3. prosedur perencanaan 3.1 umum
TRANSCRIPT
36 Universitas Kristen Petra
3. PROSEDUR PERENCANAAN
3.1 Umum
Bab ini menjelaskan mengenai prosedur perencanaan Sistem Rangka
Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang didesain sesuai dengan Pseudo Elastis
dan Desain Kapasitas berdasarkan SNI 2847-02. Pembebanan gempa nominal
akibat pengaruh gempa rencana dilakukan dengan metode analisis ragam response
spectrum untuk wilayah 6 peta gempa Indonesia. Selain itu juga dijelaskan
analisis momen-curvature penampang balok dan kolom dilakukan dengan
menggunakan program ESDAP (Lidiawati dan Pono, 2003). Analisis Non Linear
Static Pushover Analysis dilakukan menggunakan program ETABS v9.07, dan
Non Linear Time history Analysis menggunakan program RUAUMOKO 3D
(Carr, 2001).
3.2 Informasi Perencanaan
Dalam studi ini ditinjau bangunan 6- dan 10-lantai dengan struktur utama
portal beton bertulang dengan daktilitas penuh. Tinggi tiap lantai 3,5 meter,
dengan 5 bentang pada arah-x dan -y, dan panjang masing-masing bentang adalah
8 meter. Bangunan memiliki coakan sudut 40%. Panjang bentang dipilih 8 meter
dan tinggi lantai dipilih 3,5 meter karena umum digunakan untuk bangunan
perkantoran. Denah dan elevasi struktur gedung ditunjukkan dalam Gambar 3.1
dan 3.2.
37 Universitas Kristen Petra
8.00 m8.00 m8.00 m8.00 m8.00 m
6 @
3.5
0 m
8.00 m8.00 m8.00 m8.00 m8.00 m
10 @
3.5
0 m
40.0
00
A B C D E F
1
2
3
4
5
6
8000
40.0008000 8000 8000 8000 8000
8000
8000
8000
8000
Gambar 3.1. Denah struktur bangunan 6- dan 10-lantai
Gambar 3.2. Elevasi bangunan 6- dan 10-lantai
38 Universitas Kristen Petra
Tabel 3.1. menunjukkan data struktur secara keseluruhan dan dimensi
balok dan kolom yang ditinjau
Tabel 3.1. Data Struktur yang Ditinjau
Data Bangunan I Bangunan II
Jumlah Lantai 6 lantai 10 lantai
Luas Bangunan 1344 m2
Tinggi Bangunan 6 tingkat, 21 m 10 tingkat, 35 m
Tinggi Antar Tingkat 3,5 m
Balok Induk 400 x 750 mm2
Balok Anak 300 x 550 mm2
Kolom Elastis (mm2)
Plastis (mm2)
Kapasitas (mm2)
Elastis (mm2)
Plastis (mm2)
Kapasitas (mm2)
Lantai 1 750 x 750 650 x 650 689,20 x 689,20 900 x 900 800 x 800 838,898 x 838,898
Lantai 2
Lantai 3 700 x 700 600 x 600 639,34 x 639,34 850 x 850 750 x 750 788,987 x 788,987
Lantai 4
Lantai 5 650 x 650 550 x 550 589,49 x 589,49 800 x 800 700 x 700 739,087 x 739,087
Lantai 6
Lantai 7 - - - 750 x 750 650 x 650 689,202 x 689,202
Lantai 8 - - -
Lantai 9 - - - 700 x 700 600 x 600 639,336 x 639,336
Lantai 10 - - -
Periode Bangunan 0,9892 detik 0,9388 detik 1,5246 detik 1,5193 detik
Tebal Pelat Lantai 120 mm
Mutu Beton 30 MPa
Tulangan Longitudinal 400 MPa
Tulangan Transversal Balok 240 MPa
Tulangan Transversal Kolom 400 MPa
Untuk mempermudah dalam membedakan bangunan yang ditinjau, maka
istilah-istilah berikut penting untuk dipahami:
• PE6-6 = Bangunan yang didesain secara Pseudo Elastis dengan beban
gempa wilayah 6 peta gempa Indonesia untuk bangunan 6 lantai
• CD6-6 = Bangunan yang didesain secara Desain Kapasitas dengan beban
gempa wilayah 6 peta gempa Indonesia untuk bangunan 6 lantai
39 Universitas Kristen Petra
• PE6-10 = Bangunan yang didesain secara Pseudo Elastis dengan beban
gempa wilayah 6 peta gempa Indonesia untuk bangunan 10 lantai
• CD6-10 = Bangunan yang didesain secara Desain Kapasitas dengan beban
gempa wilayah 6 peta gempa Indonesia untuk bangunan 6 lantai
3.3 Pembebanan dan Analisis Struktur
3.3.1 Beban Mati dan Hidup
Berikut ini ditunjukkan beban mati dan hidup yang bekerja pada struktur
gedung 6- dan 10-lantai sesuai dengan PPIUG-83.
• Beban mati :
− Berat sendiri struktur beton bertulang (berat jenis = 2400 kg/m3)
− Beban mati pelat lantai dan atap, meliputi berat spesi (tebal 5 cm) sebesar
105 kg/m2, berat penutup lantai sebesar 24 kg/m2, berat plafond dan
penggantungnya sebesar 18 kg/m2, dan berat ducting sebesar 60 kg/m2.
− Berat dinding keliling bangunan (kecuali lantai atap) adalah setinggi 3,5 m
dari pasangan bata ½ batu (tebal 15 cm) sebesar 250 kg/m2.
• Beban hidup :
− Untuk pelat lantai (selain lantai atap) sebesar 250 kg/m2.
− Untuk pelat lantai atap sebesar 400 kg/m2.
3.3.2 Beban Gempa Rencana
Baik gedung 6- maupun 10-lantai yang ditinjau tidak memenuhi
persyaratan sebagai struktur gedung beraturan sesuai SNI 1726-02 pasal 4.2.1.,
sehingga pembebanan gempa rencana harus ditinjau sebagai pengaruh
pembebanan gempa dinamik, dan analisisnya harus dilakukan berdasarkan
analisis respons dinamik. Response spectrum yang digunakan sesuai dengan
response spectrum gempa rencana yang ditetapkan dalam SNI 1726-02 untuk
wilayah gempa 6. Gambar 3.3 berikut ini menunjukkan response spectrum gempa
rencana untuk wilayah gempa 6.
40 Universitas Kristen Petra
Gambar 3.3. Response spectrum gempa rencana
sumber: SNI 1726-02-2002
Gambar 3.4 menunjukkan prosedur peng-input-an beban gempa
spektrum respons pada program ETABS v9.07 untuk struktur gedung 6- dan 10-
lantai.
Gambar 3.4. Input pembebanan gempa response spectrum pada program
ETABS v9.07
Beban gempa diberikan pada struktur bangunan dalam beberapa arah
untuk mengantisipasi arah gempa yang memberikan pengaruh paling berbahaya
bagi bangunan. Pada penelitian ini arah gempa yang ditinjau adalah 0°, 22,5°, 45°,
67,5°, 90°, 112,5°, 135°, 157,5°. Gambar 3.5 menunjukkan proses peng-input-an
arah beban gempa 45o pada program ETABS v9.07:
0.950.90
0.83
0.380.360.33
0 0.5 1.0 2.0 3.00.60.2
(Tanah lunak)T
0.95C =
(Tanah sedang)T
0.54C =
(Tanah keras)T
0.42C =
T
Wilayah Gempa 6
C
41 Universitas Kristen Petra
Gambar 3.5. Input arah pembebanan gempa response spectrum 45° pada
program ETABS v9.07
Modal combination yang digunakan adalah CQC (Complete Quadratic
Combination), hal ini ditujukan untuk mengantisipasi higher mode effect pada
bangunan. Sedangkan untuk scale factor diberikan nilai gravitasi dikalikan
dengan faktor sebesar I/R sesuai pasal 7.2.1 SNI 1726-02, dimana :
I : faktor keutamaan gedung menurut Tabel 1 SNI 1726-02, dalam hal ini I = 1,0
untuk gedung perkantoran
R : faktor reduksi gempa akibat sifat plastis struktur gedung sesuai Tabel 3 SNI
1726-02, dalam hal ini digunakan R = 8,5 untuk bangunan yang didesain
sebagai SRPMK
Maka dari itu besar scale factor = 9,8 x 1 / 8,5 = 1,1541
Sesuai pasal 7.1.3 SNI 1726-02, kecukupan besar beban gempa dinamik
ditinjau dengan beban gempa statis dengan syarat V ≥ 0,8 V1, dimana :
V : Gaya geser dasar akibat pembebanan dinamik (response spectrum)
V1 : Gaya geser dasar akibat pembebanan static equivalent
42 Universitas Kristen Petra
Berikut contoh perhitungannya untuk bangunan PE6-10:
V = 8823,212 kN , dimana nilai V didapatkan dengan menjumlahkan gaya geser
pada perletakan akibat pembebanan dinamik saja.
V1 = C x I x W / R , dimana :
C = nilai faktor respons gempa dari response spectrum gempa rencana untuk
waktu getar alami (T), untuk wilayah gempa 6 besarnya 0,95/T.
W = berat total gedung, dimana koefisien yang diambil adalah 1 kali beban mati
ditambah 0,5 kali beban hidup, perhitungan berat bangunan dapat dilihat
pada Lampiran 1.
V1 = (0,95 / 1,5246) x 1 x 153938,1 / 8,5 = 11284,83 kN
0,8 V1 = 9027,863 kN
Jadi dilakukan modifikasi scale factor dari 1,154 dikali dengan 0,8 V1 / V menjadi
1,1809. Dengan cara yang sama dilakukan modifikasi scale factor pada bangunan
CD6-10, PE6-6, CD6-6, didapatkan scale factor termodifikasi berturut-turut
sebesar 1,1775; 1,1752; 1,1640. Berikut ditunjukkan input scale factor
termodifikasi untuk bangunan PE6-10 pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Input arah pembebanan gempa response spectrum 45° pada
program ETABS v9.07 bangunan 10 lantai setelah modifikasi
3.4 Pemeriksaan Kinerja Batas Layan dan Batas Ultimate
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap kinerja batas layan dan
kinerja batas ultimate. Berikut ini ditunjukkan hasil kinerja struktur gedung 6- dan
10-lantai terhadap beban gempa rencana pada tahapan analisis elastis.
43 Universitas Kristen Petra
3.4.1 Kinerja batas layan (SNI 1726-02 pasal 8.1)
Simpangan antar tingkat (inter-story drift) struktur gedung akibat
pengaruh beban gempa rencana tidak boleh melampaui 0,03/R kali tinggi tingkat
yang bersangkutan dan 30 mm, bergantung yang nilainya terkecil. Jadi, batasan
simpangan antar tingkat = 0,03 / 8,5 x 3500 mm = 12,382 mm. Pemeriksaan
kinerja batas layan tiap lantai untuk bangunan PE6-6, CD6-6, PE6-10, dan CD6-
10 disajikan dalam Tabel 3.2 - 3.5.
Tabel 3.2. Kinerja Batas Layan Gedung PE6-6
Lantai
Arah X / Arah Y
Displacements Simpangan
Periksa Antar lantai
(mm) (mm) 6 35.3609 2.9717 OK 5 32.3892 5.3683 OK 4 27.0209 6.7265 OK 3 20.2944 7.9993 OK 2 12.2951 7.5987 OK 1 4.6964 4.6964 OK
Tabel 3.3. Kinerja Batas Layan Gedung CD6-6
Lantai
Arah X / Arah Y
Displacement Simpangan
PeriksaAntar lantai
(mm) (mm) 6 35.9188 2.9915 OK 5 32.9273 5.4310 OK 4 27.4963 6.8094 OK 3 20.6869 8.1254 OK 2 12.5615 7.7417 OK 1 4.8198 4.8198 OK
44 Universitas Kristen Petra
Tabel 3.4. Kinerja Batas Layan Gedung PE6-10
Lantai
Arah X / Arah Y
Displacement Simpangan
Periksa Antar Lantai (mm) (mm)
10 56.633 2.0284 OK 9 54.6046 3.5768 OK 8 51.0278 4.7159 OK 7 46.3119 5.9488 OK 6 40.3631 6.6558 OK 5 33.7073 7.4974 OK 4 26.2099 7.7729 OK 3 18.437 7.9176 OK 2 10.5194 6.8796 OK 1 3.6398 3.6398 OK
Tabel 3.5. Kinerja Batas Layan Gedung CD6-10
Lantai
Arah X / Arah Y
Displacement Simpangan
Periksa Antar Lantai (mm) (mm)
10 56.5882 2.0091 OK 9 54.5791 3.5551 OK 8 51.024 4.6923 OK 7 46.3317 5.9292 OK 6 40.4025 6.6402 OK 5 33.7623 7.4905 OK 4 26.2718 7.7744 OK 3 18.4974 7.9317 OK 2 10.5657 6.9044 OK 1 3.6613 3.6613 OK
Dari Tabel 3.2 - 3.5, terlihat bahwa simpangan antar lantai (inter-story
drift) tidak ada yang melampaui batasan sebesar 12,382 mm, maka dapat
dikatakan struktur gedung telah memenuhi kinerja batas layan.
45 Universitas Kristen Petra
3.4.2 Kinerja batas ultimate (SNI 1726-02 pasal 8.2)
Simpangan antar tingkat (inter-story drift) struktur gedung akibat beban
gempa rencana, setelah dikalikan dengan suatu faktor pengali (ξ) tidak boleh
melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan, atau dengan kata lain
besarnya inter-story drift ratio < 0,02. Untuk struktur gedung tidak beraturan,
besarnya faktor pengali (ξ) = 0,7R / faktor skala. Akan tetapi, menurut Pasal
A.8.2.1 SNI 1726-02, faktor skala harus dihapuskan pengaruhnya, karena
simpangan yang sesungguhnya memang tidak terpengaruh olehnya. Oleh sebab
itu, faktor skala diambil sebesar 1. Pemeriksaan kinerja batas ultimate tiap lantai
untuk bangunan PE6-6, CD6-6, PE6-10, dan CD6-10 disajikan dalam Tabel 3.6 -
3.9.
Tabel 3.6. Kinerja Batas Ultimate Gedung PE6-6 (arah X dan Y)
Lantai
Arah X/Arah Y
Displacements x ξ
Inter Story
Periksa
Drift Ratio
(mm) 6 210.3974 0.0050519 OK 5 192.7157 0.0091261 OK 4 160.7744 0.0114351 OK 3 120.7517 0.0135988 OK 2 73.1558 0.0129178 OK 1 27.9436 0.0079839 OK
Tabel 3.7. Kinerja Batas Ultimate Gedung CD6-6 (arah X dan Y)
Lantai
Arah X/Arah Y
Displacements x ξ
Inter Story
Periksa
Drift Ratio
(mm) 6 213.7169 0.0050855 OK 5 195.9174 0.0092327 OK 4 163.6030 0.011576 OK 3 123.0871 0.0138132 OK 2 74.7409 0.0131609 OK 1 28.6778 0.0081937 OK
46 Universitas Kristen Petra
Tabel 3.8. Kinerja Batas Ultimate Gedung PE6-10
Lantai
Arah X / Arah Y
Displacements x ξ Inter Story
Periksa Drift Ratio
(mm)
10 336.9664 0.0034483 OK
9 324.8974 0.0060806 OK
8 303.6154 0.008017 OK
7 275.5558 0.010113 OK
6 240.1604 0.0113149 OK
5 200.5584 0.0127456 OK
4 155.9489 0.0132139 OK
3 109.7002 0.0134599 OK
2 62.5904 0.0116953 OK
1 21.6568 0.0061877 OK
Tabel 3.9. Kinerja Batas Ultimate Gedung CD6-10
Lantai
Arah X / Arah Y
Displacements x ξ Inter Story
Periksa Drift Ratio
(mm)
10 336.6998 0.0034155 OK
9 324.7456 0.0060437 OK
8 303.5928 0.0079769 OK
7 275.6736 0.0100796 OK
6 240.3949 0.0112883 OK
5 200.8857 0.0127339 OK
4 156.3172 0.0132165 OK
3 110.0595 0.0134839 OK
2 62.8659 0.0117375 OK
1 21.7847 0.0062242 OK
Dari Tabel 3.6 hingga Tabel 3.9, terlihat bahwa inter-story drift ratio
tidak ada yang melampaui batasan sebesar 0,02, maka dapat dikatakan struktur
gedung telah memenuhi kinerja batas ultimate. Penting untuk diketahui bahwa
47 Universitas Kristen Petra
meskipun kinerja struktur gedung telah memenuhi kriteria kinerja batas ultimate,
namun tidak serta-merta ini dapat merepresentasikan kinerja struktur gedung
pasca-elastis ketika dibebani gempa. Pemeriksaan kinerja batas ultimate, hanya
dimaksudkan untuk memperkirakan kinerja struktur gedung pasca-elastis pada
tahapan analisis elastis, oleh karenanya evaluasi kinerja struktur gedung pasca-
elastis tetap perlu dilakukan melalui analisis nonlinear (inelastis).
3.5 Perencanaan Pseudo Elastis
3.5.1 Perencanaan Balok
Untuk Perencanaan Balok pada Pseudo Elastis dihitung dengan cara
yang sama dengan Perencanaan Balok pada Desain Kapasitas (Bab 3.6.1)
3.5.2 Perencanaan Kolom Plastis
Dalam perencanaan Pseudo Elastis, kolom plastis direncanakan untuk
boleh terjadi sendi plastis terhadap beban gempa besar.
3.5.2.1 Perhitungan Tulangan Utama Kolom.
3.5.2.1.1 Akibat momen lentur
Momen kolom dinyatakan sebagai Mu,k yang dihitung berdasarkan
momen lentur kolom maksimum dari keempat macam kombinasi pembebanan di
bawah ini :
1. Mu,k = 1,2 MD + 1,6 ML (3.1)
2. Mu,k = 1,4 MD (3.2)
3. Mu,k = 1,2 MD + 0,5 ML ± 1 ME (3.3)
4. Mu,k = 0,9 MD ± 1 ME (3.4)
dimana :
MD = momen lentur kolom portal akibat beban mati
ML = momen lentur kolom portal akibat beban hidup
ME = momen lentur kolom portal akibat beban gempa
48 Universitas Kristen Petra
Untuk kombinasi pembebanan Persamaan (3.3) dan (3.4), dilakukan
sebanyak arah beban gempa yaitu 0°, 22,5°, 45°, 67,5°, 90°, 112,5°, 135°, 157,5°.
Oleh karena itu total kombinasi secara keseluruhan adalah 34 kombinasi.
3.5.2.1.2 Akibat gaya aksial
Gaya aksial kolom dinyatakan sebagai Nu,k yang dihitung berdasarkan
gaya aksial maksimum dan mimimum dari keempat macam kombinasi
pembebanan berikut :
1. Nu,k = 1,2 ND + 1,6 NL (3.5)
2. Nu,k = 1,4 ND (3.6)
3. Nu,k = 1,2 ND + 0,5 NL ± 1 NE (3.7)
4. Nu,k = 0,9 ND ± 1 NE (3.8)
dimana :
ND = gaya aksial kolom akibat beban mati
NL = gaya aksial kolom akibat beban hidup
NE = gaya aksial kolom akibat beban gempa
Untuk kombinasi pembebanan Persamaan (3.7) dan (3.8), dilakukan
sebanyak arah beban gempa yaitu 0°, 22,5°, 45°, 67,5°, 90°, 112,5°, 135°, 157,5°.
Oleh karena itu total kombinasi secara keseluruhan adalah 34 kombinasi.
3.5.2.1.3 Akibat momen lentur dan gaya aksial
Besarnya tulangan kolom akibat momen lentur rencana dan gaya aksial
rencana dapat dihitung dengan bantuan diagram interaksi M-N pada CUR 4 (Vis
dan Kusuma, 1993). Dengan mengetahui nilai dari Mu,k rencana dan Nu,k rencana,
maka dapat diperoleh beberapa kombinasi M dan N antara Mu,k-Nu,k. Dari
kombinasi tersebut, didapatkan nilai absis dan ordinat untuk tiap kombinasi M dan
N pada diagram dimana dapat diketahui dari persamaan berikut:
Absis = , _
0.85 'u k rencana
gr c
MA f hφ × × × ×
(3.9)
Ordinat = , _
0.85 'u k rencana
gr c
NA fφ × × ×
(3.10)
49 Universitas Kristen Petra
di mana :
φ = Faktor reduksi kekuatan
Agr = Luas penampang bruto kolom
h = Tinggi penampang kolom
Setelah nilai absis dan ordinat diketahui, kemudian dicari besarnya r dari
diagram interaksi M-N pada CUR 4 (Vis dan Kusuma, 1993). Langkah berikutnya
adalah mencari besarnya ρ dari persamaan:
ρ = r . β (3.11)
di mana β adalah koefisien yang besarnya tergantung dari mutu beton.
Dari kombinasi tersebut dipilih ρ yang terbesar. Selanjutnya besar
tulangan kolom dapat dihitung dengan rumus:
As = ρ . Agr (3.12)
3.5.2.2 Perhitungan Tulangan Geser Kolom Plastis
Karena pada kolom plastis diijinkan untuk terjadi sendi plastis, maka
kegagalan akibat geser mutlak harus dihindari. Gaya geser portal dihitung dengan
keadaan tulangan kolom sebenarnya dan dikali faktor 1,25. Rumus untuk
menghitung gaya geser portal dapat dilihat pada persamaan berikut:
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
×=ln
25,1 21,
balbalku
MMV
(3.13)
Besar tulangan geser dihitung pada daerah λ0, sedangkan daerah di luar
λ0 mengikuti besar tulangan geser pada daerah λ0.
Besarnya λ0 diambil nilai terbesar dari :
1. Ukuran tinggi penampang kolom
2. 1/6 bentang bersih kolom
3. 500 mm
50 Universitas Kristen Petra
Pada daerah λ0 ini, kontribusi beton dalam memikul geser (Vc) harus
dianggap nol (Vc=0) bila:
1. VuVe ×> 5,0
2. 20
'fcAgterkeciltekanPu ×<
Jika salah satu syarat di atas tidak dipenuhi, maka kontribusi beton dalam
memikul geser (Vc) boleh diperhitungkan.
Besarnya Vc dapat ditentukan dengan rumus :
dbfA
NV wc
g
kuc ..'.
61.
.141 ,
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+= (3.14)
VcVuVs −=φ
(3.15)
Besarnya tulangan geser kolom memakai rumus :
sdfA
V yvs
..= (3.16)
dimana : Vc = kuat geser yang diberikan oleh beton
= 0 untuk daerah sendi plastis
Vs = kuat geser yang diberikan oleh sengkang
Vu,k = gaya geser rencana kolom
φ = faktor reduksi kekuatan sebesar 0,75
Persyaratan pemasangan tulangan geser kolom menurut SNI 03-2847-
2002 pasal 23.4.4.2 (Badan Standarisasi Nasional, 2002), jarak maksimum
tulangan transversal pada kolom tidak boleh melebihi :
• ¼ dimensi komponen struktur terkecil
• 6 kali diameter tulangan memanjang
• 350;3
350100 ≤
−+= x
xx h
hs
• 150 mm
51 Universitas Kristen Petra
3.5.2.3 Contoh Perhitungan
Banyak kemungkinan yang dapat diambil untuk menentukan posisi
kolom elastis dan kolom plastis, akan tetapi dalam penelitian ini ditentukan posisi
kolom elastis dan plastis seperti pada Gambar 3.7.
C27 48 C28 49 C29 50 C30 51 C31 52 C32
42 43 44 45 46 47
C21 37 C22 38 C23 39 C24 40 C25 41 C26
31 32 33 34 35 36
C15 26 C16 27 C17 28 C18 29 C19 30 C20
20 21 22 23 24 25
C9 15 C10 16 C11 17 C12 18 C13 19 C14
11 12 13 14
C5 8 C6 9 C7 10 C8
4 5 6 7
C1 1 C2 2 C3 3 C4
KOLOM PLASTIS KOLOM ELASTIS
BALOK INDUK
Gambar 3.7. Konfigurasi dan kode untuk balok, kolom elastis, dan kolom plastis
Berikut ini akan disajikan contoh perhitungan tulangan kolom portal
interior kode C23 lantai 1 bagian bawah untuk bangunan PE6-10
3.5.2.3.1 Perhitungan Tulangan Utama Kolom Plastis
Data awal :
fc’ = 30 MPa
fy = 400 MPa
h = 800 mm
Agr = 640000 mm2
52 Universitas Kristen Petra
Dari 34 kombinasi pembebanan yang ada, diambil 3 kombinasi yang
kritis, yaitu kombinasi dengan M max, kombinasi dengan Nu absolut max,
kombinasi dengan Nu absolut min.
Dari analisa ETABS 9.07 didapat kombinasi :
1. Mu max = 1163,301 kNm (kombinasi 27)
Nu = 1065,444 kN
2. Nu max = 1425,511 kN (kombinasi 1)
Mu = 4,8286 kNm
3. Nu min = 395,114 kN (kombinasi 25)
Mu = 5,31 kNm
Dari kombinasi tersebut, didapatkan nilai absis dan ordinat untuk tiap
kombinasi M dan N sebagai berikut :
1. Absis = 0,099
Ordinat = 0,091
2. Absis = 0,00043
Ordinat = 0,127
3. Absis = 0,00042
Ordinat = 0,0315
Dengan mengetahui absis dan ordinat maka besarnya nilai ρ dari diagram
interaksi M-N (Vis dan Kusuma, 1993) dapat diketahui :
1. ρ akibat Mmax = 0,012 x 1,2 = 0,014 (dipakai)
2. ρ akibat Pmax = 0,01
3. ρ akibat Pmin = 0,01
Selanjutnya ambil nilai ρ terbesar lalu besar tulangan kolom dapat
dihitung dengan rumus :
As = ρ x Agr = 8960 mm2 (20D25)
53 Universitas Kristen Petra
3.5.2.3.2 Perhitungan Tulangan Geser Kolom Plastis
Mencari besaran Vu,k :
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+
×=⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ +×=
)7,05,3(2184,681947,300225,1
ln25,1 21
,balbal
kuMM
V 2002,512 kN
Besarnya λ0 diambil nilai terbesar dari:
1. tinggi penampang kolom = 800 mm
2. 1/6 bentang bersih kolom = 458,33
3. 500 mm
cV = 0 kN, karena :
1. Ve > 0,5 Vu
2002,512 > 0,5 x 271,955 kN
2. Nu tekan min < Ag fc’/20
1260 N (kombinasi 1) < 960000
VckVuVs −=φ,
= 2670,016 kN
Mencari besaran s:
Menggunakan sengkang tulangan D12 dengan 4 kaki sengkang
s = s
yv
VdfA .. = 49,95 mm
Besarnya smax diambil nilai terkecil dari :
smax = 800 / 4 = 200 mm
smax = 6 x 28 = 112 mm
3
232350100max−
+=s = 139,33 mm
smax = 150 mm
Dipakai sengkang D12- 40 mm (4 kaki)
54 Universitas Kristen Petra
3.5.3 Perencanaan Kolom Elastis
Dalam perencanaan Pseudo Elastis, kolom elastis direncanakan secara
elastis terhadap beban gempa besar, agar kolom tetap elastis pada saat terjadi
gempa target.
3.5.3.1. Perhitungan Faktor Pengali
Faktor Pengali digunakan pada perhitungan kolom elastis. Faktor Pengali
dapat diperoleh dari persamaan (3.17) seperti dijabarkan di bawah ini:
FP = )*(
)*(*6,1* intint500
extext
Th
T
Rn
RnC
C−⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛µ
(3.17)
Nilai plastisT didapatkan dari persamaan regresi yang telah didapatkan,
yaitu Tplastis = 2,967 * Telastis + 0,313
Sebagai contoh perhitungan, berikut ini adalah contoh perhitungan untuk
gedung PE6-10 dengan arah gempa 22.58:
Tplastis = 2,967 * Telastis + 0,313
= 2,967 * 1,5246 + 0.313 = 4,84
Nilai C T dan C500th diperoleh dari respons spektrum gempa wilayah 6
(SNI-1726-2002) sebagai berikut:
C T = plastisT95.0 =
84,495,0 = 0,1964
C500 th= elastisT95.0 =
5246,195,0 = 0,623114
Rasio gaya geser yang dipikul kolom plastis dan elastis terhadap gaya
geser akibat gempa nominal sebagai berikut:
Arah X :
nint.Rint = )8336,58234,5785.(20).( int
int =NV
Sn = 0,56277
next.Rext= )58,8336
751,303.(12).( =N
extext V
Sn = 0,43723
55 Universitas Kristen Petra
Arah Y :
nint.Rint = )3496,52101,697.(20).( int
int =NV
Sn = 0,5817
next.Rext= )52,3496
882,121.(12).( =N
extext V
Sn = 0,4183
Resultant :
Gaya Resultant didapat dari akar jumlah kuadrat Gaya arah X dan arah
Y. Setelah didapat gaya resultant pada masing-masing titik perletakan, maka
langkah selanjutnya sama seperti arah X dan arah Y yaitu sebagai berikut:
nint.Rint = )9073,415257,146.(20).( int
int =NV
Sn = 0,56681
next.Rext= )415,907354,327.(12).( =
N
extext V
Sn = 0,43319
Setelah itu dapat dicari besarnya faktor pengali untuk struktur dengan
faktor daktilitas µ=5,3 adalah sebagai berikut:
FP arah X = 43723,0
56277,06,13,50,6231140,1964 xx −⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛
= 1,7617
FP arah Y = 0,4183
0,58176,13,50,6231140,1964 xx −⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛
= 1,769
FP arah Resultant = 0,43319
0,566816,13,50,6231140,1964 xx −⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛
= 1,7632
Setelah itu dihitung juga faktor pengali akibat gempa 0°, 45°, 67,5°, 90°,
112,5°, 135°, 157,5° baik pada bangunan PE6-10 maupun PE6-6 dan kemudian
diambil faktor pengali terbesar setiap bangunan.
Faktor Pengali selengkapnya untuk seluruh bangunan yang diteliti dapat
dilihat pada Tabel 3.10 dan 3.11.
56 Universitas Kristen Petra
Tabel 3.10. Tabel Faktor Pengali untuk PE6-10
Arah (°) 0 22.5 45 67.5 90 112.5 135 157.5 X 1.760192 1.761727 1.763916 1.769048 - 1.752093 1.75661 1.758682Y - 1.769048 1.763916 1.761727 1.760192 1.758682 1.75661 1.752093Resultant - 1.763237 1.764564 1.763237 - 1.757619 1.756658 1.757619
Tabel 3.11. Tabel Faktor Pengali untuk PE6-6
Arah (°) 0 22.5 45 67.5 90 112.5 135 157.5 X 1.670314 1.671218 1.672506 1.675438 - 1.665716 1.684787 1.669428Y - 1.675438 1.672506 1.671218 1.670314 1.669428 1.684787 1.665716
Resultant - 1.672137 1.672935 1.672137 - 1.6688 1.684787 1.6688
3.5.3.2 Perhitungan Tulangan Utama Kolom
3.5.3.2.1 Akibat momen lentur
Momen kolom dinyatakan dengan Mu,k yang dihitung berdasarkan
momen lentur kolom maksimum dari keempat macam kombinasi pembebanan di
bawah ini :
1. Mu,k = 1,2 MD + 1,6 ML (3.18)
2. Mu,k = 1,4 MD (3.19)
3. Mu,k = 1,2 MD + 0,5 ML ± 1.FP. ME (3.20)
4. Mu,k = 0,9 MD ± 1.FP. ME (3.21)
dimana :
MD = momen lentur kolom akibat beban mati
ML = momen lentur kolom akibat beban hidup
ME = momen lentur kolom akibat beban gempa
FP = faktor pengali untuk kolom elastis
Untuk kombinasi pembebanan Persamaan (3.20) dan (3.21), dilakukan
sebanyak arah beban gempa yaitu 0°, 22,5°, 45°, 67,5°, 90°, 112,5°, 135°, 157,5°.
Oleh karena itu total kombinasi secara keseluruhan adalah 34 kombinasi.
3.5.3.2.2. Akibat gaya aksial
Gaya aksial kolom dinyatakan sebagai Nu,k yang dihitung berdasarkan
gaya aksial maksimum dan minimum dari keempat macam kombinasi
pembebanan berikut:
57 Universitas Kristen Petra
1. Nu,k = 1,2 ND + 1,6 NL (3.22)
2. Nu,k = 1,4 ND (3.23)
3. Nu,k = 1,2 ND + 0,5 NL ± 1. FP. NE (3.24)
4. Nu,k = 0,9 ND ± 1. FP. NE (3.25)
dimana :
ND = gaya aksial kolom akibat beban mati
NL = gaya aksial kolom akibat beban hidup
NE = gaya aksial kolom akibat beban gempa
FP = faktor pengali untuk kolom elastis
Untuk kombinasi pembebanan Persamaan (3.24) dan (3.25), dilakukan
sebanyak arah beban gempa yaitu 0°, 22,5°, 45°, 67,5°, 90°, 112,5°, 135°, 157,5°.
Oleh karena itu total kombinasi secara keseluruhan adalah 34 kombinasi.
3.5.3.2.3. Akibat momen lentur dan gaya aksial
Besarnya tulangan kolom akibat momen lentur rencana dan gaya aksial
rencana dihitung dengan cara yang sama pada kolom interior.
3.5.3.3. Perhitungan Tulangan Geser Kolom Elastis
Perhitungan tulangan geser pada kolom elastis berbeda dengan
perhitungan tulangan geser pada kolom plastis dalam hal menghitung gaya geser
portal. Karena pada kolom elastis tidak diijinkan terjadi sendi plastis, maka
kegagalan akibat geser pun sudah secara otomatis terhindar. Oleh sebab itu tidak
perlu dikali faktor 1,25 dan tidak harus menggunakan M bal. Rumus untuk
menghitung gaya geser portal dapat dilihat pada persamaan berikut:
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
=ln
21,
uuku
MMV
(3.26)
Perhitungan selanjutnya dihitung dengan cara yang sama seperti pada
kolom plastis.
58 Universitas Kristen Petra
3.5.3.4. Contoh Perhitungan
Berikut ini akan disajikan contoh perhitungan tulangan kolom elastis
kode C24 lantai 1 bagian bawah berdasarkan Pseudo Elastis untuk bangunan 10
lantai. Adapun gambar letak kode telah dijelaskan sebelumnya di Gambar 3.7
3.5.3.3.1 Perhitungan Tulangan Utama Kolom Elastis
Data awal :
fc’ = 30 MPa
fy = 400 MPa
h = 900 mm
Agr = 810000 mm2
Dari 34 kombinasi pembebanan yang ada, diambil 3 kombinasi yang
kritis, yaitu kombinasi dengan M max, kombinasi dengan Nu absolut max,
kombinasi dengan Nu absolut min. Dari analisis ETABS 9.07 didapat kombinasi :
1. Mu max = 3062,862 kNm (kombinasi 27)
Nu = 4870,787 kN
2. Nu max = 5392,872 kN (kombinasi 24)
Mu = 2898,1 kNm
3. Nu min = 1092,43 kN (kombinasi 2)
Mu = 7,6108 kNm
Dari kombinasi tersebut, didapatkan nilai absis dan ordinat untuk tiap
kombinasi M dan N sebagai berikut :
1. Absis = 0,23
Ordinat = 0,363
2. Absis = 0,216
Ordinat = 0,402
3. Absis = 0,0005
Ordinat = 0,0722
Dengan mengetahui absis dan ordinat maka besarnya nilai ρ dari diagram
interaksi M-N (Vis dan Kusuma, 1993) dapat diketahui :
59 Universitas Kristen Petra
1. ρ akibat Mmax = 0,021 x 1,2 = 0,025 (dipakai)
2. ρ akibat Pmax = 0,015 x 1,2 = 0,018
3. ρ akibat Pmin = 0,01
Selanjutnya ambil nilai ρ terbesar lalu besar tulangan kolom dapat
dihitung dengan rumus :
As = ρ x Agr = 20250 mm2 (28D32)
3.5.3.4.2. Perhitungan Tulangan Geser Kolom Elastis.
Mencari besaran Vu,k :
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
=)7,05,3(
304,189386,9853ln
211
balbale
MMV 2562,558 kN
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−+
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
=)7,05,3(
565,74343062,862ln
212
uue
MMV 1295,93 kN
Dari Ve1 dan Ve2, karena Ve2 < Ve1, maka dipakai Ve2
Vu,k max = 1.2 VD + 0,5VL + VE (arah 908) = 376,116 kN
(kombinasi 19)
Nilai Vu,k yang dipakai adalah Ve2, karena Ve2> Vu
Besarnya λ0 diambil nilai terbesar dari :
1. tinggi penampang kolom = 900 mm
2. 1/6 bentang bersih kolom = 458,33
3. 500 mm
cV = 0 kN, karena :
1. Ve2 > 0,5 Vu
1295,93 kN > 0,5 x 376,116 kN
2. Nu tekan min < Ag fc’/20
2352 N (kombinasi 1) < 1215000
VckVuVs −=φ,
= 1727,91 kN
Mencari besaran s:
Menggunakan sengkang tulangan D12 dengan 4 kaki sengkang
60 Universitas Kristen Petra
s = s
yv
VdfA .. = 44,33 mm
Besarnya smax diambil nilai terkecil dari :
smax = 900 / 4 = 225 mm
smax = 6 x 32 = 192 mm
3
67,198350100max−
+=s = 150,44 mm
smax = 150 mm
Dipakai sengkang D12-40 mm (4 kaki)
3.6 Perencanaan Desain Kapasitas
3.6.1 Perencanaan Balok
Berikut ini akan disajikan contoh perhitungan tulangan lentur dan geser
balok berdasarkan SNI 2847-02. Sebagai contoh, diambil balok interior B39 lantai
3 pada bangunan 6 lantai. Lokasi balok 39 ditunjukkan pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Denah lokasi balok 39 lantai 3 bangunan 6 lantai
3.6.1.1. Perhitungan Tulangan Lentur Balok
Dari perhitungan ETABS, didapatkan output gaya-gaya dalam seperti
pada Tabel 3.12. Sedangkan perhitungan kombinasi pembebanan dapat dilihat
pada Tabel 3.13 dan 3.14.
61 Universitas Kristen Petra
Tabel 3.12. Momen Tumpuan pada Balok 39 Lantai 3 pada CD6-6
Tumpuan Kiri Tumpuan Kanan
MD -173,22 kNm -173,91 kNm
ML -55,32 kNm -55,27 kNm
MEmax 321,07 kNm 322,91 kNm
Tabel 3.13. Hasil Perhitungan Kombinasi Beban Hidup dan Beban Mati
Kombinasi Tumpuan Kiri Tumpuan Kanan
K1 = 1,4 MD -242,50 kNm -242,08 kNm
K2 = 1,2 MD + 1,6 ML -296.06 kNm -295,58 kNm
Tabel 3.14. Hasil Perhitungan Kombinasi Beban pada Gempa Maksimum Kombinasi Tumpuan Kiri Tumpuan Kanan
K3 = 1,2 MD + 0,5 ML + 1,0 ME 85,65 kNm 87,89 kNm
K4 = 1,2 MD + 0,5 ML – 1,0 ME -556,49 kNm -557,93 kNm
K5 = 0,9 MD + 1,0 ME 165,18 kNm 167,29 kNm
K6 = 0,9 MD – 1,0 ME -476,97 kNm -478,53 kNm
Kombinasi Maksimum 165,18 kNm 167,29 kNm
Kombinasi Minimum -556,49 kNm -557,93 kNm
Perhitungan :
d = h – selimut – Dsengkang – 0,5 x Dtul (asumsi awal)
= 750 – 40 – 12 – 0,5 x 28 = 684 mm
C = T
0,85 x fc’ x a x b = As x fy (3.27)
a = (As x fy) / (0,85 x fc’ x b)
Mn = Mu / Ø = T x (d – ½ x a)
Mn = As x fy x (d – ½ x a) (3.28)
Mn = As x fy x (d – ½ x (As x fy) / (0,85 x fc’ x b))
½ x As2 x fy
2 / (0,85 x fc’ x b) – As x fy x d + Mn = 0
62 Universitas Kristen Petra
Dengan menggunakan perumusan akar-akar dari persamaan kuadrat
didapat :
• Tulangan tumpuan kiri
As = 2763,36 mm2 ( Pakai 5D28 Atas)
As ’ = 1381,68 mm2 ( Pakai 3D28 Bawah)
• Tulangan tumpuan kanan
As = 2763,36 mm2 ( Pakai 5D28 Atas)
As ’ = 1381,68 mm2 ( Pakai 3D28 Bawah)
3.6.1.2. Perhitungan Kuat Lentur Maksimum Balok (Mpr)
Contoh perhitungan untuk B39 lokasi tumpuan kiri:
Dari perhitungan tulangan lentur didapatkan :
As = 2763,36 mm2 (5D28)
As ’ = 1381,68 mm2 (3D28)
Kuat lentur maksimum untuk momen negatif :
d = h – tebal selimut beton – Ø tul geser – ½ Ø tul lentur
d = 750 – 40 – 12 – ½ 28
= 684 mm
CC = T
0,85 x fc’ x a x b = 1,25 x As x fy
a - = b x fc' x 0,85fy x As x 1,25
= 400 x 30 x 0,85
400 x 3078,76 x 1,25
= 159,91 mm
Mpr - = As x 1,25 x fy x (d – ½ a)
= 3078,76 x 1,25 x 400 x (684 – ½ x 159,91)
= 936,77 kNm
Dengan cara yang sama diperoleh Mpr+ = 589,94 kNm sedangkan untuk
tumpuan kanan, Mpr - = 936,77 kNm dan Mpr+ = 589,94 kNm.
63 Universitas Kristen Petra
3.6.1.3. Perhitungan Tulangan Geser Balok
Dari perhitungan ETABS, didapatkan output gaya-gaya dalam seperti
pada Tabel 3.15. Sedangkan perhitungan kombinasi pembebanan dapat dilihat
pada Tabel 3.16 dan 3.17.
Tabel 3.15. Gaya Geser pada Balok B39
Tumpuan Kiri Tumpuan Kanan
VD -122,66 kN 122,58 kN VL -39,31 kN 39,29 kN
VEmaks 89,05 kN 89,88 kN
Tabel 3.16. Hasil Perhitungan Kombinasi Beban Hidup dan Beban Mati
Kombinasi Tumpuan Kiri Tumpuan Kanan
K1 = 1,4 VD 171,72 kN 171,61 kN
K2 = 1,2 VD + 1.6 VL -210,30 kN 209,96 kN
Tabel 3.17. Hasil Perhitungan Kombinasi Beban pada Gempa Maksimum
Kombinasi Tumpuan Kiri Tumpuan Kanan
K3 = 1,2 VD + 0,5 VL + 1,0 VE 255,90 kN 256,62 kN
K4 = 0,9 VD + 1,0 VE 199,44 kN 200,20 kN
Vu maksimum = 256,62 kN
Menghitung besarnya gaya geser rencana (Vub12) :
Vub12 = [ ]LDn
prpr V,V, l+MM
012121 +±⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
(3.29)
Vub12 = Vgmaksl+MM
n
prpr ±⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ 21
(3.30)
Vg = 1,2 VD + VL = 1,2 x 122,66 + 39,31 = 186,50 kN (Tumpuan Kiri)
Vg = 1,2 VD + VL = 1,2 x 122,58 + 39,29 = 186,39 kN (Tumpuan Kanan)
Vg maksimum = 186,50 kN
64 Universitas Kristen Petra
7 ,3 6 m
2 0 ,9 3 k N
3 9 3 ,9 3 k N
d = 0 .6 4 m
Menghitung Vub12 untuk lokasi tumpuan kiri :
Vub1,2 = ±Vg maks + ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ + −−
n
kananprkiripr
lMM 21
(3.31)
Vub1 = 186,50 + ⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ +36,7
589,94936,77= 393,93 kN
Vub2 = -186,50 + ⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ +36,7
589,94936,77= 20,93 kN
Diagram gaya geser Vub1 dan Vub2 dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9. Diagram gaya geser pada daerah sendi plastis
Dari perhitungan interpolasi, didapat nilai Vub_d sebesar 323,21 kN
Mencari nilai gaya geser yang dipukul sengkang, Vs :
Untuk kondisi di daerah sendi plastis (0 – 2 h dari tumpuan) :
Nilai Vc pada daerah sendi plastis harus dianggap sebesar nol jika :
1. ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +
n
prpr
lMM 21
maxu V5,0 ×≥
(3.32)
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ +36,7
589,94936,77> 0,5 x 256,62
207,43 kN > 128,31kN OK
2. Nub < Agfc’/20 (3.33)
0 < Agfc’/20 OK
Jadi, Vc = 0
65 Universitas Kristen Petra
Vs = cdub
VV
−75,0_
(3.34)
= 075,0
393,93− (Lihat Vub1)
= 525,24 kN
Perhitungan jarak sengkang (s) :
s =s
y.v
Vd.fA
(3.35)
= 31024,255
684 x 240x 212 x x π0,25 x 2
x
= 70,70 mm
Periksa s terhadap smaks dimana nilai smaks diambil yang terkecil dari :
1. d/4 = 684 / 4 = 171 mm ( smaks terpilih )
2. 8 Dmin = 8 x 28 = 224 mm
3. 24db = 24 x 12 = 288 mm
4. 300 mm
s < smaks OK
Jadi, digunakan tulangan geser Ø12-70 mm (2 kaki).
3.6.2 Perencanaan Kolom
Berikut ini akan disajikan contoh perhitungan tulangan lentur dan geser
kolom berdasarkan SNI 2847-02. Sebagai contoh, diambil kolom interior C23
lantai 3 pada CD6-6 dengan overstrength factor 1,2. Lokasi kolom C23 beserta
balok-balok yang merangka ditunjukkan pada Gambar 3.10.
66 Universitas Kristen Petra
Gambar 3.10. Denah lokasi kolom c23 lantai 3 pada CD6-6
3.6.2.1 Perhitungan Momen Nominal Rencana Kolom
Contoh perhitungan faktor distribusi momen nominal balok ke kolom (α)
untuk arah gempa 0° :
Dari perhitungan ETABS, didapatkan output momen lentur sebesar :
MEx kolom 4 bawah = 351,10 kNm
MEx kolom 3 atas = 276,29 kNm
MEx kolom 3 bawah = 433,44 kNm
MEx kolom 2 atas = 269,60 kNm
Untuk lebih jelasnya, lokasi MEx dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11. Diagram Momen Kolom Akibat Gempa 0°
67 Universitas Kristen Petra
αkolom 3 bawah =bawah i kolom E atas 1)-kolom(i E
bawah i kolom EM M
M+
(3.36)
=60,26944,433
433,44+
= 0,6165
αkolom 3 atas =atas i kolom Ebawah 1)(i kolom E
atas i kolom EM M
M++
(3.37)
=351,10 29,276
276,29+
= 0,4404
Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan cara yang sama untuk arah
gempa yang lain. Tabel 3.18 dan 3.19 berikut menampilkan ME tiap arah gempa
dan α yang dihasilkan.
Tabel 3.18. ME (satuan kNm) yang Dihasilkan dari Tiap Arah Gempa
Arah Gempa
MEX lt 3 MEY lt 3 MEX lt 2 MEY lt 2 MEX lt 4 MEY lt 4 bawah atas bawah atas atas bawah
0 ° 433,44 276,29 2,18 1,36 269,60 1,31 351,10 1,86 22,5 ° 398,63 254,15 169,24 107,71 248,05 105,79 322,71 137,36 45 ° 303,15 193,34 313,85 199,69 188,74 196,07 245,20 254,93
67,5 ° 161,56 103,12 410,69 261,26 100,73 256,51 130,40 333,69 90 ° 7,60 4,77 445,01 283,07 4,57 277,89 6,44 361,65
112,5° 170,36 108,46 411,58 261,78 105,73 256,97 138,46 334,55 135 ° 309,88 197,43 315,49 200,63 192,57 196,93 251,37 256,52 157,5° 402,28 256,37 171,37 108,95 250,12 106,91 326,05 139,44
Tabel 3.19. Nilai α yang Dihasilkan dari Tiap Arah Gempa
Arah Gempa
α Lantai 3 atas Lantai 3 bawah x y x y
0 ° 0,440377 0,422215 0,616519 0,625466 22,5 ° 0,440576 0,439508 0,616426 0,615345 45 ° 0,440863 0,439243 0,616293 0,615485
67,5 ° 0,543277 0,637332 0,469554 0,40312 90 ° 0,538027 0,541981 0,442459 0,468077
112,5° 0,44157 0,439134 0,615965 0,615544 135 ° 0,53066 0,63394 0,464876 0,405277 157,5° 0,538068 0,541927 0,442317 0,468078
68 Universitas Kristen Petra
Untuk perhitungan momen nominal rencana kolom diperlukan harga Mg
(momen nominal balok) dari balok-balok yang merangka pada kolom tersebut.
Balok-balok yang merangka pada kolom C23 dapat dilihat pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12. Balok-balok yang Merangka pada Kolom C23
Berikut ini ditampilkan contoh perhitungan Mg dari tulangan balok yang
terpasang pada balok B39 lantai 3 untuk arah gempa 0° :
Luas tulangan (As) tumpuan kiri yang terpasang :
As atas = 3078,76 mm2
As bawah = 1847,26 mm2
Untuk Mg tumpuan kiri tulangan atas :
∑ = 0H
CC = T
0,85 x fc’ x a x b = As x 1,25 x fy
0,85 x 30 x a x 400 = 3078,76 x 1,25 x 400
a = 150,92 mm
Mg = T x ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ − a
21d
Mg = As x 1,25 x fy x ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ − ad
21
(3.38)
Mg = 3078,76 x 1,25 x 400 x ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
248,172684
Mg - = 936,77 kNm
69 Universitas Kristen Petra
Dengan cara yang sama diperoleh nilai Mg untuk semua balok yang
merangka pada kolom C23 sebagai berikut :
Balok B38, lantai 3 (arah x) Mg- = 749,42 kNm
Mg+ = 471,95 kNm
Balok B38, lantai 2 (arah x) Mg- = 877 kNm
Mg+ = 471,95 kNm
Balok B39, lantai 3 (arah x) Mg- = 749,42 kNm
Mg+ = 471,95 kNm
Balok B39, lantai 2 (arah x) Mg- = 749,42 kNm
Mg+ = 471,95 kNm
Balok B33, lantai 3 (arah y) Mg- = 749,42 kNm
Mg+ = 471,95 kNm
Balok B33, lantai 2 (arah y) Mg- = 749,42 kNm
Mg+ = 471,95 kNm
Balok B44, lantai 3 (arah y) Mg- = 749,42 kNm
Mg+ = 471,95 kNm
Balok B44, lantai 2 (arah y) Mg- = 877 kNm
Mg+ = 471,95 kNm
Perhitungan Mgb untuk arah x dan y :
Contoh untuk Mgb lantai 3 (atas) arah x :
Mgb-x 1 = MgB38+ + MgB39-
= 471,95 + 749,42 = 1221,37 kNm
Mgb-x 2 = MgB38- + MgB39+
= 749,42 + 471,95 = 1221,37 kNm
Mgb-x diambil dari nilai maks antara Mgb-x1 dan Mgb-x2 yaitu 1221,37 kNm.
Dengan cara yang sama didapatkan,
Mgb-x bawah = 1348,96 kNm
Mgb-y atas = 1221,37 kNm
Mgb-y bawah = 1348,96 kNm
70 Universitas Kristen Petra
Selanjutnya dilakukan perhitungan Mc kolom C23 lantai 3 arh gempa 0°:
Mc,k-x = 1,2 x (αx x ΣMg,b-x + αy x 0,3 x ΣMg,b-y)
Mc,k-x atas = 1,2 x (0,440377 x 1221,37 + 0.3 x 0,422215 x 1221,37)
= 831,08 kNm
Mc,k-x bawah = 1,2 x (0,616519 x 1348,96 + 0.3 x 0,625466 x 1348,96)
= 1301,74 kNm
Mc,k-y = 1,2 (αx x ΣMg,b-y + αy x 0,3 x ΣMg,b-x)
Mc,k-y atas = 1,2 x (0,422215 x 1221,37 + 0,3 x 0,440377 x 1221,37)
= 1311,87 kNm
Mc,k-y bawah = 1,2 x (0,625466 x 1348,96 + 0,3 x 0,616519 x 1348,96)
= 856,55 kNm
Besarnya Mc kolom arah x dan y untuk pembebanan tiap arah gempa
dapat dilihat pada Tabel 3.20.
Tabel 3.20. Mc Kolom dari Tiap Arah Gempa
Arah Gempa
Mckx Mcky atas bawah atas bawah
0 ° 831,0848 1301,7296 812,4512 1311,868 22,5 ° 838,9792 1296,664 837,884 1295,4384 45 ° 839,2832 1296,516 837,6216 1295,6016
67,5 ° 1076,4848 955,8544 1172,9816 880,576 90 ° 1026,8656 943,5384 1030,9224 972,5664
112,5° 840,272 1296,0152 837,7736 1295,5376 135 ° 1056,5024 949,3288 1162,4624 881,796
157,5° 1026,9024 943,3088 1030,8608 972,4984
Dari semua arah gempa diperoleh Mc,k x dan Mc,k y maksimum sebesar :
Mc,k x atas = 1076,49 kNm Mc,k y atas = 1172,98 kNm
Mc,k x bawah = 1301,73 kNm Mc,k y bawah = 1311,87 kNm
3.6.2.2 Perhitungan Normal Rencana Kolom :
Gaya aksial rencana kolom yang dinyatakan sebagai Nu,k dihitung
sebagai gaya aksial terfaktor berdasarkan kombinasi pembebanan sebagai berikut:
1. Nu,k 1 = 1,4 ND (3.39)
71 Universitas Kristen Petra
2. Nu,k 2 = 1,2 ND + 1,6 NL (3.40)
3. Nu,k 3 = 1,2 ND + 0,5 NL + 1,0 NE (3.41)
4. Nu,k 4 = 1,2 ND + 0,5 NL – 1,0 NE (3.42)
5. Nu,k 5 = 0,9 ND + 1,0 NE (3.43)
6. Nu,k 6 = 0,9 ND - 1,0 NE (3.44)
Gaya aksial akibat beban mati, hidup, gempa dari semua arah untuk
potongan kolom bagian bawah dan atas dapat dilihat pada Tabel 3.21, sedangkan
untuk kombinasinya dapat dilihat pada Tabel 3.22 dan 3.23.
Tabel 3.21. Gaya Aksial pada Kolom C23 Lantai 3 Bangunan 6 Lantai
Arah Gempa
Potongan bawah (kN) Potongan atas (kN) ND NL NE ND NL NE
0 ° -2131,76 -731,96 0,23 -2104,29 -731,96 0,23 22,5 ° -2131,76 -731,96 7,67 -2104,29 -731,96 7,67 45 ° -2131,76 -731,96 14,05 -2104,29 -731,96 14,05
67,5 ° -2131,76 -731,96 18,28 -2104,29 -731,96 18,28 90 ° -2131,76 -731,96 19,73 -2104,29 -731,96 19,73
112,5 ° -2131,76 -731,96 18,18 -2104,29 -731,96 18,18 135 ° -2131,76 -731,96 13,86 -2104,29 -731,96 13,86
157,5 ° -2131,76 -731,96 7,43 -2104,29 -731,96 7,43
Tabel 3.22. Hasil Kombinasi Beban Aksial Kolom pada Potongan Bawah
Arah Gempa
Nu,k 1 Nu,k 2 Nu,k 3 Nu,k 4 Nu,k 5 Nu,k 6 Nu,k max Nu,k min (kN) (kN)
0 ° -3100,41 -3680,36 -3387,73 -3388,51 -1992,73 -1993,51 -3680,364 -1992,732 22,5 ° -3100,41 -3680,36 -3378,9 -3397,34 -1983,9 -2002,34 -3680,364 -1983,902 45 ° -3100,41 -3680,36 -3370,82 -3405,42 -1975,82 -2010,42 -3680,364 -1975,822
67,5 ° -3100,41 -3680,36 -3365,38 -3410,86 -1970,38 -2015,86 -3680,364 -1970,382 90 ° -3100,41 -3680,36 -3363,39 -3412,85 -1968,39 -2017,85 -3680,364 -1968,392
112,5° -3100,41 -3680,36 -3365,18 -3411,06 -1970,18 -2016,06 -3680,364 -1970,182135 ° -3100,41 -3680,36 -3370,45 -3405,79 -1975,45 -2010,79 -3680,364 -1975,452
157,5° -3100,41 -3680,36 -3378,41 -3397,83 -1983,41 -2002,83 -3680,364 -1983,412
72 Universitas Kristen Petra
Tabel 3.23. Hasil Kombinasi Beban Aksial Kolom pada Potongan Atas
Arah Gempa
Nu,k 1 Nu,k 2 Nu,k 3 Nu,k 4 Nu,k 5 Nu,k 6 Nu,k max Nu,k min (kN) (kN)
0 ° -3062,64 -3647,99 -3355,35 -3356,13 -1968,45 -1969,23 -3647,988 -1968,45 22,5 ° -3062,64 -3647,99 -3282,4 -3346,52 -3364,96 -1959,62 -3647,988 -1959,62 45 ° -3062,64 -3647,99 -3338,44 -3373,04 -1951,54 -1986,14 -3647,988 -1951,54
67,5 ° -3062,64 -3647,99 -3333 -3378,48 -1946,1 -1991,58 -3647,988 -1946,1 90 ° -3062,64 -3647,99 -3331,01 -3380,47 -1944,11 -1993,57 -3647,988 -1944,11
112,5° -3062,64 -3647,99 -3332,8 -3378,68 -1945,9 -1991,78 -3647,988 -1945,9135 ° -3062,64 -3647,99 -3338,07 -3373,41 -1951,17 -1986,51 -3647,988 -1951,17
157,5° -3062,64 -3647,99 -3346,03 -3365,45 -1959,13 -1978,55 -3647,988 -1959,13
Dari tabel di atas diperoleh kombinasi aksial maksimum sebesar :
Nu max bawah = -3680,36 kN
Nu min bawah = -1970,18 kN
Nu max atas = -3647,99 kN
Nu min atas = -1944,11 kN
3.6.2.3 Perhitungan Momen Rencana Kolom Uniaxial :
Momen rencana kolom yang dinyatakan sebagai Mu,k dihitung sebagai
momen terfaktor berdasarkan kombinasi pembebanan sebagai berikut :
1. Mu,k 1 = 1,4 (MDX + MDY) (3.45)
2. Mu,k 2 = 1,2 (MDX + MDY) + 1,6 (MLX + MLY) (3.46)
3. Mu,k 3 = 1,2 (MDX + MDY) + 0,5 (MLX + MLY) + 1,0 (MEX + MEY) (3.47)
4. Mu,k 4 = 1,2 (MDX + MDY) + 0,5 (MLX + MLY) - 1,0 (MEX + MEY) (3.48)
5. Mu,k 5 = 0,9 (MDX + MDY) + 1,0 (MEX + MEY) (3.49)
6. Mu,k 6 = 0,9 (MDX + MDY) - 1,0 (MEX + MEY) (3.50)
Momen yang terjadi pada kolom adalah momen arah X dan arah Y dan
untuk metode uniaxial, maka 100 % momen arah X dan 100 % momen arah Y
dijumlahkan linier. Besarnya momen kolom hasil analisis struktur dapat dilihat
pada Tabel 3.24 dan 3.25. Sedangkan hasil kombinasi momen kolom untuk
potongan bawah dan atas dapat dilihat pada Tabel 3.26 dan 3.27.
73 Universitas Kristen Petra
Tabel 3.24. Momen Kolom Arah X
Arah Gempa
Potongan bawah (kNm) Potongan atas (kNm) MD ML ME MD ML ME
0 ° -0,103 0,117 433,44 -0,067 -0,13 276,286 22,5 ° -0,103 0,117 398,631 -0,067 -0,13 254,151 45 ° -0,103 0,117 303,15 -0,067 -0,13 193,336
67,5 ° -0,103 0,117 161,564 -0,067 -0,13 103,115 90 ° -0,103 0,117 7,603 -0,067 -0,13 4,769
112,5 ° -0,103 0,117 170,358 -0,067 -0,13 108,461 135 ° -0,103 0,117 309,884 -0,067 -0,13 197,429
157,5 ° -0,103 0,117 402,275 -0,067 -0,13 256,367
Tabel 3.25. Momen Kolom Arah Y
Arah Gempa
Potongan bawah (kNm) Potongan atas (kNm) MD ML ME MD ML ME
0 ° -1,097 1,205 2,181 0,289 -1,043 1,357 22,5 ° -1,097 1,205 169,237 0,289 -1,043 107,712 45 ° -1,097 1,205 313,852 0,289 -1,043 199,686
67,5 ° -1,097 1,205 410,691 0,289 -1,043 261,263 90 ° -1,097 1,205 445,007 0,289 -1,043 283,066
112,5 ° -1,097 1,205 411,576 0,289 -1,043 261,775 135 ° -1,097 1,205 315,487 0,289 -1,043 200,632
157,5 ° -1,097 1,205 171,373 0,289 -1,043 108,948
Tabel 3.26. Kombinasi Momen Kolom pada Potongan Bawah
Arah Gempa
Mu,k 1 Mu,k 2 Mu,k 3 Mu,k 4 Mu,k 5 Mu,k 6 Mu,k max (kNm)
0 ° 1,680 3,291 438,383 438,383 436,701 -434,541 438,383 22,5 ° 1,680 3,291 570,630 570,630 568,948 -566,788 570,630 45 ° 1,680 3,291 619,764 619,764 618,082 -615,922 619,764
67,5 ° 1,680 3,291 575,017 575,017 573,335 -571,175 575,017 90 ° 1,680 3,291 455,372 455,372 453,690 -451,530 455,372
112,5° 1,680 3,291 584,696 584,696 583,014 -580,854 584,696 135 ° 1,680 3,291 628,133 628,133 626,451 -624,291 628,133 157,5° 1,680 3,291 576,410 576,410 574,728 -572,568 576,410
74 Universitas Kristen Petra
Tabel 3.27. Kombinasi Momen Kolom pada Potongan Atas
Arah Gempa
Mu,k 1 Mu,k 2 Mu,k 3 Mu,k 4 Mu,k 5 Mu,k 6 Mu,k max
(kNm) 0 ° 0,498 2,069 279,243 279,243 277,963 -277,323 279,243
22,5 ° 0,498 2,069 363,463 363,463 362,183 -361,543 363,463 45 ° 0,498 2,069 394,622 394,622 393,342 -392,702 394,622
67,5 ° 0,498 2,069 365,978 365,978 364,698 -364,058 365,978 90 ° 0,498 2,069 289,435 289,435 288,155 -287,515 289,435
112,5° 0,498 2,069 371,836 371,836 370,556 -369,916 371,836 135 ° 0,498 2,069 399,661 399,661 398,381 -397,741 399,661
157,5° 0,498 2,069 366,915 366,915 365,635 -364,995 366,915
Dari kombinasi pada Tabel 3.26 dan 3.27 didapatkan:
Mu max atas = 399,61 kNm
Mu max bawah = 628,13 kNm
3.6.2.4 Perencanaan Kolom Uniaxial :
Momen lentur yang terjadi pada kolom adalah lentur biaxial, artinya
terjadi kombinasi lentur lebih dari 1 arah sehingga perencanaan kolom seharusnya
menggunakan metode biaxial yang cukup rumit. Untuk menyederhanakan
perhitungan maka digunakan metode uniaxial dimana metode uniaxial ini
menjumlahkan 100 % momen arah X dan 100 % momen arah Y kemudian
dihitung sebagai kolom lentur satu arah saja dengan momen gabungan tersebut.
Dari perhitungan sebelumnya, didapatkan Mc,k dan Mu,k max yang akan digunakan
sebagai Mu terpakai yang akan dikombinasikan dengan Nu max dan Nu min untuk
mendapatkan tulangan longitudinal yang diperlukan dimana Mu terpakai adalah nilai
maksimum antara φMc dan Mu. Beban yang diterima oleh kolom adalah interaksi
momen lentur dan gaya tekan aksial dimana besarnya momen lentur (Mn) adalah
Mu terpakai / φ dan besarnya gaya tekan aksial (Nn) adalah Nu / φ . Besarnya φ
ditunjukkan pada Gambar 3.13.
75 Universitas Kristen Petra
0,80
0,65
Nu (tarik) Nu (tekan)0,1 f c' Ag
φ
Gambar 3.13. Grafik untuk Mencari Besarnya φ
Perhitungan tulangan lentur kolom menggunakan grafik Mn-Nn seperti
pada Gambar 3.13 dimana grafik tersebut menyatakan kapasitas sebuah kolom
dalam menerima beban interaksi lentur dan aksial. Tulangan longitudinal kolom
dihitung berdasarkan kombinasi yang paling menentukan di antara kombinasi
momen dan gaya aksial kolom (Mn-Nn).
Berikut perhitungan beban interaksi Mn-Nn untuk kolom potongan atas:
Gaya aksial :
0,1 x fc’ x Ag = 0,1 x 30 x 6392 = 1224.96 kN = N*
Nu max atas = 3647,99 kN
Nu min atas = 1944,11 kN
Nu maks = 3647,99 kN Nu > N* φ = 0,650 (untuk Nu max)
Nn maks = 3647,99 / 0,65 = 5612,29 kN
Nu min = 1944,11 kN Nu > N* φ = 0,65 (untuk Nu min)
Nn min = 1944,11 / 0,65 = 2990,94 kN
Momen lentur :
Mu,k = 399,61 kNm
φ Mc,k = 0,65 x 1172,98 = 762,44 kNm
Mu,k < φ Mc,k , sehingga yang dipakai sebagai M terpilih adalah φ Mc,k
sebesar 762144 kNm.
Mn = M terpilih / φ = 762,44 / 0,65 = 1172,98 kNm
Dengan cara yang sama untuk kolom potongan bawah didapatkan :
76 Universitas Kristen Petra
Nn maks = 5612,29 kN
Nn min = 2990,94 kN
Mn = 1172,98 kNm
Dengan bantuan Program MatLab
Didapatkan tulangan lentur untuk kolom :
Potongan atas = 20 D 30,62
Potongan bawah = 20 D 33,52
Kemudian diperiksa terhadap syarat tulangan minimum :
As min = ρ min x Agross
= 0,01 x 639 x 639
= 4083.21 mm2 = 20 D 16,12
As < As min pakai As min
Jadi, tulangan kolom yang terpasang pada potongan atas dan bawah
masing-masing sebanyak 20 D 30,62 (20 D 32) dan 20 D 33,52 (24 D
32).
3.6.2.5 Perhitungan Tulangan Geser Kolom :
Perhitungan gaya geser dari tulangan lentur terpasang kolom (Ve,k):
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +=
n
prpre,k h
MMV 43
(3.51)
dimana :
Mpr3 = kuat momen lentur probable dari suatu komponen struktur
pada bagian atas dari suatu segmen kolom
Mpr4 = kuat momen lentur probable dari suatu komponen struktur
pada bagian bawah dari suatu segmen kolom
hn = tinggi bersih kolom
Perhitungan Mpr3 dan Mpr4 didapatkan dari perhitungan Mbalance kolom,
dimana fy yang digunakan adalah 1,25 kali fy atau 500 MPa. Perhitungan Mbalance
kolom didapatkan dari kesetimbangan gaya-gaya yang terjadi saat kondisi balance
seperti pada Gambar 3.14.
77 Universitas Kristen Petra
Cc
T1
T2
T3
T4
T6
T7
T8
T5
Gambar 3.14. Kesetimbangan Gaya-gaya pada Kondisi Balance Kolom C23
pada lantai 3
Perhitungan untuk kolom atas
dbal = h – selimut beton – d sengkang – ½ d lentur
= 639 – 40 – 12 – ½ x 32 = 571 mm
cbal = dbal x 600 / (600 + 1,25 fy )
= 571 x 600 / (600 + 500) = 311,45 mm
abal = 0,85 x cbal = 264,74 mm
Cc = 0,85 x fc’ x abal x b
= 0,85 x 30 x 264,74 x 639 = 4313,75 kN
T1 = As1 x 1,25 x fy
= (8 x ¼ x π x 322) x 1,25 x 400 = 2573,59 kN
Untuk T2 sampai T8 :
Tn = Asn x fs’n
= Asn x |xn - cbal| / cbal x 600
T2 = 581,59 kN
T3 = 358,92 kN
T4 = 136,26 kN
T5 = -864 kN
T6 = -309,06 kN
T7 = -531,73kN
T8 = -3017,55kN
P bal = Cc + Σ T
= 4608,12 kN
78 Universitas Kristen Petra
Mbal didapatkan dengan mencari resultan momen akibat gaya-gaya di atas
terhadap satu titik, dalam hal ini diambil titik A.
Mbal = Cc x (h – ½ cbal) + P bal x ½ h + Σ (Tn x xn)
= 1584,22 kNm
Didapatkan nilai Mpr3 dan Mpr4 kolom :
Mpr3 = 1405,97 kNm
Mpr4 = 1584,22 kNm
maka :
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−+
=0,75 3,5
22,1584 1405,97,keV = 1087,34 kN
Perhitungan gaya geser dari balok yang merangka pada kolom baik
pada potongan atas ataupun potongan bawah kolom (Ve,b) :
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +=
n
prprbe h
MMV 21
,
(3.52)
dimana :
Mpr1 = jumlah kuat lentur maksimum balok yang merangka pada
potongan atas kolom (dihitung dengan fy = 1,25x400= 500
MPa)
Mpr2 = jumlah kuat lentur maksimum balok yang merangka pada
potongan bawah kolom (dihitung dengan fy = 1,25x400= 500
MPa)
hn = tinggi bersih kolom
Dari Mpr1 dan Mpr2, yaitu :
Mpr1 = 1466,23 kNm
Mpr2 = 1639,84 kNm
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−+
=75,05,3
84,163923,1466,beV = 1129.48 kN
79 Universitas Kristen Petra
Perhitungan gaya geser hasil analisis ETABS (Vu,k) :
Tabel 3.28. Gaya Geser Output ETABS v.9.07
Beban Vx (kN) Vy (kN) Dead -0,5 -0,01 Live 0,82 0,09
Gempa 0 ° 1,29 257,84 Gempa 22,5 ° 100,62 237,15 Gempa 45 ° 186,58 180,37
Gempa 67,5 ° 244,13 96,16 Gempa 90 ° 264,52 4,5
Gempa 112,5° 244,64 101,3 Gempa 135 ° 187,52 184,31 Gempa 157,5° 101,85 239,28
Perhitungan kombinasi gaya geser :
V gempa maks = 264,52 kN
Vu,k1 = 1,4 x V dead
= 1,4 x 0,5 = 0,7 kN
Vu,k2 = 1,2 x V dead + 1,6 x V live
= 1,2 x 0,5 + 1,6 x 0,82 = 1,91 kN
Vu,k3 = 1,2 x V dead + 0,5 x V live + V gempa maks
= 1,2 x 9,5 + 0,5 x 0,82 + 264,52 = 265,53 kN
Vu,k4 = 0,9 x V dead + V gempa maks
= 0,9 x 0,5 + 264,52 = 264,97 kN
Vu,k maks = 265,53 kN
Antara Ve,k dan Ve,b dipilih yang minimum, kemudian dibandingkan
dengan Vu,k dan diambil nilai maksimumnya sebagai Ve. Dengan demikian, nilai
Ve didapat sebesar 1087,34 kN (dari Ve,k).
Untuk perhitungan tulangan geser, nilai Nu dipilih dari :
1. Bila Ve berasal dari kombinasi pembebanan (Vu,k), maka Nu diambil
dari kombinasi pembebanan yang bersesuaian.
2. Bila Ve berasal dari Ve,k atau Ve,b maka Nu diambil dari kombinasi
pembebanan yang menghasilkan nilai Nu yang paling kecil karena
kuat geser beton akan semakin kecil bila Nu juga semakin kecil.
80 Universitas Kristen Petra
Dalam contoh ini, Ve berasal dari Ve,b maka nilai Nu diambil dari
kombinasi pembebanan yang menghasilkan nilai Nu paling kecil sebesar 1874,13
kN.
Untuk daerah yang mengalami sendi plastis :
Kontribusi beton dalam memikul geser (Vc) dianggap nol (Vc = 0), bila:
1. Nu (tekan) < Ag x fc’ / 20
1944110 N < 639 x 639 x 30 / 20 N
1944110 N < 612381,5 N (NOT OK)
2. kombinasiVuh
MM
n
prpr 5,043 >⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +
(3.53)
53,2655,0
0,75 3,522,1584 1405,97
×>⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−+
1396,98 kN > 118,94 kN (OK) Jadi Vc ≠ 0, dimana besar Vc adalah :
cV = ××
⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛ +
'6
141
cg
u
fxA
N
bw x d x 10-3 (3.54)
= ××⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛×
+30
640832114
1944,111639 x 571 x 10-3
= 330,91 kN
Vs = ce VV
−75,0
= 91,33075,0
1087,34− = 1112,88 kN
Menghitung jarak tulangan geser kolom (s) :
s = Av x fy x d / Vs
= 100088,1112
571400)121225,02(×
×××××× π = 46,17 mm
81 Universitas Kristen Petra
dan tidak boleh kurang dari :
s = w
yv
bfA .3 . =
6394001225,023 2 ××××× π
= 424,78 mm
Kemudian s yang didapat diperiksa terhadap smaks dimana besarnya
smaks diambil yang terkecil dari :
1. smaks = min ( b atau h kolom ) / 4 = 639 / 4 = 159,75 mm
2. smaks = 6 Dlentur = 6 x 32 = 192 mm
3. smaks = 100 + (350-hx) / 3 = 100 + | 350-278 | / 3 = 124 mm
4. smaks = 150 mm
smaks = 124 mm
S < Smaks, maka digunakan jarak tulangan geser sebesar 46,17 mm
Jadi, digunakan tulangan geser D12-40 mm (3 kaki)
3.7 Analisis Moment-Curvature dengan Menggunakan Program ESDAP
Penelitian ini menggunakan program ESDAP untuk mendapatkan grafik
moment-curvature. Kemudian grafik hubungan moment-curvature ini
disederhanakan menjadi bentuk grafik bilinear. Grafik bilinear inilah yang
menjadi input dari hinge properties untuk balok maupun kolom pada program
ETABS v 9.07 dan RUAUMOKO 3D.
Berikut disajikan cara menggunakan program ESDAP serta proses
penyederhanaan grafik hubungan moment-curvature menjadi grafik bilinear.
Sebagai contoh diambil tumpuan balok B2 lantai 8 pada bangunan PE6-10.
Dimensi = 400 x 750 mm2
Jumlah tulangan atas = 5 D 22
Jumlah tulangan bawah = 3 D 22
Jumlah tulangan geser = Ø 10-50 (2 kaki, fy = 240 MPa)
Mutu beton (fc’) = 30 MPa
Program ESDAP tidak bisa membuat secara langsung grafik moment-
curvature untuk momen positif dan momen negatif bersamaan, oleh sebab itu
input dilakukan 2 kali. Input data pada program ESDAP untuk momen positif dan
momen negatif ditunjukkan pada Gambar 3.15 dan 3.16.
82 Universitas Kristen Petra
Gambar 3.15. Input Data Program ESDAP tumpuan balok B2 lantai 8 pada
bangunan PE6-10 untuk Momen Positif
Gambar 3.16. Input Data Program ESDAP tumpuan balok B2 lantai 8 pada
bangunan PE6-10 untuk Momen Negatif
Output ESDAP berupa 2 buah grafik moment-curvature, masing-masing
untuk momen negatif dan momen positif. Berikut ini ditampilkan grafik hubungan
moment-curvature yang merupakan gabungan dari 2 grafik moment-curvature
tersebut. Sumbu positif menggambarkan momen positif, sedangkan sumbu negatif
menggambarkan momen negatif.
Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa deformasi plastis yang terjadi
adalah linear sehingga grafik moment-curvature pada Gambar 3.17. dimodifikasi
sedemikian rupa sehingga menjadi linear untuk deformasi plastisnya. Modifikasi
83 Universitas Kristen Petra
yang dilakukan adalah dari titik 0 ditarik garis lurus menuju titik leleh, kemudian
dari titik leleh ditarik garis lurus menuju titik ultimate. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 3.18. berikut ini.
Gambar 3.17. Kurva Moment-Curvature dari Program ESDAP yang Telah
Digabungkan untuk Momen Positif dan Momen Negatif
Gambar 3.18. Modifikasi Kurva Moment-Curvature
Grafik moment-curvature yang telah dimodifikasi inilah yang menjadi input
hinge properties untuk program ETABS v9.07 dan RUAUMOKO 3D.
‐800
‐600
‐400
‐200
0
200
400
600
‐0.25 ‐0.2 ‐0.15 ‐0.1 ‐0.05 5E‐16 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Kurva Moment‐CurvatureMom
ent (kN
m)
Curvature (rad/m)
‐800
‐600
‐400
‐200
0
200
400
600
‐0.25 ‐0.2 ‐0.15 ‐0.1 ‐0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Kurva Moment‐Curvature
Mom
ent (kN
m)
Curvature (rad/m)
84 Universitas Kristen Petra
3.8 Analisis Nonlinear Static Pushover dengan Program ETABS v9.07
3.8.1 Pemodelan Struktur
Pemodelan Struktur untuk analisis nonlinear static pushover sesuai
dengan pemodelan yang digunakan untuk analisis struktur, termasuk asumsi
pemodelan yang digunakan (lihat subbab 3.2) serta beban-beban yang bekerja
pada struktur gedung tersebut. Model struktur untuk gedung 6- dan 10-lantai
ditunjukkan pada Gambar 3.19 dan 3.20.
Gambar 3.19. Model Struktur Gedung 6 Lantai pada ETABS v9.07
Gambar 3.20. Model Struktur Gedung 10 Lantai pada ETABS v9.07
85 Universitas Kristen Petra
3.8.2 Input Program
Setelah model struktur dibuat dan beban-beban gravitasi serta beban
gempa yang bekerja pada struktur sudah diberikan, tahapan selanjutnya untuk
melakukan analisis pushover pada program ETABS v9.07 adalah sebagai berikut :
• Pendefinisian Hinge Properties Balok :
Data hinge properties di-input-kan pada penampang balok daerah
tumpuan, yaitu di lokasi dimana sendi plastis diharapkan terjadi. Hinge
properties ini dimasukkan hanya untuk M3 saja karena pada struktur balok
yang menentukan adalah kegagalan lentur. Posisi sumbu lokal 3 dapat
dilihat pada Gambar 3.21. berikut ini.
Gambar 3.21. Posisi Sumbu Lokal Balok pada ETABS v 9.07
Untuk input hinge properties penampang balok dengan posisi dan jumlah
tulangan tertentu diperlukan data-data berupa hubungan antara moment-rotation
(M-θ), nilai yield moment (My), yield rotation (θy), ultimate moment (Mu) dan
ultimate rotation (θu). Data-data tersebut bisa diperoleh dari grafik moment-
curvature bilinear yang telah dijelaskan pada subbab 4.2. Perlu diingat bahwa
hasil program ESDAP adalah grafik moment-curvature bilinear, sedangkan input
yang dibutuhkan pada program ETABS v 9.07 adalah grafik moment-rotation
bilinear. Berikut ini dijelaskan hubungan antara rotation dengan curvature :
(3.55)
(3.56)
a∫=θ
M
r
B
i
d
dima
Pad
M/EI pada d
sepanjang se
rotation mer
Berdasarkan
Sehingga pa
sebesar 0,5 h
interior B2 l
Pan
Pen
dilihat pada
Gambar 3.
ana :
φ = cu
θ = ro
M = m
EI = st
lp = pl
da Persamaa
daerah sepan
endi plastis
rupakan has
n ATC 40 p
ada penelitia
h. Berikut d
lantai 8 pada
njang sendi p
nentuan letak
Gambar 3.2
22. Penentu
‐0.25 ‐0
Mom
ent (kN
m)
plEIM
=θ
urvature
otation
moment
tiffness
lastic hinge
an 3.56 tamp
njang sendi p
adalah kons
sil perkalian
panjang send
an ini, panja
itampilkan c
a bangunan P
plastis = 0,5
k titik A, B,
22.
uan Letak Tit
0.2 ‐0.15 ‐0.1
Kurv
Curv
C
86
length
pak bahwa r
plastis. Deng
stan, maka d
antara curv
di plastis un
ang sendi pl
contoh input
PE6-10 :
h = 0,5 x 75
, C, D, E pa
tik A,B,C,D,
‐800
‐600
‐400
‐200
0
200
400
600
‐0.05 0 0.0
va Moment‐C
vature (rad/m
A
B
B
Un
rotation mer
gan mengasu
diperoleh Per
vature denga
ntuk struktur
lastis untuk
t data hinge p
50 = 375 mm
ada kurva m
,E pada Kurv
05 0.1 0.15
Curvature
m)
niversitas Kr
rupakan has
umsi bahwa
rsamaan 3.5
an plastic hin
r balok sebe
balok diam
properties u
m.
oment-curva
va Moment-
0.2 0.25
C
risten Petra
(3.57)
sil integrasi
a momen di
7 sehingga
nge length.
esar 0,5 h.
mbil sebesar
untuk balok
ature dapat
Curvature
87 Universitas Kristen Petra
• Titik A Titik dimana penampang belum menerima pembebanan.
A = (0;0)
• Titik B Titik dimana penampang mengalami leleh pertama kali.
B = (yield moment ; yield rotation)
ESDAP tidak memberikan nilai yield moment sehingga untuk menghitung
yield moment perlu dilakukan interpolasi dari output yield curvature.
Yield Curvature + = 0,0037959 rad/m
Yield Curvature - = 0,0040313 rad/m
Dari interpolasi didapat bahwa :
Yield Moment + = 290,757 kNm
Yield Moment - = 484,734 kNm
Sedangkan yield rotation didapat dengan mengalikan yield curvature
dengan panjang sendi plastis.
Yield Rotation + = 0,0037959 x 0,375 = 0,001423 rad
Yield Rotation - = 0,0040313 x 0,375 = 0,001512 rad
Nilai yield moment dan yield rotation ini menjadi faktor skala (MSF dan
RSF) untuk input data hinge property sehingga semua nilai yang ada
dalam grafik merupakan hasil pembagian dari nilai sesungguhnya dengan
faktor skala.
Dalam ETABS v 9.07, nilai deformasi elastis diabaikan sehingga titik B
mempunyai koordinat (1;0).
• Titik C Titik dimana penampang berada pada kondisi ultimate.
C = (ultimate moment ; ultimate rotation)
Ultimate Moment + = 443 kNm
Ultimate Moment - = 706,68 kNm
Ultimate Curvature + = 0,2068 rad/m
Ultimate Curvature - = 0,1533 rad/m
C = 443 / 290,757 = 1,5236
C- = - (706,68 / 484,734) = -1,4579
C = 0,2068 / 0,0037959 = 54,486
C- = - (0,1533 / 0,0040313) = -38,0207
Output ESDAP
Input ETABS – M/MSF
Input ETABS – R/RSF
88 Universitas Kristen Petra
• Titik D Titik yang berada pada setelah kondisi ultimate penampang.
Diambil dari ekstrapolasi nilai C sebesar 1,01 baik untuk
moment maupun rotation.
• Titik E Titik yang berada pada setelah kondisi ultimate penampang.
Diambil dari ekstrapolasi nilai C sebesar 1,02 baik untuk
moment maupun rotation.
• Titik IO Titik dimana plastic rotation mempunyai nilai sebesar 10 %
kondisi setelah penampang mengalami leleh pertama kali
(dari titik B).
IO Positive = 0,0037959
)0,0037959 0,2068(1,0 0,0037959 −×+ = 6,3486
IO Negative = - ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −×+0,0040313
) 0,00403131533,0(1,00,0040313 = - 4,7021
• Titik LS Titik dimana plastic rotation mempunyai nilai sebesar 25 %
kondisi setelah penampang mengalami leleh pertama kali
(dari titik B).
LS Positive = 0,0037959
)0,0037959 0,2068(25,0 0,0037959 −×+ = 14,3715
LS Negative = - ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −×+0,0040313
) 0,00403131533,0(25,00,0040313 = -10,2552
• Titik CP Titik dimana plastic rotation mempunyai nilai sebesar 40 %
kondisi setelah penampang mengalami leleh pertama kali
(dari titik B).
CP Positive = 0,0037959
)0,0037959 0,2068(4,0 0,0037959 −×+ = 22,3944
CP Negative = - ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −×+0,0040313
) 0,00403131533,0(4,00,0040313
= -15,8083
Penentuan titik IO, LS, dan CP ini disesuaikan dengan kriteria damage
index berdasarkan ACMC dimana untuk level Serviceability Limit State, damage
index mempunyai nilai antara 0,1-0,25. Untuk level Damage Control State,
damage index mempunyai nilai antara 0,25-0,4. Untuk level Safety Limit State,
damage index mempunyai nilai antara 0,4-1,0.
89 Universitas Kristen Petra
Setelah koordinat semua titik diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah
proses input data pada hinge properties balok pada program ETABS v9.07.
Gambar 3.23 menunjukkan input data hinge properties pada tumpuan balok B2
lantai 8 pada bangunan PE6-10. Sumbu positif mewakili nilai momen positif,
sedangkan sumbu negatif mewakili nilai momen negatif.
Gambar 3.23. Input Hinge Properties pada Program ETABS v9.07 untuk
tumpuan balok B2 lantai 8 pada bangunan PE6-10
• Pendefinisian Hinge Properties Kolom :
Data hinge properties untuk elemen kolom adalah model P-M2-
M3, yang mempunyai arti bahwa terjadinya sendi plastis ditentukan oleh
interaksi gaya aksial (N) dan momen (M) sumbu lokal 2 dan sumbu lokal
3. Posisi sumbu lokal 2 dan sumbu lokal 3 pada kolom dapat dilihat pada
Gambar 3.24.
Dalam penelitian ini, setiap kolom pada bangunan yang ditinjau
memiliki kapasitas momen sumbu lokal 2 yang sama dengan kapasitas
momen sumbu lokal 3. Hal ini disebabkan karena dimensi kolom
berbentuk persegi dan tulangan kolom yang ada tersebar merata pada
keempat sisinya.
90 Universitas Kristen Petra
Gambar 3.24. Posisi Sumbu Lokal Kolom pada ETABS v 9.07
Seperti hinge properties balok, input hinge properties penampang kolom
memerlukan data-data berupa hubungan antara moment-rotation (M-θ), yield
rotation (θy), ultimate moment (Mu) dan ultimate rotation (θu). Perbedaannya
dengan balok, yaitu pada kolom, kita tidak perlu memasukan nilai yield moment.
Hal ini dikarenakan program ETABS v 9.07 dapat menghitung sendiri besarnya
yield moment ini berdasarkan grafik P-M-M interaction surface. Grafik P-M-M
interaction surface ini tidak perlu kita input secara manual karena program
ETABS v 9.07 dapat menggambarkan grafik ini berdasarkan tulangan yang telah
kita tentukan pada penampang kolom (pada option define, frame sections). Untuk
mengaktifkan fungsi tersebut, kita perlu memilih option frame hinge interaction
surface concrete, ACI 318-95 with phi=1 pada input hinge properties kolom,
pada option show / define interaction.
Secara teoritis, grafik moment-rotation untuk penampang kolom sulit
untuk ditentukan. Hal ini disebabkan karena gaya aksial yang bekerja pada kolom
selalu berubah-ubah ketika bangunan dibebani oleh beban gempa. Pada penelitian
ini dipakai gaya aksial kombinasi pembebanan minimum pada tiap kolom untuk
input program ESDAP untuk mendapatkan grafik moment-rotation.
Prosedur perhitungan dan penentuan koordinat titik A, B, C, D, E, IO,
LS, CP untuk input hinge properties kolom sama seperti untuk balok.
Berdasarkan ATC-40, untuk kolom panjang sendi plastis diambil sebesar 0,5h.
Berikut ini contoh hasil perhitungan koordinat titik-titik untuk kolom eksterior
C12 lantai 8 pada bangunan PE6-10 yang didesain berdasarkan SNI 2847-02.
91 Universitas Kristen Petra
Panjang sendi plastis = 0,5 h = 0,5 x 750 = 375 mm. Hasil perhitungan
koordinat titik A, B, C, D, E, IO, LS, CP ditunjukkan pada Tabel 3.29 dan 3.30.
Tabel 3.29. Koordinat titik A, B, C, D, E
CODE M/MSF R/RSF A 0 0 B 1 0 C 1.3698 34.355 D 1.3835 34.6986 E 1.3972 35.0421
Tabel 3.30. Koordinat titik IO, LS, CP
IO 4.3 LS 9.3 CP 14.3
Input hinge property kolom eksterior C12 lantai 8 pada bangunan PE6-10
pada program ETABS v9.07 dapat dilihat pada Gambar 3.25. Sedangkan pilihan
untuk menentukan P-M-M interaction surface secara otomatis dapat dilihat pada
Gambar 3.25.
Gambar 3.25. Input Hinge Properties kolom C12 lantai 8
92 Universitas Kristen Petra
Gambar 3.26. Option untuk Menentukan Frame Hinge P-M-M Interaction
Surface Secara Otomatis
• Penentuan Letak Sendi Plastis :
Setelah proses input hinge properties balok dan kolom selesai,
langkah selanjutnya adalah penentuan letak terjadinya sendi plastis yang
diinginkan. Untuk balok dan kolom letak sendi plastis yang diharapkan
terjadi adalah pada ujung-ujung balok dan kolom.
• Kondisi Pembebanan Pushover :
Pada static nonlinear pushover case dibuat dua macam kondisi
pembebanan. Pertama adalah pembebanan akibat beban gravitasi. Dalam
penelitian ini, beban gravitasi yang digunakan adalah beban mati dengan
koefisien pembebanan 1,2 dan beban hidup dengan koefisien pembebanan
0,5 (sesuai dengan kombinasi pembebanan yang dipakai untuk analisis
moment-curvature dengan ESDAP). Setelah kondisi pertama selesai
dijalankan, pembebanan bangunan dilanjutkan dengan kondisi kedua,
yakni akibat beban lateral. Pola beban lateral yang mewakili gaya inersia
bangunan akibat gempa ini berupa beban terpusat yang menangkap pada
pusat massa tiap lantai, yang diperoleh dari building mode berdasarkan
mode 1. Arah pembebanan beban lateral dilakukan pada arah X positif, X
negatif, Y positif, dan Y negatif dari sumbu global bangunan yang
ditinjau.
Pada static nonlinear pushover case untuk beban gravitasi, dipilih
push to load level defined by pattern, dimana beban gravitasi yang akan
93 Universitas Kristen Petra
bekerja sudah diketahui besarnya melalui perhitungan. Karena pada tahap
pembebanan gravitasi tidak diinginkan terjadinya keruntuhan elemen
struktur sehingga pilihan Member Unloading Method dipilih Unload
Entire Structure agar dapat diketahui terlebih dahulu apakah terjadi
keruntuhan lokal pada elemen struktur. Efek P-Delta juga ikut disertakan
pada Geometric Nonlinearity Effects. Pada penelitian ini, pushover case
untuk beban gravitasi diberi nama PUSHGRAVITY. Contoh input
pushover case untuk beban gravitasi dapat dilihat pada Gambar 3.27.
berikut ini.
Gambar 3.27. Input Pushover Case untuk Beban Gravitasi
Sedangkan untuk beban lateral, digunakan push to displacement
magnitude yang artinya pola pembebanan tertentu diberikan secara
berangsur-angsur hingga mencapai target displacement yang diinginkan,
dalam hal ini pola pembebanan yang dipakai adalah pembebanan arah X
positif, X negatif, Y positif, dan Y negatif. Untuk target displacement
yang ingin dicapai digunakan sesuai dengan default program ETABS
v9.07 yaitu sebesar 0,04 kali tinggi bangunan total. Untuk Member
Unloading Method dipilih Unload Entire Structure, ini dimaksudkan agar
keruntuhan elemen lokal tidak langsung menyebabkan keruntuhan struktur
secara keseluruhan. Pada penelitian ini pushover case untuk beban lateral
akibat gempa diberi nama :
- PUSHXPOS untuk beban gempa arah X positif
94 Universitas Kristen Petra
- PUSHXNEG untuk beban gempa arah X negatif
Pushover case pada arah Y positif dan Y negatif tidak dilakukan
karena struktur gedung mempunyai sumbu simetri, sehingga hasil
pushover pada arah-arah tersebut akan sama dengan pushover arah X
positif dan X negatif.
Untuk Load Pattern, dibuat terlebih dahulu di define load case
(dalam contoh ini diberi nama PATTERNX) dengan beban sesuai dengan
building mode 1. Sedangkan untuk efek non-linier geometri dan material
dari struktur diberikan melalui P-∆ effect dan hubungan antara moment-
rotation dari penampang elemen struktur yang telah di-input-kan. Contoh
input pushover case untuk beban lateral dapat dilihat pada Gambar 3.28.
berikut ini.
Gambar 3.28. Input Pushover Case Beban Lateral Gempa Arah X Positif
Pembebanan pushover PUSHXPOS ini dilakukan setelah
PUSHGRAVITY. Dapat dilihat bahwa di sini dipakai jumlah step yang
cukup banyak dan skala yang cukup kecil jika dibanding dengan
PUSHGRAVITY. Hal ini dilakukan agar hasil analisis dapat lebih teliti.
• Analisis Kinerja Struktur dari Hasil Analisis Statis Pushover Non-Linear :
Program ETABS v 9.07 dapat menampilkan hasil analisis berupa
Static Pushover Curve. Untuk mengetahui Performance Point dari struktur
akibat gempa periode ulang selain 500 tahun, maka diperlukan data berupa
95 Universitas Kristen Petra
Ca dan Cv dari masing-masing gempa periode ulang tersebut. Besar nilai
Ca didapat dari Peak Ground Acceleration. Peak Ground Acceleration
(PGA) ialah percepatan muka tanah maksimum pada suatu wilayah, untuk
gempa rencana periode ulang 500 tahun. PGA untuk tiap wilayah gempa
dan jenis tanah telah ditentukan pada SNI 1726-02. Pada wilayah 6 peta
gempa Indonesia, untuk jenis tanah lunak, besarnya Ca = 0,38 dan Cv =
0,95. Harga Ca dan Cv ini kemudian di-input-kan ke dalam program
ETABS v9.07 sehingga didapatkan Performance Point. Berikut
ditampilkan contoh input pada program ETABS v9.07 untuk mengetahui
Performance Point pushover positif akibat gempa periode ulang 500 tahun
pada bangunan PE6-10.
Gambar 3.29.Contoh Input pada Program ETABS v 9.07 untuk Mengetahui
Performance Point pushover positif akibat gempa periode ulang 500 tahun
pada bangunan PE6-10
Untuk damping ratios di-input-kan 2 damping ratios yaitu
damping ratio spektrum respons elastis bernilai 0,05 dan damping ratio
respons spektrum demand (besarnya sama dengan βeff).
Untuk menentukan tipe bangunan yang sesuai, dapat dilihat
batasan-batasan dari tipe keadaan bangunan pada Tabel 3.31 berikut ini,
96 Universitas Kristen Petra
dimana pada penelitian ini, dipakai bangunan baru sehingga tipe bangunan
yang dipakai adalah tipe A untuk short shaking duration.
Tabel 3.31. Tipe Bangunan Berdasarkan ATC-40
Shaking Essentially Average Poor Duration New Building Existing Building Existing Building
Short Type A Type B Type C Long Type B Type C Type C
SNI 1726-02 hanya memberikan harga Ca dan Cv untuk gempa
dengan periode ulang 500 tahun saja. Oleh karena itu, untuk mengetahui
besarnya Ca dan Cv untuk gempa dengan periode ulang 50 dan 200 tahun,
digunakan faktor PGA. Faktor PGA adalah perbandingan PGA untuk
gempa dengan suatu periode ulang tertentu terhadap PGA untuk gempa
dengan periode ulang 500 tahun. Untuk penelitian ini digunakan faktor
PGA untuk wilayah 3 Peta Gempa Indonesia (Susila, I.G.M, Seismic
Microzonation and Site Specific Response Analysis for Denpasar, 2000)
seperti pada Gambar 3.30. Digunakannya faktor PGA untuk wilayah 3
Peta Gempa Indonesia ini karena tidak diketahuinya faktor PGA untuk
wilayah 6 Peta Gempa Indonesia. Kurva faktor PGA dapat didekati
dengan persamaan regresi :
y = x / (110,1304479 + 0,8808431 x – 0,0002063 x2) (3.58)
dimana :
y = nilai faktor PGA
x = periode ulang gempa (tahun)
97 Universitas Kristen Petra
Gambar 3.30. Faktor Peak Ground Acceleration yang Digunakan
(Susila, I.G.M, 2000)
Contoh perhitungan nilai faktor PGA untuk periode ulang gempa 200
tahun:
y = 200 / (110,1304479 + 0,8808431 x 200 – 0,0002063 x 2002)
y = 0,7179
Sehingga nilai Ca dan Cv untuk gempa dengan periode ulang 200 tahun di
wilayah 6 peta gempa Indonesia dengan jenis tanah lunak adalah 0,7179 x
0,38 = 0,2728 (Ca) dan 0,7179 x 0.95 = 0,682 (Cv).
3.9 Analisis Dinamis Time history Non-Linier dengan RUAUMOKO 3D
3.9.1 Pemodelan Struktur
Sebelum dilakukan analisis, dibuat pemodelan struktur seperti yang telah
ditentukan sebelumnya pada tahap perencanaan. Model struktur berupa rangka
beton bertulang simetris 6 dan 10 lantai dapat dilihat pada Gambar 3.31 dan 3.32
berikut ini.
Faktor Peak Ground AccelerationYang Digunakan (PGA)
0.000
0.157
0.325
0.510
0.000
0.134
0.369
0.537
0.708
0.839
1.000
1.275
0.7190.843
1.002
1.274
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
1.400
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Periode Ulang Gempa (x , tahun)
Fakt
or P
GA
(y)
PGA Asli Yang Digunakan
Pendekatan Regresi Dari PGA Asli
3
u
d
d
p
p
Gambar 3.3
Gambar 3.32
3.9.2 Inp
Pro
untuk dapat
dan salah sa
dapat dilaku
percepatan g
Dal
penyederhan
31. Model S
2. Model St
put Program
ogram RUAU
menganalis
atunya adala
ukan dengan
gempa yang
lam penggu
naan yang pa
Struktur 6 La
RUA
truktur 10 L
RUA
m
UMOKO 3D
sis struktur b
ah analisis d
n mengguna
dapat di-inp
unaan prog
aling sesuai
98
antai dengan
AUMOKO 3
Lantai dengan
AUMOKO 3
D (Carr, 200
bangunan ba
dinamis riwa
akan berbag
put-kan.
gram ini, p
untuk strukt
Un
n coakan sud
3D
n coakan sud
3D
01) adalah p
aik secara lin
ayat waktu n
gai macam
perlu dilaku
tur bangunan
niversitas Kr
dut 40% pad
dut 40% pad
program yan
nier maupun
non-linier. A
percepatan
ukan pende
n yang akan
risten Petra
a Program
da Program
ng didesain
n non-linier
Analisis ini
tanah atau
ekatan dan
n dianalisis.
99 Universitas Kristen Petra
Beberapa contoh adalah bentuk matriks massa yang akan digunakan, jenis
member, model damping, hysteresis rule dan berbagai fasilitas lainnya.
a) Matriks Massa.
Bentuk matriks massa yang digunakan adalah “Lumped Mass Matrix”,
yang didefinisikan pada master joint tiap lantai.
b) Model Damping.
Model damping yang digunakan adalah “Linear variation of damping
with elastic natural frequencies”. Besaran damping yang digunakan
adalah sebesar 5 % dari redaman kritis dan bernilai konstan.
c) Pergerakan Gempa dan Transformasi Komponen Gempa.
Pergerakan gempa yang digunakan adalah arah X dan arah Y.
d) Master Node.
Untuk penggunaan rigid floor diaphragm, master node pada tiap-tiap
tingkat harus diletakkan pada pusat massa lantai sehingga
displacement setiap kolom pada satu lantai menjadi sama.
e) Idealisasi Elemen Balok.
Semua elemen balok diidealisasikan sebagai “One Component Beam
Member”. Pada elemen balok, interaksi antara momen lentur sumbu
lokal y dan z tidak diperhitungkan. Posisi sumbu lokal y dan z pada
balok dapat dilihat pada Gambar 3.33. berikut ini.
Gambar 3.33. Posisi Sumbu Lokal Balok Struktur pada Program RUAUMOKO
3D Sumber: RUAUMOKO 3D, 2001
x
yz
100 Universitas Kristen Petra
Perlu diingat bahwa pada program RUAUMOKO 3D ini, input untuk
equivalent joint load pada balok mempunyai asumsi tanda yang sedikit berbeda
dengan program SAP v11. Berikut akan dijelaskan mengenai hal tersebut :
Balok menerima beban merata akibat berat sendiri dan beban dari pelat
yang didistribusikan berdasarkan envelope theory. Balok dianggap terjepit penuh
pada kolom. Idealisasi balok dan pembebanan balok diperlihatkan pada Gambar
3.34.
Gambar 3.34. Idealisasi Pembebanan Balok
Reaksi yang terjadi pada fix-end balok akibat beban merata dan
equivalent joint load yang terjadi diperlihatkan pada Gambar 3.35 dan 3.36.
Gambar 3.35. Reaksi yang Terjadi pada Balok
Gambar 3.36. Equivalent Joint Load
Equivalent joint load inilah yang menjadi input pembebanan balok pada
program RUAUMOKO 3D. Pada RUAUMOKO 3D, asumsi tanda positif yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Gambar 3.37. Equivalent Joint Load dan Perjanjian Tanda
101 Universitas Kristen Petra
Bagian yang dilingkari tersebut adalah yang menjadi perbedaan dengan
program SAP v11. Sehingga ketika memasukkan input equivalent joint load pada
bagian yang dilingkari tersebut, harus diberikan tanda yang berlawanan sehingga
sesuai dengan pola equivalent joint load yang diharapkan.
Dalam penelitian ini akan dihitung equivalensi joint load load pada balok
induk interior dan eksterior pada setiap lantai. Berikut ini akan diberikan contoh
perhitungan dalam menghitung equivalensi joint load pada balok induk interior
pada lantai atap (satuan dalam kN,m).
Langkah pertama adalah mencari reaksi perletakan untuk balok anak
yang menumpu pada balok induk (idealisasi sendi) dengan beban merata akibat
beban mati (Gambar 3.38) dan beban hidup (Gambar 3.39)
Gambar 3.38. Beban merata pada balok anak atap akibat beban mati
(belum termasuk berat sendiri balok)
Gambar 3.39. Beban merata pada balok anak atap akibat beban hidup
Beban mati = Berat sendiri + Beban mati pelat lantai dan atap
Beban hidup lantai atap = 4 kN/m2
Dengan bantuan SAP, didapat :
R akibat beban mati = 54,37 kN
R akibat beban hidup = 31,38 kN
Setelah itu dihitung reaksi perletakan pada balok induk dengan
perletakan jepit di kedua ujungnya (fix end moment) dimana beban yang terjadi
adalah beban mati (Gambar 3.40) dan beban hidup (Gambar 3.41).
102 Universitas Kristen Petra
Gambar 3.40. Beban mati untuk balok induk interior pada atap
Gambar 3.41. Beban hidup untuk balok induk interior pada atap
Dengan bantuan SAP, didapat equivalensi joint load yang dapat dilihat
pada Tabel 3.32:
Tabel 3.32. Equivalensi joint load pada balok induk
M1z M2z V1z V2z Dead -201.4513 -201.4513 -121.476 121.476 Live -107.2168 -107.2168 -62.761 62.761 Kombinasi -295.34996 -295.34996 -177.1517 177.1517
Kombinasi (1,2 D + 0,5 L) inilah yang dipakai sebagai input pada
RUAUMOKO 3D.
f) Idealisasi Elemen Kolom.
Elemen kolom diidealisasikan sebagai “Reinforced Concrete
Beam-Column Member”, dimana interaksi antara gaya aksial dengan
momen sumbu lokal y dan z juga turut diperhitungkan. Posisi sumbu
lokal y dan z pada kolom dapat dilihat pada Gambar 3.42. berikut ini.
103 Universitas Kristen Petra
Gambar 3.42. Posisi Sumbu Lokal Elemen Kolom Struktur pada Program
RUAUMOKO 3D
Sumber: RUAUMOKO 3D, 2001
Pada kolom juga terjadi interaksi antara gaya aksial dengan momen
sumbu lokal y dan z pada seperti pada Gambar 3.43. Interaksi tersebut
dijelaskan melalui persamaan :
1**
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
−ααβ
y
y
z
z
bY
b
YMM
YMM
PPPP
(3.59)
dimana:
P = Gaya aksial yang terjadi pada kolom.
P b = Gaya aksial tekan kolom saat kondisi “balance”.
P c = Gaya aksial kolom saat kondisi tekan murni (tanpa momen).
P t = Gaya aksial kolom saat kondisi tarik murni (tanpa momen).
P Y = Gaya aksial pada kolom, dengan ketentuan:
P Y = P c, bila P (tekan) lebih besar dari P b.
P Y = P t, bila P (tekan) lebih kecil dari P b atau P bersifat tarik.
Mz = Momen lentur arah sumbu lokal z yang terjadi pada kolom.
MYz* = Nilai momen leleh kolom arah sumbu lokal z. (Nilai
momen leleh positif arah sumbu lokal z sama dengan nilai
momen leleh negatif arah sumbu lokal z).
My = Momen lentur arah sumbu lokal y yang terjadi pada kolom.
MYy* = Nilai momen leleh kolom arah sumbu lokal y. (Nilai
momen leleh positif arah sumbu lokal y sama dengan nilai
momen leleh negatif arah sumbu lokal y)
x
yz
104 Universitas Kristen Petra
α = Faktor interaksi antar momen lentur sumbu lokal z dengan
y. Pada penelitian ini, nilai α diambil 1,5 (recommended)
β = Faktor interaksi antar gaya aksial sumbu lokal z dengan y.
Pada penelitian ini, nilai α diambil 1 (recommended)
Gambar 3.43. Diagram interaksi gaya aksial dan momen arah sumbu lokal y dan
z untuk elemen kolom pada RUAUMOKO 3D
g) Damage index.
Tingkat kerusakan yang terjadi dapat ditentukan dari nilai damage
index. Standar tingkat kerusakan untuk nilai damage index digunakan
standar ACMC yang sama dengan analisis statis pushover non-linear.
Untuk nilai damage index lebih dari satu, berarti daktilitas yang terjadi
melebihi ultimate ductility. Oleh karena itu, dikatakan bahwa struktur
telah mengalami keruntuhan pada saat nilai damage index lebih dari
satu. Namun, pada RUAUMOKO 3D analisis akan terus berjalan
walaupun nilai damage index melebihi 1. Jadi dapat dikatakan bahwa
input ultimate ductility merupakan post processing dari program
RUAUMOKO 3D dan tidak akan mempengaruhi analisis secara
keseluruhan. Pada penelitian ini, nilai damage index yang digunakan
105 Universitas Kristen Petra
adalah damage index yang dihitung dengan metode ductility dengan
rumusan :
11
−−
=u
mDIµµ
(3.60)
dimana:
= daktilitas yang terjadi
= ultimate ductility
Dalam penelitian ini, untuk menghitung ultimate ductility
digunakan perumusan ultimate curvature / yield curvature ( µu = Øu /
Øy)
h) Gaya – Simpangan.
Untuk mengetahui hubungan antara gaya dan simpangan yang
terjadi digunakan model Bi-Linear Hysteresis Rules seperti pada
Gambar 3.44. berikut ini.
Gambar 3.44. Bi-Linear hysteresis rules
Faktor bi-linear (r) yang dipakai merupakan hasil dari analisis
penampang yang dilakukan dengan bantuan program ESDAP
(Lidyawati dan Pono, 2003). Untuk mencari grafik bi-linear,
diperlukan data-data berupa hubungan antara moment-curvature, nilai
yield moment, yield curvature, ultimate moment, dan ultimate
curvature. Penjelasan mengenai pembuatan grafik tersebut telah
dijelaskan pada subbab 3.7.
µ
106 Universitas Kristen Petra
3.9.3 Beban Gempa yang Digunakan
Beban gempa yang digunakan adalah gempa satu arah (arah X) dengan
rekaman gempa adalah gempa El Centro 18 Mei 1940 komponen North-South.
Rekaman gempa tersebut dimodifikasi terhadap periode ulang 500 tahun dengan
program RESMAT (Lukito, 1995), berdasarkan SNI 1726-02 (Badan
Standardisasi Nasional, 2002). Target respons spektrum 500 tahun yang
digunakan adalah target respons spektrum untuk wilayah 6 peta gempa Indonesia
(SNI 1726-02) untuk jenis tanah lunak. Sehingga pada nantinya hasil modifikasi
tersebut harus dikalikan dengan faktor skala agar dapat sesuai dengan respons
spektrum untuk wilayah 6 peta gempa Indonesia.
Respons spektrum dari Gempa El Centro 1940 North-South, baik dari
rekaman gempa asli maupun dari rekaman gempa yang dimodifikasi untuk
periode ulang 500 tahun (wilayah 2 peta gempa Indonesia), ditunjukkan pada
Gambar 3.45.
Gambar 3.45. Respons spektrum gempa El Centro 18 mei 1940 North-South
yang telah dimodifikasi terhadap periode ulang 500 tahun sesuai SNI 1726-02
Untuk rekaman percepatan gempa El-Centro 1940 North-South asli
maupun yang telah dimodifikasi untuk periode ulang 500 tahun (wilayah 2 peta
gempa Indonesia), dapat dilihat pada Gambar 3.46 dan Gambar 3.47 berikut ini.
107 Universitas Kristen Petra
Gambar 3.46. Rekaman gempa El Centro 18 Mei 1940 North-South asli
Gambar 3.47. Rekaman gempa El Centro 18 Mei 1940 North-South yang telah
dimodifikasi terhadap periode ulang 500 tahun sesuai SNI 1726-02