37 kontroversi dalam vaksinasi

10
Bab 12. Kontroversi dalam vaksinasi Kontroversi dalam Vaksinasi Ismoedijanto Tak dapat diragukan bahwa imunisasi telah membawa perubahan yang sangat dramatik di dunia kedokteran. Suatu program kesehatan yang paling efektif dan efisien dalam menurunkan angka kematian dan angka kesakitan. Namun demikian, ternyata masih banyak kontroversi yang berasal dari faktor program imunisasi, vaksin atau resipien yang menerima imunisasi. Pada suatu saat masalah tersebut menjadi sangat intens, pada saat lain menyurut, tergantung pada adanya pemicu yang timbul di masyarakat. Masalahnya makin mencuat, karena imunisasi dilakukan pada anak yang sehat, sehingga bila terjadi reaksi betapapun kecilnya, akan memicu rasa tidak aman pada orang tua. Cara pemberian imunisasi sebenarnya menirukan kejadian sakit karena suatu infeksi secara alamiah, sehingga menimbulkan “infeksi ringan” yang tidak berbahaya, namun cukup menyiapkan respon imun dan kekebalan. Dengan demikian apabila ada paparan penyakit yang sesunggunya anak tidak menjadi sakit. Pada perjalanan sejarah imunisasi, keseimbangan antara imunitas dan reaktogenitas ini sering berubah-ubah, tergantung pada vaksin ataupun interaksi yang terjadi antara vaksin dan resipiennya. Perubahan keseimbangan ini dapat memicu kontroversi imunisasi, terutama bila skala besaran program menjadi sangat besar, misalnya imunisasi global. Demikian pula dikatakan bahwa sejak semula imunisasi dengan vaksin adalah suatu upaya epidemiologik, bukan hanya upaya klinik atau upaya imunobiologik. Imunisasi harus dipandang sebagai tindakan epidemiologik dan dinilai keberhasilannya dengan parameter epidemiologik, yaitu berapa banyak penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Masalah epidemiologik yang berbeda pada setiap benua bahkan setiap negara, mengakibatkan 1

Upload: rantiadriani

Post on 27-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

imunisasi

TRANSCRIPT

Page 1: 37 Kontroversi dalam vaksinasi

Bab 12. Kontroversi dalam vaksinasi

Kontroversi dalam Vaksinasi

Ismoedijanto

Tak dapat diragukan bahwa imunisasi telah membawa perubahan yang sangat dramatik di dunia kedokteran. Suatu program kesehatan yang paling efektif dan efisien dalam menurunkan angka kematian dan angka kesakitan. Namun demikian, ternyata masih banyak kontroversi yang berasal dari faktor program imunisasi, vaksin atau resipien yang menerima imunisasi. Pada suatu saat masalah tersebut menjadi sangat intens, pada saat lain menyurut, tergantung pada adanya pemicu yang timbul di masyarakat. Masalahnya makin mencuat, karena imunisasi dilakukan pada anak yang sehat, sehingga bila terjadi reaksi betapapun kecilnya, akan memicu rasa tidak aman pada orang tua. Cara pemberian imunisasi sebenarnya menirukan kejadian sakit karena suatu infeksi secara alamiah, sehingga menimbulkan “infeksi ringan” yang tidak berbahaya, namun cukup menyiapkan respon imun dan kekebalan. Dengan demikian apabila ada paparan penyakit yang sesunggunya anak tidak menjadi sakit. Pada perjalanan sejarah imunisasi, keseimbangan antara imunitas dan reaktogenitas ini sering berubah-ubah, tergantung pada vaksin ataupun interaksi yang terjadi antara vaksin dan resipiennya. Perubahan keseimbangan ini dapat memicu kontroversi imunisasi, terutama bila skala besaran program menjadi sangat besar, misalnya imunisasi global. Demikian pula dikatakan bahwa sejak semula imunisasi dengan vaksin adalah suatu upaya epidemiologik, bukan hanya upaya klinik atau upaya imunobiologik. Imunisasi harus dipandang sebagai tindakan epidemiologik dan dinilai keberhasilannya dengan parameter epidemiologik, yaitu berapa banyak penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Masalah epidemiologik yang berbeda pada setiap benua bahkan setiap negara, mengakibatkan perbedaan kebutuhan akan imunisasi. Beban penyakit di suatu negara tertentu merupakan acuan utama pada saat kita merencanakan dan memutuskan upaya imunisasi. Selanjutnya berkembang praktek imunisasi yang menekankan pada perlindungan individu, selaras dengan konsep penghargaan pada individu di negara Barat. Kenyataan bahwa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi masih berada di sekitar kita, mengancam kematian dan kecacatan, merupakan alasan menempatkan imunisasi sebagai ujung tombak kesehatan anak. Setiap anak harus mendapat manfaat imunisasi,

1

Page 2: 37 Kontroversi dalam vaksinasi

Bab 12. Kontroversi dalam vaksinasi

sampai ada bukti ilmiah yang menghentikannya. Kembali keseimbangan akan imunitas dan reaktogenitas merupakan pertimbangan yang harus dikaji, melebihi pertimbangan lain seperti pertimbangan keuntungan dan sebagainya.

Beberapa kontroversi telah timbul dalam masalah vaksinasi, yang dapat disebbkan oleh beberapa faktor antara lain faktor program imunisasi, vaksin, penerima vaksin, dan faktor pemicu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi program imunisasi

Perbedaan pendapat seringkali terjadi di antara para ilmuwan dengan para penentu kebijakan di masa yang lampau dan bahkan sampai saat ini. Dari sejarah kita ketahui adanya pertentangan program imunisasi di masyarakat, yaitu sejak masa Pasteur mengenalkan imunisasi rabies dan anthrax, sampai perang Boer dengan demam tifoid. Demikian pula penentang imunisasi cacar di Inggris yang sampai dibawa ke parlemen, bahkan perseteruan juga terjadi saat imunisasi telah menjadi program global. Setelah Perang Dunia II vaksin berkembang sangat pesat, sejalan dengan berkembangnya teknologi biakan pada sel hidup, yang semula dianggap tidak etis. Untuk beberapa waktu keberhasilan imunisasi mencegah kejadian penyakit dan bahkan mampu menghilangkan penyakit cacar dari bumi, telah menenangkan para penentang imunisasi, yang kemudian muncul kembali pada permulaan tahun 2000-an, yaitu dengan masih banyaknya orang tua yang menentang program imunisasi melalui media masa. Kasus autisme misalnya berawal dari publikasi dalam majalah Lancet dari Inggris.

Faktor Vaksin

Vaksin adalah bahan yang dapat merangsang kekebalan dan dibuat dengan menggunakan teknologi kedokteran yang paling maju. Vaksinologi telah menyerap begitu banyak teknologi kedokteran yang terbaik, sehingga sulit mencari tandingannya. Bahkan Katz, 1999, menyebutnya sebagai the best science can give. Meskipun minimal, masih ada kelemahan dari metodea imunisasi ini. Kelemahan ini baru terungkap setelah vaksin digunakan dalam jumlah besar dan waktu yang lama. Masalah yang kemudian muncul adalah siapa yang berminat untuk membiayai penelitian yang membuktikan adanya efek samping setelah 20-40 tahun pemberian? Kontroversi

2

Page 3: 37 Kontroversi dalam vaksinasi

Bab 12. Kontroversi dalam vaksinasi

berasal dari jenis, bahan, efikasi, dan kecenderungan genetik.

Jenis vaksin, vaksin digolongkan menjadi beberapa jenis (vaksin mati hidup, vaksin polisakarida, vaksin rekombinan) semuanya dibuat dengan cara yang berbeda dan memberikan “kelemahan” yang berbeda pula. Vaksin hidup paling banyak menuai tuduhan, karena atenuasi atau proses pelemahan yang kurang kuat akan menye-babkan penyakit atau menyimpangnya respon imun penerima.

Bahan dalam vaksin. Bahan vaksin terutama bahan pengawet, antibeku, pewarna dan bahan yang ikut dalam proses pembuatan vaksin. Bahan ini bermanfaat untuk penyimpanan vaksin dosis multipel, sehingga biaya imunisasi dapat ditekan. Bahan merkuri merupakan bahan yang paling digunjingkan merusak otak, seperti kasus keracunan merkuri di Minimata. Tiomersal mengandung 49.6% Hg dari beratnya, dalam tubuh dimetabolisasi menjadi etilmerkuri dan thiosalisilat. Waktu paruh tubuh adalah 50 hari. Paparan merkuri secara menahun bersifat neurotoksik dan nefrotoksik, Meskipun bahan ini dalam vaksin selama imunisasi sampai usia 6 bulan (150 mcg) masih lebih rendah dari batas minimal yang direkomendasi kan oleh WHO, bahan ini akan dihilangkan dengan risiko harga vaksin akan per dosis meningkat. Vaksin yang bebas merkuri adalah MMR, OPV, campak, BCG dan hepatitis B dosis tunggal dan DTaP dosis tunggal. Bahan yang ada dalam vaksin lainnya adalah sisa formaldehide, bahan antibeku etilen glikol, gelatin dan glutamat pada vaksin cacar air, neomisin dan streptomisin untuk mencegah tumbuhnya kuman dalam biakan sel, dan sebagainya. Bahan-bahan ini dianggap beracun, namun perlu informasi ambang kadarnya yang berbahaya. Bahan makanan dan minuman yang dikomsumsi sehari-hari mungkin juga mengandung bahan ini, tergantung pada kondisi lingkungannya. Formaldehid sisa tidak boleh lebih dari 0.02% w/v (British Pharmacopeia) atau 0.004% w/v (Australia Therapeutic Good Administration).

Efikasi vaksin. Efikasi vaksin harus lebih besar dari reaktogenisitas vaksin, dinyatakan pada perbandingan besaran outcome dan besaran reaksi imunisasi. Outcome atau komplikasi yang terjadi pada penyakit campak di negara berkembang adalah kejadian pneumonia 1 kasus dari tiap 25 kasus klinik dan ensefalitis 1 kasus setiap 2000 kasus atau 500 kasus setiap 1.000.000 kasus. Reaksi samping yang terjadi pada suntikan campak

3

Page 4: 37 Kontroversi dalam vaksinasi

Bab 12. Kontroversi dalam vaksinasi

adalah bengkak tempat suntikan, demam 1 diantara 10 suntikan, ruam pada 1 anak diantara 100 suntikan dan kemungkinan ensefalitis 1 diantara 1.000.000 dosis. Pada penyakit gondongan komplikasi mungkin terjadi kasus ensefalitis 1 kasus tiap 200 kasus atau 15.000 kasus diantara 3.000.000 kasus, sementara pada imunisasi kemungkinanan ensefalitis terjadi pada 1 kasus diantara 3.000.000 dosis. Komplikasi pada rubela yang paling berat adalah adanya sindrom rubela kongenital pada 9 kasus diantara 10 kehamilan bila serangan terjadi pada 10 minggu pertama, inflamasi otak pada 1 diantara 6000 kasus, nyeri sendi pada 1 diantara 2 kasus yang sudah remaja, sementara bengkak, demam mungkin terjadi pada 1 kasus setiap 10 dosis, kemungkinan terjadinya nyeri sendi, pembesaran kelenjar pada 5 kasus setiap 100 dosis. Data tersebut menunjukkan manfaat lebih besar dari risiko imunisasi

Kecenderungan genetik. Kecenderungan genetik yang menyimpang pada anak, seringkali tidak dapat diselesaikan dengan tuntas. Semakin tinggi cakupan imunisasi, semakin banyak pula populasi yang tercakup dalam imunisasi yang mempunyai kecenderungan genetik. Peningkatan kasus KIPI akan menyebabkan peningkatan sikap anti imunisasi, menurunkan angka cakupan dan akan menaikkan risiko wabah kembali.

Faktor penerima vaksin

Resipien yang sedang sakit berat atau yang pertahanan tubuhnya tidak normal besar kemungkinannya akan jadi sakit atau menjadi karier sehat apabila divaksinasi. Anak yang mendapat kortikosteroid, pasien HIV, anak dengan malnutrisi berat, merupakan contoh anak berisiko. Imunisasi polio oral pada anak dengan defisiensi imun akan mengakibatkan pengeluaran virus polio vaksin lebih lama dibanding dengan anak normal. Banyak keadaan yang mempengaruhi kinerja vaksin dan terutama berakibat pada rendahnya keberhasilan menggugah respon imun. Pada sisi lain juga terdapat respon imun yang menyimpang sebagai akibat kecenderungan genetik yang dimiliki bayi. Reaksi samping atau akibat dari imun respon yang menyimpang ini sering ditimpakan pada kualitas atau kuantitas antigen dalam vaksin atau bahan lain yang ada dalam vaksin. Hal ini karena penapisan (screening) anak dengan indikasi kontra masih belum dijalankan secara rutin, karena metode pemeriksaan yang sederhana dan akurat belum ada.

4

Page 5: 37 Kontroversi dalam vaksinasi

Bab 12. Kontroversi dalam vaksinasi

Faktor pemicu

Seringkali suatu masalah menjadi hangat kembali setelah ada pemicu yang hadir. Beberapa masalah vaksinasi yang perlu pembahanasan adalah autisme, Wakefield dan Montgomerry telah mengajukan laporan penelitian yang menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara vaksin MMR dan kejadian autisme pada anak. Banyak hipotesis yang diajukan, hipotesis mekanisme imunologik, biologik, opioid excess, autoimun, dan virus campak dalam usus. Kebanyakan hipotesis yang diajukan tidak menggunakan paradigma epidemiologik, tetapi paradigma imunologi atau biomolekular dan belum memberikan bukti yang sahih, antara lain.

Penelitian epidemiologik menunjukkan tidak jelas ada hubungan antara suntikan MMR dengan autisme.

Penelitian dan pengamatan epidemiologik tidak dapat menyo-kong adanya hubungan sebab-akibat antara ASD (autistic syndrome disorder) dan MMR,

Pengamatan juga tidak mendapatkan dukungan hubungan temporal antara awitan ASD dan pemberian suntikan MMR.

Tidak memberikan dukungan hubungan suntikan MMR dengan kejadian regresi, tidak jelas hubungan patogenetik yang berbasis bukti antara suntikan MMR dan kejadian ASD.

Adanya genome virus campak belum disertai bukti bahwa virus itu berasal dari vaksin campak monovalen atau MMR atau virus campak liar.

Inflammatory bowel disease (IBD) akibat infeksi persisten bisa terjadi secara alamiah, pada anak dengan kelainan genetik, seperti adanya kelainan kromosom 7. Jenis bahan apa saja yang lolos lewat usus dan menyebabkan gangguan perilaku, belum dapat ditentukan. Hubungan yang diyakini ada baru sebatas gagasan hipotetik yang perlu bukti lebih lanjut. Berapa jumlah bahan yang akan menyebabkan kelainan perilaku belum mendapat kesepakatan yang jelas. Berapa proporsi anak yang mempunyai infeksi virus campak yang persisten setelah imunisasi dan berapa proporsi anak yang dengan IBD menjadi autis, perlu pengamatan lebih lanjut.

Juga tidak jelas adanya hubungan biologik yang sahih antara suntikan MMR dan kejadian ASD. Bukti hasil penelitian baru sepotong-potong yang belum utuh, belum dapat dirangkai menjadi kesimpulan yang sahih. Banyak bagian dari jigsaw puzzle yang belum terisi.

Beberapa hipotesis yang dikemukakan, yaitu

5

Page 6: 37 Kontroversi dalam vaksinasi

Bab 12. Kontroversi dalam vaksinasi

Reaksi neurologik. Kelainan neurologik yang diduga akibat vaksin terbagi menjadi demyelinating disease (ADEM dan GBS) dan yang non demyelinating disease (ensefalopati, SSPE, neuropathy, neuritis brakialis).

Reaksi imunologik. Reaksi pasca imunisasi terutama mengarah pada hipersensitivitas, dari tipe 1-4, dari reaksi anafilaksis, reaksi antibodi dengan antigen jaringan, reaksi Arthus dan delayed type hypersensitivity.

Autoimun. Menggugah respon imun yang berlebihan akan menyebab kan beberapa bagian dari komponen imunologik menyerang bagian dari tubuh sendiri.

Diabetes. Semula terdapat bukti bahwa ada hubungan sebab akibat antara infeksi virus ( gondong, rubella) dan IDDM (insuline dependent diabetic mellitus). Kini banyak diajukan hipotesis hubungan antara IDDM dengan vaksin hepatitis B, MMR, DTP, Hib, pneumokokus. Selain virus yang menyerang pankreas, juga terjadi proses autoimun yang menyerang sel pankreas, sehingga terjadi penurunan produksi insulin.

Saran dan anjuran

Masalah yang dikemukakan di atas telah memicu beberapa perdebatan dan perbedaan pendapat antara pada pakar yang makin membingungkan orangtua. Tertera beberapa tips yang bisa membantu para sejawat mencari jalan keluar kontroversi ini.

Penjelasan yang jujur. Penjelasan yang jujur dan benar kepada orang tua sangat diperlukan untuk mengimbangi segala informasi penentang imunisasi yang seolah-olah berdasar alasan yang kuat dan disertai dengan riset yang mendalam. Penjelasan harus dilakukan secara proaktif, diberikan kepada setiap orang tua bayi yang akan diimunisasi dengan vaksin tertentu, meskipun orangtua tidak menanyakannya secara aktif. Selain membangun komunikasi yang baik antara dokter dan orang tua, kesempatan ini akan memancing mereka, sehingga mampu atau tidak malu-malu menanyakan perihal imunisasi. Penjelasan mencakup manfaat imunisasi dan kemungkinan adanya reaksi samping. Bilamana orangtua menunjukkan penolakan atau keraguan, sebaiknya imunisasi ditunda dulu sampai orang tua yakin akan tindakan yang kita lakukan pada bayinya.

Menunjukkan empati dan perhatian yang besar. Membeberkan kelemahan alasan anti-imunisasi saja tidak cukup, orang tua harus diyakinkan

6

Page 7: 37 Kontroversi dalam vaksinasi

Bab 12. Kontroversi dalam vaksinasi

bahwa dokter juga sangat memperhatikan dan membantu orang tua dalam upaya membesarkan anak. Kepercayaan pada dokter akan memperkuat penerimaan orangtua pada imunisasi, sehingga keraguan dan kemungkinan ikut hanyut secara emosional pada kelompok penentang imunisasi dapat dibatasi.

Menghindari pertempuran emosi. Pertempuran emosi akan mengurangi kemampuan analitis dan rasional. Menghadapi orangtua yang kecewa atau marah dengan kegeraman atas tidak rasionalnya pikiran yang digunakan tidak bermanfaat. Sebaliknya mendengar kan akan membawa hasil yang lebih baik.

Membekali dengan pengetahuan. Membekali diri dengan pengetahuan yang cukup perihal pokok-pokok dasar imunisasi. Termasuk diantaranya pengetahuan tentang sifat tiap vaksin yang kita gunakan.

Daftar pustaka

1. Stratton KR, Howe CJ, Johnston RB., penyunting.Adverse events associated with childhood vaccines: evidence bearing on casuality. Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine, National Academy Press: Washington DC, 1994.

2. Stratton KR, Gable A, Shetty P, McCormick, M., penyunting. Immunization Safety review : Measles-Mumps-Rubella Vaccine and Autism , Immunization Safety Review Committee, Institute of Medicine, National Academy Press, Washington DC, 2001.

3. Chen RT, De Stefano F, Mootrey G, Kramarz P, Hibbs B. Vaccine recommendation challenges and controversies, Challenges and Controversies in immunization safety. Infec Dis Clin of N Am 2001;15:1-16 .

4. Lee JW, Melgaard B, Clements, Kane M, Mulholland EK, Olive JM Autism, inflammatory bowel diseases and MMR vaccine. Lancet 1998;351:905-6.

5. Wakefield, A.J. dkk. Ileal-lymphoid nodular hyperplasia non-specific colitis, and pervasive developmental disorder in children. Lancet 1998;351:637-41.

6. Montgomery SM, Morris DL, Poiunder RE, Wakefield AJ. Paramyxovirus infection in childhood and subsequent imfalmmatory bowel disease. Gastroenterology 1999;116 :796-803

7. Wakefield, A.J. Montgomery SM, Measles, Mumps, rubella vaccine: through a glass, darkly. Adverse Drug React : 2000;19:1-19

8. Taylor, B. dkk. Autism and measles, mumps, and rubella vaccine: no epidemiological evidence for a causal association. Lancet, 1999;353:2026-9.

9. Peltola H, Patja A, Leinikki M dkk. (1998) 'No evidence for measles, mumps and rubella vaccine-associated

7

Page 8: 37 Kontroversi dalam vaksinasi

Bab 12. Kontroversi dalam vaksinasi

inflammatory bowel disease or autism in a 14-year prospective study', The Lancet 1998; 351:1327-8.

10. Black,C, Kyae JA, Jick H, Relation of childhood gastrointestinal disorder to autism: nested case control study using data from the UK general practice Research Database BMJ 2002;325:419-21.

11. Madsen KM, HVIID A, Vestergaar M, schendel D, et al, A population based study of measles, Mumps, and Rubella vaccination and auitism N Engl J Med;347:1477-82.

12. Campion EW 2002. Suspicion about the safety of vaccine. N Engl J Med 347;19:1474-6.

13. Cave S dan Mitchell D : Apa yang orang tua harus tahu tentang vaksinasi pada anak. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

14. MacIntyre CR dan Gidding H : Myths and realities : responding to arguments against immunization. A guide to providers. 3th ed. National Center for immunization Reseach & surveilance of Vaccine, NSW Australia, 2000.

8