjadi getas. Hal ini biasanya disebabkan oleh
penambahan katalis dan accelerator yang berlebih sehingga waktu kering
menjadi lebih cepat.
2) Mudah terjadi cacat permukaan/goresan.
3) Mudah terbakar
Resin jenis ini temasuk thermosetting plastik yaitu proses perubahan sifat fisik
dari cairan menjadi bentuk padat (polymerization) melalui proses panas. Proses
perubahan bentuk resin polyester ini dapat terjadi karena proses panas yang
dihasilkan dari dalam resin polyester sendiri (exothermic heat) dan bisa juga
karena pengaruh pemberian panas dari lingkungan luar atau penggabungan
keduanya. Proses kimia dari dalam resin yang dimaksud adalah adanya
penambahan zat/bahan katalis yang menimbulkan reaksi kimia awal dan
accelerator untuk mempercepat proses polimerisasi pada larutan polyester. Resin
polyester juga bisa berubah dari bentuk cair menjadi bentuk padat karena
pengaruh lingkungan luar yang berlangsung secara menerus dalam jangka waktu
yang lama. Untuk mencegah proses ini biasanya kedalam larutan resin polyester
tersebut ditambahkan zat inhibitor.
Serat penguat merupakan serat gelas yang memiliki kekakuan dan kekuatan tarik
yang tinggi serta modulus elastisitas yang cukup tinggi. Adapun fungsi dari serat
penguat adalah:
1) Meningkatkan kekakuan tarik dan kekakuan lengkung;
2) Mempertinggi kekuatan tumbuk;
3) Meningkatkan rasio kekuatan terhadap berat; dan
4) Menjaga/mempertahankan kestabilan bentuk.
Ada beberapa jenis serat penguat (menurut Kusnan, 2008) antara lain:
1) Serat E-glass (Electrical glass), adapun data teknis serat gelas adalah sebagai
berikut:
a) Massa jenis : 2.55 gr / cm3
b) Modulus Young : 72 GPa
c) Angka Poisson : 0.2
d) Kekuatan tarik : 2.4 GPa
18
2) Serat S2 – glass (Strength glass)
a) Massa jenis : 1.50 gr / cm3
b) Modulus Young : 88 GPa
c) Angka Poisson : 0.2
d) Kekuatan tarik : 60 GPa
3) High strength carbon
a) Massa jenis : 1.74 – 1.81 gr / cm3
b) Modulus Young : 248 – 345 GPa
c) Kekuatan tarik : 3.1 – 4.5 GPa
4) Aramid (Kevlar 49)
a) Massa jenis : 1.45 gr /cm3
b) Modulus Young : 124 GPa
c) Kekuatan tarik : 2.8 GPa
Serat penguat yang sering digunakan untuk bangunan kapal adalah jenis E-glass
(Electrical glass), sedangkan jenis high strength carbon hanya digunakan untuk
keperluan khusus yaitu untuk mempertinggi kekakuan, dalam hal ini untuk
mempertinggi ketahanan tembakan pada daerah kritis di lambung atau bangunan
atas, sedangkan jenis serat S2-glass banyak digunakan untuk konstruksi pesawat,
adapun jenis serat aramid memiliki kekuatan tarik yang sangat tinggi dipakai
sebagai serat penguat pada matriks metalik atau keramik dan dianjurkan
digunakan untuk mempertinggi ketahanan ledak/tembak (Kusnan, 2008).
Serat penguat yang umum dipakai untuk bangunan kapal terdiri dari beberapa
jenis menurut bentuk dan konfigurasi dari serat penguat. Adapun jenis serat
penguat gelas (menurut Kusnan, 2008) antara lain:
1) Chopped Strand Mat, dalam pemakaian di industri sering disebut Mat atau
Matto, berupa potongan-potongan serat fibreglass dengan panjang sekitar 50
mm yang disusun secara acak dan dibentuk menjadi satu lembaran. Jenis ini
meupakan serat penguat dengan konfigurasi serat acak dan merupakan serat
penguat tidak menerus, serat penguat yang digunakan yaitu E-glass. Pada
proses pembuatan laminasi perbandingan antara berat serat matto dengan resin
sekitar 25-35% matto dan 65-75% resin polyester. Laminasi chopped strand
mat ini biasanya digunakan sebagai lapisan pengikat antara, supaya tidak
19
mudah terkelupas maupun selip pada proses laminasi berikutnya. Juga sering
digunakan sebagai laminasi awal dan akhir dengan tujuan bagian sisi tersebut
menjadi rata.
Dalam pemakaian sehari-hari dan yang umum digunakan untuk bangunan kapal,
serat chopped strand mat terdiri dari:
(1) Chopped strand mat 300 gram/ m2 (mat 300) dengan data teknis sebagai berikut:
a) Berat spesifik ( W/m2 )f : 300 gram/ m2
b) Kekuatan tarik : 213 MPa
c) Modulus elastisitas : 16 GPa
d) Angka poisson : 0.2
(2) Chopped strand mat 450 gram/ m2 (mat 450) dengan data teknis sebagai berikut:
a) Berat spesifik ( W/m2 )f : 450 gram/ m2
b) Kekuatan tarik : 213 MPa
c) Modulus elastisitas : 16 GPa
d) Angka Poisson : 0.2
2) Jenis Woven roving merupakan serat penguat menerus berbentuk anyaman
dengan arah yang saling tegak lurus. Pada proses laminasi perbandingan berat
antara serat woven roving dengan resin adalah 45-50% woven roving 50-55%
resin polyester dari fraksi berat, untuk bangunan kapal umumnya sering
dipakai komposisi 50% woven roving dengan 50% resin, woven roving ini
digunakan sebagai laminasi utama yang memberikan kekuatan tarik maupun
lengkung yang lebih tinggi dibandingkan laminasi matto.
Dalam proses pembuatan laminasi serat woven roving lebih sulit untuk dibasahi
oleh resin dan terkadang larutan resin relatif sulit untuk mengisi celah anyaman
serat woven roving. Dengan kandungan resin polyester yang relatif lebih sedikit
dibandingkan laminasi matto maka laminasi serat woven roving ini memiliki
ketahanan terhadap resapan air yang kurang baik. Untuk memperbaiki kondisi ini
maka biasanya laminasi serat woven roving dilapisi lagi dengan dua lapisan matto
pada bagian sisi luar yang memiliki kandungan resin polyester yang relatif lebih
banyak.
Dalam pemakaian di bangunan kapal terdiri dari:
20
(1) Woven roving 400 gram/ m2 ( WR 400 ) dengan data teknis sebagai berikut:
a) Berat spesifik (W/m2)f : 400 gram/ m2
b) Kekuatan tarik : 512 MPa
c) Modulus elastisitas : 38.5 GPa
d) Angka Poisson : 0.2
(2) Woven roving 600 gram/ m2 ( WR 600 ) dengan data teknis sebagai berikut:
a) Berat spesifik (W/m2)f : 600 gram/ m2
b) Kekuatan tarik : 512 MPa
c) Modulus elastisitas : 38.5 GPa
d) Angka Poisson : 0.2
(3) Woven roving 800 gram/ m2 (WR 800 ) dengan data teknis sebagai berikut:
a) Berat spesifik (W/m2)f : 800 gram/ m2
b) Kekuatan tarik : 512 MPa
c) Modulus elastisitas : 38.5 GPa
d) Angka Poisson : 0.2
3) Jenis Triaxial merupakan serat penguat menerus (Continuous fibre reinforced)
dengan konfigurasi serat penguat terdiri dari tiga layer yaitu layer pertama 45o
terhadap prinsipal axis dan arah layer kedua 0o terhadap prinsipal axis serta
arah layer ketiga – 45o terhadap prinsipal axis.
Perbandingan berat antara serat triaxial dengan resin yang digunakan adalah 45-
50% serat triaxial dan 50-65% resin polyester dari fraksi berat namun untuk
bangunan kapal umumnya sering dipakai 50% : 50% dalam satu laminasi,
Laminasi serat triaxial ini digunakan sebagai laminasi utama yang memberikan
kekuatan tarik dan lengkung lebih tinggi dibandingkan laminasi serat woven
roving.
Adapun data teknis sebagai berikut:
a) Berat spesifik (W/m2)f : 1200 gram/ m2
b) Kekuatan tarik : 820 MPa
c) Modulus elastisitas : 61.5 GPa
d) Angka poisson : 0.2
21
Dalam proses pembuatan laminasi ada beberapa material pendukung yang
berpengaruh terhadap karakteristik laminasi sehingga perlu diketahui fungsi,
komposisi dan pengaruh dari masing-masing bahan pendukung tersebut
diantaranya:
1) Katalis (Catalyst) berfungsi untuk memulai proses awal perubahan bentuk
resin dari cair menjadi padat (polymerization) pada temperatur kamar (27o
Celcius). Umumnya pemberian katalis ini adalah sekitar 0.5 – 4% dari fraksi
volume resin. Misalnya pemberian katalis 2% maka resin akan mengalami
proses perubahan dari cair ke bentuk gel sekitar 15 menit pada suhu 27o C.
Katalis ini tidak berfungsi bila bercampur dengan air, katalis yang umum
dipakai untuk polyester resin adalah Metil Ethyl Keton Peroksida (MEKP);
2) Accelerator (Promotor) adalah bahan pendukung yang berfungsi supaya
katalis dan polyester resin dapat berpolymerisasi pada temperatur kamar
dengan waktu relatif lebih cepat, dalam hal ini proses polimerisasi terjadi
tanpa adanya pemberian panas dari luar. Adapun promotor ini paling tinggi
1% dari fraksi volume resin polyester. Promotor yang sering digunakan adalah
Cobalt naphthenate. Untuk bangunan kapal promotor biasanya sudah
langsung dicampur pada resin polyester (diproses oleh produsen resin)
misalnya polyester resin SHCP 268 BQTN dan YUKALAC 157 BQTN EX;
3) Sterin (Styene Monomer) merupakan bahan pendukung berupa cairan encer
bening tidak berwarna yang berfungsi untuk mengencerkan. Adapun
penambahan sterin ini adalah sekitar 35-40% dari fraksi volume resin;
4) Gelcoat termasuk salah satu jenis resin polyester dan fungsi utamanya yaitu
sebagai lapisan pelindung laminasi kulit FRP dari goresan atau gesekan benda
keras pada permukaan kulit, lapisan gelcoat merupakan lapisan terluar dari
laminasi maka sebaiknya resin gelcoat (misalnya jenis gelcoat yang dipakai
gelcoat 2141 TEX) mempunyai ketahanan yang sangat baik terhadap pengaruh
cuaca/lingkungan luar. Pada lapisan luar gelcoat ini diberi pewarna (pigmen)
dan pemberian campuran zat pewarna tidak boleh lebih dari 15% dari resin
gelcoat dengan ketebalan maksimum 15µ merupakan permukaan yang
berhubungan langsung dengan cetakan (mold) saat proses laminasi;
22
5) Pigmen (pewarna) adalah campuran yang digunakan untuk memberikan warna
pada lapisan luar yang dikehendaki yang dicampurkan pada gelcoat, misalnya:
pigmen white super, pigmen color;
6) Parafin ialah cairan yang berfungsi memberikan kesan cerah pada gelcoat
yang telah diberi pigmen, pemakaiannya sedikit hampir sama dengan cobalt;
7) Lapisan pelepas (mold release) merupakan lapisan yang berfungsi untuk
mencegah laminasi tidak lengket dengan cetakan. Lapisan ini yang umum
digunakan yaitu untuk lapisan pertama adalah mold release wax (misalnya
mirror glaze) dan lapisan berikutnya PVA; dan
8) Talk yaitu sejenis bubuk kapur yang dapat berfungsi sebagai dempul setelah
dicampur dengan resin dan katalis.
Resin yang biasa digunakan untuk membuat kapal adalah 3.115 SHCP
unsaturated polyester resin. Serabut gelas adalah campuran benang-benang
sutera dengan gelas yang diolah dan diproses sedemikian rupa sehingga bentuk
akhirnya merupakan serabut-serabut yang berdiameter 5-20 µm. Bahan ini
memberikan kekuatan tambahan polyester. Serabut gelas yang biasanya
digunakan dalam pembuatan kapal fibreglass adalah Matt 300 dan 450 dan Woven
Roving 600 (Imron, 2004).
Kekuatan kombinasi ditentukan oleh serabut-serabut gelas yang membentuk
kombinasi tersebut. Kualitas fisik FRP ditentukan oleh tipe dan jumlah penguatan
gelas yang digunakan. Penggunaan kombinasi yang berbeda dari jumlah dan tipe
penguatan gelas maka tingkat kualitas fisik dapat bervariasi (Verweij, 1967 diacu
dalam Liberty,1997).
Penggunaan material fibreglass reinforcement plastic (FRP) untuk pembuatan
kapal-kapal ukuran kecil pada kegiatan perikanan mulai berkembang sejak awal
tahun 1960-an. Negara-negara produsen seperti Amerika Serikat dan Jepang
berusaha memasarkan jenis material ini ke negara-negara lainnya, termasuk
Indonesia pada tahun 1970-an sebagai alternatif pengganti kayu dan besi
(Pasaribu, 1985). Menurut Pasaribu (1985), karakteristik kapal ikan yang dibuat
dari bahan FRP memiliki ciri sebagai berikut:
1) Konstruksi tidak memerlukan sambungan-sambungan;
2) Daya tahan pemakaian lebih lama;
23
3) Kapal lebih ringan;
4) Mengapung lebih cepat;
5) Memiliki nilai stabilitas yang rendah; dan
6) Mudah mengalami defleksi.
Menurut Imron (2004), tahapan pekerjaan pembuatan kapal fibreglass adalah
sebagai berikut:
1) Pembuatan plug dan pelapisannya dengan bahan pemisah;
2) Pembuatan cetakan kapal;
3) Meyiapkan bahan dan pencampuran bahan baku;
4) Pengecoran gelcoat;
5) Pelapisan matt 300;
6) Penempatan lapisan-lapisan lainnya;
7) Pelepasan hasil dari cetakan;
8) Penyatuan bolder dan ujung deck dengan deck;
9) Pemasangan sekat plywood;
10) Pemasangan lantai/ floor;
11) Penggergajian pisang-pisang;
12) Penyatuan deck pada hull;
13) Pemasangan gading-gading dan papan tiang layar; dan
14) Pengecatan, pendempulan dan pengampelasan.
Menurut Imron (2004), sistem kerja dalam pembuatan kapal dari bahan fiberglass
menggunakan sistem blok, yaitu dengan memisahkan seluruh bagian kapal
(masing-masing bagian hull, deck, pemotongan plywood, gading-gading dan
finishing). Setiap bagian kapal dibuat pada tempat terpisah sehingga tiap pekerja
memiliki tugas masing-masing. Penyatuan antara bagian yang satu dengan bagian
yang lain dilakukan apabila masing-masing bagian telah selesai di buat. Gambar
11 berikut menunjukkan bagan kerja pembuatan kapal ikan fibreglass.
24
Sumber: Imron (2004)
Gambar 11 Bagan kerja pembuatan kapal ikan fibreglass.
Bahan Baku
Hull Gading-
gading
Pelepasan dari
Cetakan
Finishing
Plywood Deck
Pelepasan dari
Cetakan
Pemasangan Lantai
Penyatuan Hull dan Deck
Pengeboran
Pemasangan Gading-gading
Pengecatan dan
Pengampelasan
Kapal Jadi
Penggergajian
Pisang-pisang
Pemasangan Sekat
25
2.4 Stabilitas Kapal
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kapal adalah masalah
stabilitas. Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk kembali ke posisi
semula (tegak) setelah menjadi miring akibat bekerjanya gaya dari dalam maupun
dari luar, pada kapal tersebut (Hind, 1982). Stabilitas kapal dibagi ke dalam
stabilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis (initial stability) adalah
stabilitas kapal yang diukur pada kondisi air tenang dengan beberapa sudut
keolengan pada nilai ton displacement yang berbeda.
Stabilitas kapal merupakan salah satu syarat utama yang menjamin keselamatan
kapal dan kenyamanan kerja di atas kapal. Stabilitas sebuah kapal dipengaruhi
oleh letak ketiga titik konsentrasi gaya yang bekerja pada kapal tersebut. Ketiga
titik tersebut adalah titik B (centre of buoyancy), titik G (centre of grafity), dan
titik M (metacentre). Posisi titik G bergantung dari distribusi muatan. Posisi titik
B bergantung pada bentuk kapal yang terendam di dalam air.
2.4.1 Titik-titik penting/utama
Titik-titik penting/utama yang menentukan keseimbangan awal adalah:
1) Titik berat (G)
Titik berat (centre of gravity) disingkat dengan titik G, merupakan titik
tangkap/titik pusat dari gaya-gaya berat yang menekan tegak lurus ke bawah.
a) Letak titik berat kapal (G) selalu berada pada tempatnya, yaitu pada
sebuah bidang datar yang dibentuk oleh lunas (keel) dan haluan kapal,
dimana letak kapal simetris terhadap bidang ini. Bidang tersebut di atas,
disebut juga bidang simetris (centre line) disingkat dengan CL.
b) Letak titik berat kapal (G) akan berubah bilamana dalam kapal tersebut
terjadi penambahan, pengurangan, dan pergeseran muatan. Dalam
stabilitas awal walaupun titik G keluar dari bidang simetris, tetapi tetap
tidak mempengaruhi keseimbangan kapal. Pada kapal dalam keadaan
tegak, titik G selalu berada pada bidang simetris.
2) Titik apung (B)
Titik apung (centre of bouyancy) atau disingkat dengan titik B, merupakan titik
tangkap dari semua gaya yang menekan tegak lurus ke atas, dimana gaya-gaya
tersebut berasal dari air. Keadaan titik B tergantung dari bentuk bagian kapal
26
dibawah garis air (WL), dan tidak pernah tetap selama adanya perubahan sarat
(draft) kapal.
3) Titik metacentre (M)
Titik metacentre adalah titik yang terjadi dari perpotongan gaya yang melalui titik
B pada waktu kapal tegak dan pada waktu kapal miring atau sebuah titik batas
dimana titik G tidak melewatinya, supaya kapal selalu mendapat stabilitas yang
positif.
2.4.2 Macam-macam keseimbangan
Titik G hanya akan berubah bebas bila ada perubahan, pengurangan, atau
pemindahan muatan. Sehubungan dengan perpindahan titik G sepanjang bidang
simetri, serta letak dari kedua titik utama dan lainnya, maka keseimbangan kapal
dapat dibedakan dalam 3 macam dan dijelaskan pada Gambar 12, yaitu:
1) Keseimbangan positif/stabil (stable equilibrium)
Keseimbangan kapal disebut positif, apabila:
(1) Titik G berada dibawah titik M;
(2) GZ positif dengan momen penegak positif; dan
(3) Momen penegak ini sanggup mengembalikan kapal ke posisi tegak
semula.
2) Keseimbangan negatif/labil (unstable equilibrium)
Kapal mempunyai keseimbangan negatif (labil), apabila :
(1) Titik G berada di atas titik M; dan
(2) GZ negatif, momen penegak tidak mampu untuk mengembalikan kapal ke
posisi tegak semula, sehingga kemungkinan kapal akan terbalik.
3) Keseimbangan netral (neutral equilibrium)
Keseimbangan netral, apabila :
(1) Letak titik G dan M berimpit; dan
(2) Sehingga apabila kapal miring, akan tetap miring, karena tidak ada lengan
penegak, dengan sendirinya momen penegak tidak ada.
27
Sumber: Hind (1982) Keterangan: (a) : Posisi keseimbangan M : Titik metacentre (b) : Keseimbangan yang stabil GZ : Lengan pengembali (c) : Keseimbangan yang tidak stabil K : Lunas (d) : Keseimbangan netral WL : Garis air B : Titik pusat apung W : Gaya yang bekerja G : Titik pusat gravitasi θ : Sudut oleng
Gambar 12 Posisi keseimbangan kapal.