38585890 laporan fieldtrip sistematika hewan doc k mul

Upload: tria-sekar-febrianti

Post on 20-Jul-2015

413 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN FIELDTRIP SISTEMATIKA HEWAN II

KEANEKARAGAMAN HEWAN VERTEBRATA DI CAGAR ALAM PANANJUNG PANGANDARAN

Disusun Oleh : Maulya Arfi Syahputra Nasti Susanti Restu Yuslida Wantoso

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai modal dasar pembangunan, Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan anugerahNya kepada Bangsa Indonesia berupa kekayaan. Keanekaragaman flora dan fauna beserta ekosistemnya tersebar diseluruh Nusantara. Indonesia juga dikenal sebagai salah satu negara Megabiodiversity di dunia. Dari limpahan kekayaan ittu Indonesia memiliki 25% species ikan dunia, 17% species burung, 16% species reptilia dan amphibi, 12% mamalia dan 10% species tanaman berbunga. Banyak dari species tersebut merupakan species endemik Indonesia yang terdiri atas 430 species burung, 200 species mamalia dan sekitar 155 species pohon Dipterocarpaceae (Supriatna dan Hendras, 2000). Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap hewan vertebrata diperlukan pengamatan sebanyak-banyaknya jenis-jenis hewan yang termasuk dalam kelompok vertebrata. Terkadang praktikum di laboratorium sangat dibatasi oleh ketersediaan preparat. Oleh sebab itu perlu dilakukan praktikum lapangan disuatu tempat yang mengkoleksi berbagai jenis hewan vertebrata. Salah sartu tempat tersebut adalah Cagar Alam. Salah satu Cagar Alam yang ada adalah Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat. Pada Cagar Alam Pananjung Pangandaran terdapat beragam jenis hewan terutama hewan verytebrata. Dengan berbagai ragam floranya, kawasan taman wisata alam Pangandaran merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan satwa-satwa liar. Jenis satwa liar yang dapat dijumpai pada kawasan ini antara lain yaitu Tando (Cynocephalus variegatus), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), Kalong (Pteropus campyrus), Banteng (Bos sondaicus), Rusa (Cervus timorensis), Kancil (Tragulus javanica), dan Landak (Hystrix javanica). Sedangkan jenis-jenis burung yang dapat dijumpai antara lain burung Canghegar (Gallus varius), Tlungtumpuk (Magalaema javensis), Cipeuw (Aegitina tiphia), Larwo (Copsychus malaharicus) dan Jogjog (Pycnonotus plumosus). Jenis Amphibi yang dapat ditemui diantaranya adalah Katak pohon (Rhacopnorus leucomistak), Katak buduk (Bufo melanostictus), dan Bancet (Rana limnocharis). Sedangkan jenis Reptilia yang dapat

ditemui diantaranya adalah Biawak (Dracopolon sp), Tokek (Gecko gecko) dan beberapa jenis ular, antara lain Ular pucuk (Dryopsis prasinus). Dengan keanekaragaman dan kekayaan hewan vertebrata yang dimiliki oleh Cagar Alam Pananjung Pangandaran, maka tempat ini sangat tepat untuk dijadikan tempat untuk praktikum lapangan. 1.2. Tujuan Praktikum lapangan ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragan dan kekayaan hewan vertebrata di Cagar Alam Pananjung Pangandaran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Area Cagar Alam Pananjung Pangandaran 2.1.1.Sejarah Kawasan Pada tahun 1922 Y. Eycken membeli tanah pertanian di Pananjung Pangandaran, kemudian memindahkan penduduk yang tinggal di daerah yang sekarang menjadi taman wisata alam dan pada waktu itu dilepaskan seekor Banteng, 3 ekor Sapi Betina dan beberapa ekor Rusa. Karena memiliki keanekaragaman satwa yang unik dan khas serta perlu dijaga habitat dan kelangsungan hidupnya maka pada tahun 1934, status kawasan tersebut diubah menjadi Suaka Margasatwa dengan luas 530 ha. Selanjutnya daerah tersebut dikelola sebagai daerah perburuan pada tahun 1931, dilakukan tindakan untuk memperbaiki habitat bagi satwa berkuku yang dimasukkan. Karena memiliki keanekaragaman satwa yang unik dan khas serta perlu dijaga habitat dan kelangsungan hidupnya maka pada tahun 1934 status kawasan tersebut diubah menjadi Suaka Margasatwa dengan luas 530 ha dengan keputusan Statblad 1934 nomor 663. Tetapi ditemukannya jenis-jenis tumbuhan penting, termasuk Raflesia Fatma yang langka pada tahun 1961, statusnya diubah menjadi cagar alam, dengan surat keputusan Menteri Pertanian no.34/KMP/tahun 1961. Akhirnya pada tahun 1978, karena adanya potensi yang dapat mendukung pengembangan pariwisata alam, maka sebagian wilayah cagar alam yang berbatasan dengan areal pemukiman statusnya diubah menjadi Taman Wisata Alam dengan luas wilayah 37,70 ha. Dan pada tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan disekitar cagar alam laut dengan luas 470 ha sehingga luas kawasan perairan disekitar Pangandaran seluruhnya menjadi 1500 ha. Perkembangan selanjutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.104/kpts-II/1993 pengusahaan Taman Wisata Alam Pangandaran diserahkan kepada Perum Perhutani dan diserahkan fisik pengelolaannya pada 1 November 1999.

2.1.2. Keadaan Fisik a. Luas dan Letak Taman Wisata Alam Pangandaran ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 170/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978 dengan luas 37,7 ha. Secara geografis terletak pada 109oBT dan 7oLS, sedangkan berdasarkan administrasi pemerintahan termasuk wilayah Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat dengan batas-batas sebagai berikut: a. Sebelah barat berbatasan dengan cagar alam laut Pangandaran b. Sebelah timur berbatasan dengan cagar alam laut Pangandaran c. Sebelah utara berbatasan dengan desa Pangandaran d. Sebelah selatan berbatasan dengan cagar alam Pangandaran Secara wilayah pengelolaan hutan Taman Wisata Alam Pangandaran termasuk pada BKPH Pangandaran KPH Ciamis dan BKSDA Jabar II Ciamis.

Sumber : http://www.mail-archive.com

Gambar 1. Peta Kawasan Pangandaran b. Topografi Keadaan tofografi Taman Wisata Alam Pangandaran sebagian besar landai dengan beberapa tempat terdapat tonjolan bukit kapur yang terjal. Elevasi antara 0-20m dpl dan didaerah landai antara 2-3m dpl.

c. Iklim Berdasarkan Schmidt dan ferrguson, Taman Wisata Alam Pangandaran dan sekitarnya termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3,196 mm/tahun, suhu udara rata-rata 25oC-30oC dengan kelembaban 80-90%. Curah hujan terbanyak antara Oktober-Maret dan bulan kering pada bulan Juli-September. 2.1.3. Potensi Biotik Kawasan a. Flora Flora yang terdapat di Taman Wisata Alam Pangandaran terdiri atas 80% vegetasi hutan sekunder tua dan sisanya adalah hutan primer. Pohon-pohon yang dominan antara lain Laban (Vitex pubescens). Ki segel (Dillenia excelsa) dan marong (Cratoxylon formosum). Selain itu banyak juga terdapat jenis-jenis pohoon seperti Reungas (Buchanania arborencens), Kondang (Ficus variegata), Teureup (Artocarpus elsatica) dan lain-lain. Dari formasi Barringtonia, seperti Butun (Barringtonia aseatica), Ketapang (Terminalia catappa), Nyamplung (Callophyllum inophyllum) dan Waru Laut (Hibiscus tiliaceus). Di daratan rendahnya terdapat hutan tanaman yang merupakan tanaman exotica, yaitu yang terdiri dari tanaman Jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Komis (Acacia auriculirformis). Pohon-pohon di hutan sekunder tua di dalam kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran memiliki ketinggian rata-rata antara 25 35 m, dengan jenis-jenis yang dominan diantaranya Laban (Vitex pubescens). Ki segel (Dillenia excelsa) dan marong (Cratoxylon formosum), juga terdapat beberapa jenis pohon peninggalan hutan primer seperti Pohpohan (Buchania arborescens), Kondang (Ficus variegata), dan Benda (Disoxyllum caulostachyllum). Pohon-pohon tersebut umumnya ditandai oleh tumbuhnya jenis tumbuhan liana dan epifit. Hutan pantai hanya terdapat di bagian timur dan barat kawasan. Ditumbuhi pohon formasi Barringtonia, seperti Butun (Barringtonia aseatica), Ketapang (Terminalia catappa), Nyamplung (Callophyllum inophyllum) dan Waru Laut (Hibiscus tiliaceus). b. Fauna Dengan berbagai ragam floranya, kawasan taman wisata alam Pangandaran merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan satwa-satwa liar. Jenis satwa liar yang dapat dijumpai pada kawasan ini antara lain yaitu Tando (Cynocephalus variegatus),

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), Kalong (Pteropus campyrus), Banteng (Bos sondaicus), Rusa (Cervus timorensis), Kancil (Tragulus javanica), dan Landak (Hystrix javanica). Sedangkan jenis-jenis burung yang dapat dijumpai antara lain burung Canghegar (Gallus varius), Tlungtumpuk (Magalaema javensis), Cipeuw (Aegitina tiphia), Larwo (Copsychus malaharicus) dan Jogjog (Pycnonotus plumosus). Jenis Amphibi yang dapat ditemui diantaranya adalah Katak pohon (Rhacopnorus leucomistak), Katak buduk (Bufo melanostictus), dan Bancet (Rana limnocharis). Sedangkan jenis Reptilia yang dapat ditemui diantaranya adalah Biawak (Dracopolon sp), Tokek (Gecko gecko) dan beberapa jenis ular, antara lain Ular pucuk (Dryopsis prasinus).

Sumber : http://www.ngarumatpangandaran.org

Gambar 2. Peta Persebaran Flora dan Fauna Cagar Alam Pananjung Pangandaran 2.2. Vertebrata 2.2.1. Pengertian Vertebrata Vertebrata adalah subfilum dari Chordata dengan ciri umum memiliki tulang belakang(vertebrae). Multiselular yang embrionya memiliki tiga lapisan jaringan (lembaga) yaitu disebelah luar disebut ektoderm, ditengah mesoderm, dan didalam membatasi rongga usus dinamakan entoderm.Badan bersifat bilateral simetri, terdapat

rongga tubuh atau solom, yang dibatasi oleh mesoderm.Saluran pencernaan sempurna.Otak pada vertebrata sudah terbagi-bagi menjadi beberapa gelembung(lobus), yang menyelenggrakan kontrol dan koordinasi terhadap gerak batas syaraf tubuh. Memiliki struktur ranggka tengkorak yang melindungi dan menunjang otak. 2.2.2. Asal-Usul Vertebrata Menurut Djuhanda.( 1983) Dalam pembahasan struktur yang disajikan sebagian para ahli ada yang menerima vertebrata berkerabat lebih dekat dengan Cephalochordata(contonhnya ampioxus) dari pada Urochordata(Hewan yang memiliki ekor dan chordata) namun sebagian ahli lain ada yang berpendapat vertebrata lebih dekat dengan Echinodermata(contohnya karang). 2.2.3. Klasifikasi vertebrata Menurut Djuhanda.( 1983) vertebrata di klasifikasikan menjadi : A. Kelas Agnata : Vertebrata yang tidak berahang Subkelas Ostacodermi. Subkelas Cyclostomata B. Kelas Placodermi : termasuk Arthrodira, Antiarchi, Acantodi C. Kelas Chondrichthyes : ikan berangka rawan. Subkelas Elasmobrancii: Subkelas Holocephali D. Kelas Osteichthyes : ikan-ikan berangka tulang Subkelas Acanthodii Subkelas : Actinopterigii Infra kelas Chonrostei: Infra kelas Holostei Subkelas Sarcoteryygii Infra kelas Dipnoi Infra kelas Crossopterygii E.kelas Amphibia Subkelas Labyrinththodontia Subkelas Lissamphibia F Kelas Reptilia

Subkelas napsida Subkelas Archosauria Subkelas Euruapsida G.Kelas Aves Subkelas Archaeornithes Subkelas Neornites H. Kelas Mamalia Subkelas Prototheria Subkelas Theria Infrakelas matatheria Infrakelas Eutheria Kimball, 1983 mengklasifikasikan vertebrata menjadi: 1. Kelas Ikan tak berahang ( Agnata) 2. Kelas Plakodermi 3. Kelas Chonrichthyes 4. Kelas Osteichhthyes 5. Kelas Amfibia 6. Kelas Reptilia 7. Kelas Burung 8. Kelas Mamalia 2.3. Pisces 2.3.1. Kelas Agnatha (ikan tak berahang) Menurut Kimball, (1983) Merupakan Salah satu vertebrata pertama yang ditemukan dalam bentuk fosil. Agnatha bentuk pipih, relatif kecil, diperkirakan hidup dengan menghisap zat-zat organik dari dasar sungai tempat mereka hidup. Pertkaran gas terjadi pada pasangan-pasangan insang interna, dengan tiap insang ditunjang oleh suatu lengkungan tulang. Air masuk melalui mulut, melalui insang dan keluar melalui serangkaian kantung insang yang bermuara di permukan, tidak terdapat sirip: ikan tersebut berenang dengan gerakan undulasi.(kimball, 1983) Djuhanda, 1983 memabagi kelas Agnatha menjadi beberapa subkelas: a. Subkelas Ostracodermi

Tubuhnya kecil, hidup didalam aliran air dibeberapa benua. Tidak berahang dan tubuh ditutupi sisik yang kuat atau pelat-pelat tulang(ostracodermi = cangkang kulit). Ostracodermi dibagi menjadi menjadi beberapa ordo: - Ordo Cephalasidomorpha, merupakan vertebrata yangtidak berahang yang kepalanya gepeng dan mempunyai mata dorsal. - Ordo Anaspida, adalah vertebrata tanpa rahang, bentuk badannya ramping, dan hanya ostracodermi inilah yang mempunyai pelat sisik dan perisai kepala yang kecilkecil(Anaspida = Tanpa perisai) - Ordo Pteraspidomorpha, mempunyai perisai-perisai besar dari tulang yang melindungi kepala dan bagian anterior tubuhnya. Moncongnya selalu menonjol kedepan dari mulut, dan sering sekali mempunyai duri-duri ganjil pada perisainya atau sepanjang punggungnya ( pterospid = sayap + perisai) b. Subkelas Cyclostomata Bersifat semiparasit terhadap ikan-ikan berangka tulang. Mulut dan Lidahnya disesuaikan untuk melekat pada tubuh dan memarut daging mangsanya (Cyclostome = Bulat + Mulut). Contoh subkelas ini adalah Hagfish dan Lamprey 2.3.2. Kelas Placodermi (Ikan Pelat kulit) Memiliki rahang dan sirip yang berpasangan, sirip yang pertama membantu dalam memangsa hewan yang lebih kecil secara aktif ; sedangkan yang kedua membantu lokomosi dengan menstabilkan ikan tersebut didalam air.(Kimball, 1983) Djuhanda, 1983 membagi placodermi menjadi bebrapa ordo: Ordo Antiarchi, anggota pektoralnya sangat khusus ( antiarch = berlawanan + tangan) Ordo Atrhrodira, mempunyai rahang yang kuat dengan pinggirannya bergerigi, mempuyai perisai kepala dan dada yang dirangkai bersama engsel (arthrodira = sendi + leher) 2.3.3. Kelas Chondrichthyes (Ikan bertulang rawan) Tidak memiliki rangka tulang sama sekali baik didalam maupun sisiknya (Chondrichthyes = rawan + ikan).Ikan bertulang rawan dapat dibedakan dari ikan-ikan lainnya, karena kotak otaknya pepat, struktur siripnya, pola percabangan dari pembuluh darah berhubungan dengan insan, dan sisik yang seperti duri-duri kecil.(djuhanda, 1983) Djuhanda, 1983 membagi Chondrichthyes kedalam beberapa subkelas:

a. Subkelas Elasmobranchii Mempunyai lubag insang luar berbentuk celah(Elasmobranchii = Pelat + insang), terbagi menjadi beberapa ordo : - Ordo Pleuracanthodii, ikan air tawar, panjang tubuhnya hampir satu meter yang menjadi punah sekitar zaman perkembangan mamalia. - Ordo Cladoselachii, banyak terdapat pada zaman carbon, Ikan laut ini hampr menyerupai hiu yang besar kecuali mulut letaknya hampir terminal. - Ordo Selachii, Terdiri dari hiu dan pari, mempunyai serangkaian celah-celah insang dan sisik kecil-kecil yang kasap. b. Subkelas Holocephali Hanya terdapat sedikit sisk atau tidak sama sekali. Notokor tetap ada, spirakulum tidak ada.Hewan jantan mempunyai alat pemeluk tunggal berbentuk gada pada ujung kepala. 2.3.3. Kelas Osteichthyes ( ikan bertulang keras) Kebanyak ikan dari kelas ini mempunyai tengkorak, vertebrae, gelsng snggots, penyokong sirip, dan sisik kesemuanya dari tulang.(Djuhanda, 1983) Djuhanda, 1983 membagi kelas ini menjadi beberapa subkelas: a. Subkelas Achantodii(acanthodii = duri + bentuk) Mempunyai bentuk tubuh ramping, mata lateral yang besar, dan mulut yang lebar dengan ditumbuhi banyak gigi. Kepala dibangun oleh tulang dan sisik-sisiknya yang kecil yang tebal dan keras.Sirip-sirip yang banyak dari acanthodii adalah tersendiri dan masingmasing mempunyai selaput tipis yang disokong pada pinggirannya yang besar oleh duriduri yang panjang dan kuat. b. Subkelas Actinopterygii Ikan-ikan berjari-jari sirip. Selaput sirip berpasangan disokong oleh jari-jari tulang yang memancar dari pangkal sirip.memiliki tiga infrakelas, yaitu Chondrstei, Holostei, dan teleostei, namun ada pendapat lain yang menjadikannya ordo.Chondrostei, berkembang biak di zaman trias. Mereka sekaranmg diwakili oleh sturgeon dan paddlefish. Holostei jumlahnya lebih banyak di zaman jura dan Cretaseus. c. Subkelas Sarcopteyigii Sirip ikan-ikan ini mempuyai tonjolan-tonjolan lunak sperti daging

Terdiri dari beberapa infrakelas: - Infrakelas Dipnoi, ikan berparu, kebanyakan ikan air tawar yang besarnya sedang dan bentuknys norlmal atau sedang. Mempunyai lubang hidung yang aneh (lubang yang menghubungkan rongga hidung dengan rongga mulut), paru-paru yang fungsional, dan sistem sirkulasi yang maju. - Infrakelas Crossopterygii, banyak nenek moyang crossopterygii mempuyai khoane (lubang hidung dalam), dan dianggap menyerupai Dipnoi dalam hal mempunyai paruparu yang fungsional dan sistem peredaran darah yang sudah maju. 2.4. Kelas Amphibia Amphibia merupkan perintis daratan. Paru-Paru dan tulang anggota tubuh, yang mereka warisi dari moyang crossopterygii, memberikan sarana untuk lokomasi dan bernafas diudara. Atrium kedua dalam jantung memungkinkan darah yang mengandung oksigen langsung kembali kedalam untuk dipompa keseluruh badan dengan tekanan yang penuh. Amphibia memiliki spirakel yang tertututp dengan membran berfungsi sebagai gendang telinga dan tulang rahang berfungsi meneruskan getaran dari membran ini ke telinga dalam, fungsi-fungsi tersebut memberikan kemampuan untuk mendeteksi suara.Hanya separuh hidup dari Amphibia dihabiskan didarat sedangkan sisa lainyya dihabiskan untuk berkembangbiak diair. Djuhanda, 1983 mengklaifikasikan Amphibia menjadi beberapa subkelas: a. Subkelas labyrinthodontia Sudah punah sejak 175 tahun yang lalu, mencakup sebagian besar Amphibia yang pernah hidup.Beberapa Labirinthodontia betul-betul hewan air, sedangkan yang lainnya memperlihatkan sifat-sifat hewan darat seperti dengan kaki-kainya yang kuat, tubuh yang tegap, dan kulit yang kering. b. Subkelas Lissamphibia Meliputi semua amphibia yang ada sekarang. Panjang tubuhnya kurang lebih 30 cm. Kulit nya yang lembab mengandung banyak kelenjar mukus dan hanya sedikit yang menyokongnya(liss = licin). Lapisan luar yang menanduk dari kulit mengelupas secara berkala, bagian kerangka terutama kaki pada umumnya dibangun oleh tulang rawan.

Terdapat tiga ordo, yaitu anura (tanpa ekor) termasuk katak, Urodella (Punya ekor) termasuk salamander, dan Apoda (tanpa kaki). 2.5. Kelas reptilia Reptilia adalah sebuah kelompok dari hewan vertebrata. Reptilia adalah tetrapoda, dan juga amniota (hewan yang embrionya dikelilingi oleh membran amniotik). Tubuh ditutupi oleh sisk tanduk, kecuali ular, kebanyakan reptilia mempunyai cakar. Columna vertebralis dapat dibedakan, dalam daerahdaerah dan melekat pada gelang pinggul lebih kuat dari amphibia.Kelas ini dikelompokkan dalam 17 sampai 23 ordo, dan disusun bersama dalam 5 atau 6 subkelas, sekarang hanya tersisa 4 ordo yang masih hidup: - Ordo Crocodylia (buaya dan alligator): 23 spesies - Ordo Rhynchocephalia (tuatara dari Selandia Baru): 2 spesies - Ordo Squamata (kadal, ular dan amphisbaenia {"worm-lizards"}): sekitar 7.600 spesies - Ordo Testudinata (kura-kura dan penyu): sekitar 300 spesies Reptilia bisa ditemui di semua benua kecuali Antarktika, walaupun distribusi reptilia yang utama hanya di daerah tropis dan sub-tropis. Kecuali beberapa anggota ordo Testudines, semua reptilia memiliki cangkang. 2.6. Kelas Aves 2.6.1. Pengertian Aves Burung adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Fosil tertua burung ditemukan di Jerman dan dikenal sebagai Archaeopteryx. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari burung kolibri yang kecil mungil hingga burung unta, yang lebih tinggi dari orang. Diperkirakan terdapat sekitar 8.800 10.200 spesies burung di seluruh dunia; sekitar 1.500 jenis di antaranya ditemukan di Indonesia. Berbagai jenis burung ini secara ilmiah digolongkan ke dalam kelas aves 2.6.2. Evolusi dan morfologi Aves Meskipun burung berdarah panas, ia berkerabat dekat dengan reptil. Bersama kerabatnya terdekat, suku Crocodylidae alias keluarga buaya, burung membentuk kelompok hewan yang disebut Archosauria.Diperkirakan burung berkembang dari sejenis

reptil di masa lalu, yang memendek cakar depannya dan tumbuh bulu-bulu yang khusus di badannya. Pada awalnya, sayap primitif yang merupakan perkembangan dari cakar depan itu belum dapat digunakan untuk sungguh-sungguh terbang, dan hanya membantunya untuk bisa melayang dari suatu ketinggian ke tempat yang lebih rendah. Burung masa kini telah berkembang sedemikian rupa sehingga terspesialisasi untuk terbang jauh, dengan perkecualian pada beberapa jenis yang primitif. Bulu-bulunya, terutama di sayap, telah tumbuh semakin lebar, ringan, kuat dan bersusun rapat. Bulubulu ini juga bersusun demikian rupa sehingga mampu menolak air, dan memelihara tubuh burung tetap hangat di tengah udara dingin. Tulang belulangnya menjadi semakin ringan karena adanya rongga-rongga udara di dalamnya, namun tetap kuat menopang tubuh. Tulang dadanya tumbuh membesar dan memipih, sebagai tempat perlekatan otototot terbang yang kuat. Gigi-giginya menghilang, digantikan oleh paruh ringan dari zat tanduk. Kesemuanya itu menjadikan burung menjadi lebih mudah dan lebih pandai terbang, dan mampu mengunjungi berbagai macam habitat di muka bumi. Ratusan jenis burung dapat ditemukan di hutan-hutan tropis, mereka menghuni hutan-hutan ini dari tepi pantai hingga ke puncak-puncak pegunungan. Burung juga ditemukan di rawa-rawa, padang rumput, pesisir pantai, tengah lautan, gua-gua batu, perkotaan, dan wilayah kutub. Masing-masing jenis beradaptasi dengan lingkungan hidup dan makanan utamanya. Maka dikenal berbagai jenis burung yang berbeda-beda warna dan bentuknya. Ada yang warnanya cerah cemerlang atau hitam legam, yang hijau daun, coklat gelap atau burik untuk menyamar, dan lain-lain. Ada yang memiliki paruh kuat untuk menyobek daging, mengerkah biji buah yang keras, runcing untuk menombak ikan, pipih untuk menyaring lumpur, lebar untuk menangkap serangga terbang, atau kecil panjang untuk mengisap nektar. Ada yang memiliki cakar tajam untuk mencengkeram mangsa, cakar pemanjat pohon, cakar penggali tanah dan serasah, cakar berselaput untuk berenang, cakar kuat untuk berlari dan merobek perut musuhnya. 2.6.3. Kebiasaan Aves Burung berkembang biak dengan bertelur. Telur burung mirip telur reptil, hanya cangkangnya lebih keras karena berkapur. Beberapa jenis burung seperti burung maleo dan burung gosong, menimbun telurnya di tanah pasir yang bercampur serasah, tanah

pasir pantai yang panas, atau di dekat sumber air panas. Alih-alih mengerami, burungburung ini membiarkan panas alami dari daun-daun membusuk, panas matahari, atau panas bumi menetaskan telur-telur itu; persis seperti yang dilakukan kebanyakan reptil. Akan tetapi kebanyakan burung membuat sarang, dan menetaskan telurnya dengan mengeraminya di sarangnya itu. Sarang bisa dibuat secara sederhana dari tumpukan rumput, ranting, atau batu; atau sekedar kaisan di tanah berpasir agar sedikit melekuk, sehingga telur yang diletakkan tidak mudah terguling. Namun ada pula jenis-jenis burung yang membuat sarangnya secara rumit dan indah, atau unik, seperti jenis-jenis manyar alias tempua, rangkong, walet, dan namdur. Anak-anak burung yang baru menetas umumnya masih lemah, sehingga harus dihangatkan dan disuapi makanan oleh induknya. Kecuali pada jenis-jenis burung gosong, di mana anak-anak burung itu hidup mandiri dalam mencari makanan dan perlindungan. Anak burung gosong bisa segera berlari beberapa waktu setelah menetas, bahkan ada pula yang sudah mampu terbang. Jenis-jenis burung umumnya memiliki ritual berpasangan masing-masing. Ritual ini adalah proses untuk mencari dan memikat pasangan, biasanya dilakukan oleh burung jantan. Beberapa jenis tertentu, seperti burung merak dan cenderawasih, jantannya melakukan semacam tarian untuk memikat si betina. Sementara burung manyar jantan memikat pasangannya dengan memamerkan sarang setengah jadi yang dibuatnya. Bila si betina berkenan, sarang itu akan dilanjutkan pembuatannya oleh burung jantan hingga sempurna; akan tetapi bila betinanya tidak berkenan, sarang itu akan dibuang atau ditinggalkannya 2.6.4. Hubung Aves dengan manusia Burung telah memberikan manfaat luar biasa dalam kehidupan manusia. Beberapa jenis burung, seperti ayam, kalkun, angsa dan bebek telah didomestikasi sejak lama dan merupakan sumber protein yang penting; daging maupun telurnya. Di samping itu, orang juga memelihara burung untuk kesenangan dan perlombaan. Contohnya adalah burung-burung merpati, perkutut, murai batu dan lainlain. Burung-burung elang kerap dipelihara pula untuk gengsi, gagah-gagahan, dan untuk olahraga berburu. Banyak jenis burung telah semakin langka di alam, karena diburu manusia untuk kepentingan perdagangan tersebut.

Selain itu populasi burung juga terus menyusut karena rusaknya habitat burung akibat kegiatan manusia. Oleh sebab itu beberapa banyak jenis burung kini telah dilindungi, baik oleh peraturan internasional maupun oleh peraturan Indonesia. Beberapa suaka alam dan taman nasional juga dibangun untuk melindungi burung-burung tersebut di Indonesia. Yang menyenangkan, beberapa tahun belakangan ini telah tumbuh kegiatan pengamatan burung (birdwatching) di kalangan pemuda dan pelajar. Kegiatan yang menumbuhkan kekaguman dan kecintaan pada jenis-jenis burung yang terbang bebas di alam ini, sekaligus merintis kecakapan meneliti alam terutama kehidupan burung di kalangan generasi muda tersebut 2.7. Kelas Mamalia 2.7.1. Pengertian Mamalia Binatang menyusui atau mamalia adalah kelas hewan vertebrata yang terutama dicirikan oleh adanya kelenjar susu, yang pada betina menghasilkan susu sebagai sumber makanan anaknya; adanya rambut; dan tubuh yang endoterm atau "berdarah panas". Otak mengatur sistem peredaran darah, termasuk jantung yang beruang empat. Mamalia terdiri lebih dari 5.000 genus, yang tersebar dalam 425 keluarga dan hingga 46 ordo, meskipun hal ini tergantung klasifikasi ilmiah yang dipakai. Secara filogenetik, yang disebut Mamalia adalah semua turunan dari nenek moyang monotremata (seperti echidna) dan mamalia therian (berplasenta dan berkantung atau marsupial) 2.7.2. Karakteristik Mamalia Sebagian besar mamalia melahirkan keturunannya, tapi ada beberapa mamalia yang tergolong ke dalam monotremata yang bertelur. Kelahiran juga terjadi pada banyak spesies non-mamalia, seperti pada ikan guppy dan hiu martil; karenanya melahirkan bukan dianggap sebagai ciri khusus mamalia. Demikian juga dengan sifat endotermik yang juga dimiliki oleh burung. Monotremata tidak memilki puting susu, namun tetap memiliki kelenjar susu. Artinya, monotremata memenuhi syarat untuk masuk ke dalam kelas Mamalia. Perlu diketahui bahwa taksonomi yang sering digunakan belakangan ini sering menekankan

pada kesamaan nenek moyang; diagnosa karakteristik sangat berguna dalam identifikasi asal usul suatu makhluk, tapi misal ada salah satu anggota Cetacea ternyata tidak memiliki karakteristik mamalia (misal, berambut) ia akan tetap dianggap sebagai mamalia karena nenek moyangnya sama dengan mamalia lainnya. Mamalia memiiki 3 tulang pendengaran dalam setiap telinga dan 1 tulang (dentari) di setiap sisi rahang bawah. Vertebrata lain yang memiliki telinga hanya memiliki 1 tulang pendengaran (yaitu, stapes) dalam setiap telinga dan paling tidak 3 tulang lain di setiap sisi rahang. Mamalia memliki integumen yang terdiri dari 3 lapisan: paling luar adalah epidermis, yang tengah adalah dermis, dan paling dalam adalah hipodermis. Epidermis biasanya terdiri atas 30 lapis sel yang berfungsi menjadi lapisan tahan air. Sel-sel terluar dari lapisan epidermis ini sering terkelupas; epidermis bagian paling dalam sering membelah dan sel anakannya terdorong ke atas (ke arah luar). Bagian tengah, dermis, memiliki ketebalan 15-40 kali dibanding epidermis. Dermis terdiri dari berbagai komponen seperti pembuluh darah dan kelenjar. Hipodermis tersusun atas jaringan adiposa dan berfungsi untuk menyimpan lemak, penahan benturan, dan insulasi. Ketebalan lapisan ini bervariasi pada setiap spesies. 2.7.3. Klasifikasi Mamalia a. Subkelas Prototheria Mamalia yamg masih hidup yang paling primitif adalah prototheria (pertama + hewan). Ordonya tunggal, yaitu monotremata, meliputi sedikit hewan-hewan dari berbagai habitat, yaitu platipus yang hidup di air, dan echidna Pemakan insekta. b. Subkelas Theria Vivipar (melahirkan anak). Dua infra kelas yang masih hidup sekarang, yaitu : Metatheria terdirir dari Ordo tunggal yang disebut Marsupialia (yaitu oppossum, bandikot, falanger, wombat, dan kangguru) mereka melahirkan bayi yang lemah dan dipelihara didalam kantong(marsupium = kantong) dari induknya sampai mereka dapat berkeliling. Infrakelas lainnya yang tetap hidup yaitu Eutheria ( Benar + hewan), meliputi Mamalia yang berplasenta

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi praktikum lapangan ini dilakukan di Cagar Alam Pananjung Pangandaran Ciamis Jawa Barat tepatnya tersebar di beberapa lokasi yaitu Rengganis, Ciborok, Padang Rumput Cikamal, Pasir Putih dan Goa Parad pada tanggal 8-10 Mei 2009. Untuk analisis lebih lanjut dilakukan di Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta.

Sumber : www.ngarumatpangandaran.com

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokuler, misnet, kamera digital, buku panduan identifikasi hewan vertebrata, jangka sorong, timbangan analitik. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah formalin.

3.3. Cara Kerja 3.3.1 Pengamatan Pisces Pengamatan pisces dilakukan di Pasar Ikan Pananjung Pangandaran. Pengamatan dilakukan dengan mengamati secara langsung ikan yang terdapat pada penjual. Setiap ikan yang ditemukan diambil fotonya kemudian ditanyakan kepada penjual nama daerah ikan tersebut. Untuk klasifikasi lebih lanjut dilakukan di Laboratorium Terpadu. UIN Syarief Hidayatullah Jakarta. 3.3.2. Pengamatan Burung Pengamatan burung dilakukan pada pagi (07.00-08.00) dan sore (17.00-18.00) di empat lokasi yang berbeda yaitu Pesisir Pantai Rengganis, Pesisir Pantai Goa Parad, Padang Rumput dan Hutan Wisata Ciborok. Data burung didapatkan dengan cara pengamatan menggunakan metode point count dengan jari-jari plot pengamatan 50 m. Setiap burung yang ditemukan diidentifikasi langsung dengan melihat ciri spesifik dan dicocokkan dengan buku identifikasi burung. 3.3.3. Pengamatan Reptil Pengamatan dilakukan dengan pengamatan langsung pada daerah-daerah yang dilalui pada waktu pengamatan ekologi. Setiap reptil yang ditemukan dicatat dan diidentifikasi secara langsung. 3.3.4. Pengamatan Amphibi Pengamatan dilakukan pada malam hari dengan menelusuri daerah sungai kecil. Setiap amphibi yang ditemukan dicatat dan diidentifikasi secara langsung. 3.3.5. Pengamatan Mamalia Pengamatan mamalia dilakukan dengan dua cara, hal ini dilakukan karena objek yang akan diamati berbeda. Pada mamalia besar pengamatan dilakukan secara langsung pada lokasi dimana mamalia tersebut ditemukan. Setiap mamalia yang ditemukan dicacat kemudian dilihat ciri spesifik kemudian diidentifikasi. Sedangkan untuk mamalia terbang pengamatan dilakukan dengan pembuatan perangkap berupa pemasangan misnet yang dipasang pada pohon yang dilakukan pada malam hari kemudian perangkap dibiarkan selama beberapa waktu, kemudian mamalia yang ditemukan dilakukan beberapa parameter pengukuran untuk mengetahui jenis spesies yang ditemukan, setelah itu dilakukan identifikas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama dua hari di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, hewan-hewsn vertebrata yang ditemukan adalah sebagai berikut: No 1 Pisces Kelas Hewan Vertebrata yang Ditemukan Nama Daerah Nama Latin Bawal Putih Pampus argenteus Kerapu Epinephelus. sp Kakap Merah Lutjanus. sp Kakap Putih Lates calcaliver Tongkol Euthynnus affinis Kakap Belang-Belang Epiephelus fuscoguttatus Tidak Ditemukan Spesies Apapun Kadal Biawak Cici Padi Cisticola juncidis Perenjak Jawa Prinia familiaris Elang Laut Haliaeetus leucogaster Walet Linci Collocalia linchi Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis Lutung Trachypithecus sp Rusa Muntiacus sp Tupai Landak Tachyglossus aculeatus Kelelawar Kucing Felis sp

2 3 4

Amphibi Reptilia Aves

5

Mamalia

4.2. Pembahasan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Cagar Alam Pananjung Pangandaran hewan-hewan vertebrata yang ditemukan ada 4 kelas yaitu Pisces, Reptil, Aves dan Mamalia sedangkan untuk kelas Amphibi tudak ditemukan jenis apapun selama pengamatan dilakukan. 4.2.1. Pisces Kelas pisces yang ditemukan terdiri dari 7 jenis, yaitu :

4.2.1.1. Ikan Kakap Merah (Lutjanus. sp)

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi ikan kakap merah adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Species B. Deskripsi Bentuk tubuhnya bulat pipih memanjang dengan mempunyai sirip di bagian punggung. Di bawah perut juga terdapat sirip. Di bagian dekat anal juga terdapat sirip analnya. Sebagai ikan penguasa karang, ikan kakap dilengkapi dengan gigi untuk mengkoyak mangsanya. Karakternya dalam menyergap mangsanya, ikan kakap biasanya bersembunyi di balik karang atau rumpon dan mengambil lokasi tepat di muka arus. Ketika ada makanan apa saja yang hanyut langsung disergapnya untuk mengisi perutnya. Ikan-ikan yang paling besar di kawasanya selalu berada paling depan untuk memburu makanan, sedangkan yang ukuran sedang memilih sisa-sisa setelah yang besar puas makan. Makanannya berupa Ikan kembung, como, tembang, cumi dan sebagainya. Cara : Animilia : Chordata : Vertebrata : Pisces : Teleostei : Percomorphi : Lutjanidae : Lutjanus : Lutjanus sp

makannya pun tergolong unik. Ikan ini tidak menyergap namun menghisap dengan mulut lebarnya. 4.2.1.2. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi ikan kakap putih adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Species B Deskripsi Tubuh ikan memanjang dan gepeng. Warna tubuhnya kehitaman pada bagian punggung, sedangkan di bagian perutnya berwarna putih. Pangkal sirip ekornya melebar. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat. Pada waktu masih burayak (umur 1-3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3-5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip : Animalia : Chordata : Vertebrata : Pisces : Teleostei : Percomorphi : Centroponidae : Lates : Lates calcarifer

berwarna abu-abu gelap. Mata berwarna merah cemerlang. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi 4.2.1.3. Kakap Belang-Belang (Epinephelus fuscoguttatus)

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi ikan kakap belang-belang adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies B. Deskripsi Badan lonjong dan pipih lengkung kepala bagian atas agak cekung diatas mata. Kepala agak besar ,panjang kepal lebih besar daripada tinggi badan .mulut besar dengan bibir tebal . Rahang dengan gigi seperti taring ,ujung belakang maksila mencapai bagian bawah belakang mata,sirip dada relatif pendek. Sirip ekor bundar .warna bervariasi dar coklat kehitaman sampai coklat keabu-abuan dengan bintik-bintik coklat tua kepala,badan sirip punggung dan batang ekor bagian atas dengan bercak-bercak lebih : Animalia : Chordata : Vertebrata : Pisces : Teleostei : Perciformes : Serannidae : Epinephelus : Epinephelus fuscoguttatus

gelap dan saling tumpah dinding dengan bercak-beercak kecil.panjang tubuh bisa mencapai panjang 90 cm. 4.2.1.4. Bawal Putih (Pampus argenteus)

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi ikan bawal putih adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Sub Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Actinopterygii : Perciformes : Bramidae : Pampus : P. argenteus

B. Deskripsi Bawal putih berbentuk seperti rombus dan sedikit cembung. Bawal putih dewasa kelihatan lebih lebar dan cembung. Mata terletak di baagian kepala yang kelihatan seakan bersambung terus dengan badan. Meskipun badan bawal cermin kelihatan lebar tetapi mulut dan matanya agak kecil dan berhimpun di sudut hujung bahagian kepala. Rahang atas dan bawah juga tidak boleh membuka dengan luas. Bawal putih disebut juga bawal cermin karena dari pantulan cahaya dari badannya yang berkilat dan berwarna perak.

Garisan deria di badannya bermula dari insang hingga mencecah zon ekor. Manakala sirip pektoral lebih panjang berbanding sirip dorsal dan ekor melengkung bentuk V. Warna - Badan bawal putih diliputi sisik halus berwarna putih beralun perak dan bahagian sirip memancarkan warna kelabu. Sesetengah bahagian badannya diliputi bintik hitam halus. 4.2.1.5. Kerapu (Epinephelus. sp)

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi ikan kerapu adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Sub ordo Divisi Famili Sub Famili Genus Spesies B. Deskripsi : Animalia : Chordata : Vertebrata : Pisces : Teleostei : Percomorphi : Percoidea : Perciformis : Serranidea : Epinephelinea : Epinephelus : Epinephelus sp.

Ikan kerapu genus Epinephelus tubuh ditutupi oleh bintik-bintik berwarna cokelat atau kuning, merah atau putih, tinggi badan pada sirip punggung pertama biasanya lebih tinggi dari pada sirip dubur, sirip ekor berbentuk bundar.Bentuk tubuh pipih, yaitu lebar tubuh lebih kecil dari pada panjang dan tinggi tubuh. Rahang atas dan bawah dilengkapi dengan gigi yang lancip dan kuat.Mulut lebar, serong ke atas dengan bibir bawah yang sedikit menonjol melebihi bibir atas.Sirip ekor berbentuk bundar, sirip punggung tunggal dan memanjang dimana bagian yang berjari-jari keras kurang lebih sama dengan yang berjari-jari lunak. Posisi sirip perut berada dibawah sirip dada. Badan ditutupi sirip kecil yang bersisik stenoid. 4.2.1.6. Tongkol (Euthynnus affinis)

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi ikan tongkol adalah sebagai berikut : Kingdom Phylum Sub Phylum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Chordata : Pisces : Teleostei : Perchomorphi : Scombrina : Scombridae : Euthynnus : Euthynnus affinis

C. Deskripsi Badan memanjang dengan penampang melintang agak bundar. Bentuk kepala bagian atas sampai awal sirip punggung agak cembung,sirip dada pendek ,ujung sirip tidak melewati area yang kurang bersisik.kepala dan badan atasa biru tua kehitaman ,bagian bawah abu-abu keperakan. Daerah yang kurang bersisik diatas garis rusuk dan garis-garis bergelombang menyilang kehitaman.sirip punggung dan dubur keputihan.Sirip ekor ( caudal fin),sirip dada (pectoral fin) dan sirip punggung (dorsal fin) berwarna kehitaman, ekor bercagak dua dengan kedua ujungnya yang panjang, dan pangkalnya bulat kecil. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk ke dalam lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil daya gesekkan dari air pada waktu ikan tersebut sedang berenang cepat ,panjang tubuh dapat mencapai 100 cm. dan dapat mencapai berat 13,6 kg. 4.2.2. Reptil Kelas reptil yang ditemukan terdiri dari 2 jenis, yaitu : 4.2.2.1. Biawak ( ) A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi biawak adalah sebagai berikut : B. Deskripsi 4.2.2.2. Kadal ( ) A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi kadal adalah sebagai berikut : B. Deskripsi

4.2.3. Aves Kelas aves yang ditemukan terdiri dari 4 jenis, yaitu : 4.2.3.1. Walet Linci (Collocalia linchi)

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi burung walet linci adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Sub Filum Ordo Famili Sub Famili Genus Species B. Deskripsi Berukuran kecil (10 cm). Tubuh bagian atas hitam kehijauan buram, tubuh bagian bawah abu-abu jelaga, perut keputih-putihan, ekor sedikit bertakik. Iris coklat tua, paruh dan kaki hitam. Sarang berupa mangkuk tidak rapih, terbuat dari lumut, rumput atau bahan nabati lain, direkatkan dengan air ludah. Sarang dibangun di tempat yang lebih : Animalia : Chordata : Vertebrata : Apodiformes : Apodidae : Apodenae : Collacalia : Collacaliafuciphaga

terang, di dekat mulut gua, rekahan batu, atau bangunan. Terbang lemah dan menggelepar. 4.2.3.2. Perenjak Jawa (Prinia familiaris)

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi burung perenjak jawa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Sub Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies B. Deskripsi Berukuran agak besar (13 cm), berwarna zaitu n. Ekor panjang, dengan garis sayap putih khas serta ujung hitam-putih. Tubuh bagian atas coklat-zaitun, tenggorokan dan dada tengah putih; sisi dada dan sisi tubuh kelabu, perut dan tungging kuning pucat. Iris coklat, paruh atas hitam, paruh bawah kekuningan, kaki merah muda. Menghuni hutan mangrove dan habitat sekunder terbuka, terutama kebun dan taman. Ribut, suka berkelompok kecil. Berburu di sekitar permukaan tanah sampai puncak pohon. : Animalia : Chordata : Vertebrata : Aves : Passeriformes : Cisticolidae : Prinia : Prinia familiaris

4.2.3.3. Elang Laut (Haliaeetus leucogaster)

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi burung elang laut adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Sub Filum Kelas Ordo Famili Genus Species : Animalia : Chordata : Vertebrata : Aves : Falconiformes : Accipitridae : Haliaeetus : Haliaeetus leucogaster

B. Deskripsi Berukuran besar dengan panjang 70-80 cm.Tubuh berwarna putih, Abu-abu dan hitam. Individu dewasa: Kepala, leher dan bagian bawah badan berwarna putih. Sayap, punggung dan ekor berwarna Abu-abu, Bulu primer Hitam Pada individu yang masih anak dan remaja warna cokelat pucat dan akan berubah warna sekitar umur 3 tahun.

sedangkan warna Abu-abu sayap berwarna cokelat tua.Bentuk ekor menyerupai baji. Warna iris cokelat, paruh dan sera abu-abu. 4.2.3.4. Cici Padi (Cisticola juncidis)

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi burung cici padi adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Sub Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Aves : Passeriformes : Cisticolidae : Cisticola : Cisticola juncidis

B. Deskripsi Berukuran kecil, panjang tubuh dari ujung paruh hingga ujung ekor sekitar 10 cm. Sisi atas tubuh kecoklatan bergaris-garis atau bercoret kehitaman, sisi bawah tubuh agak pucat; lebih putih daripada Cici merah. Tungging kuning tua kemerahan dengan ujung ekor berwarna putih menyolok. Ekor kerap digerak-gerakkan menutup dan membuka

serupa kipas, sehingga burung ini juga dinamai Fan-tailed Warbler. Alis putih, sisi leher dan tengkuk berwarna pucat. Iris mata coklat, paruh coklat, kaki Menghuni padang rumput dan persawahan, terutama dekat air. Pemalu, jarang terlihat kecuali pada musim berbiak, di mana burung jantan sesekali keluar untuk memikat betinanya. Memangsa aneka jenis serangga, Cici padi lebih banyak menjelajah di sela-sela kerimbunan batangbatang rumput yang tinggi. Burung jantan bersifat polygamous, kawin dengan beberapa betina dalam satu musim. Sarang berupa mangkuk dibuat di antara batang-batang rumput yang lebat dan tersembunyi. Sarang ini tersusun dari daun-daun rumput yang dianyam dan dijahit dengan aneka serat tumbuhan dan jaring laba-laba. Di bagian atasnya, sering dijahitkan beberapa lembar daun atau rumput untuk menutupi dan menyamarkan sarang. Telur 3-6 butir putih sampai kemerahan. 4.2.4. Mamalia Kelas mamalia yang ditemukan terdiri dari 7 jenis, yaitu : 4.2.4.1. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis )

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi monyet ekor panjang adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Primata

Family Subfamiy Genus Spesies B. Deskripsi

: Cercopithechidae : Cercopithechinae : Macaca : Macaca Fascicularis Monyet ekor panjang merupakan jenis monyet yang mempunyai ekort panjang

lebih kurang sama dengan panjang tubuh, yang diukur dari kepala hingga ujung tubuhnya.Panjang tubuh berkisar antara 385-648 mm. Panjang ekor pada jantan dan betina antara 400-655 mm. Berat tubuh jantan dewasa berkisar anatara 3,5-8 kg, sedangkan berat tubuh rata-rata betina dewasa sekitar 3 kg. Warna tubuh bervariasi, milau dari abu-abu sampai kecoklatan, dengan ventral berwarna putih. Anak yang baru lahir berambut kehitaman. Masa kehamilan berkisar antara 153-179 hari dan umumnya hanya melahirkan satu ekor anak. Hidup pada hutan primer dan sekunder mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi sekitar 1.000 meter diatas permukaan laut. Pada dataran tinggi, jensi monet ini biasanya diumpai didaerah pertumbuhan sekunder atau pada daerah-daerah perkebunan penduduk.Seringkali juga ditemukan dihutan bakau sampai ke hutan didekat perkampungan.

4.2.4.2. Lutung (Trachypithecus sp )

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi lutung adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Genus Spesies B. Deskripsi Lutung berbadan langsing dan berekor panjang. Warna bulu (rambut) tubuhnya berlainan tergantung spesiesnya, dari hitam dan kelabu, hingga kuning emas. Jika dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung terbilang pendek, dengan telapak yang tidak berbulu. Ukuran lutung berkisar antara 40-80 cm, dengan berat 5-15 kg; pejantan berbadan lebih besar daripada betinanya. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya, surili. Lutung hidup di hutan, terutama hutan hujan. Sehari-hari bergelayutan dan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, lutung termasuk hewan siang (hewan diurnal), dan sangat aktif pada pagi dan sore hari. Hewan ini hidup bergerombol antara 5-20-an yang dipimpin oleh seekor jantan. Suara pejantan ini sangat nyaring, ditujukan terutaman untuk mengingatkan agar kelompok lain tidak memasuki wilayahnya. : Animalia : Chordata :Mamalia :Primata : Trachypithecus : Trachypithecus sp

4.2.4.3. Rusa (Muntiacus sp )

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi rusa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies B. Deskripsi Muntiacus muntjak dikenal sebagai kijang mempunyai sehelai mantel pendek rambut. Mantel atau kulit bisa tebal dan padat untuk yang hidup di iklim yang lebih sejuk, atau tipis dan tinggal di daerah yang lebih hangat. Warna mantel keemasan berwarna coklat di atas yang putih yang sampingan yang belakang di pihak perut, dan muka coklat tua. Telinga mempunyai sedikit rambut. Kalau mereka merasa adanya predator, mereka mengeluarkan bunyi yang kedengarannya seperti gonggongan anjing. : Animalia : Chordata : Mamalia : Artiodaktila : Cervidae : Muntiacus : Muntiacus sp

4.2.4.4. Tupai ( ) A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi tupai adalah sebagai berikut :

B. Deskripsi 4.2.4.5. Landak (Tachyglossus aculeatus )

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi landak adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies B. Deskripsi Landak atau ekidna moncong pendek (Tachyglossus aculeatus), juga dikenal sebagai spiny anteater (pemakan semut berduri) karena makanannya yaitu semut dan rayap, adalah satu dari empat spesies ekidna yang masih hidup dan satu-satunya anggota dari genus Tachyglossus. Tubuh Ekidna moncong pendek tertutup bulu dan duri serta memiliki moncong yang unik dan lidah khusus sehingga bisa menangkap mangsa dengan cepat. Seperti monotremata lainnya yang masih hidup, Ekidna moncong pendek bertelur; monotremata adalah satu-satunya kelompok mammalia yang dapat melakukannya. 4.2.4.6. Kucing (Felis sp ) : Animalia : Chordata : Mamalia : Monotremata : Tachyglossidae : Tachyglossus : Tachyglossus aculeatus shaw,1972

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi kucing hutan adalah sebagai berikut : Kerajaan: Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Karnivora Famili : Felidae Genus : Felis Spesies: Felis Sp B. Deskripsi Kucing telah berbaur dengan kehidupan manusia paling tidak sejak 3.500 tahun yang lalu, ketika orang Mesir kuno menggunakan kucing untuk menjauhkan tikus atau hewan pengerat lain dari hasil panen. Gigi premolar dan molar pertama membentuk sepasang taring di setiap sisi mulut yang bekerja efektif seperti gunting untuk merobek daging. Meskipun ciri ini juga terdapat pada famili Canidae atau anjing , tapi ciri ini berkembang lebih baik pada kucing. Tidak seperti karnivora lain, kucing hampir tidak makan apapun yang mengandung tumbuhan. Beruang dan anjing kadang memakan buah, akar, atau madu sebagai suplemen jika ada sementara kucing hanya memakan daging, biasanya buruan segar. Meskipun memiliki reputasi sebagai hewan penyendiri, kucing biasanya dapat membentuk koloni liar tetapi tidak menyerang dalam kelompok seperti singa . 4.2.4.7. Kelelawar ( )

A. Klasifikasi Klasifikasi taksonomi kelelawar adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Sub Filum Kelas Infrakelas Superordo Ordo B.. Deskripsi : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Eutheria : Laurasiatheria :Chiroptera

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan praktikum lapangan yang telah dilakukan di Cagar Alam Pananjung Pangandaran maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu : Hewan Vertebrata Kelas Pisces yang ditemukan ada 6 jenis yaitu Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus ), Ikan Kerapu (Epinephelus. sp), Ikan Kakap Merah (Lutjanus. sp). Ikan Kakap Putih (Lates calcaliver), Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) dan Ikan Kakap Belang-Belang (Epiephelus fuscoguttatus ). Hewan Vertebrata Kelas Reptil yang ditemukan ada 2 jenis yaitu Kadal ( ) dan Biawak ( ). Hewan Vertebrata Kelas Aves yang ditemukan ada 4 jenis yaitu Burung Cici Padi (Cisticola juncidis ), Burung Perenjak Jawa (Prinia familiaris), Burung Elang Laut (Haliaeetus leucogaster ) dan Burung Walet Linci (Collocalia linchi ).

Hewan Vertebrata Kelas Mamalia yang ditemukan ada 7 jenis yaitu Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Lutung (Trachypithecus sp), Rusa (Muntiacus sp ), Tupai ( ),, Landak (Tachyglossus aculeatu ), Kelelawar ( ) dan Kucing (Felis sp).

5.2. Saran Pnelitian tentang Kekayaan dan Keanekaragaman Hewan Vertebrata di Cagar Alam Pananjung Pangandaran masih jarang, maka disarankan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut, sehingga hasilnya diharapkan menjadi masukkan dan referensi dalam penelitian berikutnya, namun penelitian yang dilakukan selanjutnya hendaknya dilakukan dalam waktu yang relatif lama agar hasil yang diperoleh lebih akurat dan bisa mewakili dari keadaan sebenarnya pada tempat yang diamati.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat AntarUniversitas Ilmu Hayati. IPB. Bogor. Djuhanda, T.1983. Analisa Struktur Vertebrata jilid 1. Bandung.Armico. Effendie I.M., 2002. Biologi perikanan.Yayasan Pustaka Nusantara.Jakarta. Indiha, W. 2004. Preparasi dan identifikasi kelelawar (Chiroptera) di Bidang zoologi pusat penelitian biologi LIPI Cibinong. Laporan Praktek kerja Magang. Institut Pertanian Bogor.Bogor. Kimball, W.J. 1983.Biologi jilid 3 Edisi kelima Penerjemah H.siti soetarmi T dan Nawangsari S.Bogor.Erlangga.

MacKinnon, J., K. Phillips dan B. van balen. 1998. Panduan Burung di Lapangan Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Puslitbang- LIPI. Bogor. Supriatna, J. dan Hendras Wahyono.2000.Panduan Kerapu Lapangan Primata Indonesia.Yayasan Obor Indonesia.Jakarta. Wardana I.P.1994.Pembesaran Swadaya.Jakarta. http://www.enmygolan.blogspot.com diakses pada tanggal 24 mei 2009 pukul 12.30 WIB http://www.terangi.or.id diakses pada tanggal 24 mei 2009 pukul 13.02 WIB http://www.ditjenphka.go.id diakses pada tanggal 24 mei 2009 pukul 14.02 WIB htto://www.wikipedia.com diakses pada tanggal 25 Mei 2009 pukul 16.32 WIB dengan Keramba Jaring Apung.Penebar